ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR"

Transkripsi

1 Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...(Saragih) ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR (The Direction of Landuse Settlement Based on The Ability of Land Class and Disaster Prone Area in Bogor Regency) Christine Vita Sari Saragih Program Studi Diploma III Perencanaan Wilayah Dan Kota Departemen Sipil & Perencanaan Sekolah Vokasi Universitas Diponegoro, Jalan Prof. Soedarto, SH No. 1, Kampus UNDIP Tembalang, Semarang ABSTRAK Kabupaten Bogor memiliki kondisi fisik dan demografis dengan tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana. Selain itu di Kabupaten Bogor juga terdapat penggunaan lahan permukiman yang tidak terkontrol. Sehingga lokasi pembangunan permukiman sudah tidak lagi sesuai berdasarkan fungsi kawasan, tidak memperhatikan kondisi kemampuan lahan, dan arahan zonasi yang aman dari bencana alam. Maka tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis bagaimana kondisi lahan yang sesuai untuk pembangunan permukiman. Faktor penentu yang digunakan dalam menentukan arahan pemanfaatan lahan permukiman yang sesuai pada penelitian ini yaitu pembangunan permukiman yang berada pada fungsi kawasan budidaya, memiliki kelas kemampuan lahan I dan II, dan tidak berada di kawasan rawan bencana. Metode yang digunakan ditentukan berdasarkan parameter penentu yaitu kondisi kelerengan, curah hujan dan jenis tanah. Kemudian dilakukan teknik scoring yang berpedoman pada SK Mentan No. 837/KPTS/UM/11/1980 dan No. 683/kpts/um/VIII/1981. Pada tingkat kemampuan lahan dilakukan dengan teknik scoring dan overlay pada setiap variabel fisik lahan yang merugikan dan menguntungkan. Kemudian akan diberi total skornya untuk mengetahui klasifikasi kemampuan lahan, yang berpedoman pada Lampiran Peraturan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, Total luas wilayah kawasan budidaya di Kabupaten Bogor yaitu seluas ,85 Ha. Kemudian dilakukan analisis untuk menentukan hasil penyesuaian kelas yang didapat untuk mengetahui lokasi yang tidak berada pada kawasan rawan bencana. Hasil dari seluruh analisis ini adalah persebaran lokasi permukiman dengan kelas I dan II dan lokasi yang berada pada fungsi kawasan budidaya, sekaligus aman dari kawasan rawan bencana. Kata Kunci : permukiman, fungsi kawasan, kemampuan lahan, kawasan rawan bencana ABSTRACT Bogor Regency have a condition physical and demographic with the vulnerable high evaluation of disaster also the uncontrolled land use changes. Besides in, Bogor Regency there are also land use uncontrolled settlement. So that the site of the settlement are no longer appropriate area based on function, not consider the condition of the land, and zoning unaffected by natural disasters. The purpose of this research is to analyze how conditions land that is appropriate for residential development. The factors of this research are residential development in the region cultivation, holds classes the ability of land I and II, and not in the disaster prone area. The methodology that was used depends on the parameters are the condition of the slope, rainfall, and soil types. Then scoring is used based on SK Mentan No. 837/KPTS/UM/11/1980 and No. 683/kpts/um/VIII/1981. The ability level of land is performed with scoring and overlay on each variable land physical adverse and profitable. Then all score was totaled to know the classification of the land, who guided by appendix the minister for the environment No 17 in According to the analysis undertaken the total area of the cultivation in the area of bogor districts 156, Ha. Then analysis was did to determine, the adjustment class obtained is not in the disaster prone. The result of all this analysis is settlement distribution with the class I and II, and location in the area cultivation as well as safe from the disaster prone. Keywords: settlement, region function, land capability, disaster prone 389

2 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan PENDAHULUAN Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana. Wilayah Indonesia memiliki kawasan aktivitas tektonik, dengan bencana alam seperti letusan gunung berapi, gempa bumi, banjir dan tsunami. Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia No 24 tahun Mengacu peraturan yang sama pada pasal 32, pemerintah daerah dalam menyelenggarakan penanggulangan bencana, dapat menetapkan daerah rawan bencana menjadi daerah terlarang untuk pemukiman (Republik Indonesia, 2007). Tetapi di era sekarang ini, kesalahan yang sangat banyak terjadi yaitu pembangunan permukiman sebagai tempat tinggal masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana alam. Kondisi tersebut kemudian dapat membahayakan makluk hidup yang bermukim di area tersebut. Hal ini juga tidak terlepas dari terjadinya pertumbuhan penduduk yang terus meningkat. Berbanding lurus dengan kebutuhan tempat bermukim penduduk, sehingga peningkatan kebutuhan lahan permukiman menjadi semakin pesat. Kepedulian dan pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap kawasan bahaya geologi, ketersediaan, dan kemampuan lahan semakin menambah penyebab terjadinya ketidak sesuaian. Dalam hal ini pembangunan permukiman yang tidak berdasarkan kelas kesesuaian lahan dan kawasan rawan bencana. Ketersediaan lahan yang sesuai untuk permukiman semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan terjadinya pembangunan permukiman yang tidak memperhatikan keamanan, baik pada waktu sekarang dan masa yang akan datang. Salah satu contohnya yaitu pembangunan permukiman pada kawasan lindung. Padahal jika dilihat pada berdasarkan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Pada Pasal 5 Ayat (2), dikatakan bahwa yang termasuk dalam kawasan lindung adalah kawasan rawan bencana alam (Republik Indonesia, 2007). Tentu saja hal ini merupakan pembangunan permukiman yang tidak berlandasakan pada fungsi kawasan dan kawasan rawan bencana alam. Kabupaten Bogor memiliki kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis dengan tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana. Terjadinya bencana di Kabupaten Bogor juga disebabkan oleh beberapa faktor lain seperti infrastruktur yang lemah, kurangnya pengetahuan pemerintah dan masyarakat, juga karena ulah manusia yang tidak dapat menjaga lingkungan dengan baik. Ketidakpedulian dan pengetahuan terhadap kelestarian dan kondisi lahan adalah hal yang menambah dan mempermudah terjadinya risiko bencana alam. Seperti halnya pada perubahan penggunaan lahan yang tidak terkontrol, dimana kawasan lindung ataupun pertanian berubah menjadi permukiman. Letak geografis Kabupaten Bogor sebagian besar berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan serta memiliki curah hujan tinggi, dimana hampir setiap hari turun hujan di wilayah bogor dalam setahun dan mencapai 70% sehingga Kabupaten Bogor dijuluki kota hujan. Kemudian Kabupaten Bogor juga dialiri 6 Daerah Aliran Sungai (DAS), sehingga mengindikasikan sebagai daerah rawan bencana alam. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bogor Pasal 35 tentang Kawasan Rawan Bencana Alam, Kabupaten Bogor memiliki kawasan rawan bencana alam yang terdiri dari kawasan rawan longsor, gerakan tanah, dan kawasan rawan banjir yang tersebar di Kabupaten Bogor. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan pengoptimalan pemanfaatan lahan permukiman dengan mempertimbangkan kesesuaian lahan dan kawasan rawan bencana alam di wilayah Kabupaten Bogor. Hal ini berguna untuk menganalisis wilayah-wilayah yang sesuai dan tidak sesuai untuk dijadikan lahan permukiman. Kawasan permukiman yang sesuai tersebut, yaitu kawasan yang aman dari bencana alam dan memiliki nilai kemampuan lahan yang tinggi. Permukiman yang berada pada kawasan yang tidak sesuai, perlu adanya pemberian berupa arahan/rekomendasi. Arahan/rekomendasi tersebut berupa hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak yang merugikan. Kemudian berdasarkan hasil analisis ini nantinya, dapat diberikan ketentuan pembangunan permukiman berdasarkan kelas kemampuan lahan dan kawasan rawan bencana. Hal ini berguna sebagai masukan dan sebagai acuan dalam pemberian 390

3 Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...(Saragih) izin membangun sebuah rumah. Hasil dari semua analisis yang telah dilakukan ini, dapat dijadikan masukan bagi pemerintah daerah dalam menghadapi situasi lokasi permukiman yang berada pada kelas kemampuan lahan dan rawan bencana. METODE PENELITIAN Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi atas dua macam, yaitu penelitian kuantitatif dan penelitian kualititatif. Penelitian kuantitatif yang digunakan yaitu perhitungan ketersediaan lahan untuk mengetahui sisa daya tampung wilayah Kabupaten Bogor. Kemudian pada penelitian kuantitaif terdapat pada perhitungan dan scoring variabel dalam mengklasifikasikan kondisi fisik seperti kelerengan, kelas kemampuan lahan, dan kelas rawan bencana. Tujuan penelitian kuantitatif ini yaitu untuk mengembangkan dan menggunakan model pendekatan studi yang telah dipelajari ataupun hipotesis yang berkaitan dalam analisis kesesuaian pemanfaatan lahan permukiman yang berdasarkan pada kelas kesesuaian lahan dan kelas rawan bencana. Adapun pendekatan lainnya yang digunakan yaitu teknik pendekatan yang menggunakan alat bantu Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan menggunakan data berupa Peta Rupabumi Indonesia Skala 1: yang bersumber dari Badan Informasi Geospasial. Analisis spasial yang dilakukan adalah overlay peta dan scoring. Penetuan Fungsi Kawasan Pada penelitian ini, analisis fungsi kawasan ini didasarkan oleh tiga variabel yaitu curah hujan, kelerengan dan jenis tanah dengan input skor masing-masing variabel yang terdiri dari lima kelas. Pedoman dalam menentukan skor curah hujan, kelerengan dan jenis tanah ini, dilihat berdasarkan SK Mentan No. 837/KPTS/UM/11/1980 dan No. 683/kpts/um/VIII/1981 (Surat Keputusan Menteri Pertanian, 1980). Pada penelitian ini, data yang digunakan berupa data vektor (shapefile) pada setiap peta kelerengan, jenis tanah dan curah hujan di Kabupaten Bogor. Kemudian setelah menentukan skor pada masing-masing variabel tersebut, ketiga peta tersebut perlu di overlay untuk diketahui persebaran fungsi kawasannya. Hasil dari overlay yang dilakukan akan menghasilkan fungsi kawasan dengan ketentuan bahwa skor dengan nilai <125 termasuk kawasan budidaya, skor diantara masuk kedalam kawasan penyangga dan skor dengan nilai >175 masuk kedalam kawasan lindung. Penentuan Kelas Kemampuan Lahan Penentuan kelas kemampuan lahan ini akan menghasilkan tingkatan kemampuan lahan pada daerah studi yang didasari oleh kondisi fisik lahan. Adapun variabel fisik lahan ini dikelompokkan ke dalam aspek fisik yang menguntungkan sebagai pendukung kemampuan lahan dan aspek fisik yang merugikan. Kemudian menentukan kelas kemampuan lahan, dilakukan melaui pengharkatan yang dibedakan berdasarkan faktor menguntungkan dan faktor merugikan. Berdasarkan Peraturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/prt/m/2007 tentang Pedoman Teknik Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Rencana Tata Ruang, aspek fisik dasar ini juga diperlukan dalam pengembangan suatu kota (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2007). Faktor menguntungkan merupakan aspek fisik lahan yang dapat mendukung pembangunan permukiman, yang dilihat dari kriteria masing-masing klasifikasi aspek fisik tersebut. Adapun faktor menguntungkan yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari dari tekstur tanah, kedalaman efektif tanah, permeabilitas tanah dan kondisi drainase. Kemudian pada faktor yang merugikan, merupakan aspek yang menjadi hambatan atau ancaman untuk pembangunan permukiman, faktor merugikan tersebut terdiri dari kemiringan lereng, tingkat erosi, banjir (bencana alam), dan kadar garam Selanjutnya, akan diberikan pengharkatan pada setiap variabel faktor menguntungkan dan merugikan. Selanjutnya dikelompokkan menjadi total dari skor faktor menguntungkan dan faktor merugikan. Pada variabel menguntungkan harkatnya semua diberi tanda (+) atau juga dapat tidak dengan tanda (+), dan variabel merugikan harkatnya diberi tanda (-). Kemudian pada penentuan kelas kemampuan lahan, selanjutnya akan dijumlahkan dengan cara berikut ini : 391

4 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan Kemampuan Lahan Wilayah = (Kd = Tk + Dr + Pr) - (Lr + (-Er) + Ba + Sa))...(1) dimana: Kd = Kedalaman Efektif Tanah Lr = Lereng Tk = Tekstur Tanah Ba = Banjir Dr = Drainase Er = Erosi Pr = Permeabilitas Tanah Sa = Salinitas Berdasarkan klasifikasi variabel-variabel penentu kelas kemampuan lahan tersebut baik dari faktor menguntungkan dan dan faktor yang merugikan, maka dapat disimpulkan klasifikasi variabel yang sesuai untuk permukiman sesuai pada Tabel 1. Hal ini juga berhubungan dalam penentuan kelas kemampuan lahan yang sesuai untuk penggunaan lahan permukiman. Tabel 1. Klasifikasi variabel yang sesuai untuk permukiman Variabel Penentuan Kelas Kemampuan Lahan Tekstur Tanah Kedalaman Efektif Tanah Permeabiltas Tanah Kekuatan Batuan Klasifikasi variabel yang sesuai untuk permukiman Halus sampai sedang Rata-rata mempunyai kedalaman efektif tanah yang cukup cm 2,0-8,35 (Permeabilitas Sedang) Tidak mudah pecah oleh pukulan palu geologi sangat kuat dan kekuatan batuan yang Sukar pecah oleh pukulan palu geologi. Kriteria Kondisi Fisik untuk Permukiman Kandungan lempung berpengaruh terhadap kembang kerutnya tanah. Hal ini erat kaitannya dengan pembuatan pondasi,pembangunan jalan, saluran air, dan sebagainya. Semakin jauh kedalaman efekif tanah, maka semakin dalam juga kemampuan tanah yang dapat ditembus oleh air. Sehingga akan semakin besar kontribusinya terhadap kemampuan lahan. Permeabilitas tanah yang mempunyai kontribusi besar terhadap kemampuan lahan adalah yang mempunyai kelas sedang. Hal ini dikarenakan semakin cepat atau semakin lambat permeabilitas tanah akan semakin kecil kontribusinya Kekuatan batuan memilik pengaruh dengan pondasi bangunan, sehingga batuan yang kuat akan meperkokoh pondasi bangunan tersebut agar lebih awet dan tahan terhadap ancaman. Harkat Sumber 3-5 Noor, Sitanala, Sitanala, Jamulyo dan Sunarto, 1996 Drainase Kleas drainase cepat sampai sedang Tidak tergenang oleh air sampai lembab Kelerengan 0-25% Topografi datar sampai bergelombang Tingkat Bahaya Banjir Tanpa Banjir Tidak berada pada daerah rawan bencana (longsor, banjir, erosi, abrasi) 3-4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, (-3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Peraturan Menteri Pekerjaan 392

5 Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...(Saragih) Variabel Penentuan Kelas Kemampuan Lahan Tingkat Bahaya Erosi Klasifikasi variabel yang sesuai untuk permukiman Kriteria Kondisi Fisik untuk Permukiman Harkat Sumber Tanpa Erosi Umum, 2008 Salinitas Tanpa Salinitas Salinitas merupakan salah satu cekaman abiotik utama yang berpengaruh buruk terhadap produktivitas dan kualitas tanaman sehingga akan mengakibatkan peningkatan dampak pada aspek sosial ekonomi dan kesehatan, terutama pada masyarakat petani. Sumber: Hasil Analisis, 2017 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Fungsi Kawasan Budidaya sebagai Kawasan Peruntukan Permukiman 0 Jamulyo dan Sunarto, 1996 Total luas wilayah kawasan budidaya di Kabupaten Bogor yaitu seluas ,85 Ha. Pada kawasan penyangga berada diantara kawasan lindung dan kawasan budidaya. Sesuai kondisi eksisting, di wilayah ini terdapat hutan produksi terbatas, perkebunan tanaman keras, perkebunan campuran dan lain lainnya yang sejenis. Total luas wilayah fungsi kawasan Penyangga di Kabupaten Bogor sebesar ,61 Ha. Total luas kawasan lindung sebesar ,93 Ha, dengan penggunaan lahan eksisting yaitu hutan lebat dan hutan jarang dengan kemiringan lereng yang curam sekitar 25%-40%. Persebaran wilayah fungsi kawasan budidaya di Kabupaten Bogor, selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 1 yaitu Peta Fungsi Kawasan Budidaya Kabupaten Bogor. Gambar 1. Fungsi kawasan budidaya Kabupaten Bogor Analisis Kelas Kemampuan Lahan Permukiman Berdasarkan Sifat Lahan Berdasarkan hasil analisis kelas kemampuan lahan yaitu pada Kelas I smapai Kelas IV. Maka selanjutnya akan dilakukan identifikasi kelas kemampuan lahan yang mendukung untuk pembangunan permukiman. Sebelumnya pada analisis kelas kemampuan lahan telah dilakukan identifikasi kondisi fisik lahan pada setiap kelas kemampuan lahan di Kabupaten Bogor. Sesuai 393

6 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan pada Lampiran Peraturan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009, Kelas I dan II tidak memiliki sampai mempunyai hambatan dan ancaman yang sedang (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2009). Oleh karena itu, aman untuk dijadikan kawasan permukiman, dan tidak menyebabkan terganggunya aktivitas dan kerugian dari sifat lahan tersebut. Berdasarkan kondisi eksisting Kabupaten Bogor Kelas Kemampuan Lahan I mempunyai sifat daerah dataran dengan kemiringan 0 8 %, tanpa erosi sedang, tanpa adanya ancaman banjir, tanpa kandungan salinitas, dimana sifat lahan ini bagian dari faktor yang merugikan. Kemudian pada faktor yang menguntungkan yaitu dengan kondisi drainase baik, tekstur tanah sedang, kedalaman efektif tanah >90 cm, dan permeabilitas tanah sedang. Sedangkan Kelas Kemampuan Lahan II mempunyai sifat wilayah Kelas kemampuan II mempunyai kelerengan datar sampai landai, yaitu dengan persentase kemiringan 0 8 % dan 8-15%. Adapun faktor yang menghambat, dengan kondisi tanpa erosi, tanpa adanya ancaman banjir, tanpa kandungan salinitas. Kemudian pada faktor yang menguntungkan yaitu dengan kondisi drainase yaitu cepat lambatnya banjir mengering sedang, tekstur tanah halus sampai sedang, kedalaman efektif tanah 30-60cm, dan permeabilitas tanah agak lambat sampai sedang. Hasilnya adalah kelas I dengan luas ,88 Ha tergolong sesuai untuk permukiman dan kelas II dengan luas ,57 Ha sesuai untuk permukiman namun terbatas. Analisis Kelas Kemampuan Lahan Permukiman Terhadap Fungsi Kawasan Budidaya Setelah diketahui kelas kemampuan lahan berapa yang mendukung dalam pemanggunaan lahan permukiman. Selanjutnya akan disesuaikan berdasarkan fungsi kawasan yang sesuai yaitu kawasan budidaya. Pada langkah ini dilakukan teknik intersect untuk memastikan bahwa hasil kelas kemampuan lahan dengan total jumlah harkat tertinggi berada pada fungsi kawasan budidaya seperti terlihat pada Gambar 2. Hal ini juga didukung pada arti kelas kemampuan lahan I dan II yang terdapat pada kawasan dengan karakteristik yang sesuai dengan fungsi kawasan Budidaya. 394 Gambar 2. Kesesuaian kelas kemampuan lahan permukiman terhadap kawasan budidaya Analisis Penggunaan Lahan Permukiman yang Sesuai Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan Permukiman Terhadap Kawasan Rawan Bencana Kabupaten Bogor Analisis ini dilakukan dengan proses analisis penyesuaian antar kawasan rawan bencana yang telah ditetapkan pada RTRW Kabupaten Bogor, dengan hasil analisis kelas kemampuan lahan yang sesuai untuk permukiman. Metode yang digunakan yaitu dengan teknik erase atau menghilangkan kelas kemampuan lahan permukiman yang sesuai terhadap kawasan rawan bencana. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa kelas kemampuan lahan yang sesuai untuk permukiman sudah aman dari kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor. Agar mengetahui

7 Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...(Saragih) kondisi kelas kemampuan lahan terhadap kawasan rawan bencana, akan dilakukan overlay antara Kawasan Rawan bencana dengan hasil analisis kelas kemampuan lahan permukiman yang sesuai untuk Permukiman. Hasil dari proses ini, selanjutnya akan diuraikan berdasarkan Tabel 2 yaitu Total Luas Wilayah Kelas Kemampuan Lahan Permukiman yang berada pada Kawasan Rawan Bencana. Tabel 2. Total luas wilayah kelas kemampuan lahan permukiman yang berada pada kawasan rawan bencana Kaw Kaw Rawan Kawasan Kaw Kaw Kaw Rawan Kaw Rawan Rawan Gerakan Rawan Banjir Rawan Rawan Banjir & Kaw Banjir & Kelas Gerakan Tanah & Gerakan Banjir Longsor Rawan Gerakan Tanah Longsor Tanah dan (Ha) (Ha) Longsor (Ha) Tanah (Ha) (Ha) (Ha) Longsor (Ha) I 2.271, , ,75 188, ,84 21,44 II 13, , , , ,60 0 Total 2.285, , ,21 188,85 801, ,43 21,44 Sumber : Hasil Analisis, 2017 Kelas I masih terdapat kawasan rawan bencana seperti rawan banjir, longsor dan gerakan tanah. Seperti yang telah dijelaskan pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan Permukiman bahwa permukiman harus merasa aman dan nyaman bagi rumah itu sendiri maupun bagi penghuninya. Berdasarkan buku tentang perumahan juga harus terhindar dari rawan bencana. total luas wilayah rawan bencana pada kemampuan kelas I dan II terbanyak yaitu rawan bencana longsor dengan persentase 45%, kemudian rawan bencana gerakan tanah dengan persentase 39%. Untuk luas wilayah yang terdapat 2 rawan bencana pada satu wilayah terbesar yaitu kawasan rawan gerakan tanah dan longsor mencapai 13%. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menetukan arahkan lokasi permukiman yang sesuai berdasarkan kelas kemampuan lahan dan kawasan rawan bencana. Persebaran Wilayah dengan Kelas kemampuan Lahan yang sesuai untuk permukiman berdasarkan hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3. Peta kesesuaian kelas kemampuan lahan permukiman terhadap kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor 395

8 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan Analisis Kesesuaian Kondisi Eksisting Permukiman Terhadap Kelas Kemampuan Permukiman Lahan dan Kawasan Rawan Bencana Kemudian dilakukan analisis kesesuaian kondisi eksisting permukiman terhadap peta persebaran arahan lokasi permukiman yang ideal. Ideal yang dimaksud pada proses analisis ini yaitu kawasan yang memiliki kelas kemampuan lahan yang cocok untuk pembangunan permukiman dan aman dari kawasan rawan bencana. Hal ini dilakukan untuk mengetahui dimana saja dan total luas wilayah yang berada pada kawasan yang tidak sesuai untuk permukiman dan yang sesuai untuk penggunaan lahan permukiman. Metode yang dilakukan dalam evaluasi ini, yaitu dengan melakukan teknik overlay intersect pada peta persebaran lokasi permukiman yang sesuai dengan penggunaan lahan permukiman eksisting dengan hasil dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4. Peta kesesuaian penggunaan lahan permukiman eksisting berdasarkan kelas kemampuan permukiman dan kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor Analisis Ketentuan Pembangunan Permukiman Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan dan Kawasan Rawan Bencana di Kabupaten Bogor Pada wilayah Kelas kemampuan I dan II yang berada di kawasan rawan bencana, tidak menutup kemungkinan bahwa wilayah tersebut merupakan willayah yang tidak aman. Karena pada dasarnya, wilayah kelas tersebut telah berada di kawasan yang tidak aman yaitu kawasan rawan bencana. Maka pada penentuan perizinan pembangunan permukiman masih dapat dilakukan dengan ketentuan terbatas sampai bersyarat. Terbatas dengan kondisi lingkup tingkat ancaman dan hambatan lahan. Kemudian bersyarat, dikarenakan wilayah tersebut sebelumnya harus telah dilakukan perhatian khusus. Berikut hasil identifikasi persebaran kelas kemampuan lahan yang berada di kawasan rawan bencana di Kabupaten Bogor. Ketentuan Kegiatan Pembangunan Permukiman (ITBX) Kabupaten Bogor Berdasarkan tipologi kelas kemampuan lahan terkadap kawasan rawan bencana di Kabupaten Bogor. Maka selanjutnya akan dilakukan, penentuan kegiatan pembangunan permukiman dalam bentuk (ITBX) seperti pada Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Ketentuan kegiatan pembangunan permukiman (ITBX) Kabupaten Bogor Kelas Kawasan Rawan Bencana Kemampuan Banjir Gerakan Tanah Longsor Banjir dan Banjir dan Lahan Sedang Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Gerakan Tanah Longsor I T X T X T X X X II T X T X T X X X III B X B X B X B B IV X X X X X X X X Sumber: Hasil analisis,

9 Arahan Pemanfaatan Lahan Permukiman berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan...(Saragih) Keterangan: I : Area yang diizinkan untuk dilakukannya pembangunan permukiman. T : Area dengan pembangunan permukiman yang terbatas. B : Area dengan pembangunan permukiman yang bersyarat. X : Sama sekali tidak diijinkan untuk pembangunan permukiman di zona tersebut. Berdasarkan tabel ketentuan di atas, maka dapat dilihat bahwa tidak ada kegiatan pembangunan permukiman yang diijinkan. Hal ini dikarenakan, kawasan rawan bencana merupakan wilayah yang tidak aman, serta tidak direkomendasikan untuk dilakukannya pembangunan permukiman. Arahan Lokasi Pemanfaatan Lahan Permukiman yang Sesuai Berdasarkan Kelas Kemampuan Lahan dan Kawasan Rawan Bencana Berdasarkan Total Luas Wilayah Yang Sesuai dan Tidak Sesuai pada Penggunaan Lahan Eksisting terhadap Kelas Kemampuan Permukiman dan Kawasan Rawan Bencana. Dapat dilihat bahwa tingkat kemampuan lahan yang paling tinggi untuk permukiman yaitu Kelas I dan II. Tingkat Kelas kemampuan I yang paling dominan dan tersebar merata di Kabupaten Bogor. Total luas wilayah Kelas I yaitu 657,88 Ha. Kemudian pada Kelas II dijadikan kelas kemampuan lahan yang masih sesuai untuk permukiman dengan total luas wilayah yaitu sebesar ,57 Ha. Berdasarkan sifat lahan pada kelas I dan Kelas II, kelas kemampuan lahan ini sangat baik sampai cukup baik untuk mendukung pembangunan permukiman. Kemudian untuk lebih jelasnya melihat persebaran wilayah dari peta Kabupaten Bogor, dapat dilihat pada Gambar 5 yaitu peta arahan lokasi pemanfaatan lahan permukiman berdasarkan kelas kemampuan permukiman dan kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor. Kesimpulan Gambar 5. Arahan lokasi pemanfaatan lahan permukiman berdasarkan kelas kemampuan permukiman dan kawasan rawan bencana Kabupaten Bogor Kawasan yang sesuai untuk pembangunan permukiman pada penelitian ini diperoleh dari berbagai aspek dan proses analisis. Adapun aspek yang dianalisis pada penelitian ini untuk menghasilkan kawasan permukiman yang sesuai yaitu sebagai berikut: berada pada Fungsi 397

10 Seminar Nasional Geomatika 2017: Inovasi Teknologi Penyediaan Informasi Geospasial untuk Pembangunan Berkelanjutan Kawasan Budidaya; memiliki kelas kemampuan lahan I dan II; dan tidak berada pada kawasan rawan bencana. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian kelas kemampuan lahan I dan II terhadap kawasan rawan bencana, diperoleh sebagai berikut: Kelas I dan II yang tidak sesuai atau berada di kawasan rawan bencana total luas wilayah H atau 16% dari total luas wilayah kawasan rawan bencana di Kabupaten Bogor; dan Kelas I dan II yang sesuai atau tidak berada di kawasan rawan bencana total luas wilayah Ha. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian kondisi eksisting permukiman di Kabupaten Bogor, diperoleh hasil sebagai berikut: Kawasan penggunaan lahan permukiman eksisting yang sesuai berdasarkan hasil arahan lokasi permukiman yaitu seluas ,64 Ha atau sebesar 72% dari total luas wilayah Kabupaten Bogor; dan Kawasan penggunaan lahan permukiman eksisting yang sesuai, total luas wilayahnya yaitu ,04 Ha atau sebesar 28% dari total luas wilayah Kabupaten Bogor. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih kepada Pangi, ST., MT. selaku dosen pembimbing dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan acuan dalam pemberian izin membangun sebuah rumah. Kemudian Hasil dari semua analisis yang telah dilakukan ini, dapat dijadikan masukan bagi pemerintah daerah dalam menghadapi situasi lokasi permukiman yang berada pada kelas kemampuan lahan dan rawan bencana. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Sitanala. (1989). Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Jamulyo dan Sunarto. (1996). Kemampuan Lahan (Hasil Penelitian Evaluasi Sumberdaya Lahan Angkatan VI 1 31 Juli 1996). UGM. Noor, Djauhari. (2011). Geologi untuk Perencanaan. Graha Ilmu. Surat Keputusan Menteri Pertanian. (1980). Sk Mentan No. 837/Kpts/Um/11/ 1980 tentang Kriteria dan Tata Cara Penetapan Hutan Lindung. Jakarta. Menteri Negara Lingkungan Hidup. (2009). Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup Dalam Penataan Ruang Wilayah. Peraturan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Menteri Pekerjaan Umum. (2008). Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi Daya Peraturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 41/Prt/M/2007 Cetakan ke 2, Tahun Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Menteri ESDM. (2016). tentang Penetapan Kawasan Rawan Bencana Geologi. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 11 Tahun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia.Jakarta. Republik Indonesia. (2008). Undang - Undang No. 8 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional. Jakarta. Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang No. 26/2007 Tentang Penataan Ruang. Sekretariat Negara. Jakarta. Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Sekretariat Negara. Jakarta. 398

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG Oleh : Muhammad 3615100007 Friska Hadi N. 3615100010 Muhammad Luthfi H. 3615100024 Dini Rizki Rokhmawati 3615100026 Klara Hay 3615100704 Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul

Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul Analisis Kesesuaian Lahan untuk Lokasi Permukiman Kecamatan Bantul, Kabupaten Bantul NASKAH PUBLIKASI ILMIAH Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajat Sarjana S-1 Disusun Oleh : Yetti

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA Asmirawati Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kabupaten Bulukumba asmira_st@gmail.com ABSTRAK Peningkatan kebutuhan lahan perkotaan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1046, 2014 KEMENPERA. Bencana Alam. Mitigasi. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN PADA KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG BERAPI DI KOTA TOMOHON Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³ ¹Mahasiswa Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik

Lebih terperinci

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional)

Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) Geo Image 4 (1) (2015) Geo Image (Spatial-Ecological-Regional) http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS KESESUAIAN PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN DI KABUPATEN BOYOLALI

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

ARAHAN PEMANFAATAN LOKASI PERUMAHAN BERDASARKAN FAKTOR KEBENCANAAN (Wilayah Studi Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah)

ARAHAN PEMANFAATAN LOKASI PERUMAHAN BERDASARKAN FAKTOR KEBENCANAAN (Wilayah Studi Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah) ARAHAN PEMANFAATAN LOKASI PERUMAHAN BERDASARKAN FAKTOR KEBENCANAAN (Wilayah Studi Kelurahan Balai Gadang, Kecamatan Koto Tangah) Agisti Amelia Putri 1), Haryani 2), Tomi Eriawan 3) Jurusan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.

BAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang

Lebih terperinci

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang TEMU ILMIAH IPLBI 2015 Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang Studi Kasus: Kota Manado Ingerid L. Moniaga (1), Esli D. Takumansang (2) (1) Laboratorium Bentang Alam, Arsitektur

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana longsor merupakan salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Potensi longsor di Indonesia sejak tahun 1998 hingga pertengahan 2008, tercatat

Lebih terperinci

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan

Evaluasi Lahan. Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Evaluasi Kemampuan Lahan Evaluasi Lahan Penilaian kinerja lahan (land performance) untuk penggunaan tertentu Kegiatan Evaluasi Lahan meliputi survai lahan interpretasi data hasil survai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret 2016 - Agustus 2016 73 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik,

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE.

ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. ABSTRACT PREDICTION EROSION, LAND CAPABILITY CLASSIFICATION AND PROPOSED LAND USE IN BATURITI DISTRICT, TABANAN REGENCY, BALI PROVINCE. Land resource damage caused by the land conversion and land use without

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Jurnal Reka Buana Volume 1 No 2, Maret-Agustus 2015 9 ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG Galih Damar Pandulu PS. Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Pemetaan Daerah Rawan PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO Moch. Fauzan Dwi Harto, Adhitama Rachman, Putri Rida L, Maulidah Aisyah,

Lebih terperinci

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran K-13 Kelas X Geografi MITIGASI BENCANA ALAM II Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami banjir. 2. Memahami gelombang pasang.

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016)

Gambar 1.1 Wilayah cilongok terkena longsor (Antaranews.com, 26 november 2016) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk di Indonesia termasuk kedalam pertumbuhunan yang tinggi. Jumlah penduduk semakin tinggi menyebabkan Indonesia menjadi negara ke empat dengan jumlah

Lebih terperinci

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D 306 007 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAK

Lebih terperinci

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa

Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa Pemetaan Potensi Rawan Banjir Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Secara Umum Pulau Jawa puguh.draharjo@yahoo.co.id Floods is one of the natural phenomenon which happened in jawa island. Physical characteristic

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam.

BAB I PENDAHULUAN. utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng. Indonesia juga merupakan negara yang kaya akan hasil alam. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berada pada pertemuan tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia dan lempeng pasifik. Pertemuan tiga

Lebih terperinci

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan

Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan Tema : Ketidaksesuaian Penggunaan Lahan 3 Nilai Tanah : a. Ricardian Rent (mencakup sifat kualitas dr tanah) b. Locational Rent (mencakup lokasi relatif dr tanah) c. Environmental Rent (mencakup sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan terjadinya kerusakan dan kehancuran lingkungan yang pada akhirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana, termasuk bencana alam. Bencana alam merupakan fenomena alam yang dapat mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu

BAB I. PENDAHULUAN. sebagai sebuah pulau yang mungil, cantik dan penuh pesona. Namun demikian, perlu BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Lombok memiliki luas 467.200 ha. dan secara geografis terletak antara 115 o 45-116 o 40 BT dan 8 o 10-9 o 10 LS. Pulau Lombok seringkali digambarkan sebagai

Lebih terperinci

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Pemanfaatan Peta Geologi dalam Penataan Ruang dan Pengelolaan Lingkungan Yogyakarta, 21 September 2012 BAPPEDA DIY Latar Belakang UU No.25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; Seluruh

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN INDUSTRI DI WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI KABUPATEN KARAWANG

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN INDUSTRI DI WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI KABUPATEN KARAWANG EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK KAWASAN INDUSTRI DI WILAYAH PENGEMBANGAN INDUSTRI KABUPATEN KARAWANG Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada Jurusan Geografi Fakultas

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG

DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG DAYA DUKUNG LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG Yulianti Samsidar 1), Indarti Komala Dewi 2), Bayu Wirawan 3) 1) Mahasiswa Program Studi PWK Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh Catur Pangestu W 1013034035 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2015 ABSTRACT ANALISIS

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan wilayah yang didominasi oleh permukiman, perdagangan, dan jasa. Perkembangan dan pertumbuhan fisik suatu kota dipengaruhi oleh pertambahan penduduk,

Lebih terperinci

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA HASIL PENELITIAN OLEH: ANITA NAOMI LUMBAN GAOL 061201012/ MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat)

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat) ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus : Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat) Jeffi Annisa 1), Sigit Sutikno 2), Rinaldi 2) 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI SAMPUL DALAM... PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN... ABSTRACT... ABSTRAK... RINGKASAN... HALAMAN PERSETUJUAN... TIM PENGUJI... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Geospasial Persebaran TPS dan TPA di Kabupaten Batang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Mufti Yudiya Marantika, Sawitri Subiyanto, Hani ah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO

ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO ANALISIS POTENSI KEKERINGAN GEOMORFOLOGI MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN PURWOREJO Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 Pada Jurusan Geografi Fakultas

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

TOMI YOGO WASISSO E

TOMI YOGO WASISSO E ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP PERUBAHAN TINGKAT POTENSI GERAKAN TANAH MENGGUNAKANSISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN MOJOSONGO KABUPATEN BOYOLALI Disusun Sebagai Salah Satu

Lebih terperinci

PENENTUAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA MENGGUNAKAN METODE SCORING. Eko Moriye Simangunsong 1*, Razali 2, Mukhlis 2 ABSTRACT

PENENTUAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA MENGGUNAKAN METODE SCORING. Eko Moriye Simangunsong 1*, Razali 2, Mukhlis 2 ABSTRACT 396. Jurnal Online Agroekoteknologi Vol.1, No.3, Juni 2013 ISSN No. 2337-6597 PENENTUAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAERAH TANGKAPAN AIR DANAU TOBA MENGGUNAKAN METODE SCORING Eko Moriye Simangunsong 1*, Razali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup

BAB I PENDAHULUAN. tinggi. Kebutuhan tersebut terkait untuk pemenuhan kebutuhan hidup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan sumberdaya alam terutama air dan tanah oleh masyarakat kian hari kian meningkat sebagai akibat dari laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Kebutuhan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN I-1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jawa Barat memiliki potensi tinggi dalam bahaya-bahaya alam atau geologis, terutama tanah longsor, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. Direktorat Geologi Tata Lingkungan

Lebih terperinci

LOGO Potens i Guna Lahan

LOGO Potens i Guna Lahan LOGO Potensi Guna Lahan AY 11 Contents 1 Land Capability 2 Land Suitability 3 4 Ukuran Guna Lahan Pengantar Proses Perencanaan Guna Lahan Land Capability Pemanfaatan Suatu lahan untuk suatu peruntukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2014 PEMANFAATAN SIG UNTUK MENENTUKAN LOKASI POTENSIAL PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN (Studi Kasus Kabupaten Boyolali) Yoga Kencana Nugraha, Arief Laila Nugraha, Arwan Putra Wijaya *) Program

Lebih terperinci

PEMETAAN MULTI RISIKO BENCANA PADA KAWASAN STRATEGIS DI KABUPATEN TANGGAMUS

PEMETAAN MULTI RISIKO BENCANA PADA KAWASAN STRATEGIS DI KABUPATEN TANGGAMUS PEMETAAN MULTI RISIKO BENCANA PADA KAWASAN STRATEGIS DI KABUPATEN TANGGAMUS MAPPING OF DISASTER MULTI-RISK ASSESSMENT FOR STRATEGIC AREAS IN TANGGAMUS DISTRICT Dwi Abad Tiwi Pusat Teknologi Reduksi Risiko

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ,

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah , I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bencana banjir dikatagorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dapat dipicu oleh beberapa faktor penyebab: (a) Fenomena alam, seperti curah hujan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jenuh air atau bidang luncur. (Paimin, dkk. 2009) Sutikno, dkk. (2002) dalam Rudiyanto (2010) mengatakan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Longsorlahan Longsorlahan adalah salah satu bentuk dari gerak masa tanah, batuan dan runtuhan batu/tanah yang terjadi seketika bergerak menuju lereng bawah yang dikendalikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA SEMARANG BAGIAN SELATAN. Mitra Satria¹ dan Sri Rahayu²

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA SEMARANG BAGIAN SELATAN. Mitra Satria¹ dan Sri Rahayu² Jurnal Teknik PWK Volume 2 Nomor 1 2013 Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN DI KOTA SEMARANG BAGIAN SELATAN Mitra Satria¹ dan Sri Rahayu² 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: JOKO SUSILO L2D 004 326 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL Febriana Yogyasari, Dedy Kurnia Sunaryo, ST.,MT., Ir. Leo Pantimena, MSc. Program Studi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) A714 Pembuatan Peta Daerah Rawan Bencana Tanah Longsor dengan Menggunakan Metode Fuzzy logic (Studi Kasus: Kabupaten Probolinggo) Arief Yusuf Effendi, dan Teguh Hariyanto Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam rangka mendukung penelitian ini, dikemukakan beberapa teori menurut

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Dalam rangka mendukung penelitian ini, dikemukakan beberapa teori menurut 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Dalam rangka mendukung penelitian ini, dikemukakan beberapa teori menurut para ahli yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KEMIRINGAN LERENG Di KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MANADO BERBASIS SIG

IDENTIFIKASI KEMIRINGAN LERENG Di KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MANADO BERBASIS SIG IDENTIFIKASI KEMIRINGAN LERENG Di KAWASAN PERMUKIMAN KOTA MANADO BERBASIS SIG Sriwahyuni Hi. Syafri 1, Ir. Sonny Tilaar MSi², & Rieneke L.E Sela, ST.MT 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih baik. Menurut Bocco et all. (2005) pengelolaan sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sumber daya alam merupakan suatu bentuk kekayaan alam yang pemanfaatannya bersifat terbatas dan berfungsi sebagai penunjang kesejahteraan makhluk hidup khususnya manusia

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN 1.

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN 1. DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR GAMBAR... ABSTRAK... I. PENDAHULUAN II. 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Tujuan... 3 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta) TUGAS AKHIR Oleh: SUPRIYANTO L2D 002 435 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani

PENERAPAN IPTEKS ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DELI. Nurmala Berutu W.Lumbantoruan Anik Juli Dwi Astuti Rohani Abstrak Daerah penelitian adalah DAS Deli yang meliputi tujuh subdas dan mempunyai luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung yang berada dibagian selatan Pulau Sumatera mempunyai alam yang kompleks sehingga menjadikan Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah berpotensi tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN]

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] [ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] AY 11 LOGO Pendahuluan Perencanaan Tata Guna lahan pada hakekatnya adalah Pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk suatu permukaan tertentu. Permasalahan yang mungkin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS A. Pengertian Persebaran Permukiaman Menurut N. Daldjoeni (1986:50), Pesebaran adalah menggerombol atau saling menjauhinya antara yang satu dengan yang lain,

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI TEORI DAN APLIKASI

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI TEORI DAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI TEORI DAN APLIKASI Oleh : Lili Somantri, S.Pd.,M.Si Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Indonesia MANFAAT PJ/SIG untuk pembangunan PJ/SIG untuk Pembangunan Basisdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia terletak di daerah khatulistiwa dengan morfologi yang beragam, dari daratan sampai pegunungan serta lautan. Keragaman ini dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14]

BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14] Kuliah ke 9 PERENCANAAN KOTA BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 410-2 SKS DR. Ir. Ken Martina K, MT. BAB VII PENATAAN RUANG KAWASAN RAWAN LETUSAN GUNUNG BERAPI DAN KAWASAN RAWAN GEMPA BUMI [14] Cakupan Penataan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability

Contents 11/11/2012. Variabel-variabel Kemampuan Lahan. Land Capability LOGO Contents Potensi Guna Lahan AY 12 1 2 Land Capability Land Suitability Land Capability Klasifikasi Potensi Lahan untuk penggunaan lahan kawasan budidaya ataupun lindung dengan mempertimbangkan faktor-faktor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o 40 30 LS-6 o 46 30 LS dan 106

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN TANAH LONGSOR JALUR SOLO- SELO-BOROBUDUR DI KECAMATAN CEPOGO DAN KECAMATAN SELO KABUPATEN BOYOLALI

PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN TANAH LONGSOR JALUR SOLO- SELO-BOROBUDUR DI KECAMATAN CEPOGO DAN KECAMATAN SELO KABUPATEN BOYOLALI PEMETAAN TINGKAT KERAWANAN TANAH LONGSOR JALUR SOLO- SELO-BOROBUDUR DI KECAMATAN CEPOGO DAN KECAMATAN SELO KABUPATEN BOYOLALI Oleh Muhammad Luqman Taufiq 10405244004 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH

ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH ANALISIS POTENSI LAHAN PERTANIAN SAWAH BERDASARKAN INDEKS POTENSI LAHAN (IPL) DI KABUPATEN WONOSOBO PUBLIKASI KARYA ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Derajat S-1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim

BAB 1 PENDAHULUAN. seseorang untuk bermukim atau tidak bermukim di suatu tempat, preferensi bermukim BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan mendasar manusia untuk melakukan aktivitas sehari-hari demi kelangsungan hidup manusia. Perumahan dan permukiman mempunyai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah harus dipandang sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya ruang agar sesuai dengan tujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (UU No.5 Tahun 1960). Penataan

Lebih terperinci

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI Dyah Wuri Khairina dyah.wuri.k@mail.ugm.ac.id Taufik Hery Purwanto taufikhery@mail.ugm.ac.id Abstract

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci