KOMITE KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT. Kusnadi Jaya. Overview

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KOMITE KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT. Kusnadi Jaya. Overview"

Transkripsi

1 KOMITE KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT Kusnadi Jaya Overview Konsep mutu pelayanan kesehatan telah lama dipelajari. Sejak tahun 1966 Avedis Donabedian mengembangkan suatu kerangka evaluasi mutu pelayanan, yang terdiri dari struktur, proses dan outcome (Donabedian, 2003). Struktur adalah kondisi yang harus dipenuhi sebagai prasyarat untuk menyediakan pelayanan. Proses merupakan berbagai aktivitas dan prosedur yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kesehatan, sedangkan outcome menunjukkan hasil dari suatu upaya, baik di tingkat individu ataupun populasi. Struktur yang memadai diperlukan untuk melakukan proses pelayanan yang ideal, agar menghasilkan outcome yang optimal. Dengan pemahaman ini, mutu bukanlah suatu ketidaksengajaan (Christina, 2012). Saat ini dalam pelayanan kesehatan telah dikembangkan sistem untuk meningkatkan mutu pelayanan klinis di rumah sakit (RS) yang disebut dengan tata kelola klinis (clinical governance). Tata kelola klinis timbul karena berbagai kenyataan buruk dalam sistem pelayanan kesehatan seperti tingginya kasus malpraktik. Konsep dasar dari tata kelola klinis menurut Djasri (2006), jika ditransformasikan dari pelayanan medik kedalam pelayanan keperawatan mencakup : (1) accountability, yaitu bahwa setiap upaya keperawatan harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, etik, moral dan berbasis pada bukti terkini dan terpercaya (evidence-based nursing practice); (2) continuous quality improvement (CQI), yaitu bahwa upaya peningkatan mutu harus dilaksanakan secara sistematik, komprehensif dan berkesinambungan; (3) high quality standard of care, yang mengisyaratkan agar setiap upaya kesehatan selalu didasarkan pada standar tertinggi yang diakui secara profesional; dan (4) memfasilitasi dan menciptakan lingkungan yang menjamin terlaksananya pelaksanaan pelayanan kesehatan yang bermutu (Hartati, Djasri, & Utarini, 2014). Regulasi terkait dengan tata kelola klinis di Indonesia, antara lain : Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktek kedokteran, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 755 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik di RS, dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit. Sedangkan tata kelola klinis yang sifatnya khas dan berlaku khusus di rumah sakit tertentu diatur dalam medical staff by law 1

2 (untuk tenaga medis) dan nursing staff by law (untuk tenaga perawat dan bidan). Sedangkan perilaku profesional diatur dengan kode etik masing-masing profesi. Pengaturan clinical governance sendiri dimaksudkan sebagai bagian dari manajemen resiko yang mana resiko itu melekat pada setiap tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan. Hal ini mengingat bahwa dalam pelayanan kesehatan yang diukur adalah upaya yang dilakukan (inspaning verbentenis), bukanlah hasil akhirnya (resultante verbintennis). Resiko tersebut berupa Kejadian yang Tidak Diharapkan (KTD) atau dalam literarur berbahasa Inggris dikenal dengan istilah adverse event yaitu kondisi akibat pelayanan yang menimbulkan rasa tidak nyaman, tidak sembuh, kecacatan bahkan kematian. KTD baru dikatakan malpraktik apabila terbukti nantinya upaya yang dilakukan tersebut memang salah. KTD tidak dapat dikatakan malpraktik apabila terbukti nantinya upaya yang dilakukan sudah benar walaupun kenyataannya hasil pelayanan tersebut bisa saja menyebabkan kecacatan bahkan kematian (Idris, 2007). Gugatan terhadap dugaan malpraktik adalah konsekuensi yang dapat terjadi akibat ketidakpuasan penderita atau keluarganya terhadap pelayanan kesehatan yang diterimanya sehingga berakibat memburuknya penyakit, kecacatan atau meninggal. Gugatan perkara malpraktik adalah salah satu cara bagi penderita untuk mendapat kompensasi finansial akibat cedera yang ditimbulkan oleh kejadian tak diharapkan (medical mishaps), yang besarnya ditentukan dari berat ringannya cedera. Hal ini cukup memprihatinkan karena keselamatan pasien sebenarnya tidak terletak dalam diri seseorang, alat atau departemen secara individual, tetapi muncul dari interaksi komponenkomponen sebuah sistem dan berada dalam konteks peningkatan kualitas. Salah satu risiko yang dapat mengancam keselamatan pasien adalah kompetensi dan sikap tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan (Herkutanto, 2009). Adapun pihak-pihak yang harus bertanggung-jawab terhadap gugatan yang dilayangkan atas tindakan kepada pasien adalah rumah sakit sebagai korporasi dan tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagai profesional (Bawole, 2013). Salah satu tonggak keselamatan pasien adalah akuntabilitas sumber daya manusia yang terlibat dalam layanan kesehatan. Dokter, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya dituntut untuk memiliki kompetensi yang adekuat. Berpijak pada prinsip dasar gerakan keselamatan pasien untuk non blaming culture atau budaya tidak menyalahkan, jaminan kompetensi yang adekuat inipun berbasis pada pendekatan sistem. Oleh karena itu, dalam tataran makro (sistem layanan kesehatan nasional), dibutuhkan suatu sistem yang dapat mengakomodasi kebutuhan jaminan kompetensi tersebut (Herkutanto & Susilo, 2009) yang sudah diatur dalam regulasi yang berhubungan dengan tata kelola klinis di atas. 2

3 Mekanisme yang umumnya digunakan untuk menjamin keselamatan pasien adalah aplikasi prinsip bad apple theory dengan cara seleksi dan pendisiplinan terhadap tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit. Badan akreditasi RS di Amerika (JCI) mempersyaratkan keberadaan mekanisme semacam ini bagi RS untuk menjaga keselamatan pasiennya. Mekanisme ini diyakini dapat mempertahankan profesionalisme para praktisi kesehatan di RS karena pelanggaran atas prinsip profesionalisme akan mengakibatkan praktisi kehilangan hak dan kewenangannya untuk melakukan tindakan di RS (Herkutanto, 2009). Dalam keperawatan, mekanisme ini diatur melalui Komite Keperawatan Rumah Sakit. Namun demikian pemahaman tentang hakekat dan tujuan profesionalisme di kalangan profesi keperawatan sendiri agaknya masih kurang sehingga Komite keperawatan tidak adekuat dalam menjaga keselamatan pasien. Kekeliruan umum yang terjadi, semua perawat yang bekerja di RS dianggap telah kompeten karena perawat adalah kelompok profesional yang sudah lulus Uji Kompetensi Nasional, sehingga tidak perlu ada mekanisme verifikasi lagi oleh Komite Keperawatan. Padahal pemahaman profesionalisme yang berlaku saat ini justru sebaliknya, seorang perawat dianggap professional bila telah terbukti kompeten melalui suatu mekanisme kredensial oleh Komite Keperawatan. Paham ini berfokus pada kepentingan pasien (patient- centredness). Komite Keperawatan sendiri merupakan wadah non-struktural rumah sakit yang mempunyai tugas utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu dan pemeliharaan etik-disiplin profesi (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan RS, n.d.). Proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis (clinical privilege) merupakan tugas dan wewenang Komite Keperawatan yang penting. Adanya mekanisme kewenangan klinis (clinical privilege) memberikan peluang pada RS mengendalikan para praktisi keperawatan melalui Komite Keperawatan. Komite Keperawatan RS mempunyai kewenangan untuk mengevaluasi clinical privileges praktisi keperawatan termasuk mengambil tindakan disiplin, serta korektif berupa mencabutan atau penangguhan clinical privileges tertentu. Kredensial merupakan elemen kunci dalam menurunkan risiko litigasi (gugatan hukum di pengadilan) terhadap RS dan tenaga keperawatan yang bekerja di dalamnya. Evaluasi tenaga keperawatan untuk rekredensial juga perlu dilakukan meskipun lebih sulit dilakukan secara objektif. Proses kredensial yang efektif dapat menurunkan risiko adverse events pada pasien dengan meminimalkan kesalahan tindakan yang diberikan oleh tenaga keperawatan tertentu yang memegang kewenangan klinis tertentu di RS tersebut (Herkutanto, 2009). 3

4 Dapat dikatakan juga bahwa kredensial adalah penapisan kompetensi klinis para praktisi keperawatan yang merupakan proses bahwa tenaga keperawatan, atas nama badan pengampu, menentukan secara cermat apa yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh seorang perawat dan bidan yang melakukan praktik di suatu RS pada saat tertentu. Proses kredensial harus dibedakan dari penerimaan tenaga keperawatan untuk bekerja di RS. Selama ini terdapat kesalahpahaman bahwa kredensial adalah penilaian kualifikasi perawat dan bidan ketika berlangsung proses penerimaan staf, baik sebagai pegawai kontrak maupun sebagai pegawai BLUD. Kredensial sebenarnya merupakan proses mencocokkan antara keinginan tenaga keperawatan untuk melakukan tindakan keperawatan di RS pada waktu tertentu dan kompetensinya untuk melakukan pekerjaan itu. Penilaian kompetensi saat proses kredensial dilakukan oleh mitra bestari (peer group) (Herkutanto, 2009). Dengan demikian kredensial merupakan proses untuk dapat menjadi seorang profesional (entry to profession). Setelah tenaga kesehatan memperoleh kewenangan klinik, maka dilakukan perawatan/penjagaan/penjaminan terhadap profesionalismenya (maintaining professionalism) (Herkutanto, 2009). Pengembangan profesi dan audit keperawatan merupakan dua hal lain yang menjadi tugas dan wewenang Komite Keperawatan untuk menjaga profesionalisme mereka. Keselamatan pasien dapat ditingkatkan dengan memperbaiki sistem, terutama pada kebiasaankebiasaan rutin keperawatan di RS seperti: ronde keperawatan, cara membuat dokumentasi keperawatan, diskusi refleksi kasus, program pelatihan, petunjuk pelaksanaan kebijakan, dan peninjauan terhadap Standar Asuhan Keperawatan dan Standar Prosedur operasional penanganan pasien karena hal ini mencegah terjadinya error. Komite Keperawatan perlu memperhatikan tugas ini karena merupakan fungsi mempertahankan profesionalisme praktisi keperawatan di RS. Kualitas pelayanan keperawatan yang diberikan oleh staf keperawatan sangat ditentukan oleh semua aspek kompetensi staf keperawatan dalam melakukan penatalaksanaan asuhan keperawatan (nursing care management). Mutu suatu penatalaksanaan asuhan keperawatan tergantung pada upaya staf keperawatan memelihara kompetensi seoptimal mungkin. Dengan mentransformasikan konsep penjaminan mutu yang terdapat pada Permenkes 755/2011, maka upaya untuk mempertahankan mutu keperawatan dilakukan upaya pemantauan dan pengendalian mutu profesi melalui (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit, n.d.): 1. memantau kualitas, misalnya morning report, timbang terima shift dengan penekanan pada kasus sulit, ronde ruangan, diskusi refleksi kasus untuk kasus kematian (death case), audit keperawatan, journal reading; 4

5 2. tindak lanjut terhadap temuan kualitas, misalnya pelatihan singkat (short course), aktivitas pendidikan berkelanjutan, pendidikan kewenangan tambahan. Pemantauan mutu melalui mekanisme audit keperawatan dilaksanakan sebagai implementasi fungsi manajemen klinis dalam rangka penerapan tata kelola klinis yang baik di rumah sakit. Audit keperawatan tidak digunakan untuk mencari ada atau tidaknya kesalahan seorang tenaga keperawatan dalam satu kasus. Dalam hal terdapat laporan kejadian dengan dugaan kelalaian seorang tenaga keperawatan, mekanisme yang digunakan adalah mekanisme disiplin profesi, bukannya mekanisme audit keperawatan. Audit keperawatan dilakukan dengan mengedepankan respek terhadap semua tenaga keperawatan (no blaming culture) dengan cara tidak menyebutkan nama (no naming), tidak mempersalahkan (no blaming), dan tidak mempermalukan (no shaming). Audit keperawatan yang dilakukan oleh rumah sakit adalah kegiatan evaluasi profesi secara sistemik yang melibatkan mitra bestari (peer group) yang terdiri dari kegiatan peerreview, surveillance dan assessment terhadap pelayanan keperawatan di rumah sakit. Mekanisme terakhir yang dilakukan oleh Komite Keperawatan setelah kredensial dan penjagaan mutu adalah penjaminan etik-disiplin profesional. Pendekatan bad apples perlu diterapkan kepada tenaga keperawatan yang tidak dapat memenuhi standar atau kompetensi pelayanan. Kemudian, melalui proses kredensial ulang (rekredensial) dan evaluasi terhadap kewenangan klinis, seorang perawat dan bidan dapat disingkirkan dari pelayanan kepada pasien dengan mencabut kewenangan klinis untuk melakukan tindakan tertentu berdasarkan rekomendasi Komite Keperawatan. Hal ini tidak dapat ditawar-tawar, mengingat keselamatan pasien adalah prioritas utama pelayanan kesehatan saat ini. Peningkatan upaya pada program keselamatan pasien sudah pasti dapat menghindarkan RS dari tuntutan hukum akibat kecelakaan yang diderita pasien (Herkutanto, 2009). Setiap tenaga keperawatan harus memiliki disiplin profesi yang tinggi dalam memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan serta menerapkan etika profesi dalam praktiknya. Nilai etik sangat diperlukan oleh tenaga keperawatan sebagai landasan dalam memberikan pelayanan keperawatan berjiwa caring yang berpusat pada pasien. Pelanggaran terhadap standar pelayanan dan disiplin profesi hampir selalu dimulai dari pelanggaran nilai moral-etik yang akhirnya merugikan pasien dan masyarakat. Diakui bahwa saat ini kemampuan praktik yang etis hanya kemampuan yang dipelajari pada masa pendidikan keperawatan dan belum menjadi hal yang penting untuk diimplementasikan dalam praktik. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelanggaran disiplin dan timbulnya masalah etik dalam pelayanan keperawatan dewasa ini antara lain : beban kerja tenaga keperawatan 5

6 yang tinggi (khususnya terkait dengan masalah-masalah administrasi dan tindakan delegasi/mandat), ketidakjelasan kewenangan klinis, menghadapi pasien gawat/kritis dengan kompetensi yang rendah serta pelayanan yang sudah mulai berorientasi pada bisnis (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan RS, n.d.). Dalam penanganan asuhan baik medis, keperawatan dan kebidanan, tidak jarang dijumpai kesulitan dalam pengambilan keputusan etis sehingga diperlukan adanya suatu unit kerja yang dapat membantu memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan etis tersebut. Pelaksanaan keputusan subkomite etik dan disiplin profesi di rumah sakit merupakan upaya pendisiplinan oleh Komite Keperawatan terhadap tenaga keperawatan di rumah sakit yang bersangkutan sehingga pelaksanaan dan keputusan ini tidak terkait atau tidak ada hubungannya dengan proses penegakan disiplin profesi keperawatan di lembaga pemerintah, penegakan etika keperawatan di organisasi profesi, maupun penegakan hukum. Pengaturan dan penerapan penegakan disiplin profesi juga bukanlah sebuah penegakan disiplin kepegawaian yang diatur dalam tata tertib kepegawaian pada umumnya (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan RS, n.d., Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit, n.d.). Tolok ukur dalam pendisiplinan perilaku profesional tenaga keperawatan di Rumah Sakit, antara lain : 1. Pedoman pelayanan keperawatan di Rumah Sakit 2. Prosedur kerja pelayanan di Rumah Sakit 3. Daftar Kewenangan Klinis di Rumah Sakit 4. Buku Putih yang berlaku di Rumah Sakit 5. Kode Etik Profesi (Kode Etik Keperawatan Indonesia dan Kode Etik Profesi Bidan) 6. Pedoman Perilaku Profesional (Pedoman Penyelenggaraan Praktik Keperawatan Yang Baik, dalam hal ini merujuk pada UU 38/2014 dan peraturan turunannya) 7. Pedoman Pelayanan Keperawatan (merujuk pada Standar Asuhan Keperawatan/SAK) 8. Standar Prosedur Operasional tindakan keperawatan. Standar-standar yang bersifat khusus dan hanya berlaku di rumah sakit tersebut dibuat oleh manajemen rumah sakit sedangkan standarstandar yang bersifat universal dan berkaitan dengan keprofesian dibuat oleh Mitra Bestari sesuai keseminatan. Penegakan disiplin profesi dilakukan oleh sebuah panel yang dibentuk oleh Subkomite etik dan disiplin yang berasal dari Mitra Bestari yang berkaitan. Sumber masalah dapat berasal dari laporan perorangan maupun laporan secara lembaga. Keadaan dan situasi 6

7 yang dapat digunakan sebagai dasar dugaan pelanggaran disiplin profesi oleh seorang staf medis adalah hal-hal yang menyangkut, antara lain: 1. Kompetensi klinis 2. Penatalaksanaan kasus 3. Pelanggaran disiplin profesi 4. Penggunaan fasilitas pelayanan yang tidak sesuai standar pelayanan keperawatan Rumah Sakit yang bersangkutan 5. Ketidakmampuan bekerjasama dengan staff rumah sakit dan tenaga kesehatan lainnya yang dapat membahayakan pasien. Adapun tindakan pendisiplinan yang dapat dilakukan meliputi: (1) teguran tertulis; (2) pembatasan (reduksi) kewenangan klinis; (3) bekerja dibawah supervisi dalam jangka waktu tertentu oleh tenaga keperawatan yang memiliki kewenangan klinis tersebut; dan (4) pencabutan kewenangan klinis baik sementara maupun selamanya. Adapun eksekutor dari rekomendasi tindakan disiplin ini adalah Direktur RS. Tenaga keperawatan dapat meminta pertimbangan pengambilan keputusan etis pada suatu kasus di rumah sakit melalui kelompok profesinya kepada komite Keperawatan. Subkomite etik dan disiplin mengadakan pertemuan pembahasan kasus dengan mengikutsertakan pihak-pihak terkait yang kompeten untuk memberikan pertimbangan pengambilan keputusan etis tersebut (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan RS, n.d., Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 755 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit, n.d.). Karena itu perlu kemampuan membuat telaahan etik dan membuat Berita Acara Pemeriksaan (BAP) bagi tenaga keperawatan maupun Mitra Bestari yang berhubungan dengan etik-disiplin ini. Secara umum, ada tiga mekanisme yang dapat menstimulasi RS untuk memperbaiki keselamatan pasien dan kualitas pelayanan, yaitu profesionalisme, regulasi, dan pasar. Profesionalisme adalah suatu sistem self-governance bahwa anggota suatu profesi memelihara standar berdasarkan nilai, norma bersama dan aktivitas edukasi melalui upaya pelatihan, pendidikan dan riset. Nilai-nilai, norma dan pengetahuan profesional pelayanan kesehatan dapat menurunkan medical error. Namun, walaupun mekanisme pasar juga berperan, faktor yang mempunyai dampak terbesar pada upaya RS untuk meningkatkan keselamatan pasien adalah badan regulasi, bukan dorongan pasar. Di lain pihak, hambatan terbesar untuk mencapai keselamatan pasien bukan pada teknik, tetapi lebih pada keyakinan, keinginan, budaya, dan pilihan. Kita tidak akan menjadi aman sampai kita memilih untuk menjadi aman (Herkutanto, 2009). 7

8 A. Pandangan umum Komite Keperawatan Komite Keperawatan menjalankan fungsi untuk menegakkan profesionalisme dengan mengendalikan tenaga keperawatan (Perawat dan Bidan) yang melakukan pelayanan keperawatan di rumah sakit. Pengendalian tersebut dilakukan dengan mengatur secara rinci kewenangan melakukan pelayanan keperawatan (delineation of clinical privileges). Pengendalian ini dilakukan secara bersama oleh kepala/direktur rumah sakit dan Komite Keperawatan. Komite Keperawatan melakukan kredensial, meningkatkan mutu profesi, dan menegakkan disiplin profesi serta merekomendasikan tindak lanjutnya kepada kepala/direktur rumah sakit; sedangkan kepala/direktur rumah sakit menindaklanjuti rekomendasi Komite Keperawatan dengan mengerahkan semua sumber daya agar profesionalisme para tenaga keperawatan dapat diterapkan dirumah sakit. Konsep profesionalisme di atas didasarkan pada kontrak sosial antara profesi keperawatan dengan masyarakat. Di satu pihak, profesi keperawatan sepakat untuk memproteksi masyarakat dengan melakukan penapisan (kredensial) terhadap tenaga keperawatan yang akan menjalankan praktik dalam masyarakat. Hanya tenaga keperawatan yang baik (kredibel) sajalah yang diperkenankan melakukan pelayanan pada masyarakat, hal ini dilakukan melalui mekanisme perizinan (licensing). Sedangkan tenaga keperawatan yang belum memenuhi syarat, dapat menjalani proses pembinaan (proctoring) agar memiliki kompetensi yang diperlukan sehingga dapat diperkenankan melakukan pelayanan pada masyarakat setelah melalui kredensial. Di lain pihak, kelompok profesi tenaga keperawatan memperoleh hak istimewa (privilege) untuk melakukan praktik keperawatan dan kebidanan secara eksklusif, dan tidak boleh ada pihak lain yang melakukan hal 8

9 tersebut. Dengan hak istimewa tersebut para tenaga keperawatan dapat memperoleh manfaat ekonomis dan prestise profesi. Namun demikian, bila ada tenaga keperawatan yang melakukan pelanggaran standar profesi maka dapat dilakukan tindakan disiplin profesi. Tindakan disiplin ini berbentuk penangguhan hak istimewa tersebut (suspension of clinical privilege) agar masyarakat terhindar dari praktisi keperawatan yang tidak profesional. Dalam dunia nyata, di banyak negara, kontrak sosial antara profesi keperawatan dengan masyarakat dituangkan dalam bentuk peraturan perndang-undangan. Pelaksanaan pengendalian profesi keperawatan dalam kehidupan sehari-hari dilaksanakan oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh peraturan perundangan tentang praktik keperawatan (statutory body) yang biasanya disebut sebagai Konsil Keperawatan. Lembaga tersebut selain memberikan izin untuk menjalankan profesi, juga berwenang menangguhkan atau mencabut izin tersebut bila terjadi pelanggaran standar profesi. Tindakan disiplin profesi tersebut dilakukan setelah melalui proses sidang disiplin profesi (disciplinary tribunal). Dalam tataran rumah sakit, kontrak sosial terjadi antara para tenaga keperawatan yang melakukan pelayanan keperawatan dengan pasien. Kontrak tersebut dituangkan dalam dokumen peraturan internal staf keperawatan (nursing staff bylaws). Pengendalian profesi keperawatan dilaksanakan melalui tata kelola klinis (clinical governance) untuk melindungi pasien yang dilaksanakan oleh komite keperawatan. Dengan demikian komite keperawatan di rumah sakit dapat dianalogikan dengan konsil keperawatan pada tataran nasional. Komite Keperawatan melaksanakan fungsi kredensial, penjagaan mutu profesi dan disiplin profesi melalui tiga subkomite, yaitu subkomite kredensial, subkomite mutu profesi, dan subkomite etika dan disiplin profesi. 9

10 B. Konsep Komite Keperawatan 1. Pengertian Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 49 Tahun 2014 Tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit, maka perlu didefinisikan kembali insitah-istilah penting terkait dengan Komite Keperawatan antara lain : a. Komite Keperawatan adalah : WADAH NON-STRUKTURAL Rumah Sakit yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui mekanisme kredensial, penjagaan mutu profesi, dan pemeliharaan etika dan disiplin profesi. Mengingat kedudukannya sebagai wadah non struktural di organisasi rumah sakit, maka Komite keperawatan bukan merupakan wadah perwakilan tenaga keperawatan atau semisal serikat pekerja. Penting untuk diketahui juga bahwa Komite keperawatan bukan merupakan organisasi tandingan dari Bidang Keperawatan sebab keduanya memiliki peran dan fungsi yang berbeda tetapi saling bersinergi. Komite Keperawatan juga bukan pengambil keputusan yang berkaitan dengan manajerial rumah sakit, sebab peran utamanya adalah menjaga dan meningkatkan kualitas kehidupan prefesional bagi tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit dan kewenangannya adalah memberikan rekomendasi sesuai dengan peran dan fungsinya. Komite Keperawatan dalam hal ini hanya dapat memberikan pertimbangan dan rekomendasi terhadap masalah manajerial yang berkaitan dengan kegiatan profesi dari tenaga keperawatan. Dalam menjalankan perannya, komite Keperawatan dapat dibantu oleh Mitra Bestari. 10

11 b. Kredensial adalah proses evaluasi terhadap tenaga keperawatan untuk menentukan kelayakan pemberian kewenangan klinis. Dengan demikian kredensial bukan dimaksudkan untuk menguji kemampuan tenaga keperawatan atau seleksi kenaikan jenjang. Tetapi perlu difahami bahwa kredensial merupakan kegiatan untuk memastikan bahwa tenaga keperawatan memang layak melakukan kewenangan klinis tersebut. Hasil akhir dari kredensial adalah rekomendasi untuk memperoleh Surat Penugasan Klinis. c. Kewenangan klinis sendiri adalah uraian intervensi keperawatan dan kebidanan yang dilakukan oleh tenaga keperawatan berdasarkan AREA PRAKTIKNYA. Dengan demikian terdapat perbedaan kewenangan klinis pada masing-masing area praktik keperawatan. Dan hal ini perlu disadari oleh semua pihak sebagai dasar dalam melakukan proses kredensial. d. Surat Penugasan Klinis adalah Surat Tugas dari Kepala/Direktur Rumah Sakit kepada tenaga keperawatan untuk melakukan asuhan keperawatan atau asuhan kebidanan di Rumah Sakit berdasarkan Daftar Kewenangan Klinis. e. Buku Putih adalah dokumen yang berisi syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh tenaga keperawatan yang digunakan untuk menentukan kewenangan klinis. Buku Putih disusun dengan mengacu pada Peraturan Internal Staff Keperawatan (Nursing Staff By Law) yang menyebutkan jenjang karir profesional tenaga keperawatan dan syarat-syarat minimal yang harus dipenuhi pada masing-masing jenjang. Dengan 11

12 adanya Buku Putih maka proses kredensial akan berjalan dengan adil dan terbuka. f. Mitra Bestari adalah sekelompok tenaga keperawatan dengan reputasi klinis dan kompetensi yang baik untuk menelaah segala hal yang terkait dengan tenaga keperawatan. Mitra bestari dapat berasal dari Rumah Sakit lain, Organisasi Profesi Perawat/Bidan, dan/atau Institusi Pendidikan Tinggi Keperawatan/Kebidanan. g. Audit keperawatan adalah upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien dengan menggunakan rekam medisnya yang dilaksanakan oleh profesi perawat dan bidan. Mengingat konteksnya, maka audit adalah upaya menjamin bahwa asuhan yang diberikan memang sesuai dengan standar profesi dan kode etik profesi. Harus diingat disini bahwa yang melakukan audit terhadap profesi tertentu haruslah berasal dari profesi tersebut juga. Dan standar yang dijadikan acuan dalam melakukan audit haruslah standar profesi itu sendiri. Mengingat audit adalah menilai mutu pelayanan dari tenaga profesional, maka tenaga profesional tersebut harus dipastikan kemampuan klinisnya terlebih dahulu melalui mekanisme kredensial dan pembinaan yang baik, sehingga audit yang diselenggarakan lebih bersifat menyelenggarakan siklus mutu (Plan, Do, Check, Action/PDCA) dan bukan ditujukan untuk mencari kesalahan semata-mata. 2. Tujuan penyelenggaraan Komite Keperawatan Penyelenggaraan komite bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan (perawat dan bidan) serta mengatur tata kelola klinis yang baik agar mutu pelayanan keperawatan dan pelayanan kebidanan yang berorientasi pada 12

13 keselamatan pasien di Rumah Sakit lebih terjamin dan terlindungi. Untuk mewujudkan tata kelola klinis yang baik, semua asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan yang diberikan oleh setiap tenaga keperawatan di Rumah Sakit dilakukan atas Penugasan Klinis dari Direktur Rumah Sakit atas rekomendasi Komite Keperawatan. Rekomendasi tersebut diberikan setelah dilakukan kredensial dengan ketentuan bahwa Rumah Sakit adalah tempat untuk melakukan pelayanan kesehatan tingkat kedua dan ketiga. 3. Organisasi dan Keanggotaan Susunan organisasi dari Komite Keperawatan ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit dengan mempertimbangkan sikap profesional, kompetensi, pengalaman kerja, reputasi dan perilaku yang bersangkutan. Karena itu dalam menetapkan Ketua Komite Keperawatan, Direktur Rumah Sakit harus melakukan kredensial terhadap para kandidat sesuai dengan faktor-faktor yang dipertimbangkan di atas. Proses kredensialing awal ini dapat dilakukan oleh Mitra Bestari dengan memperhatikan pertimbangan dari tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit, sedangkan untuk menentukan Sekretaris dan Ketua Sub Komite, kredensial dapat dilakukan oleh Mitra Bestari bersama dengan Ketua Komite Keperawatan dengan memperhatikan pertimbangan dari tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit. Jumlah pengurus Komite Keperawatan tidak ada pembatasan, yang penting disesuaikan dengan jumlah tenaga keperawatan di Rumah Sakit dan dinamika kerjanya. Struktur organisasi Komite Keperawatan yang ideal terdiri dari : a. Ketua Komite Keperawatan 13

14 b. Sekretaris Komite c. Sub Komite : 1) Kredential : merekomendasikan Kewenangan Klinik yang adekuat sesuai kompetensi yang dimiliki setiap tenaga keperawatan. 2) Mutu Profesi : bertugas melakukan audit keperawatan dan merekomendasikan kebutuhan pengembangan profesional berkelanjutan bagi tenaga keperawatan. 3) Etik-Disiplin Profesi : bertugas melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi. 4. Fungsi dan Tugas Komite Keperawatan a. Meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan yang bekerja di Rumah Sakit, dengan cara : 1) Melakukan kredensial bagi seluruh tenaga keperawatan yang akan melakukan asuhan keperawatan dan kebidanan di Rumah Sakit. 2) Memelihara mutu profesi tenaga keperawatan. 3) Menjaga disiplin, etika dan perilaku profesi perawat dan bidan. b. Melakukan kredensial keperawatan dengan tugas sebagai berikut : 1) Menyusun daftar rincian Kewenangan Klinis dan Buku Putih 2) Melakukan verifikasi persyaratan kredential 3) Merekomendasikan kewenangan klinis tenaga keperawatan 4) Merekomendasikan pemulihan kewenangan klinis 5) Melakukan kredensial ulang secara berkala sesuai waktu yang ditetapkan 14

15 6) Melaporkan seluruh proses kredensial kepada Ketua Komite Keperawatan untuk diteruskan kepada Direktur Rumah Sakit c. Memelihara mutu profesi dengan tugas sebagai berikut : 1) Menyusun data dasar profil tenaga keperawatan sesuai area praktik 2) Merekomendasikan perencanaan pengembangan profesional berkelanjutan tenaga keperawatan 3) Melakukan audit keperawatan dan kebidanan 4) Memfasilitasi proses pendampingan sesuai dengan kebutuhan d. Menjaga disiplin dan etika profesi tenaga keperawatan dengan tugas sebagai berikut : 1) Melakukan sosialisasi kode etik tenaga keperawatan 2) Melakukan pembinaan etik dan disiplin profesi tenaga keperawatan 3) Merekomendasikan penyelesaian masalah pelanggaran disiplin dan masalah etik dalam kehidupan profesi dan pelayanan asuhan keperawatan/kebidanan 4) Merekomendasikan pencabutan kewenangan klinis 5) Memberikan pertimbangan dalam mengambil keputusan etis dalam asuhan keperawatan/kebidanan. 5. Kewenangan Komite Keperawatan Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan memiliki kewenangan sebagai berikut : a. Memberikan rekomendasi rincian kewenangan klinis b. Memberikan rekomendasi perubahan kewenangan klinis c. Memberikan rekomendasi penolakan kewenangan klinis d. Memberikan rekomendasi Surat Penugasan Klinik 15

16 e. Memberikan rekomendasi tindaklanjut audit keperawatan dan kebidanan f. Memberikan rekomendasi pendidikan keperawatan dan pendidikan kebidanan berkelanjutan g. Memberikan rekomendasi pendampingan dan memberikan rekomendasi pemberian tindakan disiplin. Struktur dan kedudukan Komite Keperawatan dalam struktur organisasi RS digambarkan sebagai berikut : Gambar 1. Struktur Organisasi Komite Keperawatan RS Struktur tersebut dapat diadaptasi sesuai dengan kelas Rumah Sakit. 6. Hubungan koordinasi Komite Keperawatan dan Direktur Rumah Sakit Direktur Rumah Sakit menetapkan kebijakan, prosedur dan sumber daya yang diperlukan untuk menjalankan fungsi dan tugas Komite Keperawatan. Mengingat pengurus Komite Keperawatan ditetapkan dengan SK Direktur, maka Komite keperawatan bertanggung jawab kepada Direktur. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya Komite Keperawatan dapat dibantu oleh panitia adhoc yang ditetapkan oleh Direktur Rumah Sakit berdasarkan usulan Ketua Komite Keperawatan. Panitia adhoc tersebut berasal dari tenaga keperawatan yang tergolong sebagai Mitra Bestari, yang bisa berasal dari Rumah Sakit lain, Organisasi Profesi Perawat, 16

17 Organisasi Profesi Bidan, dan/atau Institusi Pendidikan Keperawatan/Kebidanan. Sebagai landasan dalam pembinaan keprofesian, Komite Keperawatan menyusun Peraturan Internal Staff Keperawatan (Nursing Staff by Law) yang mengacu kepada Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital by Law) dan peraturan perundangan yang berlaku. Peraturan Internal Staff Keperawatan yang disusun disahkan oleh Direktur Rumah Sakit sebagai panduan bagi Komite Keperawatan dan Staff Keperawatan dalam melaksanakan tata kelola klinis yang baik di Rumah Sakit. Mengingat Komite Keperawatan ditetapkan dengan SK Direktur, maka kepengurusan Komite Keperawatan berhak mendapatkan insentif sesuai dengan aturan dan kebijakan Rumah Sakit. Pelaksanaan kegiatan Komite Keperawatan didanai dengan anggaran Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7. Hubungan Komite Keperawatan dengan Bidang Keperawatan Komite Keperawatan bekerjasama dan melakukan koordinasi dengan Bidang Keperawatan serta saling memberikan masukan tentang perkembangan profesi keperawatan dan kebidanan di rumah sakit. 8. Pembinaan dan Pengawasan Komite Keperawatan Secara nasional dilakukan oleh Menteri Kesehatan melalui Direktorat Keperawatan. Pada tingkat Provinsi dilakukan oleh Badan Pengawas Rumah Sakit Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Pada tingkat Kabupaten/Kota dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Dewan Pengawas. Pengawasan dan pembinaan juga dilakukan oleh perhimpunan/asosiasi perumahsakitan dengan melibatkan 17

18 organisasi profesi yang terkait sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Pembinaan dan pengawasan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja Komite Keperawatan dalam rangka menjamin mutu pelayanan keperawatan dan kebidanan serta keselamatan pasien di Rumah Sakit. Kegiatan pembinaan dan pengawasan tersebut melalui : a. Advokasi, sosialisasi dan bimbingan teknis b. Pelatihan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia c. Monitoring dan evaluasi Dalam rangka pembinaan Komite Keperawatan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/Kota dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran lisan dan teguran tertulis. C. Issue strategis tentang Komite Keperawatan Regulasi yang secara langsung menyebutkan tentang perlunya dibentuk Komite Keperawatan memang belum memiliki dasar hukum yang kuat, mengingat bahwa dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Komite Perawatan sudah tidak menjadi kelompok yang dianggap penting di rumah sakit. Pada BAB IX pasal 33 hanya disebutkan bahwa : Organisasi Rumah Sakit paling sedikit terdiri atas Kepala Rumah Sakit atau Direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Regulasi yang mengatur tentang Komite Keperawatan di Rumah Sakit pada awalnya adalah Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah dan sifatnya lebih rendah dengan undang-undang. Selain itu dengan diberlakukannya 18

19 UU 44/2009 maka segala peraturan perundangan yang berada di bawahnya harus menyesuaikan. Dalam Kepmendagri Nomor 1/2002 tersebut pada BAB II Pasal 6, disebutkan bahwa Susunan organisasi Rumah Sakit Daerah sekurang-kurangnya terdiri dari; Direktur, Wakil Direktur; Sekretariat, Bidang, Komite Medik, Staf Medik Fungsional, Komite Keperawatan, Instalasi, Susunan Pengawas Intern. Mungkin undang undang RS itu sebagai evaluasi atas keberadaan Komite Perawatan di rumah sakit. Diakui atau tidak, selain masih banyaknya rumah sakit yang tidak memiliki Komite Perawatan, banyak juga rumah sakit yang memiliki Komite Perawatan tapi tidak ada suaranya sama sekali. Komite Perawatan hanya sekedar terdengar namanya, ada pengurusnya dan mungkin ada kantornya, tapi absen dari aktifitas dan miskin kegiatan. Bahkan sebagian rumah sakit, keberadaan Komite Perawatan dimanfaatkan oleh sebagian anggotanya hanya untuk mengkritisi kebijakan Bidang Perawatan bahkan kebijakan Direktur Rumah Sakit. Hingga muncul konflik yang sama sekali tidak produktif dan tidak menguntungkan komunitas perawat. Mungkin Komite Perawatan tidak mampu bersinergi dengan Bidang Perawatan disebabkan oleh berebut pengaruh di dalam komunitas. Ketika keinginan yang tinggi untuk mempengaruhi komunitas itu muncul, terkadang lepas kontrol dan terjerumus pada perilaku menyalahkan dan merendahkan Bidang Perawatan. Kondisi seperti ini justru akan semakin mengerdilkan peran Komite Perawatan, karena dengan merendahkan dan tidak mau menghormati Bidang Perawatan, maka Komite Keperawatan tidak akan memiliki kapasitas yang cukup untuk melakukan peran dan fungsinya. 19

20 Komite Keperawatan kembali menjadi fokus perhatian setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 49 Tahun 2013 Tentang Komite Keperawatan Rumah Sakit. Meskipun Permenkes ini memiliki kedudukan lebih rendah dari UU 44/2009, tetapi apabila dikaitkan dengan konteks penjaminan mutu asuhan keperawatan sebagai populasi paling besar dari tenaga kesehatan yang berada di Rumah Sakit maka hal ini sejalan dengan gagasan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. Sebab seluruh orientasi pelayanan kesehatan dan asuhan yang diberikan kepada pasien harus membawa misi untuk keselamatan pasien dalam kerangka penjaminan mutu profesi dan profesionalisme tenaga keperawatan. Karena itulah dalam instrumen penilaian akreditasi rumah sakit versi tahun 2012 edisi 1 yang dikeluarkan oleh Komite Akreditasi Rumah Sakit (KARS), beberapa kali disebutkan secara umum tentang perlunya sebuah mekanisme, sebuah komite yang berorientasi pada penjaminan mutu dan keselamatan pasien. Hal ini secara jelas disebutkan dalam stadar PMKP 1.1 bahwa Pimpinan Rumah Sakit berkolaborasi dalam melaksanakan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien. Manajemen RS bisa saja membuat suatu sistem penjaminan mutu dalam perspektif manajemen, tetapi harus diingat juga bahwa pelaku utama dalam pelayanan, salah satunya adalah tenaga keperawatan (perawat dan bidan) yang notebene merupakan populasi terbesar tenaga kesehatan di Rumah Sakit. Dan sangat logis apabila upaya penjaminan profesionalisme dikelola oleh profesi itu sendiri melalui sebuah organisasi yaitu Komite Keperawatan. 20

21 D. Penyatuan persepsi dan membangun komitmen Mengingat sangat pentingnya Komite Keperawatan terhadap hidup dan berkembangnya profesionalitas tenaga keperawatan yang memberikan asuhan kepada pasien maka perlu disadari oleh semua pihak bahwa Komite Keperawatan utamanya diselenggarakan untuk tujuan-tujuan yang baik sehingga harus diselenggarakan dengan cara-cara yang baik pula. Keberadaan Komite Keperawatan bukan untuk mengungguli peran Bidang Keperawatan, begitu juga sebaliknya. Keduanya adalah setara dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Karena itulah penting dilakukan penyatuan persepsi dan membangun komitmen bersama sebagai upaya knowledge management agar perbedaan peran dan fungsi yang ada dapat diarahkan untuk saling bersinergi menjadi sumber kekuatan bagi Rumah Sakit. Beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menyatukan persepsi tersebut antara lain : 1. Seminar/Sosialisasi melibatkan pembicara yang kompeten Seminar dan/atau Sosialisasi adalah salah satu bentuk kegiatan untuk mengakses informasi dari sumber-sumber yang memiliki kompetensi dan kepakaran dalam bidang tersebut. Kegiatan ini dapat diselenggarakan secara mandiri oleh Rumah Sakit maupun secara terbuka dengan melibatkan institusi pendidikan maupun rumah sakit lain yang berdekatan dalam satu wilayah. Sangat penting untuk dapat menghadirkan unsur manajemen dan unsur komite dalam satu forum untuk bersama-sama mengakses informasi dari sumber yang sama dan terpercaya sehingga perbedaan penafsiran atas peran dan fungsi komite dan bagaimana sinergitasnya dengan bidang keperawatan dapat diklarifikasi. 21

22 Dari kegiatan ini diharapkan semua pihak yang terlibat bisa memahami peran dan fungsinya masing-masing. Dengan kapasitas pemahaman yang baik maka kendala-kendala yang muncul di kemudian hari dapat dicarikan solusi sesuai dengan aturan yang berlaku dan bagaimana yang semestinya. 2. Pembentukan Mitra Bestari Mitra Bestari merupakan mitra strategis bagi Rumah Sakit maupun bagi Komite Keperawatan, sebab Mitra Bestari adalah kumpulan tenaga keperawatan yag memiliki pemahaman yang baik tentang profesinya. Terutama anggota Mitra Bestari yang berasal dari institusi pendidikan dan organisasi profesi, memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana semestinya konsep ilmu diaplikasikan dalam menjalankan profesi. Selain itu Mitra Bestari tidak memiliki kepentingan langsung terhadap masalah-masalah yang ada di rumah sakit, kecuali semata-mata mendorong terselenggaranya pengembangan profesi sebagaimana yang semestinya. Karena itu dalam menganalisa masalah, terutama yang berkaitan dengan interaksi Komite Keperawatan dan Bidang Keperawatan maka pertimbangan dari unsur Mitra Bestari cenderung lebih obyektif. Sehingga pada saat membuat keputusan, Direktur tidak akan mudah dikatakan subyektif atau berat sebelah sebab Mitra Bestari adalah pihak ketiga yang sama sekali tidak memiliki kepentingan baik terhadap Bidang Keperawatan maupun Komite Keperawatan. 3. Menanamkan jiwa caring Aktualisasi diri adalah puncak dari pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Banyaknya konflik peran, konflik kepentingan, dan hambatan-hambatan dalam menjalankan sebuah program 22

23 bersumber dari upaya aktualisasi diri. Perkembangan Komite Keperawatan akan stagnan, mudah mencapai kejenuhan, serta cenderung akan meredup kegiatannya apabila tidak didukung oleh mitra strategisnya. Mitra strategis Komite Keperawatan pada tatanan manajemen adalah Bidang Keperawatan, pada tatanan lingkungan internal adalah Tenaga Keperawatan (Perawat dan Bidan), dan pada taatanan lingkungan eksternal adalah Mitra Bestari. Ketiga mitra strategis tersebut juga memiliki kebutuhan aktualisasi diri masing-masing sebagai bagian dari kebutuhan dasar manusia. Karena itu penting untuk difahami bahwa setiap pihak mesti memberikan penghargaan atas pihak lainnya dan memberikan kesempatan kepada pihak lain untuk berkembang. Dan salah satu kiat keperawatan dalam memenuhi kebutuhan aktualisais diri dari orang lain adalah dengan menerapkan caring. Kemampuan mengaplikasikan caring harus dimiliki oleh pengurus Komite Keperawatan sebab mereka merupakan sentral dari seluruh interaksi yang akan terjadi. Kemampuan mempraktikkan sikap empati dan membangun komunikasi interprofesi dan antarprofesi yang dilandasi jiwa caring adalah faktor kunci dalam menjalankan organisasi. Karena itulah penting dilakukan kredential terlebih dahulu terhadap Ketua Komite Keperawatan oleh Mitra Bestari dalma rangka menumbuhkan jiwa caring sebagai jati diri perawat (Siregar, 2013). E. Pembentukan Komite Keperawatan Pembentukan Komite Keperawatan sebenarnya adalah langkah yang mudah. Melalui proses musyawarah dan pemilihan maka akan didapatkan Pengurus Komite Keperawatan dalam waktu singkat. Tetapi yang perlu mendapatkan perhatian adalah 23

24 bagaimana agar pengurus Komite Keperawatan yang sudah dipilih tersebut mampu menggulirkan organisasi dengan baik dan membangun kemitraan yang saling menguntungkan dengan mitra strategisnya. Karena itu manajemen RS perlu melakukan kredensialing bagi calon Ketua Komite Keperawatan. Kredensialing tersebut dibutuhkan untuk mendapatkan ketua komite yang memang memahami kewenangannya dan dinamika dalam organisasinya sendiri. Kredensialing dapat dilakukan dengan melibatkan Mitra Bestari. Kredensialing tersebut ditekankan pada aspek kepemimpinan dan kapasitas individual. Contoh syarat kredensial untuk menjadi Ketua Komite Keperawatan sebagai berikut : Tabel 1. Contoh Kompetensi dan Persyaratan Administratif tambahan untuk kredensial bagi Ketua Komite Keperawatan Kompetensi Utama Syarat Administratif A. Memahami Komite Keperawatan 1. Mengetahui konsep Komite a. Sertifikat Pelatihan / Keperawatan Workshop yang berhubungan dengan Komite Keperawatan B. Memiliki sikap profesional dan kepribadian yang baik 1. Mampu melakukan komunikasi dalam konteks kolegialitas 2. Mampu melakukan komunikasi antarprofesi dan lintas sektoral C. Memiliki keterampilan memimpin 1. Mampu memecahkan masalah sesuai dengan peraturan yang berlaku a. Form penilaian oleh sekurang-kurangnya 60 % dari jumlah tenaga keperawatan a. Form penilaian oleh 5 orang dokter / dokter spesialis b. Form penilaian oleh 5 orang pejabat struktural RS setingkat eselon IV keatas c. Form penilaian oleh Mitra Bestari a. Hasil Uji Tulis 24

25 2. Mampu memberikan pengarahan 3. Memiliki kapasitas kepemimpinan a. Pernah menjadi Perawat Supervisi dibuktikan dengan SK Direktur b. Pernah menjadi Kepala Ruangan dibuktikan dengan SK Direktur c. Pernah menjadi Pembimbing Klinik mahasiswa dibuktikan dengan SK Pembimbing / CI a. Hasil uji Psikometri Apabila peserta yang lolos seleksi awal pemilihan Ketua Komite Keperawatan lebih dari satu maka dapat dilaksanakan pemilihan terbuka yang diikuti oleh sekurang-kurangnya 90 % dari seluruh tenaga keperawatan yang terdaftar setelah masing-masing calon menyampaikan visi dan misi nya secara terbuka atas persetujuan Panitia Seleksi. Pemenang harus mengumpulkan suara sekurang-kurangnya 50 % + 1. Setelah Ketua Komite terpilih maka Ketua melakukan kredensial terhadap anggota komite, sesuai dengan struktur organisasi Komite Keperawatan. Setelah itu Direktur RS mengeluarkan Keputusan Direktur Tentang Pengurus Komite keperawatan dengan masa kerja 5 tahun. Komite mulai menyusun Peraturan Internal Staff Keperawatan. Dalam proses ini Komite Keperawatan dapat dibantu oleh Mitra Bestari dalam kepanitiaan yang bersifat adhoc dan ditetapkan dengan SK Direktur. Selain itu juga disusun program kerja dalam 5 tahun kedepan terkait dengan kredensial, penjaminan mutu dan penjaminan etik/disiplin tenaga keperawatan, serta Buku Putih yang selanjutnya disosialisasikan kepada seluruh tenaga keperawatan di RS. 25

26 F. Kredensialing Tenaga Keperawatan Kredensial tenaga keperawatan dilaksanakan melalui beberapa jenis kegiatan yang akan diuraikan sebagai berikut : 1. Kredensial awal Kredensial ini dilakukan pada saat dilakukan rekrutmen penerimaan perawat baru non PNS di RS. Bagi perawat PNS maka kredensial awal dapat dianggap sudah dilakukan apabila persyaratan administratif sudah terpenuhi. 2. Kredensial maintenance Kredensial ini dilakukan untuk memastikan bahwa tenaga keperawatan masih memiliki kompetensi klinis yang dibutuhkan dalam jenjang karir tertentu. Kredensial ini dilakukan setiap 2 tahun sejak kredensial awal, atau sesuai ketentuan yang disepakati. Hasil kredensial ini memiliki beberapa kemungkinan sebagai berikut : a. Tenaga keperawatan yang bersangkutan masih boleh diberikan kewenangan klinis sebelumnya. b. Tenaga keperawatan yang bersangkutan diragukan kemampuannya untuk melaksanakan kewenangan klinis sebelumnya sehingga direkomendasikan untuk dilakukan pembinaan dan dilakukan kredensial ulang sekurangkurangnya 3 bulan setelah selesainya masa pembinaan. c. Tenaga keperawatan yang bersangkutan memiliki potensi untuk diberikan tambahan kewenangan klinis sehingga direkomendasikan untuk pendidikan berkelanjutan dan/atau kredensial kenaikan jenjang karir. 3. Kredensial kenaikan jenjang karir Kredensial ini dapat dilakukan apabila tenaga keperawatan telah melalui sekurang-kurangnya 1 kali kredensial maintenance. Kredensial ini dilakukan oleh perawat dengan jenjang karir 26

27 minimal 1 level di atasnya dan melibatkan sekurang-kurangnya 1 orang perawat yang memiliki jenjang karir 2 level di atas jenjang karir yang akan dituju. Apabila hal ini tidak tersedia karena baru pertama kali dilakukan maka tim penguji kredensial dapat melibatkan perawat dari RS lain atau lembaga pendidikan yang tergolong Mitra Bestari dengan kualifikasi pendidikan yang sesuai. Contoh jenjang karir dan persyaratan kredensial pada masingmasing jenjang karir adalah sebagai berikut : Gambar 2. Model Jenjang Karir Perawat Profesional PPNI Sumber : (Kornela, Hariyanto, & Pusparahaju, 2014) Keterangan : PK : Perawat Klinis PM : Perawat Manajer PP : Perawat Pendidik PR : Perawat Riset / Peneliti Jenjang karir mengalami kenaikan secara reguler setiap 4 tahun. Tenaga keperawatan yang memiliki prestasi bernilai tinggi atau memiliki prestasi kerja yang baik boleh mengajukan percepatan kenaikan jenjang karir dengan syarat sudah pernah melalui kredensial maintenance. 27

28 G. Penjaminan Mutu Penjaminan mutu hakikatnya adalah upaya mempertahankan kualitas asuhan yang diberikan sesuai dengan standar yang ada (STIKES Santo Borromeus, 2010). Standar Praktik Keperawatan mengacu pada Standar Praktik Keperawatan Indonesia yang dikeluarkan oleh PPNI tahun Standar tersebut mencakup Standar Praktik Profesional dan Standar Kinerja Profesional. Adapun standar asuhan kebidanan mengacu pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 938 Tahun 2007 Tentang Standar Asuhan Kebidanan. Untuk memastikan bahwa praktik dan asuhan yang diberikan kepada pasien adalah asuhan yang bermutu, maka harus dilaksanakan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, yang dibuktikan dengan hasil audit asuhan berbasis dokumentasi. Saat ini sudah berkembang pendekatan-pendekatan baru dalam melaksanakan audit praktek keperawatan, tetapi yang harus digarisbawahi adalah audit dilaksanakan bukan untuk mencari kesalahan tetapi lebih diarahkan pada upaya menemukan hal-hal yang belum memenuhi standar untuk selanjutnya ditingkatkan agar menjadi lebih baik lagi. Karena itu topik audit ditentukan berdasarkan situasi yang menjadi current issue saat itu. Akan lebih baik apabila audit mengikuti temuan-temuan klinis yang dirasakan tidak memuaskan dari sudut pandang perawat, atau dilaksanakan berdasarkan adanya keluhan dari pasien sebagai pengguna layanan. Upaya penjaminan mutu juga sebenarnya sudah berjalan ketika jenjang karir Perawat Manajer (PM mulai dikembangkan setidaknya mulai PM III samai PM V) karena itu untuk melakukan audit mutu ini sebaiknya adalah perawat dengan kualifikasi minimal setara dengan PM III, yaitu PK V dan PP II. Apabila tidak tersedia 28

29 tenaga yang sesuai dengan kualifikasi tersebut maka audit mutu boleh diselenggarakan oleh tenaga keperawatan sekurangkurangnya adalah yang setara dengan PM II, yaitu PK IV dan PP I. H. Pembinaan Etik dan Disiplin Keperawatan Pembinaan etik dan disiplin sebenarnya bertujuan untuk mengantisipasi terjadinya kelalaian atau kejadian mal-practice dalam pelaksanaan praktik keperawatan di rumah sakit. Pencegahan dan penanganan kejadian pelanggaran etik dan disiplin ini menjadi salah satu fokus penilaian dalam akreditasi rumah sakit menurut versi KARS Kejadian-kejadian seperti near misses (Kejadian Nyaris Cedera/KNC), Kejadian Tak Diharapkan (KTD), ketidakcocokan hingga kelalaian harus diantisipasi dengan baik melalui sistem penjagaan etik dan disiplin tenaga keperawatan. Karena itu perlu dibuat gradasi untuk screening dini supaya tidak terjadi kejadian mal-praktik atau kelalaian, serta bagaimana alur penyelesaian masalahnya apabila terjadi kejadian-kejadian seperti di atas (KARS, 2012). I. Road-Map Pembentukan dan Pengembangan Komite Keperawatan di Rumah Sakit 1. Persiapan Pada tahap ini Komite Keperawatan belum dibentuk dan/atau jenjang karir belum terisi oleh tenaga keperawatan. Kebutuhan yang utama adalah membentuk panitia adhoc yang tugasnya adalah menyusun Nursing Staff by Law sebagai panduan jenjang karir tenaga keperawatan, menyatukan persepsi tentang Komite Keperawatan dan manfaatnya bagi Rumah Sakit, serta mempersiapkan dan menyelenggarakan kredensial awal bagi Pengurus Komite Keperawatan. a. Menyusun Nursing Staff by Law dan jenjang karir profesional 29

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1053, 2013 KEMENTERIAN KESEHATAN. Rumah Sakit. Komite Keperawatan. Pelaksanaan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG KOMITE KEPERAWATAN

Lebih terperinci

Peran dan Fungsi Komite Medik di Rumah Sakit

Peran dan Fungsi Komite Medik di Rumah Sakit Peran dan Fungsi Komite Medik di Rumah Sakit Dr. Dody Firmanda, Sp.A, MA Ketua Komite Medis RSUP Fatmawati Jakarta. Pendahuluan Dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI yang baru tentang penyelenggaran

Lebih terperinci

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes

dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes dr. AZWAN HAKMI LUBIS, SpA, M.Kes Peraturan yg menjadi acuan : Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.755/MENKES/PER/IV/2011 Tentang Penyelenggaraan Komite Medik Di Rumah Sakit. Definisi Komite Medik Perangkat

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN PENYELENGGARAAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN 11 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT PEDOMAN PENYELENGGARAAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT BAB I PENDAHULUAN Rumah sakit adalah institusi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2013 TENTANG KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

SISTEMATIKA A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. KEWENANGAN KLINIS D. PENUGASAN KLINIS

SISTEMATIKA A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. KEWENANGAN KLINIS D. PENUGASAN KLINIS LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT SISTEMATIKA BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG B. TUJUAN C. KEWENANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 755/MENKES/PER/IV/2011 TENTANG PENYELENGGARAAN KOMITE MEDIK DI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS

PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS PANDUAN KREDENSIAL KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS A. PENDAHULUAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT ROYAL PROGRESS 2014 Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit terutama dari sumber daya manusianya, pembiayaan dan informasi menuju

BAB 1 PENDAHULUAN. sakit terutama dari sumber daya manusianya, pembiayaan dan informasi menuju BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumah Sakit ditekankan pada peningkatan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan rumah sakit melalui peningkatan dan pengembangan manajemen rumah sakit terutama dari

Lebih terperinci

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN ORGANISASI PELAYANAN KESEHATAN PERTEMUAN II LILY WIDJAYA, SKM.,MM, PRODI D-III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN, FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Memahami Organisasi Pelayanan

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN RS. BUDI KEMULIAAN BATAM JL. BUDI KEMULIAAN NO. 1 SERAYA - BATAM BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah Sakit sebagai satu sarana kesehatan yang

Lebih terperinci

PEDOMAN KOMITE PENUNJANG MEDIS RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BINA SEHAT MANDIRI

PEDOMAN KOMITE PENUNJANG MEDIS RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BINA SEHAT MANDIRI 1. PENDAHULUAN PEDOMAN KOMITE PENUNJANG MEDIS RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK BINA SEHAT MANDIRI Latar Belakang Rumah Sakit sebagai satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, serta penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia, serta penyelenggaraan penelitian, pengembangan dan penapisan teknologi BAB I PENDAHULUAN Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA SUBKOMITE ETIK DAN DISIPLIN PROFESI KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT BUNDA SIDOARJO TAHUN 2015

PROGRAM KERJA SUBKOMITE ETIK DAN DISIPLIN PROFESI KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT BUNDA SIDOARJO TAHUN 2015 Lampiran 3 PROGRAM KERJA SUBKOMITE ETIK DAN DISIPLIN PROFESI KOMITE MEDIK RUMAH SAKIT BUNDA SIDOARJO TAHUN 2015 1. PENDAHULUAN Rumah Sakit Bunda Sidoarjo adalah rumah sakit umum tipe C yang melayani masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

HARAPAN DIREKTUR TERHADAP PERILAKU DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER DI RSPI DALAM KONTEKS SISTEM KONTRAK KERJA

HARAPAN DIREKTUR TERHADAP PERILAKU DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER DI RSPI DALAM KONTEKS SISTEM KONTRAK KERJA HARAPAN DIREKTUR TERHADAP PERILAKU DOKTER SPESIALIS DAN DOKTER DI RSPI DALAM KONTEKS SISTEM KONTRAK KERJA Oleh: Mus Aida Disampaikan Dihadapan Mahasiswa S1. FK. UGM 8 Desember 2012 HOSPITAL BYLAWS CORPORATE

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) diakui merupakan institusi yang sangat kompleks dan berisiko tinggi, terlebih dalam kondisi lingkungan regional dan global yang sangat dinamis perubahannya.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI RUMAH SAKIT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. Ketua Komite Keperawatan

I. Ketua Komite Keperawatan I. Ketua Komite Keperawatan Tugas pokok Memimpin seluruh kegiatan dari komite keperawatan meliputi kredensialing, penjagaan dan peningkatan mutu profesi, serta penjagaan serta pembinaan disiplin dan etika

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan kecacatan lebih lanjut (Kemenkes RI, 2009).

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencegahan kecacatan lebih lanjut (Kemenkes RI, 2009). BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE NAKES RS. JANTUNG BINAWALUYA 2016

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE NAKES RS. JANTUNG BINAWALUYA 2016 PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE NAKES RS. JANTUNG BINAWALUYA 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Rumah Sakit sebagai satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki

Lebih terperinci

PROGRAM KERJA KOMITE KEPERAWATAN. RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2014

PROGRAM KERJA KOMITE KEPERAWATAN. RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2014 PROGRAM KERJA KOMITE KEPERAWATAN RSUD Dr. DJASAMEN SARAGIH KOTA PEMATANGSIANTAR TAHUN 2014 1. PENDAHULUAN Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI BUPATI BANYUWANGI PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 39 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BLAMBANGAN KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 69 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAYEN KABUPATEN PATI DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 SERI D NOMOR 9 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT

IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT IMPLEMENTASI DAN IMPLIKASI HUKUM CLINICAL PRIVILEGE SEBAGAI UPAYA PATIENT SAFETY DI RUMAH SAKIT Nurul Hasna nurulhasna@yahoo.com Magister Hukum Kesehatan Universitas Katolik Soegijapranata Semarang ABSTRAK

Lebih terperinci

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN Lampiran SK Direktur Utama RSI Garam Kalianget No.... tentang Panduan Evaluasi Praktek Dokter PANDUAN EVALUASI PRAKTEK DOKTER BERKESINAMBUNGAN (ON GOING PROFESSIONAL PRACTICE EVALUATION/OPPE) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI,

PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI, PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SINJAI BUPATI SINJAI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan Rumah

Lebih terperinci

7. Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselengarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan.

7. Praktik Keperawatan adalah pelayanan yang diselengarakan oleh perawat dalam bentuk asuhan keperawatan. PEDOMAN KREDENSIAL PERAWAT BAB I DEFINISI 1. Komite Keperawatan adalah wadah non struktural rumah sakit yang mempunyai fungsi utama mempertahankan dan meningkatkan profesionalisme tenaga keperawatan melalui

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 43 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN FASILITASI AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO

PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO PROGRAM PENINGKATAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN RSUD PASAR REBO I. PENDAHULUAN Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian kegiatan yang mengandung risiko karena menyangkut keselamatan tubuh dan nyawa seseorang.

Lebih terperinci

BAB I DEFINISI Proses Keredensial (Credentialing): Proses Re- Kewenangan klinis (clinical privilege) : Surat Penugasan (clinical Appointment) Tenaga

BAB I DEFINISI Proses Keredensial (Credentialing): Proses Re- Kewenangan klinis (clinical privilege) : Surat Penugasan (clinical Appointment) Tenaga BAB I DEFINISI 1. Proses Keredensial (Credentialing): proses evaluasi suatu rumah sakit terhadap seorang untuk menentukan apakah yang bersangkutan layak diberi kewenangan klinis (kewenagan klinis (clinical

Lebih terperinci

Panduan Kredensial dan Rekredensial Staf klinis Puskesmas Kampala -RAHASIA- BAB I PENDAHULUAN

Panduan Kredensial dan Rekredensial Staf klinis Puskesmas Kampala -RAHASIA- BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan salah satu pelayanan kesehatan masyarakat yang sangat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksud denga Puskesmas adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan kemampuan masyarakat mengakses informasi kesehatan dan isu tentang pelayanan kesehatan, maka tenaga kesehatan dituntut untuk

Lebih terperinci

PERAN KOMITE MEDIS DALAM PEMBERIAN KEWENANGAN KLINIS PADA STAF MEDIS RS

PERAN KOMITE MEDIS DALAM PEMBERIAN KEWENANGAN KLINIS PADA STAF MEDIS RS PERAN KOMITE MEDIS DALAM PEMBERIAN KEWENANGAN KLINIS PADA STAF MEDIS RS Dr. Kuntjoro Adi Purjanto,Mkes KETUA UMUM PERSI UU NO: 44 TH 2009 TENTANG RUMAH SAKIT PASAL 36 SETIAP RUMAH SAKIT HARUS MENYELENGGARAKAN

Lebih terperinci

TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER MOHAMAD SOEWANDHIE KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

TATA KELOLA RUMAH SAKIT (TKRS)

TATA KELOLA RUMAH SAKIT (TKRS) TATA KELOLA RUMAH SAKIT (TKRS) STANDAR EP DOKUMEN KETERANGAN Pemilik menetapkan regulasi yang mengatur a) sampai dengan g) yang ada di dalam maksud dan tujuan yang dapat berbentuk corporate by-laws, peraturan

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 86 TAHUN 2015 TENTANG

Lebih terperinci

TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN DAN PENGARAHAN (TKP) > 80% Terpenuhi 20-79% Terpenuhi sebagian < 20% Tidak terpenuhi

TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN DAN PENGARAHAN (TKP) > 80% Terpenuhi 20-79% Terpenuhi sebagian < 20% Tidak terpenuhi STANDAR, MAKSUD DAN TUJUAN, ELEMEN PENILAIAN TATA KELOLA TATA KELOLA, KEPEMIMPINAN DAN PENGARAHAN (TKP) > 8% Terpenuhi 2-79% Terpenuhi sebagian < 2% Tidak terpenuhi Standar TKP. 1 Tanggung jawab dan akuntabilitas

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2015 KESEHATAN. Rumah Sakit Pendidikan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5777). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Latar Belakang Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia diawali Perawat (verpleger) di bantu oleh penjaga orang sakit (zieken oppaser) bekerja

Latar Belakang Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia diawali Perawat (verpleger) di bantu oleh penjaga orang sakit (zieken oppaser) bekerja Latar Belakang Sejarah perkembangan keperawatan di Indonesia diawali Perawat (verpleger) di bantu oleh penjaga orang sakit (zieken oppaser) bekerja pertama kali di RS binnen Hospital Jakarta (1799) dengan

Lebih terperinci

PROGRES DOKUMEN POKJA KKS ( KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF )

PROGRES DOKUMEN POKJA KKS ( KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF ) PROGRES DOKUMEN POKJA KKS ( KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF ) No Elemen Penilaian 1 Standar KKS 1 1 Ada penetapan perencanaan kebutuhan staf rumah sakit yang berdasar atas perencanaan strategis dan perencanaan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 18 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT JIWA MENUR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PANDUAN SUB KOMITE MUTU PROFESI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CISALAK

PANDUAN SUB KOMITE MUTU PROFESI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CISALAK PANDUAN SUB KOMITE MUTU PROFESI KEPERAWATAN RUMAH SAKIT SENTRA MEDIKA CISALAK BAB I PENDAHULUAN Rumah SakiT Sentra Medika Cisalak adalah unit pelayanan kesehatan dan rujukan yang memberi pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U No.132, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Kedokteran. Akademik. Profesi. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN

PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN PANDUAN PROSES EVALUASI KINERJA STAF MEDIS RUMAH SAKIT UMUM AMINAH BLITAR TAHUN 2014-2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah lembaga yang memberikan pelayanan klinik dengan badan dan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93 TAHUN 2015 TENTANG RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 78 TAHUN 2014 TENTANG TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. ISKAK TULUNGAGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GAMBIRAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GAMBIRAN SALINAN WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 13 TAHUN 2016 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH GAMBIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa kesehatan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N

2017, No Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran N No.308, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Keselamatan Pasien. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN PASIEN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN

PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN PANDUAN KREDENSIAL STAF KEPERAWATAN Jl. Madya Kebantenan No.4, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Cilincing Jakarta Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit (RS) diakui merupakan institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.295, 2015 KESEHATAN. Rumah Sakit Pendidikan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5777). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI

LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI LAMPIRAN PERATURAN DIREKTUR RS (...) NOMOR :002/RSTAB/PER-DIR/VII/2017 TENTANG PANDUAN EVALUASI STAF MEDIS DOKTER BAB I DEFINISI A. PENDAHULUAN Pada masa sekarang ini peningkatan produktifitas dan kualitas

Lebih terperinci

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK 2016 PT ELNUSA TBK PIAGAM AUDIT INTERNAL (Internal Audit Charter) Internal Audit 2016 Daftar Isi Bab I PENDAHULUAN Halaman A. Pengertian 1 B. Visi,Misi, dan Strategi 1 C. Maksud dan Tujuan 3 Bab II ORGANISASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa diperkirakan pasien rawat inap per tahun 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi dalam bidang pelayanan kesehatan telah menghantarkan tantangan persaingan dan lingkungan yang kompetitif bagi industri rumah sakit di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI),

BAB I PENDAHULUAN. profesi medik disini adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI), BAB I PENDAHULUAN Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi

Lebih terperinci

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PIAGAM AUDIT INTERNAL PIAGAM AUDIT INTERNAL (INTERNAL AUDIT CHARTER) PT PERTAMINA INTERNASIONAL EKSPLORASI & PRODUKSI DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 3 1.1 Umum... 3 1.2 Visi, Misi, Dan Tujuan... 3 1.2.1 Visi Fungsi Audit Internal...

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KOMITE MEDIK DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

KEBIJAKAN KOMITE MEDIK DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG KEBIJAKAN KOMITE MEDIK DALAM PENINGKATAN MUTU PELAYANAN DI RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG KOMITE MEDIK Komite Medik adalah perangkat Rumah Sakit untuk menerapkan Tata Kelola Klinis (Clinical Governence)

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN BUPATI SUKOHARJO NOMOR : 54 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.856, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KKI. Dokter. Dokter Gigi. Kompetensi Yang Sama. Pengesahan. PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN KOMPETENSI YANG SAMA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 078 TAHUN 2015

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 078 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 078 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNALRUMAH SAKIT (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ULINBANJARMASIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG

KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEPUTUSAN DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA Nomor : 2347a/PW/Sekr/VIII/2014 TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KEDOKTERAN DI RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA DIREKTUR RS. PANTI WALUYO YAKKUM SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG PENGATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT JIWA PROF. HB. SAANIN PADANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

I.PENDAHULUAN LATAR BELAKANG I.PENDAHULUAN Undang undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehtan menyatakan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan / atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTAHANAN DAN TENTARA NASIONAL INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG PETA JALAN (ROAD MAP) SISTEM PEMBINAAN PRAKTIK KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan keunggulan masing-masing agar bisa bertahan. Rumah sakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada era globalisasi yang padat dengan informasi, teknologi dan pengetahuan, segala sesuatu akan bergerak dan berubah dengan cepat. Perubahan ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG TATA KELOLA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HAJI SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa kesehatan merupakan

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 61 TAHUN 2015

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 61 TAHUN 2015 SALINAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR : 61 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN INTERNAL (HOSPITAL BY LAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2011 NOMOR 16 PERATURAN WALIKOTA SUKABUMI TANGGAL : 12 SEPTEMBER 2011 NOMOR : 16 TAHUN 2011 TENTANG : PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) DI LINGKUNGAN

Lebih terperinci

HOSPITAL BYLAWS PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT M.C.Inge Hartini 2009

HOSPITAL BYLAWS PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT M.C.Inge Hartini 2009 HOSPITAL BYLAWS PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT M.C.Inge Hartini 2009 POKOK BAHASAN PENGERTIAN FUNGSI HBL TUJUAN PENYUSUNAN HBL MANFAAT HBL BAGI RS, PENGELOLA RS,PEMERINTAH, PEMILIK RS TINGKAT dan JENIS

Lebih terperinci

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang

2 Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang No.307, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Keperawatan. Pelayanan. Praktik. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5612) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE KEPERAWATAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA SEMARANG SURAT KEPUTUSAN No.../.../.../.../2015 TENTANG PEDOMAN PENGORGANISASIAN DAN PELAYANAN KOMITE KEPERAWATAN DIREKTUR RUMAH

Lebih terperinci

PERSIAPAN BIDANG PELAYANAN KEPERAWATAN TERKAIT UU KEPERAWATAN DALAM STANDAR AKREDITASI RS VERSI 2012

PERSIAPAN BIDANG PELAYANAN KEPERAWATAN TERKAIT UU KEPERAWATAN DALAM STANDAR AKREDITASI RS VERSI 2012 PERSIAPAN BIDANG PELAYANAN KEPERAWATAN TERKAIT UU KEPERAWATAN DALAM STANDAR AKREDITASI RS VERSI 2012 I.DASAR HUKUM UU RI No. 29 Tahun 2004 Ttg Praktik Kedokteran UU RI No. 36 Tahun 2009 Ttg Kesehatan UU

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENANGANAN KASUS DUGAAN PELANGGARAN DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA KONSIL KEDOKTERAN

Lebih terperinci

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANJAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR Menimbang

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN HUSADA

RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN HUSADA Panduan Pelaksanaan Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) RUMAH SAKIT ISLAM AT-TIN HUSADA Layanan Islami, Profesional dengan Hati Jl. Raya Ngawi Solo Km 4, Watualang, Ngawi, Jawa Timur 1 Lampiran :

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. RSUD Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Sarolangun Jambi sudah diatur. dalam bentuk Peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2013 tentang Peraturan

BAB V PENUTUP. RSUD Prof. DR. H. M. Chatib Quzwain Sarolangun Jambi sudah diatur. dalam bentuk Peraturan Bupati Nomor 55 Tahun 2013 tentang Peraturan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pelaksanaan hospital by laws menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar

2017, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembar No.924, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN

Lebih terperinci

DAFTAR WAWANCARA RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA

DAFTAR WAWANCARA RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA DAFTAR WAWANCARA RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA YANG DIWAWANCARA Direktur RS TKRS 1.1 EP 1 TKRS 1.1 EP 3 TKRS 1.1 EP 1 HPK 1 EP 2 KKS 1 EP 3 KKS 2 EP 3 KKS 2.1 EP 3 KKS 2.2 EP 3 STANDAR MATERI CHECK KKS 4 EP

Lebih terperinci

Internal Audit Charter

Internal Audit Charter SK No. 004/SK-BMD/ tgl. 26 Januari Pendahuluan Revisi --- 1 Internal Audit Charter Latar Belakang IAC (Internal Audit Charter) atau Piagam Internal Audit adalah sebuah kriteria atau landasan pelaksanaan

Lebih terperinci

KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF (KKS)

KOMPETENSI DAN KEWENANGAN STAF (KKS) KOMPETENSI AN KEENANGAN STAF (KKS) PEENCANAAN Standar KKS 1 Pimpinan rumah sakit menetapkan perencanaan kebutuhan staf rumah sakit. Maksud dan Tujuan KKS 1 : Lihat SNAS 1 Elemen Penilaian KKS 1 Telusur

Lebih terperinci

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota

A. KOMITE MEDIK Susunan Komite Medik terdiri diri dari : a. Ketua, b. Wakil Ketua, c. Sekretaris d. Anggota I.PENDAHULUAN Keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi medik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG KEANGGOTAAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS RUMAH SAKIT PROVINSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI CILACAP PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 88 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN CILACAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

KREDENSIAL TENAGA KESEHATAN LAIN

KREDENSIAL TENAGA KESEHATAN LAIN KREDENSIAL TENAGA KESEHATAN LAIN 1. Kredensial Tenaga Kesehatan Lain adalah proses evaluasi terhadap tenaga kesehatan gizi klinis, apoteker, tenaga teknis kefarmasian, radiografer, fisioterapis, dan sanitarian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI, DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI

PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI PEDOMAN PENGORGANISASIAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT DAN MAJELIS KEHORMATAN ETIK RUMAH SAKIT INDONESIA PERSI - MAKERSI BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pelayanan kesehatan yang baik, bermutu, profesional,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI CIANJUR

PERATURAN BUPATI CIANJUR BERITA DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR 05 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI CIANJUR NOMOR 04 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN INTERNAL RUMAH SAKIT (HOSPITAL BYLAWS) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KELAS B CIANJUR BUPATI

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO 1 BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 25 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH (SPIP) KABUPATEN SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG

BERITA DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2010 BERITA DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 49 PERATURAN WALIKOTA BANDUNG NOMOR :. 944 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LIST DOKUMEN GLD. GLD 1: Tanggung jawab dan akuntabilitas. Struktur organisasi:

LIST DOKUMEN GLD. GLD 1: Tanggung jawab dan akuntabilitas. Struktur organisasi: LIST DOKUMEN GLD GLD 1: Tanggung jawab dan akuntabilitas Struktur organisasi: Daftar nama pejabat structural dan fungsional Buku susunan dan uraian tugas serta tata hubungan kerja HBL Pedoman penilaian

Lebih terperinci

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik

Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen Medik PERSATUAN DOKTER MANAJEMEN MEDIK INDONESIA (PDMMI) June 29, 2012 Authored by: PDMMI Body of Knowledge dan Standar Kompetensi Dokter Manajemen

Lebih terperinci