BAB II PENDEKATAN TEORITIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II PENDEKATAN TEORITIS"

Transkripsi

1 BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka Sampah Pengertian Sampah Sampah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas keseharian manusia. Apriadji (1989) memberikan definisi mengenai sampah sebagai zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak digunakan lagi, baik berupa bahan buangan yang berasal dari rumah tangga maupun sebagai sisa proses industri. Hadiwiyoto (1983) memberikan ciri-ciri sampah sebagai bahan sisa, baik bahan-bahan yang sudah tidak digunakan lagi maupun bahan yang sudah diambil bagian utamanya, dari segi sosial ekonomis sudah tidak memiliki harga, dan dari segi lingkungan merupakan bahan buangan yang tidak berguna dan banyak menimbulkan masalah pencemaran dan gangguan pada kelestarian lingkungan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, Hadiwiyoto (1983) mendefinisikan sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan, baik karena telah diambil bagiannya utamanya, atau karena pengolahan, atau karena sudah tidak ada manfaatnya, yang ditinjau dari segi sosial ekonomis tidak ada harganya, dan dari segi lingkungan dapat menyebabkan pencemaran atau gangguan kelestarian. Slamet (1996) menyatakan bahwa secara kuantitas maupun kualitasnya, sampah dipengaruhi oleh berbagai kegiatan dan taraf hidup masyarakat, antara lain: 1. Jumlah penduduk. Semakin banyak penduduk semakin banyak pula sampah yang dihasilkan. 2. Keadaan sosial ekonomi. Semakin tinggi keadaan sosial ekonomi masyarakat, semakin banyak pula jumlah per kapita sampah yang dibuang. 3. Kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi akan menambah jumlah maupun kualitas sampah, karena pemakaian bahan baku yang semakin beragam, cara pengepakan dan produk manufaktur yang semakin beragam.

2 Sampah dapat dibedakan atas dasar sifat-sifat biologis dan kimianya, sehingga mempermudah pengelolaanya menurut Slamet (1996), antara lain: a. Sampah yang mudah membusuk, seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, sampah pertanian, dan lainnya. b. Sampah yang tidak membusuk, seperti kertas, platik, karet, gelas, logam, dan lainnya. c. Sampah yang berupa debu atau abu hasil pembakaran. d. Sampah yang berbahaya (B3) bagi kesehatan, seperti sampah-sampah yang berasal dari indusri yang mengandung zat-zat kimia maupun zat fisis berbahaya. Apriadji (1989) menjelaskan bahwa sampah dapat digolongkan ke dalam empat kelompok, antara lain meliputi: (1) human excreta yang merupakan bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia, meliputi tinja (faeces) dan air kencing (urine), (2) sawage yang merupakan limbah yang dibuang oleh pabrik maupun rumah tangga, (3) refuse yang merupakan bahan pada sisa proses industri atau hasil sampingan kegiatan rumah tangga, dan (4) industrial waste yang merupakan bahan-bahan buangan dari sisa proses industri. Penggolongan yang lebih rinci lagi diajukan oleh Hadiwiyoto (1983) menyatakan bahwa sampah dapat digolongkan berdasarkan tujuh karakteristik, yaitu penggolongan sampah berdasarkan asal, komposisi, bentuk, lokasi, proses terjadi, sifat dan jenisnya (Tabel 1). Penggolongan sampah yang dilakukan oleh Apriadji (1989) tidak dimasukkan ke dalam Tabel 1 karena belum jelasnya dasar penggolongan yang digunakan. Penggolongan sampah yang dilakukan oleh Apriadji (1989) hanya dapat digambarkan pada Gambar 1.

3 Tabel 1. Penggolongan Sampah menurut Hadiwiyoto (1983) Karakteristik Sampah Asal Komposisi Bentuk Lokasi Proses terjadi Sifat Jenis Keterangan Sampah dari hasil kegiatan rumah tangga, Sampah dari hasil kegiatan industri atau pabrik, Sampah dari hasil kegiatan pertanian, Sampah dari hasil kegiatan perdagangan, Sampah dari hasil kegiatan pembangunan, Sampah dari hasil kegiatan jalan raya. Sampah yang seragam Sampah yang tidak seragam (campuran) Padatan (solid), Cairan (termasuk bubur, gas.) Sampah kota (urban) Sampah daerah Sampah alami Sampah non-alami Sampah organik Sampah non-organik Sampah makanan Sampah kebun atau pekarangan Sampah kertas Sampah plastik, karet, dan kulit Sampah kain Sampah kayu Sampah logam Sampah gelas dan keramik Sampah berupa abu dan debu

4 Sampah (waste) Human Excreta Sawage Refuse Garbage Rubbish Tak lapuk Tak mudah lapuk Yang tidak terbakar Yang bisa terbakar Industrial waste Gambar 1. Penggolongan Sampah menurut Apriadji (1989) Pengelolaan Sampah Terdapat tiga jenis teknologi yang saat ini banyak diterapkan dalam pengelolaan sampah menurut Nainggolan dan Safrudin (2001) 3, yaitu: 1. Pengomposan Sampah Pengomposan merupakan salah satu cara dalam mengolah bahan padatan organik untuk menjadi kompos yang secara nasional ketersediaan bahan organik dalam sampah kota cukup melimpah yaitu antara persen. Akan tetapi, sebagian besar sampah kota belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai kompos. Pada dasarnya pengomposan merupakan proses degradasi materi organik menjadi stabil melalui reaksi biologis mikroorganisme dalam kondisi yang Nainggolan, Azas Tigor, dan Ahmad Safrudin A Long Way To Zero Waste Management. Diakses tanggal 20 Desember 2008,

5 terkendali. Teknologi pengomposan sampah yang dilakukan saat ini sangat beragam ditinjau dari segi teknologi maupun kapasitas produksinya antara lain: pengomposan dengan cara aerobik, pengomposan dengan cara semi aerobik, pengomposan dengan reaktor cacing, dan pengomposan dengan menggunakan additive. Kompos sebenarnya mempunyai nilai pasar, akan tetapi studi BPP Teknologi pada tahun 1990 menemukan bahwa hanya 4 persen dari pedagang tanaman hias yang menjual kompos karena kompos ini kurang populer pada masyarakat. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah ini dapat digunakan untuk: menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian; menggemburkan kembali lahan pertamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, reklamasi pantai, pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, mengurangi pupuk kimia. 2. Pembakaran Sampah Teknologi pembakaran sampah dalam skala besar atau skala kota dilakukan di instalasi pembakaran yang disebut juga dengan incinerator. Dengan teknologi ini, pengurangan sampah dapat mencapai 80 persen dari sampah yang masuk, sehingga hanya sekitar 20 persen yang merupakan sisa pembakaran yang harus dibuang ke TPA. Sisa pembakaran ini relatif stabil dan tidak dapat membusuk lagi, sehingga lebih mudah penanganannya. Keberhasilan penerapan teknologi pembakaran sampah sangat tergantung dari sifat fisik dan kimia sampah serta kemampuan dana maupun manajemen dari Pemerintah Daerah. Pemanfaatan sisa abu hasil pembakaran ini dapat digunakan antara lain: sebagai pengganti tanah penutup lahan TPA, pasca penambangan; sebagai tanah urug; sebagai campuran bahan konstruksi (batako, paving block, dsb); dan sebagai campuran kompos. 3. Daur Ulang Sampah Kegiatan daur ulang sampah sudah dimulai sejak beberapa tahun terakhir ini yang dilakukan oleh sektor informal. Para pemungut barang bekas yang disebut pula dengan pemulung, melaksanakan kegiatan pemungutan sampah dihampir seluruh subsistem pengelolaan sampah. Komponen sampah yang

6 mempunyai nilai tinggi untuk dimanfaatkan kembali, berdasarkan penelitian BPP Teknologi tahun 1990, adalah sampah kertas, logam dan gelas. Prosentase sampah tersebut (dari jumlah awal) yang diambil oleh pemulung adalah seperti pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Prosentase Pengambilan Sampah oleh Pemulung No. Komponen Sampah Persentase 1. Kertas 71,20 2. Plastik 67,05 3. Logam 96,09 4. Gelas 85,05 Beberapa pemanfaatan sampah kering yang dapat dihasilkan dari pengolahan sampah untuk daur ulang dan mempunyai nilai ekonomis antara lain : a. Sampah Kertas. Jenis kertas bekas serta produk daur ulang yang dapat dihasilkan dari hasil pengolahan kertas dapat dilihat pada Tabel 3. b. Sampah Plastik. Pada umumnya sampah plastik sebagian besar dapat diolah menjadi produk baru berupa alat rumah tangga seperti ember, bak tali plastik; digunakan kembali seperti pembungkus, pot tanaman, tempat bumbu; dan sebagai bahan industri daur ulang seperti pellet, biji plastik. c. Logam. Logam yang dihasilkan dari sampah kota dapat dimanfaatkan antara lain: digunakan kembali seperti kaleng susu; dijadikan produk baru, seperti tutup botol kecap, mainan; dan sebagai bahan tambahan atau bahan baku industri seperti industri logam. d. Bahan lain. Bahan lain seperti, gelas, karet mempunyai prosentase yang cukup kecil dalam komponen sampah kecuali pada kasus tertentu. Oleh karena itu dalam skala kecil tidak ekonomis untuk diolah.

7 Tabel 3. Jenis Kertas Bekas dan Produk Daur Ulang yang Dihasilkan dari Pengolahan Kertas No. Jenis Kertas Bekas Sumber Produk Recycling 1. Kertas komputer dan kertas tulis Perkantoran, percetakan dan sekolah 2. Kantong kraft Pabrik, pasar dan pertokoan 3. Karton dan box Pabrik, pertokoan dan pasar 4. Koran, majalah dan buku Perkantoran, pasar dan rumah tangga 5. Kertas bekas campuran Rumah tangga, perkantoran, LPS/ TPA dan Pertokoan 6. Kertas pembungkus makanan Pertokoan, rumah tangga dan perkantoran 7. Kertas tissu Rumah tangga, perkantoran, rumah makan dan pertokoan Sumber : Kajian Pengelolaan Kertas, Dep. PU, DTW, 1999 Kertas komputer, kertas tulis dan art paper Kertas kraft dan art paper Karton dan art paper Kertas koran dan art paper Kertas tissue, kertas tulis kualitas rendah dan art paper Tidak dapat di daur ulang Kertas tissu (tetapi sangat jarang yang dapat didaur ulang kembali) Masalah sampah di berbagai kota besar di Indonesia sebenarnya dapat dipecahkan dengan baik sebagaimana yang berhasil dilakukan di negara maju apabila peran aktif masyarakat meningkat. Kastaman (2006) menyatakan bahwa pada umumnya proses pengelolaan sampah dengan basis partisipasi aktif masyarakat terdiri dari beberapa tahapan proses, antara lain: 1. Mengupayakan agar sampah dikelola, dipilah dan diproses tahap awal mulai dari tempat timbulan sampah itu sendiri (dalam hal ini mayoritas adalah lingkungan rumah tangga). Upaya ini setidaknya dapat mengurangi timbulan sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut ke TPS sehingga bebannya menjadi berkurang. 2. Pada fase awal di tingkat rumah tangga setidaknya diupayakan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan sampah non organik dipilah serta mengumpulkan menurut jenisnya sehingga memungkinkan untuk didaur ulang. Sampah organik sebenarnya telah dapat diproses menjadi kompos

8 disetiap rumah tangga pada tong-tong sampah khusus kompos yang mampu memproses sampah menjadi kompos untuk periode tampung antara 18 hingga 28 hari dengan bantuan mikroba pengurai. Bila proses pengomposan di tiap rumah tangga belum mungkin dilakukan, selanjutnya petugas sampah mengangkut sampah yang telah terpilah ke tempat pembuangan sampah sementara untuk diproses. Hasil pengamatan di beberapa tempat pembuangan sampah atau TPS di beberapa bagian kota diketahui bahwa masing-masing sampah non organik masih memiliki nilai ekonomi. Pewadahan dan pengumpulan dari wadah tempat timbulan sampah sisa yang sudah dipilah ke tempat pemindahan sementara. Pada tahapan ini beban kerja petugas pembuangan sampah menjadi lebih ringan. 3. Pengangkutan sampah ke tempat pembuangan atau ke tempat pengolahan sampah terpadu. Pada tahapan ini diperlukan kotak penampungan sampah dan gerobak pengangkut sampah yang sudah dipilah. 4. Tahapan selanjutnya adalah pengolahan sampah yang tidak memungkinkan untuk diolah di setiap lingkungan rumah tangga di TPS. Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) yang ada dengan menggunakan pendekatan ini kemudian diubah fungsinya menjadi semacam pabrik pengolahan sampah terpadu, yang produk hasil olahnya adalah kompos, bahan daur ulang dan sampah yang tidak dapat diolah lagi. 5. Tahapan akhir adalah pengangkutan sisa akhir sampah sampah yang tidak dapat didaur ulang atau tidak dapat dimanfaatkan lagi ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Pada fase ini barulah proses penimbunan atau pembakaran sampah akhir dapat dilakukan dengan menggunakan incinerator. Peningkatan peran masyarakat dalam menangani sampah menurut Djajadiningrat (1997), dapat dilaksanakan melalui jalur sektor formal dan informal. Pada sektor formal peran serta masyarakat tidak terlampau sulit. Peran serta masyarakat pada jalur formal dapat berbentuk: 1. Penyediaan sarana: institusi pemerintah dan swasta dapat diikutsertakan dalam penyediaan sarana, seperti tempat sampah dan lainnya. 2. Pemilahan limbah rumah tangga: limbah dipisah berdasarkan kelompoknya.

9 3. Gerakan masyarakat peduli lingkungan: melakukan berbagai gerakan peduli lingkungan seperti gerakan konsumen hijau, kerja bakti membersihkan lingkungan dan lainnya. 4. Gerakan lingkungan melalui RT/RW: pengembangan upaya kebersihan lingkungan yang berkelanjutan dengan melibatkan masyarakat. 5. Sistem insentif untuk gerakan kebersihan: untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan perkotaan, pemerintah dapat bekerja sama dengan ORMAS (KADIN, Asosiasi, Lembaga Masyarakat peduli lingkungan, Karang Taruna, dll) Partisipasi Masyarakat Pengertian Partisipasi Masyarakat Partisipasi menurut Siswanto (2004) berkaitan dengan proses pembebasan manusia dari segala macam hambatan yang berupa ketidaksederajatan, tekanan ancaman, ketakutan dan penindasan dari pihak eksternal yang merasa lebih berpengetahuan-berpangkat-berjabatan dan lain sebagainya. Salah satu konsep partisipasi merupakan social learning dengan cara mempertemukan top-down approach dengan bottom-up approach. Melalui proses ini, kedua macam pengetahuan tersebut akan melebur menjadi satu. Pada saat pengetahuan kedua pihak melebur, maka persepsi dari pihak satu terhadap pihak yang lain akan berubah. Mardikanto (1998) dalam Rasminawati (2005) menjelaskan bahwa partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari interaksi dan komunikasi yang berkaitan dengan pembagian kewenangan, tanggung jawab, dan manfaat. Melalui kesadaran mengenai kondisi yang tidak memuaskan, sehingga harus diperbaiki dengan kegiatan manusia (masyarakat) sendiri, kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan, serta adanya kepercayaan diri bahwa ia dapat memberikan sumbangan yang bermanfaat adalah merupakan landasan tumbuhnya interaksi dan komunikasi tersebut. Sementara itu, Cohen dan Uphoff (1977) dalam Intania (2003) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu:

10 a. Tahap pengambilan keputusan (perencanaan) yang diwujudkan dengan keikutsertaan masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud di sini yaitu pada saat perencanaan suatu kegiatan. b. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat berupa partisipasi dalam bentuk sumbangan pikiran, partisipasi dalam bentuk sumbangan materi, dan partisipasi dalam bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek. c. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan sebagai indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek yang dirasakan berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. d. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang secara sukarela tanpa dipaksa sebagaimana yang dijelaskan oleh Sastropoetro (1988) dalam Suhendar (2004) bahwa partisipasi adalah keterlibatan spontan dengan kesadaran disertai tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang menurut Pangestu dalam Pratiwi (2008) meliputi dua hal, yaitu: a. Faktor internal dari individu yang mencakup ciri-ciri atau karakteristik individu yang meliputi: umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, luas lahan garapan, pendapatan, pengalaman berusaha, dan kosmopolitan. b. Faktor eksternal yang merupakan faktor diluar karakteristik individu yang meliputi hubungan antara pengelola dengan masyarakat, kebutuhan masyarakat, pelayanan pengelola, dan kegiatan penyuluhan.

11 Selain faktor pendukung terdapat pula faktor penghambat partisipasi masyarakat. Menurut Nasdian (2003), faktor penghambat partisipasi antara lain adalah masalah struktural. Masalah struktural mengalahkan masyarakat lapisan bawah terhadap interest pribadi akibat aparatur pemerintah yang lebih kuat. Faktor lain yang menghambat partisipasi adalah budaya yang tumbuh dalam masyarakat, yakni sikap masyarakat yang pasrah terhadap nasib dan terlalu tergantung kepada pemimpin sehingga masyarakat menjadi kurang kreatif. Budaya tersebut secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang mendukungnya menurut Slamet (1994), yaitu: a. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi. b. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut. c. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya Menurut Sahidu (1998) dalam Suhendar (2004) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan untuk berpartisipasi adalah motif harapan, needs, rewards, dan penguasaan informasi. Faktor yang memberikan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi adalah pengaturan dan pelayanan, kelembagaan, struktur, dan stratifikasi sosial, budaya lokal, kepemimpinan, sarana, dan prasarana. Faktor yang mendorong adalah pendidikan, modal, dan pengalaman yang dimiliki.

12 2.1.3 Evaluasi Program Pengertian Evaluasi Program Evaluasi menurut Jabar dan Arikunto (2004) adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil sebuah keputusan. Menurut Deptan (1989) evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, efisiensi, efektivitas dan dampak kegiatan-kegiatan proyek atau program sesuai dengan tujuan yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi proyek dapat dilaksanakan pada waktu-waktu sebagai berikut: 1. Pada waktu pelaksanaan (proyek sedang berjalan atau on going evaluation). 2. Pada waktu penyelesaian (evaluasi akhir proyek atau terminal evaluation). 3. Beberapa tahun setelah proyek selesai (evaluasi dilakukan pada saat proyek diperkirakan telah berhasil mencapai perkembangannya secara penuh atau ex post evaluation). Deptan (1989) menjelaskan bahwa proyek atau program bertujuan untuk mengubah seperangkat sumber-sumber daya menjadihasil yang diinginkan melalui serangkaian kegiatan atau proses. Sumber-sumber daya yang diubah disebut input (masukan), sedangkan hasil yang dicapai dibagi menjadi tiga golongan yaitu output (hasil),effect (pengaruh langsung), dan impact (dampak). Musa (2005) memaparkan pengertian bahwa evaluasi program adalah suatu kegiatan untuk memperoleh gambaran tentang keadaan suatu objek yang dilakukan secara terencana, sistematik dengan arah dan tujuan yang jelas. Unsur-unsur pokok yang harus ada dalam kegiatan evaluasi menurut Musa (2005) adalah: objek yang dinilai, tujuan evaluasi, alat evaluasi, proses evaluasi, hasil evaluasi, standar yang dijadikan pembanding, dan proses perbandingan antara evaluasi dengan standar. Hasil evaluasi adalah sebagai bahan bagi pengambilan keputusan. Dalam evaluasi program terdapat tiga tujuan yang diperoleh, yaitu: a. Mengetahui sejauhmana tingkat keberhasilan atau ketercapaian apabila dibandingkan dengan rencana yang telah ditetapkan. b. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dari program yang sedang dilakukan.

13 c. Sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan program selanjutnya. Prinsip-prinsip yang perlu diindahkan ketika melakukan evaluasi program menurut Musa (2005), antara lain: 1. Obyektif, bahwa data dan informasi yang diperoleh adalah benar berdasarkan fakta yang ada. 2. Menyeluruh, bahwa data dan informasi yang diperoleh mencakup aspek-aspek dari program yang bersangkutan. 3. Partisipatif, bahwa data dan informasi yang diperoleh bukan semata-mata dari persepsi pihak evaluator, tetapi juga sumber informasi lain. Tayibnapis (2008) mengemukakan pemahaman evaluasi dengan memakai contoh kasus pendidikan. Evaluasi adalah penelitian yang sistematik atau yang teratur tentang manfaat atau guna berbagai objek (Join committee, 1981). Scriven (1996) dalam Tayibnapis (2008) membedakan evaluasi menjadi dua yaitu formatif dan sumatif. Evaluasi formatif dilaksanakan selama program berjalan untuk memberikan informasi kepada pemimpin program sebagai bahan perbaikan program. Evaluasi sumatif dilaksanakan pada akhir program untuk memberikan informasi kepada konsumen yang potensial tentang manfaat atau kegunaan program. Selain informasi formatif dan sumatif ada juga evaluasi internal dan eksternal, dimana evaluasi eksternal dilakukan oleh orang diluar program dan evaluasi internal dilakukan oleh orang dari dalam program. Evaluasi dapat memiliki dua fungsi, yaitu fungsi formatif dan fungsi sumatif. Fungsi formatif digunakan untuk perbaikan dan pengembangan program yang sedang berjalan, sedangkan fungsi sumatif digunakan sebagai pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau kelanjutan program. Oleh karena itu, evaluasi seharusnya dapat membantu pengembangan, implementasi, kebutuhan suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi, menambah pengetahuan, dan dukungan dari mereka yang terlibat. Committee on Standard for Educational Evaluation (Join Committee, 1981) yang diketuai oleh Daniel Stufflebeam mengembangkan standar untuk kegiatan evaluasi, yaitu: a. Utility (bermanfaat dan praktis)

14 b. Accuracy (secara tekhnik tepat) c. Feasibility (realitik dan teliti) d. Propriety (dilakukan dengan legal dan etik) Evaluasi yang baik adalah yang memberikan dampak positif pada perkembangan program. Menurut Jabar dan Arikunto (2004) evaluasi program adalah upaya untuk mengetahui implementasi dari suatu kebijakan. Dengan demikian, kegiatan evaluasi program mengacu pada tujuan atau dengan kata lain tujuan tersebut dijadikan tolak ukur keberhasilan suatu program. Terdapat dua macam tujuan evaluasi yaitu, tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum evaluasi diarahkan pada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus diarahkan pada masing-masing komponen program. Proses pengevaluasian memiliki enam pendekatan (Tayibnapis, 2008). Pendekatan yang dimaksud adalah berkaitan dengan tujuan dari pengevaluasian yang dilakukan. Pendekatan yang dilakukan menilai dari segi mana baiknya proses evaluasi dijalankan. Terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam mengevaluasi program, diantaranya adalah: 1. Pendekatan Eksprimental Tujuan dari pendekatan ini adalah memperoleh kesimpulan yang bersifat umum tentang dampak suatu program dengan menciptakan situasi yang dikontrol, seperti membandingkan kelompok yang menerima program dan yang tidak. Pendekatan ini membuat evaluator sebagai orang ketiga yang objektif dalam menarik kesimpulan. 2. Pendekatan yang berorientasi pada pencapaian tujuan Pada pendekatan ini evaluator mencoba mengukur sampai dimana pencapaian tujuan telah dicapai. Evaluator juga dapat membantu klien menerangkan rencana penerapan dan melihat proses pencapaian tujuan yang memperlihatkan kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai rencana. 3. Pendekatan yang berfokus kepada keputusan Pendekatan ini menekankan peranan informasi yang sistematik untuk pengelola program dalam menjalankan tugasnya. Pada pendekatan ini evaluator memerlukan dua macam informasi dari klien. Pertama ia harus

15 mengetahui butir-butir keputusan penting pada setiap periode selama program berjalan. Kedua ia perlu mengetahui macam informasi yang mungkin akan sangat berpengaruh untuk setiap keputusan. Keunggulan program ini adalah perhatiannya terhadap kebutuhan pembuat keputusan dan kerelevanan program. 4. Pendekatan yang berorientasi kepada pemakai Pada pendekatan ini evaluator lebih terlibat dalam kegiatan program, mereka lebih bertindak sebagai orang dalam daripada sebagai konsultan luar. Pendekatan ini dilakukan dengan bersahabat, evaluator mencari pengetahuan tentang fungsi program dan keperluan orang-orang yang mempengaruhi keputusan. Pendekatan ini membuat evaluator dapat memberikan ide kepada kelompok pemakai, menerima saran mereka dan mengadaptasikan evaluasi sesuia dengan kebutuhan pemakai atau klien. Evaluator harus seorang yang komunikatif, karena interaksi dengan orang-orang program dan klien mempengaruhi kegunaan hasil evaluasi. 5. Pendekatan yang responsif Pendekatan ini berusaha mencari pengertian suatu isu dari berbagai sudut pandang dari semua orang yang terlibat, berminat, dan yang berkepentingan dengan program. Evaluator bertujuan berusaha mengerti urusan program melalui berbagai sudut pandang yang berbeda. Evaluasi responsif memiliki ciri-ciri penelitian yang kualitatif apa adanya. Evaluator harus dilatih teknik-teknik penelitian kualitatif. Kelebihan dari Pendekatan ini adalah memiliki kepekaan terhadap berbagai titik pandang. 6. Goal Free Evaluation (Evaluasi bebas tujuan) Ciri-ciri evaluasi ini adalah: evaluator sengaja menghindar untuk mengetahui tujuan program, tujuan yang telah dirumuskan terlebih dahulu tidak menyempitkan fokus evaluasi, berfokus pada hasil yang sebenarnya dan bukan pada hasil yang telah direncanakan, hubungan dengan orang-orang program dibuat seminimal mungkin dan evaluasi dimungkinkan akan ditemukannya dampak yang tidak diramalkan.

16 Pendekatan Evaluasi Berorientasi Pencapaian Tujuan (Goal Oriented Approach) Pendekatan yang berorientasi pada tujuan (goal oriented approach) menurut Tayibnapis (2008) merupakan pendekatan evaluasi dengan memakai tujuan program sebagai kriteria untuk menentukan sampai sejauh mana program telah berhasil. Menurut Tyler dalam Jabar dan Arikunto (2004) goal oriented approach merupakan pendekatan evaluasi yang dilakukan secara berkesinambungan, terus-menerus, melihat sejauh mana tujuan sudah terlaksana dalam proses pelaksanaan program. Model ini memberikan petunjuk tentang perkembangan program, menjelaskan hubungan antara kegiatan khusus yang ditawarkan dan hasil yang akan dicapai. Dalam pendekatan ini terdapat hubungan yang logis antara kegiatan, hasil, dan prosedur pengukuran hasil. Pada pendekatan ini evaluator mencoba mengukur sejauh mana pencapaian tujuan telah dicapai. Evaluator membantu klien dalam merumuskan tujuan dan menjelaskan hubungan antara tujuan dan kegiatan, evaluator juga dapat membantu klien dalam menerangkan rencana penerapan dan melihat proses pencapaian tujuan yang memperlihatkan kemampuan program menjalankan kegiatan sesuai rencana. Pendekatan goal oriented mempengaruhi hubungan antara evaluator dengan klien, hal ini disebabkan karena proses dalam memperjelas tujuan memerlukan interaksi yang intens antara evaluator dengan klien. Pada pendekatan yang berorientasi tujuan evaluator juga menentukan sampai sejauh mana tujuan program telah tercapai dengan melihat dari tujuan umum dan tujuan khusus program tersebut. Dalam hal ini keberhasilan suatu program diukur dengan kriteria program khusus bukan dengan kelompok kontrol atau dengan perbandingan program lain. Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini memiliki kelebihan yang terletak pada hubungan antara tujuan dan kegiatan serta penekanan pada elemen yang penting dalam program yang melibatkan individu. Namun, keterbatasan pendekatan ini yaitu kemungkinan evaluasi melewati konsekuensi yang tidak diharapkan akan terjadi.

17 2.2 Kerangka Pemikiran Dalam evaluasi program pengelolaan sampah dapat melihat dengan menggunakan pendekatan evaluasi berorientasi tujuan (goal oriented approach) dari program pengelolaan sampah tersebut. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah mempengaruhi keberhasilan dan keefektifan dari adanya program pengelolaan sampah berbasis masyarakat, partisipasi masyarakat dapat dilihat melalui tahap sosialisasi, perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi mengenai pengelolaan sampah tersebut. Selain itu, terdapat faktor pendukung dan faktor penghambat yang mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut. Salah satu pengelolaan sampah yang dapat dievaluasi adalah pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilakukan warga Perumahan Pondok Pekayon Indah, Bekasi Selatan. Pengelolaan sampah yang dilakukan di kawasan ini adalah dengan membentuk Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Dalam pelaksanaan program GPL input yang tergolong dalam program ini yaitu para kader dan fasilitator GPL serta warga Kompleks PPI. Program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) yang utama adalah pemberdayaan masyarakat, pemilahan dan pengomposan sampah, serta pembibitan atau penghijauan. Program pengelolaan sampah berbasis masyarakat GPL yang dilakukan antara lain pemilahan sampah, pengomposan skala rumah tangga dan kawasan, keterampilan dari limbah atau sampah, penghijauan dan pembibitan, dan pembatan lubang biopori. Dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat tersebut melibatkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, menikmati hasil dan evaluasi sehingga dapat dilihat apakah terjadi ketercapaian tujuan program sesuai dengan visi dan misi dalam pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang telah ditetapkan Gerakan peduli Lingkungan (GPL) yakni menciptakan Pondok Pekayon Indah menjadi lingkungan yang bersih, sehat, asri, harmoni dan lestari serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pengelolaan dan pelestarian lingkungan.

18 PROSES INPUT a. Kader GPL b. Fasilitator GPL c. Warga PPI Pengelolaan sampah berbasis masyarakat: a. Pemilahan sampah b. Pengomposan skala RT dan kawasan c. Keterampilan dari limbah/sampah d. Penghijauan dan pembibitan e. Lubang biopori Tahap partisipasi: a. Sosialisasi b. Perencanaan c. Pelaksanaan d. Menikmati hasil e. Evaluasi OUTPUT Evaluasi Pendekatan Berorientasi Tujuan Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran Keterangan: : mempengaruhi 2.4 Definisi Konseptual 1. Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) adalah kelompok masyarakat Perumahan Pondok Pekayon Indah yang mempunyai komitmen tinggi dalam upaya melestarikan lingkungan, salah satunya melalui pengelolaan sampah berbasis masyarakat. 2. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah. 3. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela disertai dengan tanggung jawab terhadap keterlibatannya dalam program

19 pengelolaan sampah berbasis masyarakat oleh Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 4. Tahap perencanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam merencanakan dan membuat keputusan terhadap program yang yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 5. Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 6. Tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan masyarakat dalam menikmati hasil program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 7. Tahap evaluasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengevaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 8. Goal oriented approach adalah pendekatan evaluasi yang digunakan dalam mengevaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat dengan mengacu pada tujuan program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). 9. Pemilahan sampah rumah tangga adalah pengelolaan sampah yang dilakukan pada tingkat rumah tangga dengan cara memilah sampah rumah tangga (organik, anorganik, dan sampah B3). 10. Pengelolaan kompos kawasan adalah pengelolaan sampah yang dilakukan secara bersama-sama warga PPI (sampah berasal dari lingkungan sekitar tempat tinggal). 11. Daur ulang sampah anorganik adalah pengelolaan sampah dengan memanfaatkan sampah anorganik menjadi barang yang memiliki nilai jual. 12. Penghijauan dan pembibitan adalah salah satu upaya untuk menciptakan lingkungan yang lebih asri, nyaman dan menciptakan udara segar bagi sekitar dengan cara penghijauan atau pembibitan. 13. Pembuatan lubang Biopori adalah metode resapan air dengan tujuan untuk meningkatkan daya resap air pada tanah dengan cara membuat lubang pada tanah dan menimbunnya dengan sampah organik untuk menghasilkan kompos.

20 14. Kader GPL adalah anggota tetap GPL yang juga menjadi anggota majlis ta lim darussalam dan taman bacaan. 15. Fasilitator GPL adalah perwakilan dari setiap RW sasaran yang menjadi penanggung jawab setiap kegiatan GPL. 2.5 Definisi Operasional 1. Sosialisasi program adalah tahap penyampaian informasi dan publikasi dari Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) kepada warga PPI, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terdapat 6 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban Ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0. Sosialisasi baik yaitu nilai 4-6 Sosialisasi buruk yaitu nilai Tahap perencanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam merencanakan dan membuat keputusan terhadap program yang akan dijalankan. Pada tahap perencanaan yang dinilai adalah keterlibatan responden dalam program dan keahdiran responden dalam rapat perencanaan program serta melihat keaktifan dalam rapat tersebut. Terdapat 4 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban Ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0. Untuk pertanyaan mengenai kehadiran dalam rapat memiliki nilai berbeda, kehadiran 4 kali diberi nilai 4, kehadiran > 2 kali diberi nilai 3, jika kehadirannya 2 kali diberi nilai 2, kehadiran < 2 kali diberi nilai 1 dan jika tidak pernah hadir dalam rapat diberi nilai 0. Untuk pertanyaan mengenai perilaku yang responden lakukan dalam rapat perencanaan diberi nilai 1-4. Partisipasi tinggi yaitu nilai 6-10 Partisipasi rendah yaitu nilai Tahap pelaksanaan adalah keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Partisipasi pada tahap pelaksanaan dinilai berdasarkan keikutsertaan responden dalam programprogram Gerakan peduli Lingkungan (GPL). Terdapat 15 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban Ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0.

21 Partisipasi tinggi yaitu nilai Partisipasi rendah yaitu nilai Tahap menikmati hasil adalah keikutsertaan masyarakat dalam menikmati hasil program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Pada tahap menikmati hasil dinilai dari manfaat yang dirasakan responden setelah adanya program Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Terdapat 2 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban Ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0. Partisipasi tinggi yaitu nilai 2 Partisipasi rendah yaitu nilai Tahap evaluasi adalah keikutsertaan masyarakat dalam mengevaluasi program pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dilaksanakan Gerakan Peduli Lingkungan (GPL). Terdapat 2 pertanyaan yang terkait dengan variabel ini. Dengan kategori: jawaban Ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0. Partisipasi tinggi yaitu nilai 2 Partisipasi rendah yaitu nilai 0-1

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. manusia yang beragam jenisnya maupun proses alam yang belum memiliki nilai II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Sampah Sampah merupakan barang sisa yang sudah tidak berguna lagi dan harus dibuang. Berdasarkan istilah lingkungan untuk manajemen, Basriyanta

Lebih terperinci

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN

B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN B P L H D P R O V I N S I J A W A B A R A T PENGELOLAAN SAMPAH DI PERKANTORAN 1 Sampah merupakan konsekuensi langsung dari kehidupan, sehingga dikatakan sampah timbul sejak adanya kehidupan manusia. Timbulnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk sangat besar di dunia setelah negara China dan India. Semakin bertambahnya jumlah penduduk dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Pesatnya pertambahan penduduk menyebabkan meningkatnya berbagai aktivitas sosial ekonomi masyarakat, pembangunan fasilitas kota seperti pusat bisnis, komersial dan industri,

Lebih terperinci

BAB II PENDEKATAN TEORITIS

BAB II PENDEKATAN TEORITIS BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian, Jenis, dan Sumber Sampah Berdasarkan ciri-cirinya, sampah adalah sisa-sisa bahan yang telah mengalami perlakuan,baik karena telah diambil

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN

BAB III PENDEKATAN LAPANGAN BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan didukung data kualitatif. Seluruh data yang dikumpulkan dari penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sampah Manusia dalam aktivitasnya tidak terlepas dari kebutuhan terhadap ruang untuk memanfaatkan sumberdaya alam dan lingkungan. Sadar atau tidak dalam proses pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang

BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT. Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang 25 BAB II TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT 2.1 Pengertian sampah dan sejenisnya Lingkungan hidup manusia adalah jumlah semua benda dan kondisi yang ada dalam ruangan yang ditempati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Sampah Sampah didefinisikan sebagai semua buangan yang dihasilkan dari aktivitas manusia dan hewan yang berupa padatan, yang dibuang karena sudah tidak berguna atau

Lebih terperinci

Gambar 2.1 organik dan anorganik

Gambar 2.1 organik dan anorganik BAB II SAMPAH DAN TEMPAT SAMPAH 2.1 Pembahasan 2.1.1 Pengertian Sampah Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah merupakan konsep buatan manusia,dalam

Lebih terperinci

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

PENGELOLAAN PERSAMPAHAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN 1. LATAR BELAKANG PENGELOLAAN SAMPAH SNI 19-2454-1991 tentang Tata Cara Pengelolaan Teknik Sampah Perkotaan, mendefinisikan sampah sebagai limbah yang bersifat padat, terdiri atas

Lebih terperinci

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH

KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH ABSTRAK KAJIAN PELUANG BISNIS RUMAH TANGGA DALAM PENGELOLAAN SAMPAH Peningkatan populasi penduduk dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kuantitas sampah kota. Timbunan sampah yang tidak terkendali terjadi

Lebih terperinci

BAB III STUDI LITERATUR

BAB III STUDI LITERATUR BAB III STUDI LITERATUR 3.1 PENGERTIAN LIMBAH PADAT Limbah padat merupakan limbah yang bersifat padat terdiri dari zat organic dan zat anorganik yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sampah merupakan suatu sisa-sisa benda yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah bisa juga diartikan oleh manusia menurut keterpakaiannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang sangat kompleks. Serta peraturan di indonesia memang agak rumit, dan tidak benar-benar memakai konsep

Lebih terperinci

Mulai. Sistem Pengolahan Sampah Organik dan Anorganik. Formulasi Masalah. Menentukan Tujuan sistem. Evaluasi Output dan Aspek

Mulai. Sistem Pengolahan Sampah Organik dan Anorganik. Formulasi Masalah. Menentukan Tujuan sistem. Evaluasi Output dan Aspek Lampiran 1. Bagan Alir Penelitian Mulai Sistem Pengolahan Sampah Organik dan Anorganik Analisis Kondisi Aktual Menentukan stakeholder sistem Kondisi Saat Ini Menentukan kebutuhan stakeholder sistem Ya

Lebih terperinci

pendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang.

pendahuluan dilakukan untuk memperoleh hasil pengolahan atau daur ulang yang mengefektifkan pengolahan sampah selanjutnya, termasuk upaya daur ulang. BAB VI POTENSI REDUKSI SAMPAH DI KOMPLEKS PERUMAHAN BBS KELURAHAN CIWEDUS KOTA CILEGON BANTEN 6.1. Konsep Pemilahan Sampah Dalam usaha mengelola limbah atau sampah secara baik, ada beberapa pendekatan

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA)

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (STUDI KASUS DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA) Oleh : Shinta Dewi Astari 3308 202 006 Dosen Pembimbing : I.D.A.A Warmadewanthi, ST., MT., Ph.D. PROGRAM

Lebih terperinci

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN. Yemima Agnes Leoni 1 D Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1

STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN. Yemima Agnes Leoni 1 D Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1 STUDI PENGELOLAAN SAMPAH BANDARA HASANUDDIN Yemima Agnes Leoni 1 D 121 09 272 Mary Selintung 2 Irwan Ridwan Rahim 3 1 Mahasiwa S1 Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin.

Sampah manusia: hasil-hasil dari pencernaan manusia, seperti feses dan urin. 1. DEFINISI SAMPAH Sampah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Sementara di dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, disebutkan

Lebih terperinci

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR

DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR DAMPAK KEBERADAAN TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) TERHADAP KONDISI LINGKUNGAN DI DESA SUKOSARI KECAMATAN JUMANTONO KABUPATEN KARANGANYAR A. Latar Belakang Masalah Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI

PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI PEMILIHAN DAN PENGOLAHAN SAMPAH ELI ROHAETI Sampah?? semua material yang dibuang dari kegiatan rumah tangga, perdagangan, industri dan kegiatan pertanian. Sampah yang berasal dari kegiatan rumah tangga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK SAMPAH KOTA BOGOR 1. Sifat Fisik Sampah Sampah berbentuk padat dibagi menjadi sampah kota, sampah industri dan sampah pertanian. Komposisi dan jumlah

Lebih terperinci

1. Pendahuluan ABSTRAK:

1. Pendahuluan ABSTRAK: OP-26 KAJIAN PENERAPAN KONSEP PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU DI LINGKUNGAN KAMPUS UNIVERSITAS ANDALAS Yenni Ruslinda 1) Slamet Raharjo 2) Lusi Susanti 3) Jurusan Teknik Lingkungan, Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

Profil Orgic's Home Generasi Muda Peduli Sampah

Profil Orgic's Home Generasi Muda Peduli Sampah Profil Orgic's Home Generasi Muda Peduli Sampah Profil Perusahaan Nama Perusahaan : ORGIC'S HOME GENERASI MUDA PEDULI SAMPAH Logo Perusahaan : Nama Pengusaha : Team ORGIC'S HOME Alamat : Wonorejo Rt 02

Lebih terperinci

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah

BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah BAB VII ANALISIS DAYA DUKUNG LINGKUNGAN UPS MUTU ELOK 7.1. Jumlah Timbulan Sampah dan Kapasitas Pengelolaan Sampah Total timbulan sampah yang diangkut dari Perumahan Cipinang Elok memiliki volume rata-rata

Lebih terperinci

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA

BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA BAB V IMPLEMENTASI PROGRAM KOMPOSTING RUMAH TANGGA 5.1 Latar Belakang Program Setiap rumah tangga adalah produsen sampah, baik sampah organik maupun sampah anorganik. Cara yang paling efektif untuk mengatasi

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG

PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KATINGAN NOMOR : 3 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah

BAB I PENDAHULUAN. kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat. Gambar 1.1 Tempat Penampungan Sampah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Masalah sampah di Indonesia merupakan salah satu permasalahan yang kompleks. Selain karena pengelolaannya yang kurang baik, budaya masyarakat Indonesia dalam membuang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA

PENGELOLAAN SAMPAH KERTAS DI INDONESIA PENGELOLAAN SAMPAH DI INDONESIA Oleh : Sri Wahyono *) Abstract Paper waste is one type of municipal solid wastes that is not properly manage yet. It contributes about ten percent of MSW. Indonesia paper

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari

I. PENDAHULUAN. Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari tidak terlepas dari keterkaitannya terhadap lingkungan. Lingkungan memberikan berbagai sumberdaya kepada manusia dalam

Lebih terperinci

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian

BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK. menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan plastik kemudian BAB VI PENGELOLAAN SAMPAH 3R BERBASIS MASYARAKAT DI PERUMAHAN CIPINANG ELOK 6.1. Pewadahan Sampah Pewadahan individual Perumahan Cipinang Elok pada umumnya dibagi menjadi tiga macam. Pertama, menggunakan

Lebih terperinci

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK

TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK TUGAS SANITASI MASYARAKAT TEKNOLOGI TEPAT GUNA PENGOLAHAN SAMPAH ANORGANIK Disusun Oleh : KELOMPOK Andre Barudi Hasbi Pradana Sahid Akbar Adi Gadang Giolding Hotma L L2J008005 L2J008014 L2J008053 L2J008078

Lebih terperinci

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR

DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KABUPATEN KARANGANYAR PENINGKATAN KESADARAN MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA 1. Latar Belakang Sampah yang menjadi masalah memaksa kita untuk berpikir dan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE) Disampaikan oleh: DINAS CIPTA KARYA DAN TATA RUANG KABUPATEN KENDAL 2016 Dasar hukum Pengelolaan Sampah Undang undang no. 18 tahun 2008 ttg Pengelolaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah

I. PENDAHULUAN. Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah sampah memang tidak ada habisnya. Permasalahan sampah sudah menjadi persoalan serius terutama di kota-kota besar, tidak hanya di Indonesia saja, tapi di seluruh

Lebih terperinci

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS)

PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) PENGAMBILAN DAN PENGUKURAN CONTOH TIMBULAN DAN KOMPOSISI SAMPAH BERDASARKAN SNI 19-3964-1994 (STUDI KASUS: KAMPUS UNMUS) Dina Pasa Lolo, Theresia Widi Asih Cahyanti e-mail : rdyn_qyuthabiez@yahoo.com ;

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisa terhadap 22 Kelurahan di

Lebih terperinci

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH

Bagaimana Solusinya? 22/03/2017 PENGELOLAAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS PENGERTIAN SAMPAH SOSIALISASI DAN PELATIHAN PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DI KOTA CIAMIS Nedi Sunaedi nedi_pdil@yahoo.com PENGERTIAN SAMPAH Suatu bahan yang terbuang dari sumber aktivitas manusia dan/atau alam yang tidak

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar

SATUAN ACARA PENYULUHAN. Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan : Kesehatan Lingkungan Sub Pokok Bahasan : Pegelolaan Sampah Sasaran : Masyarakat RW 04 Kelurahan Karang Anyar Waktu : 25 menit Hari / tanggal : Rabu, 30 April 2014

Lebih terperinci

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA

SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA SAMPAH SEBAGAI SUMBER DAYA I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Permasalahan Masalah sampah sebagai hasil aktivitas manusia di daerah perkotaan memberikan tekanan yang besar terhadap lingkungan, terutama

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013

PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 PEMBANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN ( Pertemuan ke-7 ) Disampaikan Oleh : Bhian Rangga Program Studi Pendidikan Geografi FKIP -UNS 2013 Standar Kompetensi 2. Memahami sumberdaya alam Kompetensi Dasar 2.3.

Lebih terperinci

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang

Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Potensi Penerapan Pengelolaan Sampah Permukiman Berbasis 3R di Kelurahan Tunjungsekar Kota Malang Sudiro 1), Arief Setyawan 2), Lukman Nulhakim 3) 1),3 ) Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sampah dan Jenis Sampah Sampah merupakan sesuatu yang dianggap tidak berharga oleh masyarakat. Menurut Hadiwiyoto (1983), sampah adalah sisa-sisa bahan yang mengalami perlakuan-perlakuan,

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Mandiri Berbasis Masyarakat. Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY

Pengelolaan Sampah Mandiri Berbasis Masyarakat. Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY Pengelolaan Sampah Mandiri Berbasis Masyarakat Pendahuluan Oleh: Siti Marwati, M. Si Jurusan Pendidikan Kimia FMIPA UNY siti_marwati@uny.ac.id Sampah merupakan suatu barang yang dihasilkan dari aktivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dan merupakan tempat hidup mahluk hidup untuk aktivitas kehidupannya. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mengalami proses pembangunan perkotaan yang pesat antara tahun 1990 dan 1999, dengan pertumbuhan wilayah perkotaan mencapai 4,4 persen per tahun. Pulau Jawa

Lebih terperinci

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang

Kata Kunci: Evaluasi, Masa Pakai, Reduksi, Pengomposan, Daur Ulang PERANSERTA MASYARAKAT DALAM USAHA MEMPERPANJANG MASA PAKAI TPA KEBON KONGOK KOTA MATARAM Imam Azhary, Ellina S. Pandebesie Program Pascasarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITS Email: imam_dpu@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI

BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI BAB IV STRATEGI PENGEMBANGAN SANITASI Perumusan strategi dalam percepatan pembangunan sanitasi menggunakan SWOT sebagai alat bantu, dengan menganalisis kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada tiap

Lebih terperinci

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA

KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA KAJIAN MODEL PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOCOLO KOTA SURABAYA Shinta Dewi Astari dan IDAA Warmadewanthi Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP Program Pascasarjana, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011

Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 Lampiran IA Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 12/SE/M/2011 Tanggal : 31 Oktober 2011 KATA PENGANTAR Bertambahnya produksi sampah diberbagai kota dewasa ini tidak lepas dari perubahan pola hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan yang kotor merupakan akibat perbuatan negatif yang harus ditanggung alam karena keberadaan sampah. Sampah merupakan masalah yang dihadapi hampir seluruh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengelolaan Sampah 1. Pengertian Pengertian sampah menurut Slamet dalam Sunarti (2002 ; 8) adalah sesuatu yang tidak dikehendaki lagi oleh yang punya dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara

I. PENDAHULUAN. Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sampah masih merupakan masalah bagi masyarakat karena perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan sampah yang diolah tidak seimbang. Sampah merupakan

Lebih terperinci

PELESTARIAN LINGKUNGAN MELALUI TATAJER

PELESTARIAN LINGKUNGAN MELALUI TATAJER PELESTARIAN LINGKUNGAN MELALUI TATAJER Anitarakhmi Handaratri, Yuyun Yuniati Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Ma Chung Email: anita.hand@gmail.com, yuyun.yuniati@machung.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030,

BAB 1 : PENDAHULUAN. dan pengelolaan yang berkelanjutan air dan sanitasi untuk semua. Pada tahun 2030, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan berdasarkan Sustainable Development Goals (SDGs) tahun 2030 pada sasaran ke enam ditujukan untuk mewujudkan ketersediaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupannya sehari-hari, manusia tidak bisa dilepaskan dari suatu benda. Benda ini ada yang dapat digunakan seutuhnya, namun ada juga yang menghasilkan sisa

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT

EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT EVALUASI PROGRAM PENGELOLAAN SAMPAH BERBASIS MASYARAKAT (Studi Kasus: Pengelolaan Sampah Terpadu Gerakan Peduli Lingkungan (GPL) Perumahan Pondok Pekayon Indah, Kelurahan Pekayon Jaya, Bekasi Selatan)

Lebih terperinci

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK

EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK EVALUASI SISTEM PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KOTA TRENGGALEK Joko Widodo dan Yulinah Trihadiningrum Program Pasca Sarjana Jurusan Teknik Lingkungan FTSP - ITS Surabaya ABSTRAK Pembuangan akhir sampah yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN JEPARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA., Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk dan perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang

BAB I PENDAHULUAN. PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PPK Sampoerna merupakan Pusat Pelatihan Kewirausahaan terpadu yang dibangun di atas lahan seluas 27 Ha di Dusun Betiting, Desa Gunting, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan

VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan VII. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Visi Pengelolaan Kebersihan Lingkungan Berkelanjutan TPA Bakung kota Bandar Lampung masih belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, karena belum adanya salahsatu komponen dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN LOKASI Penelitian dimulai pada bulan Oktober sampai Desember 2008, bertempat di beberapa TPS pasar di Kota Bogor, Jawa Barat yaitu pasar Merdeka, pasar Jl. Dewi

Lebih terperinci

KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104

KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104 KONSEP PENANGANAN SAMPAH TL 3104 Environmental Engineering ITB - 2010 KELOMPOK 2 Dian Christy Destiana 15308012 Vega Annisa H. 15308014 Ratri Endah Putri 15308018 M. Fajar Firdaus 15308020 Listra Endenta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi

INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO. Oleh: Chrisna Pudyawardhana. Abstraksi INVENTARISASI SARANA PENGELOLAAN SAMPAH KOTA PURWOKERTO Oleh: Chrisna Pudyawardhana Abstraksi Pengelolaan sampah yang bertujuan untuk mewujudkan kebersihan dan kesehatan lingkungan serta menjaga keindahan

Lebih terperinci

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM

BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN HUBUNGANNYA DENGAN PERUBAHAN PERILAKU PESERTA PROGRAM Partisipasi merupakan keterlibatan seseorang atau masyarakat untuk berperanserta secara aktif dalam suatu kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi

BAB I PENDAHULUAN. mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan hidup yang semakin tinggi membuat manusia mengabaikan pentingnya menjaga lingkungan hidup. Untuk mencapai kondisi masyarakat yang hidup sehat

Lebih terperinci

KUISIONER FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG APUNG RT10/01 KELURAHAN KAPUK JAKARTA BARAT

KUISIONER FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG APUNG RT10/01 KELURAHAN KAPUK JAKARTA BARAT KUISIONER FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KAMPUNG APUNG RT10/01 KELURAHAN KAPUK JAKARTA BARAT 1. Nama Responden : 2. Jenis Kelamin : 3. Umur : a) Usia Produktif

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan

BAB I. PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan hidup merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan kota. Angka pertumbuhan penduduk dan pembangunan kota yang semakin meningkat secara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bagian ini akan membahas mengenai kesimpulan dan rekomendasi yang didapat dari hasil analisis tata kelola persampahan berkelanjutan di Kawasan Perkotaan Sumedang yang

Lebih terperinci

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA

DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA DAMPAK SAMPAH TERHADAP KESEHATAN LINGKUNGAN DAN MANUSIA Imran SL Tobing Fakultas Biologi Universitas Nasional, Jakarta ABSTRAK Sampah sampai saat ini selalu menjadi masalah; sampah dianggap sebagai sesuatu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR

PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR PEMERINTAH KOTA DENPASAR TPST-3R DESA KESIMAN KERTALANGU DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN KOTA DENPASAR VISI DAN MISI VISI Meningkatkan Kebersihan dan Keindahan Kota Denpasar Yang Kreatif dan Berwawasan

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Kota Depok. Alin Halimatussadiah Universitas Indonesia

Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Kota Depok. Alin Halimatussadiah Universitas Indonesia Pengelolaan Sampah Berkelanjutan untuk Kota Depok Alin Halimatussadiah Universitas Indonesia Status & Perkembangan Pengelolaan Sampah di Depok 1 TPA Cipayung, overloaded, didirikan 1987 Rencana pemanfaatan

Lebih terperinci

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI POLEWALI MANDAR BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN POLEWALI MANDAR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN KEBERSIHAN KOTA KABUPATEN POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL )

PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) PRESENTASI TESIS PENGELOLAAN SAMPAH PERMUKIMAN DI KAWASAN PERDESAAN KABUPATEN PONOROGO ( STUDI KASUS KECAMATAN BUNGKAL ) DOSEN PEMBIMBING Prof. Dr. YULINAH TRIHADININGRUM, MApp.Sc OLEH : MALIK EFENDI (3310202708)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Penduduk dan Timbulan Sampah di Provinsi DKI Jakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk Jakarta cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai perubahan pola konsumsi dan gaya hidup turut meningkatkan jumlah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kapasitas atau jumlah tonnasenya. Plastik adalah bahan non-biodegradable atau tidak 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Plastik adalah material sintetis yang berupa senyawa polimer yang unsur utamanya adalah karbon dan hidrogen atau hidrokarbon. Sejak ditemukan material plastik maka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah persampahan kota hampir selalu timbul sebagai akibat dari tingkat kemampuan pengelolaan sampah yang lebih rendah dibandingkan jumlah sampah yang harus dikelola.

Lebih terperinci

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP

PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP 36 PERINGATAN HARI LINGKUNGAN HIDUP 37 EKSPOSE P1 ADIPURA TAHUN 2017 / 2018 21 38 39 KOORDINASI PENYAMBUTAN PENGHARGAAN TENTANG LINGKUNGAN HIDUP Merupakan kegiatan untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aktivitas manusia dalam memanfaatkan alam selalu meninggalkan sisa yang dianggapnya sudah tidak berguna lagi, sehingga diperlakukan sebagai barang buangan, yaitu

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite 94 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan responden pemukiman elite seluruhnya memiliki bak tempat sampah sendiri sedangkan responden pemukiman kumuh

Lebih terperinci

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat Direktorat Pengembangan PLP Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat APA YANG DISEBUT SANITASI?? Perpres 185/2014

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian sampah Sampah adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi bagi sebagian orang masih bisa dipakai jika dikelola

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo

BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo BAB II DESKRIPSI BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA PROBOLINGGO 2.1. Sejarah Singkat Badan Lingkungan Hidup Kota Probolinggo Hingga pertengahan tahun 2005 pengelolaan lingkungan hidup di Kota Probolinggo dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA

BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA BAB IV STRATEGI UNTUK KEBERLANJUTAN LAYANAN SANITASI KOTA Bab empat ini merupakan inti dari Strategi Sanitasi Kota Bontang tahun 2011-2015 yang akan memaparkan antara lain tujuan, sasaran, tahapan pencapaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait antar satu dengan lainnya. Manusia membutuhkan kondisi lingkungan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua kegiatan manusia pada awalnya adalah untuk memanfaatkan sumber daya alam yang berasal dari lingkungan demi memenuhi kebutuhan dan kelangsungan hidupnya, yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Model Pemodelan merupakan suatu aktivitas pembuatan model. Secara umum model memiliki pengertian sebagai suatu perwakilan atau abstraksi dari sebuah objek atau situasi aktual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi

BAB I PENDAHULUAN. menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pembangunan pada hakekatnya adalah kegiatan manusia dalam menggali dan mengolah sumber daya alam dengan sebaik-baiknya yang meliputi air, udara, tanah

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN

PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN PEDOMAN PENGELOLAAN SAMPAH MELALUI 3R UNTUK KADER LINGKUNGAN PROYEK PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH DAERAH UNTUK KEGIATAN 3R DAN PENGELOLAAN SAMPAH DI REPUBLIK INDONESIA Kata Pengantar

Lebih terperinci

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro

Kata kunci : Sampah, Reduksi, daur ulang, kawasan komersial dan Malioboro ANALISIS POTENSI REDUKSI SAMPAH DI KAWASAN KOMERSIAL MALIOBORO KOTA YOGYAKARTA Cesaria Eka Yulianti Sri Hastuti dan Susi Agustina Wilujeng Jurusan Teknik Lingkungan, FTSP-ITS Kampus ITS Sukolilo Surabaya

Lebih terperinci

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik

MAKALAH PROGRAM PPM. Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik MAKALAH PROGRAM PPM Pemilahan Sampah sebagai Upaya Pengelolaan Sampah Yang Baik Oleh: Kun Sri Budiasih, M.Si NIP.19720202 200501 2 001 Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk dan aktivititas masyarakat di daerah perkotaan makin meningkat seiring dengan kemajuan teknologi, yang juga akan membawa permasalahan lingkungan.

Lebih terperinci

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr)

BANTAENG, 30 JANUARI (Prof. DR. H.M. NURDIN ABDULLAH, M.Agr) LAMPIRAN V PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.53/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM ADIPURA FORMULIR ISIAN SISTEM MANAJEMEN PROGRAM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU,

PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU, PERATURAN DAERAH KOTA BAU-BAU NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN KEBERSIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BAU-BAU, Menimbang : a. bahwa kebersihan merupakan salah satu segi kehidupan yang

Lebih terperinci

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar

Pengelolaan Sampah Terpadu. Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat Kelurahan Karang Anyar Pesatnya pembangunan perkotaan tidak hanya menimbulkan dampak positif bagi berkembangnya kota tersebut tetapi juga menimbulkan dampak

Lebih terperinci