BAB III METODE PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III METODE PENELITIAN"

Transkripsi

1 52 BAB III METODE PENELITIAN Penelitan ini membahas mengenai proses pengolahan dan intepretasi data pengukuran geolistrik resistivitas untuk menentukan kedalaman lapisan batuan yang mengandung air tanah (aquifer). Data hasil pengukuran berupa nilai apparent resistivity diolah dengan teknik intepretasi secara manual dan software. Penelitian ini disusun menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Analisis dilakukan menggunakan metode deskriptif, yaitu mengintepretasikan lokasi penyebaran jenis dan kedalaman batuan yang membawa air tanah (aquifer) berdasarkan hasil penampang resistivitas yang dikorelasikan dengan data lain berupa peta geologi untuk memastikan letak dan kedalaman aquifer. Analisis kuantitatif dilakukan dengan mengetahui nilai resistivitas bawah permukaan yang mengindikasikan suatu jenis batuan dengan nilai resistivitas tertentu Lokasi dan Desain Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan data hasil pengukuran geolistrik resistivitas tim peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (PUSAIR) yang dilakukan di daerah Tonga, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Pengukuran geolistrik resistivitas yang dilakukan di daerah penelitian, yaitu: 1. VES (Vertical Electrical Sounding) Dilakukan untuk menduga jenis dan ketebalan batuan di satu titik pengukuran secara tegak sesuai dengan kedalaman yang diperlukan. Jadi pengukuran geolistrik resistivitas dengan cara VES ini dilakukan untuk menentukan variasi litologi di bawah titik pengukuran secara vertikal. 2. Tomografi (Imaging) Dilakukan untuk memetakaan litologi bawah permukaan lintasan pengukuran secara lateral dan vertikal. Pada pengukuran geolistrik tomografi dihasilkan suatu penampang bawah permukaan dalam bentuk 2D yang mencerminkan litologi bawah permukaan lintasan daerah pengukuran berdasarkan distribusi nilai resistivitas bawah permukaan.

2 53 Susunan elektroda yang dilaksanakan di lapangan untuk pengambilan data geolistrik VES menggunakan susunan elektroda konfigurasi wenner. Pengukuran VES dilakukan bertahap secara manual, memindahkan 4 elektroda bersamaan untuk setiap kedalaman sebanyak 24 kali pengukuran. Sedangkan pengambilan data tomografi dilakukan secara otomatis menggunakan peralatan SYSCAL Junior Switch IRIS buatan Perancis. Susunan elektroda yang digunakan adalah wennerschlumberger dengan jarak antar elektroda atau spasi elektroda 10 m dan total panjang lintasan adalah 480 m dengan 48 eletroda. Lokasi kegiatan pengukuran geolistrik resistivitas ini memiliki luas area sekitar kurang lebih 4 ha di aera sekitar Gudang Logistik yang termasuk daerah Tonga yaitu Desa Pangikiran Dolok, Kecamatan Barumun Tengah, Kabupaten Padang Lawas, Provinsi Sumatera Utara. Pengukuran geolistrik VES dan tomografi dilakukan di beberapa titik dan lintasan sekitar gudang logistik. Dan jumlah data pengukuran geolistrik resistivitas yang diolah oleh penulis dalam penelitian kali ini yaitu lima titik VES dan dua lintasan tomografi di sekitar area gudang logistik. Secara lengkap lokasi pengukuran ditunjukkan pada gambar (3.1). Pengukuran geolistrik di lapangan dilakukan setelah pemetaan dan pengecekan kondisi geologi permukaan untuk mengetahui penyebaran jenis batuan di sekitar lokasi pengukuran berdasarkan peta geologi regional yang ada, seperti yang ditunjukkan oleh gambar (3.2). Berdasarkan informasi pemetaan geologi permukaan yang diperoleh dari tim survey PU serta studi literatur dengan dasar peta geologi regional lembar Padang Sidempuan dan Sibolga (Kartawa dkk dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1982, lembar ) dengan skala 1 : , diketahui bahwa batuan penyusun di sekitar daerah penelitian berumur Miosen sampai Pliosen. Batuan tersebut terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau, batugamping, serpih dan alluvium. Singkapan batupasir yang termasuk Formasi Petani dijumpai di lokasi penelitian sekitar hutan Akasia. Penyebaran Formasi Petani cukup luas di area penelitian geolistrik sekitar Gudang Logistik, dimana formasi ini tersusun atas litologi serpih, batupasir, batulanau, dan batupasir kapuran. Adapun urutan-urutan umur batuan paling tua sampai muda di daerah penelitian adalah:

3 54 1. Formasi Sihapas Batuan yang termasuk dalam Formasi Sihapas (Tms) berumur Miosen bawah termasuk kelompok Kampar, terdiri dari konglomerat, breksi, batupasir, batulanau dan lapisan serpih yang tipis-tipis. Ketebalan formasi Sihapas antara m yang diendapkan di lingkungan transisi antara darat sampai pantai laut dangkal. 2. Formasi Telisa Batuan yang termasuk dalam Formasi Telisa (Tmt) berumur Miosen Tengah, terdiri dari serpih banyak mengandung berfosil laut dengan lapisan tipis glaukonit, batupasir berbutir halus, batulanau dan lapisan tipis batugamping yang berselingan dengan serpih. Ketebalan Formasi Telisa sekitar 250 m yang diendapkan di lingkungan laut dangkal sampai dalam. 3. Formasi Petani Formasi Petani (Tup) berumur Miosen Atas - Pliosen, terdiri dari batuan berupa serpih berwarna abu-abu kehijauan dengan selang-seling batupasir dan batulanau serta lapisan tipis batubara, batupasir karbonat yang kadang-kadang mempunyai struktur jejak binatang (bioturbasi), batulumpur berwarna kuning, batupasir dan batulanau. Ketebalan Formasi Petani berkisar antara m yang diendapkan di lingkungan laut dangkal. 4. Alluvium Alluvium (Qh) adalah hasil rombakan dari semua batuan yang telah ada, berupa bongkah batu, kerakal, kerikil, pasir dan lempung, rawa bakau, fluviatil, endapan asal laut dan lakustrin. Umumnya menempati bagian daerah di pinggir sungai dan pantai.

4 55 Gambar 3.1 Lokasi Pengukuran Geolistrik Resistivitas. Gambar 3.2 Penampang Geologi daerah penelitian yang dimodifikasi oleh tim balitbang PU (Kartawa dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1982, lembar ).

5 Diagram Alir Pengolahan Data Sebelum melakukan pemetaan bawah permukaan dengan penyelidikan geolistrik resistivitas, terlebih dahulu dilakukan pemetaan geologi permukaan oleh tim survey PU dengan dasar peta geologi regional daerah penelitian. Data hasil pemetaan geologi permukaan diintepretasi secara langsung dengan menganalisis data hasil pemetaan dan pengukuran lapangan baik morfologi maupun stratigrafi batuan. Hasil analisis pemetaan geologi permukaan ini bertujuan untuk memberikan gambaran penyebaran litologi permukaan di daerah penelitian. Karena dengan mengetahui gambaran penyebaran litologi permukaan, akan mempermudah intepretasi hasil pengukuran geolistrik untuk memastikan potensi yang ada, termasuk potensi air tanah akibat dari pengaruh formasi geologi daerah penelitian. Dalam penelititan kali ini, data hasil pengukuran geolistrik resistivitas diolah dengan menggunakan dua teknik intepretasi yaitu, teknik intepretasi secara manual dengan menggunakan teknik kurva matching, metode lapisan Barnes dan Kumulatif Moore. Dan teknik intepretasi dengan menggunakan software yaitu, Ipi2win untuk data sounding dan Res2divn untuk data tomografi. Secara umum tahapan-tahapan pengolahan data geolistrik resistivitas dengan teknik intepretasi manual dan software yaitu: 1. Teknik Intepretasi Manual Dalam teknik intepretasi manual, data pengukuran geolistrik yang diolah yaitu data geolistrik resistivitas VES. Secara umum pengolahan data geolistrik VES ini dilakukan dengan teknik curve matching (pencocokkan kurva), yaitu mencocokan data lapangan dengan kurva standar (baku) yang telah ada untuk mengetahui susunan litologi bawah permukaan secara vertikal. Tidak semua titik duga menghasilkan lengkung (kurva) yang dapat diintepretasikan, maka disamping pembuatan lengkung duga juga dilakukan perhitungan resistivitas murni dengan metode lapisan Barnes untuk setiap kedalaman 10 m. Hasilnya menggambarkan perubahan litologi bardasarkan resistivitasnya. Selain itu dilakukan perhitungan dengan menggunakan Kumulatif Moore, untuk memperoleh gambaran batas lapisan litologi.

6 57 Jadi pada teknik intepretasi manual, dilakukan mapping secara vertikal untuk menentukan litologi bawah permukaan secara vertikal dan mapping secara lateral untuk melihat penyebaran litologi bawah permukaan secara lateral sesuai kedalaman yang dibutuhkan. Hasil mapping dengan teknik intepretasi ini berupa penampang 1D dan 2D, dimana penampang 2D dibuat dari hasil korelasi titik VES satu dengan titik VES lainnya sesuai kebutuhan. Hasil ini mencerminkan litologi bawah permukaan titik ukur. Hasil penampang tersebut dianalisis untuk kemudian ditentukan lapisan yang kira-kira bentindak sebagai akuifer. 2. Teknik Intepretasi dengan Software Dalam teknik intepretasi ini data pengukuran geolistrik yang diolah yaitu, data geolistrik resistivitas VES dan tomografi. Data diolah menggunakan bantuan perangkat lunak (software) yaitu, software Ipi2win untuk data VES dan software Res2divn untuk data tomografi. Prinsip pengolahan data VES dengan sama dengan kurva matching, yaitu dengan mencocokkan kurva plot data lapangan dengan kurva model (kurva standar). Namun yang membedakannya pada software Ipi2win, hasil pencocokkan kurva ditentukan oleh proses inversi yang bekerja dengan algoritma tertentu. Dari hasil kurva resistivitas 1D ini kemudian dibuat penampang resistivitas 2D. Penampang 2D pada software Ipi2win dibuat dengan mengkorelasikan antara titik VES satu dengan titik VES lainnya yang dibuat dalam bentuk pseudo cross section. Hasil model struktur bawah permukaan bumi digambarkan dalam citra perlapisan berwarna. Setiap warna mewakili suatu nilai resistivitas tertentu. Untuk mengintepretasi struktur litologi bawah permukaan dibawah titik pengukuran, dilakukan dengan melihat citra perlapisan berwarna ini sebagai fungsi kedalaman. Dari hasil analisis ini, dapat diketahui gambaran litologi bawah permukaan dibawah titik pengukuran dan dapat diduga lapisan yang bertindak sebagai sebagai akuifer. Sedangkan pengolahan data tomografi dengan menggunakan software Res2divn bertujuan untuk membuat suatu model penampang bawah permukaan secara lateral dan vertikal sekaligus, baik dalam bentuk 2D atau 3D, dimana model penampang tersebut mencerminkan distribusi nilai

7 58 resistivitas sebenarnya dibawah permukaan bumi (dibawah titik pengukuran) dan kedalaman lapisan. Hasil penampang pada Res2divn diperoleh dari hasil inversi nilai apparent resistivity ( ). Tahap akhir dari penelitian ini adalah untuk menduga kedalaman air tanah di daerah penelitian berdasarkan hasil intepretasi data pengukuran geolistrik resistivitas yang diolah dengan teknik intepretasi secara manual dan software. Secara umum, diagram alur penelitian kali ini ditunjukkan oleh gambar (3.3).

8 59 Gambar 3.3 Diagram Alir Penelitiaan.

9 Pengolahan Data Resistivitas Sebelum melakukan pengukuran geolistrik untuk menentukan kedalaman air tanah, maka perlu dilakukan penyelidikan awal berupa pemetaan geologi permukaan. Pemetaan geologi permukaan dilakukan untuk mendapatkan gambaran geologi permukaan di daerah penelitian. Pemetaan ini dilakukan dengan pemetaan dan pengukuran lapangan, baik morfologi struktur maupun stratigrafi batuan. Pemetaan geologi permukaan di daerah Tonga dilakukan berdasarkan peta geologi regional lembar Padang Sidempuan dan Sibolga (Kartawa dkk dalam Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1982, lembar ) dengan skala 1: Kemudian data informasi hasil survei dievaluasi dan diintepretasi untuk mengetahui gambaran penyebaran litologi permukaan. Setelah melakukan pemetaan geologi permukaan, kemudian dilakukan penyelidikan lanjutan berupa pengukuran geolistrik resistivitas. Untuk mengetahui hasil intepretasi data pengukuran geolistrik resistivitas dengan baik, maka data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan dua teknik inteprtasi yaitu teknik intepretasi manual dan software untuk kemudian hasilnya dapat dikolaborasikan dan dibandingkan satu-sama lain. Adapun langkah-langkah pengolahan data geolistrik resistivitas menggunakan teknik intepretasi ini yaitu: Teknik Pencocokkan Kurva (curve matching) Data hasil pengukuran geolistrik resistivitas VES diplot kedalam suatu grafik log-log 62,5 mm atau 83,3 mm dan digambarkan lengkung duganya dengan arah sumbu horizontal adalah kedalaman ( ) dan sumbu nilai resistivitas semu ( ), menjadi lengkung lapangan untuk kasus dua lapis, tiga lapis dan seterusnya seperti yang ditunjukkan pada gambar (3.4). Pengeplotan nilai apparent resistivity ini bergantung dari jenis konfigurasi yang digunakan. Untuk konfigurasi wenner lengkung lapangan dibentuk oleh plot antara apparent resistivity ( ) terhadap kedalaman ( ). Lengkung lapangan yang diperoleh disesuaikan dengan lengkung baku (curve matching). Kemudian diintepretasi ketebalan dan jenis litologi berdasarkan nilai resistivitasnya.

10 61 Gambar 3.4 Contoh hasil penyesuaian kurva dengan lengkung baku. Tahapan pengolahan data resistivitas kurva matching wenner untuk kasus dua lapis (lengkung baku dan lengkung bantu) yaitu: 1. Membuat grafik hubungan nilai resistivitas semu ( ) terhadap kedalaman pada kertas log-log transparan yang ukurannya sama dengan lengkung baku (62,5 mm atau 83,3 mm), seperti hasil yang ditunjukkan pada gambar (3.4). Hasilnya gambar berupa lengkung lapangan. 2. Menyesuaikan lengkung lapangan dengan lengkung baku hingga didapat perbandingan dengan dan plot titik pusat lengkung baku pada gambar lengkung lapangan. 3. Menggambarkan atau membuat titik pusat lengkung baku lengkung lapangan dan sesuaikan dengan lengkung bantu, kemudian tarik garis bantu perbandingan dengan sebagai tempat kedudukan titik pusat lengkung baku untuk penyesuaian berikutnya. Gambar lengkung bantu ditunjukkan oleh gambar (3.5). 4. Menyesuaikan lengkung lapangan untuk memperoleh nilai perbandingan berikutnya antara dengan dengan titik pusat lengkung baku yang terletak pada garis bantu.

11 62 5. Mengulangi kegiatan serupa sampai penyesuaian lengkung lapangan habis. 6. Menentukan nilai resistivitas dari hasil penyesuaian dengan lengkung baku dan lengkung bantu. 7. Titik perpotongan setiap lengkung bantu adalah menunjukkan kedalaman dan ketebalan lapisan yang langsung dibaca ke arah absis. 8. Kemudian membuat data hasil pencocokkan kurva kedalam tabel untuk mempermudah membaca hasil intepretasi, seperti yang ditunjukkan oleh gambar (3.6). Gambar 3.5 Kurva bantu untuk konfigurasi wenner. (Barker, 1978 dalam Soewaeli, 2008, hlm. 57).

12 63 Gambar 3.6 Tabel hasil intepretasi pencocokkan kurva data geolistrik VES Metode Lapisan Barnes Tidak semua titik duga sounding menghasilkan lengkung duga yang dapat diintepretasi, maka selain pembuatan lengkung duga juga dilakukan perhitungan perhitungan resistivitas murni cara Barnes perkedalaman tertentu yang diterapkan pada pengukuran geolistrik untuk konfigurasi wenner. Resistivitas murni ini menunjukkan nilai resistivitas sebenarnya dari tiap lapisan yang ditinjau. Umumnya untuk keperluan hidrologi khususnya pencarian potensi, menentuan kedalaman dan karakteristik litologi yang bertindak sebagai akuifer air tanah, maka dilakukan perhitungan resistivitas murni cara Barnes perkedalaman 10 m, seperti yang ditunjukkan gambar (3.7). Hasil perhitungan ini menggambarkan perubahan litologi berdasarkan nilai resistivitasnya. Dengan: = Kedalaman (meter), K R = Faktor Geometri, = Hambatan (Ω), = Resistivitas Semu ( ), = Resistivitas murni Barnes ( ).

13 64 Gambar 3.7 Contoh hasil perhitungan resistivitas murni cara Barnes. Tahapan-tahapan perhitungan resistivitas murni cara Barnes pada data geolistrik VES, yaitu: 1. Mengisi kolom dan pada excel dari hasil data pengukuran lapangan. Kolom K (Faktor Geometri) sesuai dengan konfigurasi yang digunakan, pada contoh pada gambar 3.6, nilai K diperoleh dengan memasukkan rumus perintah, yaitu:. Kemudian sorot kebawah untuk mendapatkan nilai K untuk setiap nilai. 2. Menentukan nilai, nilai merupakan nilai hambatan tiap-tiap lapisan, diperoleh dari persamaan, sehingga nilai, yaitu : =. 3. Menentukan nilai, nilai (Mhos) diperoleh dari, =. 4. Menentukan nilai, nilai merupakah hambatan murni Barnes dimana nilai ini merupakam selisih nilai hambatan lapisan yang lebih bawah dikurangi hambatan lapisan diatasnya seperti pada persamaan (2.44). Atau pada excel nilai ini diperoleh dari rumus perintah, yaitu : untuk lapisan pertama tetap, untuk lapisan kedua, =, untuk lapisan 3, =, dan begitu seterusnya sampai lapisan ke-n. 5. Menentukan nilai, nilai merupakan nilai resistivitas murni Barnes yang diperoleh sesuai dengan persamaan (2.45). Atau pada excel diperoleh dari rumus perintah, yaitu : =(2*(3,14)*(B5-B4))/G4 untuk lapisan kedua sampai lapisan ke-n, karena untuk lapisan pertama nilai B4 tetap.

14 65 Setelah diperoleh nilai resistivitas murni Barnes untuk tiap-tiap kedalaman, maka dibuat kedalam sebuat grafik plot terhadap kedalaman, seperti yang ditunjukkan oleh gambar (3.8). Gambar 3.8 Contoh hasil kurva resistivitas murni Barnes yang dibuat menggunakan Microsoft Excel Perhitungan Kumulatif Moore Setelah diperoleh nilai resistivitas murni dengan cara Barnes untuk tiaptiap kedalaman. Kemudian dilakukan perhitungan dan penjumlahan resistivitas murni untuk setiap kedalaman 10 m dengan menggunakan metode kumulatif Moore, seperti ditunjukkan gambar (3.9). Hasil perhitungan ini menggambarkan batas lapisan litologi dibawah permukaan titik pengukuran, seperti ditunjukkan plot data Kumulatif Moore terhadap kedalaman pada gambar (3.10). Adapun tahapan-tahapan perhitungan penjumlahan resistivitas murni perkedalaman 10 m m menggunakan Kumulatif Moore pada data VES, yaitu: 1. Menjumlahkan nilai resistivitas untuk tiap-tiap kedalaman. 2. Untuk lapisan pertama, nilai resistivitas kumulatifnya yaitu sama dengan nilai pada (lapisan pertama). 3. Untuk lapisan kedua, nilai resistivitas kumulatifnya yaitu merupakan penjumalahn nilai resistivitas murni untuk ditambah dengan nilai resistivitas murni atau pada excel, nilai tersebut diperoleh dengan memasukkan rumus perintah, yaitu : =I3+H4.

15 66 4. Untuk lapisan ketiga, nilai resistivitas kumulatifnya yaitu merupakan penjumlahan nilai resistivitas murni ditambah nilai resistivitas murni atau pada excel, nilai tersebut diperoleh dengan memasukkan rumus perintah, yaitu : =I4+H5, dan begitu seterusnya hingga mencapai kedalaman ke-n ( ). Gambar 3.9 Hasil pengolahan Kumulatif Moore. Gambar 3.10 Hasil kurva Kumulatif Moore yang dibuat menggunakan Microsoft Excel Penampang 2D Hasil Korelasi Titik VES Data VES masing-masing titik sounding dapat dikorelasikan satu-sama lainnya untuk menghasilkan suatu penampang resistivitas 2D. Penampang 2D tersebut memberikan informasi mengenai penyebaran litologi baik secara vertikal maupun lateral berdasarkan distribusi nilai resistivitas dibawah titik-titik sounding yang dikorelasikan. Pada penampang resistivitas 2D ini, informasi mengenai penyebaran litologi dibawah titik-titik sounding yang dikorelasikan diintepretasi

16 67 berdasarkan perubahan nilai resistivitas perkedalaman tertentu yang diperoleh dari perhitungan resistivitas cara Barnes dan perhitungan kumulatif Moore untuk menentukan batas antar lapisan pada penampang yang dihasilkan. Hasil intepretasi kurva matching (curve matching) berupa batas litologi perkedalaman yang diperoleh digunakan sebagai pembanding dengan hasil yang diperoleh dari hasil perhitungan resistivitas cara Barnes dan Kumulatif Moore. Adapun tahapantahapan pembuatan penampang resistivitas ini yaitu: 1. Menentukan dua atau lebih titik sounding yang ingin dikorelasikan (misal: titik sounding 3 dan 2). 2. Menghitung nilai resistivitas murni Barnes dan Kumulatif Moore yang dikorelasikan, seperti ditunjukkan gambar (3.11) dan (3.12). Gambar 3.11 Hasil perhitungan resistivitas murni Barnes dan Kumulatif Moore titik sounding 3. Gambar 3.12 Hasil perhitungan resistivitas murni Barnes dan Kumulatif Moore titik sounding Membuat plot nilai resistivitas murni Barnes dan nilai Kumulatif Moore terhadap nilai (kedalaman) masing-masing titik sounding yang dikorelasikan

17 68 pada millimeter blok. Pengeplotan nilai resistivitas murni Barnes dilakukan dengan menggunakan skala logaritma seperti pada kurva matching dan Kumulatif Moore menggunakan skala linier seperti ditunjukkan gambar (3.13). Gambar 3.13 Hasil plot nilai resistivitas murni cara Barnes dan Kumulatif Moore. 4. Menggabungkan hasil plot data masing-masing titik sounding yang dikorelasikan, kemudian membuat garis kontur yang menghubungkan nilai resistivitas yang sama pada masing-masing kurva Barnes yang dihasilkan. Kontur-kontur ini menunjukkan perubahan litologi dibawah titik-titik sounding yang dikorelasikan berdasarkan distribusi nilai resistivitasnya dan nilai Kumulatif Moore masing-masing titik menujukkan batas antar lapisan, seperti ditunjukkan gambar (3.14);

18 69 Gambar 3.14 Contoh hasil penampang resistivitas korelasi titik sounding 3 dan Memvisualisasikan penampang secara digital untuk mempermudah tahap pengeditan dan pengintepretasian litologi. Software yang digunakan penulis untuk visualisasi penampang manual dalam penelitian kali ini yaitu AutoCad Dimana tahapannya masih melanjutkan proses diawal yaitu: 6. Membuat penampang harus dalam bentuk format data JPEG agar bisa dimasukkan kedalam software AutoCad. Perubahan itu dilakukan dengan proses scanning penampang, sehingga diperoleh citra penampang dalam format JPEG. 7. Memasukkan atau import penampang yang telah dibuat kedalam format JPEG pada AutoCAd. Setelah itu membuat penampang dengan AutoCad dengan cara meniru bentuk garis penampang yang telah dimasukkan sebelumnya, seperti ditunjukkan gambar (3.15). Gambar 3.15 Hasil penampang yang dibuat dengan software AutoCad 2010.

19 70 8. Melakukan pengeditan penampang dengan cara menghilangkan kontur yang tidak perlu. Membagi penampang menjadi beberapa lapisan litologi sesuai distribusi nilai resistivitasnya, memberi simbol litologi dan batas lapisan agar mempermudah proses intrepetasi, seperti ditunjukkan gambar (3.16). Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan penampang ini adalah, elevasi titik data sounding dan skala yang digunakan harus sesuai dengan peta denah lokasi pengukuran yang digunakan. Gambar 3.16 Hasil penampang korelasi titik sounding 3 dan 2 dengan menggunakan AutoCAd Penampang yang telah selesai divisualisasikan dengan software AutoCad memberikan informasi penyebaran litologi, baik secara vertikal maupun lateral bawah permukaan titik-titik sounding yang dikorelasikan, seperti ditunjukkan gambar (3.17). Setelah mendapatkan penyebaran litolologi bawah permukaan berdasarkan distribusi nilai resistivitas titik-titik sounding yang dikorelasikan, kemudian dapat ditentukan lapisan akuifer dan menentukan kedalaman air tanah.

20 71 Gambar 3.17 Contoh hasil penampang korelasi titik sounding 3 dan 2 yang mencerminkan litologi dibawah titik pengukuran Software Ipi2win Software Ipi2win yang diguanakan dalam penelitian ini adalah software Ipi2win version a Software ini digunakan untuk menampilkan model struktur bawah permukaan hasil pengolahan data geolistrik VES suatu titik dalam bentuk kurva satu dimensi seperti pada gambar (3.18). Kurva satu dimensi ini dibuat sebagai input untuk membuat penampang dua dimensi dengan cara mengkorelasikan dua atau lebih hasil kurva satu dimensi titik VES. Dalam mengolah data tersebut, software Ipi2win diatur dengan setting default, dimana untuk memperoleh hasil dengan nilai error terkecil dengan membuat model inversi dengan tiga sampai lima layer; Pada software Ipi2win, hasil penampang dua dimensi ini ditampilkan dalam citra perlapisan berwarna berupa pseudo cross section, seperti ditunjukkan gambar (3.19). Adapun tahapan-tahapan pengolahan data geolistrik VES pada software Ipi2win untuk membuat kurva 1D dan pseudo cross section secara rinci terdapat pada lampiran A.

21 72 Gambar 3.18 Kurva 1D hasil pencocokkan software Ipi2win. Gambar 3.19 Penampang 2D dalam bentuk pseudo cross section hasil korelasi titik VES Software Res2divn Software Res2divn yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Res2divn version 3.51L. Software Res2divn merupakan suatu software yang secara otomatis akan menghasilkan model resistivitas 2D atau 3D bawah permukaan dari pengolahan data hasil pengukuran geolistrik tomografi (Griffiths and Barker, 1993 dalam Geotomo, 2006, hlm. 1). Model resistivitas yang dihasilkan Res2divn merupakan model hasil inversi data hasil pengukuran lapangan berupa nilai (apparent resistivity) untuk diperoleh nilai sebenarnya dalam bentuk suatu penampang bawah permukaan dibawah lintasan pengukuran.

22 73 Gambar 3.20 Pseudosection 2D lintasan pengukuran tomografi hasil inversi software Res2divn. Sebelum terbentuk suatu model resistivitas bawah permukaan suatu lintasan pengukuran, maka dilakukan beberapa proses pengolahan data pada Resdivn, dimana software Res2divn diatur dengan setting default serta model hasil inversi (pseudosection) dibuat dengan lima kali proses iterasi. Dalam penelitian kali ini, penulis hanya membuat model 2D dalam bentuk pseudosection dari data tomografi yang diolah dengan Res2divn, seperti ditunjukkan gambar (3.20). Adapun tahapan-tahapan pengolahan data geolistrik tomografi pada Res2divn untuk membuat pseudosection dari data tomografi secara rinci terdapat pada lampiran A Intepretasi Pada teknik intepretasi manual interpetasi dilakukan dengan menggunakan teknik curve matching (pencocokkan kurva) untuk menghasilkan kurva 1D untuk menggambarkan litologi diabawah titik ukur secara vertikal, perhitungan resistivitas cara Barnes untuk mengetahui gambaran litologi dibawah titik ukur perkedalaman tertentu dan perhitungan Kumulatif Moore untuk menentukan batas antar lapisan. Dan untuk penampang 2D yang dihasilkan dari korelasi titik-titik VES, litologi bawah permukaan diintepretasi berdasarkan distribusi nilai resistivitas dibawah titik-titik pengukuran. Pada intepretasi menggunakan software, intepretasi dilakukan dengan melihat penampang resistivitas bawah permukaan hasil inversi software, yaitu software Ipi2win untuk pengolahan data

23 74 VES yang berupa penampang 2D hasil korelasi titik-titik VES dan software Res2divn pengolahan data tomografi yang berupa penampang 2D. Pada software Ipi2win penampang hasil inversi data ditampilkan dalam suatu kurva 1D dan penampang 2D. Untuk kurva 1D, menampilkan penyesuaian plot data apparent resistivity ( ) terhadap kedalaman ( ) dengan kurva standar. Kurva tersebut menunjukkan persebaran titik data hasil pengukuran berdasarkan nilai resistivitasnya yang kemudian dijadikan sebagai input untk membuat penampang resistivitas 2D. Penampang 2D merupakan hasil korelasi titik-titik VES yang dibuat dalam bentuk pseudo cross section berupa citra perlapisan berwarna. Hasil korelasi tersebut menunjukkan gambaran lilotogi bawah permukaan dibawah titik-titik pengukuran yang diintepretasi berdasarkan distribusi nilai resistivitas bawah permukaan dalam bentuk citra perlapisan warna. Pada software Res2divn, penampang hasil inversi data tomografi digambarkan dalam bentuk pseudosection 2D yang berupa distribusi nilai resistivitas terhadap kedalaman yang dipetakan dengan indikasi warna. Setiap bagian kontur warna hasil pemetaan berasosiasi dengan suatu nilai resistivitas tertentu di bawah permukaan. Kemudian nilai resistivitas bawah permukaan yang terukur, dikorelasikan dengan peta geologi daerah setempat dan diintepretasikan jenis litologi dan kandungan yang terdapat di bawah permukaan daerah penelitian. Teknik intepretasi secara manual pada dasarnya sama dengan teknik intepretasi menggunakan software Ipi2win. Karena Ipi2win merupakan kurve matching yang dihasilkan dari proses inversi berdasarkan suatu persamaan algoritma dan matematis tertentu, dimana pengeplotan data dilakukan secara otomatis oleh komputer. Pada teknik kurve matching baik untuk konfigurasi wenner atau schlumberger, intepretasi dilakukan dengan melihat hasil penyesuaian lengkung lapangan dengan lengkung baku yang kemudian dengan menggunakan lengkung bantu untuk memperoleh nilai resistivitas bawah bawah permukaan. Dengan demikian data dapat diintepretasi untuk menentukan jenis dan ketebalan batuan bawah permukaan pada daerah titik pengukuran. Karena tidak semua titik duga menghasilkan lengkung yang dapat diintepretasi, maka disamping pembuatan lengkung duga juga dilakukan perhitungan resistivitas cara Barnes untuk setiap kedalaman 10 m. Hasilnya menggambarkan perubahan

24 75 litologi berdasarkan resistivitasnya. Selain itu dilakukan perhitungan dan penjumlahan resistivitas untuk setiap kedalaman 10 m dengan menggunakan Kumulatif Moore untuk memperoleh gambaran batas lapisan batuan. Kemudian dengan mengkorelasikan titik-titik VES, dibuat suatu penampang 2D yang memuat distribusi resistivitas perkedalaman tertentu dan batas antar lapisan masing-masing titik VES yang dikorelasikan, sehingga dihasilkan suatu model penampang bawah permukaan berdasarkan distribusi nilai resistivitas dibawah masing-masing titik ukur. Hasil distribusi resistivitas ini mencerminkan litologi dibawah titik ukur untuk kemudian dapat ditentukan lapisan yang bertindak sebagai akuifer Analisis Setelah data hasil pengukuran diolah dan diintepretasi, maka hasil tersebut perlu dianalisis lebih lanjut. Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran lebih baik mengenai hasil intepretasi data geolistrik resistivitas yang diolah dengan teknik intepretasi secara manual dan software. Analisis dilakukan dengan mengolaborasikan hasil masing-masing teknik intepretasi agar diperoleh suatu hasil intepretsasi yang semakin baik. Hasil intepretasi baik berupa penampang resistivitas 1D maupun 2D untuk memberikan gambaran litologi bawah permukaan secara lebih mendalam di daerah penelitian. Setelah diperoleh gambaran ini, barulah dapat ditentukan suatu formasi geologi yang merupakan akuifer dan ditentukan kedalaman air tanahnya berdasarkan distribusi nilai resistivitasnya. Dalam menganalisis hasil intepretasi penampang resistivitas bawah permukaan yang dihasilkan dari data yang diolah dengan menggunakan software dan teknik manual, diperlukan suatu acuan sebagai standar patokan dalam mengintepretasi dan menganalisis. Acuan disini berfungsi sebagai patokan dan referensi dalam mengklasifikasikan nilai resistivitas yang diperoleh dari hasil pengolahan data sehingga dapat ditentukan susunan geologi bawah permukaan terkait dengan nilai resistivitas yang dihasilkan. Adapun acuan yang digunakan sebagai yaitu berupa peta geologi daerah penelitian dan tabel resistivitas batuan dan fluida yang dibuat oleh para ahli geologi (terlampir pada BAB II).

MENENTUKAN KEDALAMAN AIR TANAH DENGAN PENGUKURAN GEOLISTRIK DI DAERAH TONGA, PADANG LAWAS, SUMUT

MENENTUKAN KEDALAMAN AIR TANAH DENGAN PENGUKURAN GEOLISTRIK DI DAERAH TONGA, PADANG LAWAS, SUMUT Menentukan Kedalaman Air Tanah Dengan Pengukuran Geolistrik (Adang S. Soewaeli) MENENTUKAN KEDALAMAN AIR TANAH DENGAN PENGUKURAN GEOLISTRIK DI DAERAH TONGA, PADANG LAWAS, SUMUT GEOELECTRICAL MEASUREMENT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini, ada beberapa tahapan yang ditempuh dalam pencapaian tujuan. Berikut adalah gambar diagram alir dalam menyelesaikan penelitian ini: Data lapangan (AB/2, resistivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi 3 BAB III METODE PENELITIAN 3. Pengambilan Data Lapangan Pada penelitian ini pengambilan data di lapangan menggunakan metode geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi Schlumberger

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data geolistrik resistivitas dengan menggunakan perangkat lunak AGI EARTH IMAGER 3D sehingga diperoleh penampang resistivitas

Lebih terperinci

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA

ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA ANALISIS DATA INVERSI 2-DIMENSI DAN 3-DIMENSI UNTUK KARAKTERISASI NILAI RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DI SEKITAR SUMBER AIR PANAS KAMPALA Muh. Taufik Dwi Putra ˡ, Syamsuddin ˡ, Sabrianto Aswad ˡ. Program

Lebih terperinci

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika

e-issn : Jurnal Pemikiran Penelitian Pendidikan dan Sains Didaktika STUDI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Study kasus Stadion Universitas Brawijaya, Malang) ABSTRAK: Arif Rahman Hakim 1, Hairunisa 2 STKIP

Lebih terperinci

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA

BAB III DATA dan PENGOLAHAN DATA KLO-68 KLO-5 KLO-18 KLO-55 KLO-113 KLO-75 KLO-110 KLO-3 KLO-51 KLO-96 KLO-91 KLO-14 KLO-192 KLO-41 KLO-185 KLO-45 KLO-76 KLO-184 KLO-97 KLO-129 KLO-17 KLO-112 KLO-100 KLO-43 KLO-15 KLO-111 KLO-90 KLO-12

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM 6 BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi Penelitian Secara administrasi, lokasi penelitian berada di Kecamata Meureubo, Kabupaten Aceh Barat, Provinsi Aceh. Sebelah utara Sebelah selatan Sebelah timur Sebelah

Lebih terperinci

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh: 66 Jurnal Sangkareang Mataram PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA Oleh: Sukandi Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Nusa

Lebih terperinci

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT

Modul Pelatihan Geolistrik 2013 Aryadi Nurfalaq, S.Si., MT METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS A. PENGANTAR Prinsip dasar metode ini adalah menginjeksikan arus listrik ke dalam bumi menggunakan dua buah elektroda arus, kemudian mengukur beda potensial melalui dua

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di Desa Sambengwetan Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas dan Laboratorium Fisika Eksperimen MIPA Unsoed pada bulan

Lebih terperinci

CURVE MATCHING. Moe2KiyoKidi

CURVE MATCHING. Moe2KiyoKidi CURVE MATCHING Pada dasarnya tahanan jenis semu untuk struktur berlapis ( tahanan jenis dan ketebalan perlapisan diketahui ) dapat dihitung secara teoritis ( penyelesaian problem maju ) dengan cara menyelesaikan

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN Eka Ayu Tyas Winarni 1, Darsono 1, Budi Legowo 1 ABSTRAK. Identifikasi

Lebih terperinci

METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGETAHUI POTENSI AIRTANAH DI DAERAH BEJI KABUPATEN PASURUAN - JAWA TIMUR

METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGETAHUI POTENSI AIRTANAH DI DAERAH BEJI KABUPATEN PASURUAN - JAWA TIMUR METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGETAHUI POTENSI AIRTANAH DI DAERAH BEJI KABUPATEN PASURUAN - JAWA TIMUR Hendra Bahar Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan Institut Teknologi Adhi Tama

Lebih terperinci

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan

BAB IV Kajian Sedimentasi dan Lingkungan Pengendapan BAB IV KAJIAN SEDIMENTASI DAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN 4.1 Pendahuluan Kajian sedimentasi dilakukan melalui analisis urutan vertikal terhadap singkapan batuan pada lokasi yang dianggap mewakili. Analisis

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data apparent resistivity dan apparent chargeability dengan menggunakan perangkat lunak Res2dInv dan Rockwork 15 sehingga

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR Edu Dwiadi Nugraha *, Supriyadi, Eva Nurjanah, Retno Wulandari, Trian Slamet Julianti Jurusan Fisika

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN : IDENTIFIKASI STRUKTUR LAPISAN TANAH GAMBUT SEBAGAI INFORMASI AWAL RANCANG BANGUNAN DENGAN METODE GEOLISTRIK 3D Firmansyah Sirait 1), Andi Ihwan 1)* 1) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di DAS Ciliwung mulai dari Hulu sampai hilir. Lokasi Penelitian meliputi wilayah Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor dan Kota Administratif

Lebih terperinci

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat

Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Barat Pendugaan Akuifer serta Pola Alirannya dengan Metode Geolistrik Daerah Pondok Pesantren Gontor 11 Solok Sumatera Dwi Ajeng Enggarwati 1, Adi Susilo 1, Dadan Dani Wardhana 2 1) Jurusan Fisika FMIPA Univ.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan menjelaskan beberapa langkah untuk mencapai tujuan penelitian. Langkah-langkah tersebut dapat ditampilkan seperti pada bagan 3.1 di bawah ini: 24 25 3.1 Diagram Alir

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun tahapan yang dilakukan teruraikan

BAB III METODA PENELITIAN. mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun tahapan yang dilakukan teruraikan BAB III METODA PENELITIAN Dalam penelitian, ada bebarapa tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Adapun tahapan yang dilakukan teruraikan dalam diagram alur seperti di bawah ini 31

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemodelan tahanan jenis dilakukan dengan cara mencatat nilai kuat arus yang diinjeksikan dan perubahan beda potensial yang terukur dengan menggunakan konfigurasi wenner. Pengukuran

Lebih terperinci

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor Muhamad Lutfi Ramadhan 1, Sevi Maulinadya Prawita 1, Nanda Wening

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN Berdasarkan pengamatan awal, daerah penelitian secara umum dicirikan oleh perbedaan tinggi dan ralief yang tercermin dalam kerapatan dan bentuk penyebaran kontur pada

Lebih terperinci

POTENSI SUMBERDAYA AIR TANAH DI SURABAYA BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK TAHANAN JENIS

POTENSI SUMBERDAYA AIR TANAH DI SURABAYA BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK TAHANAN JENIS POTENSI SUMBERDAYA AIR TANAH DI SURABAYA BERDASARKAN SURVEI GEOLISTRIK TAHANAN JENIS Oleh : Mardi Wibowo *) Abstrak Surabaya merupakan salah satau kota terbesar di Indonesia dan sebagai pusat kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS

BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS BAB IV STUDI SEDIMENTASI PADA FORMASI TAPAK BAGIAN ATAS 4.1 Pendahuluan Untuk studi sedimentasi pada Formasi Tapak Bagian Atas dilakukan melalui observasi urutan vertikal terhadap singkapan batuan yang

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DESA PANCUMA KECAMATAN TOJO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS

IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DESA PANCUMA KECAMATAN TOJO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS IDENTIFIKASI SEBARAN BIJIH BESI DI DESA PANCUMA KECAMATAN TOJO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK HAMBATAN JENIS The identification of iron ore distribution in Pancuma village, Tojo district using geoelectric

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Profil Perusahaan PT. Cipta Kridatama didirikan 8 April 1997 sebagai pengembangan dari jasa penyewaan dan penggunaan alat berat PT. Trakindo Utama. Industri tambang Indonesia yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM

BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I. PENDAHULUAN II. III. IV. 1.1. Latar Belakang Masalah... 1 1.2. Permasalahan...

Lebih terperinci

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI)

PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Jurnal Fisika Vol. 3 No. 2, Nopember 2013 117 PENENTUAN TAHANAN JENIS BATUAN ANDESIT MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER (STUDI KASUS DESA POLOSIRI) Munaji*, Syaiful Imam, Ismi Lutfinur

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751) PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI SCHLUMBERGER (Jorong Tampus Kanagarian Ujung Gading Kecamatan Lembah Malintang Kabupaten Pasaman Barat, Sumatera Barat) Arif

Lebih terperinci

Eksplorium ISSN Volume 34 No. 1, Mei 2013: 11-22

Eksplorium ISSN Volume 34 No. 1, Mei 2013: 11-22 Eksplorium ISSN 0854 1418 Volume 34 No. 1, Mei 2013: 11-22 ANALISIS KEDALAMAN POTENSI AKUIFER AIR TANAH DENGAN PEMODELAN DISTRIBUSI TAHANAN JENIS SECARA INVERSI 2-D DESA KOMPAS RAYA, NANGA PINOH, MELAWI,

Lebih terperinci

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK

PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK PENYELIDIKAN BIJIH BESI DENGAN METODE GEOMAGNET DAN GEOLISTRIK Yeremias K. L. Killo 1, Rian Jonathan 2, Sarwo Edy Lewier 3, Yusias Andrie 4 2 Mahasiswa Teknik Pertambangan Upn Veteran Yogyakarta 1,3,4

Lebih terperinci

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept. 2015 Feb. 2016 PENERAPAN GEOLISTRIK RESISTIVTY 2D DAN BANTUAN PROGRAM GEOSOFT UNTUK ESTIMASI SUMBERDAYA ANDESIT DI PT. MDG KULONPROGO DIY

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Daerah penelitian terletak di Bukit Indah, Gambung, Desa Mekarsari, Kecamatan Pasir Jambu Ciwidey, Kabupaten Bandung. Jumlah lintasan dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif - analitik dari data geolistrik resistivitas dan kekar. Berdasarkan hasil pengolahan data geolistrik dan analisis kekar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batubara merupakan bahan galian yang strategis dan salah satu bahan baku energi nasional yang mempunyai peran yang besar dalam pembangunan nasional. Informasi mengenai sumberdaya

Lebih terperinci

POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG

POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG Jurnal Fisika Vol. 3 No. 1, Mei 2013 95 POLA SEBARAN AKUIFER DI DAERAH PESISIR TANJUNG PANDAN P.BELITUNG D. G. Pryambodo 1, *, M. Hasanudin 2 1 Loka Penelitian Sumberdaya dan Kerentanan Pesisir, KKP Jl.

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta Interpretasi Lapisan Akuifer Air Tanah Menggunakan Metode Geolistrik Di Kampung Horna Baru Dan Kampung Muturi Distrik Manimeri Kabupaten Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat Karmila Laitupa, Putri Nova H.D,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan

BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan BAB III STRATIGRAFI 3. 1 Stratigrafi Regional Pegunungan Selatan Stratigrafi regional Pegunungan Selatan dibentuk oleh endapan yang berumur Eosen-Pliosen (Gambar 3.1). Menurut Toha, et al. (2000) endapan

Lebih terperinci

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur

Kecamatan Nunukan, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Timur Umur Analisis mikropaleontologi dilakukan pada contoh batuan pada lokasi NA805 dan NA 803. Hasil analisis mikroplaeontologi tersebut menunjukkan bahwa pada contoh batuan tersebut tidak ditemukan adanya

Lebih terperinci

POLA ALIRAN AIR BAWAH TANAH DI PERUMNAS GRIYA BINA WIDYA UNRI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI ELEKTRODA SCHLUMBERGER

POLA ALIRAN AIR BAWAH TANAH DI PERUMNAS GRIYA BINA WIDYA UNRI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI ELEKTRODA SCHLUMBERGER Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia (KFI) Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. Edisi April 206. ISSN.42-2960 POLA ALIRAN AIR BAWAH TANAH DI PERUMNAS GRIYA BINA WIDYA UNRI MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK

Lebih terperinci

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono

Foto 3.5 Singkapan BR-8 pada Satuan Batupasir Kuarsa Foto diambil kearah N E. Eko Mujiono Batulempung, hadir sebagai sisipan dalam batupasir, berwarna abu-abu, bersifat non karbonatan dan secara gradasi batulempung ini berubah menjadi batuserpih karbonan-coally shale. Batubara, berwarna hitam,

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi Bentukan topografi dan morfologi daerah penelitian adalah interaksi dari proses eksogen dan proses endogen (Thornburry, 1989). Proses eksogen adalah proses-proses

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Stratigrafi Daerah Nanga Kantu Stratigrafi Formasi Kantu terdiri dari 4 satuan tidak resmi. Urutan satuan tersebut dari tua ke muda (Gambar 3.1) adalah Satuan Bancuh

Lebih terperinci

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia IDENTIFIKASI AKUIFER AIRTANAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK DI DESA OU KECAMATAN SOJOL IDENTIFICATION GROUNDWATER AQUIFERS METHOD USING GEOELECTRIC DISTRICT IN THE VILLAGE OU SOJOL Rustan Efendi

Lebih terperinci

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG) ISSN: 1412-0917 Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 14 No. 2 Oktober 2009 PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari sifat aliran listrik di dalam bumi serta bagaimana cara mendeteksinya di dalam bumi dan di permukaan

Lebih terperinci

Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Pekanbaru ABSTRAK

Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau Kampus Bina Widya Km 12,5 Pekanbaru ABSTRAK MENENTUKAN LAPISAN AKUIFER DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) SIAK DENGAN MEMBANDINGKAN HASIL UKUR METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI WENNER DAN KONFIGURASI SCHLUMBERGER Riad Syech, Juandi,M, M.Edizar

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Perolehan Data dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian pada Peta Geologi Lembar Cianjur skala 1 : 100.000 terletak di Formasi Rajamandala (kotak kuning pada Gambar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Geografis Daerah Penelitian Wilayah konsesi tahap eksplorasi bahan galian batubara dengan Kode wilayah KW 64 PP 2007 yang akan ditingkatkan ke tahap ekploitasi secara administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah OCO terdapat pada Sub-Cekungan Jatibarang yang merupakan bagian dari Cekungan Jawa Barat Utara yang sudah terbukti menghasilkan hidrokarbon di Indonesia. Formasi

Lebih terperinci

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2

PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN. Mardiah 1, Franto 2 PEMODELAN AKUIFER AIR TANAH UNTUK MASYARAKAT PESISIR LINGKUNGAN BAHER KABUPATEN BANGKA SELATAN Mardiah 1, Franto 2 Staf Pengajar Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Bangka Belitung Abstrak Keterbatasan

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI KAMPUS TEGAL BOTO UNIVERSITAS JEMBER

PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI KAMPUS TEGAL BOTO UNIVERSITAS JEMBER PENDUGAAN POTENSI AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI KAMPUS TEGAL BOTO UNIVERSITAS JEMBER Gusfan Halik Laboratorium Hidroteknik Fakultas Teknik Jurusan Sipil Unej Jl. Slamet

Lebih terperinci

PROGRESS v 3.0. dalam proses pengolahan data Geofisika metode Geolistrik, dalam hal ini dibahas

PROGRESS v 3.0. dalam proses pengolahan data Geofisika metode Geolistrik, dalam hal ini dibahas PROGRESS v 3.0 A. Pengantar Progress v 3.0 merupakan salah satu software yang umum digunakan dalam proses pengolahan data Geofisika metode Geolistrik, dalam hal ini dibahas data yang menggunakan konfigurasi

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian Morfologi muka bumi yang tampak pada saat ini merupakan hasil dari proses-proses geomorfik yang berlangsung. Proses geomorfik menurut

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL Daerah penelitian ini telah banyak dikaji oleh peneliti-peneliti pendahulu, baik meneliti secara regional maupun skala lokal. Berikut ini adalah adalah ringkasan tinjauan literatur

Lebih terperinci

BAB II GEOLOGI REGIONAL

BAB II GEOLOGI REGIONAL BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1. Fisiografi Regional Van Bemmelen (1949) membagi Pulau Sumatera menjadi 6 zona fisiografi, yaitu: 1. Zona Jajaran Barisan 2. Zona Semangko 3. Pegunugan Tigapuluh 4. Kepulauan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 35 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Teknik Pengambilan Data Adapun teknik pengambilan data yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah dengan menggunakan tiga metode, yaitu metode geolistrik,

Lebih terperinci

TUTORIAL DASAR IP2 WIN

TUTORIAL DASAR IP2 WIN 2009 TUTORIAL DASAR IP2 WIN Alva Kurniawan alvathea.wordpress.com Hydrogeology World TUTORIAL DASAR IP2 WIN ALVA KURNIAWAN HYDROGEOLOGY WORLD 2009 Kata Pengantar Assalamu alaikum WRB, Segala puji untuk

Lebih terperinci

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN

BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN BAB IV ASOSIASI FASIES DAN PEMBAHASAN 4.1 Litofasies Menurut Walker dan James pada 1992, litofasies adalah suatu rekaman stratigrafi pada batuan sedimen yang menunjukkan karakteristik fisika, kimia, dan

Lebih terperinci

Pemetaan Akuifer Air Tanah Di Sekitar Candi Prambanan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis

Pemetaan Akuifer Air Tanah Di Sekitar Candi Prambanan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta Dengan Menggunakan Metode Geolistrik Tahanan Jenis JURNAL MIPA UNSRAT ONLINE 1 (1) 37-44 dapat diakses melalui http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jmuo Pemetaan Akuifer Air Tanah Di Sekitar Candi Prambanan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta

Lebih terperinci

EKSPLORASI SUMBERDAYA AIR TANAH DI DAERAH HANDIL BABIRIK KABUPATEN TANAH LAUT

EKSPLORASI SUMBERDAYA AIR TANAH DI DAERAH HANDIL BABIRIK KABUPATEN TANAH LAUT EKSPLORASI SUMBERDAYA AIR TANAH DI DAERAH HANDIL BABIRIK KABUPATEN TANAH LAUT Oleh : Teguh Prayogo Peneliti Bidang Geografi Fisik di Pusat Teknologi Sumberdaya Mineral, BPPT Abstract Ground water is water

Lebih terperinci

PENDUGAAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI DESA TELLUMPANUA KEC.TANETE RILAU KAB. BARRU SULAWESI-SELATAN

PENDUGAAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI DESA TELLUMPANUA KEC.TANETE RILAU KAB. BARRU SULAWESI-SELATAN PENDUGAAN AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS DI DESA TELLUMPANUA KEC.TANETE RILAU KAB. BARRU SULAWESI-SELATAN Hasbi Bakri¹, Jamal Rauf Husain², Firdaus¹ 1. Jurusan Teknik Pertambangan Universitas

Lebih terperinci

PENENTUAN RESISTIVITAS BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DAN VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING

PENENTUAN RESISTIVITAS BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DAN VERTICAL ELECTRICAL SOUNDING Jurnal Material dan Energi Indonesia Vol. 06, No. 01 (2016) 8 14 Departemen Fisika FMIPA Universitas Padjadjaran PENENTUAN RESISTIVITAS BATUBARA MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DAN

Lebih terperinci

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik

Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik Interpretasi Kondisi Geologi Bawah Permukaan Dengan Metode Geolistrik Geolistrik merupakan salah satu metoda geofisika yang mempelajari sifat daya hantar listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Alur Penelitian Pada bagian ini akan dipaparkan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Alur Penelitian Pada bagian ini akan dipaparkan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Pada bagian ini akan dipaparkan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian. Akuisisi Data Mulai Pengukuran Resistivitas Pengukuran

Lebih terperinci

METODE EKSPERIMEN Tujuan

METODE EKSPERIMEN Tujuan METODE GEOLISTRIK TAHANAN JENIS KONFIGURASI WENNER NURFAIZAH AMATILLAH IMTISAL (1127030055) FISIKA SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG TAHUN 2014 Email : nurfaizah.ifa@gmal.com

Lebih terperinci

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN

BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1. Geomorfologi Daerah Penelitian 3.1.1 Geomorfologi Kondisi geomorfologi pada suatu daerah merupakan cerminan proses alam yang dipengaruhi serta dibentuk oleh proses

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Geothermal Berdasarkan Data Geolistrik Kabupaten Masamba Sulawesi Selatan

Pemodelan Sistem Geothermal Berdasarkan Data Geolistrik Kabupaten Masamba Sulawesi Selatan Pemodelan Sistem Geothermal Berdasarkan Data Geolistrik Kabupaten Masamba Sulawesi Selatan Oleh : Nova Susanti, S. Pd, M. Si Pengukuran tahanan jenis dengan konfigurasi Schlumberger telah dilakukan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1830, Robert W. Fox berhasil melakukan eksperimen dengan arus alam yang berhubungan dengan endapan inti sulfida di Cornwall, Inggris. Hingga beberapa dekade

Lebih terperinci

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975)

Gambar 1. Kolom Stratigrafi Cekungan Jawa Barat Utara (Arpandi dan Padmosukismo, 1975) STRATIGRAFI CEKUNGAN JAWA BARAT BAGIAN UTARA Sedimentasi Cekungan Jawa Barat Utara mempunyai kisaran umur dari kala Eosen Tengah sampai Kuarter. Deposit tertua adalah pada Eosen Tengah, yaitu pada Formasi

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari 2016 sampai dengan Juni 2016. Lokasi pengambilan data berada di Kecamatan Karangdowo Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang memiliki kekayaan warisan budaya yang bernilai tinggi. Warisan budaya itu ada yang berupa bangunan atau monumen, kesenian,

Lebih terperinci

Dinisa Hanifa 1, Ibrahim Sota 1, Simon Sadok Siregar 1

Dinisa Hanifa 1, Ibrahim Sota 1, Simon Sadok Siregar 1 PENENTUAN LAPISAN AKUIFER AIR TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI SCHLUMBERGER DI DESA SUNGAI JATI KECAMATAN MATARAMAN KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN Dinisa Hanifa 1, Ibrahim Sota 1, Simon

Lebih terperinci

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014 FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014 Aplikasi Geolistrik Resistivitas untuk Mengetahui Distribusi Tahanan Jenis dalam Investigasi Potensi Bencana Longsor di Perbukitan

Lebih terperinci

Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah

Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah Pendugaan Mineral Kromit dengan Metode Electricalresistivity Tomography di Daerah Wosu-Morowali Sulawesi Tengah Budy Santoso*, Eddy Supriyana, Bambang Wijatmoko Departemen Geofisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB. Penelitian dilakukan di Desa Gerbosari,

Lebih terperinci

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL

BAB 2 GEOLOGI REGIONAL BAB 2 GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Secara fisiografis, menurut van Bemmelen (1949) Jawa Timur dapat dibagi menjadi 7 satuan fisiografi (Gambar 2), satuan tersebut dari selatan ke utara adalah: Pegunungan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pengolahan dan interpretasi data geofisika untuk daerah panas bumi Bonjol meliputi pengolahan data gravitasi (gaya berat) dan data resistivitas (geolistrik)

Lebih terperinci

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1) 1) Program Studi Fisika, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara

BAB I PENDAHULUAN. potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cekungan Barito merupakan salah satu cekungan tersier yang memiliki potensi sumber daya energi yang cukup besar seperti minyak bumi, gas, batubara dan sumber daya

Lebih terperinci

Nurun Fiizumi, Riad Syech, Sugianto.

Nurun Fiizumi, Riad Syech, Sugianto. INVESTIGASI AKUIFER DISEKITAR DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI) SIAK DI PEKANBARU MENGGUNAKAN METODE RESISTIVITAS KONFIGURASI WENNER DAN KONFIGURASI SCHLUMBERGER Nurun Fiizumi, Riad Syech, Sugianto E-mail: nurunfiizumi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga

Lebih terperinci

APLIKASI GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE DIPOLE UNTUK PENDUGAAN ASBUTON

APLIKASI GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE DIPOLE UNTUK PENDUGAAN ASBUTON Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor APLIKASI GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE DIPOLE UNTUK PENDUGAAN

Lebih terperinci

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi

Geologi Daerah Penelitian. III Hubungan Stratigrafi 30 Geologi Daerah Penelitian III.2.2.3. Hubungan Stratigrafi Dilihat dari arah kemiringan lapisan yang sama yaitu berarah ke timur dan pengendapan yang menerus, maka diperkirakan hubungan stratigrafi dengan

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 data geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Kedua metode ini sangat mendukung untuk digunakan dalam eksplorasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan salah satu kebutuhan utama bagi manusia. Manfaat air sangat luas bagi kehidupan manusia, misalnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri,

Lebih terperinci

III.1 Morfologi Daerah Penelitian

III.1 Morfologi Daerah Penelitian TATANAN GEOLOGI DAERAH PENELITIAN III.1 Morfologi Daerah Penelitian Morfologi suatu daerah merupakan bentukan bentang alam daerah tersebut. Morfologi daerah penelitian berdasakan pengamatan awal tekstur

Lebih terperinci

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P / BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah

Lebih terperinci

Bab III Pengolahan dan Analisis Data

Bab III Pengolahan dan Analisis Data Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi) 3.1 Diagram Alur Pengolahan Data BAB III METODOLOGI PENELITIAN Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi) Pemilahan data geolistrik dan GPS Pemodelan 1D Pemodelan 2D Pemodelan 3D

Lebih terperinci

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN

SURVEY GEOLISTRIK DI DAERAH PANAS BUMI KAMPALA KABUPATEN SINJAI SULAWESI SELATAN PROCEEDING PEMAPARAN HASIL KEGIATAN LAPANGAN DAN NON LAPANGAN TAHN 7 PSAT SMBER DAYA GEOLOGI SRVEY GEOLISTRIK DI SLAWESI SELATAN Bakrun 1, Sri Widodo 2 Kelompok Kerja Panas Bumi SARI Pengukuran geolistrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman

Lebih terperinci