MEMBANGUN KEMATANGAN JIWA KEAGAMAAN GENERASI MUDA HINDU MELALUI PEMBELAJARAN ASTANGGA YOGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEMBANGUN KEMATANGAN JIWA KEAGAMAAN GENERASI MUDA HINDU MELALUI PEMBELAJARAN ASTANGGA YOGA"

Transkripsi

1 MEMBANGUN KEMATANGAN JIWA KEAGAMAAN GENERASI MUDA HINDU MELALUI PEMBELAJARAN ASTANGGA YOGA Oleh Ida Bagus Kade Yoga Pramana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Astangga Yoga merupakan suatu metode disiplin diri kuno yang sudah di terapkan dan masih dikenal hingga saat ini sebagai tren pola hidup sehat yang diakui di belahan penjuru dunia, bahkan yoga di beberapa daerah sudah menjadi mata pelajaran wajib dan melengkapi perkembangan pendidikan agama hindu di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa yoga diyakini dapat membangun kesehatan fisik maupun mental generasi muda hindu, khususnya kematangan jiwa keagamaan yang di miliki oleh anak-anak dan remaja sebagai generasi penerus bangsa. Generasi muda hindu penting di tanamkan ajaran etika yoga yang sudah di susun dengan terstruktur oleh maharsi patanjali dalam konsep Astangga Yoga. Karena usia anak-anak dan remaja merupakan masa rentan pembentukan jiwa keagamaan. Kata Kunci : Astangga Yoga, Jiwa Keagamaan, Generasi Muda Hindu. I. Pendahuluan Salah satu naluri yang melekat pada diri manusia, adalah rasa ingin tahu. Manusia pada hakikatnya, selain disebut sebagai Homo erectus, manusia di sebut juga sebagai mahluk yang mencari jati dirinya atau di sebut dengan Homo viator. Hal ini di tunjukkan dengan sikap manusia yang pada perjalanan hidupnya selalu mencoba dan berusaha mengetahui apa yang terjadi dalam dirinya, orang-orang di sekitarnya serta benda-benda yang ada di sekelilingnya dan adanya hubungan antara suatu situasi dengan situasi yang lain, antara peristiwa satu dengan peristiwa yang lainnya, dan sebagainya. Hingga naluri yang demikianlah yang banyak menunjang lahir dan berkembangnya Psikologi. Psikologi agama adalah cabang ilmu psikologi yang bertujuan mengembangkan pemahaman terhadap prilaku keagamaan dengan mengaplikasikan prinsip-prinsip psikologi yang dipungut dari kajian terhadap perilaku. Dalam hal tersebut diperlukan suatu penumbuhan jiwa keberagamaan sejak dini untuk membentuk suatu generasi yang dapat memahami dan meningkatkan jiwa keberagamaannya sehingga berdampak terhadap perkembangan anak kearah yang positif. Sedangkan dalam ajaran agama hindu yoga merupakan ajaran kuno yang menekannkan disiplin diri dalam membentuk tidak hanya jiwa tetapi juga sikap, fisik maupun pikiran manusia. Yoga berasal dari suku kata yuj yang memiliki menyatukan atau menghubungkan diri dengan Tuhan. Swami Satya Nanda Saraswati (2002:7) menyebutkan Sejarah yoga sebagai pembangunan fisik, mental, dan spiritual sudah di kenal sejak lebih dari sepuluh ribu tahun lalu. Sebutannya ditemukan dalam kesusastraan umat manusia terkenal yang paling tua yaitu Veda yang penuh dengan kebijaksanaan spiritual, yang 152

2 disusun oleh para rsi dan guru terkenal dimasa itu. Dipercaya oleh beberapa orang bahwa pengetahuan yoga bahkan jauh lebih tua daripada Veda tersebut. Swami juga menekankan bahwa yoga adalah pengalaman dari keutuhan atau kesatuan dengan keberadaan batin. Kesatuan itu muncul setelah menghancurkan dualitas pikiran dan masalah ke dalam kesadaran diri. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan yoga bersifat universal sehingga setiap praktisi memiliki berbagai pandangan dalam memahami yoga sebagai realisasi sang diri. kemudian untuk keseimbangan dalam menjalani hidup serta untuk kesehatan jasmani dan rohani semuanya akan bertemu pada satu tujuan yang sama yaitu mencapai kebahagiaan lahir dan batin. Kematangan dan perkembangan jiwa keagamaan pada anak dan remaja generasi muda hindu merupakan suatu hal yang sangat penting untuk menumbuh kembangkan jiwa beragama dan juga mengetahui esensi utama dalam beragama. Dengan demikian yang terpenting adalah bagaimana mengembangkan jiwa keagamaan tersebut. Sesungguhnya tumbuhnya jiwa keagamaan pada anak dan remaja juga dipengaruhi oleh latihan spiritual. Menurut Sukayasa dalam jurnalnya (2015;5) latihan spiritual yang intensif dimaksud dilakukan menurut tahap-tahap yoga yang disebut astangga yoga delapan badan yoga (YS,II: 9) yang di populerkan oleh Maharsi Patanjali. Delapan badan (tahap) yoga ini dapat dipandang sebagai delapan anak tangga dengan urutan dari anak tangga dasar berturut-turut sampai tangga puncak kebaikan. Hasil tulisan ini diharapkan akan bermanfaat sebagai referensi praktis dalam tata kelola perkembangan jiwa keagamaan pada anak dan remaja, sehingga hal tersebut akan digunakan sebagai pedoman dalam mengkaji, membahas dan menginformasikan segala hal yang terkait dengan psikologi agama khusunya yang mengacu pada kematangan dan perkembangan jiwa keagamaan pada anak dan remaja generasi muda hindu. II Pembahasan 2.1 Kematangan Jiwa Keagamaan Pada Anak-Anak dan Remaja Menurut penelitian Ernest Harms, perkembangan jiwa keagamaan anak-anak melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religios on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan yaitu : 1. The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng) Tingkatan ini dimulai pada anak yang berusia 3-6 tahun. Seorang anak pada tingkat perkembangan ini akan menghayati konsep ke Tuhanan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya. Pada tingkatan ini konsep mengenai Tuhan lebih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam menanggapi agama pun anak masih menggunakan konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Mengacu pada pernyataan tersebut, hal ini menjadi suatu dilema yang terjadi dewasa ini karena kurangnya kesadaran orang tua untuk mau mendongeng. Sesungguhnya dalam ajaran agama Hindu banyak sekali cerita-cerita, maupun mitologi-mitologi, salah satunya cerita tantri yang sarat tentang penanaman etika, moralitas yang tentunya akan dapat 153

3 membangun perkembangan jiwa keagamaan dan juga perkembangan karakter anak. 2. The Realistic Stage (Tingkatan Kenyataan) Tingkat kenyataan dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini anak sudah mencerminkan konsep-konsep yang berdasarkan kepada kenyataan (realita). Konsep ini timbul melalui lembaga-lembaga keagamaan dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide keagamaan pada anak di dasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdarkan hak itu maka pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka. Segala bentuk tindakan keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan penuh minat. 3. The Individual Stage (Tingkat Individu) Pada tingkat ini anak telah memiliki kepekaan emosi yang paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan, sebenarnya potensi agama sudah ada pada setiap manusia sejak ia dilahirkan. Potensi ini berupa dorongan untuk mengabdi kepada Sang Pencipta. Dengan adanya potensi bawaan ini manusia pada hakikatnya adalah makhluk beragama. Kajian antropologi budaya telah membuktikan kebenaran ini. Edward B. Taylor menyebutkan dengan istilah believe in spiritual being (kepercayaan kepada Dzat adikodrati). Menurut pendapatnya, dorongan ini merupakan cikal bakal dari tumbuhnya kepercayaan atau agama pada manusia (Jalaludin, 2012:59). Kenyataan ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk beragama. Namun, keberadaan keberagamaan tersebut memerlukan bimbingan agar dapat tumbuh dan berkembang secara benar. Untuk itu anak-anak memerlukan tuntunan dan bimbingan sejalan dengan tahap perkembangan yang mereka alami. Tokoh yang paling menentukan dan menumbuhkan rasa keberagamaan pada anak adalah kedua orangtuanya. Sedangkan pada remaja sikap emosional anak akan berada dalam puncaknya, pada masa ini dikatakan masa untuk mencari jati diri dan kerap kali pada masa ini anak-anak bisa terjebak pada perilaku negatif. Perilaku negatif ini yang biasanya menimbulkan banyak permasalahan hingga permalasahan yang serius. Penanaman nilai-nilai keagamaan dirasa sangat perlu dilakukan sejak dini, agar anak-anak tidak mudah terpengaruh akan hal-hal yang bersifat negatif. Penanaman nilai-nilai keagamaan dijadikan sebagai bekal bagi anak untuk memasuki masa remaja. Dalam pembagian tahap perkembangan manusia maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa Juvenilitas (Adoleskantium), pubertas dan nubilitas. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut. (Jalaluddin. 2012:74) 154

4 2.2 Pembelajaran Astangga Yoga Pengertian belajar telah mengalami perkembangan secara evolusi, sejalan dengan perkembangan cara pandang dan pengelaman para ilmuan. Pengertian belajar dapat didefinisikan sesuai dengan nilai filosofis yang dianut dan pengalaman para ilmuan atau pakar itu sendiri dalam mengajarkan peserta didiknya. Pengertian belajar maupun yang dirumuskan para ahli antara yang satu dengan yang lainnya terdapat perbedaaan. Perbedaan ini disebabkan oleh latar belakang pandangan maupun teori yang dipegang. Belajar adalah suatu aktifitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki prilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan menurut pemahaman sains secara konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan, (knowledge), atau a body of kwnoledge (Suyono,2011;9). Menurut Gagne dalam Sanjaya (2008;26), belajar adalah sebuah proses yang didalamnya suatu organisme berubah prilakunya sebagai akibat pengalaman. Belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang telatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Definisi ini mencakup tiga unsur, yaitu; 1) Belajar adalah perubahan tingkah laku, 2) Perubahan tingkah laku tersebut terjadi karena latihan atau pengalaman, 3) Perubahan tingkah laku tersebut relative permanen atau tetap ada untuk waktu yang cukup lama. Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran. Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau yang lain untuk membelajarkan siswa yang belajar (Hasanah,2012;85). Sedangkan pembelajaran menurut Majid (2013;5) adalah suatu konsep dari dua dimensi kegatan (belajar dan mengajar) yang harus direncanakan dan diaktualisasikan, serta diarahkan pada pencapaian tujuan atau penguasaan sejumlah kompetensi dan indikatornya sebagai gambaran hasil belajar. Pendapat di atas dapat diilustrasikan bahwa belajar merupakan proses internal siswa, dan pembelajaran merupakan kondisi eksternal siswa. Pembelajaran astangga yoga sudah di terapkan sejak zaman dahulu oleh umat hindu bahkan dalam epos itihasa maupun Purana, yoga merupakan ajaran pokok yang harus di terima sisya atau murid dari gurunya. Sukayasa dalam jurnalnya (2015;5) latihan spiritual yang intensif dimaksud dilakukan menurut tahap-tahap yoga yang disebut astangga yoga delapan badan yoga (YS,II: 9) yang di populerkan oleh Maharsi Patanjali. Delapan badan (tahap) yoga ini dapat dipandang sebagai delapan anak tangga dengan urutan dari anak tangga dasar berturut-turut sampai tangga puncak: 1) Yama, yaitu mahawrata janji agung yoga. Jumlahnya 5: ahimsa pantang kekerasan, tidak bengis ; satya jujur ; astya pantang mencuri ; brahmacari pantang berselingkuh atau mengendalikan nafsu seks ; dan aparigraha pantang memanjakan tubuh, pantang menerima pemberian yang tidak diperlukan (YS,11:35-39). 2) Niyama, yaitu brata pengukuh yama. Jumlahnya juga 5: sauca 155

5 berperilaku bersih dan suci ; samtosa mengendalikan diri agar tetap tenang, penuh rasa syukur, dapat menerima kenyataan apa adanya ; tapa tahan uji, berusaha keras ; swadyaya berusaha atau belajar mandiri ; dan Iswaraparnidhana berbakti kepada Tuhan (YS,11:40-45). 3) Asana, yaitu olah fisik dengan fokus spiritual sehingga penekun yoga dapat duduk sempurna atau dapat memiliki tubuh yang bugar (YS,11:47). 4) Pranayama, yaitu olah nafas sehingga penekun yoga dapat bernapas halus, panjang, dan teratur (YS,11:50). 5) Pratydhdra, yaitu menarik indera dari berbagai objek kesukaannya dan menempatkannya di bawah pengawasan pikiran (YS,11:51,54). 6) Dhdrana, yaitu konsentrasi atau memusatkan pikiran pada objek meditasi (YS,11:53; III: 1). 7) Dhyana, yaitu kontemplasi atau menjadikan pikiran mantap menetap pada objek pikiran (YS,III:2). 8) Samadhi, yaitu keadaan manakala yang berkontemplasi telah menunggal dengan Iswara (Spirit yang menjadi objek renungan) atau manakala penekun yoga telah kehilangan kesadaran individunya dalam Kesadaran Semesta (YS,III:3). Astangga yoga merupakan tahapan latihan yang diawali dengan latihan moral melalui latihan Yama dan Niyama, kemudian latihan fisik melalui latihan Asana dan Pranayama, yang di lanjutkan dengan latihan mental melalui latihan Prathyhara dan Dharana, kemudian latihan spiritual berupa Dhyana demi mencapai tujuan akhir yaitu Samadhi. 2.3 Membangun Kemataangan Jiwa Keagamaan Generasi Muda Hindu Melalui Pembelajaran Astangga Yoga Kematangan Jiwa keagamaan generasi muda hindu dapat dilatih sejak anak-anak hingga dewasa, karena kematangan jiwa keagamaan akan membutuhkan suatu proses dan tidak terjadi secara singkat. Hal ini dapat dilakukan sejak masih anak-anak yaitu dengan memberikan pemahaman akan ilmu agama melalui cerita-cerita Purana dan itihasa khususnya mitologi mengenai dewa siva dan saktinya parvati sebagai pendiri yoga itu sendiri. Melalui cerita mitologi yoga seorang anak mendapatkan rangsangan sejak kecil mengenai nilai dan ajaran etika sebagai contoh mengenai bagaimana bhakti seorang murid sekaligus istri dari betara siva yaitu dewi parwati dalam melakukan bhakti kepada dewa siva, yang dimana anak akan secara sadar maupun tidak sadar akan teringat dan berpegang pada cerita dan mitologi tersebut dalam kehidupan dan perkembangannya hingga remaja. Hal ini sejalan dengan penelitian Ernest Harms yang menyatakan bahwa perkembangan agama anak-anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development of Religios on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada anak-anak itu melalui tiga tingkatan yaitu tingkat dongeng, tingkat kenyataan dan tingkat individu. Sedangkan pada masa remaja seorang anak akan melewati fase akil balik atau puberitas yang menyebabkan kurang setabilan emosi yang menyebabkan terpengaruhnya moral dari anak-anak remaja itu sendiri sehingga diperlukan disiplin diri yoga berupa astangga yoga dalam memperoses kematangan jiwa keagamaan remaja itu sendiri. Karena latihan 156

6 yoga tidak hanya merupakan latihan spiritual tetapi secara tidak langsung akan mempengaruhi badan, pikiran, emosi hingga jiwa seseorang. Menurut Sukayasa dalam jurnalnya (2015;5) latihan spiritual yang intensif dimaksud dilakukan menurut tahap-tahap yoga yang disebut astangga yoga delapan badan yoga (YS,II: 9). Delapan badan (tahap) yoga ini dapat dipandang sebagai delapan anak tangga dengan urutan dari anak tangga dasar berturut-turut sampai tangga puncak: 1. Yama, yaitu mahawrata janji agung yoga. Jumlahnya 5: ahimsa pantang kekerasan, tidak bengis ; satya jujur ; astya pantang mencuri ; brahmacari pantang berselingkuh atau mengendalikan nafsu seks ; dan aparigraha pantang memanjakan tubuh, pantang menerima pemberian yang tidak diperlukan (YS,11:35-39). 2. Niyama, yaitu brata pengukuh yama. Jumlahnya juga 5: sauca berperilaku bersih dan suci ; samtosa mengendalikan diri agar tetap tenang, penuh rasa syukur, dapat menerima kenyataan apa adanya ; tapa tahan uji, berusaha keras ; swadyaya berusaha atau belajar mandiri ; dan Iswaraparnidhana berbakti kepada Tuhan (YS,11:40-45). Dengan melakukan latihan yama dan niyama dalam astangga yoga seseorang akan dilatih dalam segi moralnya, seperti sikap dan prilakunya sehingga menunjukkan perbuatan yang baik dan berdasar pada agama atau Dharma. Setelah memiliki dasar sikap dan moral yang baik, tahapan yang harus dilalui adalah : 3. Asana, yaitu olah fisik dengan fokus spiritual sehingga penekun yoga dapat duduk sempurna atau dapat memiliki tubuh yang bugar (YS,11:47). 4. Pranayama, yaitu olah nafas sehingga penekun yoga dapat bernapas halus, panjang, dan teratur (YS,11:50). Melalui asana dan pranayama seorang remaja akan dilatih mengendalikan fisik atau tubuhnya, dengan memiliki fisik yang baik diharapkan seseorang remaja hindu dapat melaksanakan moral yang baik dengan badan yang sehat. Setelah mampu memiliki moral dan fisik yang baik, seorang remaja dilatih untuk mengendalikan mentalnya dengan melakukan latihan : 5. Pratydhdra, yaitu menarik indera dari berbagai objek kesukaannya dan menempatkannya di bawah pengawasan pikiran (YS,11:51,54). 6. Dhdrana, yaitu konsentrasi atau memusatkan pikiran pada objek meditasi (YS,11:53; III: 1). Dengan memiliki dan mampu mengendalikan pikiran sebagai raja indriya diharapkan perkembangan kematangan jiwa seorang remaja hindu akan lebih baik, dan tentu saja perlu di berikan sentuhan latihan akhir, yaitu : 7. Dhyana, yaitu kontemplasi atau menjadikan pikiran mantap menetap pada objek pikiran (YS,III:2). Demi mencapai kemetangan jiwa keagamaan yang sesungguhnya bahkan jika memungkinkan hingga mencapai kebebasan dengan : 8. Samadhi, yaitu keadaan manakala yang berkontemplasi telah menunggal dengan Iswara (Spirit yang menjadi objek renungan) atau manakala penekun yoga telah kehilangan kesadaran individunya dalam Kesadaran Semesta (YS,III:3). 157

7 Jadi generasi muda hindu diharapkan melakukan pembelajaran dan latihan Astangga yoga yang wajib di dampingi oleh seorang Guru dengan tahapan latihan yang diawali dengan latihan moral melalui latihan Yama dan Niyama, kemudian latihan fisik melalui latihan Asana dan Pranayama, yang di lanjutkan dengan latihan mental melalui latihan Prathyhara dan Dharana, sehingga kematangan jiwa keagamaan yang di miliki oleh seorang remaja tidak goyah dan tetap mantap, kemudian jika memungkinkan pada akhirnya latihan spiritual berupa Dhyana dapat dilanjutkan demi mencapai tujuan akhir agama Hindu yaitu Samadhi dengan pembebasan atman (moksa). III Penutup Perkembangan jiwa keagamaan pada generasi muda hindu yang masih anak-anak berlangsung dalam tiga tahap. Pertama, tahap fairy tale stage (dongengan). Kedua, tahap realistic stage (kenyataan). Ketiga, tahap individual stage (individual). Antara tahap ke-1 dengan tahap- tahap selanjutnya terdapat kaitan yang menunjukkan peningkatan. ketiga tahap perkembangan psikologi anak ini akan mempengaruhi sikap keberagamaannya dengan individu lain, hingga sikap keberagamaannya di masyarakat. Sedangkan Tingkat kematangan jiwa keagamaan pada generasi muda hindu yang sudah mencapai usia remaja, banyak tergantung pada kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan. Remaja memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangan. Secara fisik remaja mengalami pertumbuhan yang pesat dan sudah menyamai fisik orang dewasa. Namun, pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara setara oleh perkembangan psikologinya. Kondisi seperti itu menyebabkan remaja mengalami kelabilan. Jadi bagi generasi muda hindu terutama para remaja yang berada pada kondisi labil, diharapkan melakukan latihan Astangga yoga merupakan tahapan latihan disiplin diri, yang diawali dengan latihan moral melalui latihan Yama dan Niyama, kemudian latihan fisik melalui latihan Asana dan Pranayama, yang di lanjutkan dengan latihan mental melalui latihan Prathyhara dan Dharana, sehingga kematangan jiwa keagamaan yang di miliki oleh seorang remaja tidak goyah dan tetap mantap dan kemudian pada akhirnya latihan spiritual berupa Dhyana dapat dilanjutkan demi mencapai keseimbangan pikiran, badan dan jiwa, kemudian jika memungkinkan pada akhirnya latihan spiritual dapat dilanjutkan demi mencapai tujuan akhir agama hindu yaitu Samadhi dengan pembebasan atman (moksa). IV Daftar Pustaka Hasanah, M.Ed, Pengembangan Profesi Keguruan, Pustaka Setia: Bandung, Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: Raja Grafindo Persada,. Majid, Abdul, Strategi Pembelajaran,Bandung; PT. Remaja Rosdakarya 158

8 Sanjaya, Strategi Pembelajaran; Berorentasi setandar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group Saraswati, Swami Satyanada Asana, Pranayama, Mudra, Bandha. Surabaya: Paramitha Sudarsana, I. K. (2013, September). Pentingnya Organisasi Profesi, Sertifikasi dan Akreditasi sebagai Penguatan Eksistensi Pendidikan Nonformal. In International Seminar (No. ISBN : , pp ). Department Of Nonformal Faculty Of Education UPI. Sudarsana, I. K. (2016). MODEL PEMBELAJARAN PASRAMAN KILAT: Meningkatkan Nilai-Nilai Spiritual Remaja Hindu. Sukayasa, I Wayan Jurnal berjudul Yoga; Teori dan Metode Psikologi Hindu Program Pasca Sarjana IHDN Denpasar; Suyono dan Hariyanto Belajar dan Pembelajaran.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya 159

PEMBELAJARAN ETIKA YOGA DALAM MEMBENTUK KARAKTER JUJUR ANAK USIA DINI. Abstract

PEMBELAJARAN ETIKA YOGA DALAM MEMBENTUK KARAKTER JUJUR ANAK USIA DINI. Abstract PEMBELAJARAN ETIKA YOGA DALAM MEMBENTUK KARAKTER JUJUR ANAK USIA DINI Oleh: Ida Bagus Kade Yoga Pramana Mahasiswa Dharma Acarya Pasca Sarjana IHDN Denpasar Abstract Yoga is a method of self-discipline

Lebih terperinci

MEMBANGUN FISIK DALAM MEWUJUDKAN TUHAN DALAM DIRI. Oleh : I Gusti Made Widya Sena, S.Ag.,M.Fil.H * ) ABSTRAK

MEMBANGUN FISIK DALAM MEWUJUDKAN TUHAN DALAM DIRI. Oleh : I Gusti Made Widya Sena, S.Ag.,M.Fil.H * ) ABSTRAK MEMBANGUN FISIK DALAM MEWUJUDKAN TUHAN DALAM DIRI Oleh : I Gusti Made Widya Sena, S.Ag.,M.Fil.H * ) ABSTRAK Ketidakpuasan merupakan salah satu bagian dari realita kehidupan kita. Dalam kesehariannya sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yoga adalah sebuah filosofi tentang kehidupan yang dicapai melalui latihan olah tubuh, napas dan meditasi berdasarkan 8 tangga kehidupan seperti Yama (ajaran tentang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN...

DAFTAR ISI... SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN... 2 DAFTAR ISI SAMPUL DEPAN... SAMPUL DALAM... i ii LEMBAR PRASYARAT GELAR... LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN... PERSYARATAN KEASLIAN... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... iii iv v vi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN INOVATIF, PROGRESIF, DAN KONTEKSTUAL PADA ANAK USIA DINI. Abstrak

PEMBELAJARAN INOVATIF, PROGRESIF, DAN KONTEKSTUAL PADA ANAK USIA DINI. Abstrak PEMBELAJARAN INOVATIF, PROGRESIF, DAN KONTEKSTUAL PADA ANAK USIA DINI Oleh: Ni Wayan Sariani Binawati Fakultas Dharma Acarya Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar E-mail: wsbinawati@yahoo.com Abstrak Penulisan

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar. Pembangunan PAUD menyatakan : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini dalam Kerangka Besar Pembangunan PAUD 2011 2025 menyatakan : bahwa PAUD merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA

PENDIDIKAN DALAM KELUARGA Mata Kuliah Nama Dosen : Landasan Pendidikan : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag.,M.Pd.H PENDIDIKAN DALAM KELUARGA OLEH PUTU YULIA SHARA DEWI NIM : 15.1.2.5.2.0861 PROGRAM MAGISTER (S2) DHARMA ACARYA PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA. Imam Gunawan

HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA. Imam Gunawan HAKIKAT MANUSIA DAN PENGEMBANGANNYA Imam Gunawan ALASAN PERLUNYA MEMPELAJARI HAKIKAT MANUSIA 1. Sasaran pendidikan adalah manusia. 2. Pemahaman pendidik terhadap sifat hakikat manusia akan membentuk peta

Lebih terperinci

LANDASAN PENDIDIKAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA NI WAYAN RIA LESTARI NIM :

LANDASAN PENDIDIKAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA NI WAYAN RIA LESTARI NIM : LANDASAN PENDIDIKAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN DI INDONESIA NI WAYAN RIA LESTARI NIM : 15.1.2.5.2.0850 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI DHARMA ACARYA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR

Lebih terperinci

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA

Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA Pengertian dan manfaat Psikologi Agama Modul 1 PENGERTIAN DAN MANFAAT PSIKOLOGI AGAMA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami perkembangan

Lebih terperinci

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK Dosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H OLEH: I PUTU CANDRA SATRYASTINA 15.1.2.5.2.0800 PRODI

Lebih terperinci

Eka Rezeki Amalia A. ARTIKEL Sumber: Didownload tanggal 21 Maret 2008

Eka Rezeki Amalia A. ARTIKEL Sumber:  Didownload tanggal 21 Maret 2008 Eka Rezeki Amalia 06320004 A. ARTIKEL Sumber: http://www.whandi.net Didownload tanggal 21 Maret 2008 Memahami Kebutuhan Khas Remaja, Antara Psikologis dan Sosiologis Rabu, 31 Januari 2007 22:40:44 Oleh:

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR IV YOGA

MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR IV YOGA MAKALAH ILMU KEPERAWATAN DASAR IV YOGA Oleh: Tifanny Gita Sesaria (131211132021) Inka Noveliana (131211132022) Wimar Anugrah (131211132051) Nisrina Putri I.K.S (131211132052) Retno Dewi (131211132063)

Lebih terperinci

Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh:

Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh: Implikasi Kondisi Ekonomi Orang Tua Terhadap Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa Oleh: I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Email : iketutsudarsana@ihdn.ac.id Pendahuluan Pendidikan adalah

Lebih terperinci

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD

27. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD 27. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan dirumuskan

Lebih terperinci

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari

I Ketut Sudarsana. > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar. Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari I Ketut Sudarsana > Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Menerapkan Ajaran-Ajaran Tri Kaya Parisudha Dalam Kehidupan Sehari-Hari Ajaran Tri Kaya Parisudha dapat dilaksanakan dengan cara memberikan arahan

Lebih terperinci

Oleh Wayan Suprapta Institut HinduDharmaNegeri Denpasar

Oleh Wayan Suprapta Institut HinduDharmaNegeri Denpasar PENDEKATAN PEMBELAJARAN KLASIKAL YANG DITERAPKAN DALAM MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA HINDU BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SLB NEGERI 1 TABANAN KECAMATAN TABANAN KABUPATEN TABANAN Oleh Wayan Suprapta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional begitu cepat dan dekat. Sekat-sekat geografis menjadi lebih cair.

BAB I PENDAHULUAN. internasional begitu cepat dan dekat. Sekat-sekat geografis menjadi lebih cair. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang berlangsung pada saat ini memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku remaja zaman sekarang. Perubahan yang sangat cepat dirasakan

Lebih terperinci

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS

ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS ALIRAN-ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN DI AS 1. PROGRESSIVISME a. Pandangan Ontologi Kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaji, pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pentingnya hidup beragama (Daradjat, 1990 : 35).

BAB I PENDAHULUAN. dikaji, pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pentingnya hidup beragama (Daradjat, 1990 : 35). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Motivasi beragama anak merupakan masalah yang menarik untuk dikaji, pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan yang dilaluinya

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG

2015 PEMBELAJARAN TARI KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN EMPATI SISWA KELAS VII A DI SMPN 14 BANDUNG BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu cita-cita besar dari kebijakan sistem pendidikan nasional saat ini adalah dapat terjadinya revolusi mental terhadap bangsa ini. Mengingat kondisi

Lebih terperinci

DAFTAR ISTILAH. Universitas Indonesia. Komaparasi konsep..., Cinita Nestiti, FIB UI, 2009

DAFTAR ISTILAH. Universitas Indonesia. Komaparasi konsep..., Cinita Nestiti, FIB UI, 2009 69 DAFTAR ISTILAH Abhinivesa : sifat kemelekatan pada hidup dan keengganan mengalami kematian Abhyantara virrti : pengontrolan aliran nafas yang masuk ke dalam tubuh Ahamkara : ego, prinsip individualistik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya

BAB I PENDAHULUAN. oleh orang tuanya tentang moral-moral dalam kehidupan diri anak misalnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mana merupakan wujud cinta kasih sayang kedua orang tua. Orang tua harus membantu merangsang anak

Lebih terperinci

DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN

DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN DASAR FILSAFAT PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA Pentingnya Filsafat Perubahan cepat yang terjadi dalam masyarakat memerlukan filsafat pendidikan jasmani yang kokoh bagi profesi agar tetap dapat bertahan

Lebih terperinci

INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR

INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR Oleh: I Made Sedana, S.Pd., M.Pd.. Abstrak Sekolah merupakan institusi sosial yang dibangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses tiada henti sejak manusia dilahirkan hingga akhir hayat. Bahkan banyak pendapat mengatakan bahwa pendidikan sudah dimulai sejak

Lebih terperinci

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu

Nirwana dan Cara Pencapaiannya dalam Agama Hindu Oleh : Hj. A. Nirawana Abstract Menggapai nirwanan adalah sebuah tujuan spiritual dalam agama hindu. Tulisan berikut ingin menelusuri sejauhmana makna nirwana dan langkahlangkah pencapaiannya bagi penganut

Lebih terperinci

Pertemuan ke-1 IBD sebagai bagian dari MKDU:

Pertemuan ke-1 IBD sebagai bagian dari MKDU: Pertemuan ke-1 IBD sebagai bagian dari MKDU: SUMBER PUSTAKA ILMU SOSIAL DAN BUDAYA DASAR, Dra. Elly M. Setiadi, M.Si, dkk. TIU : Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2008; Mahasiswa dapat memahami dan

Lebih terperinci

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN 307 PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN Oleh Kadek Dewi Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dsetiawati445@gmail.com Abstrak Diera globalisasi

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU

PEMBELAJARAN AGAMA HINDU PEMBELAJARAN AGAMA HINDU I KETUT SUDARSANA iketutsudarsana@ihdn.ac.id www.iketutsudarsana.com Secara etimologi agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu dari kata a dan gam. a berarti tidak dan gam berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Sastra secara nyata memang berbeda dengan psikologi. Psikologi merupakan aktivitas ilmiah tentang prilaku manusia yang berkaitan dengan proses mental

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-6 Tahun merupakan usia yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kecerdasan seorang anak.anak pada usia dini berada pada proses perkembangan yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan manusia dimulai dari keluarga. Keluarga adalah tempat pertama dan utama bagi pembentukan dan pendidikan anak. Jika ingin membentuk anak yang shaleh, cerdas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, 2005), hlm Jalaluddin, Psikologi Agama, edisi revisi 2005, (Jakarta: Raja

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, 2005), hlm Jalaluddin, Psikologi Agama, edisi revisi 2005, (Jakarta: Raja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana dipahami bahwa usia remaja mempunyai fungsi-fungsi jiwa yang saling terpengaruh secara organik. Oleh karena itu dalam masa perkembangannya membutuhkan bimbingan

Lebih terperinci

TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL Oleh : I Ketut Sudarsana Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Email : iketutsudarsana@ihdn.ac.id Menurut Prof. DR. Mar at bahwa perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA - 1266 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD)

21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) 21. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Dasar (SD) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh tuhan dikarenakan telah dibekali akal dan pikiran. Melalui akal dan

BAB I PENDAHULUAN. oleh tuhan dikarenakan telah dibekali akal dan pikiran. Melalui akal dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh tuhan dikarenakan telah dibekali akal dan pikiran. Melalui akal dan pikiran manusia dituntut untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin

TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM Oleh : Fahrudin A. Pendahuluan TEORISASI DAN STRATEGI PENDIDIKAN ISLAM --------------------------------------------------------------------- Oleh : Fahrudin Tujuan agama Islam diturunkan Allah kepada manusia melalui utusan-nya

Lebih terperinci

PSIKOLOGI BELAJAR DAPAT MEMBANTU PARA GURU MEMBANGUN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA Oleh Drs. Rusli, M.Si. Abstrak

PSIKOLOGI BELAJAR DAPAT MEMBANTU PARA GURU MEMBANGUN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA Oleh Drs. Rusli, M.Si. Abstrak PSIKOLOGI BELAJAR DAPAT MEMBANTU PARA GURU MEMBANGUN MOTIVASI DAN MINAT BELAJAR SISWA Oleh Drs. Rusli, M.Si Abstrak Tulisan ini menjelaskan tentang peran sekaligus posisi psikologi belajar dalam meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5.

BAB I PENDAHULUAN. Dharma Kesuma, dkk, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 5. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan karakter adalah sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuhkembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga menjadi satu dalam perilaku

Lebih terperinci

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa

Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Mata Kuliah : Landasan Pendidikan NamaDosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag, M.Pd.H. Budaya (kearifan local) Sebagai Landasan Pendidikan Indonesia Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa Oleh; PUTU

Lebih terperinci

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD

28. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD 28. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PERILAKU KEAGAMAAN. jumlah jawaban yang benar yang dapat dibuat oleh siswa. Pengukuran

BAB II NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PERILAKU KEAGAMAAN. jumlah jawaban yang benar yang dapat dibuat oleh siswa. Pengukuran BAB II NILAI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PERILAKU KEAGAMAAN A. Nilai Pendidikan Agama Islam 1. Nilai Nilai adalah ubahan skor hasil pengukuran menurut acuan dan skala tertentu. Pengukuran menghasilkan skor,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan-

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan- Nya.. Dalam menanamkan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) serta penerus cita perjuangan bangsa. Untuk mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut anak perlu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada dalam

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan 1. Secara Umum Konsep pendidikan yang Islami menurut Mohammad Natsir menjelaskan bahwa asas pendidikan Islam adalah tauhid. Ajaran tauhid manifestasinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga karena setiap manusia besar dan dididik di dalamnya. Tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga karena setiap manusia besar dan dididik di dalamnya. Tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehiduan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapatkan pendidikan dan diharapkan untuk selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Islam Kontemporer, 1999), hal Muhammad Zuhali, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini,

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Islam Kontemporer, 1999), hal Muhammad Zuhali, Pentingnya Pendidikan Islam Sejak Dini, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sejak dini menempati kedudukan yang tinggi dan memperlihatkan aktivitas di rumah dan keluarga. Begitu juga di sekolah, juga di tengah masyarakat serta

Lebih terperinci

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan)

Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar. Menunjukkan contoh-contoh ciptaan Sang Hyang Widhi (Tuhan) Penyusunan Kompetensi Dasar Pendidikan Agama Hindu untuk Sekolah Dasar Kelas 1 Kompetensi Inti KD Lama KD Baru 1. Menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya Menunjukkan contoh-contoh ciptaan

Lebih terperinci

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA Perkembangan Jiwa Agama Pada Usia Dewasa Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami

Lebih terperinci

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PERUBAHAN KARAKTER SISWA

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PERUBAHAN KARAKTER SISWA Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika (SESIOMADIKA) 2017 ISBN: 978-602-60550-1-9 Pembelajaran, hal. 89-94 PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN MATEMATIKA TERHADAP PERUBAHAN KARAKTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha sadar untuk membekali warga negara agar menjadi warga negara yang memiliki kecerdasan dan kepribadian yang baik. Hal tersebut sesuai

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian dari hasil penelitian studi kasus yang telah dipaparkan pada bab-bab di atas, mengenai Pendidikan Kepribadian Dan Pembinaan Mental Spiritual Melalui Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai

Lebih terperinci

22. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

22. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) 22. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Buddha untuk Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus bangsa. Di pundaknya teremban amanat guna melangsungkan cita-cita luhur bangsa. Oleh karena itu, penyiapan kader bangsa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alfitra Salam, APU, Makalah Simposium Satu Pramuka Untuk Satu Merah Putih,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Alfitra Salam, APU, Makalah Simposium Satu Pramuka Untuk Satu Merah Putih, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya penting yang dapat menunjang pembentukan watak, karakter dan akhlak manusia adalah melalui pendidikan secara terus menerus. Pendidikan yang

Lebih terperinci

Etika Guru Definisi Etika: 1. Ilmu tentang filsafat moral, yaitu mengenai nilai 2. Ilmu tentang tingkah laku 3. Ilmu yang menyelidiki mana yang baik

Etika Guru Definisi Etika: 1. Ilmu tentang filsafat moral, yaitu mengenai nilai 2. Ilmu tentang tingkah laku 3. Ilmu yang menyelidiki mana yang baik Etika Guru Definisi Etika: 1. Ilmu tentang filsafat moral, yaitu mengenai nilai 2. Ilmu tentang tingkah laku 3. Ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang benar Perilaku yang Ditunjukkan 1. Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang khas, dikatakan memiliki karakteristik yang khas dikarenakan mempunyai rasa ingin tahu yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia seutuhnya. Tujuan ini tertera pada Garis Besar Haluan Negara

BAB I PENDAHULUAN. manusia seutuhnya. Tujuan ini tertera pada Garis Besar Haluan Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada hakikatnya mempunyai tujuan untuk membangun manusia seutuhnya. Tujuan ini tertera pada Garis Besar Haluan Negara (GBHN) bahwa tujuan pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal

BAB I PENDAHULUAN. Anwar Sutoyo, Bimbingan dan Konseling Islami (Teori dan Praktik), Pustaka Pelajar, Yogjakarta, 2013, hal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan pasti akan dihadapkan dengan cobaan untuk mengetahui sebagaimana usaha lahir dan batin seseorang ketika dihadapkan pada ujian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iis Juati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iis Juati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan proses yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia. Hal ini meliputi proses dalam mengenal jati diri, eksistensi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru)

BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN. Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) BHAKTI MARGA JALAN MENCAPAI KEBAHAGIAAN Om Swastyastu, Om Anobadrah Krtavoyantu visvatah, (Semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru) Puja dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan

BAB VI KESIMPULAN. Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan. kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan 533 BAB VI KESIMPULAN A. Kesimpulan Pada dasarnya Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan kosmologi Jawa, yang meletakkan keseimbangan dan keselarasan sebagai landasan relasi manusia-tuhan-alam semesta.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN.  1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk Indonesia cukup pesat. Jumlah penduduk Indonesia saat ini sebanyak 233 juta jiwa dan 26,8% atau 63 juta jiwa adalah remaja (SKRRI, 2010).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012,

BAB I PENDAHULUAN. hlm U. Saefullah, Psikologi Perkembangan dan Pendidikan, CV Pustaka Setia, Bandung, 2012, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi dunia pendidikan adalah masalah lemahnya proses pembelajaran. Proses pendidikan diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar

BAB I PENDAHULUAN. perasaan untuk menanggapi bahwa terdapat kekuatan lain yang maha besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama merupakan ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada yang Maha Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat

Lebih terperinci

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

KODE ETIK DOSEN LEMBAGA PENJAMINAN MUTU KODE ETIK DOSEN VISI : Terdepan dalam dharma, widya dan budaya MISI : 1. Meningkatkan Kualitas dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hindu melalui Pendidikan Tinggi Hindu; 2. Mengembangkan sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas.

BAB I PENDAHULUAN. beradaptasi di tengah kehidupan masyarakat yang lebih luas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan sumber kepribadian seseorang. Di dalam keluarga dapat ditemukan berbagai elemen dasar yang dapat membentuk kepribadian seserang. Tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada saat ini, generasi muda khususnya remaja, telah diberikan berbagai disiplin ilmu sebagai persiapan mengemban tugas pembangunan pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci

Pendidikan Anak Usia Dini (Kesenjangan Kurikulum dan Penyelenggaraan) (Kadek Widiastuti/ )

Pendidikan Anak Usia Dini (Kesenjangan Kurikulum dan Penyelenggaraan) (Kadek Widiastuti/ ) Pendidikan Anak Usia Dini (Kesenjangan Kurikulum dan Penyelenggaraan) (Kadek Widiastuti/ 15.1.2.5.2.0852) I. Pendahuluan Manusia merupakan mahluk yang paling sempurna diantara mahluk lainnya karena manusia

Lebih terperinci

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

PENDIDIKAN ANAK USIA DINI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI I. Pengertian Dan Karakteristik Anak Usia Dini Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang

BAB I PENDAHULUAN. semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penulisan Dalam kehidupan yang modern seperti sekarang ini tanggung jawab semua pihak terhadap pendidikan anak-anak, karena anak adalah amanah yang dititipkan oleh Allah SWT.

Lebih terperinci

MEMAHAMI DIRI DAN ORGANISASI BERPRESTASI STIKOM - SURABAYA

MEMAHAMI DIRI DAN ORGANISASI BERPRESTASI STIKOM - SURABAYA MEMAHAMI DIRI DAN ORGANISASI BERPRESTASI STIKOM - SURABAYA PERTANYAAN UNTUK DIRI SENDIRI? SUDAHKAH SAYA MENGENAL DIRI SAYA SENDIRI? MENGAPA DAN UNTUK APA SAYA DI LAHIRKAN? APA TUGAS SAYA SEBENARNYA? MANUSIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai pancasila sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral

Lebih terperinci

PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK USIA DINI. Ati Sukmawati Dosen Jurusan Pendidikan IPA Biologi FITK IAIN Mataram.

PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK USIA DINI. Ati Sukmawati Dosen Jurusan Pendidikan IPA Biologi FITK IAIN Mataram. PERAN GURU DALAM PENGEMBANGAN MORAL BAGI ANAK USIA DINI Ati Sukmawati Dosen Jurusan Pendidikan IPA Biologi FITK IAIN Mataram Abstrak Pendidikan sebagai sarana pelestarian moralitas sekaligus pengembangan

Lebih terperinci

BAB 2. DATA dan ANALISA. kelengkapan proyek tugas akhir ini didapatkan dari: 1. Data Literatur : - Buku Yoga oleh Noa Belling

BAB 2. DATA dan ANALISA. kelengkapan proyek tugas akhir ini didapatkan dari: 1. Data Literatur : - Buku Yoga oleh Noa Belling BAB 2 DATA dan ANALISA 2.1 Sumber Data Sumber data serta segala informasi yang dibutuhkan untuk mendukung kelengkapan proyek tugas akhir ini didapatkan dari: 1. Data Literatur : - Buku Yoga oleh Noa Belling

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7

BAB II KAJIAN TEORI. tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 BAB II KAJIAN TEORI A. Pemahaman 1. Pengertian Pemahaman Pemahaman ini berasal dari kata Faham yang memiliki tanggap, mengerti benar, pandangan, ajaran. 7 Disini ada pengertian tentang pemahamn yaitu kemampuan

Lebih terperinci

AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012

AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012 122 ISBN: 978-602-70471-1-2 Prosiding Seminar Nasional dan Call for Papers AL-QUR AN SEBAGAI PERANTARA PENGUATAN KARAKTER (RELIGIUS, TOLERANSI DAN DISIPLIN) MAHASISWA FKIP PGSD UMS ANGKATAN 2012 Hana Navi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kunci pembangunan masa mendatang bagi bangsa Indonesia adalah pendidikan. Sebab dengan pendidikan diharapkan setiap individu dapat meningkatkan kualitas keberadaannya

Lebih terperinci

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP)

Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) Standar Guru Penjas Standard Guru Penjas Nasional (Rumusan BSNP) 1. Kompetensi Pedagogik 2. Kompetensi Kepribadian 3. Kompetensi Sosial 4. Kompetensi Profesional Kompetensi Pedagogik Menguasai karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan konseling adalah suatu hal yang sangat erat hubungannya dengan pendidikan. Pendidikan yang merupakan salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka merubah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja yang dalam bahasa Inggris adolesence, berasal dari bahasa latin BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan periode terjadinya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik secara fisik, psikologis, maupun intelektual. Sifat khas remaja mempunyai rasa

Lebih terperinci

Pendidikan Pancasila. Implementasi Sila Ke 2 dan 3 Pancasila. Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen

Pendidikan Pancasila. Implementasi Sila Ke 2 dan 3 Pancasila. Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI. Program Studi Manajemen Modul ke: Pendidikan Pancasila Implementasi Sila Ke 2 dan 3 Pancasila Fakultas EKONOMI Dr. Saepudin S.Ag. M.Si. Program Studi Manajemen www.mercubuana.ac.id Makna Sila Kemanusian Yang Adil dan Beradab

Lebih terperinci

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA

E. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA - 178 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA KELAS VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan saat ini menghadapi tantangan besar sebagai akibat dari arus globalisasi, sehingga berbagai upaya dilakukan agar peserta didik kelak mampu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai propinsi dengan jumlah penduduk tiga

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. sebagai propinsi dengan jumlah penduduk tiga 230 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Propinsi Jawa Barat sebagai propinsi dengan jumlah penduduk tiga terbesar di Pulau Jawa memiliki isu sentral kepadatan penduduk dengan segala permasalahannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah.

I. PENDAHULUAN. oleh pihak yang mengelola pelaksanaan pendidikan dalam hal ini adalah sekolah. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sumber daya manusia berhubungan dengan upaya peningkatan disemua lembaga pendidikan. Untuk itu diperlukan upaya pengkajian semua unsur pada dunia pendidikan

Lebih terperinci

إحياء العربية : السنة الثالثة العدد 1 يناير -

إحياء العربية : السنة الثالثة العدد 1 يناير - HUBUNGAN TASAWUF DENGAN ILMU JIWA AGAMA Apriliana Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah Medan Abstrak Penelitian hubungan tasauf dengan ilmu jiwa agama merupakan penelitian yang bertujuan untuk:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan manusia yang cerdas dan berkarakter. Pendidikan sebagai proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar mengoptimalkan bakat dan potensi anak untuk memperoleh keunggulan dalam hidupnya. Unggul dalam bidang intelektual, memiliki

Lebih terperinci