BAB 1 PENDAHULUAN. Perempuan menjadi penari sesungguhnya merupakan produk dari lingkungan

Transkripsi

1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Perempuan menjadi penari sesungguhnya merupakan produk dari lingkungan serta kondisi sosial yang telah lama terisolasi. Beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan tersebut adalah perlakuan sosial, khususnya faktor ekonomi yang berakibat pula pada kegagalan pendidikan (kemiskinan dan keterbelakangan). Akibatnya hampir semua perlakuan sosial berdasar pada budaya materialisme, khususnya para orang tua lebih memberi perhatian pada penari yang sukses secara materi, dibanding perempuan desa yang miskin yang bekerja sebagai buruh atau pembantu rumah tangga. Cara pandang yang terbatas sangat mempengaruhi perilaku sosial para penari, diantaranya ialah mencari uang untuk memenuhi kebutuhan makan, mempunyai tempat tinggal setelah kebutuhan tersebut terpenuhi dan kebutukan-kebutuhan lainnya seperti rasa aman, rasa dimiliki dan memiliki, kebutuhan akan penghargaan, aspek psikologi, kebutuhan aktualisasi diri dan berbagai kebutuhan lain, baik yang bersifat primer, maupun sekunder, diantaranya popularitas (Caturwati, 2006: 77). Menurut Tohari (Caturwati, 2006: 45) Citra ronggeng atau penari menjadi inspirasi beberapa penulis. Caturwati berpendapat bahwa ronggeng (penari) dipuja dan menjadi ajang pemenuhan kebutuhan birahi para lelaki, menunjukkan bahwa lelaki adalah makhluk yang lemah dan ronggeng (penari) justru seorang perempuan yang hadir dengan keperkasaannya.

2 2 Kasus-kasus penari memang rumit dan kompleks, karena memiliki dua dunia di atas panggung dan di luar panggung atau pertunjukkan. Di atas panggung atau pertunjukkan selain sebagai objek, juga sebagai subjek. Mengeksploitasi dan dieksploitasi, dilecehkan, melecehkan atau melecehkan diri juga memperdaya atau diperdayai yang terkadang banyak juga yang puas dan rela. Penari dengan berbagai upaya mengharuskan selalu tampil cantik dan menarik agar para penggemarnya bertekuk lutut menghamburkan uang sebanyak mungkin. Sinden, tarian, pesan serta makna di balik seni pertunjukkan merupakan bagian dari kehidupan masyarakat (Caturwati, 2006: 65). Karya sastra (novel) merupakan jenis sastra yang sedikit banyak memberikan gambaran tentang masalah kemasyarakatan. Novel sering tidak bisa dipisahkan dari gejolak atau keadaan masyarakat yang melibatkan penulis dan juga pembacanya (Damono, 1979: 3). Kaitan antara novel dengan dunia sosial ditegaskan oleh Swingewood (dalam Damono, 1979: 3-4) bahwa sastra berurusan dengan dunia sosial manusia, usaha manusia untuk menyesuaikan diri dan keinginan untuk mengubahnya. Selain itu juga, novel menampilkan masalah peranan manusia dalam keluarga dan lembaga-lembaga sosial lain, di samping pertikaian dan ketegangan antar kelompok maupun antarkelas sosial. Novel merupakan struktur yang bermakna. Novel tidak sekedar merupakan serangkaian tulisan yang menggairahkan ketika dibaca tetapi merupakan struktur pikiran yang tersusun dari unsur-unsur yang padu. Untuk mengetahui makna-makna atau pikiran tersebut, karya sastra (novel) harus dianalisis (Sugihastuti. Suharto. 2002: 43). Analisis

3 3 perlu dilakukan karena jika hanya sekedar dibaca saja maka makna-makna atau pikiran penulis tidak akan terungkap oleh pembaca. Dianing Widya Yudhistira lahir di Batang, 6 april Ia merupakan salah seorang pengarang angkatan 2000 yang cukup dikenal diantara sastrawan-sastrawan angkatan 2000 lainnya. Hal ini berkaitan dengan keproduktifannya dalam menulis puisi, cerpen, resensi buku dan novel untuk pertama kalinya. Dianing Widya Yudhistira aktif menulis mulai tahun Dipublikasikan ke berbagai media antara lain Republika, Media Indonesia, Koran Tempo, The Jakarta Post, Nova, Horison (Jakarta), Wawasan, Cempaka, Suara Merdeka (Semarang), Memorandum, Jawa Post (Surabaya), Pikiran Rakyat (Bandung), Waspada (Medan), Serambi Indonesia (Banda Aceh), Suara Nusa (Nusa Tenggara Barart), Bali Pos (Denpasar), Majalah GEN dan Tunas Cipta (Malaysia) dan Bahana (Brunei Darussalam). Puisi-puisinya dimuat dalam berbagai antologi puisi: Forum Pesta Penyair Jawa Tengah (1993), Dari Negeri Poci II (1994), Refleksi Setengah Abad Indonesia Merdeka (1995), Mimbar Penyair Abad 21 (1996), Kicau Kepodang IV (1997) Antologi Puisi Indonesia (1997), Kiara I (2000), Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia (2001), Surat Putih 2 (2002), Kiara II (2003), Aceh dalam Puisi (2003) dan Bisikan Kata, Teriakan Kota (2003). Cerpennya dimuat dalam antologi cerpen Kembang Mayang (2000), Dunia Perempuan (2002), Yang Dibalut Lumut (2003), Jika Cinta (2004) dan Kematian yang Indah (2005).

4 4 Novel Sintren dimuat bersambung di Harian Republika (akhir September 2004 sampai awal Februari 2005). Novel ini pada awalnya berupa cerpen yang diluaskan menjadi novel. Penelitian tentang novel Sintren sudah banyak dilakukan. Damhuri Muhammad berpendapat bahwa watak literer yang terobsesi hendak membangun (setidaknya menawarkan) dunia baru dalam sastra sangat terasa pada novel Sintren, karya novelis muda Dianing Widya Yudhistira ini. Ia mempertentangkan dua sisi realitas dalam posisi saling membelakangi. Realitas pertama adalah dunia keseharian Saraswati, murid SD berparas ayu tapi terlahir dari keluarga miskin. Sementara realitas kedua adalah ruang dan waktu suprainderawi yang diselami Saraswati tatkala gadis bau kencur itu harus tampil sebagai penari sintren. Selain itu Kurnia Effendi dalam makalahnya mengemukakan pendapat bahwa novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira dapat diposisikan sebagai karya sastra yang mengandung unsur eksotisme. Seperti halnya trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Sintren juga menggali realitas yang terjadi di tengah masyarakat Jawa Tengah (dalam hal ini Batang, tanah kelahiran pengarangnya) dengan mengambil tradisi paling menarik perhatian. Melalui novel Sintren, Widya seperti hendak menunjukkan kepada kita bahwa pernah ada sejarah animisme dalam kehidupan masyarakat Nusantara di masa lalu. Widya menggambarkan takdir seorang perempuan (Saraswati) dengan begitu kompleks. Cita-citanya untuk sekolah tinggi nyaris kandas ketika orangtuanya menerima lamaran pemuda kaya, yang sesungguhnya hanya didasari hasrat orang tuanya. Kedengkian tetangga telah membatalkan perkawinan itu. Sementara tangan nasib lain menangkapnya menjadi calon sintren.

5 5 Novel Sintren ini menggambarkan tentang seorang tokoh perempuan yang bernama Saraswati yang berhasil meningkatkan status sosialnya dengan menjadi sintren. Sintren (penari) yang banyak dipuja-puja oleh kaum Adam sekaligus menjadi sumber gunjingan dari masyarakat dan harus menjalankan hidup yang sebagaimana orang kebanyakan. Tokoh Saraswati dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira bisa kita anggap sebagai reprentasi kenyataan yang dialami banyak perempuan dalam seni dan kebudayaan. Saraswati sebagai sintren hanya dipandang sebagai objek kehebatan para kaum Adam di kampungnya jika mendapatkan raga Saraswati. Bagi warga kampungnya (daerah Batang) terutama bagi para istri, sosok sintren seperti Saraswati dianggap membawa kesialan bagi kampungnya atau citra negatif penari sintren yang merupakan ketidakadilan gender pada tokoh Saraswati (penari sintren). Adanya sintren Saraswati telah memakan banyak korban jiwa. Dibalik citra negatif sintren Saraswati, ada gambaran lain yang merefleksikan keberadaaan sintren yang banyak dipuja-puja oleh para kaum Adam di daerah Batang sebagai generasi penerus sintren Larasati. Keberadaannya dapat mengangkat perekonomian keluarga dan para pedagang di kampungnya. Dengan adanya pentas sintren Saraswati, orangtuanya bisa mendapatkan uang (bentuk ucapan terima kasih) dari para pedagang yang menggelar dagangannya ketika pertunjukkan sintren berlangsung dan dagangan para pedagang pun laris manis. Pada awalnya Saraswati tampak sebagai cermin ketertindasan perempuan untuk menikah di usia yang masih muda atas desakan ekonomi orang tuanya. Tokoh Saraswati berkeinginan kuat agar dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi.

6 6 Namun setelah dibaca novelnya secara keseluruhan bahwa perubahan hidupnya yang lebih baik setelah menjadi sintren, ia tidak dapat memiliki jiwanya yang utuh yaitu menikah dan menjadi manusia (perempuan) seutuhnya karena sintren Den Ayune Lanjar sudah melekat dalam tubuhnya. Sintren Den Ayune Lenjer yaitu sintren yang sangat cantik dan mempunyai kekuatan yang luar biasa namun ia tetap perawan. Sehingga untuk menjadi sintren haruslah gadis yang masih suci yang pantang disentuh oleh laki-laki. Kehidupan penari atau ronggeng juga pernah dilakukan oleh mahasiswa UPI yang bernama Eli Susanti (2004) dengan judul Citra Perempuan Tokoh Srintil dalam Trilogi Novel Ahmad Tohari yang ditulis oleh Eli Susanti (2004). Kesimpulan yang dapat diambil dari deskripsi skripsinya yaitu tokoh Srintil, seorang penari dari daerah Paruk yang digambarkan sebagai wanita yang tidak bisa membentuk identitas keperempuannanya sendiri. Penelitiannya lebih menitik beratkan pada Kritik Sastra Feminis. Juga skripsi tentang kesenian sintren yang ditulis oleh Sunarti (2006) dengan judul Sintren Brebes Kecamatan Banjarharjo, Struktur Lagu, Konteks Pertunjukkan, Proses Penciptaan dan Fungsi. Kesimpulan yang dapat diambil dari skripsinya yaitu analisis kesenian sintren dilihat secara tekstual atau bentuk dan teknik yang berkaitan dengan komposisi (analisis bentuk). Selain itu juga pada skripsi Nita Yuliana (2007), skripsinya berjudul Representasi Realitas Sosial dalam Novel Ketika Bumi Menangis Karya Gola Gong dan Kesesuaiannya Sebagai Bahan Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah Menengah Atas. Kesimpulan skripsinya yaitu menceritakan tentang realitas sosial tokoh Lazuardi yang melakukan tindak korupsi dan permasalahan TKW yang bekerja di luar negri.

7 7 Disamping itu pada skripsi Mumu Munawar (2005) dengan judul Realitas Sosial Perempuan Bali dalam Novel Tarian Bumi Karya Oka Rusmini dan Novel Putri Karya Putu Wijaya. Skripsi ini berisi tentang perbedaan realitas sosial perempuan Bali menurut pandangan yang digambarkan Oka Rusmini (perempuan) dan Putu Wijaya (laki-laki) juga cara penulisan kedua pengarang. Penelitiannya lebih menitikberatkan pada teori feminisme. Selain itu pada tesis Nenden Lilis Aisyah (2003) yang berjudul Representasi Ideologi Gender dalam Cerpen-Cerpen Karya Wanita Pada Cerpen Pilihan Kompas Kesimpulan yang dapat diambil dari tesisnya yaitu kondisi kaum perempuan masih memprihatinkan karena ideologi gender yang dibentuk oleh sistem patriarki. Sebagai antisipasi dari penyadaran terhadap masalah gender digunakanlah sebuah wacana yaitu karya sastra khususnya cerpen. Pada penelitian ini, peneliti lebih menitik beratkan pada representasi realitas kehidupan penari sintren di daerah Batang yang ada dalam novel Sintren. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis terhadap Representasi Realitas Kehidupan Penari Sintren dalam Novel Sintren Karya Dianing Widya Yudhistira. Hal ini berawal dari ketertarikan penulis terhadap tokoh Saraswati sebagai perempuan yang memiliki alur hidup yang berliku. Penelitian ini mengarah kepada analisis sosiologi sastra yang menganalisis kehidupan tokoh Saraswati sebagai penari sintren di daerah Batang.

8 Batasan Masalah Penelitian ini akan lebih operasional apabila melakukan pembatasan masalah dalam mengkaji novel Sintren, sehingga dapat terfokus dan mendalam. Melihat luasnya kajian sosiologi sastra, maka peneliti akan membatasi penelitian ini pada pengkajian representasi realitas kehidupan penari sintren (di dalam pertunjukkan maupun di luar pertunjukkan) yang meliputi hubungan penari sintren dengan masyarakat, bagaimana masyarakat menilai penari sintren, posisi penari sintren dalam kehidupan masyarakat dan bentuk ketidakadilan gender yang diterima oleh penari sintren dari masyarakat daerah Batang dalam novel Sintren. Terakhir penulis mengkaji representasi realitas kehidupan penari sintren dalam novel Sintren dengan penari sintren di daerah Batang Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: bagaimanakah representasi realitas kehidupan penari sintren dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira? Rumusan masalah diatas akan penulis jabarkan ke dalam beberapa pertanyaan peneliti agar lebih operasional dalam penelitian. Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Bagaimanakah struktur novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira? 2) Bagaimanakah representasi citra penari sintren dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira? 3) Bagaimanakah representasi hubungan penari sintren dengan masyarakat dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira?

9 9 4) Bagaimanakah representasi ketidakadilan gender dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira? 1. 4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan: 1) struktur novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira; 2) representasi citra penari sintren dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira; 3) representasi hubungan penari sintren dengan masyarakat dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira; 4) representasi ketidakadilan gender dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira Manfaat Penelitian 1) Bagi Peneliti Peneliti dapat mengetahui bagaimana Dianing Widya Yudhistira merepresentasikan kehidupan penari sintren dengan menerapkan pendekatan Sosiologi Sastra. 2) Bagi Dunia Akademik Secara akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kesusasteraan, khususnya penelitian mengenai Kajian Sosiologi Sastra. Diharapkan para pembaca mendapat gambaran tentang penari sintren dalam novel Sintren.

10 10 3) Bagi Masyarakat Luas Bagi masyarakat luas, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi dalam melihat kondisi perempuan di masyarakat pada umumnya dan masyarakat daerah Batang pada khususnya Metode dan Teknik Penelitian Metode Penelitian Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian deskriptip kualitatif. Metode penelitian kualitatif yaitu memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Dalam penelitian, penulis juga melakukan pendeskripsian data yang diperoeh dari teks dengan jalan mengetengahkan fakta yang berhubungan dengan struktur dan fungsi yang terdapat pada novel Sintren yang akan dianalisis Teknik Penelitian Kata teknik berasal dari bahasa Yunani, yakni teknikos yang berarti alat, atau seni menggunakan alat (Ratna, 2004 : 37). Teknik penelitian digunakan untuk mencari dan mengumpulkan data dan pengolahannya. Adapun teknik-teknik yang penulis gunakan yaitu: 1) Telaah Pustaka, yaitu dengan membaca dan memahami novel secara mendalam. 2) Analitik, yaitu dengan menganalisis data-data yang terkumpul untuk menentukan gagasan yang terkandung dalam novel Sintren yang akan diteliti.

11 11 3) Observasi, yaitu dengan meneliti secara langsung objek penelitian untuk memperoleh gambaran sesungguhnya. 4) Wawancara, yaitu dengan mewawancarai nara sumber secara langsung Sumber Data Dalam penelitian, sumber data merupakan hal yang sangat utama karena tanpa sumber data penelitian tidak akan berjalan. Sumber data yang digunakan oleh penulis yaitu novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira cetakan pertama, 295 halaman dengan lebar buku 14 cm dan panjang 20 cm. Diterbitkan di Jakarta oleh Grasindo tahun Novel ini pernah dimuat sebagai cerita bersambung di Harian Republika edisi 25 September 2004 sampai awal Februari Prosedur Penelitian Prosedur penelitian yang akan dilakukan dalam menganalisis novel Sintren yaitu sebagai berikut: 1) membaca secara keseluruhan isi novel Sintren; 2) mengkaji secara struktural novel Sintren yang meliputi analisis alur (alur dan pengaluran), latar (latar waktu, tempat dan sosial), tokoh (tokoh dan penokohan), penceritaan dan tema; 3) meneliti kondisi sosial masyarakat Batang; 4) meneliti representasi realitas kehidupan penari sintren dalam novel Sintren; 5) menganalisis ketidakadilan gender penari sintren dalam novel Sintren; dan

12 12 6) menarik kesimpulan tentang representasi realitas kehidupan penari sintren dalam novel Sintren karya Dianing Widya Yudhistira Definisi Operasional 1) Representasi menurut pendapat Sumardjo, (dalam Aisyah, 2003;29) yaitu penggambaran (pencerminan) yang melambangkan kenyataan. 2) Realitas ialah kenyataan sedangkan kehidupan yaitu cara atau keadaan hidup. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa realitas kehidupan yaitu kenyataan hidup yang sesungguhnya. 3) Penari yaitu suatu profesi yang dikerjakan dengan cara melakukan gerakan tari yang diiringi oleh alunan musik sedangkan sintren yaitu kesenian tradisional masyarakat sepanjang pesisir Pantura (Pantai Utara) yang berbau mistis atau magis dan dimainkan oleh perempuan yang masih suci (gadis). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa penari sintren yaitu suatu profesi yang dijalankan oleh seorang gadis yang menarikan kesenian tradisional yang berbau mistis atau magis di daerah sepanjang pesisir Pantura. 4) Novel yaitu sebuah karya fiksi, menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan yang diidealkan, dunia imajiner, yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar dan sudut pandang yang bersifat imajinatif (Nurgiyantoro, 2007: 4).