BAB I PENDAHULUAN. maka akan dikenakan sanksi, dalam proses inilah hukum harus ditegakkan. upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hukum pada prinsipnya adalah sebuah aturan yang wajib ditaati dan dilaksanakan guna terwujudnya ketentraman dan keteraturan dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum mengatur mengenai apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Apabila hukum itu dilanggar maka akan dikenakan sanksi, dalam proses inilah hukum harus ditegakkan. Penegakan hukum ( law enforcement) adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubunganhubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. 1 Penegakan hukum (law enforcement) memiliki arti secara luas dan sempit ditinjau dari segi subjeknya.pengertian penegakan hukum ditinjau dari segi subjeknya, yaitu dari aparatur atau penegak hukum. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. 2 1 Dekudesk; PenegakanHukum,(online),( negakan_hukum.pdf), diakses 7 April 2016). 2 Ibid. 1

2 Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami dari segi subjeknya hubungan antar aparatur atau penegak hukum adalah serangkaian upaya untuk menjaga, menjalankan, dan menegakkan hukum, sedangkan pengertian penegakan hukum (law enforcement) dari objeknya, yaitu dari segi hukumnya.dalam hal ini juga memiliki pengertian secara luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum mencakup nilai-nilaikeadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.dalam arti sempit, penegakan hukum hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. 3 Adapun tujuan akhir dari proses penegakan hukum itu sendiri yang akanmemberikan jaminan terlaksananya pemerataan keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia, ketertiban, ketentraman dan kepastian hukum. 4 Negara memiliki lembaga-lembaga yang berperan dalam penegakan hukum, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia. Undang-Undang RI No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Pasal 2 ayat (1) berbunyi : Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan dan kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan dalam mengendalikan tugas dan wewenangnya dipimpin oleh satu jaksa agung sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) Undang -Undang RI No.16 Tahun 2004tentang 3 Ibid. 4 Djoko Prakoso, Eksistensi Jaksa diteangah-tengah Masyarakat,(Jakarta : Ghalia Indonesia, 1985), hlm.77. 2

3 Kejaksaan Republik Indonesiayang berbunyi : Jaksa Agung adalah pimpinan dan penanggung jawab tertinggi kejaksaan yang memimpin,mengendalikan pelaksanaan tugas, dan wewenang kejaksaan. Jaksa agung menempati posisi sentral di Kejaksaan Republik Indonesia mempunyai tugas dan wewenang yang diatur dalam Pasal 35 Undang-Undang RI No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesiayang berbunyi : Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang: a. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegak hukum dan keadilan dalam ruang lingkup tugasdan wewenang kejaksaan; b. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-undang; c. Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum; d. Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata,dan tata usaha negara; e. Dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara pidana; f. Mencegah atau menangkal orang tertentu masuk atau keluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 35 huruf (c) mengatur hakistimewa untuk jaksa agung, yaitu : Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang mengesampingkan perkara demi kepentingan umum. Di bidang penuntutan ini, hukum acara pidana mengenal dua asas (sistem) yaitu asas legalitas ( legaliteitsbeginsel) dan asas oportunitas ( opportuniteitsbeginsel). Yang dimaksud dengan asas legalitas adalah bahwa apabila terjadi suatu tindak pidana, maka ada kewajiban bagi penuntut umum untuk melakukan penuntutan ke muka pengadilan bagi pelaku tindak pidana tersebut. Dan sebagai lawannya adalah asas oportunitas, yang menghendaki meskipun bukti-bukti cukup mengenai kesalahan terdakwa tetapi apabila kejaksaan berpendapat bahwa akan banyak kerugiannya 3

4 bagi kepentingan umum dengan menuntut terdakwa tersebut daripada tidak menuntutnya, maka kejaksaan berwenang mengesampingkannya atau deponering (selanjutnya disebut deponering). 5 Pasal 35 huruf (c) Undang-Undang RI No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, perkara yang dikesampingkan titik beratnya adalah demi kepentingan umum, dalam penjelasannya kepentingan umum adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas. Namun penjelasan tersebut tidak ditentukan secara limitatif atau jelas tolok ukurnya mengenai kepentingan bangsa, kepentingan negara, dan kepentingan masyarakat luas, sehingga menimbulkan berbagai macam penafsiran. Penyampingan perkara atau deponering masih jarang dilakukan. Pada orde baru, kasus deponering yang dikenal adalah kasus M. Jasin (anggota petisi 50) yang kemudian dideponering oleh jaksa agung yang menjabat waktu itu (Ismail Saleh Jaksa Agung periode tahun ). 6 Selanjutnya wewenang deponering kembali digunakan pada kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra Marta Hamzah yang menjabat menjadi pimpinan KPK periode Awalnya Kejaksaan mengeluarkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan ( SKPP) untuk kasus Bibit-Chandra.Namun akhirnya Surat 5 Suryono Sutarto,Hukum Acara Pidana Jilid I (Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2005), hlm Mappifhui; Catatan dan Masukan atas RUU Kejaksaan yang dikeluarkan, 2015, (online),( ATAS-RUU-KEJAKSAAN-YANG-DIKELUARKAN.pdf, diakses 7 April 2016) 4

5 Ketetapan Penghentian Penuntutan ini dicabut dan jaksa agung menggunakan wewenangnya yakni deponering. 7 Wewenang deponering oleh jaksa agung menjadi sorotan publik kembali. Wewenang ini digunakan pada kasus Abraham Samad dan Bambang Widjajanto (sela njutnya disebut AS dan BW) yang menjabat sebagai pimpinan KPK periode tahun AS ditetapkan sebagai tersangka dengan kasus pemalsuan dokumen berupa KTP, Paspor dan Kartu Keluarga. 8 BW ditangkap oleh Bareskrim Polri terkait kasus keterangan palsu soal penanganan sengketa Pilkada Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah. 9 Setelahstatus tersangka AS dan BW diumumkan kepada publik, justru publik berasumsi kasus ini adalah Cicak versus Buaya jilid 2 dan menganggap kasus ini adalah bentuk kriminalisasi yang memunculkan desakan publik untuk pembebasan AS dan BW. 10 Melihat desakan publik yang begitu kuat, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo berinisiatif untuk men-deponering kasus AS dan BW Sebelum memutuskan pengesampingan kasus AS dan BW, jaksaagung sebelumnya telah menyurati dan meminta pendapat kepada Komisi III DPR, Mahkamah Agung, dan Polri. Surat tersebut memuat tiga alasan mengenai 7 Justicia; Deponering Kasus Bibit-Chandra, 2011, (online),( diakses 5Juni 2016) 8 Wikipedia; Abraham Samad,2016, (online),( diakses 5 Juni 2016) 9 Wikipedia; Bambang Widjojanto, 2016, (online), ( diakses 5 Juni 2016) 10 Ibid 5

6 pertimbangan jaksa agung untuk mendeponering kasus AS dan BW, yakni : 1. Terkait alasan filosofis, karena dinilai terjadi kegaduhan politik akibat terganggunya harmonisasi antar institusi penegak hukum sehingga hukum tidak dapat terwujud secara maksimal. 2. Terkait alasan sosiologis karena terganggunya pemberantasan korupsi sebab tersangka adalah tokoh dan aktivis yang diakui luas oleh masyarakat. 3. Terkait alasan yuridis yakni dalam rangka mewujudkan kepastian hukum demi kepentingan Negara berdasarkan UU No.16 Tahun Terhadap surat yang dikirim kepada lembaga-lembaga negara tersebut, ketiganya menolak terhadap pendeponeringan kasus AS dan BW. Namun ketiga lembaga tersebut menyerahkan sepenuhnya keputusannya kepada jaksa agung, yang pada akhirnya Jaksa Agung Muhammad Prasetyo pada tanggal 4 Maret 2016 mengumumkan dan mengeluarkansurat pendeponeringan kasus AS dan BW, dengan No : TAP 012/A/JA/03/ Diumumkannya pendeponeringan AS dan BW kepada publik, sebagian kalangan tidak setuju atas keputusan jaksa agung, salah satunya praktisi hukum O.C Kaligis dan mantan Menteri Surya Dharma Ali yang mempraperadilankan keputusan deponering ini di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal l7 Maret 2016 dengan No. Registrasi 36/Pid.Prap/2016/PN.JKT.SEL dan 37/Pid.Prap/2016/PN.JKT.SEL, yang 11 CNN; DPR Tolak Deponering Abraham Samad-Bambang Widjojanto,2016, (online),( diakses 5 Juni 2016) 12 Youtube; Berita Abraham Samad, 2016, (online), ( diakses 29 Juni 2016) 6

7 pada akhirnya praperadilan tersebut ditolak oleh hakim pada tanggal 23 Maret Dari silang pendapat antara lembaga negara, praktisi hukum hingga berbagai elemen masyarakat mengenai pendeponeringan kasus AS dan BW demi kepentingan umum, penulis tertarik untuk membahas dalam bentuk karya ilmiah dengan judul Implikasi Pengesampingan Perkara Demi Kepentingan Umum oleh Jaksa Agung Terhadap Proses Penegakan Hukum : Studi Kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. B. PerumusanMasalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka peneliti mengambil dua permasalahan yang akan menjadi landasan pembahasan dalam penelitian ini, yakni : 1) Bagaimana pengaturan mengenai pengesampingan perkara oleh jaksa agung dalam hukum positif di Indonesia? 2) Bagaimana implikasi penggunaan wewenang pengesampingan perkara demi kepentingan umum oleh jaksa agung terhadap proses penegakan hukum dengan studi kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto? 13 Republika; Deponering AS dan BW, 2016, (online), ( diakses 29 Juni 2016) 7

8 C. Tujuan dan Manfaat a) Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka tujuan yang akan dicapai melalui penyusunan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaturan pengesampingan perkara dalam hukum positif di Indonesia yang menjadi wewenang jaksa agung. 2. Mengetahui implikasi pengesampingan perkara olehjaksa agung demi kepentingan umum terhadap proses penegakan hukum. b) Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dalam sistem hukum pidana nasional baik manfaat teoritis maupun manfaat praktis, yaitu : 1. Manfaat teoretis, penelitian ini diharapkan menambah referensi ilmu Hukum Pidana pada umumnya, dan menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya mengenai pengesampingan perkara demi kepentingan umum di masa mendatang. 2. Manfaat praktis, penelitian ini diharapkan memberikan informasi serta pemahaman bagi institusi terkait mengenai pengesampingan perkara demi kepentingan umum. 8

9 D. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri dari beberapa sub bab, sebagai berikut : Bab I bab satu membahas mengenai alasan pemilihan judul penelitian, kemudian dilanjutkan dengan perumusan masalah yang bertujuan agar dalam penelitian tidak terjadi penyimpangan pengumpulan data dan kekaburan dalam pembahasan penelitian. Setelah perumusan masalah, dijelaskan tentang tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan yang terakhir adalah sistematika penulisan skripsi yang bertujuan agar penulisan skripsi lebih terarah dan sistematis. Bab II bab duamenguraikan tentangkedudukan, tugas dan wewenang kejaksaan, tugas dan wewenang jaksa agung, tahap-tahap penuntutan, penuntutan, dan pengesampingan perkara demi kepentingan umum. Bab III bab tiga membahas menganai metode penelitian yang meliputi metode pendekatan, spesifikasi penelitian, metode pengumpulan data, dan metode analisis data. Bab IV pada bab empat menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai implikasi pengesampingan perkara demi kepentingan umum oleh Jaksa Agung terhadap proses 9

10 penegakan hukum : studi kasus Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Bab V bab terakhir ini merupakan penutup. Bab lima memberikan simpulan mengenai hasil penelitian dan pembahasan serta mengemukakan beberapa saran. 10