PPSP Kabupaten Kepulauan Sula Peta 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Kepulauan Sula Dan Wilayah Kajian BPS, SSK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PPSP Kabupaten Kepulauan Sula Peta 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Kepulauan Sula Dan Wilayah Kajian BPS, SSK"

Transkripsi

1 2.1. GEOGRAFIS, ADMINISTRATIF DAN KONDISI FISIK GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA diresmikan pada tanggal 31 Mei 2003 sesuai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun Berdasarkan data tahun 2006, luas wilayah Kepulauan Sula adalah ,753 Km 2 yang terdiri dari daratan seluas Km 2 (50,21%) dan lautan seluas ,465 Km 2 (49,79%). Struktur wilayah Kepulauan Sula terdiri atas 3 (tiga) pulau besar yaitu Pulau Sulabesi, Pulau Taliabu dan Pulau Mangoli dan Pada Tahun 2013 di Pulau Taliabu Menjadi Daerah Otonomi Baru. terletak pada posisi LS dan BT BT dengan batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Maluku Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Banda Sebelah Barat berbatasan dengan Propinsi Sulawesi Tengah Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Seram Wilayah administrasi terdiri dari 19 kecamatan dan 124 Desa, serta dikelilingi oleh Pulau-pulau kecil yang berjumlah sekitar 58 buah dengan panjang garis pantai 169,85 kilometer (lihat Tabel 2.1). Sejalan dengan reformasi di bidang pemerintahan dan otonomi daerah, dan Pada Tahun 2013 di Pulau Taliabu Menjadi Daerah Otonomi Baru, serta memperhatikan aspirasi masyarakat untuk mendapat pelayanan pemerintahan yang lebih baik, wilayah kecamatan setelah pemekaran Pulau Taliabu menjadi 12 kecamatan dan 74 Desa (lihat Tabel 2.1). Tujuan pemekaran adalah memperpendek rentang kendali pemerintahan dan mewujudkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien. Tabel 2.1 Jumlah Kecamatan dan Desa Tahun 2014 N0 Nama Kecamatan Ibu Kota Kecamatan Jumlah Desa 1 Sanana Sanana 11 2 Sanana utara Pohea 6 3 Sulabesi Tengah Waiboga 6 4 Sulabesi Timur Baleha 6 5 Sulabesi Barat Kabau 6 6 Sulabesi Selatan Fuata 4 7 Mangoli Timur Waitina 4 8 Mangoli Tengah Mangoli 7 9 Mangoli Selatan Waisakai 5 10 Mangoli Utara Timur Buya 5 11 Mangoli Utara Falabisahaya 7 12 Mangoli Barat Dofa 7 Jumlah 74 Sumber : BAPPEDA Kab. Kepulauan Sula,

2 Peta 2.1 Peta Administrasi Dan Wilayah Kajian BPS, SSK Sumber : BAPPEDA, RTRW Kab Kepulauan Sula Topografi dan Iklim Wilayah terdiri dari 3 (tiga) pulau besar, yaitu Pulau Taliabu, Pulau Mangoli dan Pulau Sulabesi yang menjadi pusat permukiman sebagian besar penduduk. Berdasarkan kelas ketinggian wilayah Kepulauan Sula berada pada ketinggian meter di atas permukaan laut. Kondisi dan ekosistem hutan relatif masih utuh dengan tipe hutan hujan dataran rendah dan hutan hujan pegunungan. Sekitar Ha dataran pantai Kepulauan Sula mempunyai jenis tanah Podsolik Merah Kuning yang cocok untuk lahan perkebunan. Sedangkan lahan dengan kemiringan persen seluas hampir Ha mempunyai jenis tanah Podsolik dan Aluvial. beriklim tropis yang umumnya dipengaruhi oleh 2 musim, yaitu musim Barat atau Utara dan Musim Timur atau Tenggara. Kedua musim ini berawal pada bulan Mei dan dipengaruhi oleh musim pancaroba yang merupakan transisi musim tersebut. Musim barat atau utara umumnya berlangsung dari bulan Desember sampai bulan Maret. Bulan April merupakan musim transisi ke musim timur atau tenggara. Musim timur atau tenggara berawal pada bulan Mei dan berlangsung hingga bulan Oktober. Bulan Nopember merupakan masa transisi ke musim barat. Kondisi iklim dipengaruhi oleh iklim tropis dengan curah hujan rata-rata mm per tahun. Kelembaban nisbi rata-rata yang tercatat pada stasiun Meterologi dan Geofisikan Sanana (2007) adalah 85 persen (higer) 2-2

3 pada bulan Juni dan 79 persen (lower) pada bulan Januari, Pebruari dan Oktober. Musim hujan jatuh pada bulan Januari Juni dengan curah hujan hari dan curah hujan terendah pada bulan Juli (8 mm) dengan jumlah hari hujan 6 9 hari. Berbagai kondisi geografi tersebut mempengaruhi potensi pertanian, perkebunan dan perikanan Kondisi Hidrologi Sebagian besar wilayah memiliki pantai yang datar dengan kedalaman mencapai antara meter. Sedangkan di beberapa daerah atau perairan pantai yang terlindung memiliki topografi yang landai dan kedalamannya tidak lebih dari 200 meter. Pasang surut yang terjadi di perairan Kepulauan Sula adalah tipe pasut diurnal, yaitu mengalami 2 kali pasang dan 2 kali surut pada interval waktu yang sama. Pergerakan arus menurut skala waktu akibat perubahan musim yaitu Barat dan Timue dan arus harian yang dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut.data DISHIDROS TNI-AL (1992) menunjukkan bahwa kecepatan arus tertinggi terjadi di selat Capalulu mencapai 90 mil/jam, sedangkan arus lokal bervariasi pada saat pergerakan dari arah utara menuju Timur laut sampai tenggara dan dari arah selatan sampai barat dengan variasi antara 1 45 cm/detik. Parameter oceanografi penting lainnya adalah gelombang. Informasi mengenai kondisi gelombang dapat memprediksi kondisi perairan dan aktivitas di laut termasuk aktivitas perikanan tangkap. Variasi pergerakan gelombang berdasarkan data DISHIDROS TNI-AL (1992) dan Lipi Ambon (1994) gelombang besar terjadi pada bulan September Desember dengan ketinggian mencspai 1,50 2,00 meter Penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan pada suatu wilayah merupakan manifestasi hubungan antara manusia dengan lingkungan. Polarisasi dan intensitas penggunaan lahan tersebut juga merupakan indikator yang mencerminkan aktivitas utama dalam tingkat penguasaan teknologi penduduk dalam mengeksploitasi sumberdaya lahan sekaligus mencerminkan karakteristik potensi wilayah yang bersangkutan. Perkembangan sumberdaya lahan dapat dilihat dari kondisi tutupan lahan atau pemanfaatan lahan yang terbentuk. Pada dasarnya pembentukan pola pemanfaatan lahan dipengaruhi oleh faktor fisik lahan seperti letak geografis, struktur geologi dan tanah, klimatologi wilayah, dan sektor kegiatan ekonomi masyarakat. Pemanfaatan lahan yang terbentuk hingga saat ini di terdiri atas lahan hutan, perkebunan, persawahan, ladang, pemukiman, lahan terbuka, rawa serta waduk/dananu/sungai. Dominasi oleh hutan mencapai sekitar Ha dari total luas wilayah sebesar Ha. Sementara itu, pemanfaatan lahan untuk perumahan hanya seluas Ha, dengan luasan Ha. Secara lebih rinci penggunaan lahan dapat dilihat pada tabel

4 Tabel 2.2 Penggunaan Lahan di No Penggunaan Lahan Luas (Ha) Luas (km) 1. Hutan Primer Huten Sekunder Hutan Gundul Hutan Mangrove Perkebunan Sawah Ladang/Tegalan Perkotaan Kampung Belukar/rumput Lahan Terbuka Rawa Waduk/Sungai/Danau Tidak ada Data JUMLAH Sumber: Peta Informasi Spasial Penutupan/Penggunaan lahan Indonesia (Maluku) Tahun Demografi Jumlah Penduduka mencapai jiwa pada Tahun 2011 dan Pada Tahun 2012 jumlah penduduk mencapai jiwa pada Tahun Tingkat pertumbuhan penduduk tercatat meningkat dari 1,71 persen pada Tahun 2010 naik menjadi 2,41 persen pada Tahun 2011, namun pada Tahun 2012 tingkat pertumbuhan Penduduk menurun menjadi 0,77 persen. Penduduk terdiri dari berbagai jenis suku, antara lain; Suku Sula, Buton, Taliabu, Wakatobi, Tomia, Wajo, bugis, Jawa, sumatra dan lain-lain, dan suku yang terbanyak adalah suku sula 48,93 persen dari jumlah penduduk, Bahasa keseharian yang digunakan sebagian besar penduduk Kepulauan Sula ada Bahasa Melayu Ambon yang mencapai 43,65 persen. Tabel 2.3 Kependudukan Sumber : Dalam Angkat

5 2.5. Perumahan dan Air Bersih. Secara umum kondisi Perumahan penduduk semakin membaik, hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu semakin berkurangnya rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai kurang dari 20 m² yakni dari 2,65 persen pada Tahun 2011 menjadi 2,62 persen di Tahun Selain itu indikator lainnya yang dapat di gunakan sebagai ukuran meningkatnya taraf hidup penduduk Kepulauan Sula dari sisi perumahan yakni jenis lantai, jenis atap dan jenis dinding terluas yang semakin membaik pula. Pada Tahun 2012 persentase rumah tangga yang menempati rumah jenis lantai bukan tanah naik menjadi 92,49 persen dari Tahun 2011 yang tercatat sebesar 91,60 persen. Sementara rumah tangga yang menempati rumah dengan jenis dinding permanen sebesar 66,81 persen pada Tahun 2011 meningkat menjadi 94,43 persen di Tahun Dalam hal akses terhadap air minum penduduk pada Tahun 2012 sebesar 0,28 persen menggunakan air minum bersih yang berasal dari air isi ulang, leding meteran sebesar 11,40 persen, leding eceran 0,26 persen, sumur bor/ pompa 0,75 persen, sumur terlindung 41,54 persen, sumur tak terlindung 21,09 persen, mata air terlindung 7,97 persen, mata air tak terlindung 1,91 persen dan air sungai 14,81 persen. Sumber : Statistik Daerah Tahun

6 2.6. Pendapatan Regional Lebih dari empat perlima pertumbuhan perekonomian dibentuk oleh tiga sektor besar, yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor industri pengolahan, dari ketiga sektor tersebut, sektor pertanian yang memberikan kontributor terbesar pada perekonomian Kabupaten kepulauan Sula dengan nilai kontributor sebesar 43,80 persen. Keunikan dari segi geografis iklim dan geologis menjadi sala satu pendukung perekonomian melalui nilai tambah yang di hasilkan oleh produksi dan pengolahan tanaman perkebunan bernilai tinggi, seperti, cengkeh, kakao, pala dan kelapa. Hal ini menjadi sala satu faktor yang menyebabkan sektor pertanian masih menjadi leading sektor pada struktur perekonomian Tahun Struktur Perekonomian Tahun 2012 Sumber : Statistik Daerah Tahun 2013 Pertumbuhan ekonomi Kepulauan Sula berada pada peringkat ke tujuh dibandingkan Kabupaten lainnya di Provinsi Maluku Utara. Pada Tahun 2012 perekonomian Kabupaten ini tumbuh sebesar 6,42 persen, pertumbuhan tertinggi sampai dengan pertumbuhan terendah secara berturut turut adalah sebagai berikut, sektor bangunan tumbuh sebesar 13,96 persen, sektor pertambangan dan penggalian 9,85 persen, keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9,18 persen, sektor pertanian 7,74 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,64 persen, pengangkutan dan telekomunikasi 6,96 persen, sektor jasa-jasa 6,68 persen, sektor listrik gas dan air bersih tumbuh sebesar 2,36 persen, industri pengolahan sebesar 0,56 persen. 2-6

7 2.7. Rencanan Tataruang Wilayah Kab kepulauan Sula KEBIJAKAN PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA Kebijakan penataan ruang wilayah, adalah : Meningkatkan dan memantapkan fungsi pusat - pusat pengembangan kegiatan di seluruh wilayah kabupaten, baik sebagai pusat ; pemerintahan, permukiman, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan jasa, kegiatan dan pemasaran dari produksi sektor-sektor dan komoditas unggulan wilayah, baik dalam skala lokal, kawasan maupun skala regional; Pelaksanakan pengembangan dan pembangunan di masing-masing wilayah pulau (Sulabesi, Mangole, dan Taliabu), dengan pendekatan prioritas pengembangan dimulai pada titik-titik simpul pusat dan sub-pusat wilayah pengembangan serta pada kawasan-kawasan strategis; Melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup melalui penataan ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup; dan Mengembangkan sistem prasarana dan sarana wilayah yang terintegrasi inter dan antar pulau serta dengan sistem regional STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA Strategi penataan ruang wilayah, dirumuskan sebagai berikut : Mendorong pengembangan wilayah melalui konsep pengembangan Gugus Pulau berbasis Mitigasi Bencana dan penyusunan Pola Ruang yang optimal yang didukung oleh jaringan prasarana dan sarana wilayah yang memadai; Mengembangkan konsep perhubungan (transportasi) dengan comprehensive and multigate system, yaitu masing-masing pulau mempunyai akses langsung ke wilayah regional lainnya; Mengembangkan pusat-pusat pengembangan wilayah di masing-masing pulau melalui program-program pembangunan yang bersifat strategis sehingga mampu memberikan spread effects terhadap kawasan di sekitarnya; Mengendalikan dan mengarahkan perkembangan fisik pada bagian utara Pulau Sulabesi, bagian barat Pulau Taliabu dan bagian utara Pulau Mangole, dan mendorong percepatan pembangunan di pusat-pusat Sub Wilayah Pengembangan yaitu di kawasan Kabau Pantai, kawasan Waitina, kawasan Dofa, kawasan Samuya, dan kawasan Lede; Mengendalikan dan membatasi perkembangan kawasan permukiman di kawasan Tikong, karena kawasan ini diprioritaskan untuk kawasan industri pertambangan; Mengoptimalkan pengembangan potensi sektor pertanian, perkebunan dan perikanan yang didukung oleh pengembangan industri pengolahan produksi sektor-sektor tersebut dengan pendekatan agribisnis, sehingga dapat memberikan nilai tambah yang optimal bagi perekonomian wilayah; Mengembangkan kegiatan wisata bahari dan wisata minat khusus; Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik guna mendorong pemerataan pembangunan, percepatan dan pertumbuhan ekonomi daerah; Mengembangkan sistem ketahanan pangan dan gizi melalui peningkatan ketersediaan komoditas pangan dalam jumlah yang memadai; Mendorong investasi untuk kegiatan di bidang pertambangan dan sumber-daya mineral dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan hutan lindung FUNGSI DAN MANFAAT PENATAAN RUANG KABUPATEN KEPULAUAN SULA 2-7

8 Fungsi RTRW, adalah : a) Salah-satu acuan dalam pelaksanaan pembangunan daerah, khususnya acuan dalam pola ruang wilayah. b) Sebagai dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah. c) Sebagai dasar mewujudkan keseimbangan perkembangan antar-wilayah dan antar-kawasan serta keserasian antar-sektor. d) Sebagai dasar untuk mengalokasi kegiatan investasi, baik yang dilakukan pemerintah, masyarakat maupun oleh swasta. e) Sebagai pedoman untuk menyusun rencana rinci tata ruang kawasan. f) Sebagai dasar dalam pemberian izin lokasi pembangunan skala besar, izin eksplorasi pertambangan. Manfaat (outcome) yang diharapkan dari adanya RTRW adalah : a) Pemerintah Daerah memiliki salah-satu acuan dalam pelaksanaan pembangunannya dalam bentuk RTRW yang merupakan penjabaran dari kebijakan penataan ruang wilayah provinsi. b) Pola ruang (dalam 20 tahun ke depan) dapat diarahkan dan dikendalikan dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan potensi dan kendala yang ada. c) Pemanfaatan Kawasan Budidaya dan pelestarian Kawasan Lindung dapat diserasikan untuk meningkatkan perekonomian wilayah dan keberlanjutan pembangunan. d) Berbagai rencana dan program pembangunan dapat diintegrasikan satu sama lain dengan menjadi RTRW sebagai salah-satu acuan utama. e) Calon investor memiliki bahan pertimbangan dan dasar untuk menanamkan investasinya di Kabupaten Kepulauan Sula karena dapat memperkirakan prospek pengembangan daerah atas dasar rencana struktur dan pola ruang wilayah kabupaten untuk 20 tahun ke depan. f) Menjadi alat untuk mengoptimalkan kerjasama pembangunan dengan wilayah sekitar, dan alat koordinasi pembangunan antar-kawasan dan antar-sektor STRATEGI OPTIMALISASI FUNGSI DAN MANFAAT PENATAAN RUANG KABUPATEN KEPULAUAN SULA Beberapa strategi yang dapat digunakan untuk mengoptimalisasikan fungsi dan manfaat hasil kegiatan penataan ruang wilayah ini, adalah : a) Menjadikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai sebuah hasil kesepakatan bersama antara semua stake-holders sehingga tercipta komitmen bersama untuk mewujudkan dan melaksanakannya secara konsekuen; b) Menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai Peraturan Daerah yang akan bersifat mengikat bagi semua pihak untuk melaksanakan-nya; c) Menjadikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai salah-satu dasar pertimbangan dalam menyusun dan melaksanakan program pembangunan di berbagai bidang; d) Menindaklanjuti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dengan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan dan Rencana-rencana sektoral lainnya sehingga memudahkan berbagai pihak untuk mengaplikasikannya dalam berbagai bidang pembangunan; e) Mengembangkan pusat-pusat pengembangan wilayah melalui program-program pem-bangunan yang bersifat strategis, sehingga mampu memberikan spread effects terhadap kawasan di sekitarnya; f) Mensosialisasikan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kepada semua stakeholders di daerah, Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat dalam rangka membangun kesamaan persepsi dan asumsi pelaksanaan pembangunan 20 tahun ke depan, sekaligus mengundang keterlibatannya berpartisipasi dalam berbagai sektor pembangunan; g) Melibatkan semua stake-holders daerah dalam pengendalian pemanfaatan ruang. 2-8

9 1. RENCANA PENGEMBANGAN KEPENDUDUKAN Penduduk yang mediami suatu wilayah akan sangat berpengaruh terhadap bentuk tau wujud dari struktur ruang wilayah tersebut. Oleh karenanya, berdasarkan kecenderungan laju pertumbuhan penduduk yang ada, hasil analisis yang dilakukan dan kebijakan arahan pengembangan penduduk di masa datang (khususnya terkait dengan program pengembangan transmigrasi) serta kemampuan daya dukung dan daya tampung lingkungan, maka perlu direncanakan pengembangan kependudukan untuk wilayah Kabupaten Kepulaun Sula sampai 20 tahun kedepan, yang lebih ditujukan pada : Rencana distribusi penduduk di masing-masing wilayah dan sub wilayah pengembangan serta di masingmasing wilayah kecamatan, Arahan tingkat kepadatan penduduk di masing-masing wilayah kecamatan (sebagai unit terkecil anlisis) sampai akhir tahun perencanaan (tahun 2028), Arahan pengendalian pada kawasan-kawasan yang diprediksi cepat tumbuh ataupun pada kawasankawasan strategis, sebagai akibat daya tarik ekonomi (sektor unggulan) yang ada/dimiliki wilayah ini, utamanya pada kawasan-kawasan yang akan berperan sebagai lokasi pusat-pusat industri pengolahan dari berbagai sektor (ekonomi) unggulan yang ada. Rencana pengembangan kependudukan di sampai akhir tahun 2028, yang meliputiu arahan distribusi jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan ditunjukkan pada Tabel : 5-3 dan Gambar : 5.2. Kebijakan Sistem Perkotaan Nasional untuk wilayah Propinsi Maluku Utara (termasuk didalamnya ), telah ditetapkan : 1 (satu (PKN) yaitu Kota Ternate, 4 (empat) kota PKW ; Tidore, Tobelo, Labuha dan Sanana, serta 1 (satu) kota PKSN yaitu Daruba, 2. RENCANA SISTEM PRASARANA DAN SARANA WILAYAH Kebijakan Dan Strategi Pengembangan Prasarana Wilayah Kebijakan pengembangan prasarana wilayah ditujukan untuk pengembangan kualitas dan jangkauan pelayanan jaringan prasarana, yaitu : Mendukung Rencana Struktur dan Pola Ruang yang telah disepakati; Menciptakan faktor penggerak guna meningkatkan minat investor; 2-9

10 Menciptakan faktor penarik (pull factor) bagi migrasi penduduk; Menunjang pembangunan ekonomi wilayah; Menciptakan lapangan pekerjaan baru; Meningkatkan pendapatan masyarakat. Strategi pengembangan prasarana wilayah, meliputi ; Peningkatan kualitas jaringan prasarana dan mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara Meningkatkan penyediaan tenaga listrik Meningkatkan kualitas jaringan prasarana sumber daya air Rencana sistem prasarana wilayah meliputi : rencana pengembangan sistem transportasi, air bersih, air limbah, drainase, telekomunikasi, energi, prasarana pengelolaan lingkungan, fasilitas perniagaan, pendidikan, serta kesehatan. 1) RENCANA SISTEM PRASARANA TRANSPORTASI Rencana Sistem Prasarana Transportasi disusun dalam rangka pengembangan sistem prasarana transportasi untuk meningkatkan pelayanan jaringan transportasi wilayah, yang meliputi ; rencana pengembangan sistem transportasi darat, sistem transportasi laut dan sistem transportasi udara. 1. RENCANA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI DARAT Rencana pengembangan sistem transportasi darat antara lain melalui pengembangan jaringan jalan yang diarahkan untuk mendorong perekonomian wilayah dan perkembangan wilayah secara keseluruhan. Rencana Pengembangan jaringan jalan di, yaitu : Pembangunan Jalan Baru a. Pembangunan Jalan Kolektor Primer (kolektor-3) yaitu : sistem jaringan jalan sekeliling pulau yang menghubungkan ibukota Kabupaten sebagai Pusat Kegiatan Wilayah ( PKW) dengan Pusat Kegiatan Lokal atau ibu kota kecamatan, b. Pembangunan Jalan Lokal, yaitu : sistem jaringan jalan yang menghubungkan antar Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dengan pusat kegiatan dibawahnya antara lain ; pusat-pusat permukiman di wilayah kecamatan dan pusat desa, serta antar desa Peningkatan Jalan Yang Sudah Ada : baik jalan kolektor primer propinsi, maupun jalan kolektor primer kabupaten serta jalan jalan lokal diseluruh wilayah. Pembangunan Baru Dermaga/Lintasan Penyeberangan, antara : a. Sanana (Kab. Kepuluan Sula) Obi (Kab. Halmahera Selatan) b. Fatkayon (P. Sulabesi) Bara (Kab. Buru) c. Pohea (P. Sulabesi) - Labuha (Kab. Halmahera Selatan) 2) RENCANA SISTEM PRASARANA TELEKOMUNIKASI Rencana pengembangan sarana Telekomunikasi yang segera perlu dilakukan, adalah : Pembangunan jaringan telepon sistem kabel yang diprioritaskan di pusat-pusat wilayah pengembangan dan atau pada kawasan perkotaan, Pembangunan jaringan nirkabel, berupa pengadaan dan pembangunan beberapa buah based transceiver station (BTS) yang dapat ditempatkan di wilayah Pulau Sulabesi bagian selatan, Pulau Mangole bagian timur dan utara, serta di wilayah Pulau Taliabu bagian barat, timur dan utara. 3) RENCANA SISTEM PRASARANA ENERGI Rencana pengembangan energi di dapat dilakukan melalui : 1.) Pengembangan sumber energi listrik PLTD terutama untuk memenehi kebutuhan jangka pendek, di Pulau Sulabesi, Pulau Mangole, dan Pulau Taliabu. 2.) Perbaikan dan pemeliharaan pembangkit energi (PLTD) yang ada saat ini, guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, 3.) Pengembangan energi melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga angin, dan pembangkit tenaga surya (solar cell). 2-10

11 4) RENCANA SISTEM AIR BERSIH Kebutuhan air bersih di dapat dikategorikan dalam 2 (dua) jenis pemakaian, yaitu domestik (rumah tangga) dan non domestik seperti industri, perkantoran pemerintah, hotel dan restoran, perdagangan. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di wilayah perdesaan melalui sumber air bersih, baik dari sumur maupun dari sungai, sedang bagi wilayah perkotaan yang padat penduduknya, dapat dipenuhi dengan sistem pengelolaan air minum oleh perusahaan (PDAM Sanana). Sistem air bersih yang diusulkan adalah : a) Sambungan langsung dari pusat penyediaan air bersih (PAM) setempat. Sistem penyediaan air bersih ini dapat diterapkan di wilayah perkotaan, dengan sumber air dari air tanah dalam dan atau mata air yang ada, b) Kran Umum, disediakan pada kawasan-kawasan permukiman padat, c) Sambungan langsung dari PAM di perdesaan, dengan sumber air baku dari mata air di pegunungan. 5) SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH Pengelolaan air limbah di direncanakan sebagai berikut : Sistem setempat, pengelolaan air limbah di kawasan perkotaan seperti Kota Sanana, Falabisahaya dan Dofa memakai sistem setempat dengan lubang resapan, demikian juga kawasan perdesaan pengelolaan limbah memakai sistem setempat. Untuk jangka panjang dapat direncanakan pengelolaan air limbah terpusat, dan dibutuhkan lahan untuk pengolahan limbah untuk jiwa, yaitu sebagai berikut : - Unit Instalasi pengolahan Lumpur Tinja dibutuhkan lahan minimal 2 ha - Unit instalasi pengolahan Air Limbah dibutuhkan lahan minimal 3 ha. 6) SISTEM JARINGAN DRAINASE Rencana pengembangan jaringan drainase di kab. Kepulauan Sula, sebagai berikut : - Memanfaatkan sungai yang ada optimal sebagai saluran drainase primer dan merencanakan saluran drainase utama pada kawasan terbangun dan kawasan pengembangan kota. - Pembangunan saluran drainase tersier pada kiri kanan jalan yang direncanakan bersama-sama dengan pembangunan jaringan jalan. - Pada kawasan perdesaan sistem jaringan drainase diusahakan memanfaatkan jaringan drainase alam berupa sungai dan atau parit. Pada kawasan tertentu disesuaikan dengan kebutuhan. 7) SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Untuk mengantisipasi perkembangan yang akan datang, maka rencana sistem pengelolaan persampahan di wilayah, adalah : Untuk setiap kawasan perkotaan, maka disediakan dan atau dialokasikan lahan untuk pembangunan TPA yang disarankan berada di luar wilayah kotanya serta berada pada lahan yang tidak produktif dan tidak mengganggu sistem tata air yang ada. Perlu dilakukan kegiatan penelitian dan atau studi terkait dengan rencana induk sistem pengelolaan persampahan di, utamanya pada wilayah kecamatan dan atau kawasan-kawasan perkotaan yang konsentrasi penduduknya paling banyak, Untuk jangka pendek, sistem pengelolaan sampah dapat dilakukan secara komunal dan individual, mengingat tingkat kebutuhan dan permasalahan yang ada belum begitu mendesak. 8) SISTEM SARANA WILAYAH 1. Rencana Fasilitas Pendidikan Rencana pengembangan fasilitas pendidikan, adalah : Fasilitas pendidikan SD disediakan pada setiap desa dan pusat-pusat permukiman yang terpencil, dengan pertimbangan jaraknya dapat dijangkau dengan aman oleh murid SD. Fasilitas pendidikan SLTP, dapat disediakan di desa-desa yang berperan sebagai Desa 2-11

12 Pusat Pertumbuhan (DPP), yang dapat menampung lulusan SD dari pusat permukiman di daerah terpencil. Minimal setiap ibukota kecamatan memiliki 1 (satu) fasilitas pendidikan setingkat SLTA. Bagi kota kecamatan atau kawasan lainnya yang mempunyai jumlah penduduk usia SLTA cukup besar, dapat disediakan lebih dari satu SLTA. Penyediaan dan atau peningkatan fasilitas pendidikan/perguruan tinggi setingkat D3. 2. Rencana Fasilitas Kesehatan Rencana pengembangan fasilitas kesehatan adalah : Pembangunan Rumah Sakit di Pulau Mangole dan Pulau Taliabu Penambahan fasilitas puskemas dan puskesman pembantu Penambahan dan peningkatan tenaga medis. 3. Rencana Fasilitas Peribadatan Rencana penyediaan fasilitas peribadatan adalah sebagai berikut : Penyediaan fasilitas sarana peribadatan dengan pelayanan unit terkecil lingkup permukiman, Penyedian fasilitas peribadatan dengan skala wilayah RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA KEBIJAKAN DAN STRATEGI POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA A. Kebijakan dan Strategi Kawasan Lindung 1) Pemeliharaan dan perwujudan kelestarian fungsi lindung, meliputi : menetapkan kawasan lindung darat, kawasan lindung laut, dan kawasan lindung udara; mewujudkan kawasan berfungsi lindung dalam suatu wilayah pulau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas pulau tersebut sesuai dengan kondisi ekosistemnya; mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya; 2) Pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup, berupa : menyelenggarakan upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lindung; melindungi kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat energi atau komponen lain yang dibuang ke dalamnya, serta dari tekanan perubahan atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan; mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan masa depan; mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatan secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya; mengembangkan kegiatan budidaya yang mempunyai daya adaptasi bencana di kawasan rawan bencana. B. Kebijakan dan Strategi Kawasan Budidaya Kebijakan pengembangan kawasan budidaya, meliputi : 1) Mewujudkan dan peningkatan keterpaduan dan keterkaitan antar kegiatan budidaya; 2) Pengendalian perkembangan kegiatan budidaya agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan C. Strategi Pengembangan Kawasan Strategis Kebijakan pengembangan kawasan strategis, meliputi : 1) Pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan 2-12

13 dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan; 2) Pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan dalam pengembangan perekonomian yang produktif dan efisien; 3) Pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN SULA Konsep Pola Ruang Konsep dasar dalam penyusunan Rencana Pola Ruang Wilayah ke depan, adalah gugus pulau berbasis mitigasi bencana, dengan masing-masing Pusat Pengembangan Wilayah (gugus pulau) yang direncanakan diasumsikan sebagai sebuah wilayah pengembangan yang mandiri. Dasar Pertimbangan Pola Ruang Dasar pertimbangan dalam merumuskan Rencana Pola Ruang, dilakukan dengan : a. Memperhatikan daya dukung lingkungan; b. Kebijakan kawasan hutan, kawasan lindung dan kawasan budidaya; c. Ketersediaan lahan yang dapat menampung perkembangan jumlah penduduk dan tenaga kerja; d. Terciptanya sinkronisasi antara rencana pola ruang dan rencana struktur ruang yang dikembangkan; e. Memperhatikan kesesuaian lahan dan kondisi eksisting. f. Memperhatikan kawasan rawan bencana Berdasarkan pertimbangan diatas, maka rencana Pola Ruang, seperti ditunjukkan pada Tabel : 5-6, Gambar : 5.7 dan Gambar : 5.8. Tabel : 5 6 RENCANA POLA RUANG KABUPATEN KEPULAUAN SULA, HINGGA TAHUN 2028 No Pola Ruang Luas Wilayah (Ha) % A Kawasan Lindung ,45 16,65 1 Hutan Lindung ,29 8,93 2 Sempadan Pantai 759,81 0,16 3 Sempadan Sungai 87,96 0,02 4 Cagar Alam ,53 2,65 5 Kawasan Suaka Alam Laut ,82 3,45 6 Kawasan Hutan Bakau 6.818,37 1,43 7 Sungai 30,68 0,01 B Kawasan Budi daya ,55 83,35 8 Hutan Produksi Terbatas ,41 7,47 9 Hutan Produksi Tetap ,04 35,06 10 Hutan Produksi yang dapat Dikonversi ,46 5,46 11 Perkebunan ,25 20,26 12 Pertanian Lahan Kering & Basah ,52 9,65 13 Kawasan Permukiman ,70 2,19 14 Kawasan Pemerintahan 155,25 0,03 15 Kawasan Pertambangan ,92 3,23 Sumber : Hasil Rencana, ,00 100,

14 Gambar : 5.7. DIAGRAM POLA PENGGUNAAN RUANG DI KABUPATEN KEPULAUAN SULA, TAHUN 2028 Kaw. Non Pertanian, 26, Ha, (5.45%) Kaw. Hutan Lindung 42, Ha, (8.93%) Kaw. Sempadan Pantai, Sungai, Ha (0.18%) Kaw. Cagar Alam & Suaka Alam Laut, 29, Ha, (6.11%) Hutan Bakau, 6, Ha, (1.43%) Kaw. Pertanian, 142,929.77, (29.91%) Hutan Produksi, 229,339.91, (47.99%) 1. RENCANA PENATAGUNAAN TANAH, AIR, UDARA, HUTAN DAN SUMBERDAYA ALAM LAINNYA PENATAGUNAAN TANAH Perlu dilakukan sejak awal untuk mengantisipasi kecenderungan perkembangan perubahan dan atau pergeseran penggunaan lahan, yaitu dengan pengendalian pemanfaatan-nya (dengan harapan konflik-konflik kepentingan dapat diatasi sejak dini), melalui pengurusan hak-hak atas tanah, pengukuran, pendaftaran hak atas tanah, yang meliputi penertiban dari segi : penggunaan Lahan administrasi pertanahan hukum pertanahan pemeliharaan tanah, dan penjagaan lingkungan. PENATAGUNAAN AIR Sistem penatagunaan air dapat dikaitkan dengan pemanfaatan sumber air untuk kebutuhan domestik (rumah tangga) dan non domestik, dari sumber-sumber air permukaan maupun air tanah. Pemanfaatan air harus mempertimbangkan keberlanjutan yang dikaitkan dengan pemanfaatan lahan untuk kawasan lindung. Arahan penatagunaan air, akan mengatur pemanfaatan air : Untuk memenuhi kebutuhan domestik dan non domestik. Untuk kebutuhan non domestik seperti pertanian, dapat dikembangkan sistem irigasi teknis, pada wilayah yang membutuhkan. Untuk mengantisipasi adanya banjir yang terjadi hampir di seluruh kecamatan yang ada, utamanya di sekitar sungai. Menggunakan sistem memanfaatkan sumber air secara terpadu dan sistem terpisah, bergantung sumber air yang digunakan. Mengendalikan kegiatan yang merusak lingkungan dan pencemaran air tanah maupun air permukaan. PENATAGUNAAN UDARA Sistem penatagunaan udara utamanya digunakan untuk mengantisipasi pencemaran udara yang dilakukan oleh kegiatan industri. Oleh karena itu sistem penatagunaan udara dilakukan pada kawasan-kawasan industri dan atau kegiatan yang dapat menimbulkan polusi udara, dengan cara melakukan pengujian dan pengendalian pada industri atau kegiatan yang melakukan pencemaran udara. 2-14

15 PENATAGUNAAN HUTAN Kebijakan penatagunaan hutan diarahkan pada : pemanfaatan jasa lingkungan dan produk non kayu, rehabilitasi hutan lindung, Kawasan Hutan Produksi, perlu dilakukan rehabilitasi lahan dengan jenis pohon potensial sebagai penghasil kayu maupun non kayu, serta pengelolaan dengan sistem tebang pilih-tanam. Lahan-lahan yang tidak produktif dipertimbangkan sebagai hutan tanaman multikultur dengan sistem agroforestry yang melibatkan masyarakat setempat. hutan konversi dapat digunakan untuk kepentingan kawasan budidaya. PENATAGUNAAN SUMBERDAYA ALAM LAIN-NYA Pemanfaatan sumberdaya alam lainnya, perlu dilakukan ; Pemetaan kawasan-kawasan yang dibudidaya berkaitan dengan kegiatan perkebunan, pertambangan dan membatasi perizinan sesuai dengan pertimbangan keberlanjutan dan penjagaan kualitas lingkungan. Penggalian bahan tambang harus mempertimbangkan 3 (tiga) aspek utama, yaitu : aspek ekonomi, teknis dan Iingkungan. Mengawasi secara ketat terhadap perusakan lingkungan akibat perambahan hutan dan konversi lahan hutan menjadi perkebunan. Mengawasi secara ketat terhadap pengrusakan Iingkungan yang disebabkan oleh usaha penambangan bahan galian dan melakukan reklamasi terhadap lokasi-lokasi bekas tambang RENCANA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN KEPULAUAN SULA Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh besar terhadap : a. Tata ruang di wilayah sekitarnya; b. Kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; c. Peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kawasan strategis kabupaten adalah kawasan yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap pertahanan dan keamanan, ekonomi, sosial, budaya, sumberdaya alam atau lingkungan. Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria : a. Memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b. Memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi kabupaten; c. Memiliki potensi ekspor; d. Didukung jaringan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi; e. Ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal. Kawasan strategis dari sudut kepentingan sosial dan budaya ditetapkan dengan kriteria : a. Merupakan tempat tinggal pelestarian dan pengembanan adat istiadat atau budaya kabupaten; b. Merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial budaya dan jati diri bangsa dan masyarakat lokal; c. Merupakan aset nasional yang harus dilindungi dan dilestarikan; d. Sebagai tempat perlindungan peninggalan budaya nasional di wilayah kabupaten; e. Memberi perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; f. Memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial skala provinsi dan kabupaten. Kawasan strategis dari sudut kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan 2-15

16 dengan kriteria : a. Merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati; b. Memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian negara; dan c. Rawan bencana alam provinsi. Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut diatas, Kawasan Strategis di adalah : (lihat Gambar : 5.10) Kawasan Perkotaan Sanana Kawasan Pemerintahan Pohea Kawasan Malbufa Kawasan Perkotaan Falabisahaya Kawasan Perkotaan Bobong Kawasan Lede, Nggele, Tikong dan Sehu Desa Losseng, Desa Wasakai, Desa Baleha, Desa Buya dan Desa Waiboga 2-16

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

BAB 5 RTRW KABUPATEN

BAB 5 RTRW KABUPATEN BAB 5 RTRW KABUPATEN Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten terdiri dari: 1. Rencana Struktur dan Pola Pemanfaatan Ruang; 2. Rencana Pengelolaan Kawasan Lindung dan Budidaya; 3. Rencana Pengelolaan

Lebih terperinci

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan.... DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Gambar Daftar Grafik i ii vii viii Bab I Pendahuluan. 1.1. Dasar Hukum..... 1.2. Profil Wilayah Kabupaten Sijunjung... 1.2.1 Kondisi Fisik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa RTRW Kabupaten harus menyesuaikan dengan Undang-undang tersebut paling lambat 3 tahun setelah diberlakukan.

Lebih terperinci

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN

BAB 1 MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) KOTA TERNATE BAB PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Latar Belakang Aspek Sanitasi adalah sebagai salah satu aspek pembangunan yang memiliki fungsi penting dalam menunjang tingkat kesejahteraan masyarakat karena berkaitan dengan kesehatan, pola

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV

Gambar 1. Kedudukan RD Pembangunan DPP, KSPP, KPPP dalam Sistem Perencanaan Tata Ruang dan Sistem Perencanaan Pembangunan RIPPARNAS RIPPARPROV LAMPIRAN I PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undangundang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang perlu

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN

BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN BUPATI BATANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 07 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BATANG TAHUN 2011 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS TAHUN 2011 2031 I. UMUM Ruang Wilayah Kabupaten Kepulauan Anambas yang meliputi

Lebih terperinci

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN Bab ini menjelaskan aspek-aspek yang dianalisis dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten dan data (time-series) serta peta

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1

LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN I CONTOH PETA RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 1 LAMPIRAN II CONTOH PETA RENCANA POLA RUANG WILAYAH KABUPATEN L - 2 LAMPIRAN III CONTOH PETA PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS KABUPATEN L

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab.

Lokasi Sumber Dana Instansi Pelaksana. APBD Prov. APBD Kab. LAMPIRAN IV PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR : 3 TAHUN 2012 TANGGAL : 11 SEPTEMBER 2012 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BOALEMO TAHUN 2011-2031 I. RENCANA STRUKTUR RUANG No Rencana

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional

Bab II. Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG Tinjauan Penataan Ruang Nasional Bab II Tujuan, Kebijakan, dan Strategi 2.1 TUJUAN PENATAAN RUANG 2.1.1 Tinjauan Penataan Ruang Nasional Tujuan Umum Penataan Ruang; sesuai dengan amanah UU Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 tujuan penataan

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan

Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN. 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Bab VI TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA TIDORE KEPULAUAN 6.1 Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Tidore Kepulauan Tujuan penataan ruang wilayah Kota adalah Terwujudnya Kota Tidore

Lebih terperinci

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi Ketentuan Umum 2.1. Istilah dan Definisi Penyusunan RDTR menggunakan istilah dan definisi yang spesifik digunakan di dalam rencana tata ruang. Berikut adalah daftar istilah dan definisinya: 1) Ruang adalah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya;

KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI. dengan fasilitas dan infrastruktur perkotaan yang sesuai dengan kegiatan ekonomi yang dilayaninya; Lampiran III : Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor : 21 Tahun 2012 Tanggal : 20 Desember 2012 Tentang : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2012 2032 KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 48 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2012-2032 DISEBARLUASKAN OLEH : SEKRETARIAT DEWAN SUMBER

Lebih terperinci

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP LAMPIRAN II PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN PROVINSI

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2011-2031 I. UMUM Proses pertumbuhan dan perkembangan wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA

BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BANGKA GEOGRAFIS KABUPATEN BANGKA PKL Sungailiat PKW PKNp PKWp PKW PKW Struktur Perekonomian Kabupaten Bangka tanpa Timah Tahun 2009-2013 Sektor 2009 (%)

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN 2012-2032 1. PENJELASAN UMUM Lahirnya Undang-Undang Penataan Ruang nomor

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH 2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH Tujuan Penataan Ruang Wilayah Kota Banda Aceh dirumuskan untuk mengatasi permasalahan tata ruang dan sekaligus memanfaatkan potensi yang dimiliki, serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor 24

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan, pencemaran, dan pemulihan kualitas lingkungan. Hal tersebut telah menuntut dikembangkannya berbagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung.

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung. Kabupaten Tulang Bawang Barat berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH

KEADAAN UMUM WILAYAH 40 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1 Biofisik Kawasan 4.1.1 Letak dan Luas Kabupaten Murung Raya memiliki luas 23.700 Km 2, secara geografis terletak di koordinat 113 o 20 115 o 55 BT dan antara 0 o 53 48 0

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS KATA PENGANTAR Sesuai Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 11 ayat (2), mengamanatkan pemerintah daerah kabupaten berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah kabupaten

Lebih terperinci

PROFIL SANITASI SAAT INI

PROFIL SANITASI SAAT INI BAB II PROFIL SANITASI SAAT INI Tinjauan : Tidak ada narasi yang menjelaskan tabel tabel, Data dasar kemajuan SSK sebelum pemutakhiran belum ada ( Air Limbah, Sampah dan Drainase), Tabel kondisi sarana

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN

LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN Lampiran VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR TAHUN 2011 LAMPIRAN VII PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SLEMAN TAHUN 2011 2031 MATRIK

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Bandung terletak di Provinsi Jawa Barat, dengan ibu kota Soreang. Secara geografis, Kabupaten Bandung berada pada 6 41 7 19 Lintang

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain: BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program dan Kegiatan dalam dokumen Memorandum Program Sanitasi ini merupakan hasil konsolidasi dan integrasi dari berbagai dokumen perencanaan terkait pengembangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat Undang-undang Nomor 24 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG PENATAGUNAAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 ayat (2) Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991);

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445 Tahun 1991); RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR : 1 TAHUN 2002 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SIAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis 2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik A. Kondsi Geografis Kabupaten Bolaang Mongondow adalah salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Utara. Ibukota Kabupaten Bolaang Mongondow adalah Lolak,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN MAGELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG Menimbang : a. bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah

Lebih terperinci