BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Depdiknas (2006) memaparkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Depdiknas (2006) memaparkan bahwa salah satu tujuan pembelajaran matematika yaitu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Dari pemaparan tujuan tersebut, penalaran merupakan salah satu kemampuan berpikir yang dibutuhkan dalam memahami matematika. Penalaran didefinisikan sebagai proses berpikir untuk menarik kesimpulan berdasarkan pernyataan yang telah dianggap benar, atau dapat didefinisikan pula sebagai proses berpikir dengan mengorganisasikan pengetahuanpengetahuan untuk membentuk suatu konsep baru. Menurut Mofidi dkk (2012) terdapat tiga jenis penalaran matematika, yaitu penalaran induktif, penalaran deduktif, dan penalaran analogi. Penalaran induktif, deduktif, dan analogi merupakan jenis penalaran yang penting dan ketiganya digunakan untuk menarik kesimpulan. Dari tiga jenis penalaran tersebut, penalaran analogi merupakan salah satu bagian yang berperan penting dalam matematika. Karena dengan penalaran analogi, siswa dapat memahami konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak dengan lebih mudah serta membantu menghubungkan konsep matematika dengan pengalaman siswa (Gentner dan Smith, 2012). Kemampuan analogi sangatlah dibutuhkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari karena analogi berperan penting dalam membentuk perspektif dan

2 2 menemukan pemecahan masalah (Shadiq, 2016). Selain itu, kemampuan analogi juga dapat membantu siswa memahami ide-ide abstrak dari informasi baru yang diperoleh (Guerra, 2010). Menurut Mofidi dkk (2012) kemampuan analogi dapat meningkatkan kreativitas siswa, menghubungkan konsep matematika yang abstrak dengan kehidupan siswa, dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan motivasi siswa dalam penyelesaian masalah, serta dapat membuat pembelajaran lebih mendalam, sehingga siswa mampu mengingat konsep matematika untuk waktu yang lama. Jadi, dapat diartikan bahwa jika siswa tidak memiliki kemampuan analogi, maka siswa akan sulit dalam menyerap informasi baru dan kurang terampil dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan matematika. Jika hal tersebut terjadi, maka tentu akan berpengaruh juga terhadap prestasi belajar siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniasari (2015) di SMA Negeri 66 Jakarta diperoleh hasil bahwa hanya terdapat 8,5% siswa yang memiliki kemampuan analogi matematis tinggi. Hal serupa juga ditunjukkan oleh penelitian Daniarti dkk (2015) di SMP Kemala Bhayangkari Pontianak bahwa dari 24 siswa terdapat 4 siswa (16,67%) berada pada kategori kemampuan penalaran analogi tinggi, 16 siswa (66,67%) berada pada kategori kemampuan penalaran analogi menengah, dan 4 siswa (16,67%) berada pada kategori kemampuan penalaran analogi rendah. Kasus yang sama juga terjadi di SMP Negeri 2 Sokaraja. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas VIII, diungkapkan bahwa siswa hanya mampu menyelesaikan soal berstruktur sama dengan contoh soal yang diberikan guru. Hal tersebut diperkuat dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa jika siswa disajikan soal yang berbeda dengan contoh, siswa tidak mampu menyelesaikannya dengan benar. Padahal siswa hanya perlu menganalogikan soal

3 3 tersebut dengan contoh soal yang diberikan oleh guru, yang memiliki tahapan penyelesaian tidak jauh berbeda. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kemampuan analogi matematis siswa masih belum berkembang secara maksimal. Salah satu penyebab belum berkembangnya kemampuan analogi matematis siswa yaitu penggunaan model pembelajaran yang kurang mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan analogi matematisnya. Hal itu dikarenakan guru matematika di kelas kurang memperhatikan kemampuan analogi matematis siswa, dan guru hanya terpusat pada kemampuan siswa dalam menggunakan rumus untuk menyelesaikan soal. Model pembelajaran yang masih sering diterapkan guru matematika di SMP Negeri 2 Sokaraja adalah model pembelajaran langsung sehingga guru masih berperan sebagai pemberi informasi dan siswa hanya menyerap informasi dari guru tanpa adanya pengembangan kemampuan berpikir. Pembelajaran dimulai dengan pemberian motivasi dan penjabaran tujuan pembelajaran, namun kemudian guru langsung menjelaskan materi pelajaran tanpa memberikan kesempatan siswa berperan aktif dalam menemukan konsep atau materi yang diajarkan. Oleh karena itu, salah satu langkah yang dapat ditempuh agar siswa dapat mengembangkan kemampuan analogi matematisnya yaitu dengan pemilihan model pembelajaran serta pendekatan pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran yang diduga dapat mengembangkan kemampuan analogi matematis adalah model pembelajaran Advance Organizer. Model pembelajaran Advance Organizer adalah pembelajaran yang dilakukan untuk memperoleh pengetahuan baru dengan cara mengaitkannya dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa. Advance Organizer merupakan pengantar materi yang dipresentasikan terlebih dahulu dan berada pada tingkat observasi yang

4 4 tertinggi sehingga dapat menjelaskan, mengintegrasikan, dan menghubungkan materi baru dengan materi yang telah ada pada struktur kognitif siswa (Suprijono, 2012). Penelitian Novel (2012) menunjukan bahwa model Advance Organizer dapat meningkatkan minat belajar matematika siswa, serta dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. peningkatan tersebut terlihat pada nilai rata-rata tiap siklus. Pada siklus pertama nilai rata-rata siswa adalah 68,76. Pada siklus kedua naik menjadi 73,36 dan pada siklus ketiga naik kembali menjadi 76,27. Untuk lebih mendorong tercapainya tujuan pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kemampuan analogi matematis, Advance Organizer dapat dipadukan dengan pendekatan Concrete-Pictorial- Abstract (CPA). Pendekatan CPA adalah pendekatan yang memiliki tiga bagian instruksional yaitu concrete, pictorial, dan abstract. Penelitian Yuliati (2013) menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan abstraksi matematis siswa SMP pada materi geometri yang pembelajarannya menggunakan pendekatan CPA lebih baik daripada pembelajaran yang menggunakan pendekatan konvensional, dan kualitas peningkatan kemampuan abstraksi matematis termasuk ke dalam kategori sedang. Pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan CPA sesuai untuk menunjang kemampuan analogi matematis siswa, hal ini dikarenakan pada tahap penyajian organizer, kemampuan analogi dibutuhkan siswa untuk memahami bahwa topik yang dipelajari bukan sepenuhnya topik yang baru melainkan dapat dikaitkan dengan topik yang telah dipelajari sebelumnya dan pengalaman siswa. Kemampuan analogi juga dibutuhkan siswa dalam penggunaan media atau alat peraga tiga dimensi, karena siswa dituntut untuk menemukan konsep dari proses

5 5 mengubah benda konkrit ke bentuk gambar, kemudian menemukan konsep yang berupa simbol-simbol abstrak. Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis apakah pembelajaran model Advance Organizer dengan pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) berpengaruh terhadap kemampuan analogi matematis siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Sokaraja. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu : apakah model pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan CPA berpengaruh terhadap kemampuan analogi matematis siswa? C. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu : menganalisis apakah model pembelajaran Advance Organizer dan pendekatan CPA berpengaruh terhadap kemampuan analogi matematis siswa. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Guru Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi guru dalam melaksanakan pembelajaran matematika dan dalam meningkat kemampuan analogi matematis siswa. 2. Bagi Siswa

6 6 Dengan kemampuan analogi matematis, siswa dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran matematika. 3. Bagi Sekolah Dihasilkan perangkat pembelajaran matematika sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran. 4. Bagi Peneliti a. Peneliti memperoleh wawasan yang lebih mendalam mengenai model dan pendekatan pembelajaran yang variatif dalam pembelajaran matematika. b. Memberikan pengetahuan baru tentang bagaimana pengaruh pembelajaran Advance Organizer dengan pendekatan Concrete-Pictorial-Abstract (CPA) terhadap kemampuan analogi matematis siswa.