Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. PERALIHAN PENGUASAAN YURIDIS HAK ATAS TANAH WAKAF

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Please purchase PDFcamp Printer on to remove this watermark. PERALIHAN PENGUASAAN YURIDIS HAK ATAS TANAH WAKAF"

Transkripsi

1 1 PERALIHAN PENGUASAAN YURIDIS HAK ATAS TANAH WAKAF DALAM PERSPEKTIF HUKUM TANAH NASIONAL DAN HUKUM ISLAM. OLEH, Drs. MUCHLIS, SH,.MH. (Hakim Pengadilan Agama Kelas 1B LubukLinggau) A. PENDAHULUAN Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pasal 33 ayat (3) menentukan Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Prinsip hak menguasai dari negara atas bumi (tanah) sebagaimana pernyataan konstitusi ini dijabarkan lebih lanjut ke dalam Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (selanjutnya dalam tulisan ini disebut UUPA), yang dimuat dalam Pasal 2 ayat (1) di mana hak menguasai dari negara itu memberikan wewenang kepada negara untuk: a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut. b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa. Salah satu bidang pembangunan pertanahan yang sedang dilaksanakan dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam rangka pembangunan

2 2 nasional adalah catur tertib pertanahan, terutama yang berkaitan dengan hak kepemilikan atas tanah. Dalam upaya mewujudkan tertib kepemilikan tanah oleh badan hukum dan perseorangan diharapkan adanya perlindungan hukum. Usaha untuk mencapai keadaaan itu, dilaksanakan dengan jalan melaksanakan penertiban kepemilikan tanah yang bertujuan untuk meningkatkan catur tertib pertanahan. Catur tertib pertanahan sebagai landasan operasional tersebut adalah: 1 1. Tertib hukum pertanahan 2. Tertib administrasi pertanahan 3. Tertib penggunaan tanah 4. Tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup Berdasarkan program catur tertib pertanahan tersebut di atas dapat dipahami bahwa betapa pentingnya masalah pertanahan sebagai masalah nasional yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua pihak. Masalah tanah merupakan persoalan yang sangat dominan yang sering menimbulkan perselisihan dan juga menimbulkan sengketa di antara warga masyarakat. Untuk menghindari terjadinya sengketa masalah tanah perlu diadakan penataan penguasaan tanah yang berupa tertib administrasi pertanahan. Hal ini di samping untuk menghindari adanya persengketaan dalam bidang pertanahan, dan di sisi lain dapat mewujudkan rasa keadilan sosial. 1 Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional Sadar Tertib Pertanahan

3 3 Implementasi konkrit atas wewenang menguasai dari negara dalam menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan hukum mengenai bumi (tanah), satu di antaranya diwujudkan oleh negara dengan mengatur perbuatan perwakafan atas tanah milik. Di antara berbagai persoalan masalah tanah yang banyak menimbulkan masalah dalam masyarakat, salah satunya adalah persoalan tanah wakaf. Permasalahan tanah wakaf ini di anataranya adalah beralihnya fungsi tanah wakaf dari keinginan wakif, beralihnya fungsi tanah wakaf karena dipergunakan untuk kepentingan umum, serta pengakuan hak oleh ahli waris si wakif. keadaan ini menyebabkan terjadinya sengketa, hal tersebut mestinya tidak perlu terjadi apabila semua pihak telah memahami ketentuan yang berkaitan dengan wakaf. Pada waktu yang lalu pengaturan tentang perwakafan di dalam suatu perundang-undangan belum ada, sehingga mudah terjadi penyimpangan dari hakikat dan tujuan wakaf itu sendiri, terutama sekali disebabkan terdapatnya beraneka ragam bentuk perwakafan (wakaf keluarga, wakaf umum dan lainlain) dan tidak ada keharusan untuk didaftarkannya benda-benda yang diwakafkan itu seolah-olah sudah menjadi milik ahli waris atau pengurus (Nazhir). 2 Mengingat pentingnya persoalan tanah wakaf, sehingga UUPA mengatur ketentuan khusus mengenai wakaf sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (3) UUPA yang menentukan Perwakafan tanah milik dilindungi dan 2 Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita. Alumni, Bandung, 1979, hlm 2.

4 4 diatur dengan peraturan pemerintah. Perintah UUPA tersebut kemudian dilaksanakan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Perkembangan praktik perwakafan tanah milik yang sangat dinamis, diikuti oleh pemerintah dengan membuat berbagai pranata hukum yang mengaturnya, dan puncaknya pada tanggal 27 Oktober 2004 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf seterusnya disingkat dengan Undang-Undang Wakaf. Keberadaan Undang-Undang Wakaf dalam perspektif ilmu perundangundangan merupakan payung hukum praktik perwakafan, termasuk wakaf tanah di seluruh Indonesia. Sasaran berlakunya ketentuan wakaf tersebut tidak semata terbatas bagi kalangan umat Islam Indonesia, melainkan berlaku mengikat terhadap setiap warga negara Indonesia. Di dalam pertimbangan Undang-Undang Wakaf disebutkan, bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk mewujudkan kesajahteraan umum. Wakaf sebagai perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Pernyataan tersebut bermakna bahwa undang-undang wakaf dimaksudkan pula untuk meningkatkan pengaturan wakaf secara lengkap, dengan menghimpun semua produk hukum mengenai wakaf yang selama ini bersebaran dalam berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya yang

5 5 dimuat dalam peraturan pemerintah mengenai perwakafan tanah milik dan bab wakaf kompilasi hukum Islam. Undang-undang wakaf diposisikan sebagai hukum materil dan formil wakaf, yang dalam penerapannya terkait dengan bidang hukum lain. Dalam hal perwakafan tanah, maka wakaf dengan pemberian hak atas tanah dan pendaftaran tanah, artinya sudah memasuki bidang hukum pertanahan. Jenis hak yang dilekatkan terhadap tanah wakaf bergantung pada peruntukan tanahnya. Jika tanah wakaf dimaksudkan untuk keagamaan dan sosial, maka diberikan status hak milik khusus, sebagaimana diatur dalam UUPA Pasal 49 ayat (1) Hak milik tanah-tanah badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial, diakui dan dilindungi. Tanah objek wakaf yang telah dilekati sesuatu hak atas tanah tertentu itu, selanjutnya didaftarkan menurut ketentuan pendaftaran tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian hukum. 3 A.P. Perlindungan menyatakan Hak atas tanah wakaf yang sudah diberikan kepada usaha sosial dan keagamaan, hanya ada right to use saja, sedangkan right to disposal-nya tidak ada, karena dianggap ditariknya hak atas tanah tersebut dari peredaran lalu lintas ekonomi, sehingga tidak boleh diasingkan ataupun dijadikan jaminan hutang. 4 Pendapat ini kemudian 3 Kepastian hukum hak atas tanah yang mencakup kepastian hukum obyek hak atas tanah dan kepastian hukum subyek hak atas tanah, pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan pembangunan pertanahan nasional yang tercakup ke dalam catur tertib pertanahan (tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup). 4 A.P. Perlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm 146

6 diapresiasi secara hukum dalam undang-undang wakaf yang secara tegas menentukan bentuk-bentuk perbuatan hukum yang dilarang terhadap harta benda obyek wakaf, mulai dari pengikatan jaminan, penyitaan, hibah, jual beli, pewarisan, tukar menukar bahkan dalam bentuk perbuatan hukum lainnya yang mengakibatkan terjadinya peralihan harta benda wakaf. 5 Jika setiap orang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan, dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan tanpa izin, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banya Rp (lima ratus juta rupiah). Jika setiap orang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin, dapat dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp (empat ratus juta rupiah). Demikian juga jika setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, melebihi jumlah yang ditentukan, dipidana paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau didenda Rp (tiga ratus juta rupiah). Menurut Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 bahwa Badan Wakaf Indonesia (BWI) mempunyai tugas dan wewenang: a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf; b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional; c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf; 6 5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 40

7 d. memberhentikan dan mengganti Nazhir; e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; f. memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah di dalam penyusunankebijakan di bidang perwakafan. Dikaitkan dengan hukum Islam, ternyata sebagai sebuah lembaga keagamaan yang bersumber dari agama Islam memiliki peran besar dalam memenuhi kebutuhan materil dalam rangka pengembangan kehidupan keagamaan dan sosial ekonomi. Wakaf dapat dijadikan sebagai alat dalam mewujudkan kesejahteraan spritual dan materil menuju kehidupan masyarakat makmur dan damai. Agama Islam sebagai agama wahyu yang sempurna selalu memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para pemeluknya untuk melakukan amal perbuatan yang baik atau amal shaleh dengan berbagai macam cara yang telah disyari atkan dalam agama Islam. Satu di antara perbuatan atau amal shaleh tersebut ialah perbuatan wakaf. Dibandingkan dengan perbuatan amal shaleh lainnya, wakaf mempunyai keutamaan tersendiri, sebab keutamaan benda yang diwakafkan akan terus mengalir selama benda wakaf tersebut dipergunakan. Dengan demikian imbalan perbuatan baik si pewakaf akan terus mengalir pula. Hal ini sejalan dengan terjemahan Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan Sesungguhnya Nabi Muhamad SAW telah bersabda : Apabila seseorang mati, habislah amalnya (tidak bertambah lagi kebaikan amalnya itu), kecuali tiga perkara, sedekah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang mendo akan untuk ibu dan bapaknya. 7

8 8 Hukum Islam pun melarang peralihan tanah wakaf, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Sabda Rasulullah SAW yang artinya: Sesungguhnya Umar bertanya kepada Rasulullah SAW. Apakah perintahmu kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang aku dapat ini? Jawab beliau, Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya. Maka dengan petunjuk beliau itu Umar sedekahkan manfaatnya dengan perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh diwariskan (diberikan), dan tidak boleh dihibahkan. 6 Hadis di atas, menunjukkan bahwa dalam hukum Islam, tanah wakaf merupakan milik hak Allah SWT, tanah wakaf tidak dapat diperjualbelikan, dihibahkan, digadaikan dan sebagainya yang dikuasakan kepada nahzir dan digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu yang diridhoi Allah SWT guna kehidupan dunia dan akhirat. Memanfaatkan tanah wakaf berarti mengambil manfaat, tanpa meniadakan benda asalnya atau pokoknya, tetap tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan. Secara logis apa yang diatur dalam hukum Islam dan Undang-Undang wakaf sudah sangat tepat, sebab benda yang sudah diwakafkan sudah dikeluarkan atau dibebaskan dari obyek perdagangan. Benda wakaf yang sudah dibebaskan dari obyek perdagangan tersebut selanjutnya kekal penggunaannya untuk keperluan umum di bidang pendidikan, agama sosial, kesehatan dan sebagainya. 6 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1998, hlm 340

9 9 Namun problemnya, jika suatu ketika karena perubahan kebijakan tata ruang suatu daerah, di mana kawasan yang di dalamnya terdapat tanah wakaf tidak memungkinkan untuk dipertahankan, bisakah situasi demikian menjadi pengecualian berlakunya larangan peralihan tanah wakaf. Problema hukum lainnya selain dalam ranah hukum publik dengan alasan perubahan rencana tata ruang wilayah dan kebutuhan tanah untuk pembangunan kepentingan umum, banyak perbuatan hukum dalam ranah perdata yang dilakukan masyarakat yang mengakibatkan beralihnya penguasaan yuridis hak atas tanah wakaf. Perbuatan-perbuatan hukum baik disengaja maupun karena memang tidak mengetahui ketentuan hukum peralihan tanah wakaf, tidak berhenti pada beralihnya tanah wakaf, tetapi mengakibatkan pula terjadinya sengketa tanah horizontal yang menganggu ketertiban masyarakat. Pengamatan penulis, bahwa pola peralihan tanah wakaf yang sering ditemukan dalam kehidupan masyarakat di antaranya beralihnya fungsi tanah wakaf dari keinginan si wakif oleh nazhir, beralihnya status hukum tanah wakaf karena dipergunakan untuk kepentingan umum, terjadinya peralihan hak tanah wakaf oleh pewaris nazhir dengan akta di bawah tangan, dan pengakuan hak oleh waris wakif. Selain itu terjadi pula masalah sengketa perwakafan tanah milik, yang disebabkan dalam penyerahan penguasaan tanah wakaf kepada nazhir tidak disertai dengan surat bukti penyerahan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya sengketa dari para ahli waris terhadap tanah yang telah diwakafkan oleh pewaris, dan tidak adanya tanggung jawab nadhzir dalam mengurus tanah wakaf. Hal itu semua mestinya

10 10 tidak perlu terjadi apabila semua pihak telah mamahami hukum wakaf, baik wakaf dalam hukum positip maupun hukum Islam. Konsep hukum positip dalam pandangan penulis tidak lain peraturan perundang-undangan dalam sistem hukum nasional yang berlaku mengatur tanah wakaf, dalam hal ini undang-undang wakaf dan UUPA, masing-masing dengan peraturan pelaksanaannya. Mengingat potensi berlangsungnya perbuatan hukum yang berdampak pada peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf dapat terjadi sepanjang masa, maka penulis termotivasi merumuskan telaah normatif atas problem peralihan tanah wakaf tersebut yang dilihat dari sudut pandang hukum positip (Hukum tanah Nasional) dan perbandingannya dengan hukum Islam.

11 11 B. Hak Penguasaan Yuridis Atas Tanah Wakaf Boedi Harsono menyatakan bahwa pengertian penguasaan dan menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek perdata dan beraspek publik. 7 Hak penguasaan tanah di sini merujuk pada hak penguasaan yuridis dan fisik yang beraspek keperdataan. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi keweangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah yang dimiliki dikuasai disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang menguasainya secara fisik. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak penguasaan yuridisnya berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang bersangkutan secara fisik kepadanya. Dalam hukum tanah dikenal juga penguasaan yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah secara fisik. Kreditor pemegang jaminan hak atas tanah mempunyai hak penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan, tetapi penguasaan secara fisik tetap ada pada yang empunya tanah. 8 7 Ibid, hlm 22 8 Ibid, hlm 22

12 12 Dikaitkan dengan tanah wakaf, maka penguasaan yuridis dan fisik atas tanah wakaf berada pada Nazhir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Nazhir dapat perorangan atau badan hukum. Adijani A-Alabij menjelaskan Iman Syafi i, Malik dan Ahmad berpendapat bahwa wakaf dianggap telah terlaksana dengan adanya lafaz atau sighat, walaupun tidak ditetapkan oleh hakim. Dan milik semula dari wakif, telah hilang atau berpindah. 9 Dengan terjadinya lafaz, walaupun barang itu masih berada di tangan wakif, maka dengan keterangan di atas terlihat bahwa dalam hukum Islam tidak diperlukan banyak persyaratan menyangkut prosedur atau tata cara pelaksanaan wakaf. Setelah selesai Akta Ikrar wakaf maka PPAIW atas nama Nazhir diharuskan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik tersebut menurut ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Selain akta wakaf tersebut juga dibuat salinan akta wakaf yang dibuat rangkap empat untuk disampaikan kepada Wakif, Nazhir, Kandepag Kabupaten/Kota dan Kepala desa yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf lebih lanjut ditentukan bahwa Nazhir perseorangan hanya dapat menjadi Nazhir jika memenuhi persyaratan: a. warga negara Indonesia 9 Adijani A-alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek, Rajawali Press, Jakarta, 1989, hlm

13 13 b. beragama Islam c. dewasa d. amanah e. mampu secara jasmani dan rohani f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum. Menurut undang-undang wakaf Pasal 10 ayat (2) bahwa Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi nazhir apabila memenuhi persyaratan : a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nadhzir b. Perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), dan c. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan dan/atau, d. Keagamaan Islam Selanjutnya badan hukum hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan : a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.

14 14 Menyangkut masalah tugas nazhir, berdasarkan undang-undang wakaf Pasal 11 sangat jelas ditentukan bahwa dalam pelaksanaan wakaf, nazhir mempunyai tugas: a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya. c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf. d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia. C. Status Hukum Tanah Wakaf Status hukum yang penulis maksudkan di sini berkaitan dengan jenis hak atas tanah. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditentukan terdapatnya macam-macam hak atas tanah, yang terdiri dari: a. hak milik b. hak guna usaha c. hak guna bangunan d. hak pakai e. hak sewa f. hak membuka tanah g. hak memungut hasil hutan h. hak-hak yang bersifat sementara

15 Selanjutnya secara khusus mengenai hak-hak atas tanah untuk keperluan suci dan sosial, diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi: (1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial. (2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai. (3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah. Jadi berdasarkan ketentuan di atas, maka status hukum atau jenis hak yang melekat terhadap tanah wakaf bisa berupa hak milik khusus badan keagamaan bisa juga hak pakai untuk keperluan peribadan. Tanah wakaf yang diberikan dengan status hak milik khusus badan keagamaan, mempunyai sifat yang sama dengan hak milik pada umumnya. Namun perbedaannya, tanah wakaf yang berstatus hak milik itu dikuasai oleh lembaga keagamaan dan dikeluarkan dari obyek perdagangan, karena pemanfaatannya adalah bersifat kekal dan abadi. Subjek hak milik badan keagaman yang bersifat organisasi keagamaan ini didasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang pokok Agraria yang menyatakan Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah. Peraturan yang dimaksud oleh ketentuan di atas ialah Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, di antara badan-badan hukum 15

16 tersebut adalah badan hukum yang bererak di bidang sosial keagamaan. Tanah yang dimiliki oleh badan hukum tersebut bisa saja bersasal dari tanah wakaf. Status hak milik atas tanah wakaf atau hak milik atas tanah yang berasal dari wakaf tersebut baru terjadi setelah tanah wakaf didaftarkan menurut peraturan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, ditentukan bahwa Instansi yang berwenang menerbitkan bukti pendaftaran harta benda wakaf. Selanjutnya dalam Pasal 36 diatur pula bahwa: Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tta cara pendaftaran harta benda wakaf. Menurut Penjelasan Pasal 34 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa instansi yang berwenang di bidang wakaf tanah adalah Badan Pertanahan Nasional. Dengan demikian pendaftaran tanah wakaf yang berstatus hak milik badan keagamaan tersebut tetap menjadi wewenang Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk mendaftarkan dan menerbitkan sertipikat tanahnya. Berdasarkan ketantuan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa tanah wakaf dapat juga diberikan dengan status hak pakai. Hal ini dapat diketahui dari rumusan ayat (2) tersebut yang menyatakan bahwa untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai. 16

17 17 Menurut peneliti tanah wakaf itu begitu diwakafkan oleh pemegang haknya, statusnya dikosongkan dulu dari hak-hak orang atau masyarakat, dan saat itu tanah itu dikembalikan kepada negara sebagai pemegang hak menguasai dari negara (HMN). Kemudian penerima wakaf (nazhir) mengajukan permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan setempat. Dengan terbitnua surat keputusan pemberian hak, maka lahirlah hak pakai atas tanah wakaf itu. Hak pakai untuk tanah wakaf yang pengelolaannya diserahkan kepada nazhir, termasuk hak pakai yang tidak terbatas jangka waktunya. Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan tentang hak pakai terdapat pengaturannya dalam Undang-Undang pokok Agraria yaitu dalam Pasal 41 sampai dengan 43. Menurut Pasal 41 ayat (2), Hak pakai dapat diberikan : a. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu; b. Dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa berupa apapun. Ketentuan di atas hanya menentukan jangka waktu hak pakai, dengan rumusan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya masih digunakan untuk keperluan tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dalam Pasal 45 ayat (1) lebih rinci mengatur jangka waktu hak pakai atas tanah, yang menentukan bahwa hak pakai diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, yaitu selama tanah yang bersangkutan dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan

18 18 tugasnya. Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan yaitu selama dipergunakan untuk keperluan yang bersangkutan, dapat diberikan kepada subjek hak yang merupakan : a. Departemen; b. Lembaga Pemerintah Non Departemen; c. Pemerintah Daerah; d. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional; e. Badan Keamanan, dan f. Badan-badan sosial, keagamaan. Dengan demikian bertambah jelas, bahwa badan keagamaan dan badan sosial yang biasanya mendapatkan tanah berasal dari wakaf, kepadanya diberikan status hak pakai. D. Prosedur Peralihan Atas Tanah Wakaf Peralihan atas tanah wakaf merupakan bagian dari perbuatan hukum. Oleh karena itu terlebih dahulu perlu diperjelas mengenai pengertian perbuatan hukum. Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang dilakukan oleh subyek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST Kansil, bahwa Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan perbuatan hukum CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, PN. Balai Pustaka, 1986, hlm 119

19 Perbuatan hukum itu terdiri dari: a. Perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, misalnya pembuatan surat wasiat, dan pemberian hadiah sesuatu (benda). b. Perbuatan hukum dua pihak, ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain. 11 Peralihan penguasaan yuridis hak atas tanah wakaf tentulah merupakan suatu perbuatan hukum. Di mana peralihan penguasaan yuridiks tersebut dapat terjadi melalui jual beli atas tanah wakaf, tukar menukar atas tanah wakaf, menghibahkan tanah wakaf, menyewakan tanah wakaf, atau membebankan hak tanggungan atas tanah wakaf. Peralihan hak penguasaan yuridis atas tanah wakaf harus melibatkan PPAIW (Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf). Siapa PPAIW tersebut, diatur dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik yang berbunyi: (1) Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan ditunjuk sebagai penjabat pembuat akta ikrar wakaf. (2) Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan. (3) Dalam hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan Agamanya, maka Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama menunjuk Kepala Kantor Urusan Agama terdekat sebagai Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut Ibid, hlm 119

20 Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, KUA selaku PPAIW mempunyai tugas: a. Meneliti kehendak wakif; b. Meneliti dan mengesahkan nazhir atau anggota nazhir yang baru; c. Meneliti saksi ikrar wakaf; d. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf; e. Membuat akta ikrar wakaf;. f. Menyampaikan Akta Ikrar wakaf dan salinannya sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) Peraturan ini selambatlambatnya dalam waktu satu bulan sejak dibuatnya; g. Menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf; h. Menyampaikan dan memelihara akta dan daftarnya; i. Mengurus pendaftaran perwakafan. Apabila nazhir berkehendak melakukan perubahan penggunaan tanah wakaf, maka berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, ditentukan sebagai berikut: (1) Untuk mengubah status dan penggunaan tanah wakaf, nazhir berkewajiban mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama cq Kepala Bidang melalui Kepala Kantor Urusan Agama dan Kepala Kantor Departemen Agama secara hierarkhis dengan menyebutkan alasannya. (2) Kepala KUA dan Kepala Kandepag meneruskan permohonan tersebut pada ayat (1) secara hierarkhis kepada Kepala Kanwil Depag cq Kepala Bidang dengan disertai pertimbangan. (3) Kepala Kanwil Depag cq Kepala Bidang diberi wewenang untuk memberi prsetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan penggunaan tanah wakaf. 20

21 Selanjutnya sebagai kelanjutan permohonan perubahan status dan penggunaan tanah wakaf itu, di dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik ditentukan sebagai berikut: (1) Dalam hal ada permohonan perubahan status tanah wakaf Kepala Kanwil Depag berkewajiban meneruskan kepada Menteri Agama cq Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan disertai pertimbangan. (2) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam diberi wewenang untuk memberi persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan status tanah wakaf. (3) Perubahan status tanah wakaf dapat diizinkan apabila diberikan penggantian yang sekurang-kurangnya senilai dan seimbang dengan kegunaannya sesuai dengan ikrar wakaf. Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah wakaf, menurut ketentuan dalam Undang-Undang Wakaf dalam Pasal 40 mengatur bahwa harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk: a. dijadikan jaminan; b. disita; c. dihibahkan d. dijual e. diwariskan f. ditukar; atau g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya. Selanjutnya dalam Pasal 41 menentukan: (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah. 21

22 (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia. (3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurangkurangnya sama dengan harta benda wakaf semula. (4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Melakukan peralihan penguasaan tanah wakaf di luar pengecualian yang dimaksud dalam Pasal 41 di atas dapat dikenakan sanksi pidana dan administrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 41 tahun 2004 yang secara lengkap berisi: (1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp (lima ratus juta rupiah). (2) Setiap orang yang dengan sengaja menghibah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp (empat ratus juta rupiah). (3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp ,- (Tiga ratus juta rupiah). Di samping sanksi pidana terdapat juga sanksi administratif sebagaimana yang diatur dalam Pasal 68 yang secara lengkap berisi: 22

23 (1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: peringatan tertulis; penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga kuangan syariah; penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW 23 E.Penyebab Terjadinya Peralihan Penguasaan Yuridis hak atas Tanah Wakaf Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah memindahkan, sedangkan hak berarti benar. 12 Jadi dalam pengertian peralihan hak atas tanah wakaf adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan tanah wakaf yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya. Peralihan tersebut dapat dilakukan dengan cara menukar/memindahkan tanah wakaf. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf tersebut, bisa beralihnya itu penguasaannya karena terjadi sengketa, dan bisa juga beralihnya itu karena peruntukan tanah wakaf tersebut tidak produktif lagi. Masalah perwakafan sebagai salah satu peralihan hak dalam hukum Islam, selain cara 12 Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 156.

24 24 perolehannya melalui jual beli, hibah, wasiat, tukar-menukar maupun dengan cara membuka lahan baru (Ihyaul mawat). 13 Dalam perspektif Hukum Islam wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan kebaikan (Al-Khayr), dalam hal ini Allah SWT telah berfirman: œ ˇ%'!$#$ygr fl»t

25 25 berbenturannya dua kepentingan di atas, tidak menutup kemungkinan juga hal tersebut juga terjadi pada tanah wakaf. Tanah wakaf dalam perkembangannya masih banyak terdapat masalah baik dari segi pengelolaannya, maupun dari segi pengamanan atau penguasaannya. Tidak sedikit terdapat kasus tanah wakaf yang terjadi di tengah tengah masyarakat yang pada akhirnya terjadi peralihan penguasaan tanah wakaf yang semula merupakan aset umat dan digunakan untuk kepentingan umat menjadi penguasaan hak milik pribadi. Beberapa contoh kasus berubahnya status penguasaan tanah wakaf menjadi milik pribadi dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Alun-alun Kota Bandung dan tanah disekitar Masjid Agung Kota Bandung yang saat ini ditempati toko-toko dan Hotel, konon berdasarkan informasi dari saksi-saksi, tanah-tanah tersebut merupakan tanah wakaf, yang merupakan kesatuan dari tanah masjid Agung Kota Bandung. Dengan dibangunnya toko-toko dan hotel, berarti tanah tersebut sekarang statusnya bukan lagi tanah wakaf, melainkan telah menjadi milik perseorangan atau perusahaan Gedung di Jalan Tanjungan Kota Surabaya, berdasarkan informasiinformasi tanah tersebut semula merupakan tanah wakaf dan sekarang menjadi gedung gedung pertokoan yang dimiliki orang-orang warga Negara Indonesia (WNI) keturunan Cina, India dan lain lain Rahmat Djatmika, Wakaf dan Masyarakat Serta Aplikasinya (Aspek-aspek Fundamental). Mimbar Hukum Nomor 7 Tahun ke III, Jakarta, 1992 hlm 2 17 Ibid.

26 26 3. Tanah bekas gedung Madrasah Ibtidaiyah(MI) Nurul huda km 6 samping Masjid Taqwa Simpang Padang Harapan Kota Bengkulu, semula tanah tersebut merupakan tanah wakaf dan sekarang menjadi milik perorangan setelah digugat oleh keluarga (cucu) si Wakif. Lantaran kurang kuatnya bukti-bukti kepemilikan tanah wakaf tersebut, yang menjadi pegangan Departemen Agama. 18 Karena besarnya potensi wakaf bagi kepentingan umat, maka diperlukan langka langka antisipatif dan memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tanah wakaf merupakan milik bersama, dan harus dipelihara dan dijaga secara bersama pula. Penyerobotan dan pengambilalihan tanah wakaf menjadi milik pribadi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya bukti otentik sebagai hak milik wakaf yang seharusnya dibuktikan dengan sertipikat wakaf sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, di mana setiap bidang tanah tentunya termasuk tanah wakaf harus didaftarkan sehingga terjadi kepastian hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf prihal pendaftaran tanah wakaf ini juga disebutkan dalam Pasal 34 dan Pasal 36, yaitu menjadi kewenangan Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat. Kalau dikaitkan dengan pendapat A.P. Perlindungan, yang menyatakan Hak atas tanah wakaf yang sudah diberikan kepada usaha sosial dan keagamaan, hanya ada right to use saja, sedangkan right to disposal-nya 18 Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bengkulu, Direktori Wakaf Provinsi Bengkulu Tahun 1995.

27 27 tidak ada, karena dianggap ditariknya hak atas tanah tersebut dari peredaran lalu lintas ekonomi, sehingga tidak boleh diasingkan ataupun dijadikan jaminan hutang. 19 Dengan berpedoman pada pendapat ini bertambah jelas, bahwa tanah wakaf bukan menjadi obyek perdagangan, artinya tidak bisa dialihkan secara hukum penguasannya sehingga menjadi hak milik perorangan. Dalam undang-undang wakaf sendiri secara tegas menentukan bentuk-bentuk perbuatan hukum yang dilarang terhadap harta benda obyek wakaf, mulai dari pengikatan jaminan, penyitaan, hibah, jual beli, pewarisan, tukar menukar bahkan dalam bentuk perbuatan hukum lainnya yang mengakibatkan terjadinya peralihan harta benda wakaf. 20 Bahkan disertai ancaman pidana, disebutkan jika setiap orang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan, dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan tanpa izin, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banya Rp (lima ratus juta rupiah). Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tanah mempunyai peran yang amat penting, baik sebagai tempat tinggal, maupun kegiatan perkantoran, tempat kegiatan usaha, baik perdagangan, pertanian, perternakan dan lain- lainnya, maupun sebagai kegiatan pendidikan, peribadatan, tempat pelayanan kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa modal utama dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia adalah 19 A.P. Perlindungan, Loc. Cit, hlm Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 40

28 28 tanah. 21 Apalagi dengan perkembangan yang begitu pesat, pembangunan di berbagai bidang membuat kedudukan tanah menjadi sangat penting. Akibatnya muncul berbagai perbedaan kepentingan antara pemerintah, pengusaha dan masyarakat sehingga bermunculan kasus-kasus tanah termasuk pengalihan dan penguasaan tanah wakaf. memang secara umum ada kelemahan dalam masalah wakaf tanah yaitu mengenai adminitrasi perwakafan yang masih sangat lemah. Hal inilah di antaranya yang sering menjadi masalah dalam perwakafan. Berdasarkan data di atas, maka peneliti simpulkan penyebab terjadinya peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf yang banyak terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah disebabkan belum dilaksanakannya pendaftaran tanah wakaf, sehingga terjadi ketidakpastian hukum status tanah wakaf. Nazhir yang mengelola tanah wakaf dalam kaaus di mana tanah wakaf tidak didaftarkan, menjalankan fungsinya sebagai nazhir di bawah tangan. Keadaan ini dapat disalahgunakan oleh nazhir yang diberi kewenangan mengurus tanah wakaf itu untuk mengaku tanah wakaf sebagai miliknya. Yang diperparah lagi tidak adanya pengumuman kepada masyarakat bahwa bidang tanah tertentu itu merupakan tanah wakaf. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya dokumen tanah wakaf yang kuat, yaitu yang dibuat berdasarkan ketentuan perundang-undangan. 21 Van Dijk, Pengadilan Hukum Adat di Indonesia, Terjemahan MR. A.Serkardi,Cetakan III, Bandung, 1984, hlm 54.

29 29 Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, walaupun belum terevaluasi, namun kemungkinan akan terjadinya penyalahgunaan tanah wakaf oleh nazhir masih cukup besar, apalagi kalau pengawasan terhadap nazhir tidak berjalan maksimal. Hal ini bisa terjadi karena menurut Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, setiap bidang tanah wakaf yang didaftarkan dan disertipikatkan atas nama Nazhir. Untuk mengatasi terlalu bebasnya nazhir dalam menguasai tanah wakaf secara fisik, maka pengawasan terhadap nazhir harus diperketat, yakni dengan meminta laporan tahunan pelaksanaan tugas nazhir. Penyebab lainnya, peneliti melihat bahwa tanah wakaf penguasaannnya diserahkan kepada nazhir, penguasaan tanah waaf oleh nazhir termasuk penguasaan fisik, karena wewenang nazhir terbatas pada wewenang mengurus/mengoah belaka, jadi nazhir bukan pemilik. Akan tetapi dalam sertipikat tanah wakaf, yang muncul adalah nama nazhir. Apabila pengawasan oleh Badan Wakaf Indonesia lemah, maka peluang disalahgunakannya tanah wakaf oleh nazhir menjadi sangat besar. Dengan demikian peneliti menyatakan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan tanah wakaf yang dilakukan oleh badan wakaf Indonesia, atau sebelum adanya undag-undang wakaf pengawasan yang dilakukan oleh Kakanwil Depag cq kepala bidang yang diserahi mengawasi tanah wakaf, menjadi penyebab beralihnya penguasaan yuridis tanah wakaf kepada perorangan atau lembaga.

30 30 F.Peralihan Penguasaan Yuridis Hak Atas Tanah Wakaf Menurut Hukum Tanah Nasional. Peralihan hak atas tanah menurut hukum agraria nasional selain dapat dilakukan melalui jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, warisan dan lainlainnya, peralihan hak atas tanah dapat juga dilakukan dengan wakaf.. 22 Peralihan tanah dengan cara wakaf ini bersifat kekal, abadi dan untuk selama- lamanya. Dengan kata lain suatu tanah hak milik yang sudah dialihkan haknya kepada pihak lain dengan cara wakaf, berakibat tanah tersebut terlembagakan untuk selama-lamanya dan tidak bisa dialihkan kepada pihak lain lagi, baik melalui cara jual beli, tukar menukar, hibah dan sebagainya, kecuali ada alasan-alasan hukum yang membolehkannya. 23 Mengingat sifat tanah wakaf itu kekal, artinya tidak boleh ada wakaf untuk jangka waktu tertentu saja, karena wakaf merupakan amal untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara mengeluarkan atau menyisihkan sebahagian hartanya di jalan Allah SWT. Oleh karena itu maka benda (tanah) yang diwakafkan adalah benda yang manfaatnya berlaku secara berkepanjangan seperti tanah. 24 Adapun tanah yang dapat diwakafkan adalah tanah yang mempunyai status hak milik, sehingga yang berstatus hak-hak 22 Taufik Hamami, Perwakafan tanah dalam politik HukumAgraria Nasional,Tata Nusa,Jakarta hlm Ibid 24 Ahmad Faisal Haq, 0p-cit, hlm 41

31 31 lainnya misalnya tanah status hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan sebagainya tidak dapat diwakafkan. 25 Menurut penulis dikhususkannya tanah obyek wakaf terhadap tanah hak milik, hal ini sesuai dengan sifat hak milik atas tanah, yaitu berlaku terus menerus, turun temurun, sehingga patut dijadikan obyek wakaf. Pelaksanaan wakaf tidak dibatasi jangka waktu terentu, melainkan sekali tanah itu diserahkan kepada nazhir (diwakafkan) maka untuk selama-lamanya tanah tersebut menjadi kekal penggunaannya sebagai tanah wakaf. Oleh karena itu tanah hak miliklah yang layak dijadikan obyek wakaf. Tanah hak milik yang diwakafkan itupun harus bebas dari segala beban ikatan, jaminan, sita dan sengketa. 26 Berbeda dengan hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah, yang dibatasi jangka waktu tertentu. Ketentuan ini dimaksudkan agar setelah terjadinya peralihan hak atas tanah wakaf tidak menimbulkan permasalahan hukum dengan pihak lain. Sebagaimana ketentuan peralihan hak milik atas tanah yang diatur dalam Hukum Agraria Nasional, juga berlaku dalam peralihan hak atas tanah wakaf, dinyatakan Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI). 27 Secara rinci lagi proses peralihan hak milik tanah wakaf diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25 Sudaryo Sejimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafik, Jakarta, 1985, hlm Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan Pelaksanannya, Djambatan, Jakarta,1999, Hlm Pasal 49 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang -Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.

32 32 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, tepatnya dalam Pasal 37 yang menentukan: (1) pejabat pembuat ikrar wakaf benda tidak bergerak berupa tanah adalah Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dan atau pejabat yang menyelenggarakan urusan wakaf. (2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), tidak menutup kesempatan bagi wakif untuk membuat Akta ikrrar wakaf di hadapan notaris. Setelah tanah wakaf dibuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) oleh Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka tanah wakaf tersebut didaftarkan pada Kantor Pertanahan melalui Kantor Departemen Agama kabupaten/ Kota untuk diproses penerbitan dan sertipikatnya. Adapun tata cara pendaftaran tanah wakaf menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, adalah sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) yang menentukan bahwa pendaftaran sertipikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan Akta Ikrar wakaf atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf dengan tata cara sebagai berikut : a. Terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nazhir. b. Terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebahagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertipikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir.

33 33 c. Terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir. d. Terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf (c) yang telah mendapat persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir. e. Terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, musholla, makam didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir. f. Pejabat yang bewenang di bidang pertanahan kabupaten/ kota setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertipikatnya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 bahwa Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, artinya pemanfaatan tanah harus berdasarkan pada tujuan untuk kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi. AP. Parlindungan menyatakan dengan fungsi sosial itu dimaksudkan hak atas tanah itu tidak boleh dibiarkan merugikan kepentingan masyarakat. Beliau menyebutkan fungsi soaial sebagai jalan kompromis antara hak multak dari tanah, dengan sistem kepentingan umum atas tanah, di mana tanah tidak diperkenankan semata-mata untuk kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan sifat dan tujuan haknya sehingga bermanfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai, maupun untuk masyarakat dan kepentingan negara AP. Parlindungan, Op. Cit, hlm 66

34 34 Kembali ke masalah peralihan tanah wakaf, menurut Pasal 41 Undang- Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa proses peralihan hak atas tanah wakaf, harus mendapatkan persetujuan dan izin tertulis dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia.Izin tertulis dari menteri hanya dapat diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut: a. Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan peundangan dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. b. Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar wakaf. c. Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung dan medesak. Jadi perubahan tersebut dapat dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia. Dalam pasal tersebut juga dijelaskan mengenai alasan-alasan dibolehkannya perubahan tersebut, yaitu: a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang diikrarkan oleh wakif. b. Karena kepentingan umum. Adapun yang dimaksud kepentingan umum, menurut Pasal 1 butir 3 Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Kepentingan Umum, disebutkan pengertian Kepentingan umum

35 35 adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat, di mana kepentingan umum dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan. Rincian kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut diatur dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Untuk Keptningan Umum, yang lengkapnya berbunyi: Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah atau pemerintah daerah meliputi: a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/saluran pembuangan air dan sanitasi; b. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya; c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; d. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; e. Peribadatan; f. Pendidikan atau sekolah; g. Pasar umum; h. Fasilitas pemakaman umum; i. Fasilitas keselamatan umum; j. Pos dan telekomunikasi; k. Sarana olah raga; l. Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya; m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, perserikatan bangsa-bangsa, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan perserikatan bangsa-bangsa; n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya; o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; p. Rumah susun sederhana; q. Tempat pembuangan sampah; r. Cagar alam dan cagar budaya; s. Pertamanan; t. Panti sosial; u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik. Jadi dalam Perpres tersebut terdapat 21 bidang kegiatan pembangunan yang bersifat kepentingan umum. Dengan demikian kemungkinan terjadinya

36 36 peralihan tanah wakaf, dapat terjadi dengan salah satu alasan terpenuhinya kriteria kepentingan umum sesuai yang diatur dalam Perpres di atas. Namun meskipun pemerintah memberikan kelonggaran terhadap kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan tanah wakaf. Tetapi kelonggaran tersebut masih diikuti dengan persyaratan yang cukup ketat, yaitu harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia, itupun ditambah syarat lainnya yaitu selama manfaat hasil tanah wakaf tersebut sudah tak bisa memenuhi tujuan sebagaimana yang dimaksud wakif atau karena adanya kepentingan umum yang menghendaki pemakaian tanah wakaf. G.Peralihan Penguasaan Yuridis Hak Atas Tanah Wakaf Menurut Hukum Islam Di dalam hukum Islam harta (termasuk tanah) yang telah diikrarkan untuk diwakafkan, maka sejak itu harta tersebut terlepas dari kepemilikan wakif dan kemanfaatannya menjadi hak-hak penerima wakaf. 29 Imam Syafi i dan Imam Hambali berpendapat bahwa harta wakaf itu putus atau keluar dari milik si wakif dan menjadi milik Allah SWT atau milik umum. begitu pula wewenang mutlak si wakif menjadi terputus, karena setelah ikrar wakaf diucapkan, harta tersebut menjadi milik Allah SWT atau milik umum. 30 dengan demikian penguasaan harta wakaf itu beralih dari kepemilikan si wakif menjadi milik si penerima wakaf serta mengakibatkan tidak dapat ditarik lagi. 29 Departemen Agama, Fiqh Wakaf, Jakarta hlm Faisal Haq dan Syaiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan diindonesia, Garuda Buana Indah, Surabaya, 2004, hlm 37

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 159, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4459) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM KAJIAN ATAS GANTI RUGI TANAH DAN/ATAU BANGUNAN WAKAF DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM 1. Latar Belakang Pengadaan tanah untuk proyek Banjir Kanal Timur meliputi tanah/bangunan/tanaman yang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF BAB III WAKAF HAK ATAS KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PASAL 16 UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Ruang Lingkup Wakaf HAKI Dalam Pasal 16 Undang-Undang No. 41 Tahun 2004. Salah satu substansi

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA

BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA 28 72 BAB II KONSEP WAKAF DALAM PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NO. 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DAN KONSEP TANAH FASUM (FASUM) DALAM HUKUM PERTANAHAN DI INDONESIA A. Wakaf Dalam Undang-Undang No. 41 Tahun 2004

Lebih terperinci

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL Urip Santoso (Dosen Tetap Pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Jln. Darmawangsa Dalam selatan Surabaya) Abstract: Government is a side or party

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual

BAB I PENDAHULUAN. Perolehan dan peralihan hak atas tanah dapat terjadi antara lain melalui: jual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai jenis hak dapat melekat pada tanah, dengan perbedaan prosedur, syarat dan ketentuan untuk memperoleh hak tersebut. Di dalam hukum Islam dikenal banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635.

BAB 1 PENDAHULUAN. Muhammad dan Idrus Al-Kaff, (Jakarta: Lentera, 2007), hal. 635. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN TANAH WAKAF DI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 105, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4667) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.319, 2017 KEMEN-ATR/BPN. Pendaftaran Tanah Wakaf. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF. A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP SENGKETA SERTIFIKAT TANAH WAKAF A. Analisis terhadap Sengketa Sertifikat Tanah Wakaf Dalam al-qur an maupun hadith memang tidak disebutkan secara detail tentang perintah

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH

PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PENDAFTARAN DAN PENGGANTIAN NAZHIR HARTA BENDA WAKAF TIDAK BERGERAK BERUPA TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN WAKAF INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II. Pada tahap pelaksanaan dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh. Pemerintah Kota Binjai, terjadi pada Tahun 2005, sehingga mengacu kepada

BAB II. Pada tahap pelaksanaan dalam pengadaan tanah yang dilakukan oleh. Pemerintah Kota Binjai, terjadi pada Tahun 2005, sehingga mengacu kepada 27 BAB II PERBANDINGAN ANTARA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 55 TAHUN 1993 DENGAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 SERTA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 65 TAHUN 2006 PADA PENGADAAN TANAH YANG DILAKUKAN OLEH

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1047, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN AGAMA. Perwakafan. Benda Tidak Bergerak. Benda Bergerak. Tata Cara. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA

PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA PERATURAN DESA ( PERDES ) NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN TANAH KAS DESA DESA PANGGUNGHARJO KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL KECAMATAN SEWON DESA PANGGUNGHARJO

Lebih terperinci

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT)

KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) KAJIAN ATAS DASAR HUKUM PENGADAAN TANAH BANJIR KANAL TIMUR TA 2008 DAN 2009 1. Latar Belakang Landasan hukum pelaksanaan pengadaan tanah Banjir Kanal Timur (BKT) yaitu Peraturan Kepala BPN No.3 Tahun 2007

Lebih terperinci

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur

dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan dari pembangunan nasional Indonesia yang juga sejalan dengan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan seluruh

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PERALIHAN HAK ATAS TANAH TERHADAP WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1960 TENTANG PERATURAN DASAR POKOK-POKOK

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015

Lex Privatum, Vol. III/No. 3/Jul-Sep/2015 PERWAKAFAN DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 1 Oleh: Tirza C. Gobel 2 ABSTRAK Wakaf dalam sejarah, mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Wakaf

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hak Atas Tanah Definisi hak atas tanah adalah hak yang memberi wewenang kepada seseorang yang mempunyai hak untuk mempergunakan atau mengambil manfaat atas tanah tersebut.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta.

17. Qahaf, Mundzir, 2005, Manajemen Wakaf Produktif, Khalifa, Jakarta 18. Soekamto, Soerjono, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA 1. Agraria, Menteri Negara Kepala Badan Pertanahan Nasional, 1997. Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor

Lebih terperinci

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum PROSUDUR PEMINDAHAN HAK HAK ATAS TANAH MENUJU KEPASTIAN HUKUM Oleh Dimyati Gedung Intan Dosen Fakultas Universitas Sang Bumi Ruwa Jurai ABSTRAK Tanah semakin berkurang, kebutuhan tanah semakin meningkat,

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH

BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH BUPATI BANGKA SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau 26 BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Wakaf dan Tujuannya Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2010 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 671 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN KEKAYAAN DESA BUPATI BANJARNEGARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat : a. bahwa Negara

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Wakaf Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Tahun 2012 KATAPENGANTAR DIREKTUR PEMBERDA Y AAN W

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah 34 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 mengatur tentang Pendaftaran Tanah yang terdapat di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa,

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari 35 daerah otonomi di Propinsi Jawa Tengah. Terletak di sepanjang Pantai Utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Hak Guna Bangunan 1. Pengertian Hak Guna Bangunan Hak Guna Bangunan adalah salah satu hak atas tanah lainnya yang diatur dalam Undang Undang Pokok Agraria.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK. Presiden Republik Indonesia, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga keagamaan yang dapat dipergunakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1085, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN WAKAF. Peruntukan. Harta Benda. Perubahan. PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN PERUNTUKAN HARTA BENDA WAKAF DENGAN

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia

Pusat Pendidikan dan Latihan (Pusdiklat) Laboratorium Fakultas Hukum. Universitas Islam Indonesia PROSES-PROSES DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN KEPENTINGAN UMUM Oleh : Dwi Apriliati Puspitasari 1 ABSTRAKSI Kegiatan pembangunan untuk fasilitas umum selalu membutuhkan tanah sebagai lahan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan

BAB I PENDAHULUAN. Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia persoalan wakaf tanah milik masuk dalam bidang Hukum Agraria. Dalam rangka pembaharuan Hukum Agraria Nasional, perwakafan tanah milik diberikan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1977 TENTANG PERWAKAFAN TANAH MILIK (LNRI. No. 38, 1977; TLNRI No. 3107) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa wakaf adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH

ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH ASPEK PAJAK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM OLEH INSTANSI PEMERINTAH kreditgogo.com I. Pendahuluan Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, pemerintah perlu menyelenggarakan

Lebih terperinci

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf

BAB II TAHUN 2004 TENTANG WAKAF. A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf 11 BAB II KETENTUAN UMUM TENTANG UNDANG UNDANG NO.41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF A. Dasar pemikiran lahirnya UU No 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf Hadirnya Undang-Undang Republik Indonesia No.41 tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m

2 UUPA harus memberikan tercapainya fungsi bumi, air, dan ruang angkasa yang sesuai dengan kepentingan rakyat dan negara serta memenuhi keperluannya m BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi masyarakat Indonesia, tanah merupakan modal yang paling utama dalam kehidupan sehari-hari, yaitu untuk berkebun, berladang, maupun bertani. Berbagai jenis

Lebih terperinci

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor...

TENTANG. dilakukan. Nomor 21. diubah. Tanah dan. Tahun. Nomor... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2006 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

PEMINDAHTANGAN BMN YANG TIDAK PERLU MENDAPAT PERSETUJUAN DPR. Abstract

PEMINDAHTANGAN BMN YANG TIDAK PERLU MENDAPAT PERSETUJUAN DPR. Abstract PEMINDAHTANGAN BMN YANG TIDAK PERLU MENDAPAT PERSETUJUAN DPR Oleh Margono WIDYAISWARA PADA PUSDIKLAT KEKAYAAN NEGARA DAN PERIMBANGAN KEUANGAN BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN KEMENTERIAN KEUANGAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PEMERINTAH KABUPATEN REJANG LEBONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REJANG LEBONG Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 15 TAHUN 2009

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 15 TAHUN 2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 15 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 15 TAHUN 2009 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH LAUT, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok

BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok BAB II KEABSAHAN JUAL BELI TANAH HAK MILIK OLEH PERSEROAN TERBATAS 1. Syarat Sahnya Jual-Beli Tanah Hak Milik Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Argaria, LNRI Tahun 1960

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf.

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan demikian itu, tidak hanya karena kelalaian atau ketidak mampuan. sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukan wakaf. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas masyarakatnya pemeluk agama Islam, wakaf merupakan salah satu ibadah yang mempunyai dimensi sosial di dalam agama Islam. Praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas. kepentingan keagamaan, seperti pembangunan rumah ibadah maupun kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Sebagaimana di ketahui bahwa negara Indonesia mayoritas penduduknya memeluk agama Islam, oleh karena itu dalam masyarakat yang demikian ini memiliki kebiasaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memajukan industri yang mampu bersaing

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH. perundang-undangan tersebut tidak disebutkan pengertian tanah. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK-HAK ATAS TANAH A. Pengertian Tanah Menarik pengertian atas tanah maka kita akan berkisar dari ketentuan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960, hanya saja secara rinci pada ketentuan

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 15 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 15 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 16 Tahun : 2008 Seri : E

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 16 Tahun : 2008 Seri : E BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 16 Tahun : 2008 Seri : E PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEKAYAAN

Lebih terperinci

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Copyright (C) 2000 BPHN UU 21/1997, BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN *9928 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 1997 (21/1997) TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN ZAKAT, INFAQ, SHODAQOH DAN WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF

BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF 69 BAB IV ANALISIS TERHADAP PEMBATALAN IKRAR WAKAF Dalam pasal 49 Undang-undang No. 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama dijelaskan bahwa Pengadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan tanah diselenggarakan atas dasar peraturan perundangundangan tertentu, yang secara teknis menyangkut masalah pengukuran, pemetaan dan pendaftaran peralihannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR. Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira. yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG NADZIR A. Pengertian dan Dasar Hukum Nadzir 1. Pengertian Nadzir Kata nadzir secara etimologi berasal dari kata kerja nazira yandzaru yang berarti menjaga dan mengurus. 1 Di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154 /PMK.06/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.06/2008 TENTANG PENYELESAIAN ASET BEKAS MILIK ASING/CINA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.06/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.06/2011 TENTANG 1 of 12 12/22/2015 2:48 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 154/PMK.06/2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 188/PMK.06/2008 TENTANG PENYELESAIAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 SERI E.1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN

Lebih terperinci

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018 PENGATURAN HUKUM TENTANG PENDAFTARAN TANAH MENJADI HAK MILIK MENURUT PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 1 Oleh: Syendy A. Korompis 2 Dosen Pembimbing: Atie Olii, SH, MH; Godlieb N. Mamahit, SH, MH

Lebih terperinci

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI

PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI 214 MIMBAR HUKUM Volume 27, Nomor 2, Juli 2015, Halaman 214-225 PEROLEHAN HAK ATAS TANAH YANG BERASAL DARI REKLAMASI PANTAI Urip Santoso * Departemen Hukum Administrasi, Fakultas Hukum Universitas Airlangga,

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b, perlu dibentuk Undangundang tentang

Lebih terperinci

Tanab Wakaf. \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Tahun zou

Tanab Wakaf. \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Tahun zou ~~ Perubahan Status Tanab Wakaf \ ~eri\lnterian Agama RI Direktorat jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Direktorat Pemberdayaan Wakaf Tahun zou I. PENDAHULUAN Indonesia sebagai Negara berpenduduk mayoritas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF. (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon )

SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF. (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon ) SKRIPSI PERANAN PPAIW DALAM MENCEGAH TERJADINYA SENGKETA TANAH WAKAF (Study Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon ) Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum ( S-1 ) Pada Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ADMINISTRASI PENDAFTARAN WAKAF UANG

PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ADMINISTRASI PENDAFTARAN WAKAF UANG PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ADMINISTRASI PENDAFTARAN WAKAF UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci