HUKUM PERDATA - I PENGERTIAN HUKUM PERDATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUKUM PERDATA - I PENGERTIAN HUKUM PERDATA"

Transkripsi

1 HUKUM PERDATA - I PENGERTIAN HUKUM PERDATA Sebelumnya terlebih dahuluhukum Perdata itu dibedakan atas dua macam, yaitu hukum perdata materil dan hukum perdata formil. Hukum Perdata materil biasa disebut hukum perdata saja sedangkan hukum perdata formil biasa disebut hukum acara perdata. Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang lain di dalam masyarakat yang menitik beratkan kepada kepentingan-kepentingan perseorangan ( pribadi ). SUBJEK HUKUM Subjek hukum adalahpendukung hak dan kewajiban

2 KEWENANGAN BERHAK DAN KEWENANGAN BERBUAT KEWENANGAN BERHAK Hukum Perdata mengatur tentang hak keperdataan. Dalam hukum perdata setiap manusia pribadi mempunyai hak yang sama, setiap manusia pribadi wenang untuk berhak, karena dalam hukum sanksi hanya berlaku dan diterapkan pada kewajiban bukan pada hak. Kewenangan berbuat pada hakekatnya adalah melaksanakan kewajiban. Orang yang melalaikan kewajiban dapat dapat dikenakan sanksi, sedangkan orang yang melalaikan haknya tidak apa-apa. Manusia pribadi mempunyai kewenangan berhak sejak ia dilahirkan, bahkan sejak dalam kandungan ibunya, asal ia dilahirkan hidup apabila kepentingannya menghendaki ( Pasal 2 KUHPdt ). Kewenangan berhak setiap manusia pribadi tidak dapat dihilangkan/ditiadakan oleh suatu hukuman apapun. Hal ini ditentukan dalam Pasal 3 KUHPdt yang menyatakan bahwa tidak ada suatu hukuman apapun yang dapat mengakibatkan kematian perdata atau kehilangan hak-hak perdata seseorang.

3 Hak perdata merupakan hak azasi yang melekat pada diri pribadi setiap orang. Hak perdata adalah identitas manusia pribadi yang tidakdapat hilang atau lenyap. Identitas ini baru hilang atau lenyap apabila yang bersangkutan meninggal dunia. Contoh hak perdata ialah hak hidup, hak memiliki, hak waris, hak atas nama, hak atas tempat tinggal. Hak perdata berbeda dengan hak publik. Hak publik dapat hilang atau lenyap apabila negara menghendakinya. Hak publik itu ada karena diberikan oleh negara. Memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, hak menjadi anggota ABRI, hak menjadi pegawai negeri, hak menduduki jabatan tertentu.

4 Sedangkan hak perdata itu diberikan oleh kodrat. Contoh hak publik ialah hak KEWENANGAN BERBUAT Untuk mengetahui apakah seseorang itu wenang berbuat atau tidak, ada beberapa faktor yang membatasi seperti umur, kesehatan, perilaku. Wenang berbuat ada dua pengertian, yaitu : 1. Cakap atau mampu berbuat karena memenuhi syarat hukum ( bekwaam, capable ), kecakapan atau kemampuan berbuat karena memenuhi syarat hukum ( bekwaamheid, capacity ). 2. Kuasa atau berhak berbuat karena diakui oleh hukum walaupun tidak memenuhi syarat hukum ( bevoegd, competent ), kekuasaan atau kewenangan berbuat (bevoegdheid, competence ). 3. Walaupun setiap orang tiada terkecuali sebagai pendukung hak dan kewajiban atau subjek hukum (rechtspersoonlijkheid ), tetapi tidak semuanya cakap untuk melakukan perbuatan hukum ( rechtsbekwaamheid ). Orang-orang yang menurut undang-undang dinyatakan tidak cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah :

5 1. Orang-orang yang belum dewasa, yaitu seseorang yang belum mencapai umur delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ( Pasal 1330 KUHPdt jo Pasal 47 UU No. 1 Tahun 1974 ). 2. Orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, yaitu orang-orang dewasa tapi dalam keadaan dungu, gila, mata gelap, dan pemboros ( Pasal 1330 KUHPdt jo. Pasal 433 KUHPdt ) 3. Orang-orang yang dilarang undang-undang untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum tertentu, misalnya orang yang dinyatakan pailit ( Pasal 1330 KUHPDT jo UU Kepailitan ). Jadi orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum adalah orang yang dewasa dan sehat akal pikirannya serta tidak dilarang oleh suatu undang - undang untuk melakukan perbuatan - perbuatan hukum tertentu.

6 Kepentingan orang yang belum dewasa diurus oleh orang tuanya ( Pasal 47 UU No.1Tahun 1974 ) dan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan ( curatele ) dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum diwakili oleh orang tuanya, walinya, atau pengampunya ( curator ). Sedangkan penyelesaian hutang piutang orang-orang yang dinyatakan pailit dilakukan oleh Balai Harta Peninggalan ( Weeskamer ). Perbuatan hukum yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap atau tidak mampu menurut hukum adalah tidak sah karena tidak memenuhi syarat hukum.perbuatan hukumyang tidak sah dapat dimintakan pembatalan melalui Hakim ( vernietigbaar ) Dengan demikian setiap orang adalah subjek hukum (rehtspersoonlijkheid )yaitu pendukung hak dan kewajiban, namun tidak setiap orang cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Orang yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum (rechtsbekwaamheid ) tidak selalu berwenang untuk melakukan perbuatan hukum ( rechtsbevoegheid ).

7 Tidak setiap orang yang belum dewasa dinyatakan tidak wenang melakukan perbuatan hukum. Ada perbuatan hukum tertentu dapat dilakukan oleh orang yang belum dewasa karena diakui oleh hukum. Anak perempuan yang berumur 16 tahun dan anak pria yang berumur 19 tahun dapat melakukan perkawinan, walaupun mereka belum dewasa menurut hukum, karena hukum mengakui perbuatan mereka itu ( Pasal 7 ayat (1). Undang-Undang Nomor 1Tahun Orang yang berumur 18 tahun wenang membuat surst wasiat, walaupun ia belum dewasa menurut hukum, karena hukum memberi hak dan mengakui perbuatan itu ( Pasal 897 KUHPdt). Begitu juga anak yang belum dewasa wenang menabung dan menerima kembali uang tabungannya itu ( Pasal 7 Stb ). Orang dewasa yang tidak berkepentingan tidak wenang melakukan perbuatan hukum, misalnya seorang penyewa rumah tidak wenang menjual rumah yang disewanya itu kepada pihak lain karena rumah itu bukan miliknya. Kecuali ia memperoleh kuasa atau diberi hak oleh pemiliknya untuk menjualkan rumah itu, maka ia berwenang melakukan perbuatan hukum menjual rumah tersebut, karena diakui oleh hukum walaupun rumah itu bukan miliknya. Jadi orang dewasa pun belum tentu wenang melakukan setiap perbuatan hukum. Dengan demikian rechtsbekwaamheid adalah syarat umum sedangkan rechtsbevoegheid adalah syarat khusus untuk melakukan perbuatan hukum.

8 KEDEWASAAN DAN PENDEWASAAN Dalam sistem hukum perdata (BW), mereka yang belum dewasa tetapi harus melakukan perbuatan-perbuatan hukum seorang dewasa, terdapat lembaga hukum pendewasaan (handlichting), yang diatur pada Pasal-Pasal 419s/d432 KUHPdt. Pendewasaan merupakan suatu cara untuk meniadakan keadaan belum dewasa terhadap orang-orang yang belum mencapai umur 21 tahun. Maksudnya adalah memberikan kedudukan hukum (penuh atau terbatas)sebagai orang dewasa kepada orang-orang yang belum dewasa. Hal ini dapat ditinjau dari tiga konsep hukum, yaitu : 1. Menurut konsep hukumperdata barat 2. Menurut konsep hukum adat 3. Menurut konsep Undang-Undang Republik Indonesia Ad 1. Konsep hukum perdata barat. Istilah kedewasaan menunjuk kepada keadaan sudah dewasa, yang memenuhi syarat hukum. Sedangkan istilah pendewasaan menunjuk kepada keadaan belum dewasa yang oleh hukum dinyatakan sebagai dewasa.untuk mengetahui pengertian dewasa atau belum dewasa yang diatur dalam Pasal 330KUHPdt, Stb , Stb ,Stb Berdasarkan ketentuan Pasal 330KUHPdt belum dewasa (minderjarig) adalah belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah melangsungkan perkawinan Apabila mereka melangsungkan perkawinan sebelum berumur 21 tahun itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Dalam staatsblad yang berlaku bagi orang timur asing seperti disebutkan di atas tadi, apabila di dalam perundang-undangan dijumpai istilah belum dewasa ( minderjarig ), itu berarti belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah kawin

9 Apabila mereka yang kawin sebelum berumur 21 tahun penuh itu bercerai, mereka tidak kembali lagi dalam keadaan belum dewasa. Keadaan dewasa yang memenuhi syarat undang -undang ini disebut kedewasaan Orang dewasa atau dalam kedewasaan cakap atau mampu (bekwaam, capable) melakukan semua perbuatan hukum, misalnya membuat perjanjian, melangsungkan perkawinan, membuat surat wasiat. Kecakapan hukum ini berlaku penuh selama tidak ada faktor-faktor yang mempengaruh iatau membatasinya, misalnya keadaan sakit ingatan, keadaan dungu, pemboros ( Pasal 433jo. Pasal 1330 KUHPdt). Dengan demikian KUHPdt (BW) memakai kriteria umur untuk menentukan dewasa atau belum dewasa. Adakalanya diperlukan kedudukan orang yang belum dewasa ini disamakan dengan kedudukan orang dewasa. Maksudnya supaya orang yang belum dewasa itu mempunyai kewenangan mengurus kepentingannya sendiri atau melakukan beberapa perbuatan hukum tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Dengan begitu orang yang belum dewasa itu oleh hukum dinyatakan dewasa. Pernyataan ini disebut pendewasaan (handlichting). Pendewasaan itu ada dua macam yaitu pendewasaan penuh dan pendewasaan untk beberapa perbuatan hukum tertentu (terbatas). Kedua-duanya harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh undang-undang. Untuk pendewasaan penuh syaratnya ialah sudah berumur 20 tahun penuh, sedangkan untuk pendewasaan terbatas syaratnya ialah sudah berumur 18 tahun penuh (Pasal 421 dan 426 KUHPdt).

10 Untuk pendewasaan penuh, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada Presiden Republik Indonesia dilampiri dengan akta kelahiran atau surat bukti lainnya. Presiden setelah mendengarkan pertimbangan mahkamah agung, memberikan keputusannya yaitu keputusan pernyataan dewasa ini disebut venia aetatis. Akibat hukum adanya pernyataan dewasa penuh ( venia aetatis ) ialah status hukum yang bersngkutan sama dengan status hukum orang dewasa. Tetapi apabila ingin melangsungkan perkawinan, izin orang tua masih diperlukan ( Pasal 420 s/d 424 KUHPdt ). Untuk pendewasaan terbatas, prosedurnya ialah yang bersangkutan mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan negeri yang berwenang dilampiridengan aktakelahiran atau surat bukti lainnya. Pengadilan negeri setelah mendengarketerangan orang tua atau waliyang bersangkutan memberikan ketetapan pernyataan dewasa dalam perbuatan-perbuatan hukum tertentu saja sesuai dengan yang yang dimohonkan,misalnya perbuatan mengurus dan menjalankan perusahaan, membuat surat wasiat. Akibat hukum pernyataan dewasa terbatas ialah status hukum yang bersangkutan sama dengan status hukum orang dewasa untuk perbuatanperbuatan hukum tertentu ( Pasal 426 s/d 430 KUHPdt ).

11 2. Konsep hukum adat. Hukum adat tidak mengenal batas umur untuk menentukan belum dewasa atau sudah dewasa. Hukum adat menentukan secara insidental apakah seseorang itu menurut umur dan perkembangan jiwanya patut dianggap cakap atau tidak cakap, mampu atau tidak mampu melakukan perbuatan hukum tertentu dalam hubungan hukum tertentu. Artinya apakah ia dapat memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri dalam perbuatan hukum yang dihadapinya itu. Dengan demikian batas antara dewasa dan belum dewasa hanya dapat dilihat dari belum cakap dan cakap melakukan perbuatan hukum. Belum cakap artinya belum mampu memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri. Cakap artinya mampu memperhitungkan dan memelihara kepentingannya sendiri. Hukum adat tidak mengenal perbedaan yang tajam antara orang yang sama sekali tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan orang yang cakap melakukan perbuatan hukum.peralihan dari keadaan tidak cakap sama sekali kepada keadaan cakap penuh itu berlangsung sedikit demi sedikit menurut keadaan. Dalam hukum adat Jawa,seorang yang sudah mandiri dan berkeluarga(mentas) cakap penuh untuk melakukan segala perbuatan hukum. Tetapi tidak dapat dikatakan bahwa orang yang belum mandiri dan belum berkeluarga itu tidak cakap melakukan hukum apa saja.

12 Apabila kedewasaan ini dihubungkan dengan perbuatan melangsungkan perkawinan, apabila seorang pria dan seorang wanita itu melangsungkan perkawinan dan memperoleh anak dalam perkawinan itu, mereka dikatakan sudah dewasa, walaupun umur mereka itu baru 15 tahun. Tetapi apabila dalam perkawinan itu mereka tidak memperoleh anak karena masih sangat muda sehingga belum mampu melakukan hubungan seksual mereka dikatakan belum dewasa, misalnya dalam kawin anak /kawin gantung. 3. Konsep Undang-Undang Republik Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia pengertian dewasa apabila sudah berumur21 tahun penuh atau walaupun belum berumur 21 tahun tapi sudah pernah melangsungkan perkawinan dan belum dewasa apabila belum berumur 21 tahun dan belum pernah melangsungkan perkawinan. Ketentuan mengenai dewasa dan belum dewasa terdapat dalam: 1. Pasal 330 KUHPdt bagi warga negara Indonesia keturunan Eropah 2. Stb bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing bukan Cina 3. Stb bagi warga negara Indonesia keturunan timur asing Cina 4. Stb bagi warga negara Indonesia asli (Bumiputera)

13 Berlakunya undang-undang tersebut di atas didasarkan pada aturan peralihan UUD1945,bahwa sebelum dibentuknya undang-undang baru berdasarkan undangundang ini,semua peraturan hukum perundang-undangan yang sudah ada tetap dinyatakan berlaku. Undang-undang yang dibuat oleh pembentuk undang-undang Republik Indonesia belum ada yang merumuskan pengertian belum dewasa sebagai pencabutan keempat undang-undang yang disebutkan terdahulu. Undang Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang mengatur tentang : 1. Izin orang tua bagi orang yang akan melangsungkan perkawinan apabila belum mencapai umur 21 tahun ( Pasal 6 ayat 2), 2. Umur minimal untuk diizinkan melangsungkan perkawinan, yaitu pria 19 tahun dan wanita 16 tahun (Pasal 7 ayat 1), 3. Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah kawin, berada dibawah kekuasaan orang tua ( Pasal 47 ayat 1), 4. Anak yang belum mencapai berumur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua, berada di bawah kekuasaan wali (Pasal 50 ayat 1). Dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 tidak mengatur tentang belum dewasa dan dewasa. Dengan demikian undang-undang yang merumuskan belum dewasa dan dewasa masih tetap berlaku. Apabila dalam undang-undang ditemukan istilah belum dewasa (minderjarig), itu berarti belum berumur 21 tahun penuh dan belum pernah melangsungkan perkawinan, sebaliknya apabila dalam undang-undang ditemukan istilah dewasa (meerderjarig), berarti sudah berumur 21 tahun penuh, atau walaupun belum berumur 21 tahun penuh,sudah pernah melangsungkan perkawinan.

14 Pengertian sudah berumur 21 tahun penuh atau sudah pernah kawin disebut dewasa undang-undang atau dewasa hukum, sedangkan dewasa biologis atau dewasa seksual untuk melangsungkan perkawinan, yaitu sudah berumur 16 tahun bagi wanita dan 19 tahun bagi pria. Mereka yang dewasa biologis ini apabila sudah melangsungkan perkawinan berubah menjadi dewasa hukum. PENCATATAN PERISTIWA HUKUM Untuk memastikan status perdata seseorang, ada lima peristiwa hukum dalam kehidupan orang yang perlu dilakukan pencatatan,yaitu peristiwa : 1. Kelahiran, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban, 2. Perkawinan, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai suami atau istri dalam ikatan perkawinan menurut hukum, 3. Perceraian, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai janda atau duda, yang bebas dari ikatan perkawinan, 4. Kematian, untuk menentukan status hukum seseorang sebagai ahli waris, sebagai janda atau duda dari almarhum/almarhumah, 5. Penggantian nama, menentukan status hukum seseorang dengan identitas tertentu dalam hukum perdata.

15 Tujuan dari pencatatan ini adalah untuk memperoleh kepastian hukum tentang status perdata seseorang yang mengalami peristiwa hukum. Kepastian hukum menentukan apakah ada hak dan kewajiban hukum yang sah antara pihak-pihak yang mempunyai hubungan hukum itu, sebagai contoh : 1. Kepastian hukum mengenai kelahiran menentukan status perdata mengenai dewasa atau belum dewasa seseorang. 2. Kepastian hukum mengenai perkawinan menentukan status perdata mengenai boleh atau tidak melangsungkan perkawinan dengan pihak lain lagi. 3. Kepastian hukum mengenai perceraian menentukan status perdata untuk bebas mencari pasangan lain. 4. Kepastian hukum mengenai kematian, menentukan status perdata sebagai ahli waris dan keterbukaan waris. 5. Kepastian hukum mengenai nama, untuk menentukan identifikasi seseorang sebagai subjek hukum, karena dari nama itu dapat diketahui keturunan siapa yang bersangkutan. Fungsi pencatatan itu adalah pembuktian bahwa peristiwa hukum yang dialami seseorang itu benar telah terjadi. Untuk membuktikan bahwa benar telah terjadi peristiwa hukum,diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum, diperlukan surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum pada hari, tanggal,bulan, tahun, di tempat tertentu atas nama seseorang. Surat keterangan ini diberikan oleh pejabat /petugas yang berwenang untuk itu.

16 Sebagai contoh : 1. Surat keterangan kelahiran diberikan oleh dokter atau bidan rumah sakit/klinik yang menangani peristiwa kelahiran itu. 2. Surat keterangan melangsungkan perkawinan dibuat oleh petugas yang menyaksikan peristiwa perkawinanitu. 3. Surat keterangan perceraian berupa putusan pengadilan diberikan oleh pengadilan negeri bagi yang bukan beragama Islam dan oleh pengadilan agama bagi mereka yang beragama Islam. 4. Surat keterangan kematian diberikan oleh dokter rumah sakit yang merawatnya atau oleh kepala desa/kepala kelurahan di tempat tinggal yang bersagkutan. 5. Surat keterangan ganti nama diberikan oleh pengadilan negeri dalam bentuk surat ketetapan. Untuk melakukan pencatatan dibentuklah lembaga khusus yang disebut Catatan Sipil (Burgerlijke Stand). Catatan sipil artinya catatan mengenai peristiwa perdata yang dialami oleh seseorang. Catatan sipil meliputi kegiatan pencatatan peristiwa hukum yang berlaku umum untuk semua warga negara Indonesia dan yang berlaku khusus untuk warga negara Indonesia yang beragama Islam mengenai perkawinan dan perceraian. Lembaga Catatan Sipil yang berlaku umum secara struktural berada di bawah Departemen Dalam Negeri.

17 Lembaga catatan sipil yang berlaku khusus untuk yang beragama Islam secara struktural berada dibawah departemen agama. Untuk menyelenggarakan tugas pencatatan, lembaga catatan sipil umum mempunyai kantor disetiap kabupaten. Sedangkan lembaga catatan sipil khusus merupakan bagian tugas dari kantor departemen agama di daerah. Kantor catatan sipil mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kelahiran, 2. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perkawinan, 3. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta perceraian, 4. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta kematian, 5. Mencatat dan menerbitkan kutipan akta pengakuan dan pengesahan anak, dan akta ganti nama. Untuk dapat dilakukan pencatatan peristiwa hukum perlu dipenuhi syarat yaitu adanya surat keterangan yang menyatakan telah terjadi peristiwa hukum yang bersangkutan.surat keterangan ini dibuat oleh pihak yang berhak mengurus, menangani atau mengeluarkannya. Surat keterangan tersebut kemudian dibawa oleh yang berkepentingan kepada pejabat kantor catatan sipiluntuk dicatat atau didaftarkan dalam buku akta yang disediakan untuk setiap peristiwa hukum. Apabila peristiwa hukum itu telah lampau waktu untuk didaftarkan, untuk dapat dilakukan pencatatan /pendaftaran perlu ada surat penetapan dari hakim. Misalnya penetapan hakim pengadilan negerimengenai kelahiran, penetapan hakim pengadilan agama mengenai perkawinan orang yang beragama Islam.

18 Sebagai bukti telah dicatat/didaftarkan, pejabat kantor catatan sipil menerbitkan kutipan akta, seperti kutipan akta kelahiran, kutipan akta perkawinan, kutipan akata kematian, kutipan akta perceraian.kutipan akta ini bersifat otentik karena dikeluarkan oleh pejabat resmi ( akta ambtelijk). Ada berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang catatan sipil di Indonesia, sebagai berikut: 1. Reglemen Catatan Sipil Stb tentang Pencatatan Perkawinan dan Perceraian bagi warga negara Indonesia keturunan Eropah. 2. Reglemen Catatan Sipil Stb jo Stb tentang Pencatatn Perkawinan dan Perceraian bagi warga negara Indonesia keturunan Cina. 3. Reglemen Catatan Sipil Stb jo. Stb tentang Pencatatn Perkawinan dan Perceraian bagi warga negara Indonesia yang beragama Kristen di jawa, Madura, Minahasa, Ambon dsb. 4. Reglemen Catatan Sipil Stb tentang Pencatatan Perkawinan bagi warga negara Indonesia yang melakukan perkawinan campuran. 5. Reglemen Catatan Sipil Stb jo.Stb tentang Pencatatan Kelahiran dan Kematian bagi warga negara Indonesia asli Jawa dan Madura. 6. B.W Stb yang mengatur pencatatan sipil lainnya. 7. Undang-Undang Nomor32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk bagi warga negara Indonesia beragama Islam.

19 Berdasarkan undang-undang mengenai catatan sipil diatas dapat dibedakan atas tiga macam catatan sipil, yaitu: 1. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia tentang : a. Kelahiran b. Kematian c. Penggantian nama 2. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia non Islam tentang: a. Perkawinan b. Perceraian 3. Catatan sipil untuk warga negara Indonesia beragama Islam tentang: a. Perkawinan b. Perceraian Untuk penyelenggaraan catatan sipil di Indonesia, pada tahun 1966 dikeluarkan instruksi Presiden Kabinet Nomor 31/U/IN/12/66 ditujukan kepada menteri kehakiman dan kantor catatan sipil diseluruh Indonesia untuk tidak menggolongkan penduduk Indonesia berdasarkan Pasal 131 I.S. Kantor catatan sipil di Indonesia terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia dengan membedakan antara warga negara Indonesia dan warga negara asing. Untuk mempertegas instruksi tersebut, menteri kehakiman dan menteri dalam negeri menerbitkan Surat Edaran Bersama Nomor 51/I/3/J.A: 2/2/5tanggal 28 Januari 1967 yang pada pokok isinya menghilangkan pembatasan berlaku, dalam arti diberlakukan untuk semua

20 penduduk Indonesia (WNI dan WNA) di seluruh Indonesia yang tergolong dalam masingmasing Stb.,berikut ini: 1. Stb jo Stb mengenai pendaftaran kelahiran dan kematian, 2. Stb jo Stb mengenai pendaftaran perkawinan dan perceraian. Dengan berlakunya staatsblad-staadsblad tersebut di atas untuk seluruh Indonesia,tercapailah keseragaman hukum catatan sipil mengenai hal-hal sebagai berikut: 1. Stb jo Stb, mengenai pendaftaran kelahiran dan kematian bagi semua warga negara Indonesia dan warga negara asing di Indonesia, 2. Stb jo Stb mengenai pendaftaran perkawinan dan perceraian bagi semua warga negara Indonesia dan warga negara asing yang bukan agama Islam di Indonesia, 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah,Talak, dan Rujuk bagi warga negara Indonesia beragama Islam. Untuk menyelenggarakan keseragaman peraturan peraturan tersebut dan pembinaan catatn sipil, diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 1983 tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil. Keputusan Presiden ini dilaksanakan oleh menteri dalam negeri dengan Surat Keputusan Nomor 54 Tahun 1983 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Catatan Sipil Kabupaten/Pemko. Dalam Pasal 4 ayat 1 S.K. Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1983 ditetapkan tiga tipe organisasi kantor catatan sipil, yaitu:

21 1.Organisasi kantor catatan sipil tipe A, 2.Organisasi kantor catatan sipil tipe B, 3.Organisasi kantor catatan sipil tipe C. Catatan sipil tipe A dan tipe B mempunyai kantor tersendiri dan mempunyai kepala kantor sendiri, sedangkan tipe C mempunyai kantor yang masih bergabung dengan Bagian Pemerintahan Kabupaten /Pemko, kepalanya dirangkap oleh Kepala Bagian Pemerintahan. KEADAAN TAK HADIR Yang dinyatakan sebagai keadaan tak hadir (afwezigheid) adalah keadaan tidak adanya seseorang di tempat kediamannya karena bepergiann atau meninggalkan tempat kediaman baik dengan izin atau tanpa izin, dan tidak diketahui di mana tempat ia berada. Dalam definisi ini ada beberapa unsur yang perlu diperhatikan,sebagai berikut: 1. Seseorang, ini menunjuk kepada salah satu anggota keluarga mungkin suami, mungkin istri, mungkin anak, 2. Tidak ada ditempat kediaman, artinya tidak ada di lingkungan keluarga dimana mereka berdiam serta mempunyai hak dan kewajiban hukum,

22 3.Bepergian atau meninggalkan tempat kediaman, artinya menuju dan berada di tempat lain karena suatu keperluan atau tanpa keperluan, 4. Dengan izin atau tanpa izin,artinya dengan persetujuan dan sepengetahuan anggota keluarga atau tanpa persetujuan dan tanpa diketahui oleh anggota keluarga, 5.Tak diketahui dimana tempat ia berada, artinya tempat lain yang dituju dan dimana ia berada tidak diketahui sama sekali, karena yang bersangkutan tidak memberi kabar atau karena sulit.tidak memberi kabar mungkin karena ada halangan misalnya terjadi perang, pemberontakan, kecelakaan, bencana alam, sakit gila, dan lain-lain atau memang dengan sengaja supaya tidak berurusan lagi dengan keluarganya (putus asa). Pengaruh keadaan tak hadir itu adalah: 1. Penyelenggaraan kepentingan yang bersangkutan, 2. Status hukum yang bersangkutan sendiri atau status hukum anggota keluarga yang ditinggalkan mengenai perkawinan dan pewarisan. Ada tiga tahap dalam penyelesaian mengenai keadaan tak hadir dalam KUHPerdata, yaitu : 1. Tahap tindakan-tindakan sementara, 2. Tahap pernyataan barangkali meninggal dunia, 3. Tahap pewarisan secara definitif.

23 Ad.1. Tahap tindakan-tindakan sementara. Menurut Pasal 463 KUHPdt, tindakan-tindakan sementara dapat diambil apabila orang yang meninggalkan tempat kediaman itu tidak memberi kuasa kepada orang lain untuk mengurus harta kekayaan dan kepentingannya, atau jika kuasa yang diberikan itu sudah berakhir. Tindakan sementara itu berupa pemberian tugas oleh pengadilan negeri kepada balai harta peninggalan (BHP), atau keluarga sedarah atau semenda atau istri atau suami orang yang tak hadir itu, atas permohonan pihak yang berkepentingan atau kejaksaan, untuk mengurus harta kekayaan dan kepentingannya baik seluruh atau sebagian. Ad.2. Tahap pernyataan barangkali meninggal dunia. Jika seseorang telah meninggalkan tempat kediamannya dan lama sekali tidak muncul tanpa ada kabar apapun dari yang bersangkutan maka ada alasan untuk menyangka yang bersangkutan tidak akan kembali lagi karena meninggal dunia. Lama meninggalkan tempat kediaman itu lima tahun, yang kemudian dengan Stb dapat diperpendek sampai satu tahun. Sebelum meninggalkan tempat kediamannya, yang bersangkutan tidak memberi kuasa kepada orang lain untuk mengurus harta kekayaannya dan kepentingannya. Untuk mengeluarkan ketetapan pernyataan barangkali meninggal dunia, hakim pengadilan negeri memberi izin kepada pihak yang berkepentingan untuk memanggil orang yang tak hadir itu melalui surat kabar yang ditunjuk oleh pengadilan negeri, sebanyak tiga kali berturut-turut. Pengeluaran pernyataan tersebut tidak perlu lebih dulu diadaka tindakantidakan sementara menurut Pasal 463 KUHPerdata.

24 Setelah dilakukan pemanggilan terhadap orang yang tak hadir itu sesuai dengan prosedur, tetapi ternyata tidak juga muncul, pengadilan negeri kemudian dapat mengeluarkan ketetapan pernyataan barangkali meninggal dunia, dengan segala akibat hukumnya. Akibat hukum itu treutama peralihan hak-hak kepada para ahli waris nya yang sifatnya sementara dan dengan batasan-batasan tertentu. Ad.3.Tahap pewarisan secara definitif. Dalam tahap ini persangkaan barangkali meninggal dunia itu menjadi sedemikian kuat, sehingga terjadi keadaan yang lebih definitif. Keadaan ini mengakibatkan pewarisan menjadi definitif. Keadaan definitif diperoleh apabila diterima kabar kepastian meninggal dunia orang yangtak hadir itu (Pasal 485 KUHPerdata). Jika tidak ada kabar kepastian meninggal dunia orang yang tak hadir itu, keadaan definitif terjadi apabila lampau tenggang waktu 30 tahun sejak hari pernyataan barangkali meninggal dunia yang tercantum dalam putusan pengadilan negeri,atau apabila tenggang waktu 30 tahun belum lampau, tetapi sudah lewat 100 tahun sejak hari lahir orang yang tak hadir itu (Pasal484 KUHPerdata). Akibat hukumnya ialah para ahliwaris atau orang yang memperoleh hak mempunyai hak (berhak) menuntut pembagian warisan atas harta kekayaan orang yang tak hadir itu.suami atau istri yang ditinggalkan oleh orang yang tak hadir itu dapat kawin lagi dengan pihak lain (Pasal 493 KUHPerdata). Ini berarti perceraian. Menurut Pasal 19 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 keadaan tak hadir merupakan alasan untuk bercerai apabila ketidakhadiran itu dua tahun berturut-turut.

25 HUKUM BENDA Dalam Pasal 499KUHPerdata yang diartikan dengan zaak adalah semua barang dan hak. Hak adalah bagian dari harta kekayaan. Harta kekayaan meliputi barang, hak, dan hubungan hukum mengenai barang dan hak yang diatur dalam buku III KUHPERdata. Zaak yang meliputi barang dan hak diatur dalam buku II KUHPerdata. Barang sifatnya berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud. Dalam literatur hukum,zaak diterjemahkan dengan benda sesuai dalam bahasa Belanda. Dengan demikian pengertian benda mencakup barang berwujud dan dan barang tidak berwujud (hak). Barang adalah objek hak milik. Hak juga dapat menjadi objek hak milik. Dalam hukum yang dimaksud dengan benda ialah segala sesuatu yang menjadi objek hak milik. Semua benda dalam arti hukum dapat diperjualbelikan, dapat diwariskan, dapat diperalihkan kepada pihak lain. Hukum benda ialah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang benda. Peraturan tersebut meliputi pengertian benda, pembedaan macam-macam benda, dan hak-hak kebendaan. Pengaturan hukumbenda menggunakan sistem tertutup,

26 Artinya harus dipatuhi, dituruti, tidak boleh disimpangi dengan mengadakan ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan. Selain dari buku II KUHPerdata, hukum benda juga diatur dalam undangundang lain, seperti: 1. Undang-Undang Pokok Agararia Nomor 5 Tahun 1960 dan semua peraturan pelaksananya. Undang-undang ini mengatur tentang hak-hak kebendaan yang berkenaan dengan bumi, air dan segala kekayaan alam yang terdapat di dalamnya. Undang-undang ini mencabut berlakunya ketentuan-ketentuan mengenai bumi, air dan segala kekayaan alam yang terdapat di dalamnya, kecuali mengenai hipotik dalam buku II KUHPerdata. 2. Undang-Undang Merek Nomor. 15 Tahun Undang-undang ini mengatur tentang hak atas merek perusahaan dan perniagaan. Hak atas merek adalah benda tidak berwujud yang dapat dijadikan objek hak milik. 3. Undang-Undang Hak Cipta Nomor. 28 Tahun Undang-undang ini mengatur tentang hak cipta sebagai sebagai benda tidak berwujud, yang dapat dijadikan objek hak milik. Peralihan hak cipta harus dilakukan secara tertulis.

27 Menurut sistem hukum perdata benda dapat dibedakan atas : 1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud 2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak 3. Benda dipakai habis dan benda tidak dipakai habis 4. Benda sudah ada dan benda akan ada 5. Benda dalam perdagangan dan benda diluar perdagangan 6. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi 7. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar 8. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti. Ad.1. Benda berwujud dan benda tidak berwujud Arti penting pembedaan ini adalah terletak pada cara penyerahannya apabila benda itu dipidahtangankankepada pihak lain, misalnya dalam hal jual beli, pewarisan, pemberian. Penyerahan benda berwujud bergerak dilakukan secara nyata dari tangan ke tangan. Penyerahan benda berwujud berupa benda tetap dilakukan dengan balik nama. Penyerahan benda tidak berwujud berupa piutang dilakukan menurut berdasarkan Pasal 613 KUHPerdata: a.piutang atas nama (op naam) dengan cara cessie b.piutang atas tunjuk (aan toonder) dengan cara penyerahan suratnya dari tangan ke tangan

28 1. Piutang atas nama (op naam) adalah surat pengakuan hutang yang diterbitkan dan ditandatangani oleh debitur dan diserahkan kepada kreditur dengan maksud untuk tidak diperjualbelikan. Surat pengakuan hutang atas nama ini berisi pengakuan debitur bahwa dia telah berutang kepada kreditur sejumlah uang tertentu dan akan dikembalikan dengan bunga tertentu pada suatu saat dan tempat tertentu pula. Piutang atas nama adalah tagihan yang hanya dapat ditagih oleh kreditur tertentu saja. Misalnyadari surat pengakuan hutang atas nama adalah surat deposito berjangka, surat tabungan.surat perintah hutang atas nama misalnya bilyet giro. 2. Piutang atas tunjuk atau atas pembawa(aan toonder) adalah surat pengakuan hutang, bila nama kreditur tidak disebut dalam surat atau disebut dengan jelas dalam akta dengan tambahan kata-kata atau pembawa. 3. Piutang atas pengganti (aan order) adalah surat pengakuan hutang bila nama kreditur disebut dengan jelas dalam surat tambahan kata-kata atau pengganti. 4. Cessie menurut Prof. Subekti adalah pemindahan hak piutang yang sebetulnya merupakan penggantian orang berpiutang lama,yang dalam hal ini disebut cedent, dengan seorang berpiutang baru, yang dalam hubungan ini disebut cessionaris. Pemindahan itu harus dilakukan dengan suatu akta otentik atau di bawah tangan ; jadi tidak boleh dengan lisan atau atau dengan penyerahan piutangnya saja. Agar pemindahan berlaku terhadap siberutang, akta cessie tersebut harus diberitahukan padanya secara resmi (betekend). Hak piutang dianggap telah berpindah pada waktu akta cessie itu dibuat, jadi tidak pada waktu akta itu diberitahukan kepada si

29 berutang. 5. Endosemen : perbuatan andosan untuk menyerahkan piutang kepada pemegang (Pasal 112 KUHD).

30 c. Piutang atas pengganti (aan order)dengan cara endosemendan penyerahan suratnya dari tangan ke tangan. Ad.2. Benda bergerak dan benda tidak bergerak. Ada dua golongan benda bergerak yaitu: 1. Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti benda itu dapat berpindah atau dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Misalnya sepeda, meja, kursi, buku, dan sebagainya.(pasal 509 KUHPerdata) 2.Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda bergerak ialah segala hak atas benda-benda bergerak atau hak-hak yang melekat atas benda bergerak. Misalnya hak memetik hasil dan hak memakai, hak atas bunga yang harus dibayar selama hidup seseorang, hak menuntut dimuka hakim agar uang tunai atau barangbarang bergerak diserahkan kepada penggugat, saham-saham dari perseroan dagang, dan surat-surat berharga lainnya. Benda tidak bergerak diatur dalam Pasal 506,507, dan 508 KUHPerdata. Ada tiga golongan benda tidak bergerak, yaitu: 1. Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak, yang dibagi atas tiga macam: a. tanah b. segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar serta bercabang seperti tumbuh-tumbuhan,buah-buahan yang masihbelum dipetikdan sebagainya

31 c. Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan di atas tanah itu yaitu karena tertanam dan terpaku. 2. Benda yang menurut tujuannya/tujuan pemakaiannya supaya bersatu dengan benda tidak bergerak, seperti: a. Pada pabrik : segala mesin-mesin, ketel-ketel, dan alat-alat lain yang dimaksudkan agar terus menerus berada disituuntuk dipergunakan dalam menjalankan pabrik, b. Pada suatu perkebunan: segala sesuatu yang dipergunakan sebagai rabuk bagi tanah, ikan dalam kolam, dan lain-lain, c. Pada rumah kediaman: segala kaca, tulisan-tulisan, dan lain-lain serta alatalat untuk menggantungkan barang-barang itu sebagai bagian dari dinding, d. Barang-barang reruntuhan dari sesuatu bangunan, apabila dimaksudkan untuk dipakai guna mendirikan lagi bangunan itu. 3. Benda yang menurut penetapan undang-undang sebagai benda tidak bergerak, seperti: a. Hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tidak bergerak, b. Kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik ke atas.

32 Perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak karena adanya ketentuan-ketentuan khusus yang berlaku bagi masing-masing golongan benda tersebut yang terletak pada: a. Mengenai penguasaan (bezit) b. Mengenai pembebanan (bezwaring) c. Mengenai penyerahan (levering) d. Mengenai daluwarsa (veryaring) e. Mengenai penyitaan (beslag) Ad. a: Mengenai penguasaan (bezit). Pada benda bergerak berlaku asas dalam Pasal 1977 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa barangsiapa yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemilik. Jadi bezitter dari benda bergerak adalah eigenaar dari benda tersebut. Pada benda tidak bergerak asas tersebut tidak berlaku. Ad. b : Mengenai pembebanan (bezwaring). Pada benda bergerak dilakukan dengan pand (gadai) yang diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata, sedangkan pada benda tidak bergerak dilakukan dengan hipotik diatur dalam Pasal 1162 KUHPerdata.

33 Ad. c: Mengenai penyerahan (levering). Mengenai benda bergerak menurut Pasal 612 KUHPerdata menentukan bahwa penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan nyata, sedangkan pada benda tidak bergerak dalam Pasal 616 KUHPerdata menentukan bahwa penyerahan benda tidak bergerak dilakukan denga balik nama. Ad. d: Mengenai daluwarsa (verjaring). Pada benda bergerak tidak dikenal daluwarsa, sebab yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya, sedangkan pada benda tidak bergerak dikenal daluwarsa yang diatur dalam Pasal 1963 KUHPerdata sebagai berikut: 1. Dalam hal ada alas hak, daluwarsanya 20 tahun 2. Dalam hal tidak ada alas hal, daluwarsanya 30 tahun Ad. e: Mengenai penyitaan (beslag). Revidicatoir beslag adalah penyitaan untuk menuntut kembali barangnya sendiri hanya dapat dilakukan terhadap barang-barang bergerak. Kemudian executoir beslag yaitu penyitaan untuk melaksanakan keputusan pengadilan harus dilakukan terlebih dahulu terhadap barang-barang bergerak. Apabila tidak mrncukupi untuk membayar hutang tergugat kepada penggugat, baru executoir beslag itu dilakukan terhadap barang-barang tak bergerak.

34 Ad. 3. Benda yang dipakai habis dan benda yang tidak dipakai habis. Pembedaan ini terletak pada pembatalan perjanjian. Perjanjian yang objeknya benda dipakai habis apabila dibatalkan mengalami kesulitan dalam pemulihan pada keadaan semula. Penyelesaiannya ialah harus digantikan dengan benda lain yang sejenis dan senilai Contoh benda dipakai habis : sabun, roti, beras dll. Perjanjian yang objeknya benda tidak dipakai habis apabila dibatalkan tidak begitu mengalami kesulitan pada pemulihan dalam keadaan semula, karena bendanya masih ada dan dapat diserahkan kembali. Misalnya pembatalan jual beli televisi, kendaran bermotor, perhiasan emas dll. Ad. 4. Benda yang sudah ada dan benda yang akan ada. Pembedaan ini terletak pada pembebanan sebagai jaminan hutang, atau pada pelaksanaan perjanjian benda sudah ada dapat dijadikan jaminan hutang dan pelaksanaan perjanjian dapat dipenuhi dengan penyerahan bendanya. Benda yang akan ada tidak dapat dijadikan jaminan hutang, dan perjanjian yang objeknya benda yang akan ada dapat menjadi batal apabila pemenuhannya itu tidak mungkin dilaksanakan sama sekali (Pasal 1320 KUHPerdata : syarat ketiga).

35 Ad.5. Benda dalam perdagangan dan benda di luar perdagangan. Pembedaan ini terletak pada pemindahtanganan karena jual beli atau karena pewarisan. Benda dalam perdagangan dapat diperjualbelikan dengan bebas,dapat diwariskan kepada ahli waris. Benda di luar perdagangan tidak dapat diperjualbelikan dan tidak dapat diwariskan kepada ahli waris.tidak dapat diperjualbelikan atau tidak dapat diwariskan itu mungkin karena tujuan peruntukkannya, misalnya benda wakaf, mungkin karena tujuan yang dilarang undang-undang misalnya narkotika, mungkin juga karena bertentangan dengan ketertiban umum, misalnya memperdagangkan manusia untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga, atau karena bertentangan dengan kesusilaan, misalnya memperdagangkan kalender gambar wanita tanpa busana. Ad. 6. Benda dapat dibagi dan benda tidak dapat dibagi. Pembedaan ini terletak pada pemenuhan prestasi suatu perikatan. Dalam perikatan yang objeknya benda dapat dibagi prestasi dapat dilakukan secara sebagian, misalnya satu ton beras dapat dibagi tanpa merubah arti dan sifatnya sebagai beras. Dalam perikatan yang objeknya benda tidak dapat dibagi, pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan sebagian demi sebagian, melainkan harus secara utuh. Misalnya prestasi seekor sapi untuk membajak sawah tidak dapat dibagi menjadi separoh sapi diserahkan sekarang dan separoh lagi kemudian. Jika seekor sapi diparoh bukan sapi lagi namanya dan tidak berfungsi lagi untuk membajak sawah.

36 Ad.7. Benda terdaftar dan benda tidak terdaftar. Pembedaan benda ini terletak pada pembuktian pemilikannya, untuk ketertiban umum dan kewajiban membayar pajak. Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda pendaftaran atau sertifikat atas nama pemiliknya, sehingga mudah dikontrol pemilikannya, pengaruhnya terhadap ketertiban umum,kewajiban pemiliknya untuk membayar pajak serta kewajiban masyarakat untuk menghormati hak milik orang lain. Misalnya benda terdaftar adalah kendaraan bermotor, tanah, bangunan, kapal, perusahaan, hak cipta, hak paten, telepon, televisi, pemancar radio. Benda tidak terdaftar disebut juga benda tidak atas nama, umumnya benda bergerak tidak sulit pembuktian pemilikannya karena berlaku azas yang menguasai dianggap sebagai pemiliknya. Di samping itu, tidak begitu berpengaruh/berbahaya bagi ketertiban umum dan tidak begitu berpengaruh bagi pemiliknya untuk membayar pajak. Misalnya alat-alat rumah tangga, pakaian sehari-hari, perhiasan, sepeda, hewan piaraan. Ad. 7. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti. Perbedaan antara benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti ini tidak disebut secara tegas dalam KUHPerdata, akan tetapi perbedaan itu ada dalam KUHPerdata, misalnya dalam pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang.

37 Menurut Pasal 1694 KUHPerdata pengembalian barang oleh yang dititipi harus in natura artinya tidak boleh diganti dengan benda yang lain. Oleh karena itu perjanjian penitipan barang pada umumnya hanya mengenai benda yang tidak akan musnah. Bila benda yang dititipkan berupa uang, maka menurut Pasal 1714 KUHPerdata, jumlah yang dikembalikan harus dalam mata uang yang sama seperti yang dititipkan, baik mata uang itu telah naik atau turun nilainya.lain halnya jika uang tersebut tidak dititipkan, tetapi dipinjam-menggantikan, maka yang meminjam hanya diwajibkan mengembalikannya sejumlah uang saja, sekalipun dengan mata uang yang berbeda daripada waktu perjanjian pinjam mengganti diadakan. HAK KEBENDAAN Untuk memahami hak kebendaan menurut sistem KUHPerdata, terlebih dahulu perlu dipahami tentang hak perdata. Hak perdata adalah hak seseorang yang diberikan oleh hukum perdata. Hak perdata itu yang bersifat absolut dan ada yang bersifat relatif. Hak yang bersifat absolut memberikan kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap siapapun. Sedangkan hak yang bersifat relatif memberikan kekuasaan terbatas dan hanya dapat dipertahankan terhadap lawan (pihak dalam hubungan hukum ).

38 Hak perdata yang bersifat absolut meliputi : a. Hak kebendaan (zakelijkrecht), diatur dalam buku II KUHPerdata; b. Hak kepribadian (persoonlijkheidsrecht), yang terdiri dari : 1. Hak atas diri sendiri, misalnya hak atas nama, hak atas kehormatan, hak untuk memiliki, hak untuk melangsungkan perkawinan; 2. Hak atas diri orang lain, yang timbul dalam hubungan hukum keluarga antara suami dan istri, antara orang tua dan anak,antara wali dan anak. Semua hak kepribadian diatur dalam buku I KUHPerdata. Hak perdata yang bersifat relatif adalah hak yang timbul karena adanya hubungan hukum berdasarkan perjanjian atau berdasarkan ketentuan undang-undang. Hak relatif disebut persoonlijkrecht, diatur dalam buku III KUHPerdata.Dikatakan bersifat relatif, karena hak ini hanya dapat ditujukan dan dipertahankan terhadap pihak dalam hubungan hukum Misalnya hak untuk memakai barang, hak untuk membeli barang, hak untuk menyewa barang, hak untuk memperoleh ganti kerugian. Hak persoonlijk adalah hak untuk memperoleh suatu benda berdasarkan perikatan. Buku II KUHPerdata yang mengatur hak-hak kebendaan menganut sistem tertutup sedangkan buku III KUHPerdata yang mengatur hak-hak perseorangan menganut sistem terbuka.

39 Hak yang melekat atas suatu benda disebut hak atas benda, hak atas benda disebut hak kebendaan (zakelijkrecht). Hak kebendaan ialah hak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Setiap orang harus menghormati hak tersebut.orang yang berhak bebas menguasai bendanya.hak kebendaan bersifat absolut (mutlak). Hak kebendaan misalnya hak memungut hasil, hak sewa, hak pakai, hak gadai, hak hipotik, hak cipta. Hak kebendaan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Mutlak, artinya dikuasai dengan bebas dan dipertahankan terhadap siapapun juga, misalnya hak milik, hak cipta; b. Mengikuti benda, di atas mana hak itu melekat, misalnya hak sewa, hak memungut hasil, mengikuti bendanya dalam tangan siapapun benda itu berada; c. Yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi, misalnya di atas sebuah rumah melekat hak hipotik, kemudian melekat pula hak hipotik berikutnya, maka kedudukan hipotik pertama lebih tinggi daripada hipotik kedua, dengan kata lain dalam penyelesaian hutang, hipotik pertama diselesaikan lebih dulu daripada hipotik kedua; d. Lebih diutamakan, misalnya hak hipotik atas rumah, jika pemilik rumah pailit, maka hipotik memperoleh prioritas penyelesaian tanpa memperhatikan pengaruh pailit itu; e. Hak gugat dapat dilakukan terhadap siapapun yang mengganggu benda itu; f. Pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada siapa pun juga.

40 Hak perseorangan mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 1. Hak perseorangan bersifat relatif (nisbi) artinya hak perseorangan hanya berlaku terhadap orang tertentu. 2. Hak perseorangan umumnya ditujukan untuk pemenuhan prestasi dalam waktu yang tidak terlalu lama, yaitu dengan dipenuhinya prestasi tersebut hak perseoranganpun lenyap. 3. Hak perseorangan jumlahnya tidak terbatas pada apa yang telah ditentukan dalam undang-undang, karena hak perseorangan timbul dari berbagai macam perjanjian yang dibuat sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Dengan berlakunya UUPA Nomor 5 Tahun 1960 maka penguasaan secara bebas atas hak kebendaan dapat dibatasi. Setiap orang yang mempunyai hak atas suatu benda tidak boleh semaunya saja menguasai benda itu. Penguasaan benda disesuaikan dengan kepentingan umum. Hak milik mempunyai fungsi sosial. Penguasaan dan penggunaan hak kebendaan dibatasi oleh kepentingan orang lain. Misalnya: 1. Hak menguasai dan menggunakan radio, walaupun radio itu hak milik sendiri, pemiliknya tidak boleh membunyikan radio itu semaunya saja, sehingga mengganggu ketentraman orang lain.dengan demikian menurut sistem hukum kita sifat mutlak atas suatu benda dibatasi oleh kepentingan orang lain atau kepentingan umum. 2. Hak sewa atas sebuah rumah, penguasaan rumah berdasarkan hak sewa tidaklah bebas bagi penyewa untuk menjadikan rumah tersebut sebagai rumah bordil yang akan mengganggu ketertiban dan ketentraman masyarakat sekitarnya.

41 Dengan demikian, hak sewa sebagai hak kebendaan tidaklah bersifat mutlak,seperti hak kebendaan dalam KUHPerdata. Buku II KUHPerdata telah dicabut berlakunya sepanjang mengenai bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, kecuali hipotik Hak-hak yang berhubungan dengan tanah yang sudah dicabut itu adalah : 1. Hak milik (eigendom) 2. Hak guna usaha (erfpacht) 3. Hak guna bangunan (opstal) 4. Hak pakai pekarangan (servituut) 5. Hak memungut hasil ( vruchtgebruik) 6. Hak sewa bangunan ( hak sewa tanah untuk bangunan) 7. Dan semua hak berkenaan dengan tanah lainnya, kecuali hipotik. Hak-hak yang berhubungan dengan tanah ini sudah diatur oleh UUPA Nomor 5Tahun 1960 dan menjadi objek hukum agraria, kecuali mengenai hipotik tetap berlaku buku II KUHPerdata. Sebenarnya yang menjadi objek hukum agraria ialah prosedur atau tatacara memperalihkan dan memperoleh hak kebendaan, sedangkan perjanjian yang menjadi dasar peralihan dan perolehan hak kebendaan menjadi objek hukum perdata.

42 Hak-hak atas tanah yang diatur oleh UUPA dan peraturan pelaksanaannya adalah: 1. Hak milik 2. Hak guna usaha 3. Hak guna bangunan 4. Hak pakai 5. Hak sewa untuk bangunan 6. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan 7. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan 8. Hak guna ruang angkasa 9. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial. Hak hak kebendaan yang masih tersisa dalam buku II KUHPerdata dapat dibedakan atas : a. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijkgenootsrecht), yang terdir dari: 1. Bersifat memberi kenikmatan atas benda milik sendiri misalnya hak milik atas benda bergerak atau benda yang bukan tanah, hak penguasaan(bezit) atas benda bergerak;

43 2. Bersifat memberi kenikmatan atas benda milik orang lain, misalnya bezit atas benda bergerak atau benda yang bukan tanah, hak memungut hasil atas benda bergerak atau benda bukan tanah, hak pakai dan mendiami atas benda bukan tanah, hak pakai atas benda bergerak. b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijkzekerheidsrecht), yang terdiri dari: 1. Gadai (Pand), sebagai jaminan ialah benda bergerak, diatur dalam Pasal 1150 KUHPerdata. 2.Hipotik, sebagai jaminan adalah benda tidak bergerak (benda tetap) diatur dalam Pasal 1162 KUHPerdata. Hak jaminan ini timbul karena ada hubungan hutang piutang antara debitur dan kreditur. Hak jaminan ini termasuk dalam hak jaminan khusus,yaitu mengenai benda tertentu saja. Khusus hak kebendaan yang bersifat jaminan atas benda tetap, sejak tahun 1960 atau sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan, tidak lagi mendapat dasar hukum dalam Buku II KUHPerdata tentang benda. Privilege diatur dalam titel 19 Buku II KUHPerdata. Dalam Pasaal 1133 KUHPerdata menentukan hak untuk didahulukan diantara orang-orang berpiutang

44 Terbit dari hak istimewa (privilege), gadai (pand), dan dari hipotek (hak tanggungan). KUHPerdat membedakan dua macam privilege, yaitu: 1. Privilege khusus yang diatur dalam Pasal 1139 KUHPerdata. 2. Privilege umum yang diatur dalam Pasal 1149 KUHPerdata. Hak retensi ini bukan hak kebendaan tapi menyerupai gadai karena memberikan jaminan dan bersifat accessoir. Artinya ada atau tidak nya tergantung dari adanya utang piutang pokok dan utang pokok ini ada hubungan dengan benda yang ditahan.jdi hak retensi sama dengan hak untuk menahan suatu benda, sampai pada suatu piutang yang bersangkutan dengan benda itu dilunasi.

1. Pengertian Menurut ilmu pengetahuan hukum (Prof. Subekti) dibedakan dalam arti : a. Sempit meliputi semua yang bisa dilihat barang /goed b.

1. Pengertian Menurut ilmu pengetahuan hukum (Prof. Subekti) dibedakan dalam arti : a. Sempit meliputi semua yang bisa dilihat barang /goed b. HUKUM BENDA RH 1. Pengertian Menurut ilmu pengetahuan hukum (Prof. Subekti) dibedakan dalam arti : a. Sempit meliputi semua yang bisa dilihat barang /goed b. Luas segala sesuatu yang dapat dijadikan obyek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BALAI HARTA PENINGGALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Balai Harta Peninggalan merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA

BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA BAB II TINJAUAN TENTENG LEVERING SEBAGAI CARA UNTUK MEMPEROLEH HAK MILIK DALAM JUAL BELI MENURUT HUKUM PERDATA Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan usaha-usaha yang dapat menghasilkan barang-barang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 25 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG GADAI 2.1 Pengertian Gadai Salah satu lembaga jaminan yang obyeknya benda bergerak adalah lembaga gadai yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata.

Lebih terperinci

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH

HUKUM WARIS. Hukum Keluarga dan Waris ISTILAH Hukum Keluarga dan Waris HUKUM WARIS ISTILAH Didalam hukum waris dikenal istilah-istilah seperti pewaris, ahli waris, harta waris, boedel, testament, legaat, dan legitieme portie[1]. Yang dimaksud Pewaris

Lebih terperinci

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia.

Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Perbandingan Hukum Orang di Belanda dan Indonesia. Hukum orang merupakan suatu hukum yang mempelajari ketentuan mengenai orang sebagai subjek hukum. Dalam arti luas meliputi ketentuan-ketentuan mengenai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

HUKUM KEBENDAAN PERDATA

HUKUM KEBENDAAN PERDATA HUKUM KEBENDAAN PERDATA Hukum Kebendaan Perdata Barat (HPE 20103) I. Posisi Hukum Kebendaan dlm KUHPerdata Pembidangan hukum perdata: 1. KUHPerdata Buku I : Tentang Orang Buku II : Tentang Benda Buku III

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA. Andri Budi Santosa, Drh, MBA

SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA. Andri Budi Santosa, Drh, MBA SISTEMATIKAN HUKUM PERDATA Andri Budi Santosa, Drh, MBA 1 Sistematika Hukum Perdata Menurut BW 1. Hk Orang (Van Personen ) 2. Hk Benda (Van Zaken ) 3. Hk Perikatan( Van Verbinsissen ) 4. Pembuktian dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.

Benda??? HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M. HUKUM BENDA Benda??? Benda merupakan OBYEK HUKUM/OBYEK HAK Pengertian Benda secara yuridis : Segala sesuatu yang dapat menjadi obyek Hak Milik (Sri soedewi M.,1981:13) Aspek yang diatur dalam Hukum Benda

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PERDATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA (2. HUKUM BENDA) Bagian Hukum Perdata 2012/2013

HUKUM PERDATA (2. HUKUM BENDA) Bagian Hukum Perdata 2012/2013 HUKUM PERDATA (2. HUKUM BENDA) Bagian Hukum Perdata 2012/2013 HUKUM BENDA 1. Tempat Pengaturan 2. Pengertian Benda 3. Macam-macam atau Pembedaan Benda 4. Hak Kebendaan a. Pengertian b. Macam-macam hak

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, PEMERINTAH KOTA MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 05 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA PENCATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mengubah: UU 6-1983 lihat: UU 9-1994::UU 28-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 126, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang PENUNJUK Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang 1 Tahun - Jangka Waktu Hibah - Kecuali dapat dibuktikan sebaliknya, Debitor dianggap mengetahui atau patut mengetahui bahwa hibah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 03 Tahun : 2010 Seri : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN

Lebih terperinci

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1)

Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk. kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris adalah Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta-otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam UU ini (Pasal 1 ayat 1) Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kebutuhan yang sangat besar

Lebih terperinci

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu

Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : mengalami suasana kejiwaan tertentu Dalam praktek hukum istilah ini acap kali digunakan, tetapi dalam berbagai konteks pengertian, sbb. : 1. Curator bagi orang dewasa yang mengalami suasana kejiwaan tertentu 2. Curator bagi manusia dan korporasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA www.legalitas.org PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 135 TAHUN 2000 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

(Reglement op het Notarisambt in Indonesie) Ordonansi tgl. 11 Januari 1860 Stb. 1860/3

(Reglement op het Notarisambt in Indonesie) Ordonansi tgl. 11 Januari 1860 Stb. 1860/3 Pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1998 TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1997 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL GAWI SABARATAAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA A. Pengertian Perkawinan Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan nomor 1 Tahun 1974. Pengertian perkawinan menurut Pasal

Lebih terperinci

BAB II SUBJEK DAN OBJEK HUKUM PERDATA

BAB II SUBJEK DAN OBJEK HUKUM PERDATA BAB II SUBJEK DAN OBJEK HUKUM PERDATA A. PENGERTIAN SUBJEK DAN OBJEK HUKUM Di dalam perkembangan hukum terdapat 3 (tiga) hal penting yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yaitu : Subjek hukum, Objek

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/1; TLN NO. 3019 Tentang: PERKAWINAN Indeks: PERDATA. Perkawinan.

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 3 TAHUN 1998 (3/1998) TENTANG TATA CARA PENYITAAN DALAM RANGKA PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2011 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn

Pengantar Ilmu Hukum. Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Pengantar Ilmu Hukum Pengertian Pokok dalam Sistem Hukum Disampaikan oleh : Fully Handayani R, SH,M.Kn Subjek Hukum Adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat menjadi pendukung (dapat memiliki) hak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo

HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo. Kernel for Word to PDF Demo PROF. DR. I KETUT OKA Kernel SETIAWAN, for Word SH. MH. to PDF CN. Demo HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA Edisi Revisi HUKUM PERDATA TENTANG ORANG DAN BENDA PROF. DR. I KETUT OKA SETIAWAN, SH. MH.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar

BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI. belum diatur dalam Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para pakar BAB II TINJAUAN TERHADAP PERJANJIAN SEWA BELI A. Pengaturan Sewa Beli di Indonesia Perjanjian sewa beli adalah termasuk perjanjian jenis baru yang timbul dalam masyarakat. Sebagaimana perjanjian jenis

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai

BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF. Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai BAB II PERJANJIAN JAMINAN DALAM HUKUM POSITIF G. Pengertian Perjanjian Jaminan Istilah jaminan dalam peraturan perundang-undangan dapat dijumpai pada Pasal 1131 KUHPerdata dan penjelasan Pasal 8 UUP, namun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. harga-harga produksi guna menjalankan sebuah perusahaan bertambah tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan pembangunan ekonomi yang dilakukan pemerintah sekarang ini, tidak hanya harga kebutuhan sehari-hari yang semakin tinggi harganya, namun harga-harga produksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PENAGIHAN PAJAK DAERAH DENGAN SURAT PAKSA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, a. bahwa Pajak

Lebih terperinci

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak

Perpajakan 2 Pengadilan Pajak Perpajakan 2 Pengadilan Pajak 12 April 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Daftar isi 1. Susunan Pengadilan Pajak 2. Kekuasaan Pengadilan Pajak 3. Hukum Acara 2 Susunan Pengadilan

Lebih terperinci

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB IV HUKUM KELUARGA BAB IV HUKUM KELUARGA A. PENGERTIAN DAN TUJUAN PERKAWINAN Di Indonesia telah dibentuk Hukum Perkawinan Nasional yang berlaku bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dalam Lembaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya..

PERJANJIAN JUAL BELI. Selamat malam. Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. PERJANJIAN JUAL BELI Selamat malam Bagaimana kabarnya malam ini? Sehat semua kan.. Malam ini kita belajar mengenai Perjanjian Jual Beli ya.. 1. PENGERTIAN PERJANJIAN JUAL BELI Dalam suatu masyarakat, dimana

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA BLITAR

PEMERINTAH KOTA BLITAR PEMERINTAH KOTA BLITAR PERATURAN DAERAH KOTA BLITAR NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan

BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN. Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu jaminan BAB II TINJAUAN YURIDIS TERHADAP HIPOTIK DAN HAK TANGGUNGAN A. Tinjauan Terhadap Hipotik 1. Jaminan Hipotik pada Umumnya Hipotik berasal dari kata hypotheek dari Hukum Romawi yaitu hypotheca yaitu suatu

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D

TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D TINJAUAN HUKUM SURAT WASIAT MENURUT HUKUM PERDATA M. WIJAYA. S / D 101 08 063 ABSTRAK Membuat wasiat (testament) adalah perbuatan hukum, seseorang menentukan tentang apa yang terjadi dengan harta kekayaannya

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 29

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 29 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 29 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 29 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG

HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG HAK TANGGUNGAN TANAH & BANGUNAN SEBAGAI JAMINAN PELUNASAN UTANG Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA DEFINISI Hak Tanggungan adalah: Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut/tidak

Lebih terperinci

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi.

Dari rumus diatas kita lihat bahwa unsur- unsur perikatan ada empat, yaitu : 1. hubungan hukum ; 2. kekayaan ; 3. pihak-pihak, dan 4. prestasi. HUKUM PERIKATAN 1. Definisi Perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan Perikatan dalam bahasa Belanda disebut ver bintenis. Istilah perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini berarti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN

BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN 31 BAB II KEDUDUKAN HUKUM BILA PENANGGUNG KEHILANGAN KECAKAPAN BERTINDAK DALAM PERJANJIAN PENANGGUNGAN A. PENANGGUNGAN ADALAH PERJANJIAN Sesuai defenisinya, suatu Penanggungan adalah suatu persetujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN ATAS TANAH BESERTA BENDA-BENDA YANG BERKAITAN DENGAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak

ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY. Atik Indriyani*) Abstrak ASPEK HUKUM PERSONAL GUARANTY Atik Indriyani*) Abstrak Personal Guaranty (Jaminan Perorangan) diatur dalam buku III, bab XVII mulai pasal 1820 sampai dengan pasal 1850 KUHPerdata tentang penanggungan utang.

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan orang di Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris.

istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan Overeenkomst dari bahasa belanda atau Agreement dari bahasa inggris. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A.Pengertian perjanjian pada umumnya a.1 Pengertian pada umumnya istilah perjanjian dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah Overeenkomst

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1961 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : perlu diadakan peraturan tentang pendaftaran tanah sebagai yang dimaksud dalam

Lebih terperinci

KUHS menetapkan, bahwa benda adalah semua barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.

KUHS menetapkan, bahwa benda adalah semua barang dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. HUKUM BENDA Arti Benda (Pasal 499 BW) Menurut paham undangundang yang dinamakan kebendaan ialah, tiaptiap barang dan tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. Dalam sistem hukum perdata Barat

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.61 No.3 Juli 2014 halaman 17-23 17 AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA Istiana Heriani* ABSTRAK Masalah-masalah hukum yang timbul dalam perjanjian

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C =============================================================

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C ============================================================= LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 2 TAHUN 2006 SERI C ============================================================= PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN

Lebih terperinci

BUPATI SUMBAWA BARAT

BUPATI SUMBAWA BARAT BUPATI SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI PENGGANTIAN BIAYA CETAK KARTU TANDA PENDUDUK DAN AKTA CATATAN SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci