MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN SERTA HUKUM PAJAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN SERTA HUKUM PAJAK"

Transkripsi

1 MAKALAH PENGANTAR HUKUM INDONESIA TENTANG HUKUM DAGANG, HUKUM AGRARIA HUKUM ADAT DAN KEBIASAAN SERTA HUKUM PAJAK Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Pengantar Hukum Indonesia dari Hj. Tuti Rastuti, S. H., M. H Disusun oleh: MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN NPM UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG FAKULTAS HUKUM Jalan Lengkong Besar No. 68, No. Telepon (022) , Bandung, Jawa Barat TAHUN 2015

2 KATA PENGANTAR Puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah yang dikaruniakannya, akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul Hukum Dagang, Hukum Agraria, Hukum Adat dan Kebiasaan Serta Hukum Pajak. Sesuai dengan namanya, sebuah makalah memang tidak dimaksudkan sebagai buku materi atau buku panduan, melainkan didalamnya terdapat pembahasan dan rincian-rincian mengenai hasil dari beberapa sumber yang telah penulis dapatkan. Penyusunan makalah ini penulis mendapatkan berbagai kesulitan, baik dalam penyusunan, pengumpulan data dan dalam hal yang lainnya. Akan tetapi, berkat pertolongannyalah akhirnya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Adapun penyusunan makalah ini berdasarkan pada rincian-rincian data yang telah penulis dapatkan dari berbagai sumber. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada: 1. Hj. Tuti Rastuti, S. H., M. H., sebagai dosen matakuliah Pengantar Hukum Indonesia yang telah memberikan tugas ini kepada penulis. 2. Orangtua penulis yang telah memberikan dukungan, dorongan, bantuan, serta memberikan doa restunya sehingga terselesaikannya makalah ini. 3. Saudara-saudara dan rekan-rekan penulis, yang senantiasa memberikan support semangatnya kepada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis memahami dan menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Namun, penulis telah berusaha menyusun makalah dengan usaha terbaik yang penulis miliki. Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada segenap yang telah mendukung terselesaikannya makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Amiin Ya Allah Ya Rabbal Alamiin Ya Mujibas Sailin. Bandung, 20 Desember 2015 Penulis i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... i ii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan Penulisan... 4 D. Manfaat Penulisan... 5 E. Metodologi Penulisan... 5 F. Sistematika Penulisan... 6 BAB II PEMBAHASAN... 7 A. Hukum Dagang Definisi Hukum Dagang Sumber Hukum Dagang Tugas Perdagangan Jenis-jenis Perdagangan Perkumpulan-perkumpulan Dagang Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang Berlakunya Hukum Dagang Perkembangan Hukum Dagang di Indonesia B. Hukum Agraria Sejarah Hukum Agraria Definisi Hukum Agraria Sumber Hukum Agraria Asas-asas Hukum Agraria Subjek Hak Milik Atas Tanah Kedudukan Hak Atas Tanah Hak Asasi Manusia dan Hak Atas Tanah Hak-hak Tanah Bagi Warga Negara Asing ii

4 C. Hukum Adat dan Kebiasaan Proses Lahirnya Hukum Adat dan Kebiasaan Definisi Hukum Adat dan Kebiasaan Ciri-ciri Hukum Adat dan Kebiasaan Wilayah Hukum Adat dan Kebiasaan Hukum Adat dan Kebiasaan Dalam Masyarakat Sistem Pengendalian Sosial dalam Hukum Adat dan Kebiasaan D. Hukum Pajak Definisi Hukum Pajak Jenis-jenis Pajak Fungsi Hukum Pajak Tujuan Hukum Pajak Hukum Pajak Hak dan Kewajiban Pajak Penetapan Tarif Pajak Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia Asas-asas Pemungutan Pajak Faktor Yang Menghambat Pemungutan Pajak di Indonesia BAB III PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA iii

5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menciptakan keadilan, kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, Pemerintah Indonesia berusaha menerapkan hukum dalam berbagai aspek kerakyatan yang ada di negeri ini. Namun, tugas negara tidak hanya sekedar itu, bahkan teramat luas daripadanya. Pembangunan yang ada di dalam negeri ini tidak dapat terpisahkan daripada intervensi pemerintah, misalnya saja pembangunan dalam bidang ekonomi, baik yang bergerak di sektor mikro maupun makro. Inti permasalahan dari keterlibatan negara dalam aktivitas ekonomi bersumber pada politik perekonomian suatu negara. Munculnya corak sosial ekonomi dalam konsep kedaulatan berkaitan dengan munculnya hukum yang mengatur transaksi di dalamnya. Dalam kaitan dengan cabang-cabang hukum yang beragam maka negara membuat hukum yang mengatur urusan tersebut. Kemudian tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, industri, maupun yang dipergunakan sebagai tempat untuk bermukim dengan didirikannya perumahan sebagai tempat tinggal. Ketentuan yuridis yang mengatur mengenai eksistensi tanah yaitu terdapat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA), yang merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Adapun pengejawantahan lebih lanjut mengenai hukum tanah banyak tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan lainnya seperti Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai atas Tanah, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak atas Tanah, dan lain-lain. 1

6 2 Selanjutnya di era yang serba canggih sekarang ini terkadang kita lupa akan latar belakang lahirnya hukum yang kita kenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia dan negara-negara asia asia lainnya seperti jepang sebagai negara yang hampir sama dalam latar ideologi yaitu adanya sumber peraturan-peraturan hukum yang tidak tertulis dan tumbuh dan berkembang dan dipertahankan dengan adat dan kebiasaan yang dianut oleh masyarakat tersebut dijadikan sebagai acuan dan pedoman dalam langkah. Hukum adat dan kebiasaan di Indonesia adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada perasaan keadilan rakyat yang selalu berkembang serta meliputi peraturanperaturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, sebagian besar tidak tertulis, senantiasa ditaati dan dihormati oleh rakyat, karena mempunyai akibat hukum (sanksi). Setalah itu pembayaran pajak merupakan perwujudan dari kewajiban kenegaraan dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Sesuai falsafah undangundang perpajakan, membayar pajak bukan hanya merupakan kewajiban, tetapi merupakan hak dari setiap warga negara untuk ikut berpartisipasi dalam bentuk peran serta terhadap pembiayaan negara dan pembangunan nasional. Tanggung jawab atas kewajiban pembayaran pajak, sebagai pencerminan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan berada pada anggota masyarakat sendiri untuk memenuhi kewajiban tersebut. Hal tersebut sesuai dengan sistem self assessment yang dianut dalam Sistem Perpajakan Indonesia. Eksistensi pajak merupakan sumber pendapatan utama sebuah negara, karena itu merupakan isu strategis yang selalu menjadi pantauan masyarakat. Urgensi pajak bagi kelangsungan pembangunan tak lagi disangsikan. Karena itu wajar jika pemerintah terus berupaya menggali berbagai potensi tax coverage (lingkup/cakupan pajak) sekaligus menekankan tax compliance (kepatuhan pajak) dari masyarakat. Namun demikian, kepatuhan pajak yang bersumber dari kesadaran masyarakat terhadap penunaian kewajiban membayar pajak itu tentu bukan sesuatu yang berdiri sendiri. Berbagai persoalan perpajakan yang kerap muncul, baik yang bersumber dari wajib pajak (masyarakat), aparatur pajak (fiskus), maupun yang bersumber dari sistem perpajakan itu sendiri menunjukkan bahwa persoalan pajak merupakan hal yang kompleks. Oleh karena itu, penanganannya perlu diupayakan secara sinergis dan komprehensif. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyusun makalah ini dengan judul Hukum Dagang, Hukum Agraria, Hukum Adat dan Kebiasaan Serta Hukum Pajak.

7 3 B. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah makalah ini, yaitu: 1. Apa definisi hukum dagang? 2. Apa sumber hukum dagang? 3. Apa tugas perdagangan? 4. Apa jenis-jenis perdagangan? 5. Apa perkumpulan-perkumpulan dagang? 6. Bagaimana hubungan hukum perdata dengan hukum dagang? 7. Bagaimana berlakunya hukum dagang? 8. Bagaimana perkembangan hukum dagang di Indonesia? 9. Bagaimana sejarah hukum agraria? 10. Apa definisi hukum agraria? 11. Apa sumber hukum agraria? 12. Apa asas-asas hukum agraria? 13. Apa subjek hak milik atas tanah? 14. Bagaimana kedudukan hak atas tanah? 15. Bagaimana hak asasi manusia dan hak atas tanah? 16. Bagaimana hak-hak tanah bagi warga negara asing? 17. Bagaimana proses lahirnya hukum adat dan kebiasaan? 18. Apa definisi hukum adat dan kebiasaan? 19. Apa ciri-ciri hukum adat dan kebiasaan? 20. Bagaimana wilayah hukum adat dan kebiasaan? 21. Bagaimana hukum adat dan kebiasaan dalam masyarakat? 22. Bagaimana sistem pengendalian sosial dalam hukum adat dan kebiasaan? 23. Apa definisi hukum pajak? 24. Apa jenis-jenis pajak? 25. Apa fungsi hukum pajak? 26. Apa tujuan hukum pajak? 27. Apa hukum pajak? 28. Apa hak dan kewajiban pajak? 29. Bagaimana penetapan tarif pajak? 30. Bagaimana sistem pemungutan pajak di Indonesia? 31. Apa asas-asas pemungutan pajak? 32. Apa faktor yang menghambat pemungutan pajak di Indonesia?

8 4 C. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini, yaitu: 1. Mengetahui definisi hukum dagang. 2. Mengetahui sumber hukum dagang. 3. Mengetahui tugas perdagangan. 4. Mengetahui jenis perdagangan. 5. Mengetahui perkumpulan-perkumpulan dagang. 6. Mengetahui hubungan hukum perdata dengan hukum dagang. 7. Mengetahui berlakunya hukum dagang. 8. Mengetahui perkembangan hukum dagang di Indonesia. 9. Mengetahui sejarah hukum agraria. 10. Mengetahui definisi hukum agraria. 11. Mengetahui sumber hukum agraria. 12. Mengetahui asas-asas hukum agraria. 13. Mengetahui subjek hak milik atas tanah. 14. Mengetahui kedudukan hak atas tanah. 15. Mengetahui hak asasi manusia dan hak atas tanah. 16. Mengetahui hak-hak tanah bagi warga negara asing. 17. Mengetahui proses lahirnya hukum adat dan kebiasaan. 18. Mengetahui definisi hukum adat dan kebiasaan. 19. Mengetahui ciri-ciri hukum adat dan kebiasaan. 20. Mengetahui wilayah hukum adat dan kebiasaan. 21. Mengetahui hukum adat dan kebiasaan dalam masyarakat. 22. Mengetahui sistem pengendalian sosial dalam hukum adat dan kebiasaan. 23. Mengetahui definisi hukum pajak. 24. Mengetahui jenis-jenis pajak. 25. Mengetahui fungsi hukum pajak. 26. Mengetahui tujuan hukum pajak. 27. Mengetahui hukum pajak. 28. Mengetahui hak dan kewajiban pajak. 29. Mengetahui penetapan tarif pajak. 30. Mengetahui sistem pemungutan pajak di Indonesia. 31. Mengetahui asas-asas pemungutan pajak. 32. Mengetahui faktor yang menghambat pemungutan pajak di Indonesia.

9 5 D. Manfaat Penulisan Adapun manfaat dari penulisan makalah ini, yaitu: 1. Menyebarluaskan informasi tentang hukum dagang, hukum agraria, hukum adat dan kebiasaan serta hukum pajak kepada pembaca. 2. Mempermudah pembaca untuk mengatahui informasi tentang hukum dagang, hukum agraria, hukum adat dan kebiasaan serta hukum pajak kepada pembaca. E. Metodologi Penulisan Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan beberapa metodologi yang bertujuan untuk memudahkan penelitian yang sedang dikaji diantaranya, yaitu: 1. Seraching ialah memperoleh sumber materi dengan cara mencari dari internet melalui google. 2. Diskusi kelompok yaitu memperoleh data dengan cara mendiskusikan materi yang telah ada hasil pencarian dari google. 3. Studi literatur yaitu mempelajari dan mengambil data dari buku-buku yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang akan dijadikan dasar dalam penyusunan makalah ini.

10 6 F. Sistematika Penulisan Sebagai gambaran mengenai isi dari penulisan makalah ini, secara singkat dapat diuraikan pembahasan sebagai berikut: 1. BAB I Pendahuluan Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, metodologi penulisan, dan sistematika penulisan. 2. BAB II Pembahasan Bab ini membahas mengenai hukum dagang, hukum agraria, hukum adat dan kebiasaan serta hukum pajak. 3. BAB III Penutup Bab ini membahas tentang kesimpulan dan saran yang diperoleh dari keseluruhan pembahasan pada bab-bab sebelumnya.

11 BAB II PEMBAHASAN A. Hukum Dagang 1. Definisi Hukum Dagang Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) istilah dagang diartikan sebagai pekerjaan yang berhubungan dengan menjual dan membeli barang untuk memperoleh keuntungan. Istilah dagang dipadankan dengan jual beli atau niaga. Sebagai suatu konsep, dagang secara sederhana dapat diartikan sebagai perbuatan untuk membeli barang dari suatu tempat untuk menjualnya kembali di tempat lain atau membeli barang pada suatu saat dan kemudian menjualnya kembali pada saat lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan. Perdagangan berarti segala sesuatu yang berkaitan dengan dagang (perihal dagang) atau jual beli atau perniagaan (daden van koophandel) sebagai pekerjaan sehari-hari. Pada zaman yang modern ini perdagangan adalah pemberian perantaraan antara produsen dan konsumen untuk membelikan dan menjualkan barang-barang yang memudahkan dan memajukan pembelian serta penjualan. Ada beberapa macam pemberian perantaraan kepada produsen dan konsumen, yaitu: a. Pekerjaan orang-orang perantara sebagai makelar, komisioner, pedagang keliling dan sebagainya. b. Pembentukan badan-badan usaha (asosiasi), seperti perseroan terbatas (PT), perseroan firma (VOF=Fa), Perseroan Komanditer, dan sebagainya yang tujuannya guna memajukan perdagangan. c. Pengangkutan untuk kepentingan lalu lintas niaga baik di darat, laut maupun udara. d. Pertanggungan (asuransi) yang berhubungan dengan pengangkutan, supaya pedagang dapat menutup resiko pengangkutan dengan asuransi. e. Perantaraan bankir untuk membelanjakan perdagangan. f. Mempergunakan surat perniagaan (wesel/cek) untuk melakukan pembayaran dengan cara yang mudah dan untuk memperoleh kredit. 7

12 8 Adapun beberapa pengertian hukum dagang menurut para ahli, yaitu: a. Ahmad Ihsan Hukum dagang merupakan pengaturan masalah perdagangan yang timbul diakibatkan tingkah laku manusia dalam perdagang. b. Purwo Sucipto Hukum dagang ialah perikatan yang timbul dalam lapangan perusahaan. c. C.S.T. Kansil Hukum dagang merupakan seperangkat aturan yang mengatur tingkah laku manusia yang ikut andil dalam melakukan perdagangan dalam usaha pencapaian laba. d. Sunaryati Hartono Hukum dagang ialah keseluruhan keputusan yang mengatur kegiatan perekonomian. e. Munir Fuadi Hukum dagang merupakan segala perangkat aturan tata cara pelaksanaan kegiatan perdagangan, industri, atau kuangan yang dihubugkan dngan produksi atau kegiatan tukar menukar barang. f. Prof. Subekti S. H Hukum dagang ialah hukum yang mengatur hubungan privat (istimewa) antara orang-orang sebagai anggota masyarakat dengan suatu badan hukum, diantaranya pemerintahnya sebagai badan hukum. 2. Sumber Hukum Dagang Hukum Dagang di Indonesia bersumber pada: a. Hukum tertulis yang dikodifikasikan, meliputi: 1) KUHD 2) KUHS b. Hukum tertulis yang belum dikodifikasikan yaitu peraturan perundangundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan. c. Tidak tertulis yaitu kebiasaan.

13 9 KUHD mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Mei 1848 berdasarkan asas konkordansi. Menurut Prof. Subekti S. H, adanya KUHD disamping KUHS sekarang ini tidak pada tempatnya, karena KUHD tidak lain adalah KUHPerdata. Kemudian perkataan dagang bukan suatu pengertian hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. 3. Tugas Perdagangan Pada pokoknya perdagangan mempunyai tugas untuk: a. Membawa atau memindahkan barang-barang dari tempat yang berlebihan (surplus) ke tempat yang berkekurangan (minus). b. Memindahkan barang-barang dari produsen ke konsumen. c. Menimbun dan menyimpan barang-barang itu dalam masa yang berlebihan sampai mengancam bahaya kekurangan. 4. Jenis-jenis Perdagangan Pembagian jenis perdagangan, yaitu: a. Menurut pekerjaan yang dilakukan pedagang, meliputi: 1) Perdagangan mengumpulkan barang dengan urutan dari produsen kepada tengkulak, kemudian kepada pedagang besar, selanjutnya kepada eksportir. 2) Perdagangan menyebarluaskan dari importir kepada pedagang besar, kemudian kepada pedagang menengah, selanjutnya konsumen). b. Menurut jenis barang yang diperdagangkan, meliputi: 1) Perdagangan barang, yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan jasmani manusia contohnya hasil pertanian, pertambangan, pabrik, dan lain-lain. 2) Perdagangan buku, misalnya musik dan kesenian. 3) Perdagangan uang dan kertas-kertas berharga atau dikenal dengan istilah bursa efek. c. Menurut daerah, tempat perdagangan dilakukan, meliputi: 1) Perdagangan dalam negeri. 2) Perdagangan luar negeri atau perdagangan internasional, meliputi: 1) perdagangan ekspor; 2) perdagangan impor. 3) Perdagangan meneruskan atau perdagangan transito.

14 10 5. Perkumpulan-perkumpulan Dagang Dalam sistem dagang terdapat beberapa perkumpulan, yaitu: a. Persekutuan (maatschap) merupakan suatu bentuk kerjasama dan diatur dalam KUHS tiap anggota persekutuan hanya dapat mengikatkan dirinya sendiri kepada orang-orang lain. Dengan lain perkataan ia tidak dapat bertindak dengan mengatas namakan persekutuan kecuali jika ia diberi kuasa. Oleh sebab itu persekutuan bukan suatu pribadi hukum atau badan hukum. b. Perseraoan firma adalah suatu bentuk perkumpulan dagang yang peraturannya terdapat dalam KUHD pasal 16 yang merupakan suatu perusahaan dengan memakai nama bersama. Dalam perseroan firma tiap persero (firma) berhak melakukan pengurusan dan bertindak keluar atas nama perseroan. c. Perseroan Komanditer sesuai dengan pasal 19 KUHD merupakan suatu bentuk perusahaan dimana ada sebagian persero yang duduk dalam pimpinan selaku pengurus dan ada sebagian persero yang tidak turut campur dalam kepengurusan (komanditaris/berdiri di belakang layar). d. Perseroan terbatas sesuai dengan pasal 36 KUHD adalah perusahaan yang modalnya terbagi atas suatu jumlah surat saham atau sero yang lazimnya disediakan untuk orang yang hendak turut. Adapun penjelasan lebih lanjut tentang perseroan terbatas, yaitu: 1) Arti kata terbatas ditujukan pada tanggung jawab/resiko para pesero/ pemegang saham, yang hanya terbatas pada harga surat sero yang mereka ambil. 2) PT harus didirikan dngan suatu akte notaris. 3) PT bertindak keluar dengan perantaraan pengurusnya, yang terdiri dari seorang atau beberapa orang direktur yang diangkat oleh rapat pemegang saham. 4) PT adalah suatu badan hukum yang mempunyai kekayaan tersendiri, terlepas dari kekayaan pada pesero atau pengurusnya. 5) Suatu PT oleh undang-undang dinyatakan dalam keadaan likwidasi jika para pemegang saham setuju untuk tidak memperpanjang waktu pendiriannya dan dinyatakan hapus jika PT tesebut menderita rugi melebihi 75% dari jumlah modalnya.

15 11 e. Koperasi merupakan suatu bentuk kerjasama yang dapat dipakai dalam lapangan perdagangan dan diatur diluar KUHD dalam berbagai peraturan. Adapun peraturan yang mengatur koperasi, yaitu: 1) Dalam Staatblaad 1933/108 yang berlaku untuk semua golongan penduduk. 2) Dalam Staatblaad 1927/91 yang berlaku khusus untuk bangsa Indonesia. 3) Dalam undang-undang nomor 79 tahun 1958 tentang perkumpulan koperasi yang berisi: a) Keanggotaan koperasi bersifat sangat pribadi, jadi tidak dapat diganti/ diambil alih oleh orang lain. b) Berasaskan gotong royong. c) Merupakan badan hukum. d) Didirikan dengan suatu akte dan harus mendapat izin dari menteri koperasi. e) Badan-badan Usaha Milik Negara (UU Nomor 9/ 1969) f. Berbentuk persero tunduk pada KUHD (Staatblaad 1847/ 237 Jo PP Nomor 12/1969). g. Berbentuk perjan tunduk pada KUHS/BW (Staatblaad 1927/419). h. Berbentuk perum tunduk pada undang-undang nomor 19 (Perpu tahun 1960). 6. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum Dagang Hukum perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari hukum perdata, yaitu: a. Hukum perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan. b. Hukum perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya. c. Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.

16 12 Di bawah ini adalah beberapa pengertian tentang hukum dagang, yaitu: a. Hukum dagang merupakan hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan. b. Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. c. Hukum dagang adalah hukum perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis artinya hukum khusus mengesampingkan hukum umum/ Khusus untuk bidang perdagangan, kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPerdata, khususnya buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPerdata. Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian. Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seiring berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi (mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari kitab undang-undang hukum perdata (KUHPerdata). Antara KUHPerdata dengan KUHDagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1 KUHDagang, yang isinya bahwa mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus ialah KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum dari KUHPerdata. Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relatif sama dengan hukum perdata. Selain itu dagang bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar negara baru berkembang dalam abad pertengahan.

17 13 KUHD lahir bersama KUHPerdata yaitu tahun 1847 di negara Belanda, berdasarkan asas konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka berdasarkan ketentuan pasal II aturan peralihan undang-undang dasar 1945 kedua kitab tersebut berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas dua buku, buku I berjudul perdagangan pada umumnya, kemudian buku II berjudul hak dan kewajiban yang timbul karena perhubungan kapal. Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUHPerdata yaitu tentang perikatan, seperti jual-beli, sewa-menyewa, pinjammeminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur dalam KUHD dan KUHPerdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak cipta, dan lain-lain. Hubungan antara KUHD dengan KUHPerdata adalah sangat erat, hal ini dapat dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodifikasi. Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan. Hukum dagang merupakan bagian dari hukum perdata, atau dengan kata lain hukum dagang merupakan perluasan dari hukum perdata. Untuk itu berlangsung asas lex specialis dan lex generalis, yang artinya ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum. KUHPerdata (KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang KUHD tidak mengaturnya secara khusus.

18 14 7. Berlakunya Hukum Dagang Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan Eropa (1000 M/1500 M) yang terjadi di negara dan kota-kota di Eropa. Pada zaman itu di Italia dan Perancis Selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan yaitu Genoa, Florence, Vennetia, Marseille, Barcelona, dan negaranegara lainnya. Namun pada saat itu hukum romawi (corpus lurus civilis) tidak dapat menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan, maka dibuatlah hukum baru di samping hukum romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke-17 yang berlaku bagi golongan yang disebut hukum pedagang (koopmansrecht) khususnya mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan) dan hukum pedagang ini bersifat unifikasi. Karena bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi dalam hukum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV ( ) yaitu Corbert dengan peraturan (Ordonnance Du Commerce) Akhirnya pada tahun 1681 disusun Ordonnance De La Marine yang mengatur tentang kedaulatan. 8. Perkembangan Hukum Dagang di Indonesia KUHPerdata dan kitab undang-undang hukum dagang diberlakukan di Hindia Belanda (Indonesia) berdasarkan asas konkordansi. Asas Konkordansi menyatakan bahwa hukum yang berlaku di Belanda, berlaku juga di Hindia Belanda atas dasar asas unifikasi. Wetbook van Koophandel disahkan oleh pemerintah Belanda dan mulai berlaku pada tanggal 1 Oktober Berdasarkan asas konkordansi, diberlakukan di Hindia Belanda berdasarkan Staatblaad 1847 Nomor 23 yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei Wetbook van Koophandel atau kitab undang-undang hukum dagang (Hindia Belanda) merupakan turunan dari Code du Commerce, Perancis pada tahun Namun tidak semua isi dari Code du Commerce diambil alih oleh pemerintah Belanda. Misalnya tentang peradilan khusus yang mengadili perselisihan dalam lapangan perniagaan, yang dalam Code du Commerce ditangani oleh lembaga peradilan khusus (speciale handelrechtbanken), tetapi di Belanda perselisihan ini ditangani dan menjadi jurisdiksi peradilan biasa.

19 15 Sementara itu, di Perancis sendiri Code du Commerce 1908 merupakan kodifikasi hasil penggabungan dari dua kodifikasi hukum yang pernah ada dan berlaku sebelumnya, yaitu Ordonance du Commerce 1963 dan Ordonance de la Marine Kodifikasi Perancis yang pertama ini terjadi atas perintah Ra Lodewijk. Kitab undang-undang hukum dagang masih berlaku di Indonesia berdasarkan Pasal 1 aturan peralihan undang-undang dasar 1945 yang pada pokoknya mengatur bahwa peraturan yang ada masih tetap berlaku sampai pemerintah Indonesia memberlakukan aturan penggantinya. Di negeri Belanda sendiri Wetbook van Koophandel telah mengalami perubahan, namun di Indonesia kitab undang-undang hukum dagang tidak mengalami perubahan yang komprehensif sebagai suatu kodifikasi hukum. Namun demikian kondisi ini tidak berarti bahwa sejak Indonesia merdeka, tidak ada pengembangan peraturan terhadap permasalahan perniagaan. Perubahan pengaturan terjadi, namun tidak tersistematisasi dalam kodifikasi kitab undang-undang hukum dagang. Strategi perubahan pengaturan terhadap masalah perniagaan di Indonesia dilakukan secara parsial (terhadap substansi kitab undangundang hukum dagang) dan membuat peraturan baru terhadap substansi yang tidak diatur dalam kitab undang-undang hukum dagang. Kitab undang-undang hukum dagang pada dasarnya memuat dua substansi besar, yaitu tentang dagang pada umumnya dan tentang hak-hak dan kewajibankewajiban yang terbit dari pelayaran. Bursa yang diaitur dalam kitab undang-undang hukum dagang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat melalui lembaga pasar modal sebagaimana diatur dalam undang-undang nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Bursa Komoditi Berjangka yang diatur dalam undang-undang nomor 32 Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Terhadap ketentuan wesel, cek, promes, sekalipun belum diubah tetapi lembaga surat berharga telah dilengkapi dengan berbagai peraturan yang tingkatnya dibawah undang-undang, khusus untuk surat utang negara (SUN), yang termasuk dalam kategori surat berharga, diatur dalam undang-undang nomor 24 Tahun Sementara tentang pertanggungan (asuransi) telah berkembang menjadi industri yang sangat besar. Pengaturan terhadap pertanggungan telah mengalami perkembangan yang cukup mendasar, khususnya dengan diberlakukannya undang-undang nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian. Kemudian kodifikasi hukum Perancis tersebut tahun 1807 dinyatakan berlaku juga di Nederland sampai tahun Pada saat itu pemerintah Nederland menginginkan adanya hukum dagang sendiri. Dalam usul KUHD Belanda dari tahun

20 direncanakan sebuah KUHD yang terdiri atas tiga Kitab, tetapi di dalamnya tidak mengakui lagi pengadilan istimewa yang menyelesaikan perkara-perkara yang timbul di bidang perdagangan. Perkara-perkara dagang diselesaikan di muka pengadilan biasa. Usul KUHD Belanda inilah yang kemudian disahkan menjadi KUHD Belanda tahun Akhirnya berdasarkan asas konkordansi pula, KUHD Nederland 1838 ini kemudian menjadi contoh bagi pembuatan KUHD di Indonesia. Pada tahun 1893 undang-undang kepailitan dirancang untuk menggantikan Buku III dari KUHD Nederland dan undangundang kepailitan mulai berlaku pada tahun KUHD Indonesia diumumkan dengan publikasi tanggal 30 April 1847, yang mulai berlaku pada tanggal 1 Mei KUHD Indonesia itu hanya turunan dari Wetboek van Koophandel yang dibuat atas dasar asas konkordansi. Wetboek van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari Code du Commerce Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan (speciale handelsrechtbanken). Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 Indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab II. Berdasarkan asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi Corpus Iuris Civilis dari Kaisar Justinianus (527 M-565 M).

21 17 B. Hukum Agraria 1. Sejarah Hukum Agraria Purnadi Purbacaraka dalam bukunya yang berjudul Sendi-sendi Hukum Agraria, membagi kronologi sejarah hukum agraria menjadi lima tahap, yaitu: a. Tahap I, manusia dalam kehidupan yang dikatakan primitif baru mengenal meramu sebagai sumber penghidupannya yang pertama kali dan satu-satunya pula. b. Tahap II, manusia telah menemukan mata pencahariaan baru yakni berburu yang dilakukan secara nomaden, yakni mengembara dari hutan ke hutan mengikuti hewan buruan yang ada. c. Tahap III, manusia telah menemukan mata pencaharian yang baru lagi, yakni beternak meskipun sistem pelaksanaannya pun masih sangat primitif dan secara nomaden pula. d. Tahap IV, merupakan perkembangan lebih lanjut dari pola hidup menetap barulah manusia mulai bercocok tanam sebagai mata pencahariannya. Dalam tahap inilah manusia mulai memikirkan dan mempersoalkan keadaan tanah mengingat kepentingannya sehubungan dengan mata pencahariannya yang baru itu. Kemudian pengetahuan manusia tentang hal pertanahan pada masa itu sangat sederhana dan sempit, terbatas hanya pada hal-hal yang berkenaan dengan keperluan atau masalah yang tengah dihadapinya saja. Tahap IV, manusia mulai hidup berkelompok. Dalam tahap ini manusia manusia talah mengenal mata pencaharian berdagang barter tetapi masih dalam taraf, pola dan sistim yang sangat sederhana, yakni tukar-menukar barang. Bersamaan dengan berkembangnya perdagangan ini, maka berkembang pula mata pencaharian bercocok tanam dan perhatian serta pengetahuan orang terhadap bidang pertanahan kian berkembang pula. Dalam tahap inilah hukum agrarian mulai lahir meskipun baik secara formal maupun material dapat dikatakan masih sangat primitif, masih sangat jauh dari memadai. Melalui perkembangan zaman, hukum agraria tersebut menjadi kian berkembang mengalami berbagai penyempurnaan dan pembaharuan setahap demi setahap hingga sekarang ini.

22 18 Bila dipandang menurut sejarahnya di Indonesia, maka hukum agraria dapat diklasifikasikan menjadi dua fase, yaitu: a. Fase Pertama Hukum agraria sebelum berlakunya UUPA, yang terbagi pula atas dua kutub hukum, yakni: 1) Hukum agraria adat, yang mengenal hak atas tanah seperti hak milik, hak pakai, dan hak ulayat. 2) Hukum agraria barat (Hukum Perdata Barat), yang melahirkan hak atas tanah seperti hak eigendom (hak milik), hak opsal (hak guna pakai), hak erfpacht (hak guna usaha), hak gebruik (hak guna bangunan) dan sebagainya. b. Fase Kedua Hukum agraria sesudah berlakunya UUPA (mulai tanggal 24 September 1960), yang melahirkan hak atas tanah seperti hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, untuk bangunan dan hak atas tanah yang bersifat sementara seperti hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan sebagainya. 2. Definisi Hukum Agraria Hukum agraria ialah suatu hukum yang mengatur prihal tanah beserta segala seluk-beluknya yang ada hubungannya dengan pertanahan, misalkan hal perairan, perikanan, perkebunan, pertambangan dan sebagainya. Adapun yang termasuk dalam ruang lingkup hal pertanahan beserta segala beluk-beluknya tersebut, menurut undang-undang nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) secara terperinci dapat dijabarkan sebagai berikut: a. seluruh bumi, dalam arti disamping permukaan bumi (yang disebut tanah), termasuk pada tubuh bumi di bawahnya serta bagian bumi yang berada di bawah air; b. seluruh air, dalam arti perairan, baik perairan pedalaman maupun laut wilayah Republik Indonesia; c. seluruh ruang angkasa, dalam arti ruang yang ada di atas bumi; d. sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi, yang disebut bahan-bahan galian atau sumber-seumber galian yang pada daasarnya merupakan objek dari usaha-usaha industri, pertambangan dan sejenisnya;

23 19 e. sumber-sumber kekayaan alam yang terkandung di dalam air, baik perairan pedalaman maupun perairan laut wilayah Republik Indonesia misalkan ikan dan sebangsanya, berbagai bangsa binatang laut lainnya, garam, mutiara, dan sebagainya. Dalam hal ini, hukum agraria merupakan salah satu sarana jawabaan cita-cita nasional Indonesia, melalui hakikat dan fungsinya yakni sebagai hukum yang: a. menjaga keserasian antara alam dan manusia serta mempertahankan keserasian kehidupan segala makhluk pengisi alam ini dalam kehidupan alamiahnya yang lestari; b. mengatur dan menjamin seluruh rakyat untuk sedapat dan semerata mungkin memperoleh manfaat atas tanah-tanah yang ada di seluruh wilayah negara; c. mengatur hak rakyat/pribadi hukum tantra maupun perdata untuk memanfaatkan sumber kekayaan alam yang ada berdasarkan kepentingan dan kedudukan pribadi masing-masing; d. mengatur segala kewajiban (rakyat/pribadi hukum tersebut) selaras dengan segala hak mereka yang berkenaan dengan tanah dan penggunaannya; e. memberikan batasan yang jelas mengenai tingkat keadaan tanah yang ada berikut tingkatan hak dan kewajiban beserta segala persyaratan dan harus diperhatikan oleh para pemegang dan para calon pemegang hak dan kewajiban atas tanah yang bersangkutan; f. menggariskan hak maksimal dan kewajiban minimal yang harus dipenuhi oleh yang menggunakan tanah itu secara konsekuen dalam arti tegas merata dan seimbang, demi tegaknya keadilan dalam bidang pertanahan di seluruh negeri.

24 20 3. Sumber Hukum Agraria Adapun sumber atau bahan yang dijadikan rujukan oleh hukum agraria, yaitu: a. Perundang-undangan 1) Undang-undang dasar ) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria. 3) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 56 Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. 5) Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1964 Tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian b. Hukum Kebiasaan Hukum Adat dan Yurisprudensi sebagai rechters gewoonterecht. 4. Asas-asas Hukum Agraria Adapun asas-asal dalam hukum agraria, yaitu: a. Asas Ketuhanan Yang Maha Esa Pasal 1 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa seluruh bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional. b. Asas Persatuan Indonesia Pasal 9 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa. Catatan warga negara asing hanya dapat memperoleh hak pakai.

25 21 c. Asas Demokrasi dan Kerakyatan Pasal 9 ayat (2) UUPA menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara, baik lakilaki maupun wanita, mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Catatan dalam penguasaan tanah tidak diadakan perbedaan lagi antara warga negara pribumi dan non-pribumi dan antara lakilaki dan perempuan. d. Asas Musyawarah Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah. Proses atau kegiatan saling mendengar dengan sikap saling menerima pendapat dan keinginan yang didasarkan atas kesukarelaan antara pihak pemegang hak atas tanah dan pihak yang memerlukan tanah, untuk memperoleh kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian. e. Asas Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab Pasal 10 UUPA menyatakan bahwa kewajiban untuk mengerjakan dan mengusahakan sendiri secara aktif tanah pertanian yang dipunyai seseorang atau badan hukum harus dilakukan dengan mencegah cara-cara pemerasan. Penjelasan Umum II Angka 7 menyatakan bahwa mengingat akan susunan masyarakat pertanian Indonesia, untuk sementara waktu kiranya masih dimungkinkan adanya penggunaan tanah pertanian oleh orang-orang yang bukan pemiliknya, misalnya melalui sewa-beli, bagi-hasil, gadai dan sebagainya. Namun demikian segala sesuatunya harus diselenggarakan dengan mencegah hubungan-hubungan hukum yang bersifat penindasan yang lemah oleh yang kuat, tidak boleh diadakan perjanjian atau kesepakatan atas dasar free-fight, harus dicegah cara-cara pemerasan. f. Asas Keadilan Sosial Pasal 11, 13, 15, dan pasal-pasal yang mengatur landreform (Pasal 7, 10, 17, 53) UUPA. Penjelasan pasal 11 menyatakan bahwa harus diperhatikan adanya perbedaan keadaan masyarakat dan keperluan golongan rakyat, tetapi dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah. Golongan ekonomis lemah tersebut, bisa warga negara asli maupun keturunan asing. Demikian pula sebaliknya. g. Sifat Komunalistik Religius

26 22 Pasal 6 UUPA menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual dengan hakhak atas tanah yang bersifat pribadi sekaligus mengandung kebersamaan, jangan mengabaikan, melainkan harus mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama. Kemudian pasal 7 menyatakan bahwa ntuk tidak merugikan kepentingan umum, maka pemilikan dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan. h. Asas Pemisahan Horizontal Hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Perbuatan hukum mengenai tanah tidak dengan sendirinya meliputi bangunan dan tanaman yang ada di atasnya. Namun dalam praktik dimungkinkan suatu perbuatan hukum mengenai tanah meliputi juga bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, aasalkan bangunan dan tanaman tersebut secara fisik merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan, artinya bangunan yang berpondasi dan tanaman merupakan tanaman keras, bangunan dan tanaman keduanya milik si empunya tanah; maksud demikian secara tegas disebutkan dalam akta yang membuktikan dilakukannya perbuatan hukum yang bersangkutan. i. Asas Spesialitas Bahwa tanah yang didaftarkan harus jelas-jelas diketahui dan nyata ada di lokasi tanahnya. j. Asas Publitas Bahwa setiap orang dapat mengetahui sesuatu bidang tanah itu milik siapa, seberapa luasnya, dan apakah ada beban di atasnya. k. Asas Negatif Bahwa pemilikan suatu bidang tanah yang terdaftar atas nama seseorang tidak berarti mutlak adanya, sebab dapat saja dipersoalkan siapa pemiliknya melalui pengadilan.

27 23 5. Subjek Hak Milik Atas Tanah Pada asasnya hak milik hanya dapat dipunyai oleh orang-orang (het natuurlijke persoon), baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Badan hukum tidak dapat mempunyai tanah dengan hak milik, kecuali badan hukum yang ditetapkan oleh pemerintah dan telah dipenuhi syarat-syaratnya. Demikian pasal 21 ayat (1) dan (2) UUPA. Menurut hukum agraria yang lama setiap orang boleh mempunyai dengan hak eigendom, baik warga negara maupun warga asing, baik bukan Indonesia asli maupun bukan Indonesia asli. Bahkan badan hukum pun berhak mempunyai hak eigendom, baik badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing. Sesuai dengan pasal 9 ayat (1) UUPA, menurut pasal 21 ayat (1) UUPA hanya warga negara Indonesia saja dapat mempunyai hak milik, sebagaimana telah dijelaskan, bahwa larangan tidak diadakan perbedaan antara orang-orang Indonesia asli dan keturunan asing. Meskipun, menurut pasal 9 ayat (2) UUPA, tidak diadakan perbedaan antara sesama warga negara dalam hal pemilikan tanah diadakan perbedaan antara mereka yang berkewarganegaraan tunggal dan rangkap. Berkewarganeragaan rangkap artinya, bahwa disamping kewarganegaraan Indonesia dipunyai pula kewarganegaraan lain. Pasal 24 ayat (4) UUPA menentukan, bahwa selama seseorang disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan asing tidak dapat mempunyai tanah dengan hak tanah. Ini berarti, bahwa selama itu dalam hubungannya dengan soal pemilikan tanah dipersamakan dengan orang asing. Di dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan, bahwa sudah selayaknya orangorang yang membiarkan diri disamping kewarganegaraan Indonesia mempunyai kewarganegaraan lain dalam hal pemilikan tanah dibedakan dari warga negara Indonesia lainnya. Dengan demikian, maka yang boleh mempunyai tanah dengan hak milik itu hanyalah warga negara Indonesia tunggal saja. Sekarang kedudukan anak tetap mengikuti kewarganegaraan orang tuanya, juga setelah menjadi dewasa. Kalau orang tuanya telah melepaskan kewarganegaraan Indonesia, anaknya tetap berkewarganegaraan Indonesia. Untuk menjadi warga negara Indonesia, harus ditempuh cara pewarganegaraan, atau naturalisasi. Perlu diketahui bahwa selain syarat kewarganegaraan Indonesia tunggal, khusus untuk pemilikan tanah pertanian masih diperlukan syarat-syarat lain.

28 24 Syarat-syarat itu berkaitan dengan ketentuan mengenai maksimum luas tanah pertanian yang boleh dimiliki dan dikuasai seseorang (Pasal 1 jo. 6 undang-undang nomor 56 (Perpu tahun 1960) mengenai pemilikan bersama tanah pertanian yang luasnya kurang dari dua hektar (Pasal 9 ayat 2 dan 33 UUPA). Undang-undang nomor 56 (Perpu) tahun 1960, dan mengenai larangan pemilikan tanah pertanian secara absentee atau guntai (Pasal 3 PP Nomor 224 tahun 1961 jo. PP Nomor 41 tahun 1964). Kalau syarat yang disebutkan pada pasal 21 ayat 1 jo. ayat 4 UUPA disebut syarat umum bagi perorangan untuk mempunyai tanah dengan hak milik, artinya syarat tersebut wajib dipenuhi oleh setiap pemilik. Oleh sebab itu, hal yang ditentukan oleh peraturan-peraturan landreform merupakan syaratsyarat khusus, artinya khusus untuk pemilikan tanah pertanian. Bagi tanah pertanian, tidak di syaratkan bahwa pemiliknya harus seorang petani. 6. Kedudukan Hak Atas Tanah Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang juga merupakan bagian dari hak asasi manusia. Pencabutan kepemilikan hak atas tanah oleh presiden dilakukan untuk kepentingan umum. Perlindungan subjek hak atas dalam menghadapi pencabutan hak didasarkan kepada pemahaman pengertian kepentingan umum. Kepentingan umum merupakan suatu yang abstrak, mudah dipahami secara teoritis, tetapi menjadi sangat kompleks ketika diimplementasikan. Kebijakan publik telah ditetapkan oleh pemerintah mengenai kewenangan pemerintah untuk melakukan pencabutan hak atas tanah demi kepentingan umum dengan telah dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang pengadaan tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (untuk selanjutnya ditulis Perpres Nomor Tahun 2005). Menurut catatan Kompas, ketentuan pencabutan hak atas tanah ini ternyata tidak jauh beda dengan Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Keoentingan Umum, yang pernah dikeluarkan oleh Presiden Soeharto. Baik Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1993 maupun Perpres Nomor 36 Tahun 2001, sama-sama merujuk pada Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda yang ada diatasnya. (Kompas, 8 Mei 2005).

29 25 Selanjutnya dikatakan pada masa reformasi saat ini harus ada revisi terhadap ketentuan yang mengatur tentang hak atas tanah dengan memberikan jaminan terhadap kepemilikan tanah. Dengan revisi tersebut, bukan berarti hak milik atas tanah tidak bisa dicabut, tetapi prosesnya tidak semudah di zaman orde baru, karena harus melewati aturan yang ketat. (Kompas, 9 Mei 2005). Dalam masa refomasi ini banyak masyarakat layak terkejut dengan dikeluarkannya kebijakan publik yang dituangkan dalam Perpres Nomor 36 Tahun Keterkejutan itu beralasan, karena kita semua tidak mengira bila pemerintah mengeluarkan peraturan di tengah harapan berjalannya proses demokrasi dan penguatan hak-hak rakyat sipil. Lahirnya Perpres Nomor 36 Tahun 2005, mengingatkan orang pada praktik-praktik pemerintahan orde baru dalam mengambil paksa tanah-tanah rakyat baik yang di kota maupun di desa dengan mengatasnamakan pembangunan, sehingga menimbulkan penggusuran dan konflik agraria. 7. Hak Asasi Manusia dan Hak Atas Tanah Hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. (Rahardjo, 2000: 53). Dengan demikian, hak itu merupakan suatu kepentingan yang dilindungi oleh hukum, sehingga memungkinkan seseorang menunaikan kepentingan tersebut. Seperti dinyatakan oleh Allen bahwa The legally guarenteds power to realisean interst. Oleh sebab itu implikasi dari definisi tentang hak tersebut antara lain: a. Hak adalah suatu kekuasaan, yaitu suatu kemampuan untuk memodifikasi keadaan. b. Hak merupakan jaminan yang diberikan oleh hukum. c. Penggunaan hak menghasilkan suatu keadaan yang berkaitan langsung dengan kepentingan pemilik hak. (Ali, 1996:242)

30 26 Dalam kepustakaan ilmu hukum dikenal teori atau ajaran untuk menjelaskan keberadaan hak, antara lain: a. Belangen Theorie (teori kepentingan) menyatakan bahwa hak adalah kepentingan yang terlindungi. Salah satu penganutnya adalah Rudolf von Jhering, yang berpendapat bahwa hak itu suatu kepentinagn yang penting bagi seseorang yang dilindungi oleh hukum, atau suatu kepentingan yang terlindungi. b. Wilmacht Theorie (teori kehendak), yaitu adalah kehendak yang dilengkapi oleh kehendak. Salah satu penganutnya adalah Bernhard Winscheid, yang menyatakan bahwa hak itu suatu kehendak yang dilengkapi dengan kekuatan dan diberi oleh tata tertib hukum kepada seseorang. Berdasarkan kehendak seseorang dapat mempunayai rumah, mobil, tanah dan sebagainya. c. Teori fungsi sosial yang dikemukakan oleh Leon Duguit, yang menyatakan bahwa tidak ada seseorang manusiapun yang mempunyai hak. Sebaliknya, di dalam masyarakat, bagi manusia hanya ada satu tugas sosial. Tata tertib hukum tidak didasarkan atas hak kebebasan manusia, tetapi atas tugas sosial yang harus dijalankan oleh anggota masyarakat. (Mas, 2004: 32-33). Berdasarkan sudut kewenangan, maka pengertian hak berintikan kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu berkenaan dengan sesuatu atau terhadap subjek hukum tertentu atau semua subjek hukum tanpa halangan atau gangguan dari pihak manapun, dan kebebasan tersebut memiliki kewenang-wenangan untuk melakukan perbuatan tertentu, termasuk menuntut sesuatu. (Kusumaatmadja dan Sidharta, 2000: 90). Kurang atau minimnya bukti kepemilikan atas tanah menjadi salah satu penyebab dari minimnya proses pendaftaran hak atas tanah. Hal lain yang menjadi penyebab yakni juga minimnya pengetahuan masyarakat akan arti pentingnya bukti kepemilikan hak atas tanah. Untuk proses pembuatan sertipikat maka mereka harus memiliki surat-surat kelengkapan untuk tanah yang mereka miliki, akan tetapi pada kenyataannya tanah-tanah yang dimiliki masyarakat pedesaan atau masyarakat adat itu dimiliki secara turun temurun dari nenek moyang mereka, sehingga surat kepemilikan tanah yang mereka miliki sangat minim bahkan ada yang tidak memiliki sama sekali.

HUKUM DAGANG ASAS-ASAS HUKUM DAGANG

HUKUM DAGANG ASAS-ASAS HUKUM DAGANG HUKUM DAGANG ASAS-ASAS HUKUM DAGANG KHARISMA WULAN FADHILA 201610110311019 IRVAN YUSRI SOLIHIN 201610110311021 GITANIA NUR SAFITRI 201610110311022 RHEZA MAULANA IHSAN PRAKOSO 201610110311023 Hukum yang

Lebih terperinci

Pengantar Hukum Dagang. Copyright by dhoni yusra

Pengantar Hukum Dagang. Copyright by dhoni yusra Pengantar Hukum Dagang Copyright by dhoni yusra Manusia adalah mahluk sosial Kebutuhan dasar Perdagangan Salah satu usaha manusia LATAR BELAKANG MUNCULNYA HUKUM DAGANG Dimulai ketika jaman romawi, hubungan

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani*

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA. Istiana Heriani* Al Ulum Vol.64 No.2 April 2015 halaman 14-20 14 IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Istiana Heriani* ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang

Lebih terperinci

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas

Bab II HAK HAK ATAS TANAH. A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA. I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas Bab II HAK HAK ATAS TANAH A. Dasar Hukum Hak-Hak Atas Tanah menurut UUPA I. Pasal pasal UUPA yang menyebutkan adanya dan macamnya hak hak atas tanah adalah Pasal 4 ayat 1 dan 2, 16 ayat 1 dan 53. Pasal

Lebih terperinci

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING

HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING HAK ATAS TANAH UNTUK WARGA NEGARA ASING MAKALAH Oleh : Hukum Agraria Dosen : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2012 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa

Lebih terperinci

DASAR DASAR HUKUM DAGANG DI INDONESIA

DASAR DASAR HUKUM DAGANG DI INDONESIA NAMA : FACHRUL RAZI NIM : 1503101010269 DASAR DASAR HUKUM DAGANG DI INDONESIA A. Sejarah Hukum Dagang Perkembangan hukum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/1500 SM) yang

Lebih terperinci

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA Pertemuan ke-5 HAK-HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH Hak penguasaan atas tanah memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk

Lebih terperinci

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn

Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA. Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn Pertemuan ke-2 GARIS-GARIS BESAR PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Dosen : Dr. Suryanti T. Arief SH.,MBA.,MKn SEJARAH HUKUM TANAH DI INDONESIA A. SEBELUM BERLAKUNYA HUKUM TANAH NASIONAL Pengaturan

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. bagian dari negara Indonesia. Baik tanah maupun sumber-sumber daya alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang luas serta kekayaan alam yang melimpah merupakan bagian dari negara Indonesia. Baik tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu Negara dikatakan sebagai Negara berdaulat jika memiliki wilayah, pemerintah yang berdaulat, dan warga Negara. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara yang

Lebih terperinci

Definisi Hukum Dagang. Sejarah Hk Dagang. Kesimpulannya adalah: 9/16/2014. Hk Dagang yg kita pelajari adalah:

Definisi Hukum Dagang. Sejarah Hk Dagang. Kesimpulannya adalah: 9/16/2014. Hk Dagang yg kita pelajari adalah: Definisi Hukum Dagang Sejarah Hk Dagang Kuliah Hk Dagang FH UB Afifah Kusumadara, SH. LL.M. SJD. Hk Dagang yg kita pelajari adalah: Hk Dagang Barat, BUKAN: Hk Dagang Adat Hk Dagang Islam Hk Dagang yg kita

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA

BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA BAB I PERKEMBANGAN SEJARAH HUKUM AGRARIA Perkembangan sejarah hukum agraria di Indonesia, dapat dilihat dalam 4 (empat) tahapan, yaitu tahap Indonesia sebelum merdeka (masa kolonial), tahap Pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria PERTAMA BAB I DASAR-DASAR DAN KETENTUAN-KETENTUAN POKOK Pasal 1 (1) Seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan

Lebih terperinci

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini

PEMANDANGAN UMUM. UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September Undang-undang ini PEMANDANGAN UMUM Perubahan yang revolusioner UUPA mulai berlaku pada tanggal 24 September 1960. Undang-undang ini benar-benar memuat hal-hal yang merupakan perubahan yang revolusioner dan drastis terhadap

Lebih terperinci

II. Istilah Hukum Perdata

II. Istilah Hukum Perdata I. Pembidangan Hukum Privat Hukum Hukum Publik II. Istilah Hukum Perdata = Hukum Sipil >< Militer (Hukum Privat Materil) Lazim dipergunakan istilah Hukum Perdata Prof.Soebekti pokok-pokok Hukum Perdata

Lebih terperinci

Pertemuan ke 4 HUKUM ADAT DALAM HUKUM TANAH NASIONAL. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief SH.MKn.MBA

Pertemuan ke 4 HUKUM ADAT DALAM HUKUM TANAH NASIONAL. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief SH.MKn.MBA Pertemuan ke 4 HUKUM ADAT DALAM HUKUM TANAH NASIONAL Dosen: Dr. Suryanti T. Arief SH.MKn.MBA HUKUM TANAH NASIONAL YANG BERDASARKAN HUKUM ADAT Hukum Tanah Nasional disusun berdasarkan pada Hukum Adat tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tanah adalah sumber daya alam terpenting bagi bangsa Indonesia untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bumi, air, ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikaruniakan

Lebih terperinci

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. HUKUM PERDATA ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 HUKUM PERDATA Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya, termasuk perekonomiannya, terutama masih bercorak agraria, bumi, air dan ruang angkasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan,

BAB I PENDAHULUAN. (pendukung mata pencaharian) di berbagai bidang seperti pertanian, perkeb unan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah merupakan salah satu sumber kehidupan yang sangat vital bagi manusia, baik dalam fungsinya sebagai sarana untuk mencari penghidupan (pendukung mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tanah ditempatkan sebagai suatu bagian penting bagi kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus meningkat.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

Mochammad Tanzil Multazam

Mochammad Tanzil Multazam Mochammad Tanzil Multazam 1. Pembukuan 2. Legalitas Perusahaan 3. Pajak Terkait Perusahaan 1. Aturan 2. Jenis Dokumen 3. Pembuatan 4. Penyimpanan 5. Pengalihan 6. Pemusnahan 1. Undang-Undang No. 8 Tahun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA ABSTRAK

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA ABSTRAK IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Oleh : Istiana Heriani ABSTRAK Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang juga merupakan bagian dari hak asasi manusia.pencabutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata tinjauan berasal dari kata tinjau yang berarti melihat, menjenguk, memeriksa,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata tinjauan berasal dari kata tinjau yang berarti melihat, menjenguk, memeriksa, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tinjauan Historis Kata tinjauan berasal dari kata tinjau yang berarti melihat, menjenguk, memeriksa, dan meneliti untuk kemudian menarik kesimpulan. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG

BAB I A. LATAR BELAKANG BAB I A. LATAR BELAKANG Dalam kehidupan sehari-hari, manusia memerlukan sebidang tanah baik digunakan untuk membangun rumah maupun dalam melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti pertanian,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.... TAHUN. TENTANG PERSEKUTUAN PERDATA, PERSEKUTUAN FIRMA, DAN PERSEKUTUAN KOMANDITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah

Lebih terperinci

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN

1 ORANG DAN BADAN YANG TERCAKUP DALAM PERSETUJUAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN KONFEDERASI SWISS MENGENAI PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK YANG BERKENAAN DENGAN PAJAK ATAS PENGHASILAN BERHASRAT untuk

Lebih terperinci

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA

Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional. Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA Pertemuan ke-3 Pembentukkan UUPA dan Pembangunan Hukum Tanah Nasional Dr. Suryanti T. Arief SH.,MKn.,MBA FUNGSI UUPA 1. Menghapuskan dualisme, menciptakan unifikasi serta kodifikasi pada hukum (tanah)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah

HUKUM AGRARIA. Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam. mengatur Hak Penguasaan atas Tanah. Hak Penguasaan Atas Tanah HUKUM AGRARIA LUAS SEMPIT PENGERTIAN Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Sumber Alam Seperangkat hukum yang mengatur Hak Penguasaan atas Tanah OBYEK RUANG LINGKUP Hak Penguasaan atas Sumbersumber

Lebih terperinci

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan

1. Menghapuskan dualisme hukum tanah yang lama dan menciptakan PEMBENTUKKAN UUPA DAN PERKEMBANGAN HUKUM TANAH DI INDONESIA Hukum Tanah Nasional Hukum tanah yang baru atau hukum tanah nasional mulai berlaku sejak 24 September 1960, dimuat dalam Undang Undang Republik

Lebih terperinci

HUKUM DAGANG ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM.

HUKUM DAGANG ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. HUKUM DAGANG ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI, ANISAH SE.,MM. 1 HUKUM DAGANG (KUHD) Hukum dagang adalah hukum perikatan yang timbul dari lapangan perusahaan. Istilah perdagangan memiliki akar kata dagang. Dalam

Lebih terperinci

Pengertian Hak Milik Hak Milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata terkuat dan terpenuh tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu

Lebih terperinci

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA

IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA ABSTRAK IMPLIKASI PENCABUTAN HAK ATAS TANAH TERHADAP PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA Faturrahim Sekretaris DPRD Kota Banjarmasin Faturrahim@gmail.com Kepemilikan hak atas tanah merupakan hak dasar yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG USAHA PERSEORANGAN DAN BADAN USAHA BUKAN BADAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sehubungan

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Hukum Agraria

Ruang Lingkup Hukum Agraria RH Pendahuluan Definisi Hukum Agraria Dalam bahasa latin ager berarti tanah atau sebidang tanah. Agrarius - berladangan, persawahan, pertanian. KBBI Agraria- urusan pertanian atau pertanahan juga urusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH, HAK MILIK ATAS TANAH, DAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH 2. 1. Pendaftaran Tanah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

HUKUM AGRARIA NASIONAL

HUKUM AGRARIA NASIONAL HUKUM AGRARIA NASIONAL Oleh : Hj. Yeyet Solihat, SH. MKn. Abstrak Hukum adat dijadikan dasar karena merupakan hukum yang asli yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Hukum adat ini masih harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi manusia, antara lain sebagai tempat tinggal, tempat untuk melakukan berbagai aktifitas kehidupan manusia dan tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Semakin meningkatnya kebutuhan atau kepentingan setiap orang, ada kalanya seseorang yang memiliki hak dan kekuasaan penuh atas harta miliknya tidak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hukum pertambangan harus merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden/Panglima

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM DAN HAK PENGUASAAN ATAS TANAH A. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum 1. Pengertian Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah dan Hak Penguasaan Hukum tanah mengatur salah satu aspek yuridis di bidang pertanahan yang sering disebut sebagai hak hak penguasaan atas tanah. 12 Ketentuan

Lebih terperinci

Hukum Perdata. Rahmad Hendra

Hukum Perdata. Rahmad Hendra Hukum Perdata Rahmad Hendra Hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 28 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Hukum Tanah Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi, yang disebut permukaan bumi.tanah yang dimaksud di sini bukan mengatur tanah dalam segala

Lebih terperinci

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009

PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 PERSANDINGAN UNDANG-UNDANG PPN DAN PPnBM UU NO 8 TAHUN 1983 stdtd UU NO 18 TAHUN 2000 & UU NO 42 TAHUN 2009 UU No 8 Th 1983 stdtd UU No 18 Th 2000 UU No 42 Tahun 2009 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah: Penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama

BAB I PENDAHULUAN. pada satu pihak tertentu, akibatnya ada masyarakat atau pihak lain yang sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pertanahan merupakan masalah yang kompleks. Tidak berjalannya program landreform yang mengatur tentang penetapan luas pemilikan tanah mengakibatkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupannya, matipun manusia masih memerlukan tanah. berbagai persoalan dibidang pertanahan khususnya dalam hal kepemilikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah atau sebidang tanah dalam bahasa latin disebut ager. Agrarius berarti perladangan, persawahan, pertanian. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan

BAB I PENDAHULUAN. terakhirnya. Selain mempunyai arti penting bagi manusia, tanah juga mempunyai kedudukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, tanah dalam kehidupan manusia mempunyai arti yang sangat penting baik untuk kehidupan maupun untuk tempat peristirahatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1955 TENTANG BANK NEGARA INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. Bahwa dengan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang 1946 Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu dampak akan pesatnya teknologi yang berakibat pada luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek perkawian campuran. Di Indonesia

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS

PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS PELAKSANAAN PERALIHAN HAK ATAS TANAH BERDASARKAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI DAN KUASA UNTUK MENJUAL YANG DIBUAT OLEH NOTARIS Bambang Eko Mulyono Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan. ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum tentang Tanah Terlantar Sebagaimana diketahui bahwa negara Republik Indonesia memiliki susunan kehidupan rakyatnya termasuk perekonomiannya bercorak agraris, bumi,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PERPAJAKAN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DIREKTORAT PENYULUHAN PELAYANAN DAN HUBUNGAN MASYARAKAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI Assalamualaikum

Lebih terperinci

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 tanggal 29 Mei 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

Peta Kompetensi Hukum Dagang dan Kepailitan /HKUM4207/4 sks

Peta Kompetensi Hukum Dagang dan Kepailitan /HKUM4207/4 sks xi D Tinjauan Mata Kuliah alam pergaulan masyarakat, terdapat hubungan orang dengan orang sebagai subjek hukum yang merupakan pengemban hak dan kewajiban. Hubungan tersebut merupakan hubungan hukum yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1996 TENTANG HAK GUNA USAHA, HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tanah memiliki peran yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1997 TENTANG BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD/Wetboek van Koophandel/WvK)

BAB I PENDAHULUAN. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD/Wetboek van Koophandel/WvK) BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Hukum Dagang Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD/Wetboek van Koophandel/WvK) tidak memberikan pengertian mengenai Hukum Dagang. Oleh karena itu, definisi hukum dagang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Setiap orang sangat mendambakan dan menghargai suatu kepastian, apalagi kepastian yang berkaitan dengan hak atas sesuatu benda miliknya yang sangat berharga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Gorontalo. Dalam penelitian ini yang dikaji adalah pertama, melakukan observasi BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang relevan sebelumnya Salah satu Penelitian yang relevan sebelumnya mengkaji tentang Upaya Badan Pertanahan Nasional (BPN) Dalam menyelesaikan masalah tanah, dapat

Lebih terperinci

POKOK-POKOK HUKUM PERDATA

POKOK-POKOK HUKUM PERDATA POKOK-POKOK HUKUM PERDATA 1 m.k. hukum perdata 2 m.k. hukum perdata 3 m.k. hukum perdata 4 m.k. hukum perdata 5 PERBEDAAN COMMON LAW/ANGLO SAXON CIVIL LAW/EROPA KONT SISTEM PERATURAN 1. Didominasi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Pendapat Umum, yang dimaksud dengan Hukum adalah:

BAB I PENDAHULUAN. Sedangkan menurut Pendapat Umum, yang dimaksud dengan Hukum adalah: BAB I PENDAHULUAN A. HUKUM PERDATA 1. Pengertian Hukum Perdata Para ahli banyak memberikan pengertian-pengertian maupun penggunaan istilah Hukum Perdata. Adapun pengertian-pengertian tersebut tergantung

Lebih terperinci

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan

PENGANTAR ILMU HUKUM. Henry Anggoro Djohan PENGANTAR ILMU HUKUM Henry Anggoro Djohan Mengatur hubungan antara manusia secara perorangan dengan suatu masyarakat sebagai kelompok manusia. Beberapa definisi hukum dari sarjana hukum 1. E. Utrech memberikan

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Namun di Indonesia hukum yang diterapkan adalah hukum secara terlulis.

BAB I PENDAHULUAN. Namun di Indonesia hukum yang diterapkan adalah hukum secara terlulis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perdata adalah salah satu macam dari dua jenis hukum yang ada di Indonesia. Salah satu cara bagaimana masyarakat luas bisa mengetahui hukum hukum di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada manusia untuk dikelola, digunakan, dan dipelihara sebaik-baiknya sebagai sumber kehidupan dan penghidupan.

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A.

JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. JAMINAN KEPASTIAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PERJANJIAN GADAI TANAH MENURUT HUKUM ADAT ( ESTI NINGRUM, SH, MHum) Dosen FH Unwiku PWT A. Latar Belakang Sifat pluralisme atau adanya keanekaragaman corak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA

PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PEMERINTAH PROVINSI PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 1960 TENTANG PERTAMBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hukum pertambangan harus merupakan pelaksanaan dari pada Dekrit Presiden/Panglima

Lebih terperinci

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN

PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN PEMBERIAN HAK GUNA USAHA DAN HAK GUNA BANGUNAN : PROSES, SYARAT-SYARAT, HAK DAN KEWAJIBAN Disampaikan pada Seminar dengan Tema HGU & HGB : Problem, Solusi dan Perlindungannya bedasarkan UU No. 25 Tahun

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah

B A B I P E N D A H U L U A N. Sebagaimana prinsip hukum perdata barat di dalam KUH Perdata tersebut, telah B A B I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Konsepsi harta kekayaan di dalam perkawinan menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) 1 adalah sebagai suatu persekutuan harta bulat, meliputi

Lebih terperinci

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG

PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PERSETUJUAN ANTARA KANTOR DAGANG DAN EKONOMI INDONESIA, TAIPEI DAN KANTOR DAGANG DAN EKONOMI TAIPEI, JAKARTA TENTANG PENGHINDARAN PAJAK BERGANDA DAN PENCEGAHAN PENGELAKAN PAJAK ATAS PENDAPATAN Kantor Dagang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 1 BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL 3.1. PENGERTIAN PENDAFTARAN TANAH Secara general, pendaftaran tanah adalah suatu kegiatan administrasi yang dilakukan

Lebih terperinci

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA

HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA HUKUM DAN SISTEM HUKUM DI INDONESIA PENGERTIAN HUKUM E. UTRECHT : Hukum adalah himpunan petunjuk-petunjuk hidup yang berisi perintahperintah dan larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu

Lebih terperinci

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag

3.2 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag 3.2 Uraian Materi 3.2.1 Pengertian dan Hakikat dari Dasar Negara Pancasila sebagai dasar negara sering juga disebut sebagai Philosophische Grondslag dari negara, ideologi negara, staatsidee. Dalam hal

Lebih terperinci

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H.

Sistem Hukum. Nur Rois, S.H.,M.H. Sistem Hukum Nur Rois, S.H.,M.H. Prof. Subekti sistem hukum adalah susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri dari bagian-bagian yang teratur,terkait, tersusun dalam suatu pola,

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah

Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang : Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 40 TAHUN 1996 (40/1996) Tanggal : 17 JUNI 1996 (JAKARTA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358.

BAB I PENDAHULUAN. Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, cet. 9, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 358. 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG Pertambahan jumlah penduduk di kota-kota besar seperti halnya yang terjadi di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, mengakibatkan adanya keterbatasan tanah untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah. bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan dari bernegara sebagaimana yang diatur dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci