ACARA IV KLASIFIKASI IKLIM UNTUK BIDANG PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ACARA IV KLASIFIKASI IKLIM UNTUK BIDANG PERTANIAN"

Transkripsi

1 ACARA IV KLASIFIKASI IKLIM UNTUK BIDANG PERTANIAN Oleh : NIM : Rombongan : 1 Kelompok : 4 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN GAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2015

2 A. TUJUAN Tujuan praktikum acara VI adalah : 1. Menetapkan kelas iklim suatu daerah berdasarkan data curah hujan suatu stasiun cuaca menurut Schmidth-Ferguson dan menurut Oldeman. 2. Menetapkan keadaan iklim berdasarkan kelas iklim menurut Schmidth- Ferguson dan menurut Oldeman. B. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan terdiri atas data curah hujan 10 tahun beberapa stasiun cuaca (data dibagikan pada saat praktikum). Alat yang digunakan adalah mesin hitung (kalkulator). C. PROSEDUR KERJA 1. Klasifikasi iklim menurut Schmidth-Ferguson a. Data curah hujan bulanan menurut bulan (Januari-Desember) dan tahun (tahun ke 1-10) disusun. b. Ditentukan nilai bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) setiap tahun. c. Kriteria bulan basah >100 mm dan bulan kering antara 60 dan 100 mm kemudian bulan basah dan bulan kering ditentukan. d. Nilai total bulan basah dan bulan kering dijumlahkan, kemudian dihitung rata-rata jumlah bulan basah dan bulan kering.

3 e. Nilai Q ditentukan dengan menghitung nilai nisbah rata-rata jumlah bulan kering atau rata-rata jumlah bulan basa. f. Setelah itu, kelas iklim ditentukan untuk membuat segitiga Schmidth- Ferguson kemudian keadaan iklim ditetapkan. 2. Klasifikasi iklim menurut Oldeman a. Data curah hujan bulanan menurut bulan(januari-desember) dan tahun (tahun ke 1-10). b. Curah hujan bulanan bulan Januari samapai Desember dijumlahkan kemudian dihitung rata-ratanya. c. Bulan basah (BB) dan bulan kering (BK) ditentukan. Apabila curah hujan bulanan >200 mm sebagai bulan basah dan bila curah hujan bulanan <100 mm sebagai bulan kering. d. Periode bulan basah dan periode bulan kering ditentukan secara berurutan. e. Tipe iklim utama (A atau B atau C atau D atau E) ditentukan oleh jumlah periode bulan basah berurutan sedangkan sub-divisi iklim (1 atau atau atau 4) ditentukan oleh periode bulan kering berurutan. f. Table 1 pada data curah hujan digunakan untuk menentukan tipe itama iklim dan subdivisi iklim. g. Setelah itu, kelas iklim atau zona agroklimat dan keadaan iklimnya ditentukan.

4 D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengamatan (Terlampir) 2. Pembahasan Berdasarkan data pada tabel curah hujan beberapa wilayah di Indonesia, daerah Melolo, Nusa Tenggara Timur memiliki BB= 0 dan BK= 8 sehingga zona agroklimatnya adalah E4. Singaraja memiliki BB= 3 dan BK= 7 sehingga zona agroklimatnya adalah D4. Rembang, Jawa Tengah memiliki BB= 2 dan BK= 5 sehingga zona agroklimatnya adalah E3. Mojokerto memiliki BB= 4 dan BK= 6 sehinngga zona agroklimatnya adalah D3. Madiun memiliki BB= 5 dan BK=5 sehingga zona agroklimatnya adalah C3. Donggala, Sulawesi Tengah memiliki BB= 1 dan BK= 3 sehingga zona agroklimatnya adalah E2. Tanjung Karang, Sumatera Selatan memiliki BB= 4 dan BK= 3 sehingga zona agroklimatnya adalah D2. Surakarta memiliki BB= 6 dan BK=4 sehingga zona agroklimatnya adalah C3. Banyumas memiliki BB= 7 dan BK= 3 sehingga zona agroklimatnya adalah B2. Tanjung Balai, Sumatera Utara memiliki BB= 1 dan BK= 2 sehingga zona agroklimatnya adalah E2. Daerah Rantau Panjang memiliki BB= 4 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah D1. Jayapura memiliki BB= 6 dan BK= 0 sehingga zona

5 agroklimatnya adalah C1. Lahat, Sumatera Selatan memiliki BB= 8 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah B1. Pontianak memiliki BB= 11 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah A1. Palu, Sulawesi Tengah memiliki BB= 0 dan BK= 12 sehingga zona agroklimatnya adalah E4. Daerah Seribu Dolok, Sumatera memiliki BB= 1 dan BK= 2 sehingga zona agroklimatnya adalah E2. Ujunga Pandang memiliki BB= 4 dan BK= 6 sehingga zona agroklimatnya adalah D3. Ambon memiliki BB= 6 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah C1. Polewali memiliki BB= 3 dan BK= 2 sehingga zona agroklimatnya adalah D2. Kutacana memiliki BB= 4 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatnya adalah D1. Sikikalang memiliki BB= 4 dan BK= 0 sehingga zona agroklimatna adalah C1. Berdasarkan tabel 1 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Banjarnegara, memiliki zona agroklimat B2 dengan BB= 8 dan BK= 3 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah A yaitu daerah sangat basah dengan nilai sebesar 30,68 %. Berdasarkan tabel 2 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Klampok, memiliki zona agroklimat B2 dengan nilai BB= 7 dan BK= 2 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah B yaitu daerah basah dengan nilai sebesar 35,38 %.

6 Berdasarkan tabel 3 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Bukateja, memiliki zona agroklimat B2 dengan nilai BB= 8 dan BK=2 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah B yaitu daerah basah dengan jumlah nilai sebesar 35,71 %. Berdasarkan tabel 4 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Wanadadi, memiliki zona agroklimat B2 dengan nilai BB= 8 dan BK= 2 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah A yaitu daerah sangat basah dengan jumlah nilai sebesar 24,44 %. Berdasarkan tabel 5 curah hujan bulanan selama 10 tahun di daerah Krikil, memiliki zona agroklimat C3 dengan nilai BB= 6 dan BK= 4 berdasarkan metode menurut Oldeman. Jika menggunakan metode menurut Schmidth-Ferguson, zona agroklimatnya adalah B yaitu daerah basah dengan jumlah nilai sebesar 36,36 %. Iklim adalah perpaduan dari semua unsur dalam satu gabungan yang berasal dari proses iklim terkait. Factor yang menentukan kondisi atmosfer dapat dipakai dalam klasifikasi iklim. Akan tetapi, kriteria yang dipakai untuk membedakan jenis iklim sebaiknya mencerminkan iklim itu sendiri (Tjasyono, 2004). Meskipun semua unsur iklim penting, hubungan yang menyatakan kecukupan panas dan air banyak mempengaruhi klasifikasi iklim.

7 Thornthwaite (1933) menyatakan bahwa klasifikasi iklim adalah menetapkan pemerian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-benar aktif, terutama air dan panas. Unsur lain seperti angina, sinar matahari atau perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan tertentu (Tjasyono, 2004). Schmidth dan Ferguson (1951) menentukan jenis iklim di Indonesia berdasarkan perhitungan jumlah bulan kerin dan bulan basah. Mereka memperoleh delapan jenis iklim dari iklim basah sampai kering. Kemudian Oldeman (1975) juga memakai unsur iklim curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim di Indonesia. Metode Oldeman lebih menekankan pada bidang pertanian, karenanya sering disebut klasifikasi iklim pertanian (Tjasyono, 2004). a. Sistem klasifikasi Schmidth-Ferguson Penggolongan iklim menurut Schmidth-Ferguson menggunakan prinsip bulan kering dan bulan basah seperti pada penggolongan menurut Mohr. Bulan basah yaitu bulan yang menerima curah hujan lebih dari 100 mm, bulan kering yaitu bulan yang menerima curah hujan kurang dari 60 mm. dengan cara diambil data curah hujan untuk 10 tahun, kemudian tiap bulan dijumlahkan dan dirata-rata, setelah itu ditentukan bulan basah dan bulan keringnya (Kertasapoetra, 2004). Schmidth dan Ferguson (1951) menerima metode Mohr dalam menentukan bulan kering dan bulan basah dari tiap-tiap tahun kemudian

8 diambil rata-ratanya. Periode pengamatan yang diikutsertakan di dalam perhitungan jumlah bulan kering dan basah adalah dari tahun 1921 sampai 1940, stasiun hujan yang datanya kurang dari 10 tahun dihilangkan. Untuk menentukan jenis iklimnya, Schmidth dan Ferguson menggunakan harga perbandingan Q yang didefinisikan sebagai : Q = Dari harga Q yang ditentukan oleh persamaan di atas, kemudian Schmidth dan Ferguson menentukan jenis iklimnya yang ditandai dengan iklim A sampai H, sebagai berikut : Tipe Iklim Keterangan Kriteria (%) Ciri Vegetasi A Sangat basah 0 Q < 0,143 Hutan hujan tropis B Basah 0,143 Q < 0,333 Hutan hujan tropis C Agak basah 0,333 Q < 0,600 Vegetasi hutan rimba D Sedang 0,600 Q < 1,000 Hutan musim E Agak kering 1,000 Q < 1,670 Hutan sabana F Kering 1,670 Q < 3,000 Hutan sabana G Sangat kering 3,000 Q < 7,000 Padang ilalang H Luar biasa kering 7,000 Q Padang ilalang b. System klasifikasi iklim menurut Oldeman

9 Seperti halnya metode Schmidth-Ferguson, metode Oldeman hanya memakai unsur curah hujan sebagai dasar klasifikasi iklim. Dalam metode ini, bulan basah didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm. Oldeman dkk (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah 150 mm per bulan, sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm per bulan. Dengan asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75 % maka untuk mencukupi kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220 mm/bulan. Maka menurut Oldeman suatu bulan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm dan dikatakan kering apabila curah hujan bulamam lebih kecil dari 100 mm. Oldeman membagi daerah agroklimat utama, yaitu : A : jika terdapat lebih dari 9 bulan basah berurutan. B : jika terdapat 7 9 bulan basah berurutan. C : jika terdapat 5 6 bulan basah berurutan. D : jika terdapat 3 4 bulan basah berurutan. E : jika terdapat kurang dari 3 bulan basah berurutan.

10 Sumber : Oldeman dkk (1980). Gambar diatas menunjukkan bahwa Oldeman membagi 5 daerah agroklimat berdasarkan kebutuhan air, : a. A1 bulan basah > 9 bulan berurutan b. B1 terdapat 7-9 bulan basah berurutan dan 1 bulan kering c. B2 terdapat 7-9 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering d. C1 terdapat 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering e. C2 terdapat 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering f. C3 terdapat 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering g. D1 terdapat 3-4 bulan basah berurutan dan 1 bulan kering h. D2 terdapat 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering i. D3 terdapat 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering j. E1 terdapat < 3 bulan basah berurutan dan < 2 bulan kering k. E2 terdapat < 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering l. E3 terdapat < 3 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering

11 m. E4 terdapat < 3 bulan basah berurutan > 6 bulan kering

12 E. KESIMPULAN 1. Curah hujan bulanan selama 10 tahun pada beberapa daerah di Indonesia berbeda-beda tergantung jumlah nilai bulan basah dan bulan keringnya. 2. Menurut metode Oldeman, daerah Banjarnegara, Klampok, Bukateja dan Wanadadi memiliki zona agroklimat yang sama yaitu B2, sedangkan daerah Krikil memiliki zona agroklimat C3. 3. Menurut metode Schmidth-Ferguson daerah Banjarnegara dan Wanadadi merupakan daerah yang sangat basah. Sedangkan daerah Klampok, Krikil dan Bukateja merupakan daerah basah. 4. Menurut metode penggolongan iklim menurut Oldeman suatu buan dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm sedangkan yang dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm. 5. Menurut metode penggolongan iklim Schmidth-Ferguson, bulan basah yaitu bulan yang menerima curah hujan lebih besar dari 100 mm sedangkan bulan kering yaitu bulan yang menerima curah hujan kurang dari 60 mm. 6. Pengklasifikasi iklim menurut Schmidth-Ferguson di dasarkan pada ratarata jumlah Bulan Basah dan jumlah Bulan Kering dengan menggunakan symbol Q yaitu :

13 3. Pengklasifikasian iklim menurut Oldeman didasarkan pada jumlah bulan basah berurutan dan jumlah bulan kering yang berurutan pula.

14 DAFTAR PUSTAKA Handoko, Ahmad Penerimaan Radiasi Surya di Permukaan Bumi Sangat Bervariasi Menurut Tempat dan Waktu. Balai Pustaka. Jakarta. Kertasapoetra, A. G Klimatologi. Pengaruh Iklim Terhadap Tanah dan Tanaman. PT. Bumi Aksara. Jakarta. Lakitan, Benyamin Dasar-Dasar Klimatologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Leimeheriwa, Samuel Pengembangan Komoditas Pertanian Berdasarkan Pendekatan Iklim. IPB Press. Bogor Oldeman, R. L., I. Las dan Muladi The Agro-Climate Maps of Kalimantan, Maluku, Irian Jaya and Bali West and East Nusa Tenggara Contrib. Centre. Res. Inst. Agrc. Bogor. Tjasyono, B Klimatologi. ITB Press. Bandung. Waryono Pengantar Meteorologi dan Klimatologi. PT. Bina Ilmu. Surabaya.

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi).

Bulan Basah (BB) : Bulan dengan curah hujan lebih dari 100 mm (jumlah curah hujan bulanan melebihi angka evaporasi). 1. Klasifikasi Iklim MOHR (1933) Klasifikasi iklim di Indonesia yang didasrakan curah hujan agaknya di ajukan oleh Mohr pada tahun 1933. Klasifikasi iklim ini didasarkan oleh jumlah Bulan Kering (BK) dan

Lebih terperinci

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah KLASIFIKASI IKLIM Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah hujan (presipitasi).

Lebih terperinci

MINI RISERT METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI MENGHITUNG CURAH HUJAN

MINI RISERT METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI MENGHITUNG CURAH HUJAN MINI RISERT METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI MENGHITUNG CURAH HUJAN Oleh : Nama : Lia muniar Lumbantoruan Nim : 3173131021 Dosenpengampu : Drs. Kamarlin Pinm,M.Si Riki Rahmad,S.Pd.,M.Sc PENDIDIKAN GEOGRAFI

Lebih terperinci

ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN

ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN TUGAS MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI Disusun Oleh : Samuel Novan Manik 3173331043 JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS

Lebih terperinci

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life

Klasifikasi Iklim. Klimatologi. Meteorology for better life Klasifikasi Iklim Klimatologi Klasifikasi?? Unsur-unsur iklim tidak berdiri sendiri tetapi saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Terdapat kecenderungan dan pola yang serupa apabila faktor utama

Lebih terperinci

KLASIFIKASI IKLIM. Arif Ashari

KLASIFIKASI IKLIM. Arif Ashari KLASIFIKASI IKLIM Arif Ashari - 2017 Referensi: Tjasyono, B. 2004. Klimatologi, Edisi Kedua. Bandung: Penerbit ITB Tjasyono, B. 1999. Klimatologi Umum. Bandung: Penerbit ITB Tjasyono, B. 1992. Klimatologi

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN

Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN L A M P I R A N Lampiran 1. Peta wilayah Kelurahan Situgede, Kec. Bogor Barat, Kota Bogor LOKASI PENGAMATAN 50 Lampiran 2. Struktur Lahan Sawah Menurut Koga (1992), struktur lahan sawah terdiri dari: 1.

Lebih terperinci

KESESUAIAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN THE CLIMATE SUITABILITY FOR PLANT S GROWTH

KESESUAIAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN THE CLIMATE SUITABILITY FOR PLANT S GROWTH Nur Kusama Dewi Kesesuaian Ilkim Tterhadap Pertumbuhan Tanaman KESESUAIAN IKLIM TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN THE CLIMATE SUITABILITY FOR PLANT S GROWTH Nur Kusuma Dewi * Staf Pengajar jurusan Biologi FMIPA

Lebih terperinci

KLASIFIKASI IKLIM. Agroklimatologi ROMMY ANDHIKA LAKSONO

KLASIFIKASI IKLIM. Agroklimatologi ROMMY ANDHIKA LAKSONO KLASIFIKASI IKLIM Agroklimatologi ROMMY ANDHIKA LAKSONO IKLIM Iklim merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau dikatakan iklim merupakan rerata cuaca (selama 30 tahun). Faktor pengendali

Lebih terperinci

LAPORAN MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN.

LAPORAN MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN. LAPORAN MINI RISET METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL UNTUK KOTA MEDAN Dosen Pengampu: Drs. Kamarlin Pinem, M.Si Riki Rahmad, S.Pd., M.Sc. Oleh

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Program Studi : Pendidikan Geografi Nama Mata Kuliah : Praktikum Meteorologi Klimatologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya isu kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan karena berbagai hal seperti polusi, hujan asam, efek

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya isu kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan karena berbagai hal seperti polusi, hujan asam, efek BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Munculnya isu kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan karena berbagai hal seperti polusi, hujan asam, efek rumah kaca, kenaikan suhu bumi, kenaikan permukaan air

Lebih terperinci

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA. Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES. Abstrak PENDAHULUAN KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA Tukidi Jurusan Geografi FIS UNNES Abstrak Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan monsun),

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Iklim dan Cuaca Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi berbeda pengertian, khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan

Lebih terperinci

Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah

Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan Volume 1, Nomor 2, Agustus 2016 Artikel Hasil Penelitian, Hal. 9-17 Kajian Curah Hujan untuk Pemutahiran Tipe Iklim Beberapa Wilayah di Kalimantan Tengah Sari Marlina

Lebih terperinci

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu

Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Analisis Karakteristik Intensitas Curah Hujan di Kota Bengkulu Arif Ismul Hadi, Suwarsono dan Herliana Abstrak: Penelitian bertujuan untuk memperoleh gambaran siklus bulanan dan tahunan curah hujan maksimum

Lebih terperinci

PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA

PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA PENYUSUNAN SOFTWARE APLIKASI SPASIAL UNTUK MENENTUKAN TINGKAT KEKERINGAN METEOROLOGI DI INDONESIA Adi Witono, Lely Q.A, Hendra Sumpena Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN witonoadi@yahoo.com,

Lebih terperinci

Analisis Spasial Penentuan Iklim Menurut Klasifikasi Schmidt-Ferguson dan Oldeman di Kabupaten Ponorogo

Analisis Spasial Penentuan Iklim Menurut Klasifikasi Schmidt-Ferguson dan Oldeman di Kabupaten Ponorogo Sasminto et al. Jurnal Sumberdaya Alam & Lingkungan 51 Analisis Spasial Penentuan Iklim Menurut Klasifikasi Schmidt-Ferguson dan Oldeman di Kabupaten Ponorogo Spatial Analysis for Climate etermination

Lebih terperinci

Perlu diketahui bahwa untuk mengetahui penyimpangan iklim harus berdasarkan pada harga normal suatu harga rerata selama 30 tahun.

Perlu diketahui bahwa untuk mengetahui penyimpangan iklim harus berdasarkan pada harga normal suatu harga rerata selama 30 tahun. IKLIM Merupakan gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau merupakan rata-rata cuaca. Anasir iklim: Anasir Cuaca Untuk mencari harga rata-rata tergantung kebutuhan dan keadaan. Perlu diketahui bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geografi merupakan ilmu yang menguraikan tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna dan berbagai hasil yang diperoleh dari bumi. Dalam geografi modern, geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Curah hujan dan ketersediaan air tanah merupakan dua faktor utama yang saling berkaitan dalam memenuhi kebutuhan air tanaman. Terutama untuk tanaman pertanian. yang

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU

ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU ANALISIS KARAKTERISTIK INTENSITAS CURAH HUJAN DI KOTA BENGKULU Arif Ismul Hadi, Suwarsono, dan Herliana Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Bengkulu Jl. Raya Kandang Limun, Bengkulu, Telp. (0736)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat

Lampiran 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat 45 Lampiran 1. Segitiga Oldeman Untuk Menentukan Kelas Agroklimat Sumber : Handoko (1995) 46 Lampiran 2. Segitiga Tekstur Tanah Usda Sumber : Foth (1998) 47 Lampiran 3. Zona Agroklimat dan Kesesuaian untuk

Lebih terperinci

KAJIAN EVALUASI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN CENDANA DINUSA TENGGARA TIMUR

KAJIAN EVALUASI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN CENDANA DINUSA TENGGARA TIMUR Edisi Khusus Masalah Cendana NTT Berita Biologi, Volume 5, Nomor 5, Agustus 2001 KAJIAN EVALUASI LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN CENDANA DINUSA TENGGARA TIMUR Marwan Hendrisman, Hendri Sosiawan dan Gatot Irianto

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, -1- SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

(ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM, DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL DI KOTA MEDAN KAB/KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA)

(ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM, DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL DI KOTA MEDAN KAB/KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA) (ANALISIS CURAH HUJAN, TIPE IKLIM, DAN EVAPOTRANSPIRASI POTENSIAL DI KOTA MEDAN KAB/KOTA MEDAN PROVINSI SUMATERA UTARA) TUGAS MINI RISET MATA KULIAH (METEOROLOGI DAN KLIMATOLOGI) TRI SUSANTO 3172131007

Lebih terperinci

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA

EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA EVALUASI CUACA BULAN JUNI 2016 DI STASIUN METEOROLOGI PERAK 1 SURABAYA OLEH : ANDRIE WIJAYA, A.Md FENOMENA GLOBAL 1. ENSO (El Nino Southern Oscillation) Secara Ilmiah ENSO atau El Nino dapat di jelaskan

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

1. Latar Belakang. 2. Tinjauan Pustaka

1. Latar Belakang. 2. Tinjauan Pustaka 1. Latar Belakang Indonesia mempunyai kompleksitas dalam fenomena cuaca dan iklim. Atmosfer diatas Indonesia sangat kompleks dan pembentukan awannya sangat unik. Secara latitudinal dan longitudinal, Indonesia

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu. 25 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak dan luas DAS Cisadane segmen Hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane secara keseluruhan terletak antara 106º17-107º BT dan 6º02-6º54 LS. DAS Cisadane segmen hulu berdasarkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG

KATA PENGANTAR. Semarang, 22 maret 2018 KEPALA STASIUN. Ir. TUBAN WIYOSO, MSi NIP STASIUN KLIMATOLOGI SEMARANG KATA PENGANTAR Stasiun Klimatologi Semarang setiap tahun menerbitkan buku Prakiraan Musim Hujan dan Prakiraan Musim Kemarau daerah Propinsi Jawa Tengah. Buku Prakiraan Musim Hujan diterbitkan setiap bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Geografi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan kausal gejalagejala di permukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut kehidupan makhluk hidup

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN PETA AGROKLIMAT KLASIFIKASI OLDEMAN DI PULAU LOMBOK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

PEMUTAKHIRAN PETA AGROKLIMAT KLASIFIKASI OLDEMAN DI PULAU LOMBOK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Pemutahiran Peta Agroklimat (A.S. As-Syakur) PEMUTAKHIRAN PETA AGROKLIMAT KLASIFIKASI OLDEMAN DI PULAU LOMBOK DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UPDATING AGROCLIMATE MAP BASED ON OLDEMAN CLASSIFICATION

Lebih terperinci

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali

Gambar 2 Sebaran Sawah Irigasi dan Tadah Hujan Jawa dan Bali 7 Lambang p menyatakan produktivitas (ton/ha), Δp persentase penurunan produktivitas (%). Penggunaan formula linest dengan menggunakan excel diatas akan menghasilkan nilai m yang dapat diinterpretasikan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN INTISARI ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN i ii iii iv v vi viii xi xii xiii BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TESIS. Oleh AYI SUDRAJAT /PSL L A H SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

TESIS. Oleh AYI SUDRAJAT /PSL L A H SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 PEMETAAN KLASIFIKASI IKLIM OLDEMAN DAN SCHMIDTH-FERGUSSON SEBAGAI UPAYA PEMANFAATAN SUMBERDAYA IKLIM DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI SUMATERA UTARA TESIS Oleh AYI SUDRAJAT 077004004/PSL S E K O L

Lebih terperinci

ANALISIS AGIHAN IKLIM KLASIFIKASI OLDEMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN CILACAP JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS AGIHAN IKLIM KLASIFIKASI OLDEMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN CILACAP JURNAL PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS AGIHAN IKLIM KLASIFIKASI OLDEMAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN CILACAP Analysis of Oldeman Climate Clasification Distribute Using Geographycal Information System in Cilacap

Lebih terperinci

Dalam rangka pengembangan kapasitas pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut:

Dalam rangka pengembangan kapasitas pegawai Direktorat Jenderal Kekayaan Negara tahun 2015, dengan ini kami sampaikan hal-hal sebagai berikut: ~ OOai Iskandar A I NIP 19600124{981121002 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN NEGARA SEKRETARIAT DIREKTORAT JENDERAL GEDUNG SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA IlLANTAI 9 SELATAN

Lebih terperinci

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia :

Pegunungan-Pegunungan di Indonesia : Pegunungan Jaya Wijaya di Irian Jaya. Pegunungan Bukit Barisan di Sumatra. Dataran tinggi di Indonesia : JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SD V (LIMA) ILMU PENGETAHUAN ALAM KENAMPAKAN ALAM DAN BUATAN DI INDONESIA A. KENAMPAKAN ALAM 1. Ciri-Ciri Kenampakan Alam Kenampakan Alam di Indonesia mencakup

Lebih terperinci

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA)

PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) PRAKIRAAN MUSIM HUJAN 2011/2012 PADA ZONA MUSIM (ZOM) (DKI JAKARTA) Sumber : BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA I. PENDAHULUAN Wilayah Indonesia berada pada posisi strategis, terletak di daerah

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT)

PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT) PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PERTANIAN UTAMA DI KABUPATEN CIANJUR BERDASARKAN PROFIL KETINGGIAN TEMPAT (TINJAUAN PADA EMPAT KETINGGIAN TEMPAT) YASA ISMAIL ADIE DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA PRODUKSI APEL BATU Oleh : Ruminta dan Handoko

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA PRODUKSI APEL BATU Oleh : Ruminta dan Handoko DAMPAK PERUBAHAN IKLIM PADA PRODUKSI APEL BATU Oleh : Ruminta dan Handoko 1. Pertumbuhan Apel dan Pengaruh Iklim Apel (Malus sylvestris Mill) merupakan tanaman buah tahunan yang berasal dari daerah Asia

Lebih terperinci

ROMMY ANDHIKA LAKSONO. Agroklimatologi

ROMMY ANDHIKA LAKSONO. Agroklimatologi ROMMY ANDHIKA LAKSONO Agroklimatologi Gambar : Pembagian daerah iklim matahari A. Iklim Matahari Iklim matahari didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahari yang diterima oleh permukaan bumi. Pembagiannya

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Negara, September 2015 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI NEGARA BALI. NUGA PUTRANTIJO, SP, M.Si. NIP 1 KATA PENGANTAR Publikasi Prakiraan Awal Musim Hujan 2015/2016 di Propinsi Bali merupakan salah satu bentuk pelayanan jasa klimatologi yang dihasilkan oleh Stasiun Klimatologi Negara Bali. Prakiraan Awal

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) OLEH: F E R U

SISTEM INFORMASI PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) OLEH: F E R U SISTEM INFORMASI PERKUMPULAN PETANI PEMAKAI AIR (P3A) OLEH: F E R U 06 118 028 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 Sistem Informasi Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) Abstrak

Lebih terperinci

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan

Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan Pengaruh Curah Hujan terhadap Produksi Kedelai di Kabupaten Konawe Selatan Selatan Musyadik 1 dan Pungky Nungkat 2 1 BPTP Sulawesi Tenggara; 2 Fakultas Pertanian Universitas Tulungagung, Jawa Timur E-mail:

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA

SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA LAMPIRAN 1 KEPUTUSAN PRESIDEN SUSUNAN KEANGGOTAAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA PARIWISATA INDONESIA-SINGAPURA 1. Ketua : Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya; 2. Sekretaris : Staf Ahli Menteri Koordinator

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER Program Studi : Pendidikan Geografi Nama Mata Kuliah : Meteorologi dan Klimatologi Kode

Lebih terperinci

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis

Faktor-faktor Pembentuk Iklim Indonesia. Perairan laut Indonesia Topografi Letak astronomis Letak geografis IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun dan meliputi wilayah yang luas. Secara garis besar Iklim dapat terbentuk karena adanya: a. Rotasi dan revolusi

Lebih terperinci

Berikut tempat uji kompetensi pelaksanaan seleksi CPNS Tahun 2014 di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Berikut tempat uji kompetensi pelaksanaan seleksi CPNS Tahun 2014 di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tabel Wilayah Tempat Uji Kompetensi Berikut tempat uji kompetensi pelaksanaan seleksi CPNS Tahun 2014 di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Wila yah Unit Kerja TUK Provinsi Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

DATA PEMBANGUNAN RUSUNAWA Tahun Anggaran Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum

DATA PEMBANGUNAN RUSUNAWA Tahun Anggaran Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum DATA PEMBANGUNAN RUSUNAWA Tahun Anggaran 2003-2011 Direktorat Pengembangan Permukiman Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum NO PROPINSI KOTA / KABUPATEN / LOKASI A. TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia: Pengaruh Letak Geografis Terhadap Kondisi Alam dan Flora Fauna di Indonesia Garis Lintang: adalah garis yang membelah muka bumi menjadi 2 belahan sama besar yaitu Belahan Bumi Utara dan Belahan Bumi Selatan.

Lebih terperinci

I. INFORMASI METEOROLOGI

I. INFORMASI METEOROLOGI I. INFORMASI METEOROLOGI I.1 ANALISIS DINAMIKA ATMOSFER I.1.1 MONITORING DAN PRAKIRAAN FENOMENA GLOBAL a. ENSO ( La Nina dan El Nino ) Berdasarkan pantauan suhu muka laut di Samudra Pasifik selama bulan

Lebih terperinci

LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT

LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT LAMPIRAN IV SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16/SEOJK.03/2015 TENTANG BANK PERKREDITAN RAKYAT - 1 - DAFTAR WILAYAH KERJA DAN ALAMAT KANTOR REGIONAL DAN KANTOR OTORITAS JASA KEUANGAN BERDASARKAN

Lebih terperinci

Bab 3 Metode Perancangan Model

Bab 3 Metode Perancangan Model 23 Bab 3 Metode Perancangan Model 1.1 Metode Penelitian Tahapan penelitian ini dibagi menjadi 5 langkah, yaitu : 1. Rumusan masalah 2. Pengumpulan data 3. Input data dan analisis data 4. Perhitungan dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 16 5.1 Hasil 5.1.1 Pola curah hujan di Riau BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Data curah hujan bulanan dari tahun 2000 sampai dengan 2009 menunjukkan bahwa curah hujan di Riau menunjukkan pola yang sama dengan

Lebih terperinci

sebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah

sebagainya, termasuk dalam proses pembentukan tanah (klimat soil) yaitu tanah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan di dunia yang memiliki kekayaan tanah, air dan udara, dengan sejumlah kekayaan tersebut merupakan nikmat yang

Lebih terperinci

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali.

global warming, periode iklim dapat dihitung berdasarakan perubahan setiap 30 tahun sekali. 4.5. Iklim 4.5.1. Tipe Iklim Indonesia merupakan wilayah yang memiliki iklim tropis karena dilewati garis khatulistiwa. Iklim tropis tersebut bersifat panas dan menyebabkan munculnya dua musim, yaitu musim

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Desember 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Februari, Maret dan April 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017

Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA. Volume 7, Agustus 2017 Buletin Pemantauan Ketahanan Pangan INDONESIA Volume 7, Agustus 2017 IKLIM DAN KETAHANAN PANGAN April - Juni 2017 Rendahnya kejadian kebakaran hutan Musim panen utama padi dan jagung lebih tinggi dari

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... xv xvii xviii I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1 B. Identifikasi Masalah... 7 C. Rumusan Masalah... 7 D. Tujuan Penelitian... 8 E. Kegunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak tahun 1980-an para peneliti meteorologi meyakini bahwa akan terjadi beberapa penyimpangan iklim global, baik secara spasial maupun temporal. Kenaikan temperatur

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Februari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Februari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan April, Mei dan Juni 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS

FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS FAKTOR-FAKTOR PEMBENTUK IKLIM INDONESIA. PERAIRAN LAUT INDONESIA TOPOGRAFI LETAK ASTRONOMIS LETAK GEOGRAFIS IKLIM INDONESIA Pengertian Iklim Iklim adalah keadaan cuaca rata-rata dalam waktu satu tahun

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum 1. Letak Geografis dan Astronomis Indonesia Serta Pengaruhnya Letak geografi Indonesia dan letak astronomis Indonesia adalah posisi negara Indonesia

Lebih terperinci

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial

1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Unsur-unsur Iklim 1. Tekanan Udara 2. Radiasi Surya 3. Lama Penyinaran - 4. Suhu Udara 5. Kelembaban Udara 6. Curah Hujan 7. Angin 8. Evapotranspirasi Potensial Puncak Atmosfer ( 100 km ) Tekanan Udara

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PERTANIAN Klasifikasi Sub Tipe Iklim Oldeman: Studi Kasus di Wilayah UPT PSDA Bondowoso

TEKNOLOGI PERTANIAN Klasifikasi Sub Tipe Iklim Oldeman: Studi Kasus di Wilayah UPT PSDA Bondowoso TEKNOLOGI PERTANIAN Klasifikasi Sub Tipe Iklim Oldeman: Studi Kasus di Wilayah UPT PSDA Bondowoso Classification of Sub Type Oldeman Climate: Study at UPT PSDA Bondowoso Area Novita Sari ), Indarto, Sri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Daerah Aliran Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Manan (1976) Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat

Lebih terperinci

INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DARI PERGESERAN BULAN BASAH, KERING, DAN LEMBAB

INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DARI PERGESERAN BULAN BASAH, KERING, DAN LEMBAB ISBN : 978-979-79--8 INDIKASI PERUBAHAN IKLIM DARI PERGESERAN BULAN BASAH, KERING, DAN LEMBAB Lilik Slamet S., Sinta Berliana S. Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim LAPAN, lilik_lapan@yahoo.com,

Lebih terperinci

SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA

SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 2015 BERDASARKAN JENIS BELANJA SUMBER ANGGARAN KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TA 215 BERDASARKAN JENIS NO SUMBER ANGGARAN RINCIAN ANGGARAN TA 215 (dalam ribuan rupiah) BARANG MODAL JUMLAH 1 RUPIAH MURNI 629459711 1.468.836.8 42882193 2.527.117.694

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA JAKARTA, MEDAN, DAN UJUNG PANDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA JAKARTA, MEDAN, DAN UJUNG PANDANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI TATA USAHA NEGARA JAKARTA, MEDAN, DAN UJUNG PANDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C

Tz 1 = (28,4 0,59 x h ) o C Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: Bulan kering (BK): Bulan dengan C

Lebih terperinci

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM?

KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? KEKERINGAN TAHUN 2014: NORMAL ATAUKAH EKSTRIM? * Parwati Sofan, Nur Febrianti, M. Rokhis Khomarudin Kejadian kebakaran lahan dan hutan di Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah pada pertengahan bulan September

Lebih terperinci

DAFTAR UNDANGAN PENGADILAN TINGGI DAN PENGADILAN NEGERI YANG MENERIMA SERTIFIKAT AKREDITASI TAHUN 2017

DAFTAR UNDANGAN PENGADILAN TINGGI DAN PENGADILAN NEGERI YANG MENERIMA SERTIFIKAT AKREDITASI TAHUN 2017 DAFTAR UNDANGAN PENGADILAN TINGGI DAN PENGADILAN NEGERI YANG MENERIMA SERTIFIKAT AKREDITASI TAHUN 2017 1 WILAYAH JAWA TIMUR 1 PENGADILAN NEGERI SURABAYA 2 PENGADILAN NEGERI BANYUWANGI 3 PENGADILAN NEGERI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER.22/MEN/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA

Lebih terperinci

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR

Prakiraan Musim Kemarau 2018 Zona Musim di NTT KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) setiap tahun menerbitkan dua jenis prakiraan musim yaitu Prakiraan Musim Kemarau diterbitkan setiap bulan Maret dan Prakiraan Musim Hujan

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA BELANJA MELALUI KPPN DAN BUN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 211 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 18 DEPARTEMEN PERTANIAN : 4 DITJEN HORTIKULTURA : LRBEB 1b : 9 Maret 215 : 1 SEMULA SETELAH 1 IKHTISAR

Lebih terperinci

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION

3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION 3. FUNDAMENTAL OF PLANTS CULTIVATION Reddy, K.R. and H.F. Hodges. 2000. Climate Change and Global Crop Productivity. Chapter 2. p. 2 10. Awan 1. Climate 2. Altitude Rta Rd RI Rpd 3. Land suitability 4.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Kondisi Wilayah Kabupaten Gorontalo Kabupaten Gorontalo terletak antara 0 0 30 0 0 54 Lintang Utara dan 122 0 07 123 0 44 Bujur Timur. Pada tahun 2010 kabupaten ini terbagi

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Buletin Analisis Hujan Bulan April 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2013 KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan

Lebih terperinci

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI

KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan September 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan November, Desember 2013 dan Januari 2014 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.538,2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR : 10/PER/M.KOMINFO/03/2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA NOMOR 03 /PER/M.KOMINFO/03/2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang harus dipenuhi. Di Indonesia salah satu tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi masyarakat selain padi dan jagung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan klasifikasi iklim global, wilayah kepulauan Indonesia sebagian besar tergolong dalam zona iklim tropika basah dan sisanya masuk zona iklim pegunungan. Variasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN ZONA AGROKLIMAT DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DITINJAU DARI KLASIFIKASI IKLIM MENURUT OLDEMAN

ANALISIS PERUBAHAN ZONA AGROKLIMAT DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DITINJAU DARI KLASIFIKASI IKLIM MENURUT OLDEMAN ANALISIS PERUBAHAN ZONA AGROKLIMAT DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DITINJAU DARI KLASIFIKASI IKLIM MENURUT OLDEMAN Irwanda Wredaningrum Irwanda.wredaningrum@yahoo.com Sudibyakto sudibyakto@gmail.com Abstract

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 September 2016 s/d 18 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 September 2016 s/d 18 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 14 September 2016 s/d 18 September 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 14 September 2016 Rabu, 14 September 2016 SELAT MALAKA BAGIAN

Lebih terperinci

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan

Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas. Benyamin Lakitan Materi 04 Pertimbangan dalam Pemilihan Komoditas Benyamin Lakitan Dasar Pertimbangan Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dipengaruhi oleh kondisi iklim (faktor iklim) Sebagian besar unsur hara yang dibutuhkan

Lebih terperinci

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA

NO. JUMLAH PENCA BERAT NO. JUMLAH PENCA BERAT PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA PROVINSI/KABUPATEN/KOTA POPULASI PENCA LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 31/HUK/2010 TANGGAL : 26 APRIL 2010 TENTANG : PENETAPAN NAMA-NAMA PENYANDANG CACAT BERAT PENERIMA BANTUAN DANA JAMINAN SOSIAL TAHUN 2010 NO.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 1998 TENTANG TIM KOORDINASI DAN SUB TIM KOORDINASI KERJASAMA EKONOMI SUB REGIONAL Menimbang: a. bahwa Kerjasama Ekonomi Sub Regional antar daerah-daerah

Lebih terperinci