BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
|
|
- Yuliani Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Hewan Coba FK UNS Surakarta dan Laboratorium Patologi Anatomi FK UNS Surakarta selama periode bulan Februari2016. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan desain randomized controlled trial yang menggunakan tikus Wistar dengan umur 2-2,5 bulan dan berat badan antara gram yang diberi perlakuan dilakukan incisi sepanjang 2 cm. Pada kelompok perlakuan diberikan Ketotifen dengan dosis 0,3 mg/kg bb. Pemberian Ketotifen dilakukan setelah incisi dan dilanjutkan dengan pemberian dosis ulangan tiap 12 jam selama 6 hari.setelah 6 hari pasca incisi, dilakukan euthanasia pada tikus Wistar dengan dibius menggunakan Ketamin 50mg/kg BB IM, dan selanjutnya dilakukan dislokasi tulang servikal. Setelah tikus dimatikan, kemudian pada jaringan bekas incisi dibuat eksisi biopsi, dan dimasukkan ke dalam larutan buffer. Untuk selanjutnya jaringan dibawa ke laboratorium patologi anatomi untuk dibuat preparat dengan menggunakan pengecatan khusus Toluidine Blue. 1. Deskripsi Data Infiltrasi sel Mast jaringan dari tiap kelompok dilihat dengan menggunakan pengecatan khusus Toluidine Blue. Hasilnya dihitung dengan menggunakan mikroskop Olympus BW 5. Dengan perbesaran 400x, pada lima lapang pandang dan dihitung sel yang positif pada lapang pandang tersebut. Luas luka didapatkan dengan melakukan pengukuran dengan alat ukur dengan bantuan perangkat lunak sehingga didapatkan luas luka yang sesuai. 41
2 42 Gambar 7. Grafik box plot infiltrasi sel Mast Gambar 8. Grafik box plot luas luka
3 43 Dari grafik box plot terlihat bahwa infiltrasi sel Mast (gambar 7) dan luas luka (gambar 8) dari kelompok tikus yang diberikan Ketotifen terlihat lebih kecil dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Ketotifen pada hewan coba yang dilakukan luka incisi, secara bermakna akan mengurangi luas luka jika dibandingkan dengan hewan coba yang tanpa pemberian Ketotifen. 2. Uji Normalitas Uji Normalitas ditujukan untuk mengetahui apakah data laboratoris terdistribusi normal atau tidak. Pengujian dilakukan dengan uji Shapiro-Wilk. Tabel 3. Uji Normalitas data infiltrasi sel Mast Kelompok p* Keterangan Kontrol.217 Normal Perlakuan.485 Normal Normal bila p >0.05 Tabel 4. Uji Normalitas data luas luka Kelompok p* Keterangan Kontrol.290 Normal Perlakuan.561 Normal Normal bila p >0.05 Dari tabel 3 menunjukkan data untuk penghitungan infiltrasi sel Mast kelompok kontrol dan perlakuan mempunyai varians data normal (p > 0.05). Dari tabel 4. menunjukkan untuk data pengukuran luas luka, kelompok kontrol dan perlakuan mempunyai varians data normal (p > 0.05).
4 44 3. Uji Beda Infiltrasi Sel Mast dan Luas Luka Uji beda infiltrasi sel Mast dan luas luka dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan bermakna antara infiltrasi sel Mast dan luas luka pada kelompok placebo dibandingkan dengan kelompok kontrol dan perlakuan. Uji beda ini dilakukan dengan menggunakan uji statistik Independent t-test karena didapatkan distribusi data yang normal. Tabel 5. Hasil uji beda Independent t-test luas luka kelompok kontrol dan perlakuan Kelompok Mean Mean Difference Std error p* Kontrol (sel) / Perlakuan (sel) / *signifikan bila p < Tabel 6. Hasil uji beda Independent t-test infiltrasi sel Mast kelompok kontrol dan perlakuan Kelompok Mean Mean Difference Std error p* Kontrol (mm 2 ) / Perlakuan (mm 2 ) /-4.33 *signifikan bila p < Dari tabel 5 didapatkan adanya perbedaan infiltrasi sel Mast yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan (p < 0.05). Rerata dari kelompok tikus yang diberikan perlakuan terlihat lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol. Dari tabel 6 didapatkan adanya perbedaan luas luka yang signifikan antara kelompok kontrol dan perlakuan (p < 0.05). Rerata dari kelompok tikus yang diberikan Ketotifen terlihat lebih kecil dibandingkan dengan kelompok tikus kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian Ketotifen pada hewan coba yang dilakukan luka incisi, secara bermakna akan mengurangi luas luka dan infiltrasi sel Mast jika dibandingkan dengan hewan coba yang tanpa pemberian Ketotifen.
5 Gambar 9 : infiltrasi sel Mast di sekitar luka incisi dengan pengecatan Toluidine Blue difoto dengan mikroskop Olympus BW5 dengan perbesaran 400x. Kiri: infiltrasi sel Mast dengan pemberian placebo setelah 6 hari(kontrol). Kanan : infiltrasi sel Mast dengan pemberian Ketotifen 0.3mg/kgBB per 12 jam setelah 6 hari. Sel Mast tampak berwarna ungu. 45
6 Gambar 10 : Luas luka diukur dengan teknik fotografi dibantu dengan piranti lunak IMAGEJ. Kiri: luas luka incisi dengan pemberian placebo setelah 6 hari(kontrol). Kanan : luas luka incisi dengan pemberian Ketotifen 0.3mg/kgBB per 12 jam setelah 6 hari. Bidang yang dibatasi garis berwarna kuning adalah batas tepi luka. 46
7 47 B. Pembahasan Penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase temporal yang saling tumpang tindih, yaitu: hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan maturasi. Sel Mast adalah sel yang umum ditemukan sebagai resident, secara tradisional sel Mast disebutkan sebagai sel efektor dari reaksi alergi yang dapat menyimpan dan mensintesis de Novo banyak mediator pada saat aktivasi oleh berbagai rangsangan. Wawasan baru yang menarik menunjukkan keterlibatan sel Mast dalam gangguan patogenesis jaringan ikat termasuk penyembuhan luka dan fibrosis. Penyembuhan luka yang tidak normal dikaitkan dengan peningkatan jumlah sel Mast yang secara strategis terletak di sekitar pembuluh darah. Manipulasi terapi terhadap populasi sel Mast dan reaktivitasnya mungkin dapat memperbaiki dan bahkan mencegah proses perbaikan yang terganggu yang belum ada obatnya (Oskeritzian C., 2012). Ketotifen sebagai stabilisator sel Mast mencegah degranulasi sel Mast, yang akan meningkatkan produksi sitokin pro inflamasi yang memicu masuknya sel Netrofil, Makrofag dan sel Mast tambahan dalam jumlah besar ke dalam jaringan. (Chen Lin et al., 2014; Finn dan Walsh, 2013; Monument et al., 2010). Pada penelitian ini, 20 ekor tikus Wistar dibuat incisi sepanjang 2 cm sedalam subkutan pada punggungnya. 10 ekor diantaranya diberikan Ketotifen oral, yang dilakukan pada dua jam sebelum incisi sampai 6 hari pasca incisi, dengan waktu pemberian dilakukan tiap 12 jam, 10 ekor lainnya diberi perlakuan dengan placebo sebagai kelompok kontrol. Pada hari ke enam, dilakukan pengambilan gambar dengan kamera digital pada luka dan kemudian diambil jaringan pada seluruh sampel dan dilanjutkan dengan pembuatan dan pengecatan preparat sampai pada pembacaan hasil. Pengambilan biopsi jaringan dilakukan pada hari keenam, dimana healing cascade diperkirakan sudah memasuki tahap proliferasi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna terhadap infiltrasi sel Mast diantara kelompok kontrol dan perlakuan (p < 0.05). Untuk uji normalitas menunjukkan kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan mempunyai varians data normal dengan p > Untuk luas luka juga terdapat perbedaan yang bermakna terhadap luas luka diantara kelompok kontrol dan perlakuan (p < 0.05). Untuk uji normalitas menunjukkan kelompok kontrol dengan perlakuan mempunyai varians data normal dengan p > 0.05.
8 48 Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian Ketotifen dengan dosis 0.3mg/kg BB, dimana dosis tersebut merupakan dosis konversi tikus dengan dosis 0.025mg/kg BB orang dewasa, efektif dalam menurunkan luas luka dan infiltrasi sel Mast yang terjadi pasca incisi. Hal itu dilihat dari adanya perbedaan yang signifikan luas luka dan infiltrasi sel Mast antara kelompok Ketotifen dengan kelompok kontrol. Pada kelompok Ketotifen, terjadi penurunan yang signifikan terhadap luas luka maupun infiltrasi sel Mast. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Serna H. dan kawankawan (2006) membuktikan bahwa dengan pemberian Ketotifen mampu mengurangi infiltrasi sel Mast di jaringan mukosa usus tikus Sprague-Dawley sehingga mencegah hiperplasia mukosa usus dan eksaserbasi respon motorik akibat inflamasi intestinum. Penelitian Monument MJ dan kawan-kawan (2010) juga menyatakan adanya penurunan infitrasi sel Mast pada kapsul sendi kelinci setelah pemberian Ketotifen, penelitian ini mendemonstrasikan bahwa hewan yang diberikan stabilisator sel Mast dapat mengurangi secara signifikan terhadap beratnya kontraktur sendi, kadar miofibroblas dan hiperplasia sel Mast. Penelitian Nauta dan kawan-kawan (2013) mem bandingkan penyembuhan luka antara jenis tikus C57BL/6-Kit(W-sh/W-sh), WBB6F1-Kit(W/W-v), and Cpa3-Cre; Mcl- 1(fl/fl) dan tikus wild type sebagai kontrol, dari penelitian tersebut didapatkan bahwa tidak ada perbedaan kecepatan penutupan luka antara tikus dengan defisiensi sel Mast dibandingkan dengan tikus kontrol, juga tidak didapatkan perbedaaan jaringan parut yang terjadi dan kolagen yang terbentuk antara tikus dengan defisiensi sel Mast dibandingkan tikus kontrol, hal ini membuktikan bahwasanya sel Mast tidak terlalu penting dalam proses penyembuhan. Sebaliknya penelitian Weller dan kawan-kawan (2006) dengan subyek MCdeficient Kit W / Kit WƲ, tikus normal dengan Kit +/+, dan tikus dengan MC-reconstituted Kit W / Kit WƲ. Pada penelitian ini didapatkan bahwa pada tikus dengan defisiensi sel Mast, didapatkan rekrutmen Netrofil lebih rendah, permeabilitas vaskuler turun, dan luas luka lebih luas, disimpulkan bahwa sel Mast dan pelepasan Histamin dibutuhkan untuk untuk penyembuhan luka kulit tikus secara normal, hasil yang berlawanan ini disebabkan perbedaan metode penelitian yang lebih fokus ke awal fase penyembuhan dalam hal ini fase inflamasi yang memang membutuhkan respon cepat dari sel Mast resident.
9 49 Sel Mast merupakan salah satu dari sel yang diduga berperan dalam memelihara proses inflamasi, karena dengan aktivasi dari sel Mast, sel Mast resident umumnya mengalami degranulasi setelah terjadinya luka, sehingga jarang ditemukan pada awal cedera, jumlahnya mulai kembali normal dan meningkat setelah 48 jam setelah cedera dan aktivasi dari sel Mast akan berperan dalam proses inflamasi, yang meliputi vasodilatasi, peningkatan permeabilitas, dan aktivasi/rekrutmen dari sel imunitas dalam darah tepi sebagai akibat dari dilepaskannya berbagai macam mediator yang bersifat pro inflamasi disamping histamin, dua mediator yang diduga berperan dalam pemeliharaan inflamasi adalah Chymase dan Triptase (Diegelman, 2004; Eming, et al. 2007; Rajan dan Murray, 2008). Ketotifen Fumarat selain melalui aksinya sebagai antagonis reseptor Histamin, beberapa dari efek obat ini berhubungan dengan aksinya menghambat pelepasan mediatormediator proinflamasi dari sel Mast dan Netrofil. Beberapa penelitian maupun trial klinik membuktikan bahwa, Ketotifen mampu mencegah degranulasi sel Mast dan menurunkan pelepasan Histamin, Protease, Mieloperoksidase, Lekotriene, PAF, dan beberapa jenis Prostaglandin, hal ini secara langsung akan mengurangi fungsi Eosinofil dan viabilitasnya yang nantinya akan mempercepat penyembuhan luka (Heyman et al., 1997). Dengan adanya fungsi Ketotifen sebagai inhibit releasing mediator pro-inflamasi diharapkan dapat membantu dalam mengendalikan proses inflamasi yang terjadi pasca cedera jaringan, yang selanjutnya diharapkan bahwa pada periode inflamasi yang terjadi dalam tahap-tahap penyembuhan luka, akan berjalan tanpa respon inflamasi yang berlebihan dan berkepanjangan. Akhirnya diharapkan bahwa healing cascade dapat berlangsung lebih cepat dan menuju ke fase proliferasi yang pada akhirnya akan mempercepat penyembuhan dan mengurangi resiko terjadinya komplikasi lanjutan seperti wound dehiscence, atau timbulnya luka kronis dan jaringan parut yang berlebihan. Ketotifen merupakan suatu obat dengan beberapa aktivitas, diantaranya adalah efek anti histamin dan efek stabilisasi membran sel Mast, obat ini sudah lama digunakan dalam terapi penyakit-penyakit yang melibatkan aktivasi dan pelepasan mediator oleh sel Mast dalam contoh patogenesisnya, sebagai contoh: asma bronkial, urtikaria maupun seasonal allergic conjunctivitis. Efektivitas dari Ketotifen telah dibandingkan terhadap obat-obat sejenis, misalnya Sodium Kromoglikat pada asma, Ketotifen juga dibuktikan sama
10 50 efektifnya untuk terapi urtikaria dibandingkan dengan Ceterizine, Loratadine, Astemizole, dan Emedastine. Ketotifen dipatenkan oleh Sandoz dan sudah dipakai sejak 1980, hal itu menunjukkan bahwa obat tersebut sudah terbukti aman untuk penggunaan klinis. Ketotifen juga tersedia luas, sehingga mudah didapatkan, dan dosis pemberian hanya dua kali sehari akan meningkatkan ketaatan pasien dalam penggunaan obat ini. Namun sayangnya di Indonesia saat ini belum tersedia sediaan generik dari obat ini, sehingga dari segi ekonomis obat ini menjadi lebih mahal, walaupun bila dibandingkan dengan obat paten lain masih pada level harga yang sama Dari penelitian ini ada beberapa hal baru yang bisa didapat, yakni bahwa sel Mast berperan dalam penyembuhan luka incisi, dan bahwa pemberian antihistamin seperti Ketotifen dapat mempercepat proses penyembuhan luka, sehingga bisa menjadi landasan untuk penelitian lanjutan baik pada hewan coba maupun pada manusia. Sehingga bisa dihasilkan kesimpulan yang lebih kuat untuk mendasari disusunnya protokol yang baru untuk mencegah timbulnya gangguan penyembuhan luka operasi, terutama pada pasien pasien yang berisiko tinggi. C. Keterbatasan Penelitian Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti memiliki keterbatasan pada pemberian obat per oral. Karena metode pengencerannya masih sederhana, maka kesesuaian perhitungan dosis tidak dapat dilakukan dengan sangat presisi. Belum bisa dilakukan penelitian untuk dengan menggunakan berbagai variasi dosis dari masing-masing obat untuk mengetahui dosis yang memberi efek yang maksimal. Perlu dibandingkan efektifitas antara Ketotifen dan obat antihistamin lain yang dapat mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka. Perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan bahwa aktivitas sel Mast berkaitan dengan penyembuhan luka.
BAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu Penelitian Tempat Penelitian : Februari 2016 sampai dengan selesai. : Perlakuan pada tikus dan proses pengambilan jaringan dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Penyembuhan luka 1.1. Healing Cascade Healing cascade dimulai segera setelah terjadinya perlukaan, dimana terjadi kontak antara Trombosit dengan kolagen dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu reaksi hipersensitivitas, yang disebut juga sebagai dermatitis atopik. Penderita dermatitis atopik dan atau keluarganya biasanya
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN. Telah dilakukan penelitian hewan coba pengaruh infiltrasi levobupivakain
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil penelitian Telah dilakukan penelitian hewan coba pengaruh infiltrasi levobupivakain terhadap skor histologi c-erbb-2 dan nilai AgNOR (magnor dan pagnor) pada penyembuhan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses. Tabel 1. Hasil Perhitungan Angka Neutrofil
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian gel biji jintan hitam (Nigella sativa) terhadap jumlah sel Neutrofil pada proses penyembuhan luka gingiva.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika adalah suatu peradangan pada kulit yang didasari oleh reaksi alergi/reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit yang berkaitan dengan reaksi hipersensitivitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
32 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Deskripsi Subjek Penelitian Subyek penelitian ini yaitu tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Wistar, usia 90 hari dengan berat badan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
Lebih terperinciPENGARUH DESLORATADINE TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA TIKUS WISTAR
PENGARUH DESLORATADINE TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA INSISI PADA TIKUS WISTAR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Oleh: Halim Semihardjo S5012020022
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. iritan, dan mengatur perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan eksudat yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak atau zat-zat mikrobiologi. Inflamasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia secara geografis merupakan negara tropis yang kaya akan berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Seiring perkembangan dunia kesehatan, tumbuhan merupakan alternatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ulserasi adalah lesi berbentuk seperti kawah pada kulit atau mukosa mulut. Ulkus adalah istilah yang digunakan untuk menyebut luka pada jaringan kutaneus atau mukosa
Lebih terperinciKata kunci: salep ekstrak herba meniran, triamcinolone acetonide, penyembuhan luka
ABSTRAK Luka di dalam rongga mulut dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan pembedahan. Proses penyembuhan luka dapat secara alami, dan dapat dipercepat dengan bantuan obat-obatan, dalam bidang kedokteran
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, postest only control group design. Postes untuk menganalisis perubahan jumlah purkinje pada pada lapisan ganglionar
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan desain Randomized post test only control group design yang menggunakan binatang percobaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal, Ilmu Patologi Anatomi dan Fisika kedokteran. 4.2 Tempat dan waktu penelitian 4.2.1 Tempat 1. Laboratorium
Lebih terperinciBAB IV METODE PELAKSANAAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan
BAB IV METODE PELAKSANAAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menyangkut bidang ilmu biokimia, ilmu gizi, dan patologi anatomi 4.2 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium
Lebih terperinciBAB 4 METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan disain
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik dengan disain Randomized post test only control group design. Sampel penelitian dibagi menjadi
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diagnosis (Melrose dkk., 2007 sit. Avon dan Klieb, 2012). Biopsi merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Biopsi adalah pengambilan jaringan dari tubuh makhluk hidup untuk mendapatkan spesimen histopatologi dalam upaya membantu menegakkan diagnosis (Melrose dkk.,
Lebih terperinciEFEKTIVITAS PENGGUNAAN IODIN 10%, IODIN 70 %, IODIN 80%, DAN NaCl DALAM PERCEPATAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PUNGGUNG TIKUS JANTAN Sprague Dawley
EFEKTIVITAS PENGGUNAAN IODIN 10%, IODIN 70 %, IODIN 80%, DAN NaCl DALAM PERCEPATAN PROSES PENYEMBUHAN LUKA PADA PUNGGUNG TIKUS JANTAN Sprague Dawley SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dermatitis alergika merupakan suatu penyakit yang sering kita jumpai di masyarakat yang dikenal juga sebagai dermatitis atopik (DA), yang mempunyai prevalensi 0,69%,
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Disiplin ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu Biokimia dan Farmakologi.
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Disiplin ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu Biokimia dan Farmakologi. 4.2 Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control
37 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian dengan rancangan eksperimental dengan randomized pre post test control group
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun negara berkembang. Dewasa ini para sarjana kedokteran telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dunia modern ini alergi merupakan penyakit yang penyebarannya paling luas. Menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan terdapat lima puluh juta orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reaksi hipersensitivitas tipe I atau reaksi alergi adalah reaksi imunologis (reaksi peradangan) yang diakibatkan oleh alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian post test only with control group
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciPADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA
Secretory Leukocyte Protease Inhibitor (SLPI) MENURUNKAN ESKPRESI IL-1β MELALUI PENGHAMBATAN EKSPRESI SELULER NF-Kβ PADA PADA SEL MAKROFAG JARINGAN LUKA PASCA PENCABUTAN GIGI PADA Rattus Novergicus ABSTRAK
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah ilmu farmakologi, histologi dan patologi anatomi. 3.2 Jenis dan rancangan penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model
50 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan 1. Pemberian sediaan poliherbal menurunkan tekanan darah tikus model hipertensi pada dosis 126 mg/kgbb dan 252 mg/kgbb dibandingkan kontrol negatif. 2. Pemberian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alergi merupakan suatu keadaan hipersensitivitas terhadap kontak atau pajanan zat asing (alergen) tertentu dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis, yang mana
Lebih terperinciPENGARUH KETOTIFEN TERHADAP INFILTRASI SEL MAST DAN LUAS LUKA INCISI TIKUS WISTAR
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Alloh SWT atas segala kekuatan, kemudahan, dan anugerah hingga terwujudnya karya ini yang berjudul PENGARUH KETOTIFEN TERHADAP INFILTRASI SEL MAST DAN LUAS LUKA INCISI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan rancangan penelitian pre and post test with control group
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan post test only
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan post test only control group design yang menggunakan evaluasi secara histopatologi. Penelitian
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian paparan ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) pada mencit galur DDY selama 90 hari adalah sebagai berikut. 4.1.1 Deskripsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Indonesia memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang luar biasa, yaitu sekitar 40.000 jenis tumbuhan, dari jumlah tersebut sekitar 1300 diantaranya digunakan
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..
BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi.
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang ilmu Biokimia dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN Jenis dan rancangan penelitian. pretest postest randomized controlled group design. Dua kelompok penelitian
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan rancangan penelitian Penelitian ini menggunakan metode experimental dengan rancangan pretest postest randomized controlled group design. Dua kelompok penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kontrol (hanya terapi empirik). Dua biomarker yaitu kadar TNF- serum diukur
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Penelitian dilakukan pada pasien pneumonia yang dirawat inap di RSUD Dr.Moewardi Surakarta. Selama bulan September 2015 hingga Oktober 2015 diambil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. suhu yang tinggi, syok listrik, atau bahan kimia ke kulit. 1, 2
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar adalah luka yang disebabkan karena pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh, baik lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Luka bakar merupakan
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN. Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran Universitas
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Ruang Lingkup Penelitian 3.1.1. Lingkup Tempat Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biologi Universitas Negeri Semarang, Laboratorium Sentral Fakultas Kedokteran
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pada ilmu kedokteran bidang forensik dan patologi anatomi. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN
54 BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan 28 ekor tikus strain Sprague Dawley dengan pakan standart diaklimatisasi selama 1 minggu, kemudian diinduksi 1,2- dimethylhidrazine dengan dosis 30
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. dibagi menjadi kelompok kontrol dan perlakuan lalu dibandingkan kerusakan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan dengan memberikan perlakuan pada sampel yang telah dibagi menjadi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan
Lebih terperinciABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha
ABSTRAK Luka sering terjadi pada mukosa mulut dapat disebabkan oleh trauma maupun infeksi. Proses penyembuhan luka terbagi menjadi empat fase, yaitu fase hemostasis, inflamasi, proliferasi dan remodeling.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Trombosit merupakan salah satu komponen sel darah yang tidak berinti dalam jumlah normal 150-450x10 9 sel/l. Ukuran sel ini bervariasi dengan rerata diameter 8-10 fl
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mukosa rongga mulut memiliki fungsi utama sebagai pelindung struktur dibawahnya dari trauma mastikasi, dan mencegah masuknya mikroorganisme (Field dan Longman, 2003).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih menjadi masalah besar bagi dunia kesehatan. Biaya perawatan yang mahal, angka kematian dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup ilmu penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi dan Farmakologi. 4.2. Tempat dan Waktu Penelitian Adaptasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gingiva merupakan bagian mukosa oral yang menutupi prosesus alveolaris dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan gingiva
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Proses Terjadinya Inflamasi Inflamasi adalah salah suatu respon terhadap cedera jaringan ataupun infeksi. Inflamasi merupakan proses alami untuk mempertahankan homeostasis tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit adalah organ terbesar dari tubuh, yang membentuk 16% dari berat badan (Amirlak, 2015). Kulit berhubungan langsung dengan lingkungan sekitar dan menutupi permukaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Luka jaringan lunak rongga mulut banyak dijumpai pada pasien di klinik gigi. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. 2013; Wasitaatmadja, 2011). Terjadinya luka pada kulit dapat mengganggu
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Limabelas persen dari berat badan manusia merupakan kulit (Wasitaatmadja, 2011). Kulit merupakan bagian terluar dari tubuh manusia yang memiliki fungsi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas dan mencapai 15% dari total berat badan dewasa. Kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis, dan jaringan subkutaneus.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tindakan yang sering dilakukan oleh dokter gigi dalam perawatan kesehatan gigi dan mulut adalah melakukan ekstraksi atau pencabutaan gigi, dimana
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. laboratorium yang dilakukan dengan hewan uji secara in vivo. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental murni laboratorium yang dilakukan dengan hewan uji secara in vivo. B. Tempat dan Waktu Penelitian
Lebih terperinciBAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup keilmuan penelitian ini adalah bidang Histologi, Patologi Anatomi, dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian akan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only
32 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian menggunakan rancangan eksperimental dengan Post Test Only Control Group Design. Melibatkan dua kelompok subyek, dimana salah satu kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah wilayah dengan dataran rendah yaitu berupa sungai dan rawa yang di dalamnya banyak sekali spesies ikan yang berpotensi tinggi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Asma merupakan penyakit kronik yang sering ditemukan dan merupakan salah satu penyebab angka kesakitan pada anak di seluruh dunia. Di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan penyebab kematian ke-2 di dunia yang bukan disebabkan oleh kecelakan pada kendaraan. Kematian tertinggi akibat luka bakar di dunia terdapat di Finldania
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah Ilmu Kedokteran Forensik, Ilmu Patologi Anatomi, Ilmu Farmakologi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dikembangkan suatu model tikus stroke dengan cara menyuntikan darah tikus autologus melalui arteri karotid kanan. Penyuntikan darah tikus autolog
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental, posttest only control group design. Posttest untuk menganalisis perubahan jumlah sel piramid pada korteks
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Data WHO (1995) mencatat bahwa di seluruh dunia terdapat 50 juta kematian tiap tahun, dimana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgetik, antipiretik, serta anti radang dan banyak digunakan untuk menghilangkan
Lebih terperinciNONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)
NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S) RESPON INFLAMASI (RADANG) Radang pada umumnya dibagi menjadi 3 bagian Peradangan akut, merupakan respon awal suatu proses kerusakan jaringan. Respon imun,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan Neuron Pyramidal CA1 Hippocampus
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia dengan nomor 19/Ka.Kom.Et/70/KE/III/2016.
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN
BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari bulan September Nopember 2010 di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Terpadu-Layanan Penelitian Pra Klinik Pengembangan Hewan Percobaan (LPPT-LP4HP)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit rongga mulut dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia. Menurut WHO tahun 2006, prevalensi penyakit periodontal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini direncanakan dilakukan selama tiga bulan di Kandang Hewan Coba MIPA-Fakultas Biologi Universitas Negeri Semarang meliputi pemeliharaan
Lebih terperinciBAB V HASIL PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8
BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan pada 24 ekor mencit betina strain C3H berusia 8 minggu dengan berat mencit 20-30 gram. Kemudian dilakukan aklimatisasi selama 1 minggu, dan diberikan pakan standar.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus luka pada mulut baik yang disebabkan oleh trauma fisik maupun kimia sering terjadi di masyarakat indonesia. Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. ini akan dilaksanakan dari bulan Februari-April tahun 2016.
27 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah Farmakologi, Biokimia, Ilmu Kesehatan Jiwa, dan Patologi Anatomi. 3.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Allergy Organization (WAO) tahun 2011 mengemukakan bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi dunia. 1 World Health Organization (WHO) memperkirakan
Lebih terperinciBAB IV METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN IV.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan meliputi pemeliharaan hewan coba di Laboratorium MIPA UNNES dan dilakukan pemberian warfarin LD
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre
A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Perbedaan Rerata Berat Badan Tikus Putih (Rattus novergicus) Pre test dan Post test Pemberian Induksi Asap Rokok dan Ekstrak Kulit Jeruk Manis
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
22 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini adalah penelitian di bidang Ilmu Farmakologi, Farmasi dan Patologi Anatomi. 4.2. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan
Lebih terperinci