BAB II LANDASAN TEORI. keadaan yang biasa, mempunyai kelainan dan tidak normal. Pada undang-undang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI. keadaan yang biasa, mempunyai kelainan dan tidak normal. Pada undang-undang"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI A. Anak Berkebutuhan Khusus 1. Pengertian Anak Berkebutuhan khusus Pada kamus bahasa Indonesia, kata abnormal diartikan tidak sesuai dengan keadaan yang biasa, mempunyai kelainan dan tidak normal. Pada undang-undang RI No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional ditegaskan bahwa anak atau peserta didik yang memiliki kelainan fisik dan mental disebut anak luar biasa. Sementara dalam undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. Anak yang memiliki kelainan fisik dan mental tersebut disebut dengan istilah anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus juga dapat di maknai sebagai anak yang karena kondisi fisik, mental, sosial, dan/ atau memiliki kecerdasan atau bakat istimewa memerlukan bantuan khusus dalam pembelajaran (Wardani, 2013 : 1.5). kebutuhan khusus dapat dimaknai sebagai kebutuhan khas setiap anak terkait dengan kondisi fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau kecerdasan atau bakat istimewa yang dimilikinya. Tanpa dipenuhinya kebutuhan khusus tersebut, potensi yang dimiliki tidak akan berkembang optimal. Istilah anak berkebutuhan khusus ditujukan pada segolongan anak yang memiliki kelainan atau perbedaan dari anak rata-rata normal dalam segi fisik, mental, emosi, sosial, atau gabungan dari ciri-ciri tersebut (Iswari, 2007 : 43). Hal tersebut menyebabkan mereka mengalami hambatan untuk mencapai perkembangan yang optimal sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan khusus untuk mencapai perkembangan yang optimal. Oleh karena itu, seorang 7

2 8 guru harus memahami perbedaan tersebut sehingga guru mampu memberikan program pembelajaran khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang disesuaikan dengan kekhususannya. Adanya perbedaan karakteristik setiap peserta didik sehingga membutuhkan adanya penyesuaian pada proses pembelajaran terutama pada anak berkebutuhan khusus hal ini karena anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dalam menerima materi yang disampaikan oleh guru. 2. Penanganan anak berkebutuhan khusus Guru kelas di sekolah dasar selain mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap anak didiknya, juga bertugas untuk menyelenggarakan pelayanan bimbingan bagi seluruh anak didik di kelas yang menjadi tanggung jawabnya. Seorang guru kelas hendaknya mampu mengembangkan pribadi anak didik dan segenap potensi yang dimiliki anak agar dapat berkembang secara optimal. Untuk itu diperlukan strategi-strategi khusus yang harus dilaksanakan oleh guru. Beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam menangani anak berkebutuhan khusus dan anak reguler dalam kelas inklusif menurut Ormrod (2008 : ) diantaranya : a. Kumpulkan sebanyak mungkin informasi mengenai setiap anak. b. Sesuaikan cara mengajar dengan karakteristik dan kebutuhan masing masing anak, baik untuk anak berkebutuhan khusus maupun anak reguler. c. Bersikap fleksibel ketika mengajar. d. Identifikasi dan ajarkan pengetahuan dan keterampilan yang mungkin belum diperoleh anak karena hambatan tertentu. e. Lakukan konsultasi dan kerjasama dengan spesialis.

3 9 f. Komunikasikan segalanya dengan orang tua secara teratur. g. Libatkan anak didik dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan. h. Tetaplah buka mata terhadap anak didik yang mungkin memenuhi kualifikasi untuk mendapatkan pelayanan khusus. Model pembelajaran terhadap peserta didik berkebutuhan khusus, yang dipersiapkan oleh para guru di sekolah, ditujukan agar peserta didik mampu untuk berinteraksi terhadap lingkungan sosial. Pembelajaran tersebut disusun secara khusus melalui penggalian kemampuan diri peserta didik yang paling dominan dan didasarkan pada kurikulum berbasis kempetensi sesuai dengan gerakan peningkatan mutu pendidikan, yang telah dicanangkan oleh menteri pendidikan nasional tanggal 2 Mei Kompetensi terdiri atas empat ranah yang perlu diukur meliputi kopetensi fisik, kompetensi afektif, kompetensi sehari-hari dan kompetensi akademik (Smith et al., 2002 : 95). Strategi strategi khusus tersebut seharusnya dimiliki oleh sekolah dan guru dan ini berlaku pada semua guru baik yang berada disekolah reguler ataupun sekolah inklusif. Sekolah memiliki banyak kemungkinan mendapatkan siswa berkebutuhan khusus sebagai peserta didik maka untuk meningkatkan mutu pendidikan seharusnya setiap sekolah menerapkan strategi tersebut. B. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus 1. Kategori anak berkebutuhan khusus Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus, Secara umum Alimin (2010 : 9) membedakan anak berkebutuhan khusus dalam dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara dan anak berkebutuhan khusus yang

4 10 bersifat tetap. Kategori tersebut kemudian dijabarkan oleh peneliti sebagai berikut: a. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang mengalami gangguan emosi karena trauma, dan sebagainya. b. Anak berkebutuhan khusus yang bersifat tetap (permanen) adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu anak yang kehilangan fungsi penglihatan, gangguan perkembangan kecerdasan dan kognisi, gangguan gerak (motorik), dan sebagainya. 2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa mengemukakan klasifikasi anak dengan kebutuhan khusus sebagai berikut: a. Tunarungu Winarsih (2007: 22) mengemukakan bahwa tunarungu adalah suatu istilah umum yang menunjukkan kesulitan mendengar dari yang ringan sampai berat, digolongkan ke dalam tuli dan kurang dengar. Orang tuli adalah yang kehilangan kemampuan mendengar sehingga menghambat proses informasi bahasa melalui pendengaran, baik memakai ataupun tidak memakai alat bantu dengar dimana batas pendengaran yang dimilikinya cukup memungkinkan keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran. Suharmini (2009: 35) mengemukakan tunarungu dapat diartikan sebagai keadaan dari seorang individu yang mengalami

5 11 kerusakan pada indera pendengaran sehingga menyebabkan tidak bisa menangkap berbagai rangsang suara, atau rangsang lain melalui pendengaran. Anak yang termasuk memiliki hambatan pendengaran terdiri atas dua kategori yaitu mereka yang tuli sejak dilahirkan disebut dengan contingentally deaf, dan mereka yang tuli setelah dilahirkan disebut dengan adventitiously deaf. Sedangkan klasifikasi berdasarkan atas ambang batas kemampuan mendengar terdiri atas ringan (26-54 db), sedang (55-69 db), berat (70-89), dan sangat berat (90 db keatas) (Delphie, 2006 : 104). b. Tunadaksa mengalami ketunadaksaan yaitu seseorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk, dan akibatnya kemampuan untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan. Sedangkan, secara definitif pengertian tunadaksa adalah ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal sebagai akibat dari luka, penyakit, atau pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara khusus (Efendi, 2009: 114). Dengan demikian dalam memberikan layanan disekolah memerlukan modifikasi dan adaptasi yang diklasifikasikan dalam tiga kategori umum, yaitu kerusakan saraf, kerusakan tulang, dan anak dengan gangguan kesehatan lainnya. Kerusakan saraf disebabkan karena pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya luka pada sistem saraf pusat. Kelainan saraf utama menyebabkan adanya

6 12 cerebral palsy, epilepsy, spina bifida, dan kerusakan otak lainnya (Delphie, 2006 : 123). c. Tunagrahita Anak tunagrahita memiliki IQ di bawah rata-rata anak normal pada umumnya, sehingga menyebabkan fungsi kecerdasan dan intelektual mereka terganggu yang menyebabkan permasalahan-permasalahan lainnya yang muncul pada masa perkembangannya. Oleh karena itu dalam keterangannya, menurut Astati dan Mulyati (2010:10) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, seperti : 1. Fungsi intelektual umum secara signifikan berada dibawah rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar meyakinkan sehingga yang bersangkutan memerlukan layanan pendidikan khusus. Sebagai contoh, anak normal rata-rata mempunyai IQ (Intelligence Quotient) 100, sedangkan anak tunagrahita memiliki IQ paling tinggi Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku adaptif), maksudnya bahwa yang bersangkutan tidak/kurang memliki kesanggupan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan usianya. Ia hanya mampu melakukan pekerjaan seperti yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih muda darinya. 3. Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan, maksudnya adalah ketunagrahitaan itu terjadi pada usia perkembangan yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 tahun. Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tunagrahita mengacu pada fungsi intelek umum yang berada di bawah rata-rata yang

7 13 menyebabkan kesulitan dalam beradaptasi seperti kesulitan dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan usianya dan berlangsung sejak dalam kandungan hingga usia 18 tahun d. Tunalaras Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. Definisi anak tunalaras atau emotionally handicapped atau behavioral disorder lebih terarah menurut Delphie (2006: 17) menjelaskan bahwa anak dengan hambatan emosional atau kelainan perilaku, apabila menunjukkan adanya satu atau lebih dari lima komponen berikut ini: tidak mampu belajar bukan disebabkan karena faktor intelektual, sensori atau kesehatan, tidak mampu untuk melakukan hubungan baik dengan teman-teman dan guru-guru, bertingkah laku atau berperasaan tidak pada tempatnya, secara umum mereka selalu dalam keadaan tidak gembira atau depresi, dan bertendensi ke arah simptom fisik seperti merasa sakit atau ketakutan yang berkaitan dengan orang atau permasalahan di sekolah. Para orangtua menerapkan disiplin rendah terhadap anak-anaknya tetapi selalu memberikan reaksi terhadap perilaku yang kurang baik, tidak sopan, suka menolak sepertinya dapat menjadi sebab seorang anak menjadi agresif, nakal atau jahat (Delphie, 2006 : 79). Sebab-sebab anak menjadi tunalaras secara garis besarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok (Ibrahim, 2005: 48), diantaranya: 1. Faktor Psikologis. Gangguan tingkah laku yang disebabkan terganggunya faktor psikologis. Terganggunya faktor psycologis biasanya diwujudkan dalam bentuk tingkah laku

8 14 yang menyimpang, seperti: abnormal fixation, agresif, regresif, resignation, dan concept of discrepancy. 3. Faktor Psikososial Gangguan tingkah laku yang tidak hanya disebabkan oleh adanya frustrasi, melainkan juga ada pengaruh dari faktor lain, seperti pengalaman masa kecil yang tidak atau kurang menguntungkan perkembangan anak. 4. Faktor Fisiologis Gangguan tingkah laku yang disebabkan terganggunya proses aktivitas organorgan tubuh, sehingga tidak atau kurang berfungsi sebagaimana mestinya, seperti terganggu atau adanya kelainan pada otak, hyperthyroid dan kelainan syaraf motoris. e. Tunawicara Anak dengan hendaya pendengaran dan bicara (tunarungu tunawicara), pada umumnya mereka mengalami hambatan pendengaran dan kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain. Bila dibandingkan dengan anak cacat lainnya, penderita tunawicara cenderung tergolong yang paling ringan, karena secara umum mereka tidak kelihatan memiliki kelainan dan tampak seperti orang normal. Amni (1979 : 23) mengatakan bahwa anak tunawicara dapat terjadi karena gangguan ketika: 1. Sebelum anak dilahirkan atau masih dalam kandungan (pre natal) a) Hereditas (keturunan) yaitu apabila anak tunawicara sejak dalam kandungan karena diantara keluarga terdapat tunawicara atau membawa gen tunawicara sehingga ketika lahir anak tersebut memiliki gangguan tunawicara. Ini disebut

9 15 dengan tuli genetis. Perbedaan rhesus ayah dan ibu juga dapat menyebabkan abnormalitas pada kelahiran anak. b) Anoxia yaitu kekurangan oksigen dalam janin dapat menyebabkan kerusakan pada otak dan syaraf yang menyebabkan ketidaksempurnaan organ salah satunya organ bicara seperti pita suara, tenggorokan, lidah, dan mulut. 2. Pada waktu proses kelahiran dan baru dilahirkan (neo natal) atau prematur bayi-bayi prematur yang lahir dengan berat badan tidak normal dan lahir dengan organ tubuh yang belum sempurna dapat mengakibatkan kebisuan yang kadang disertai ketulian. Kurangnya berat pada ketika lahir juga dapat menyebabkan jaringan-jaringan. 3. Setelah dilahirkan ( pos natal) a) Infeksi, Sesudah dilahirkan anak menderita infeksi misalnya campak yang menyebabkan tuli preseftik,virus akan mennyerang cairan koklea, menyebabkan anak menderita otitis media (koken). Akibat yang sama akan terjadi bila anak menderita scaerlet fever, difteri, batuk kejang atau tertular sifilis. b) Meningitis (radang selaput otak), Penderita akan mengalami kelainan pada pusat syraf pendengaran dan akan mengalami ketulian perseptif. c) Infeksi alat pernafasan, Seseorang dapat menjadi tuna wicara apabila terjadi gangguan pada organ pernafasan seperti paru-paru, laring, atau gangguan pada mulut dan lidah. f. Tunanetra Anak yang mengalami hambatan pengelihatan atau tuna netra atau anak dengan hendaya pengelihatan, perkembangannya berbeda dengan anak-anak

10 16 berkebutuhan khusus lainnya, tidak hanya dari sisi pengelihatan tetapi juga dari hal-hal lain. Bagi peserta didik yang memiliki sedikit atau tidak melihat sama sekali, harus mempelajari lingkungan sekitarnya dengan menyentuh dan merasakannya. Perilaku untuk mengetahui objek dengan cara mendengarkan suara dari objek yang akan diraih adalah perilakunya dalam perkembangan motorik. Untuk dapat merasakan perbedaan setiap objek yang dipegangnya, anak dengan hambatan pengelihatan selalu menggunakan indera raba dengan jari-jarinya. Kegiatan ini merupakan perilakunya untuk menguasai dunia presepsi dengan menggunakan indera sensorik. g. Kesulitan belajar Berkesulitan belajar merupakan salah satu jenis anak berkebutuahan khusus yang ditandai dengan adanya kesulitan untuk mencapai standar kompetensi (prestasi) yang telah ditentukan dengan mengikuti pembelajaran konvensional. Ginitasasi (2009:4-5) mengatakan Learning disability merupakan salah satu istilah yang mewadahi berbagai jenis kesulitan yang dialami anak terutama yang berkaitan dengan masalah akademis, kesulitan bidang akademik di sekolah yang sangat spesifik yaitu kesulitan dalam satu jenis/bidang akademik seperti berhitung/matematika (diskalkulia), kesulitan membaca (disleksia), kesulitan menulis (disgraphia), kesulitan berbahasa (dysphasia), kesulitan tidak terampil (dispraksia), dsb. 1. Disleksia (Dyslexia) a) Disleksia dikenal juga sebagai SPLD (Specific Learning Difficulty). Disleksia merupakan suatu kondisi yang terdapat di dalam segala tingkat kemampuan

11 17 dan menyebabkan kesulitan yang terus-menerus dalam memperoleh kemampuan membaca dan menulis. b) Masalah yang dihadapi mencakup penyusunan urutan, pengorganisasian ucapan dan tulisan, pengendalian motorik halus, dan kesulitan mengarahkan gerak. c) Anak disleksia juga mengalami masalah dengan bunyi yang membentuk katakata, maupun kesulitan dalam interpretasi kata, persepsi, penyusunan urutan, menulis dan mengeja. 2. Diskalkulia (Dyscalculia) a) Diskalkulia berhubungan dengan kekurangan di dalam belajar matematika. b) Masalah yang dihadapi mencakup kesulitan untuk mengerti dan mengingat konsep angka dan hubungan angka, kesulitan dalam belajar dan menerapkan pemahaman masalah kata. c) Diskalkulia bersifat perkembangan, artinya siswa selalu mengalami kesulitan dalam mata pelajaran tersebut. Dengan kata lain, kemampuan aritmatika siswa sebelumnya berada pada tingkat yang lebih tinggi. 3. Disgrafia (Dysgrafia) a) Kelainan neurologis, ini menghambat kemampuan menulis yang meliputi hambatan secara fisik, seperti tidak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangannya buruk. b) Anak dengan gangguan disgrafia sebetulnya mengalami kesulitan dalam mengharmonisasikan ingatan dengan penguasaan gerak ototnya secara otomatis saat menulis huruf dan angka. Ciri-ciri disgrafia: 1) Terdapat ketidakkonsistenan bentuk huruf dalam tulisannya, 2) Saat menulis,

12 18 penggunaan huruf besar dan huruf kecil masih tercampur, 3) Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional. 4) Anak tampak harus berusaha keras saat mengkomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pengetahuannya lewat tulisan, 5) Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan mantap, 6) Berbicara pada diri sendiri ketika sedang menulis atau malah terlalu memperhatikan tangan yang dipakai untuk menulis, 7) Cara menulis tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis yang tepat dan proporsional, 8) Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin contoh tulisan yang sudah ada. C. Perlakuan Guru terhadap Anak Berkebutuhan Khusus 1. Pengertian Perlakuan Guru Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Perlakuan guru terhadap anak berkebutuhan khusus atau yang bisa disebut dengan layanaan pendidikan yang diberikaan guru kepada siswa berkebutuhan khusus. Menurut Wardani (2013 : 2.6), layanan pendidikan mempunyai makna yang cukup besar karena memang mereka memerlukan pelayanan ekstra, yang berbeda dari layanan yang diberikan kepada orang-orang yang tidak menyandang kelainan. Sesuai dengan jenis kelainan yang mereka sandang mereka mempunyai perbedaan dalam dalam kemampuan belajar, perkembangan sosio-emosional yang berdampak pada kemampuan bersosialisasi, serta kondisi fisik dan kesehatan. Pemerintah diharapkan mampu melayani kebutuhan anak berkebutuhan khusus dalam hal pendidikan dengan baik dan layak. Dalam kutipan buku karangan Wardani (2013 : 2.28) menjelakan jika pelayanan untuk anak berkebutuhan khusus dapat dideskripsikan sebagai berikut: a. Layanan sekolah biasa

13 19 Pada layanan ini anak berkebutuhan khusus yang memenuhi syarat bersekolah bersama-sama dengan anak lain disekolah biasa, model ini merupakan model intergrasi penuh dan merupakan model yang diingini oleh penganut inklusi, yang menghendaki agar secara penuh dilayani disekolah biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. b. Sekolah biasa dengan guru konsultan Model layanan ini, ABK bersekolah di sekolah biasa. Sekolah tersebut dibantu oleh guru pendidik khusus sebagai konsultan bagi para guru, kepala sekolah, dan orangtua ABK yang ada disekolah tersebut. c. Sekolah biasa dengan guru kunjung Model ini hampir sama dengan model guru konsultan. ABK besekolah di sekolah biasa, dengan para guru yang mengajar di sekolah tersebut dibantu oleh guru kunjung, guru kunjung adalah guru pendidikan khusus yang bertugas lebih dari satu sekolah. d. Model ruang sumber Dengan menerapkan ruangan bimbingan khusus bagi siswa. ABK belajar bersama dengan siswa normal namun sewaktu-waktu, ABK meninggalkan kelas biasa dengan pergi keruang sumber untuk mendapat bimbingan dari guru pembimbing khusus (GPK). Dengan demikian, kekuatan model ini terletak pada pemenuhan kebutuhan ABK secara teratur sementara dia tetap dapat berinteraksi dengan anak normal. e. Model khusus Model ini menyediakan layanan bagi anak ABK dalam satu sekolah khusus di siang hari (jam sekolah), sedangkan pada waktu-waktu diluar hari/jam sekolah

14 20 para ABK berada di rumah bersama keluarga dan di lingkungan masyarakat sekitarnya. f. Model kelas khusus siang hari Model ini layanan untuk anak ABK diberikan kelas-kelas terpisah dari anak normal, dengan demikian ABK mempunyai kelas sendiri dengan para guru disiapkan untuk melayani ABK jenis tertentu g. Model sekolah panti asuhan atau rumah sakit Dalam model ini layanan pendidikan bagi ABK diberikan di panti-panti asuhan atau rumah sakit tempat ABK dirawat. Misalnya untuk anak yang mebutuhkan perawatan intensif atau penyandang tunaganda, panti ataau rumah sakit merupakan tempat tinggal mereka, sekaligus tempat bagi pendidikan mereka. (Djamarah, 2002 : 49). Hal ini juga berarti bahwa seorang guru seharusnya mampu memahami karakteristik kelasnya agar pembelajaran dapat efektif dan efisien sehingga pembelajaran dapat dirancang sesuai dengan perbedaan individual anak. Kesiapan seseorang untuk menjadi guru ditentukan oleh kemampuan dalam menguasai bidangnya, minat, bakat, serta keselarasan dengan tujuan yang ingin dicapai dan sikap terhadap bidang profesinya. Untuk memastikan kesiapan guru kelas dalam menangani anak berkebutuhan khusus, guru kelas diharuskan memiliki kompetensi memadai yang dapat diperoleh melalui pembinaan. Pembinaan disini lebih mengarah pada pembinaan profesi berupa penyetaraan, sertifikasi, pelatihan ataupun penataran. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mengenal dan memahami anak berkebutuhan khusus serta meningkatkan kinerja dan profesionalitas guru di dalam kelas. Ketersediaan serta kesiapan guru kelas

15 21 dan guru pembimbing khusus adalah salah satu faktor yang sangat penting dalam memberikan program pendampingan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, guru kelas dan guru pembimbing khusus harus senantiasa meningkatkan kesiapannya dalam menangani anak berkebutuhan khusus. 2. Bentuk-bentuk Perlakuan Guru terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Ginintasasi (2009:8) mengemukakan beberapa prinsip bimbingan dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Prinsip bimbingan tersebut kemudian dimaknai oleh peneliti sebagai perilaku guru kelas yang memiliki kesiapan dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Bentuk perlakuan sebagai berikut : a. Perilaku menunjukkan perasaan positif, yaitu perasaan peduli dan bertanggung jawab untuk memberikan bantuan pada anak berkebutuhan khusus. b. Perilaku beradaptasi dengan anak. Adaptasi dengan kondisi anak berkebutuhan khusus yang dimaksud berupa menyesuaikan program pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus. Perilaku memperhatikan dan mengakui inisiatif serta cara belajar anak secara individual akan memiliki dampak yang sangat besar bagi anak berkebutuhan khusus. Bagaimanapun juga anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki perbedaan dari anak lain, sehingga program pembelajaran dan penanganan untuk anak berkebutuhan khusus perlu dilakukan adaptasi dengan karakteristik individual mereka. c. Berbicara dengan anak, yaitu berinteraksi dalam bentuk mengajak anak untuk berpartisipasi dalam dialog mengenai isi tema yang akan dipelajari sehingga mereka terlibat secara pribadi.

16 22 d. Memberikan pujian dan penghargaan. Pujian dan penghargaan diberikan oleh guru kelas apabila anak mau berusaha dan mau bekerja sama atau mengikuti instruksi yang diberikan. e. Membantu anak untuk memfokuskan perhatiannya. Seorang guru yang baik hendaknya senantiasa memberikan saran bagi anak didiknya dan bersedia bekerja dengan mereka. Perhatian dan pengalaman bersama merupakan sebuah prasyarat untuk menjalin komunikasi yang berpengaruh bagi perkembangan anak berkebutuhan khusus. f. Membuat pengalaman anak menjadi bermakna. Anak didik berkebutuhan khusus akan lebih memahami sesuatu apabila memiliki pengalaman yang bermakna. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melibatkan anak berkebutuhan khusus secara langsung terhadap pembelajaran yang dilaksanakan. g. Perilaku menjabarkan dan menjelaskan. Tugas lain seorang guru adalah membantu anak didiknya dalam mengaitkan materi yang mereka pelajari dengan mata pelajaran lain dan aktivitas akademik lainnya. Ini akan memberikan wawasan, membantu membentuk asosiasi, membantu anak mencapai pengalaman nyata yang lebih holistik, serta memancing keingintahuan dan motivasi untuk belajar. h. Membantu anak mencapai disiplin diri, yaitu membantu anak untuk mencapai ketaatan dan ketepatan pada suatu aturan yang dilakukan secara sadar tanpa adanya dorongan atau paksaan pihak lain.

17 23 D. Kajian Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan mengenai Analisis perlakuan guru terhadap anak berkebutuhan khusus di SDN Rejoagung 3 Kab. Jombang. yang pertama Penelitian dari Salamah (2013) dari fakultas pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul Kesiapan Guru Kelas dalam Menangani Anak Berkebutuhan Khusus di SDN Pojok Kabupaten Sleman dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian disekolah inklusi untuk melihat kesiapan guru di sekolah inklusi dalam pemberian layanan bagi anak berkebutuhan khusus dan menghasilkan Kurang siapnya guru kelas dalam menangani anak berkebutuhan khusus di SDN Pojok dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : (a) Faktor kurangnya rasa penerimaan guru kelas terhadap kehadiran anak berkebutuhan khusus yang termasuk dalam faktor internal berupa kondisi mental, dan emosional; motivasi untuk meningkatkan pengalaman; serta faktor kematangan. (b) Faktor sikap negatif guru kelas terhadap anak berkebutuhan khusus yang termasuk dalam faktor internal berupa kondisi emosional serta kompetensi sosial. (c) Faktor kurangnya pengetahuan dan pemahaman guru tentang penanganan dan pelaksanaan program bimbingan khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang termasuk dalam faktor eksternal berupa keterampilan, pengetahuan; kecerdasan; kompetensi profesional; serta pengertian lain yang telah dipelajari. Penelitian yang kedua merupakan yang telah dilaksanakan Angraini (2014) dengan judul Proses Pembelajaran Inklusi untuk Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) kelas V SDN Giwangan Jogja dalam penelitian ini peneliti juga melaksanakan disekolah inklusi, dalam proses pembelajaran inklusi di SDN Giwangan sudah memiliki fasilitas yang memadai dan juga ada dukungan dari

18 24 pihak PLB, guru membuat program khusus bagi inklusi dan permasalahan dalam pembelajaran tersebut hanya proses pembelajaran yang kurang kondusif dikarenakan guru yang kurang memahami kebutuhan khusus dan keberagaman peserta didik. Berdasarkan hasil dari kedua peneliti diatas memiliki kesamaan menganalisis anak berkebutuhan khusus yang mana penelitian pertama dan penelitian ini sama meneliti perilaku atau layanan yang diberikan guru kelas terhadap anak berkebutuhan khusus dan kurangnya rasa penerimaan guru kelas terhadap kehadiran anak berkebutuhan khusus serta kurangnya pengetahuan dan pemahaman guru tentang penanganan dan pelaksanaan program bimbingan khusus. Perbedaan penelitian pertama dan penelitian ini terdapat pada sekolah yang mana dari hasil penelitian oleh Salamah menempatkan lokasi pada sekolah inklusi sementara pada penelitian ini berlokasi di sekolah reguler biasa dan tidak disiapkan sebagai sekolah inklusif, serta dari hasil penelitian tersebut menganalisis seluruh aspek pembelajaran beserta materi ajar sementara dalam penelitian yang saya ambil hanya berfokus pada perlakuan atau pelayanan yang diberikan guru terhadap anak berkebutuhan khusus. Penelitian kedua hanya memiliki kesamaan dalam satu ruang kelas terdapat beragam anak berkebutuhan khusus dan cara guru untuk mengkondusifkan kelas tersebut. Sementara perbedaan dari hasil penelitian oleh Anggraini terdapat pada sekolah yang mana sekolah tersebut sudah memiliki fasilitas memadai dan memiliki dukungan dari pihak PLB serta guru sudah mampu membuat program khusus bagi anak berkebutuhan khusus yang mana SDN Rejoagung 3 merupakan

19 25 sekolah reguler biasa tanpa ada kerjasama dengan PLB dan masih kurangnya perlakuan atau pelayanan bagi anak berkebutuhan khusus. E. Kerangka pikir SDN Rejoagung 3 Sekolah umum yang tidak terdapat program-program khusus Anak yang memiliki hambatan tertentu dan diharuskan mendapatkan pelayanan khusus Peran Guru untuk memberikan tindakan atau cara memperlakukan siswa berkebutuhan khusus Metode penelitian: a. Jenis penelitian : Kualitatif b. Teknik pengumpulan data : observasi, wawancara, dokumentasi c. Lokasi : SDN Rejoagung 3, Jombang d. Sumber data : seluruh perangkat sekolah, Siswa Perlakuan guru terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam proses pembelajaran di SDN Rejoagung 3. Hambatan yang dialami guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus (ABK) di SDN Rejoagung 3 Solusi yang dilakukan guru dalam menangani anak berkebutuhan khusus di SDN Rejoagung 3. Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Bagaimana? Apa? Mengapa?

Bagaimana? Apa? Mengapa? ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Bagaimana? Apa? Mengapa? PENGERTIAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ( A B K ) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang dalam pendidikan memerlukan pelayanan yang spesifik,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS

PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS PENDIDIKAN KHUSUS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS LANDASAN YURIDIS UU No.20 Thn.2003 Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat (2) : Warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,

Lebih terperinci

HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus

HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS. Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus HAKIKAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus Dosen Pengampu: Irham Nugroho, M. Pd. I. Cholissatul Fatonah (14.0401.0014) Suyanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untuk mencerdaskan berdasarkan bab III ayat 5 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1

IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA. Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DAN STRATEGI PEMBELAJARANNYA Oleh Mardhiyah, Siti Dawiyah, dan Jasminto 1 Abstract: Artikel ini dimaksudkan untuk membantu para guru dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan

Lebih terperinci

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial.

Adaptif. Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Adaptif Adaptif dapat diartikan sebagai, penyesuaian, modifikasi, khusus, terbatas, korektif, dan remedial. Pelatihan Adaptif Program latihan yang disesuaikan dengan kebutuhan perorangan yang dikarenakan

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS

PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS PENDIDIKAN KHUSUS & PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS HERRY WIDYASTONO Kepala Bidang Kurikulum Pendidikan Khusus PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 6/9/2010 Herry

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya manusia unggul dan kompetitif dalam upaya menghadapi tantangan perubahan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak asasi setiap warga negara. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban memenuhi dan melindungi hak asasi tersebut dengan memberikan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan negara. Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan, seperti yang tercantum dalam Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. pikiran dan perasaan kepada orang lain. 1. lama semakin jelas hingga ia mampu menirukan bunyi-bunyi bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap orang senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang disekitarnya. Sejak bayi, manusia telah berkomunikasi dengan orang lain, yaitu ibu dan ayahnya. Menangis di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Pendidikan luar biasa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan khusus (pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi para peserta didik yang memiliki kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan

Lebih terperinci

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dan keagamaan.

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas umum Pemerintahan dan pembangunan dibidang kesejahteraan sosial dan keagamaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinas sosial merupakan unsur pelaksana Pemerintah daerah dibidang sosial yang dipimpin oleh kepala dinasyang berkedudukan dan bertanggungjawab kepada Gubernur melalui

Lebih terperinci

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG PERATURAN WALIKOTA PADANG NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KHUSUS DAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PADANG, Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan

Lebih terperinci

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui

BAB I. sosialnya sehingga mereka dapat hidup dalam lingkungan sekitarnya. Melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha untuk membantu perkembangan anak supaya lebih progresif baik dalam perkembangan akademik maupun emosi sosialnya sehingga mereka dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang secara ilmiah disebut sebagai berkebutuhan khusus, masih

BAB I PENDAHULUAN. yang secara ilmiah disebut sebagai berkebutuhan khusus, masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat, istilah anak luar biasa yang secara ilmiah disebut sebagai berkebutuhan khusus, masih disalahtafsirkan, yaitu anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

BAB I PENDAHULUAN. segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sangatlah penting bagi setiap manusia dalam rangka mengembangkan segala potensinya. Oleh sebab itu pendidikan harus diterima olah setiap warga negara,

Lebih terperinci

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA

METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA METODE PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB/B) MELALUI ALAT PERAGA UNTUK PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA (Studi kasus di Kelas VIII SMPLB-B Yayasan Rehabilitasi Tuna Rungu Wicara

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini akan dipaparkan simpulan dan saran yang berkenaan dengan hasil penelitian ini. A. SIMPULAN Berdasarkan analisis terhadap hasil pengolahan data, penulis membuat beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karenanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu negara memiliki kewajiban untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak pada umumnya adalah suatu anugerah Tuhan yang sangat berharga dan harus dijaga dengan baik agar mampu melewati setiap fase tumbuh kembang dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hak warga negara sebagai sumber daya insani yang sepatutnya mendapat perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Peningkatan mutu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk suatu profesi, tetapi mampu menyelesaikan masalah-masalah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan dapat meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia serta untuk menyiapkan generasi masa kini sekaligus yang akan datang. Pendidikan

Lebih terperinci

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS Apakah yang dimaksud dengan ABK (exceptional children)? a. berkaitan dengan konsep/istilah disability = keterbatasan b. bersinggungan dengan tumbuh kembang normal--abnormal, tumbuh

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd

PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS. DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd PENDIDIKAN KHUSUS PUSAT KURIKULUM BALITBANG DIKNAS DRS. MUHDAR MAHMUD.M.Pd BEBERAPA ISTILAH ABK ANAK LUAR BIASA ANAK CACAT ANAK TUNA ANAK ABNORMAL ANAK LEMAH INGATAN ANAK IDIOT ANAK BERKELAINAN ANAK BERKEBUTUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu alat merubah suatu pola pikir ataupun tingkah laku manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak memiliki pengetahuan atau keterampilan

Lebih terperinci

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si

SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si SEMINAR TENTANG ABK DISAMPAIKAN DALAM RANGKA PELANTIKAN PENGURUS BPOC KAB. BANDUNG BARAT (10 MEI 2008) OLEH: NIA SUTISNA, DRS. M.Si ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (CHILDREN WITH SPECIAL NEEDS) ABK: ANAK YG MEMPUNYAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia memiliki kewajiban pada warga negaranya untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada warga negara lainnya tanpa terkecuali termasuk

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masa kanak-kanak adalah masa yang terindah dalam hidup dimana semua terasa menyenangkan serta tiada beban. Namun tidak semua anak dapat memiliki kesempatan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan,

BAB I PENDAHULUAN. masih tanggung jawab orang tua. Kewajiban orang tua terhadap anak yaitu membesarkan, BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah anugrah dan titipan dari tuhan yang harus di jaga dan di pelihara dengan baik. Seseorang yang masih dikategorikan sebagai seorang anak adalah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Maha Esa dan berbudi pekerti luhur. Sebagaimana yang diamanatkan Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan, baik dalam kehidupan keluarga ataupun kehidupan berbangsa dan bernegara. Pendidikan bertujuan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PEMBELAJARAN MENULIS PERMULAAN PADA ANAK TUNAGRAHITA RINGAN DI SDN SEMPU ANDONG BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2012/2013 Nur Hidayati, Sukarno, Lies Lestari PGSD, FKIP Universitas Sebelas Maret, Jl. Slamet Riyadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugrah yang Tuhan berikan untuk dijaga dan dirawat. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam masa tumbuh kembang. Memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan seperti yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 31 ayat (1) yang berbunyi bahwa

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, dihadapkan pada banyak tantangan baik dalam bidang sosial, ekonomi, politik, budaya juga pendidikan. Semakin hari persaingan sumber

Lebih terperinci

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta Risti Fiyana Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Matematika Dr.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan upaya yang dapat mengembangkan potensi manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena hanya manusia yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk sosial. Dalam perkembangannya yang normal, seorang bayi mulai bisa berinteraksi dengan ibunya pada usia 3-4 bulan. Bila ibu merangsang

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT PERATURAN BUPATI GARUT NOMOR 735 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak. terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pendidikan adalah milik semua orang, tidak terkecuali Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Keterbatasan yang dialami menjadikan Anak Berkebutuhan Khusus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori atau Konsep 1. Karakteristik Anak Berkebutuhan Khusus Anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa yang berbeda perkembangan fisik, mental, atau sosial dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia agar mampu menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban

Lebih terperinci

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement

2017, No Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500); 3. Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 tentang Kement BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.926, 2017 KEMENRISTEK-DIKTI. Pendidikan Khusus. Pendidikan Layanan Khusus. PT. PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah dalam upaya pemerataan layanan pendidikan untuk menuntaskan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang berkualitas bagi semua anak di Indonesia mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang khusus agar memiliki hak untuk mendapatkan penghormatan atas integritas mental dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang begitu bahagia dan ceria tanpa lagi ada kesepian. dengan sempurna. Namun kenyataannya berkata lain, tidak semua anak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, anak merupakan anugerah terindah dari Tuhan yang Maha Esa bagi orang tua. Kehadiran seorang anak begitu dinantikan dan ditunggu dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan upaya sadar untuk mengembangkan kemampuan peserta didik baik di dalam maupun di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Melalui pernyataan tersebut

Lebih terperinci

Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Pengantar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id / dita.lecture@gmail.com ISTILAH APA SAJA YANG ANDA KETAHUI MENGENAI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS? LABELING Disorder

Lebih terperinci

Oleh: Dra. Rahayu Ginintasasi, M. Si

Oleh: Dra. Rahayu Ginintasasi, M. Si Oleh: Dra. Rahayu Ginintasasi, M. Si LATAR BELAKANG 1. Terdapat sekitar 20% lebih anak yang berusia 10-15 tahun di negara-negara Barat mengalami masalah psiko-emosional(henning Rye, 2007) 2. Sindroma down

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asep Zuhairi Saputra, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak yang berprestasi rendah (underachievers) umumnya banyak ditemukan di sekolah,umum karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi tertentu yang

Lebih terperinci

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY

Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Permasalahan Anak Usia Taman Kanak-Kanak Oleh: Nur Hayati, S.Pd PGTK FIP UNY Pendahuluan Setiap anak memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda-beda. Proses utama perkembangan anak merupakan hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain

BAB I PENDAHULUAN. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang normal saja, tetapi juga untuk anak yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus.

BAB I PENDAHULUAN. manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi setiap manusia, tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam UUD 1945 dijelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Di sekolah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hak setiap orang. Begitu pula pendidikan untuk orang orang yang memiliki kebutuhan khusus. Seperti dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam lini kehidupan. Semua orang membutuhkan pendidikan untuk memberikan gambaran dan bimbingan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang

Lebih terperinci

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA PROBOLINGGO WALIKOTA PROBOLINGGO SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAN PENDIDIKAN KHUSUS DAN PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PROBOLINGGO,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. (Permendiknas No.58 Tahun 2009). Melalui pemberian rangsangan

BAB I PENDAHULUAN. ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. (Permendiknas No.58 Tahun 2009). Melalui pemberian rangsangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh

PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN Oleh PELAKSANAAN PENDIDIKAN INKLUSI DI KABUPATEN PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN 2016 Oleh SRI DELVINA,S.Pd NIP. 198601162010012024 SLB NEGERI PELALAWAN KEC. PANGKALAN KERINCI KAB. PELALAWAN PROVINSI RIAU TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang memiliki kemampuan untuk berfikir, berkreasi dan juga beragam serta beradaptasi dengan lingkungannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam upaya mewujudkan tujuan nasional.

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Bab I Pendahuluan 1.1. Latar belakang 1.1.1 Judul Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan Karakteristik Pengguna 1.1.2 Definisi dan Pemahaman Judul Perancangan : Berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

Lebih terperinci

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010 SIAPAKAH? ANAK LUAR BIASA ANAK PENYANDANG CACAT ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS PENDIDIKAN INKLUSIF Pendidikan inklusif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu

BAB I PENDAHULUAN. secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang memiliki keterbatasan secara fisik. Anak Berkebutuhan Khusus dibagi ke dalam dua kelompok yaitu anak yang bermasalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia tercipta sebagai mahluk indvidu dan juga sebagai mahluk sosial. Manusia merupakan mahluk individu karena secara kodrat manusia memiliki keunikan dan karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau

BAB I PENDAHULUAN. SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seni Budaya dan Keterampilan merupakan salah satu mata pelajaran yang ada di sekolah. Muatan Seni Budaya dan Keterampilan sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan

I. PENDAHULUAN. selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua entitas yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema tema kemanusiaan, artinya pendidikan diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Waktu yang dihabiskan anak-anak di sekolah saat ini cukup besar, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. Waktu yang dihabiskan anak-anak di sekolah saat ini cukup besar, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan lingkungan kedua setelah rumah yang dimasuki oleh anak. Waktu yang dihabiskan anak-anak di sekolah saat ini cukup besar, oleh karena itu

Lebih terperinci

KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK

KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK KISI-KISI PENGEMBANGAN SOAL UJI KOMPETENSI AWAL SERTIFIKASI GURU DALAM JABATAN MATA PELAJARAN GURU KELAS SDLB KOMPETENSI PEDAGOGIK Kompetensi Inti Guru (Standar Kompetensi) 1. Menguasai karakteristik peserta

Lebih terperinci

II. Deskripsi Kondisi Anak

II. Deskripsi Kondisi Anak I. Kondisi Anak 1. Apakah Anak Ibu/ Bapak termasuk mengalami kelainan : a. Tunanetra b. Tunarungu c. Tunagrahita d. Tunadaksa e. Tunalaras f. Tunaganda g. Kesulitan belajar h. Autisme i. Gangguan perhatian

Lebih terperinci

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO agung_hastomo@uny.ac.id Abstrak Artikel dengan judul Model penanganan Anak Berkebutuhan Khusus di sekolah akan

Lebih terperinci

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah merdeka sudah sepatutnya negara tersebut mampu untuk membangun dan memperkuat kekuatan sendiri tanpa harus bergantung pada negara lain. Maka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan tubuh yang sempurna. Banyak orang yang mempunyai anggapan bahwa penampilan fisik yang menarik diidentikkan dengan memiliki tubuh yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan inklusif merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) seperti anak dengan hambatan penglihatan, anak

Lebih terperinci

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART

MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART MENUJU SEKOLAH INKLUSI BERSAMA SI GURUKU SMART GUNAWAN WIRATNO, S.Pd SLB N Taliwang Jl Banjar No 7 Taliwang Sumbawa Barat Email. gun.wiratno@gmail.com A. PENGANTAR Pemerataan kesempatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan untuk membangun Negara yang merdeka adalah dengan mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan tersebut telah diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sebuah program. Program melibatkan sejumlah komponen yang bekerja sama dalam sebuah proses untuk mencapai tujuan yang diprogramkan. Sebagai

Lebih terperinci

CHEPY CAHYADI, 2015 SISTEM PAKAR DIAGNOSA GANGGUAN BELAJAR KHUSUS (LEARNING DISABILITY ) PADA ANAK DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER (DS)

CHEPY CAHYADI, 2015 SISTEM PAKAR DIAGNOSA GANGGUAN BELAJAR KHUSUS (LEARNING DISABILITY ) PADA ANAK DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER (DS) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak-anak merupakan tahap awal manusia dalam proses belajar. Proses anak-anak inilah yang nantinya akan berdampak pada proses-proses ke depannya. Untuk itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Maosul, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan elemen dasar dari hak asasi manusia. Di dalam hak atas pendidikan terkandung berbagai elemen pokok bagi kehihupan manusia. Hak atas pendidikan

Lebih terperinci

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA

MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA MELATIH MOTORIK ANAK DOWN SYNDROME DENGAN METODE PERSIAPAN MENULIS DI TK PERMATA BUNDA SURAKARTA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Disusun Oleh : AFRIYAN QAHARANI NIM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berkomunikasi merupakan suatu hal yang mendasar bagi semua orang. Banyak orang yang menganggap bahwa berkomunikasi itu suatu hal yang mudah untuk dilakukan. Namun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Komunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari, bahkan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 157 TAHUN 2014 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam. perkembangan individu yang berlangsung sepanjang hayat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses bantuan yang diberikan oleh orang dewasa untuk mencapai kedewasaan. Henderson dalam Djumhur mengartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia merupakan suatu hal yang wajib ditempuh oleh semua warga negara. Pendidikan di Indonesia telah memasuki tahap pembaruan dimana pendidikan

Lebih terperinci

Karakteristik Anak Usia Sekolah

Karakteristik Anak Usia Sekolah 1 Usia Sekolah Usia Sekolah 2 Informasi Umum dengan Disabilitas 3 Usia Sekolah Anak dengan Disabilitas Anak Dengan Disabilitas adalah anak yang mempunyai kelainan fisik dan/ atau mental yang dapat mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan

BAB I PENDAHULUAN. terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan pembelajaran terpadu (integrated learning) yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar,

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami masalah dalam belajar, hanya saja masalah tersebut ada yang ringan dan ada juga yang masalah pembelajarannya

Lebih terperinci