KAJIAN IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TERHADAP PENGEMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TERHADAP PENGEMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA"

Transkripsi

1 KAJIAN IMPLIKASI PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TERHADAP PENGEMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Darsa Permana Bambang Yunianto Harta Haryadi Jafril Meitha Suciyanti Kusnawan Endang Mulyani PUSLITBANG TEKNOLOGI MINERAL DAN BATUBARA BALITBANG ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2015 i

2 KATA PENGANTAR Hadirnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diperkirakan akan berdampak luas terhadap berbagai sektor, termasuk sektor energi dan sumber daya mineral. Hal ini tidak terlepas dari perubahan kewenangan pengelolaan, yang semula bertumpu pada Pemerintahan Kabupaten/Kota menjadi Pemerintahan Provinsi. Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan terkait dengan perubahan urusan pemerintahan di sektor energi dan sumber daya mineral, khususnya di bidang mineral dan batubara, serta mencari solusi atas permasalahan tersebut agar pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Untuk itu dilakukan uji petik terhadap beberapa provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung, dan Provinsi Kalimantan Selatan. Uji petik ini diharapkan mampu memberikan gambaran utuh tentang kondisi pengelolaan pertambangan mineral dan batubara secara nasional pascadiberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, sehingga dapat diperoleh berbagai masukan dalam rangka penyusunan kebijakan di sektor energi dan sumber daya mineral. Dalam kesempatan ini Tim tak lupa menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu pembuatan hingga tersusunnya kajian ini. Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang memerlukannya. Bandung, Desember 2015 ii

3 SARI Sebagaimana diketahui bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pemerintahan Daerah telah diganti oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dengan judul yang sama. Ada perubahan mendasar dari kedua undang-undang tersebut, terutama dikaitkan dengan kewenangan dalam urusan pemerintahan; jika sebelumnya bertumpu kepada Pemerintahan Kabupaten/Kota (Undang-undang Nomor 32 Tahun 2010), maka kini banyak dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi (Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014), termasuk kewenangan dalam pengelolaan bidang mineral dan batubara. Mengingat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 harus langsung dilaksanakan tanpa menunggu peraturan pelaksanaannya (dalam bentuk Peraturan Pemerintah), maka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran agar tidak terjadi kekosongan hukum yang dapat merugikan berbagai pihak. Di tingkat Daerah, para Gubernur juga mengeluarkan Surat Edaran serupa sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran yang dikeluarkan oleh dua Kementerian tersebut. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap empat provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat beserta empat Kabupaten, yakni Cianjur, Sukabumi, Garut, dan Tasikmalaya; Jawa Timur beserta dua Kabupaten, yakni Sidoarjo dan Malang; Bangka-Belitung, khususnya di Kabupaten Belitung dan Belitung Timur; serta Provinsi Kalimantan Selatan beserta Kabupaten Banjar, diperoleh data sebagai berikut: 1. Reaksi yang ditimbulkan atas pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 hampir sama di setiap provinsi dan kabupaten yang disurvei. Mereka merasa kehadiran Undangundang tersebut tanpa disosialisasikan secara utuh terlebih dulu dan dipaksakan karena dikeluarkan menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden SBY. Kondisi ini pada akhirnya telah menimbulkan kegaduhan di setiap daerah karena mereka, baik Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan Kabupaten/Kota, merasa belum siap menerima perubahan yang cukup fundamental. 2. Meskipun telah dikeluarkan Surat Edaran dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Dalam Negeri, yang juga diikuti oleh masing-masing Gubernur, ketiadaan Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 menjadi kendala utama bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun Hal ini disebabkan Surat Edaran tersebut kurang implementatif serta kurang memiliki kekuatan hukum, iii

4 sehingga dalam kenyataannya ada Pemerintah Kabupaten/Kota yang terpaksa mengeluarkan kebijakan sendiri untuk menghindari keadaan yang lebih buruk. 3. Telah terjadi kebijaksanaan, baik disengaja maupun tidak disengaja, terhadap berbagai hal yang terkait dengan masalah perizinan. Sebagai contoh: pengusaha kecil yang menambang mineral tertentu dengan luas yang hanya ratusan meter persegi, kesulitan mengurus izin ke provinsi karena menghabiskan waktu, tenaga, dan dana. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota mengambil kebijaksanaan yang memberi izin kepada pengusaha kecil tersebut tetap melaksanakan penambangan sambil menunggu proses perizinan selesai. Walaupun dianggap keliru dan cukup berisiko, langkah ini terpaksa diambil oleh Pemerintah Kabupaten/Kota agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan. 4. Ada sikap skeptis yang tidak hanya ditunjukkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, tetapi bahkan juga oleh Pemerintah Provinsi, bahwa pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak akan menemui sasaran sebagaimana yang diinginkan. Terlepas dari latar belakang alasan kedua Pemerintahan di Daerah tersebut, baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi, persoalan utamanya terletak kepada kekurangsiapan mereka menerima substansi dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang dianggap kurang menggambarkan kondisi yang ada di lapangan. Atas dasar hasil survei di atas, maka diperlukan revisi terhadap berbagai materi yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, atau, paling tidak, ditangguhkan pelaksanaannya sembari menunggu Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun iv

5 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... SARI... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ii iv vi viii ix 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Hakikat Otonomi Daerah Urusan Pemerintahan Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Tujuan dan Sasaran Ruang Lingkup dan Alur Pikir Metodologi Lokasi/Tempat Pelaksanaan Kegiatan Penerima Manfaat Keluaran, Hasil, Manfaat, Dampak DASAR HUKUM OTONOMI DAERAH DARI WAKTU KE WAKTU Amandemen UUD Otonomi Daerah di Awal Kemerdekaan Otonomi Daerah Pada Masa Orde Baru Otonomi Daerah Pada Masa Reformasi Surat Edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri Surat Edaran Gubernur PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA PEMBERLAKUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN Umum Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Timur Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Pembahasan Penyerahan Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Kabupaten/ Kota ke Pemerintah Provinsi Implikasi pemberlakuan UU No.23/2014 terhadap pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di daerah v

6 5. ANALISIS Pelaksanaan P3D Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara Masa Transisi Revisi UU 4/2009 dan Produk Hukum Turunannya KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

7 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1.1. Alur Pikir Kajian Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Pengembangan Mineral dan Batubara Urusan Pemerintahan Grafik Jumlah IUP per Komoditas di Provinsi Jawa Barat Grafik Realisasi Bagi Hasil Sektor Pertambangan Umum bagi Provinsi Tahun Peta PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan Skema Pembagian Urusan menurut UU No.23/ Implikasi UU 23/2014 terhadap UU 4/ vii

8 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1. Perbandingan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun Rekapitulasi Usaha Pertambangan di Provinsi Jawa Barat Produksi Bahan Galian di Kabupaten Sukabumi per April Potensi Bahan Galian di Kabupaten Garut Sumber Daya Bahan Galian di Kabupaten Tasikmalaya Sumber Daya Bahan Galian di Kabupaten Malang Sumber Daya, Cadangan, Rencana Produksi dan Penjualan Perusahaan PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Sumber Daya dan Cadangan Perusahaan IUP Batubara di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Rekapitulasi IUP per Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun Produksi, Royalti dan Landrent Batubara di Provinsi Kalimantan Selatan, Peralatan Laboratorium di Dinas Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan Produksi Bahan Galian di Kabupaten Banjar Tahun Nilai Royalti dan Pajak Daerah Bahan Galian di Kabupaten Banjar Tahun Peralatan Laboratorium di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar Peralatan Lapangan di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar Data produksi logam, non logam dan batuan di Kabupaten Belitung Timur Royalti dan Pajak-Pajak Pertambangan di Kabupaten Belitung Timur Pasal-Pasal UU 4/2009 yang harus Disesuaikan viii

9 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Di samping itu melalui otonomi luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, Daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, pemberian otonomi daerah ternyata mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Hal ini tidak terlepas dari situasi dan kondisi internal di dalam negeri serta mengikuti perkembangan di luar negeri, dengan tetap mengedepankan perlunya percepatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia Hakikat Otonomi Daerah Pada hakikatnya otonomi daerah diberikan kepada rakyat sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah, dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh kepala daerah dan DPRD dengan dibantu oleh Perangkat Daerah. Urusan pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berasal dari kekuasaan pemerintahan yang ada di tangan Presiden. Konsekuensi dari negara kesatuan adalah tanggung jawab akhir pemerintahan ada di tangan Presiden. Agar pelaksanaan urusan pemerintahan yang diserahkan ke Daerah berjalan sesuai dengan kebijakan nasional, maka Presiden berkewajiban untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan dibantu oleh menteri negara dan setiap menteri bertanggung atas urusan pemerintahan tertentu dalam pemerintahan. Sebagian urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab menteri tersebut yang sesungguhnya diotonomikan ke Daerah. Konsekuensi menteri sebagai pembantu Presiden adalah kewajiban menteri atas nama Presiden untuk melakukan pembinaan dan pengawasan agar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Agar tercipta sinergi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian berkewajiban membuat norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) untuk dijadikan pedoman bagi Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan ke Daerah dan menjadi pedoman bagi kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian untuk melakukan 1

10 pembinaan dan pengawasan. Presiden melimpahkan kewenangan kepada Menteri sebagai koordinator pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian melakukan pembinaan dan Pengawasan yang bersifat teknis, sedangkan Kementerian melaksanakan pembinaan dan pengawasan yang bersifat umum. Mekanisme tersebut diharapkan mampu menciptakan harmonisasi antar kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dalam melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara keseluruhan Urusan Pemerintahan Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, terdapat urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat yang dikenal dengan istilah urusan pemerintahan absolut, dan ada urusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan konkuren terdiri atas urusan pemerintahan Wajib dan urusan pemerintahan Pilihan yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan Wajib dibagi dalam urusan pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan urusan pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. Untuk urusan pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin hak-hak konstitusional masyarakat. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Daerah provinsi dengan Daerah kabupaten/kota, walaupun Urusan Pemerintahan sama, perbedaannya akan nampak dari skala atau ruang lingkup urusan pemerintahan tersebut. Walaupun Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/ kota mempunyai urusan pemerintahan masing-masing yang sifatnya tidak hierarki, namun tetap akan terdapat hubungan antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi, dan Daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaannya dengan mengacu pada NSPK yang dibuat oleh Pemerintah Pusat. Di samping urusan pemerintahan absolut dan urusan pemerintahan konkuren, undang-undang juga mengenal adanya urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan umum menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan yang terkait pemeliharaan ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal Ika, menjamin hubungan yang serasi berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan sebagai pilar kehidupan berbangsa dan bernegara serta memfasilitasi kehidupan demokratis. Presiden dalam pelaksanaan urusan pemerintahan umum di Daerah melimpahkan kepada gubernur sebagai kepala pemerintahan provinsi dan kepada bupati/wali kota sebagai kepala pemerintahan kabupaten/kota. 2

11 Peran Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah Mengingat kondisi geografis yang sangat luas, maka untuk efektivitas dan efisiensi pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota, Presiden sebagai penanggung jawab akhir pemerintahan secara keseluruhan melimpahkan kewenangannya kepada gubernur untuk bertindak atas nama Pemerintah Pusat untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Daerah kabupaten/kota agar melaksanakan otonominya dalam koridor NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Untuk efektivitas pelaksanaan tugasnya selaku wakil Pemerintah Pusat, gubernur dibantu oleh perangkat gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. Karena perannya sebagai Wakil Pemerintah Pusat maka hubungan gubernur dengan pemerintah Daerah kabupaten/kota bersifat hierarkis Tujuan dan Sasaran Tujuan kajian adalah teridentifikasinya permasalahan terkait urusan pemerintahan di bidang mineral dan batubara, serta diperolehnya solusi atas permasalahan tersebut sehubungan dengan pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun Adapun sasaran kajian adalah tersusunnya usulan kebijakan dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan yang baru di bidang mineral dan batubara Ruang Lingkup dan Alur Pikir Ruang lingkup kegiatan meliputi: a. Penelaahan terhadap kondisi Pemerintah provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota, khususnya Dinas yang menangani pertambangan mineral dan batubara. b. Hubungan antara Pemerintahan provinsi dan Pemerintah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan selama ini ditinjau dari aspek pengaturan, perizinan, pembinaan, dan pengawasan. c. Penelaahan dalam penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK). d. Analisis pengembangan mineral dan batubara ke depan. Alur pikir kajian tentang implikasi penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pengembangan mineral dan batubara dilakukan dari dua sisi; a. Pertama, sisi Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, yang meliputi survei kepada Dinas ESDM, Bappeda, dan Dinas terkait dari masing-masing provinsi dan kabupaten/kota. Dari sini diidentifikasi aspek pengaturan, perizinan, pembinaan, dan pengawasan di bidang mineral dan batubara. 3

12 b. Kedua, sisi Pemerintah Pusat, yang meliputi Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian lain yang terkait. Dari sini diidentifikasi mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK) di bidang mineral dan batubara. c. Dengan adanya penelaahan terhadap dua sisi di atas, maka dilakukan analisis kebijakan dalam rangka perumusan konsep kebijakan. Alur pikir dan konsep pendataan kajian implikasi penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pengembangan mineral dan batubara dapat dilihat pada Gambar 1.1. e. Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota: Dinas ESDM Bappeda Dinas terkait Identifikasi: Pengaturan f. Perijinan Pembinaan g. Pengawasan Pemerintah Pusat: KESDM Kemendagri Kementerian terkait Identifikasi: Norma Standar h. Prosedur Kriteria i. ANALISIS KEBIJAKAN PERUMUSAN KONSEP KEBIJAKAN Gambar 1.1. Alur Pikir Kajian Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Pengembangan Mineral dan Batubara 1.4. Metodologi Metodologi yang digunakan dalam kajian ini adalah metode penelitian survei dan nonsurvei. Metode survei dilakukan dengan mendatangi Dinas-dinas yang terkait atau berhubungan dengan penanganan bidang mineral dan energi di beberapa daerah, yaitu di Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Bangka Belitung, dan Provinsi Kalimantan Selatan. Adapun metode penelitian nonsurvei dilakukan melalui koordinasi dan pendataan dengan intansi terkait di lingkungan Kementerian ESDM dan di luar Kementerian ESDM (Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan kementerian lain yang terkait). Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, sementara model pengolahan menggunakan teknik analisis statistika, ekonomi, dan analisis kebijakan. 4

13 1.5. Lokasi/Tempat Pelaksanaan Kegiatan Bandung, DKI Jakarta, dan 4 provinsi yang memiliki izin usaha pertambangan minerba yang cukup banyak, yaitu: Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Kalimantan Selatan, dan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Penerima Manfaat Penerima manfaat kajian ini adalah: a) Pemerintah Pusat dan Daerah; b) investor pemegang izin usaha pertambangan, dan calon investor yang ingin berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara Keluaran, Hasil, Manfaat, Dampak Keluaran Keluaran kajian ini adalah: a) laporan Kajian Implikasi Penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Pengembangan Bidang Mineral dan Batubara ; b) ringkasan eksekutif. Hasil Hasil kajian dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara untuk menyusun peraturan perundang-undangan baru di bidang mineral dan batubara sesuai dengan Undang- undang Nomor 23 Tahun Manfaat Kajian ini diharapkan memberikan manfaat: 5

14 a) dapat meminimalisasi kerancuan dalam menginterpretasikan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, khususnya di bidang pertambangan mineral dan batubara, oleh para pengambil keputusan; b) memberikan jaminan kepastian hukum kepada investor dan calon investor di bidang pertambangan mineral dan batubara. Dampak Dampak atas dilakukannya kajian Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 adalah agar pelaksanaan Undang-undang ini dapat berjalan secara mulus, sehingga tidak terjadi perbedaan pandangan yang besar antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah provinsi dengan Pemerintah kabupaten/kota dalam menerjemahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun

15 DASAR HUKUM OTONOMI DAERAH DARI WAKTU KE WAKTU Dasar hukum otonomi daerah adalah Amandemen UUD 1945 Pasal 18, yang memuat paradigma baru dan arah politik pemerintahan daerah yang baru dalam menjalankan otonomi daerah, yaitu tentang prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri pemerintahannya menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Hal tersebut tertuang dalam UUD 1945 Pasal 18 ayat (2), yang menegaskan bahwa pemerintahan di Daerah adalah pemerintahan otonomi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia Amandemen UUD 1945 Selain itu, UUD 1945 Pasal 18 Ayat 2 memuat prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan pusat. Bidang yang tetap menjadi wewenang Pemerintah Pusat adalah terkait politik luar negeri, pertahanan, keamanan, agama, yustisi, moneter, dan fiskal nasional. Prinsip otonomi daerah di dalam UUD 1945 Pasal 18 Ayat 2 mengandung makna bahwa bentuk dan isi otonomi daerah tidak harus seragam, tetapi disesuaikan dengan keadaan khusus dan keberagaman daerah. Contohnya otonomi untuk daerah pertanian dapat berbeda dengan daerah industri. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat, hukum adat beserta hak otonominya pun tertuang dalam UUD 1945 Pasal 18 Ayat Otonomi Daerah di Awal Kemerdekaan Rumusan prinsip atau asas otonomi sudah tertuang dalam undang-undang dari tahun 1945 sampai dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 menyatakan kemerdekaan pengaturan rumah tangga daerah asal tidak bertentangan dengan pengaturan pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang lebih luas daripadanya. Kemudian Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 memuat aturan hak pengaturan dan pengurusan rumah tangga sendiri berdasarkan hak otonomi dan medebewind, dan tidak berat ekonomi pada desa atau kota kecil. Lalu muncul ndang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang otonomi formil, yaitu wewenang daerah mengurus rumah tangganya tidak dibatasi/tidak diperinci, sejauh tidak bertentangan dengan urusan yang diatur oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih tinggi tingkatannya. Kemudian hadir Penpres Nomor 6 Tahun 1959 dan Penpres Nomor 5 Tahun 1965 tentang melanjutkan politik desentralisasi (teritorial) dan dekonsentrasi dimana daerah diberi hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan memperhatikan kemampuan masing-masing daerah Otonomi Daerah Pada Masa Orde Baru 7

16 Pada tahun 1965 dikeluarkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1965 yang mengatur otonomi teritorial yang riil dan seluas-luasnya serta menjalankan politik dekonsentrasi sebagai komponen yang vital. Otonomi, selain sebagai hak/kewenangan, juga sekaligus kewajiban. Selanjutnya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 menyatakan prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab, serta otonomi adalah hak, wewenang dan sekaligus kewajiban Otonomi Daerah Pada Masa Reformasi Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Sesuai dengan perubahan pemerintahan dari masa orde baru ke masa reformasi, undang-undang tentang otonomi daerah juga mengalami perubahan. Hal ini untuk menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta tantangan persaingan global, sehingga dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan, dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Di samping itu, perubahan undang-undang dimaknai bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah, dipandang perlu untuk lebih menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran-serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman Daerah. Atas dasar pertimbangan di atas, maka lahirlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang diikuti oleh Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang memberikan otonomi secara luas, nyata, dan bertanggung jawab. Peraturan perundangan ini juga memuat penyelenggaraan otonomi memperhatikan aspek demokrasi, partisipatif, adil dan merata dengan memperhatikan potensi dan keragaman daerah, serta otonomi provinsi bersifat terbatas, sekaligus menjalankan fungsi dekonsentrasi. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Namun seiring dengan berjalannya waktu, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 kembali harus diganti karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah. Negara beranggapan bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk 8

17 mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah perlu lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar-susunan pemerintahan dan antar-pemerintahan daerah, potensi, dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Untuk itu lahirlah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kedua undang-undang ini memberikan pelaksanaan otonomi daerah yang seluas-luasnya, nyata, dan bertanggung jawab. Undang-undang tersebut juga memuat penyelenggaraan otonomi yang berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat, menjamin hubungan serasi antara daerah, dan menjamin hubungan serasi dengan pemerintah. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang terdiri atas 26 Bab dan 240 Pasal ini, lebih lengkap dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, serta memperkenalkan beberapa hal baru yang merupakan implementasi dari aspirasi banyak orang, aspirasi beberapa pakar, dan aspirasi dari perubahan itu sendiri. Hal baru yang tercantum dalam Undang-undang ini di antaranya pembentukan daerah dan kawasan khusus, pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung, pembagian urusan pemerintahan, keuangan daerah, kontrol terhadap defisit daerah, penetapan APBD Kabupaten/Kota, penguatan posisi gubernur, kelembagaan DPRD sebagai penyelenggaraan pemerintahan daerah, pertanggungjawaban kepala daerah, dan impeachment kepala daerah. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Dinamika yang terus berkembang telah menuntut kembali perubahan undang-undang tentang otonomi daerah. Hal ini tidak terlepas dari upaya Negara agar penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan daerah juga perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antara Pemerintah Pusat dengan daerah dan antardaerah, potensi dan keanekaragaman daerah, serta peluang dan tantangan persaingan global dalam kesatuan sistem 9

18 penyelenggaraan pemerintahan negara. Oleh karena itu lahirlah Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang merupakan pengganti dari Undang-undang Nomor 32 Tahun Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terdiri atas 27 Bab dan 411 Pasal, serta 32 Lampiran (dari Lampiran A sampai dengan Lampiran FF). Perbandingan kedua undang-undang tersebut lihat Tabel 2.1 dan Lampiran 1. Tabel 2.1. Perbandingan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 No. Telaah perbandingan 1 Asas-asas pemerintahan daerah 2. Pembagian kekuasaan antara pusat dan daerah 3. Kewenangan provinsi dan kabupaten/kota UU No. 32 Tahun 2004 UU No. 23 Tahun 2014 a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; dan i. efektivitas. Pemerintah pusat merinci apa saja yang menjadi urusan pemerintahannya, selebihnya menjadi urusan daerah (general competence). Pemerintah pusat mengambil bagian: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; f. agama. Kewenangan provinsi: a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya manusia potensial; g. penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas kabupaten/kota; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/kota; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas kabupaten/kota; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat dilaksanakan oleh kabupaten/kota ; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. a. kepastian hukum; b. tertib penyelenggara negara; c. kepentingan umum; d. keterbukaan; e. proporsionalitas; f. profesionalitas; g. akuntabilitas; h. efisiensi; i. efektivitas; dan j. keadilan. Urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Pemerintah pusat merinci apa saja yang menjadi urusan pemerintahannnya,selebihnya jadi urusan daerah. Urusan pemerintahan pusat meliputi: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e. moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. Kewenangan provinsi: a. urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota; b. urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota; c. urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau d. urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah Provinsi. Kewenangan kabupaten/kota: Kewenangan kabupaten/kota: 10

19 4. Hubungan kepala daerah dengan DPRD 5. Masalah pemilihan kepala daerah a. perencanaan dan pengendalian pembangunan; b. perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang; c. penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat; d. penyediaan sarana dan prasarana umum; e. penanganan bidang kesehatan; f. penyelenggaraan pendidikan; g. penanggulangan masalah sosial; h. pelayanan bidang ketenagakerjaan; i. fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; j. pengendalian lingkungan hidup; k. pelayanan pertanahan; l. pelayanan kependudukan, dan catatan sipil; m. pelayanan administrasi umum pemerintahan; n. pelayanan administrasi penanaman modal; o. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan p. urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Urusan pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota yang bersifat pilihan meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Kepala daerah bersama DPRD menetapkan perda: 1. terkait APBD; 2. terkait Renstra pemda; 3. terkait pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah. Satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. a. urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota; b. urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota; c. urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/ kota; dan/atau d. urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota. Kepala daerah bersama DPRD menetapkan perda: 1. terkait APBD; 2. terkait penyusunan dan pengajuan rancangan Perda tentang RPJPD dan rancangan Perda tentang RPJMD kepada DPRD untuk dibahas bersama DPRD, serta menyusun dan menetapkan RKPD; 3. terkait pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah. Satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil Surat Edaran Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri Dalam rangka menjamin kepastian hukum dan sambil menunggu terbitnya peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, maka pada masa transisi ini pemerintah cq Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri masing-masing telah mengeluarkan surat edaran untuk dipedomani oleh Daerah. A. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Sehubungan dengan telah diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, maka Direktur Jenderal Mineral dan Batubara telah mengirim surat kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2066/06/DJB/2014 tanggal 26 November 2014, yang pada intinya meminta 11

20 agar menerbitkan Surat Edaran untuk mengisi kekosongan hukum pada masa transisi. Selanjutnya Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah membuat surat dengan Nomor 2115/30/SDB/2014 tanggal 16 Desember 2014 perihal Kewenangan Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara. Surat tersebut antara lain menyebutkan: 1. Mengingat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak mengatur masa transisi terhadap permohonan baru, perpanjangan, atau peningkatan tahap kegiatan di bidang pertambangan mineral dan batubara, maka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dalam waktu dekat akan menerbitkan produk hukum untuk mengatur masa transisi terkait perizinan pertambangan mineral dan batubara. 2. Terkait dengan permohonan: a. Perubahan IUP Eksplorasi mineral bukan logam atau batuan antara lain terkait jangka waktu dan/atau perubahan saham, permohonan WIUP mineral bukan logam atau batuan, permohonan IUP mineral bukan logam atau batuan termasuk perpanjangan IUP serta peningkatan IUP Eksplorasi mineral bukan logam atau batuan menjadi IUP Operasi Produksi mineral bukan logam atau batuan. b. penerbitan IPR dalam wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) termasuk perpanjangan IPR; dan c. perubahan IUP Eksplorasi mineral logam atau batubara antara lain terkait jangka waktu dan /atau perubahan saham, serta peningkatan IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara menjadi IUP- Operasi Produksi mineral logam dan batubara; yang diajukan kepada Bupati/Walikota oleh pemohon WIUP/IUP/IPR dan pemegang IUP/ IPR sebelum tanggal 2 Oktber 2014 dan telah diproses oleh dinas teknis daerah Kabupaten/Kota, maka dapat ditandatangani oleh Bupati/ Walikota setelah tanggal 2 Oktober 2014 sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada angka 3 yang diterima Bupati/Walikota mulai tanggal 2 Oktober 2014, maka Bupati/Walikota menyerahkan berkas permohonannya kepada Gubernur untuk dievaluasi dan diproses penerbitn izinnya sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun Akhirnya, pada tanggal 30 April 2015, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengeluarkan Surat Edaran Nomor 04.E/30/DJB/2015 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara. Butir-butir Surat Edaran ini adalah: 1) Bupati/walikota tidak lagi berwenang dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara terhitung sejak tanggal 2 Oktober

21 2) Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, maka pasal-pasal dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara beserta peraturan pelaksananya yang mengatur kewenangan bupati/walikota tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. 3) Untuk memberikan kepastian hukum dan kepastian berusaha kepada pemegang IUP mineral dan batubara, gubernur dan bupati/walikota segera melakukan koordinasi terkait dengan penyerahan dokumen IUP mineral dan batubara dalam rangka PMDN yang telah dikeluarkan oleh bupati/walikota sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun ) Dalam rangka pelaksanaan peralihan kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara, diminta kepada bupati/walikota untuk segera menyerahkan berkas perizinan kepada gubernur, antara lain: a. IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan batubara, dan/atau IPR yang telah diterbitkan bupati/walikota sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014; b. IUP Eksplorasi, IUP Operasi Produksi mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan batubara, dan/atau IPR yang terlanjur diterbitkan bupati/walikota setelah berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014; c. rencana penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang belum ditetapkan oleh bupati/walikota; d. permohonan, antara lain: 1) wilayah IUP (WIUP) mineral bukan logam dan batuan; 2) IUP Eksplorasi mineral bukan logam dan batuan; 3) peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi mineral logam, mineral bukan logam, batuan, dan batubara; 4) IPR dan perpanjangan IPR; 5) perpanjangan IUP Operasi Produksi logam, batubara, mineral bukan logam, dan batuan; 6) perubahan jangka waktu IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara (sesuai dengan jangka waktu dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009); 13

22 yang telah diajukan kepada bupati/walikota sebelum tanggal 2 Oktober 2014 yang saat ini masih diproses oleh Dinas Teknis kabupaten/kota yang mempunyai tugas pokok dan fungsi di bidang pertambangan mineral dan batubara. 5) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah provinsi di bidang pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, diminta kepada gubernur untuk segera: a. memproses penerbitan atau pemberian persetujuan atas berkas perizinan yang telah disampaikan oleh bupati/walikota; b. memperbarui berkas perizinan yang telah disampaikan oleh bupati/ walikota sebagaimana dimaksud pada angka 4 huruf b; c. memproses penetapan WPR; d. memproses permohonan yang diajukan kepada gubernur, antara lain berupa permohonan: 1) perubahan jangka waktu IUP Eksplorasi mineral logam dan batubara; 2) peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi; 3) perpanjangan IUP Operasi Produksi; 4) WIUP yang berada dalam 1 (satu) kabupaten/kota; 5) IUP Eksplorasi, serta IPR dan perpanjangannya. 6) Gubernur dapat melakukan evaluasi terhadap berkas perizinan yang disampaikan oleh bupati/walikota. B. Kementerian Dalam Negeri Pada tanggal 16 Januari 2015, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 120/253/Sj tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Setelah Ditetapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pokok-pokok Surat Edaran ini adalah: 1. Penyelenggaraan urursan pemerintahan konkuren yang bersifat pelayanan kepada masyarakat luas dan masif, yang pelaksanaannya tidak dapat ditunda dan tidak dapat dilaksanakan tanpa dukungan personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D), tetap dilaksanakan oleh tingkatan/susunan pemerintahan yang saat ini menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren tersebut sampai dengan diserahkannya P3D. (Catatan: ada 11 sub urusan yang termasuk ke dalam butir ini, tetapi sub urusan bidang energi dan sumber daya mineral tidak termasuk di dalamnya). 14

23 2. Penyelenggaraan perizinan dalam bentuk pemberian atau pencabutan izin dilaksanakan oleh susunan/tingkatan pemerintahan sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun Penataan/perubahan perangkat daerah untuk melaksanakan urusan pemerintahan konkuren hanya dapat dilakukan setelah ditetapkannya hasil pemetaan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun Urusan pemerintahan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dilaksanakan oleh Badan/Kantor Kesbangpol dan/atau Biro/Bagian pada sekretariat daerah yang membidangi pemerintahan sebelum terbentuknya instansi vertikal yang membantu gubernur dan bupati/ walikota. 5. Pelaksanaan tugas dan wewenang gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dibantu oleh SKPD provinsi sampai dengan dibentuknya perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. 6. Diminta kepada gubernur, bupati, dan walikota untuk: a. menyelesaikan secara seksama inventarisasi P3D antar tingkatan/susunan pemerintahan sebagai akibat pengalihan urusan pemerintahan konkuren paling lambat tanggal 31 Maret 2016 dan serah terima personel, sarana dan prasarana, serta dokumen (P2D) paling lambat tanggal 2 Oktober 2016; b. gubernur, bupati/walikota segera berkoordinasi terkait dengan pengalihan urusan pemerintahan konkuren; c. melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait yang difasilitasi oleh Kementerian Dalam Negeri; d. melakukan koordinasi dengan pimpinan DPRD masing-masing; dan e. melaporkan pelaksanaan Surat Edaran ini kepada Menteri Dalam Negeri Surat Edaran Gubernur Untuk menghadapi kekosongan peraturan, beberapa gubernur telah membuat surat edaran sebagai langkah antisipasi. A. Surat Edaran Gubernur Kepulauan Bangka Belitung Nomor 540/241/DPE/2015 perihal Pembinaan dan Pengawasan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, tanggal 16 Maret

24 Memperhatikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dan sesuai Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor 120/253/Sj tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Setelah Ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah tanggal 16 Januari 2015 Hal Tindak Lanjut Penataan IUP tanggal 16 Januari 2015, khususnya dalam pemberian kewenangan kepada Gubernur untuk menyelenggarakan urusan bidang energi dan sumber daya mineral, bersama ini disampaikan hal-hal berikut: 1. Bahwa pada saat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan daerah wajib mendasarkan dan menyesuaikan dalam pengaturannya. 2. Sesuai dalam matriks pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota bidang energi dan sumber daya mineral, dalam rangka pembinaan dan pengawasan yang merupakan kewenangan daerah provinsi untuk menjadi perhatian dan berlaku sejak diundangkan. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, agar Bupati/Walikota untuk tidak memberikan segala bentuk penetapan, penerbitan, dan persetujuan yang terkait dengan bidang energi dan sumber daya mineral dalam daerah provinsi. B. Surat Edaran Gubernur Jawa Timur No. 545/1541/119.2/2014 tentang Tindak Lanjut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan terbitnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, ada perubahan kewenangan urusan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menjadi urusan Pemerintah Daerah Provinsi. Untuk mengimplementasikan hal ini, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur dalam konsolidasi Perizinan Pertambangan telah menerbitkan: 1. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 16 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemberian Izin di Bidang ESDM sebagai Implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 2. Pengumpulan berkas Izin Usaha Pertambangan yang telah diterbitkan oleh Kabupaten/Kota. 3. Penyusunan database izin tambang se-provinsi Jawa Timur. 4. Merekrut tenaga honorer dari UGM dan UPN Veteran, sebagai PTT/Kontrak dalam rangka memproses permohonan izin pertambangan dan menyusun database. 5. Mengintruksikan kepada seluruh Bupati/Walikota agar menghentikan Penerbitan Izin Usaha Pertambangan, karena telah menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi hasil KORSUP dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 16

25 6. Mengintruksikan kepada seluruh Bupati/Walikota agar menyerahkan data dan dokumen perizinan yang telah dikeluarkan dalam rangka pembinaan dan pengawasan terhadap pemegang izin. 7. Seluruh Kabupaten/Kota penghasil sumber daya alam pertambangan umum, tetap mendapatkan Dana Bagi Hasil, Pajak Daerah, dan Pajak Air Tanah. C. Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Nomor 503/24/Investasi dan BUMD perihal Penyelenggaraan Perijinan di Jawa Barat, setelah ditetapkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 telah mengubah kewenangan urusan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menjadi urusan Pemerintah Daerah Provinsi. Untuk itu Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat tetap menjamin penyelenggaraan pelayanan publik yang optimal, dengan menerbitkan: 1. Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 86 Tahun 2014 tentang Kebijakan Transisional Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 92 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu. 2. Instruksi Gubernur Jawa Barat Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Urusan Pemerintahan Konkuren Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Kesepakatan Bersama antara Pemerintahan Provinsi Jawa Barat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota se Jawa Barat Nomor 119/83/Otda/Ksm tanggal 23 Desember 2014, tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah Dalam Pelayanan Publik setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Pemerintah Provinsi Jawa Barat masih membutuhkan bantuan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka optimalnya pelayanan perizinan, di antaranya: 1. Perizinan yang telah diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, dan sebelum terbitnya Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 92 Tahun 2014, tetap dinyatakan berlaku hingga berakhirnya masa berlaku perizinan. 2. Untuk itu kepada seluruh Kabupaten/Kota segera melakukan penyesuaian berdasarkan tahapan kewenangan urusan pemerintahan melalui pencabutan izin sesuai ketentuan yang berlaku. 17

26 3. Menyampaikan daftar dan dokumen perizinan yang telah diterbitkan sebagaimana point 1 dan 2 oleh Operasional Perangkat Daerah (OPD) yang menangani peizinan di Daerah Kabupaten/Kota kepada Gubernur Jawa Barat, untuk optimalnya perizinan. 4. Menyampaikan informasi tentang perubahan kewenangan penerbitan perizinan kepada masyarakat/pemohon izin untuk segera menyesuaikan dan berkoordinasi dengan Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat serta Biro Investasi dan BUMD Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat Untuk menangani pemasalahan dan kendala dalam pelaksanaan pelayanan perizinan. 18

27 PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PASCAPEMBERLAKUKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN Umum Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 telah ditetapkan sebagai pengganti Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, yang dinyatakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Muatan Undang-undang terbaru ini membawa banyak perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satunya adalah pembagian urusan pemerintahan daerah. Menurut Pasal 9 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan: absolut, konkuren, dan umum. Urusan pemerintahan absolut sepenuhnya kewenangan Pemerintah Pusat, sementara urusan pemerintahan konkuren dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota yang merupakan dasar dari pelaksanaan otonomi daerah. Sedangkan urusan pemerintahan umum adalah urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan. Mencermati lebih jauh tentang urusan pemerintahan konkuren, Pasal 12 undang-undang ini membaginya menjadi dua bagian, yaitu urusan pemerintahan wajib dan urusan pemerintahan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh semua Daerah, terdiri atas pelayanan dasar dan pelayanan nondasar. Sedangkan urusan pemerintahan pilihan berupa urusan pemerintahan yang diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing Daerah. Urusan pemerintahan pilihan meliputi bidang: (a) kelautan dan perikanan; (b) pariwisata; (c) pertanian; (d) kehutanan; (e) energi dan sumber daya mineral; (f) perdagangan; (g) perindustrian; dan (h) transmigrasi (Gambar 3.1). 19

28 Gambar 3.1. Urusan Pemerintahan Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota sebagaimana disebutkan di atas didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berikut kriteria-kriteria urusan pemerintahan pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota. Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah: a. urusan pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; b. urusan pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; c. urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara; d. urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat; dan/atau e. urusan pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional. Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah provinsi adalah: a. urusan pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota; b. urusan pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota; c. urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota; dan/atau 20

29 d. urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah provinsi. Kriteria urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah kabupaten/kota adalah: a. urusan pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota; b. urusan pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota; c. urusan pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah kabupaten/kota; dan/atau d. urusan pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh Daerah kabupaten/kota. Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan Daerah dan Pemerintah Pusat dalam urusan pilihan adalah sebagai berikut: a. penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; b. urusan pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota; c. urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat; d. urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota. Beberapa prinsip dasar Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 a. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan. Yang dimaksud dengan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam ketentuan ini adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Pemeritah Pusat sebagai pedoman dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren, baik yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat maupun yang menjadi kewenangan Daerah (Pasal 6 berikut penjelasannya). b. Pemerintah Pusat, yang dalam hal ini diwakili oleh menteri/kepala lembaga pemerintahan nonkementerian, melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Daerah provinsi, sementara pembinaan dan pengawasan untuk Daerah 21

30 kabupaten/kota dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat (Pasal 7 dan Pasal 8 berikut penjelasannya). c. Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah kabupaten/kota didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional (Pasal 13 berikut penjelasannya). Yang dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah penanggungjawab penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan kedekatannya dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Yang dimaksud dengan prinsip efisiensi adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh. Yang dimaksud dengan prinsip eksternalitas adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Yang dimaksud dengan prinsip kepentingan strategis nasional adalah penyelenggara suatu urusan pemerintahan ditentukan berdasarkan pertimbangan dalam rangka menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, menjaga kedaulatan negara, implementasi hubungan luar negeri, pencapaian program strategis nasional dan pertimbangan lain yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi, kecuali pengelolaan minyak dan gas bumi yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sementara urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota. Daerah kabupaten/kota penghasil dan bukan penghasil mendapatkan bagi hasil dari penyelenggaraan urusan pemerintahan (Pasal 14). e. Pemerintah Pusat dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan konkuren berwenang untuk: (Pasal 16) 1) menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria dalam rangka penyelenggaraan urusan pemerintahan, yakni berupa ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat dan yang menjadi kewenangan Daerah; 22

31 2) penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteriasebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak peraturan pemerintah mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diundangkan; dan 3) kewenangan Pemerintah Pusat dilaksanakan oleh kementerian dan lembaga pemerintah nonkementerian, dan harus dikoordinasikan dendan kementerian lain yang terkait. f. Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah, dengan wajib berpedoman kepada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat tidak mempedomani norma, standar, prosedur, dan kriteria tidak sesuai dengan kebijakan Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan Daerah. Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun Pemerintah Pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, penyelenggara Pemerintahan Daerah melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah (Pasal 17). g. Seluruh ketentuan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 berlaku juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan Daerah tersebut (Pasal 399). h. Izin yang telah dikeluarkan sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap berlaku sampai dengan habis berlakunya izin (Pasal 402). i. Serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen sebagai akibat pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota yang diatur berdasarkan Undang-undang ini dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini diundangkan (Pasal 404). j. Pada saat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 mulai berlaku, seluruh peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-undang ini (Pasal 408). k. Peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-undang ini diundangkan (Pasal 410) Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, salah satu urusan pemerintahan pilihan adalah di bidang energi dan sumber daya mineral yang dibagi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah provinsi, dan Pemerintah kabupaten/kota. Bidang energi dan 23

32 sumber daya mineral dikelompokkan menjadi sub urusan geologi, mineral dan batubara, minyak dan gas bumi, energi baru terbarukan, dan ketenagalistrikan. Geologi Sub urusan geologi mencakup penetapan cekungan air tanah, konservasi air tanah, kawasan lindung geologi, bahaya gunung api, gerakan tanah, neraca sumber daya dan cadangan sumber daya mineral dan energi, serta kawasan rencana bencana geologi, dan lain-lain. Mineral dan batubara Sub urusan mineral dan batubara meliputi penetapan wilayah pertambangan dan wilayah izin usaha pertambangan, penerbitan izin usaha pertambangan, penetapan dan penerbitan izin usaha pertambangan dan jasa pertambangan, penetapan harga patokan, dan lain-lain. Minyak dan gas bumi Sub urusan minyak dan gas bumi meliputi penyelenggaraan minyak dan gas bumi, dan hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Energi baru terbarukan Sub urusan energi baru terbarukan meliputi penetapan wilayah kerja panas bumi, penerbitan izin panas bumi, penetapan harga listrik dan/atau uap panas bumi, dan lain-lain. Ketenagalistrikan Sub urusan ketenagalistrikan meliputi penetapan wilayah penyediaan tenaga listrik, penerbitan izin usaha penyediaan tenaga listrik, penetapan tarif tenaga listrik, persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik, dan lain-lain. Dari kelima sub urusan di bidang energi dan sumber daya mineral, hanya sub urusan energi baru terbarukan yang melibatkan Pemerintah Daerah kabupaten/kota, yaitu penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi. Sub urusan geologi, mineral dan batubara, dan ketenagalistrikan dikelola oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah provinsi, sedangkan sub urusan minyak dan gas bumi hanya dikelola oleh Pemerintah Pusat. Rincian urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral dapat dilihat pada Lampiran. 24

33 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dalam rangka kajian mengenai implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pengembangan mineral dan batubata di Indonesia dilakukan survai lapangan pada 4 (empat) provinsi sebagai sampel nasional, yaitu: Jawa Barat, Jawa Timur, Kepulauan Bangka Belitung, dan Kalimantan Selatan. Survai lapangan untuk pendataan informasi yang terkait dilakukan dengan berpedoman kuesioner dan wawancara. Mengenai ruang lingkup pendataan menyangkut hal-hal berikut: 1) Kondisi dan potensi pertambangan mineral dan batubara di provinsi dan kabupaten; 2) Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, antara lain; a. Tenaga pelaksana pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di provinsi dan kabupaten, b. Peralatan pendukung pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang tersedia, c. Anggaran kegiatan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, d. Hubungan antara dinas pertambangan provinsi dan kabupaten, dan e. Penerimaan daerah dari pertambangan mineral dan batubara. 3) Pandangan dan masukan terhadap implementasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pengembangan pertambangan mineral dan batubara di daerah Berikut diuraikan mengenai hasil survai lapangan tentang pelaksanaan pengembangan pertambangan mineral dan batubara setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 di empat provinsi sebagai sampel nasional dengan data peta pada Lampiran Provinsi Jawa Barat A. Hasil Survei di Tingkat Provinsi Kondisi dan potensi pertambangan mineral dan batubara Potensi bahan tambang di Provinsi Jawa Barat sangat besar, mencapai 29 jenis mineral dan batubara yang terdiri dari 17 mineral non logam (andesit, kapur, bentonit, diatome, felspar, fosfat, kaolin, marmer, pasir urug, sirtu, kuarsa, tanah liat, tras, zeolit, gipsum, belerang, kalsit); delapan Mineral logam (pasir besi, bijih besi, galena, emas, perak, mangan, tembaga, seng); dan 25

34 empat mineral batuan (batu permata, onyx, batu ares dan obsidian), dan batubara. Seluruh potensi yang besar tersebut tersebar di 19 kabupaten di Provinsi Jawa Barat, antara lain (Kabupaten Cianjur, Sukabumi, Bogor, Purwakarta, Karawang, Bekasi, Subang, Tasikmalaya, Pangandaran, Garut, Bandung, Bandung Barat, Ciamis, Cirebon, Indramayu, Kuningan, Banjar, Sumedang dan Majalengka). Sumber daya batu kapur yang terbesar terdapat di Kabupaten Sukabumi (>1,562 miliar ton), andesit di Kabupaten Karawang (>870 juta ton), bentonit di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi (masing-masing >130 juta ton), sirtu di Kabupaten Karawang (>533 juta ton), pasir kuarsa di Kabupaten Sukabumi (>3 miliar ton), tanah liat di Kabupaten Sumedang (>122,7 miliar ton), tras di Kabupaten Bandung Barat (>2 miliar ton), dan pasir besi di Kabupaten Sukabumi (>113 juta ton). Keberadaan sumber daya mineral dan batubara di wilayah Provinsi Jawa Barat yang luasnya ,18 km2, cukup besar dan tersebar diseluruh wilayah kabupaten, diusahakan oleh 131 usaha logam, 93 usaha bukan logam dan 555 usaha batuan, dengan total izin usaha pertambangan berjumlah 779 buah (Tabel 4.1. dan Gambar 4.2). Tabel 4.1. Rekapitulasi Usaha Pertambangan di Provinsi Jawa Barat Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat,

35 Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat, 2015 Gambar 4.1. Grafik Jumlah IUP per Komoditas di Provinsi Jawa Barat Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Untuk mengelola sumber daya yang besar dan tersebar di seluruh wilayah provinsi, Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat melakukan pengelolaan pertambangan dengan keterbatasan dan dilakukan secara sporadis. Jumlah tenaga pelaksana pertambangan di dinas ini, terdiri atas: 1 orang Sarjana Strata 3, 29 orang Sarjana Strata 2, 59 orang Sarjana Strata 1, 13 orang Sarjana Muda (Diploma 3), 1 orang Diploma 1, 91 orang SLTA, dan 11 orang SD. Dilihat berdasarkan latar belakang pendidikan dan keahlian, terdiri atas: 11 orang Sarjana Tambang, 10 orang Sarjana Geologi, 5 orang Sarjana Teknik Geodesi, 6 orang Sarjana Ekonomi, 3 orang Sarjana Sosial, 10 Sarjana Manajemen, dan 5 orang Inspektur Tambang. Peralatan pendukung berupa peralatan laboratorium dan peralatan lapangan. Peralatan laboratorium, antara lain: Ph Meter (1 unit), Conductivity Meter (1 unit), Filter RO (2 unit), Neraca analitik 4 decimal (2 unit), Spektrofotometer UV-Vis (1 unit), COD Reaktor (2 unit), Ruang asam (3 unit), Kompresor (4 unit), AAS (2 unit), Oven (2 unit), Jaw Crusher (1 unit), Pulveferizer (1 unit), dan Alat Uji Kuat Tekan (1 unit). Peralatan lapangan terdiri atas: Water Level Meter (5 unit), GPS (20 unit), Borehole Camera (1 unit), Geolistrik (1 unit) dan Vibration Meter (1 unit). 27

36 Anggaran kegiatan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi yang terkait dengan sektor mineral dan batubara berjumlah Rp , dengan perincian anggaran rutin Rp dan anggaran pembangunan yang meliputi perencanaan, pembangunan fisik, evaluasi dan pengembangan sebesar Rp Setelah adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, menyebabkan hubungan antara provinsi dan kabupaten menjadi kurang optimal, disebabkan kesulitan penggunaan anggaran, pengelolaan sumber daya manusia tidak efisien, koordinasi kegiatan antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota belum dinamis karena belum adanya Peraturan Pemerintah sebagai turunan undang-undang tersebut sebagai payung hukum untuk dapat melaksanakannya. Berikut diuraikan hasil survei tentang pelaksanaan pengembangan pertambangan mineral dan batubara setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 di Provinsi Jawa Barat, yaitu: 1) Perizinan terhambat provinsi (belum adanya SOP, peraturan, PP yang mengatur undangundang ini). 2) Dampak kerusakan lingkungan akan lebih besar, karena keterbatasan personil untuk melakukan pengawasan pengusahaan tambang ke seluruh kabupaten. 3) Distamben kabupaten/kota memiliki anggaran tetapi tidak dapat dilaksanakan, sementara propinsi dari segi anggaran belum ada, personil terbatas, tidak mungkin melaksanakan tugasnya dengan baik. 4) Penerimaan negara bukan pajak dari sektor minerba akan turun yang berdampak terhadap dana bagi hasil untuk kabupaten/kota. Dana bagi hasil untuk yang diterima kabupaten/kota sangat tergantung ada tidaknya data-data bukti setor royalti, yang selama ini dinas pertambangan dan energi kabupaten yang mengumpulkan termasuk menagih royalti. 5) Penambangan tanpa izin (peti) akan marak lagi. Penambangan batubara, emas dan batuan mulai muncul kembali setelah sekian lama hilang karena ketatnya pengawasan dari aparat kepolisian maupun dinas. 6) Terjadinya pembiaran peti dari aparat kepolisian karena ada uang jasa pengamanan. 7) Tidak semua wilayah memiliki migas [sementara yang diserahkan kepada kabupaten/kota adalah urusan migas]. 8) Para pegawai di kabupaten/kota banyak menganggur (karena semakin sedikitnya tupoksi yang bisa dikerjakan). 9) Para pegawai di kabupaten/kota akan kehilangan pegawai- pegawai yang berkualitas (pengawas inspeksi tambang yang sudah mendapatkan pendidikan dan keahlian yang sudah dibiayai oleh kabupaten/kota karena akan ditarik semuanya ke provinsi). 28

37 10) Proses perpindahan pegawai dari kabupaten/kota memerlukan waktu yang cukup panjang, sementara tugas dan pekerjaan harus segera dilaksanakan karena Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 berlaku efektif saat itu. 11) Menjadikan keresahan bagi para pejabat dinas pertambangan dan energi di seluruh Kabupaten/Kota. 12) Kinerja SKPD dinas pertambangan dan energi rendah. DPA SKPD dinas pertambangan dan energi telah disahkan oleh dewan, sementara dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 DPA tersebut tidak dapat dilaksanakan karena alasan kewenangan sudah tidak dimiliki lagi. Maka bagi SKPD yang tidak melaksanakan DPA, dapat penilaian kinerjanya rendah. 13) Resiko tidak dapat menyelesaikan presentasi RKAB dan RKKTL karena jumlah IUP terlalu banyak yang harus dilaksanakan oleh provinsi. 14) Pola pembinaan karier pegawai terganggu, SKP sebagai parameter pengukur kinerja akan rendah. Otomatis nilai SKP para staf, pejabat rendah yang berimplikasi tidak naik pangkat, CPNS sulit menjadi PNS penuh. Penerimaan daerah dari pertambangan mineral dan batubara Selama tahun , penerimaan dari sektor perambangan terus memperlihatkan peningkatan (Gambar 4.2), dari Rp.2,67 miliar (2003) menjadi Rp.6,38 miliar (2014). Penerimaan ini sebenarnya relatif kecil jika dibandingkan dengan jumlah IUP yang cukup banyak (total ada 779 buah) serta keberadaan sumber daya mineral dan batubara tersebar di wilayah Provinsi Jawa Barat yang cukup luas (35.222,18 km2). Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat, 2015 Gambar 4.2. Garafik Realisasi Bagi Hasil Sektor Pertambangan Umum bagi Provinsi Tahun

38 B. Hasil Survei di Tingkat Kabupaten Kabupaten Cianjur Kondisi Pertambangan Mineral dan Batubara Jenis bahan mineral tambang di Kabupaten Cianjur yang ada pada saat ini terdiri atas jenis mineral bukan logam dan mineral logam. Untuk jenis mineral bukan logam adalah sirtu, pasir/pasir pasang, gamping, felspar, tras, dan andesit. Dilihat dari jumlah pengusahaannya, untuk jenis mineral bukan logam hingga akhir tahun 2012 berjumlah 93 unit usaha, dengan perincian pengusahaan sirtu 18 unit usaha, pasir/pasir pasang 60 unit usaha, gamping satu unit usaha, felspar empat unit usaha, tras enam unit usaha, dan batu andesit empat unit usaha. Sementara dilihat dari jenis izin yang diberikan, pengusahaan bahan galian bukan logam berjumlah 93 perizinan, terdiri atas yang aktif sebanyak 42 unit usaha, tidak aktif sebanyak 40 unit usaha, dalam proses balik nama dua unit usaha, dan dibatalkan izinnya sembilan unit usaha. Untuk jenis mineral logam adalah pasir besi, emas dmp, dan galena. Dilihat dari jumlah pengusahannya, terdapat sebanyak 11 unit usaha, dengan perincian pengusahaan pasir besi berjumlah tiga unit usaha, emas dmp enam unit usaha, dan galena dua unit usaha. Sedangkan untuk jenis perizinannya terdiri atas IUP Operasi Produksi sebanyak enam unit usaha dan KP Eksplorasi lima unit usaha. Dari jumlah perizinan tersebut, yang aktif sebanyak enam unit usaha dan yang tidak aktif lima unit usaha. Kondisi Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terdapat kesamaan dengan kabupaten yang lain di Provinsi Jawa Barat. Implikasi adanya pelimpahan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi, praktis secara administrasi serta tugas dan fungsi sudah tidak ada aktivitas, baik dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan pengawasan. Kegiatan hanya sporadis dilakukan kalau ada permasalahan di lapangan atau pengaduan dari masyarakat, yang ditindaklanjuti dengan pelaporan ke Dinas Pertambangan dan Energi di tingkat Provinsi Jawa Barat. Dinas Sumber Daya Air dan Pertambangan Kabupaten Cianjur sendiri tidak melakukan aktivitas apapun. Pegawai yang mengurus pertambangan mineral dan batubara jumlahnya terbatas, karena urusan pertambangan mineral dan batubara hanya diurusi oleh bidang dengan pejabat struktural eselon 3. Terkait Pasal 404 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang menyatakan bahwa serah terima personel, pendanaan, sarana dan prasarana, serta dokumen (P3D) dilakukan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak undang-undang ini diundangkan, Dinas Sumber Daya Air dan 30

39 Pertambangan Kabupaten Cianjur sudah mempersiapkan sejak dini, dan tinggal menunggu tim dari tingkat provinsi (Jawa Barat). Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pertambangan di Kabupaten Cianjur mengakibatkan, antara lain, kinerja tidak optimal, pengelolaan pertambangan praktis tidak tertangani secara benar karena kabupaten/kota tidak memiliki kewenanganan lagi, akibat tidak ada kegiatan pengawasan dikhawatirkan kerusakan lingkungan tidak terkontrol, penerimaan negara tidak terpungut secara optimal, dan akan mengundang beroperasinya pertambangan tanpa izin. Kabupaten Sukabumi Kondisi Pertambangan Mineral dan Batubara Potensi geologi pertambangan Kabupaten Sukabumi antar lain sumber panas bumi di daerah Gunung Salak dan Cisolok, serta bahan galian emas, perak, batubara, pasir kuarsa, marmer, pasir besi, bentonit, teras, batu gamping, tanah liat, dan lain-lain. Potensi sebagian sumber daya tambang tersebut tersebar di bagian selatan aliran sungai Cimandiri. Beberapa wilayah yang memiliki potensi sumber daya tambang tersebut di antaranya adalah wilayah Cibadak (meliputi batubara, kaolin, marmer, batu apung, tras, batu hijau, dan batu sirap), wilayah Palabuhanratu (batu gips, marmer, batu sela, dan batu sirap), wilayah Jampangtengah (fosfat, mangan, lilin, batu merah, dan batu sirap), dan wilayah Jampangkulon (besi, titan, mas, batu gips, tembaga, dan asbes). Pemegang IUP di Kabupaten Sukabumi berjumlah 161 IUP, terdiri atas 47 IUP mineral logam, 56 IUP mineral bukan logam, dan 43 IUP batuan. IUP mineral logam berupa galena 12 IUP, emas 15 IUP, mangan satu IUP, pasir besi 11 IUP dan bijih besi delapan IUP; IUP mineral bukan logam meliputi 10 IUP pasir beton, 15 IUP pasir kuarsa, 10 IUP tanah liat, sembilan IUP zeolit, empat IUP kalsedon, dua IUP pasir pasang, empat IUP bentonit, dan dua IUP tras; IUP batuan berupa 19 IUP batu gamping, satu IUP marmer, empat IUP batu ares, dan 19 IUP andesit. Mengenai IUP bahan tambang yang telah berproduksi per bulan April tahun 2015 ditunjukkan Tabel 4.2. Penerimaan negara tahun 2015 dari sektor pertambangan umum di Kabupaten Sukabumi sebesar USD16, dan Rp

40 Tabel 4.2. Produksi Bahan Galian di Kabupaten Sukabumi per April 2015 No. Jenis Bahan Tambang Produksi (Ton) Pasir beton Batu Kapur/ Gamping Batu split Batu Ares Tanah liat Tanah liat Zeolit Bentonit Pasir pasang Batu andesit Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi, 2015 Kondisi Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun , , ,00 500, , , , , ,00 577,97 Tidak berbeda dengan Kabupaten Cianjur, kondisi pengelolaan pertambangan di Kabupaten Sukabumi juga mengalami kekosongan pascadiberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun Demikian pula dengan aspek P3D yang seluruhnya sudah disiapkan oleh Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi, tinggal menunggu tim dari tingkat provinsi (Jawa Barat). Adapun jumlah karyawan di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Sukabumi seluruhnya 42 orang, terdiri atas S2 lima orang, S1 21 orang, Sarjana Muda satu orang, dan sisanya SLTA 15 orang. Sementara dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pertambangan di Kabupaten Sukabumi sama dengan di Kabupaten Cianjur, yaitu kinerja tidak optimal, pengelolaan pertambangan tidak tertangani secara baik, pengawasan tidak ada yang dikhawatirkan berdampak negatif pada kerusakan lingkungan, penerimaan negara tidak terpungut secara optimal, dan akan mengundang beroperasinya pertambangan tanpa izin. Kabupaten Garut Kondisi Pertambangan Mineral dan Batubara Kabupaten Garut memiliki potensi sumber daya pertambangan yang cukup besar, sebagian besar berupa sumber daya bahan galian bukan logam dan batuan. Beberapa sumber daya mineral tersebut adalah: perlit dan obsidian, batu setengah permata, kaolin, batu templek, pasir dan sirtu, Tanah urug, lempung (tanah liat), batu belah, batu apung, belerang, toseki, dan batu silika (Tabel 4.3). Pemegang IUP berjumlah 24 buah, dengan perincian IUP emas (empat buah), IUP tembaga (satu buah), IUP pasir besi (tiga buah), dan IUP galena (satu buah), dan IUP untuk jenis mineral bukan logam dan batuan (13 IUP). 32

41 Tabel 4.3. Potensi Bahan Galian di Kabupaten Garut No. Jenis Bahan Galian Lokasi Cadangan Keterangan 1. Perlit dan obsidian Gunung Kiamis dan sekitarnya, Kecamatan Pasirwangi, Cadangan terkira 72 juta ton 2. Batu setengah Cadangan terkira ton permata (krisopras/jamrud dengan bervariasi. mutu yang Tersebar di Desa Sukarame, Kecamatan Caringin, Garut selatan (Blok Cilending, Blok Cigajah, dan Blok Kiara Payung) Garut, native copper/batu Urat Tembaga, agat, kuarsa/kalsedon/kec ubung, kriskola, jaspir, fosil kayu terkersikkan, dan lain-lain 3. Kaolin Kecamatan Malangbong (Desa Campaka, Desa Cikarang, dan Desa Citeras) 4. Batu templek Kecamatan Cisewu (Pasir Ciaseup, Kampung Ciawitali, Desa Girimukti, Kampung Lio, Cipicing, Ciguntur, Cilumbu dan Dataran Loa, Desa Cisewu) 5. Pasir dan sirtu Tersebar di kecamatan: Leuwigoong, Samarang, Garut Kota, Banyuresmi, Tarogong, Leles, dan Cibatu 6. Tanah urug, Tersebar di kecamatan: Leles, Banyuresmi dan Leuwigoong, 7. Lempung (tanah liat) Tersebar di beberapa tempat, seperti Desa Cihonje, Sukabandung, Banyuresmi dan Sukarame. 8. Batu belah Tersebar di kecamatan: Bungbulang, Kadungora, Leles, dan Cisewu 9. Batu apung Terdapat di Desa Nagrek, Kecamatan Limbangan Cadangan terkira: 1. Blok Karaha (Desa Cikarang) m3 2. Blok Citeras (Desa Cihaurkoneng) m3 3. Blok Batulayang (Desa Sukamanah) m3 Cadangan terkira 1,8 juta m3 dan kualitas yang cukup tinggi Cadangan terbatas dan tersebar tidak merata Berdasarkan mutu dapat dipegunakan sebagai bahan perhiasan (kalung, gelang, cincin) ataupun sebagai bahan rumah tangga (meja, patung, asbak, dan sebaginya). Lempung telah banyak diusahakan oleh masyarakat setempat Tersebar tidak merata dalam batuan breksi gunung api 10. Belerang Terdapat di Gunung Papandayan Potensi dalam bentuk kerak dan lumpur belerang sebagai proses kegiatan solfatora dan fumarol 11. Toseki, ditemukan di daerah timur laut Gunung Mandalagiri, Kecamatan Cikajang, 12. Batu silika Terdapat di Sanghyangheulang, Kecamatan Bungbulang, Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Garut, 2015 Sangat baik digunakan sebagai bahan keramik Potensi terdapat di lembah dan dasar sungai Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tenaga pelaksana yang menangani pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Garut berjumlah 11 orang yang terdiri atas: 3 orang Sarjana Strata 2, 3 orang Sarjana Strata 1, dan 5 orang lulusan SLTA. Berdasarkan latar belakang pendidikan dan keahlian, adalah: 3 orang Sarjana Tambang, 1 orang Sarjana Geologi, 1 orang Sarjana Teknik Metalurgi, 1 orang Sarjana 33

42 Sosial, dan 1 orang Inspektur Tambang. Peralatan pendukung operasional kegiatan untuk pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Garut terdiri atas GPS 3 unit, Palu Geologi 2 unit, dan Sunto 1 unit. Anggaran kegiatan yang terkait dengan sektor mineral dan batubara berjumlah Rp , terdiri atas anggaran untuk evaluasi IUP, rekonsiliasi PNBP sektor pertambangan, perhitungan dan penetapan produksi pertambangan, kajian kondisi dan potensi air tanah, verifikasi nilai perolehan air, dan inventarisasi potensi sumber daya mineral bukan logam dan batuan. Berdasarkan survei di Kabupaten Garut diperoleh informasi bahwa: a) Sebagian besar usaha pertambangan mineral dan batubara memiliki nilai positif dalam menunjang infrastruktur di wilayah tersebut, khususnya untuk memasok kebutuhan bahan baku bagi pelaksanaan pembangunan infrastruktur Kabupaten Garut. Namun di lain pihak, setelah munculnya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, sebagian besar usaha pertambangan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan hidup, perizinan dan penyelewengan disebabkan kewenangan yang biasanya ditangani oleh Kabupaten sekarang beralih kepada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat yang sama sekali kurang memahami kondisi wilayah dan aspek kehidupan masyarakat dan pengusaha tambang di wilayah Kabupaten Garut; dan b) Sosialisasi mengenai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, perlu dilakukan kepada seluruh pengusaha sektor pertambangan di Kabupaten Garut, sehingga permasalahan dan dampak dari undang-undang tersebut dapat diselesaikan bersama antara Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Garut dengan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat. Dengan kondisi di atas, Dinas Pertambangan Kabupaten Garut berharap dilibatkan dalam hal pembinaan dan pengawasan, dengan alasan: a. keterbatasan personil di Dinas Pertambangan Provinsi; b. beban kerja bagi Dinas Pertambangan Provinsi terlalu besar; c. wilayah kerja atau rentang kendali Dinas Pertambangan Provinsi terlalu luas meliputi 27 kabupaten dan kota; d. berdampak kepada usaha-usaha lain yang terkait dengan sektor pertambangan seperti usaha jasa kontruksi yang memerlukan bahan material dari sektor pertambangan; e. neraca kebutuhan material bagi pembangunan di kabupaten dan kota cukup tinggi, di sisi lain perusahaan tambang pemegang IUP sangat terbatas. 34

43 Kabupaten Tasikmalaya Kondisi Pertambangan Mineral dan Batubara Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi sumber daya pertambangan yang cukup besar, sebagian besar berupa sumber daya bahan galian logam, bukan logam, dan batuan (Tabel 4.4). Tabel 4.4. Sumber Daya Bahan Galian di Kabupaten Tasikmalaya No. Jenis Bahan Galian Lokasi (Kecamatan) Andesit Karangnunggal, Sukaratu, Ciawi, Rajapolah, Parungponteng, Cibalong, Sukaraja, dan Cipatujah Sirtu Sukaratu, Ciawi, Cikatomas dan Cikalong) Tras Sodonghilir, Pancatengah, Cikatomas, Parungponteng dan Sukaraja Marmer Parungponteng, Cibalong, Sukaraja, dan Karangnunggal Batu gamping Sukaraja, Parungponteng, Cibalong, Karangnunggal, Bantarkalong, Sodonghilir, Cikatomas, Cikalong, Taraju, dan Pancatengah Batu apung Sukaratu dan Padakembang Obsidian Sukaratu dan Padakembang Dasit Cipatujah Diorit dan granodiorit Cineam dan Cipatujah Pasir Sukartu, Padakembang, Singaparna, Sukaraja, Cibalong, Karangnunggal, Cikatomas, dan Cikalong Fosfat Cikalong, Sukaraja, Taraju dan Karangnunggal Zeolit Karangnunggal, Cipatujah, Cikalong, Cikatomas, dan Pancatengah Bentonit Karangnunggal, Bantarkalong, Bojongasih, Sukaraja, Tarajum Cikatomas, Pancatengah, dan Cibalong Gips Karangnunggal, Cikalong, dan Cibalong Belerang Kadipaten di Kawah Karaha dan Gunung Galunggung, Kecamatan Sukaratu Dolomit Cibalong dan Cipatujah Kalsit Parungponteng dan Pancatengah Diatome Manonjaya Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Garut, 2015 Sumber daya dan potensi bahan galian bukan logam untuk bahan keramik di Kabupaten Tasikmalaya, yaitu: a) lempung, terdapat di Kecamatan Karangnunggal, Bantarkalong, Cipatujah, Cikatomas, Pancatengah, Cikalong, dan Cisayong; b) toseki, terdapat di Kecamatan Pagerageung; c) kaolin, terdapat di Kecamatan Salawu, Taraju, Kadipaten dan Karangnunggal; d) ballclay, terdapat di Kecamatan Karangnunggal, Cipatujah, dan Bantarkalong; e) perlit, terdapat di Kecamatan Karangnunggal; f) felspar, di Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, dan Bantarkalong. 35

44 Sumber daya dan potensi bahan galian batuan berupa bahan galian ½ batu permata atau batu mulia, yaitu a) agate, terdapat di Kecamatan Parungponteng; b) kayu terkersikan, terdapat di Kecamatan Parungponteng dan Cipatujah; c) oniks, terdapat di Kecamatan Parungponteng; d) kalsedon, terdapat di Kecamatan Parungponteng dan Cipatujah; e) jasper pancawarna, terdapat di Kecamatan Karangnunggal dan Bantarkalong; f) akik, terdapat di Kecamatan Karangnunggal dan Cipatujah; g) jasper magnetik, terdapat di Kecamatan Cipatujah dan Bantarkalong; h) biduri tawon dan kecubung, terdapat di Kecamatan Cipatujah. Sumber daya mineral logam di Kabupaten Tasikmalaya tersebar antara lain: a) pasir besi, terdapat di Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, dan Cikalong; b) bijih besi, terdapat di Kecamatan Sodonghilir, Bojonggambir, Cipatujah, dan Karangnunggal; c) emas, terdapat di Kecamatan Cineam, Karangjaya, Salopa, dan Bojonggambir; d) mangan, terdapat di Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, Bantarkalong, Cibalong, Pancatengah, dan Parungponteng; e) tembaga, terdapat di Kecamatan Cipatujah, Karangnunggal, Cikalong, dan Pancatengah; f) barit, terdapat di Kecamatan Cineam dan Pancatengah; g) galena, terdapat di Kecamatan Cipatujah dan Karangnunggal; h) seng, terdapat di Kecamatan Cineam dan Karangnunggal. Selain bahan galian bukan logam, logam, dan batuan, Kabupaten Tasikmalaya memiliki sumber daya dan potensi batubara yang terdapat di Kecamatan Cikatomas, Jatiwaras, Salopa, Taraju, Bojongasih, Cikalong, Cikatomas dan Bojonggambir. Batubara di Kabupaten Tasikmalaya termasuk batubara muda. Total jumlah pemegang sebanyak 33 buah, terdiri atas IUP pasir besi (enam buah), IUP tembaga (dua buah), IUP pasir (19 buah), dan IUP gipsum (satu buah), IUP andesit (tiga buah), IUP bentonti (satu buah) dan IUP batugamping (satu buah). 36

45 Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Berdasarkan hasil survei di Kabupaten Tasikmalaya diperoleh infromasi bahwa: a) Respon dari Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Tasikmalaya sangat membantu dalam pelaksanaan kegiatan tersebut, agar dampak dari adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang banyak menimbulkan masalah ini dapat segera dicarikan solusinya; b) Sebagian besar usaha pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Tasikmalaya, memilki nilai positif dalam menunjang infrastruktur di wilayah tersebut, khususnya untuk memasok kebutuhan bahan baku bagi pelaksanaan pembangunan infrastruktur Kabupaten Tasikmalaya, namun dilain pihak setelah timbul Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 sebagian besar usaha pertambangan mineral dan batubara menimbulkan dampak yang cukup besar bagi lingkungan hidup, perijinan dan penyelewengan disebabkan kewenangan yang biasanya ditangani oleh Kabupaten bersangkutan sekarang dihilangkan sama sekali dan dialihkan kepada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat yang sama sekali kurang memahami kondisi wilayah dan aspek kehidupan masyarakat dan pengusaha tambang di wilayah Kabupaten Tasikmalaya; dan c) Sosialisasi mengenai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, perlu dilakukan kepada seluruh pengusaha sektor pertambangan di Kabupaten Garut dan Tasikmalaya, permasalahan dan dampak dari undang-undang tersebut dapat diselesaikan bersama antara Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Kabupaten Tasikmalaya dengan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat. Dengan kondisi di atas, maka apapun bentuknya, Dinas Pertambangan Kabupaten Tasikmalaya berharap dapat dilibatkan dalam hal pembinaan dan pengawasan, dengan alasan: a) terjadinya stagnasi perijinjan sehingga menimbulkan semakin banyaknya penambangan tampa izin; b) perlu peninjauan Struktur Organisasi Dinas atas perubahan kewenangan yang selanjutnya berdampak pula pada fungsi pembinaan dan pengawasan serta pengendalian suatu kegiatan usaha pertambangan; c) perlu adanya peraturan pemerintah dan peraturan menteri yang berkaitan dengan pembagian urusan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral bagi kabupaten; 37

46 d) perlu adanya kejelasan prosedur pelayanan perijinan usaha pertambangan sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan cepatm mudah, murah, memiliki akuntabilitas yang baik dan transparan; e) fungsi BINWASDAL dari hulu dan hilir yang merupakan kewenangan kabupaten harus lebih jelas sebelum dilakukan rasionalisasi organisasi Provinsi Jawa Timur A. Hasil Survei di Tingkat Provinsi Kondisi dan potensi pertambangan mineral dan batubara Potensi bahan tambang sangat besar, terdiri atas 12 mineral batuan (andesit, breksi, diorit, gamping, marmer, onyx, pasir, sirtu, tanah liat, tanah urug, tras, dan tuff ); enam mineral logam (besi, emas, mangan, pasir besi, pirit dan seng); 12 mineral bukan logam (pasir kuarsa, yodium, belerang, fosfat, zeolit, felspar, bentonit, gipsum, dolomit, kalsit, rijang, pirofilit dan oker), dan batubara. Seluruh potensi yang besar tersebut rata-rata tersebar di 29 kabupaten, yaitu Kabupaten Bangkalan, Banyuwangi, Blitar, Bojonegoro, Bondowoso, Gresik, Jember, Jombang, Kediri, Lamongan, Lumajanag, Madiun, Magetan, Malang, Mojokerto, Nganjuk, Ngawi, Pacitan, Pamekasan, Pasuruan, Ponorogo, Probolinggo, Sampang, Sidoarjo, Situbondo, Sumenep, Trenggalek, Tuban, dan Tulungagung. Keberadaan sumber daya mineral bukan logam dapat diuraikan sebagai berikut: sumber daya pasir kuasa yang terdapat di Kabupaten Tuban, Pamekasan, Sumenep, Paciatan dan Bangakalan, (total ton), sumber daya fosfat yang terdapat di Kabupaten Pasuruan, Situbondo, Lamongan, Pacitan, Pamekasan, Sumenep, Bangkalan dan tuban (total ton), sumber daya zeolit terdapat di Kabupaten Malang, Blitar, Ponorogo, dan Pacitan (total ton), sumber daya kaolin terdapat di Kabupaten Malang, Blitar, Ponorogo dan Pacitan (total ton), sumber daya felspar terdapat di Kabupaten Malang, Pacitan, Blitar dan Trenggalek (total ton), sumber daya bentonit terdapat di Kabupaten Malang, Ponorogo, Tulungagung, dan Pacitan (total ton), sumber daya gipsum terdapat di Kabupaten Bondowoso, Ponorogo, Pacitan dan Bojonegoro (total ton), sumber daya dolomit terdapt di Kabupaten Tuban, Pacitan, Gresik, Lamongan dan Pamekasan (total ton), sumber daya kalsit terdapat di Kabupaten Bondowoso, Blitar, Tuban dan Nganjuk (total ton), sumber daya rijang terdapat di Kabupaten Ponorogo dan Pacitan (total ton), sumber daya firopilit terdapat di Kabupaten 38

47 Malang, Pacitan dan Blitar (total ton) dan sumber daya oker terdapat di Kabupaten Pacitan dan Ponorogo (total ton). Keberadaan sumber daya mineral batuan dapat diuraikan sebagai berikut: sumber daya andesit yang terdapat di Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Malang, Blitar, Madiun dan Jombang (total ton), sumber daya breksi yang terdapat di Kabupaten Bondowoso, dan Magetan (total ton), sumber daya diorit terdapat di Kabupaten Pacitan (total ton), sumber daya gamping terdapat di Kabupaten Malang, Situbondo, Bondowoso, Blitar, Trenggalek, Ponorogo, tulungagung, Lamongan, dan Tuban (total ton), sumber daya marmer terdapat di Kabupaten Malang, Trenggalek, Ponorogo dan Tulungagung (total ton), sumber daya onyx terdapat di Kabupaten Nganjuk dan Bojonegoro (total ton), sumber daya pasir terdapat di Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Malang, Lamongan, Pasuruan, Lumajang, Magetan, Nganjuk dan Bojonegoro (total ton), sumber daya sirtu terdapat di Kabupaten Batu, Malang, Blitar, Probolinggo, Ponorogo, Pasuruan dan Kediri (total ton), sumber daya tanah liat terdapat di Kabupaten Trenggalek, Malang, Blitar, Sumenep, Nganjuk, Ponorogo, Pamekasan, Gresik, Kediri dan Madiun (total ton), sumber daya tanah urug terdapat di Kabupaten Gresik, Pacitan, Madiun, Ponorogo, Jombang, Ponorogo, Mojokerto dan Ngawi (total ton), sumber daya trass terdapat di Kabupaten Situbondo, Bondowoso, Blitar, Probolinggo, Pasuruan, Jombang, Bojonegoro, Ngawi dan Pacitan (total ton) dan sumber daya tuff terdapat di Kabupaten Pacitan (total ton) dan hampir ton berada di Kabupaten Trenggalek, Tulungagung dan Pacitan. Sedangkan empat macam sumber daya mineral logam, tersebar antara lain: sumber daya besi terdapat di Kabupaten Malang, Blitar, Trenggalek (total ton), sumber daya emas terdapat di Kabupaten Blitar, Pacitan, Jember dan Ponorogo (total ton), sumber daya mangan terdapat di Kabupaten Malang, Blitar, Trenggalek, Tulungagung, Ponorogo, Pacitan dan Jember (total ton) dan sumber daya tembaga terdapat di Kabupaten Blitar, Jember, Ponorogo, Tulungagung dan Paciatan (total ton) Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Untuk mengelola sumber daya yang besar dan tersebar di seluruh wilayah Provinsi Jawa Timur diperlukan jumlah tenaga pelaksana yang cukup dan memadai. Di Pemerintahan Provinsi Jawa saat ini ditangani oleh tenaga pelaksana berjumlah seluruhnya 116 orang, dengan tingkat pendidikan sebagai berikut: 21 orang Sarjana Strata 2, 57 orang Sarjana Strata 1, 12 orang Sarjana Muda (Diploma 3), 23 orang SLTA, 2 orang SLTP, dan 1 orang pendidikan SD. Berdasarkan latar belakang pendidikan dan keahlian, terdiri atas: 3 orang Sarjana Tambang, 7 39

48 orang Sarjana Geologi, 30 orang Sarjana Teknik Lainnya, 14 orang Sarjana Ekonomi, 15 orang Sarjana Sosial, 22 orang Sarjana Non-Teknik Lainnya, dan 25 orang Non-Sarjana. Peralatan pendukung pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang tersedia berupa peralatan laboratorium dan peralatan lapangan. Peralatan laboratorium, antara lain: Oven 2 unit, Timbangan 2 unit, Vacum Pump 2 unit, Desikator Vacum 2 unit, Hot Plate 1 unit, Muffle Furnace 1 unit, Inkubator 1 unit, Plastisitas 1 unit, Braightness (Colourred) 1 unit, Comparator Test 1 unit, Colorimeter 1 unit, Turbbidimmeter 2 unit, Spektrofotometer 2 unit, Health Magnetic With Heater 2 unit, Resistivitymeter 1 unit, Pulveizer 2 unit, Neraca Analitik 3 unit, Atomic Absorption 6 unit, Multimeter 1 unit, Microwave Digestion 1 unit, ph Meter 2 unit, UV-Vis Spectrophotometer 1 unit, Refrigerated Sample Storage 2 unit, X Ray Fluresence 1 unit, dan Filtration Unit 1 unit. Sedangkan peralatan lapangan terdiri atas: Laptop 1 unit, Alat Geolistrik 2 unit, EC Meter 1 unit, Sieve Shaker Machine 1 unit, Alat Kuat Tekan 1 unit, Kompas Geologi 1 unit, Stopwatch 1 unit, CD Column 1 unit, Bom Calorimeter 1 unit, dan Jaw Crusher 1 unit. Setelah adanya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, menyebabkan hubungan antara provinsi dan kabupaten menjadi kurang optimal, disebabkan kesulitan penggunaan anggaran, pengelolaan sumber daya manusia tidak efisien, koordinasi kegiatan antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota belum dinamis karena belum adanya PP sebagai turunan undangundang tersebut sebagai payung hukum untuk dapat melaksanakannya. Berikut diuraikan mengenai hasil survei lapangan tentang pelaksanaan pengembangan pertambangan mineral dan batubara setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 di Provinsi Jawa Timur, antara lain: a) Kinerja SKPD dinas pertambangan dan energi rendah. DPA SKPD dinas pertambangan dan energi telah disahkan oleh dewan, sementara dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 DPA tersebut tidak dapat dilaksanakan karena alasan kewenangan sudah tidak ada lagi. Maka bagi skpd yang tidak melaksanakan dpa, dapat penilaian kinerjanya rendah. b) Resiko tidak dapat menyelesaikan presentasi RKAB dan RKKTL karena jumlah IUP terlalu banyak yang harus dilaksanakan oleh provinsi. c) Perizinan terhambat provinsi (belum adanya SOP, peraturan, PP yang mengatur undangundang ini). d) Dampak kerusakan lingkungan akan lebih besar, karena keterbatasan personil untuk melakukan pengawasan pengusahaan tambang ke seluruh kabupaten. 40

49 e) Distamben kabupaten/kota memiliki anggaran tetapi tidak dapat dilaksanakan, sementara propinsi dari segi anggaran belum ada, personil terbatas, tidak mungkin melaksanakan tugasnya dengan baik. f) Penerimaan negara bukan pajak dari sektor minerba akan turun yang berdampak terhadap dana bagi hasil untuk kabupaten/kota. Dana bagi hasil untuk yang diterima kabupaten/kota sangat tergantung ada tidaknya data-data bukti setor royalti, yang selama ini dinas pertambangan dan energi kabupaten yang mengumpulkan termasuk menagih royalti. g) Terjadinya pembiaran peti dari aparat kepolisian karena ada uang jasa pengamanan. Penambangan tanpa izin (PETI) akan marak lagi. Penambangan batubara, emas dan batuan mulai muncul kembali setelah sekian lama hilang karena ketatnya pengawasan dari aparat kepolisian maupun dinas. h) Para pegawai di kabupaten/kota banyak menganggur (karena semakin sedikitnya tupoksi yang bisa dikerjakan), sehingg pola pembinaan karier pegawai terganggu, SKP sebagai parameter pengukur kinerja akan rendah. Otomatis nilai SKP para staf, pejabat rendah yang berimplikasi tidak naik pangkat, CPNS sulit menjadi PNS penuh. i) Kabupaten/kota akan kehilangan pegawai yang berkualitas (pengawas inspeksi tambang yang sudah mendapatkan pendidikan dan keahlian yang sudah dibiayai oleh kabupaten/kota karena akan ditarik semuanya ke provinsi), sehingga menimbulkan keresahan bagi para pejabat dinas pertambangan dan energi di seluruh Kabupaten/Kota. B. Hasil Survei di Tingkat Kabupaten Kabupaten Malang Kondisi Pertambangan Mineral dan Batubara Kabupaten Malang memiliki banyak sumber daya mineral bukan logam dan batuan, meskipun sumber daya mineral logam juga ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Sumber daya bukan logam dan batuan terdapat di 18 kecamatan, yaitu Kecamatan Sumber Manjing Wetan, Bantur, Pagak, Tirtoyudo, Donomulyo, Gedangan, Kalipare, Kepanjen, Gondanglegi, Singosari, Sumber-pucung, Jabung, Karangploso, Wajak, Kasembon, Turen, Dampit, dan Ampelgading (Tabel 4.5). 41

50 Tabel 4.5. Sumber Daya Bahan Galian di Kabupaten Malang No. Lokasi (Kecamatan) Jenis Bahan Galian 1 Kecamatan Sumber Manjing Wetan Mangan, emas, fosfat, kalsit, felspar, bentonit, phirophilit, zeolit, oker, dan toseki 2 Kecamatan Kalipare Mangan, emas, kaolin, pasir kuarsa, gamping, dan marmer 3 Kecamatan Gedangan Pasir besi, emas, kalsit, phirophilit, zeolit, oker, gamping, dan marmer 4 Kecamatan Dampit Emas, felspar, kaolin, pasir kuarsa, oker, pasir, gamping, dan marmer 5 Pagak Kalsit, tanah liat, kaolin, dan bentonit 6 Bantur Kalsit, tanah liat, kaolin dan bentonit 7 Donomulyo Kalsit 8 Kepanjen Felspar 9 Gondanglegi Felspar 10 Tirtoyudo Tanah liat, pasir kuarsa, bentonit, zeolit, dan toseki 11 Singosari Tanah liat 12 Sumberpucung Tanah liat 13 Ampelgading Kaolin, pasir, dan pasir kuarsa 14 Jabung Andesit 15 Karangploso Andesit 16 Wajak Pasir 17 Kasembon Pasir 18 Turen Pasir Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Garut, 2015 Jumlah pemegang IUP terdapat 68 IUP, terdiri atas 10 buah IUP dan 58 IPR. Jenis bahan galian yang diusahakan antara lain IUP pasir besi (16 buah), IUP phirophilit (sembilan buah), IUP zeolit (satu buah), dan IUP sirtu (26 buah). Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tenaga pelaksana pengelola pertambangan di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Malang berjumlah 34 orang, terdiri atas: 6 orang Sarjana Strata 2, 23 orang Sarjana Strata 1, dan 5 orang lulusan SLTA. Berdasarkan latar belakang pendidikan dan keahlian, terdiri atas: 3 orang Sarjana Geologi, 5 orang Sarjana Teknik Lainnya, 6 orang Sarjana Ekonomi, 10 orang Sarjana Non-Teknik, 5 orang Non Sarjana, dan 1 orang Inspektur Tambang. Peralatan pendukung, berupa peralatan lapangan, yaitu GPS sebanyak 4 unit. Anggaran kegiatan yang terkait dengan sektor mineral dan batubara pada tahun 2014 berjumlah Rp , tidak termasuk program kerja dan kegiatan untuk operasional rutin kesekretariatan dan juga belum termasuk kebutuhan anggaran untuk Gaji Pegawai Rutin. Apapun bentuknya, Dinas Pertambangan Kabupaten Malang tetap harus dilibatkan dalam hal pembinaan dan pengawasan, mengingat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 apabila diterapkan di daerah kota/kabupaten kurang efektif, karena wilayah kabupaten/kota yang luas akan membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaan pengurusan kegiatan yang berkaitan dengan pertambangan, di samping itu masyarakat penambang kebanyakan SDM-nya rendah sehingga menjadi sulit apabila berurusan dengan kepengurusan kegiatan yang berkaitan dengan pertambangan. 42

51 Provinsi Kalimantan Selatan A. Hasil Survei Lapangan di Tingkat Provinsi Kondisi dan potensi pertambangan mineral dan batubara Luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan ,52 km 2 yang terbagi dalam 11 kabupaten dan 2 Kota. Wilayah Kalimantan Selatan merupakan salah satu daerah produsen batubara di Indonesia. Sumber daya batubara terukur pada perusahaan PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 4.232,86 juta ton dengan cadangan terbukti 2.319,29 juta ton. Rencana produksi perusahaan PKP2B tahun 2015 seluruhnya sebesar 118,12 juta ton dan rencana penjualan sebesar 109,43 juta ton (Tabel 4.6). Mengenai wilayah kerja perusahaan PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan dapat dilihat pada Gambar 4.3. Sedangkan Sumber daya batubara terukur berdasar perusahaan IUP di Provinsi Kalimantan Selatan sebesar 1.009,55 juta ton dengan cadangan terbukti 454,88 jut ton. Rencana produksi perusahaan IUP batubara tahun 2015 sebesar 48,42 juta ton dan rencana penjualan sebesar 47,39 juta ton (Tabel 4.7) Tabel 4.6. Sumber daya dan Cadangan Perusahaan PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 NO PERUSAHAAN SUMBER DAYA CADANGAN Tereka Terunjuk Terukur Terkira Terbukti RENCANA PROD RENC. PENJUALAN 1 PT. Antang Gunung Meratus 378,530, ,214, ,135, ,496, ,796, ,000, ,000, PT. Arutmin Indonesia Site Senakin 263,705, ,287, ,137, ,275, ,109, ,233, ,885, Site Satui 50,157, ,507, ,154, ,731, ,302, ,019, ,662, Batulicin 268,405, ,150, ,646, ,124, ,830, ,200, Mulia 165,497, ,060, ,481, ,764, ,230, ,678, ,678, Asam Asam 137,200, ,091, ,902, ,636, ,281, ,020, ,020, Kintap 208,696, ,461, ,180, ,261, ,867, ,869, ,854, PT. Adaro Indonesia 1,371,100, ,422,500, ,560,090, ,400, ,708,290, ,000, ,000, PD. Baramarta 70,238, ,901, ,318, ,768, ,771, ,623, PT. Bahari Cakrawala Sebuku 1,820, , ,319, , PT. Jorong Barutama Greston 94,820, ,730, ,560, ,201, ,300, ,352, PT. Sumber Kurnia Buana 8,140, ,320, ,560, ,879, ,776, , , PT. Banjar Intan Mandiri 7,000, ,500, ,750, , , , PT. Tanjung Alam Jaya 10 PT. Kadya Caraka Mulia 7,952, ,506, ,790, , , PT. Borneo Indobara 514,595, ,877, ,024, ,538, ,906, ,000, ,000, PT. Kalimantan Energi Lestari 6,961, ,524, ,442, ,708, ,939, ,560, ,500, PT. Bangun Banua PK 6,307, ,315, ,463, ,856, ,147, , , PT. Interex Sacra Raya 15 PT. Wahana Baratama Mining 23,265, ,274, ,032, ,110, ,965, ,586, ,838, PT. Mantimin Coal Mining 61,708, ,307, ,708, ,663, PT. Bara Pramulya Abadi TOTAL 3,574,619, ,984,195, ,232,860, ,235,808, ,319,292, ,115, ,431, Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan,

52 Gambar 4.3. Peta PKP2B di Provinsi Kalimantan Selatan Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan,

53 Tabel 4.7. Sumber Daya dan Cadangan Perusahaan IUP Batubara di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 NO PERUSAHAAN SUMBER DAYA CADANGAN Tereka Terunjuk Terukur Terkira Terbukti RENCANA PROD RENC. PENJUALAN A Kab. Banjar 1 PT. Gunung Limo 6,714, ,414, ,209, ,903, , , CV. Makmur Bersama 3,215, ,371, ,057, ,769, ,679, , , PT. Talenta Bumi 5,331, ,664, ,031, CV. Rizki Bintang 9,507, ,080, ,768, ,654, ,797, , , PT. Indomarta Multi Mining 18,000, ,000, ,000, ,850, ,550, ,200, ,170, PT. Banjar Persada Resources 332, , , PT. Intan Karya Mandiri 8 CV. Gunung Sambung B Kab. Tapin 1 PT. Bhumi Rantau Energi 7,236, ,200, PT. Energi Bhumi Lestari 2,254, ,250, CV. Karyati 9,852, ,050, ,008, PT. Berkat Murah Rejeki 720, Binuang Mitra Bersama (Eks HBM) 5,873, ,309, ,745, ,200, ,200, KUD Makmur 4,112, ,156, ,400, ,400, C Kab. Balangan 1 PT. Laskar Semesta Alam 5,600, ,370, ,820, ,700, ,210, D Kab. Tanah Bumbu 1 CV. Rahma Rahman 6,635, , , PT. Astri Mining 1,874, , , PT.Usaha Baratama Jesindo 3,438, , , CV. Mitra Anugerah Sejahtera 1,509, , , CV. Anugerah Sukses Gemilang 4,202, ,836, ,836, CV. Puteri Ahdadia 2,953, ,200, ,200, PT. Astri Mining Resources 3,831, ,400, ,400, PT. Prolindo Cipta Nusantara 20,647, ,400, ,400, PT. Anzawara Satria 6,573, , , CV. Mandiri Citra Makmur Tambang 1,156, ,156, ,156, PT. Usaha Kawan Sejati 805, , , PT. Berkat Bersujud 2,757, , , PT. Anugerah Daya Gemilang 825, , , CV. Rizki Mulia Bara 1,447, , , PT. Angsana Jaya Energi 4,509, ,320, ,200, CV. Bintang Mulia Bara 2,275, , , E. Kab. Tanah Laut 1 PT. Amanah Anugerah A. M 2 PT. Surya Sakti Dharma Kencana 3 PT. Indoasia Cemerlang 4 PT. Kintap Bukit Mulia 5 CV. Wahyu Taruna Bakti 1,194, , , CV. Restu Ibu 2,285, , , E. Kab. Kotabaru 1 PT. Karbon Mahakam - 791, , , PT. Baramega Citra Mulia P 50,395, ,274, ,200, ,200, KUD Gajah Mada 612,330, ,432, ,800, ,800, PT. Sebuku Sejaka Coal 29,715, ,732, ,094, ,939, PT. Sebuku Tanjung Coal 13,261, ,585, ,165, ,925, PT. Sebuku Batubai Coal 23,240, ,774, ,933, ,434, PT. Tunggal Utama Lestari 8 PT. Bangun Karya Sabumi 9 PT. Sasangga Banua Banjar 10 PT. Metalindo Bhumi 11 PT. Kelumpang Hulu Energi L F. Kab. Hulu Sungai Selatan (HSS) 1 PT. Pro Sarana Cipta 2,135, , , TOTAL 113,745, ,601, ,009,549, ,753, ,883, ,423, ,387, Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan,

54 Jumlah pemegang izin usaha pertambangan di Provinsi Kalimantan Selatan seluruhnya 861 buah, terdiri atas: Pemegang IUP 861 Izin, Pemegang PKP2B 19 Izin, dan Pemegang KK 2 Izin. Jenis bahan galian yang diusahakan berupa batubara 650 izin, logam 90 buah, dan mineral bukan logam dan Batuan 121 buah (Tabel 4.8). Dari 861 IUP terdapat 423 yang sudah CnC, 61 dalam proses CnC, dan 74 sudah memiliki sertifikat CnC. Sedangkan untuk perusahaan PKP2B seluruhnya sudah CnC. Tabel 4.8. Rekapitulasi IUP per Kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015 KOMODITAS BATUBARA NO KABUPATEN/KOTA IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi Keterangan Perizinan Perizinan Jumlah Habis Berlaku Habis Berlaku Blm CNC Sdh CNC Proses CNC Sertifikat CNC 1 Kotabaru Tanah Bumbu Tanah Laut Banjar Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Balangan Tabalong Barito Kuala Banjarmasin Banjarbaru SUB TOTAL KOMODITAS MINERAL NO KABUPATEN/KOTA IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi Keterangan Perizinan Perizinan Jumlah Belum CNCSudah CNC Proses CNC Sertifikat CNC Habis Berlaku Habis Berlaku 1 Kotabaru Tanah Bumbu Tanah Laut Banjar Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Balangan Tabalong Barito Kuala Banjarmasin Banjarbaru SUB TOTAL KOMODITAS BATUAN NO KABUPATEN/KOTA IUP Eksplorasi IUP Operasi Produksi Keterangan Perizinan Perizinan Jumlah Belum CNC Sudah CNC Proses CNC Sertifikat CNC Habis Berlaku Habis Berlaku 1 Kotabaru Tanah Bumbu Tanah Laut Banjar Tapin Hulu Sungai Selatan Hulu Sungai Tengah Hulu Sungai Utara Balangan Tabalong Barito Kuala Banjarmasin Banjarbaru SUB TOTAL TOTAL Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan,

55 Berdasarkan data Biro Keungan DESDM dan Dispenda Provinsi Kalsel royalty batubara tahun 2011 di Provinsi Kalimantan Selatan mencapai Rp.2,5 triliun dan nilai landrent sebesar Rp.9,9 miliar. Tahun 2014 nilai royalty batubara mengalami penurunan menjadi Rp.2,2 triliun dan nilai landrent naik menjadi Rp.27,5 miliar (Tabel 4.9). Tabel 4.9. Produksi, Royalti dan Landrent Batubara di Provinsi Kalimantan Selatan, No Tahun Data Produksi Data Royalti Data Landrent (Ton) (Rp.) (Rp.) ,782, Triliun (Seluruh Wilayah Kalsel) 9.9 Miliar (Seluruh Wilayah Kalsel) 509,14 Miliar (Provinsi Kalsel) 1,9 Miliar (Provinsi kalsel) ,495, ,7 Triliun (Seluruh Wilayah Kalsel) Miliar (Seluruh Wilayah Kalsel) 634 Miliar (Prov. Kalsel) Miliar (Prov Kalsel) ,016, Triliun (Seluruh Wilayah Kalsel) 9,973 Miliar (Seluruh Wilayah Kalsel) 579,2 Miliar (Prov. Kalsel) 1,99 Miliar (Prov. Kalsel) ,189, miliar (Prov. Kalsel) 27,5 Miliar (Seluruh Wilayah Kalsel) 2.2 Triliun (Seluruh Wilayah Kalsel) 6,89 Miliar (Prov. Kalsel) , Miliar (Prov Kalsel) Miliar (Prov Kalsel) (April) Sumber : Biro Keungan DESDM dan Dispenda Provinsi Kalsel, 2015 Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Jumlah pegawai Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan seluruhnya berjumlah 90 orang, terdiri atas: 8 orang Sarjana Strata 2, 32 orang Sarjana Strata 1, 4 orang Sarjana Muda (Diploma 3), 42 orang pendidikan SLTA, 1 orang pendidikan, dan 3 orang non pendidikan. Berdasarkan latar belakang pendidikan/keahlian terdiri atas: 4 orang Sarjana Tambang, 8 orang Sarjana Geologi, 5 orang Sarjana Teknik Lainnya, 7 orang Sarjana Ekonomi, 6 orang Sarjana Sosial, 3 orang Sarjana Non-teknik Lainnya, 50 orang Non-sarjana, dan 5 orang Inspektur Tambang. Anggaran tahun 2015 untuk operasional Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan terdiri atas anggaran rutin sebesar Rp ,- dan anggaran pembangunan sebesar Rp ,-. Peralatan laboratorium yang tersedia di Dinas Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan lihat Tabel

56 Tabel Peralatan Laboratorium di Dinas Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan No. Peralatan Jumlah No. Peralatan Jumlah 1. Bomb Calorimeter 1 9. Alat-alat Gelas Cukup banyak 2. Infrared Sulfur Analyzer Jaw Crusher 2 3. TGA Rotary Sampel Divider 1 4. XRF Furnance 4 5. AAS Minimum Free Space Oven 1 6. UV/Vis Spectrophotometer Drying Oven 2 7. Lemari Asam Sieve Shaker 1 8. Timbangan Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan, 2015 Berdasarkan koordinasi dengan Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan, diperoleh informasi, bahwa ada beberapa hal yang perlu disiapkan dalam pelaksanaan Undangundang Nomor 23 Tahun 2014, antara lain: a) Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dimana Urusan Pemerintahan di Bidang Pertambangan Dan Energi sudah menjadi kewenangan Provinsi khususnya Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Kalimantan Selatan sehingga sangat perlu untuk penambahan personel untuk kualifikasi pendidikan Pertambangan atau Geologi. b) Dalam Hal monitoring terhadap Izin Usaha Pertambangan yang sekarang menjadi kewenangan provinsi sangat diperlukan anggaran untuk selalu memonitoring kegiatan yang dilakukan oleh pemegang izin usaha pertambangan B. Hasil Survai Lapangan di Tingkat Kabupaten Kabupaten Banjar Kondisi dan Potensi Pertambangan Mineral dan Batubara Luas wilayah Kabupaten Banjar km 2. Potensi Pertambangan di Kabsumber daya dan cadangan upaten Banjar berupa batubara, mangan, emas, zircon, nikel, besi, intan, kuarsa, tanah urug dan sirtu. Jumlah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Banjar seluruhnya 111 buah, yang terdiri atas: 104 IUP dan 7 PKP2B. Jenis bahan galian yang diusahakan terdiri atas batubara 48 izin, mineral logam 15 buah izin (mangan, emas, zircon, nikel, kromit dan besi), mineral bukan logam 5 izin (intan dan kuarsa), dan batuan 23 izin (batuan, tanah urug, dan sirtu). Produksi batubara di Kabuoaten Banjar tahun 2014 sebesar 2,35 juta ton dengan nilai royalty dan pajak daerah sebesar Rp.38,19 miliar, untuk produksi dan royalty dan pajak daerah bahan galian mineral selengkapnya lihat Tabel 4.11 dan Tabel

57 Tabel Produksi Bahan Galian di Kabupaten Banjar Tahun Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar, 2015 Tabel Nilai Royalti dan Pajak Daerah Bahan Galian di Kabupaten Banjar Tahun Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar, 2015 Kondisi pengelolaan pertambangan setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Jumlah pegawai di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar seluruhnya 20 orang yang terdiri atas: 8 orang Sarjana Strata 2, 16 orang Sarjana Strata 1, dan 6 orang Sarjana Muda (Diploma 3), 5 orang lulusan SLTA, dan 2 orang lulusan SLTP. Berdasarkan latar belakang pendidikan/keahlian terdiri atas: 4 orang Sarjana Tambang, 4 orang Sarjana Geologi, 3 orang Sarjana Teknik Sipil, 2 orang Sarjana Teknik Lingkungan, 1 orang Sarjana Teknik Elektro, 2 orang Sarjana Ekonomi, 3 orang Sarjana Sosial, 2 orang Sarjana Ilmu Pemerintahan, 1 orang Sarjana Ilmu Hukum, 2 orang Sarjana Ilmu Pertanian, 5 orang D-3 Tambang, 1 ornag D-3 Kesehatan Lingkungan, dan 4 orang Inspektur Tambang. Anggaran operasional Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar Tahun 2015 terdiri atas anggaran rutin dan anggaran pembangunan, nilai anggaran rutin sebesar Rp ,00 49

58 dan anggaran pembangunan sebesar Rp ,00. Peralatan yang ada di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar berupa peralatan laboratorium dan peralatan lapangan. Mengenai jenis kedua peralatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Tabel Tabel Peralatan Laboratorium di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar, 2015 Tabel Peralatan Lapangan di Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar, 2015 Berdasarkan survai ke Di Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar terkait pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 khususnya di sector pertambangan terdapat masukanmasukan sebagai berikut: a) Pemerintah pusat segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjuk teknis pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, khususnya terkait penyerahan P3D. 50

59 b) Selama penyerahan Personil, pendanaan, sarana dan prasarana serta dokumen (P3D) dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota ke Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi belum selesai agar Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota tetap diberikan kewenangan melaksanakan sub urusan pertambangan dan energi sesuai Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 terkecuali perizinan dan turunannya. c) Selambat-lambatnya Maret 2017 Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi sudah membentuk UPT atau Dinas pembantuan untuk melaksanakan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan terhadap IUP-OP yang jumlahnya 873 buah IUP dan 17 buah PKP2B. d) Segera memetakan tenaga pengawas tambang yang memiliki kompetensi yang ada di Kabupaten/Kota. e) Segera memetakan tenaga pengawas tambang yang memiliki kompetensi yang ada di Kabupaten/Kota. f) Perlu adanya petunjuk yang jelas terhadap mekanisme penyerahan personel, khusus terhadap pegawai non teknis. g) Perlu adanya kajian jika IUP mineral non logan dan Batuan diserahkan ke Propinsi maka konsekuensi harus merubah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD. h) Perizinan pemanfaatan air tanah, Penetapan cekungan air tanah dan penetapan nilai air tanah menjadi kewenangan propinsi sementara pajak air tanah selama ini Kabupaten yang memungut Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Kabupaten Belitung Kabupaten Belitung merupakan daerah yang potensial di bidang pertambangan, karena terdapat banyak tanah yang mengandung mineral bijih timah dan bahan galian yang tersebar secara merata, yaitu pasir kuarsa, pasir bangunan, kaolin, batu gunung, tanah liat dan granit. Pasir bangunan ini merupakan bahan galian golongan C yang sebagian besar diusahakan dan dieksploitasi oleh masyarakat Belitung. Kabupaten ini sudah dikenal sebagai penghasil timah putih (stanum) yang telah dikenal luas di pasar internasional. Kabupaten Belitung merupakan salah satu produsen utama bahan galian tambang. Berbagai jenis bahan galian dan mineral yang ada antara lain timah, tanah liat, pasir bangunan, dan kaolin. Pada tahun 2013 Kabupaten Belitung menghasilkan produksi bahan galian kaolin sebesar Ton, bahan tanah liat sebesar ton, bahan pasir kwarsa sebesar ton, dan timah sebesar ton. 51

60 Kondisi Pertambangan Mineral dan Batubara Kabupaten Belitung Timur memiliki potensi bahan galian tambang antara lain: timah, pasir kuarsa, kaolin, granit, batu gunung, tanah liat dan biji besi. Jumlah pemegang izin usaha pertambangan (IUP) seluruhnya 114 buah, yang terdiri atas IUP bahan galian logam 50 buah (batu besi 14 buah dan timah 36 buah), bukan logam 36 buah (pasir kuarsa 36 buah), dan batuan 28 buah (batu gunung 1 buah, kaolin 5 buah, pasir bangunan 15 buah, dan tanah liat 7 buah). Mengenai produksi mineral di Kabupaten Belitung Timur lihat Tabel Tabel Data produksi logam, non logam dan batuan di Kabupaten Belitung Timur No. Komoditas Produksi /Tahun (Ton) S/D Juli Pasir Kwarsa , , , , ,00 Pasir Bangunan , , , , ,00 Kaolin , , , , ,00 Tanah Liat , , , ,00 - Batu Gunung ,50 92,61 Timah , , , , ,00 Batu Besi 6.756, , , ,39 579,5778 Jumlah , , , , ,19 Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Belitung Timur, 2015 Penerimaan negara yang berasal dari royalti dan penerimaan pajak-pajak pertambangan tiap tahun di Kabupaten Belitung Timur dapat dilihat pada Tabel Tahun 2014 royalti dan pajakpajak pertambangan di Kabupaten Belitung Timur sebesar Rp.24,18 miliar dan USD ,20. Sedangkan royalti pertambangan sampai bulan Juli 2015 sebesar Rp.813,64 juta. Tabel Royalti dan Pajak-Pajak Pertambangan di Kabupaten Belitung Timur No. Tahun Jumlah (Rp) Jumlah ($) , , , , ,20 5 S/D Juli ,00 - Jumlah , ,20 Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Belitung Timur,

61 Kondisi Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Jumlah pegawai Dinas Pertambangan dan Energi di Kabupaten Belitung Timur sebanyak 26 orang, terdiri atas S1 16 orang, D3 6 orang, dan SLTA 4 orang. Dilihat dari keahlian terdapat 5 orang sarjana tambang, 1 orang sarjana geologi, 3 orang sarjana tekno elektro, 3 orang sarjana ekonomi, dan masing-masing 1 orang sarjana administrasi Negara, hokum, kimia, dan geofisika. Peralatan laboratorium yang dimiliki terdiri atas 1 paket analytical balance, 1 paket alat laboratorium tambang (BERGHOF/MWS-2) dan Laboratorium lainnya (Jaw Crusher 5, RPI/MN280, Biological Microscope Nikon/Elipe E100), Flame, BUCK SCIENTIFIC, PC, dan lainnya. Sedangkan peralatan lapangan yang dimiliki antara lain: GPS Garmin (4 buah), palu, multi digital, megger, kompas, loup, dan lainnya. Dalam hal anggaran, tahun 2015 Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Belitung Timur memiliki anggaran rutin sebesar Rp ,00 dan anggaran pembangunan Rp ,00 yang terdiri atas: a) Program pembinaan, penertiban dan pengawasan terhadap IPR sebesar Rp ,00 b) Program pebinaan dan pengembangan bidang ketenagalistrikan sebesar Rp ,00 c) Program perlindungan dan konservasi sumber daya alam sebesar Rp ,00. Kondisi pengelolaan Pertambangan di Kabupaten Belitung dan Belitung Timur setelah diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terdapat kesamaan, adanya pelimpahan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi praktis secara umum sudah tidak ada aktivitas secara tupoksi, baik dari kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan pengawasan. Namun untuk kegiatan pengawasan pihak dinas Pertambangan pada kedua kabupaten ini masih secara sporadis melakukan pengawasan setiap ada pengaduan dari masyarakat, disamping setiap pengaduan masyarakat atau pengusaha tambang selalu disampaikan ke tingkat provinsi. Dalam hal anggaran yang telah ada sesuai pengajuan untuk tahun anggaran 2015 pada dinas pertambangan di kedua kabupaten tersebut tetap tidak digunakan, dengan alas an karena secara tupoksi tidak bisa dijalankan karena kewenangan pertambangan di kabupaten/kota telah dicabut sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Belitung Timur, pemberlakuan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 semenjak tanggal 2 Oktober 2014, membuat tupoksi Dinas Pertambangan dan Energi di Kabupaten dan Kotamadya menjadi tidak berjalan, dikarenakan kewenangan kab/kota di bidang pertambangan sudah terpangkas semuanya. Akibatnya pelaksanaan pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan yang selama ini sudah berjalan di 53

62 kabupaten/kota menjadi berhenti, sedangkan provinsi belum siap untuk melaksanakannya. Seharusnya ada petunjuk teknis dan pelaksanaan dari pemerintah pusat yang bisa dilaksanakan di masa transisi sekarang ini. Akan tetapi lebih baik lagi apabila Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 ditinjau kembali, dikarenakan sudah banyak keluhan dari masyarakat dengan diberlakukannya undang-undang tersebut, mereka menjadi sulit dalam pengurusan perizinan akibat jarak tempuh ke ibukota provinsi yang jauh Pembahasan Penyerahan Urusan Pemerintahan dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi Sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, urusan konkruen terdiri atas: 1) Wajib terkait pelayanan dasar: Urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya merupakan pelayanan dasar; 2) Wajib tidak terkait pelayanan dasar: Urusan pemerintahan wajib yang substansinya tidak mengandung pelayanan dasar; dan 3) Pilihan: Urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah. Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, setidaknya terdapat 49 urusan yang sebelumnya merupakan urusan pemerintah kabupaten akan menjadi urusan pemerintah provinsi (Gambar 4.4). Gambar 4.4. Skema Pembagian Urusan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun

63 Berdasarkan analisis terhadap urusan pemerintahan kabupaten yang beralih menjadi urusan pemerintah provinsi pada umumnya adalah: a) Bidang pendidikan terdiri atas 3 urusan; b) Bidang kelautan dan perikanan terdiri atas 9 urusan; c) Bidang kehutanan terdiri atas 12 urusan; d) Bidang energi dan sumber daya mineral terdiri atas 19 urusan; e) Bidang perdagangan terdiri atas 1 urusan; f) Bidang perindustrian terdiri atas 3 urusan; g) Bidang perhubungan terdiri atas 1 urusan; dan h) Bidang tenaga kerja terdiri atas 1 urusan. Beberapa implikasi diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang perlu dipersiapkan adalah: a) Dalam hal pembiayaan, setidaknya terdapat sejumlah anggaran yang perlu disiapkan oleh provinsi yang dapat mencukupi berbagai kegiatan, baik pembiayaan untuk belanja kegiatan maupun pembiayaan untuk personil, belanja operasional dan belanja pemeliharaan yang dulu menjadi kewenangan kabupaten/kota, dalam hal ini 49 urusan yang dialihkan; b) Dalam hal sarana dan prasarana, terdapat aset-aset, baik aset yang bergerak dan aset yang tidak bergerak yang akan diserahkan dalam rangka penyelenggaraan urusan yang akan dilaihkan ke provinsi, antara lain: tanah, bangunan, kendaraan, komputer, perlengkapan/peralatan kantor, peralatan litbang, dan lainnya; c) Dalam hal personalia, terdapat sejumlah pegawai (PNS) yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan 49 urusan yang diserahkan ke provinsi, belum termasuk pejabat struktural dan tenaga honorer yang masuk dalam struktur organisasi SKPD penyelenggaraan urusan, serta tenaga fungsional khusus (jabatan fungsional tertentu); d) Dalam hal penyerahan dokumen, bahwa dalam penyelenggaraan urusan yang akan dialihkan ke pemerintah provinsi harus disertai penyerahan dokumen-dokumen prinsip, baik yang terkait substansi urusan secara langsung (seperti buku register perizinan, dokumen perizinan yang masih berlaku, dokumen personalia dan anggaran, dan lainnya). Berdasarkan analisis terdapat 33 jenis dokumen prinsip yang perlu diserahkan ke pemerintah provinsi. 55

64 Untuk itu dalam proses peralihan urusan dari kabupaten/kota ke provinsi diperlukan: a) Persiapan dan perencanaan yang matang serta memerlukan koordinasi yang intensif antar pemerintah kabupaten/kota dengan pemerintah provinsi sehingga batas akhir penyelesaian pengalihan P3D dapat terlaksana sebelum tanggal 2 Oktober 2016 (Batas akhir sesuai Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014); b) Diperlukan pembentukan pokja/tim khusus yang difasilitasi oleh pemerintah provinsi untuk menyusun petunjuk teknis sekaligus menyusun jadwal/tahapan proses pengalihan ke provinsi dengan melibatkan seluruh pemerintah kabupaten/kota dengan unsur-unsur wajib yang harus disertakan dalam pokja/tim tersebut adalah: bidang pemerintahan, bidang organisasi/kelembagaan, bidang SDM/kepegawaian, bidang keuangan, bidang hukum, bidang perencanaan, unsur pengawas intern (inspektorat), dan unsur SKPD terkait. c) Mengingat terdapat juga urusan provinsi yang diserahkan kepada Kabupaten, maka diminta kepada pihak Pemerintah Provinsi (antara lain; urusan penyiapan kebutuhan metrologi berupa tera, tera ulang dan pengawasan, yang penganggarannya telah melalui APBD Prov) untuk dapat mempersiapkan penyerahan Dokumen P3D Pemerintah Kabupaten Belitung Timur Implikasi pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di daerah Berdasarkan hasil diskusi dengan pihak dinas pertambangan mineral dan batubara di tingkat kabupaten/kota, implikasi dari pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap tata kelola pertambangan mineral dan batubara di daerah adalah: a) Proses perizinan pertambangan mineral dan batubara di kabupaten/kota terhambat, karena dari Provinsi belum ada kejelasan SOP dan peraturannya; b) Kerusakan lingkungan tidak terpantau dan tidak dikelola dengan baik. Distamben Kabuapten/Kota memiliki DPA tetapi tidak dapat dilaksanakan, sementara Propinsi dari segi anggaran belum ada, personil terbatas, tidak mungkin melaksanakan tugasnya dengan baik. c) Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari sektor pertambangan mineral dan batubara akan mengalami penurunan yang akan berdampak terhadap Dana Bagi Hasil untuk 56

65 kabupaten/kota. Dana bagi hasil untuk yang diterima Kabupaten/Kota sangat tergantung ada tidaknya data-data bukti setor royal, yang selama ini Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten yang mengumpulkan termasuk menagih royalty; d) Penambangan Tanpa Izin (PETI) akan semakin marak dan pemilik IUP tidak terawasi. Penambangan mineral dan batubara tanpa izin akan mulai muncul kembali setelah sekian lama hilang karena ketatnya pengawasan dari aparat kepolisian maupun Dinas. e) Kinerja SKPD Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota akan buruk, karena anggaran SKPD dinas tersebut telah disahkan oleh Dewan, sementara dengan Undangundang Nomor 23 Tahun 2014 anggaran tersebut tidak dapat dilaksanakan karena alasan kewenangan sudah tidak ada lagi. Maka bagi SKPD yang tidak melaksanakan DPA, dapat penilaian kinerjanya rendah. f) SKP sebagai parameter kinerja akan rendah, otomatis nilai DP3 para staf, pejabat akan rendah yang berimplikasi tidak naik pangkat, CPNS sulit menjadi PNS penuh. g) Terjadi perubahan kewenangan dan Strutur Organisasi Dinas yang selanjutnya berdampak pula pada fungsi pembinaan pengawasan dan pengendalian suatu kegiatan usaha pertambangan. h) Terjadinya stagnasi perizinan. i) Apapun bentuknya bahwa Daerah Kabupaten tetap harus dilibatkan dalam hal pembinaan dan pengawasan dengan pertimbangan : keterbatasan personil di provinsi, beban kerja bagi provinsi terlalu besar, wilayah kerja/ rentang kendali terlalu luas (Jawa Barat 27 kabupaten dan kota), kecenderungan timbulnya penambang tanpa izin semakin besar, berdampak kepada usaha usaha lain, contoh jasa kontruksi yang memerlukan bahan material, neraca kebutuhan bahan material bagi pembangunan di kabupaten dan kota cukup tinggi, disisi lain perusahaan tambang pemegang izin terbatas. Berdasarkan implikasi pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di daerah di atas, maka diperlukan alternatif segera penyelesaiannya sebagai berikut: 57

66 a) Selama penyerahan Personil, pendanaan, sarana dan prasarana serta dokumen (P3D) dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota ke Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi belum selesai agar Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota tetap diberikan kewenangan melaksanakan sub urusan pertambangan dan energi sesuai Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 terkecuali perizinan dan turunannya. b) Selambat-lambatnya Maret 2017 Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi sudah membentuk UPT atau Dinas pembantuan untuk melaksanakan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan pertambangan. c) Segera memetakan tenaga pengawas tambang yang memiliki kompetensi yang ada di Kabupaten/Kota. d) Perlu adanya Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri berkaitan dengan pembagian urusan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral bagi kabupaten. e) Perlu adanya kejelasan Prosedur Pelayanan Perizinan dengan cepat, mudah, murah, mempunyai akuntabilitas baik, dan transparan. f) Fungsi BINWASDAL dari hulu hilir yang merupakan kewenangan kabupaten harus lebih jelas sebelum dilakukan rasionalisasi organisasi. g) Pemerintah pusat segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai petunjuk teknis pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, khususnya terkait penyerahan P3D. h) Selama penyerahan Personil, pendanaan, sarana dan prasarana serta dokumen (P3D) dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota ke Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi belum selesai agar Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten/Kota tetap diberikan kewenangan melaksanakan sub urusan pertambangan dan energi sesuai Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 terkecuali perizinan dan turunannya. i) Selambat-lambatnya Maret 2017 Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi sudah membentuk UPT atau Dinas pembantuan untuk melaksanakan tugas-tugas pembinaan dan pengawasan pertambangan. j) Segera memetakan tenaga pengawas tambang yang memiliki kompetensi yang ada di Kabupaten/Kota. k) Perlu adanya petunjuk yang jelas terhadap mekanisme penyerahan personel, khusus terhadap pegawai non teknis. 58

67 l) Perlu adanya kajian jika IUP mineral non logan dan Batuan diserahkan ke Propinsi maka konsekuensi harus mengubah Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD. m) Perizinan pemanfaatan air tanah, Penetapan cekungan air tanah dan penetapan nilai air tanah menjadi kewenangan propinsi sementara pajak air tanah selama ini Kabupaten yang memungut. 59

68 ANALISIS 5.1. Pelaksanaan P3D Pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 telah menimbulkan tanggapan beragam dari berbagai Daerah. Tanggapan negatif muncul dari Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang kewenangannya terambil oleh ketentuan sebagaimana tertuang dalam undang-undang tersebut. Berikut disampaikan berbagai tanggapan yang dirangkum dari berbagai sumber: a) Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) yang ada di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bangka Belitung akan melepas bidang pertambangan, dan hanya mengatur bidang energi, khususnya panas bumi, sesuai ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun Khusus di Kabupaten Bangka Tengah, Distamben akan segera dihapus, yang kemungkinan akan disusul oleh kabupaten lain. Di Kabupaten Belitung Timur, sisa anggaran Distamben tahun 2015 langsung dibekukan. b) Pasca diberlakukannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, yang di dalamnya mengatur bahwa gubernur memegang kewenangan penuh terkait izin dan pengelolaan pertambangan, pengelolaan hutan, kelautan dan perikanan, Pemerintah Provinsi Jambi akan lebih selektif dalam mengeluarkan perizinan terutama Izin Usaha Pertambangan (IUP). Sebelumnya, saat perizinan yang dipegang pemerintah kabupaten/kota, Pemerintah Provinsi Jambi menemukan banyak perusahaan pemegang IUP yang tidak melaksanakan kewajiban, seperti pembayaran royalti dan reklamasi. c) Lahirnya Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 membawa dampak besar bagi kewenangan dan pengambilan kebijakan strategis di daerah, khususnya pemberian izin serta pengawasan operasi perusahaan pertambangan batubara di daerah. Pemberian IUP yang sebelumnya dikeluarkan Pemerintah kabupaten/kota, sekarang dilimpahkan kepada ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Namun patut disayangkan, sejak dikeluarkan undang-undang tersebut belum ada arahan dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Padahal, arahan perlu dilakukan agar ada koordinasi dan penjabaran lebih lanjut mengenai kewenangan dalam pemberian izin operasi perusahaan tambang yang ada di kabupaten/kota di Kalimantan Timur. Selain itu, koordinasi juga diperlukan agar ke depan tidak menimbulkan berbagai pelanggaran yang dapat menjerat pemerintah kabupaten/kota ke ranah hukum karena menyalahgunakan kewenangan. d) Fraksi Gerindra DPRD Sumut secara tegas mengatakan, belum keluarnya Peraturan Pemerintah sebagai turunan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 telah menimbulkan 60

69 kepanikan bagi para pengusaha dan masyarakat pelaku bisinis yang membutuhkan pengurusan izin usaha, termasuk pengurusan izin usaha di bidang pertambangan. Belum keluarnya Peraturan Pemerintah sebagai turunan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, sepertinya kiamat bagi para pelaku bisnis dan masyarakat, sebab sampai saat ini antara Pemerintah Daerah provinsi dan kabupaten di Sumatera Utara saling buang badan dalam hal pengurusan izin, termasuk izin di bidang pertambangan. e) Staf Ahli Bupati Kotabaru Bidang Ekonomi dan Keuangan, mengatakan semua perizinan pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam, dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat menjadi kewenangan provinsi. Diyakini bahwa pengusaha di Kotabaru tidak akan mengurus izin ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan karena jarak antara Kotabaru dengan Banjarmasin cukup jauh, sehingga akan akan memberikan dampak negatif bagi daerah kabupaten atau daerah penghasil apabila terjadi penambangan ilegal. Terlebih dengan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan usaha pertambangan rakyat tidak melibatkan daerah pasti akan memberikan dampak negatif kerusakan lingkungan bagi daerah yang memiliki potensi sumber daya mineral. Ancaman tersebut dapat diatasi, manakala urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah provinsi diselenggarakan dengan cara menugaskan Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan, atau dengan cara menugasi desa yang ditetapkan dengan Peraturan Gubernur, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. f) Pemprov Jabar akan mengeluarkan konsep perizinan paralel atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) antara provinsi dengan PTSP kabupaten/kota sebagai tindakan ditetapkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun Perizinan paralel digulirkan dalam rangka memberikan kemudahan pelayanan kepada masyarakat dan pelaku usaha mengingat Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak lagi memiliki wewenang mengeluarkan izin tambang. g) Deputy Chairman APBI-ICMA, menyatakan, yang menjadi potensi permasalahan dalam penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, yakni akan ada potensi resistensi atau sikap tidak kooperatif dari pemerintah kabupaten terkait dengan pemberian rekomendasi bagi pemohon IUP. Dijelaskan bahwa potensi permasalahan lainnya adalah hambatan terhadap proses lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) terkait dengan pelimpahan kewenangan ke pemerintah provinsi. Kelangsungan usaha pemegang IUP sangat tergantung pada keharmonisan hubungan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten setempat. Terkait dengan adanya penataan aturan pertambangan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, 61

70 dikatakan bajwa undang-undang tersebut harus mampu mengatasi berbagai masalah yang saat ini terjadi akibat banyaknya penyalahgunaan wewnang Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam pengelolaan pertambangan Pengembangan Pertambangan Mineral dan Batubara Masa Transisi Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, merupakan kesepakatan antara Komisi II DPR RI dengan Kementerian Dalam Negeri pada awal tahun 2010 silam untuk memecah ke dalam tiga Undang-Undang Pemerintahan Daerah sebelumnya. Sebenarnya Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang terbaru diharapkan disahkan sebelum pelaksanaan Pemilu 2014 tetapi mengalami pemunduran waktu hingga baru bisa disahkan pada bulan September Pada naskah akademik RUU Pemerintahan Daerah, menyebutkan bahwa tujuan RUU tersebut adalah untuk memperbaiki berbagai kelemahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun Beberapa kelemahan yang dimaksud adalah konsep kebijakan desentralisasi dalam negara kesatuan, hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat sipil dan berbagai aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah yang belum diatur. Pelayanan Dasar Pada Pasal 12 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 membagi urusan pemerintahan yang berkaitan dan tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Urusan wajib pemerintah yang dikategorikan pelayanan dasar adalah pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan kawasan permukiman, ketenteraman/ketertiban umum dan perlindungan masyarakat, serta sosial. Sementara urusan pemerintahan wajib tetapi tidak masuk kategori pelayanan dasar menurut undang-undang ini adalah tenaga kerja, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, pangan, pertanahan, lingkungan hidup, administrasi kependudukan dan pencatatan sipil, pemberdayaan masyarakat dan desa, pengendalian penduduk dan keluarga berencana, perhubungan, komunikasi dan informatika, koperasi dan usaha kecil-menengah, penanaman modal, kepemudaan dan olahraga, statistik, persandian, kebudayaan, perpustakaan dan kearsipan. Kategori lainnya selain urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan pilihan. Beberapa urusan yang dianggap urusan pemerintahan pilihan dan sudah pasti dianggap oleh penggagas undang-undang ini tidak berkaitan dengan pelayanan dasar adalah kelautan dan perikanan, pariwisata, pertanian, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, perdagangan, 62

71 perindustrian dan transmigrasi. Pembagian urusan pemerintahan wajib dan pilihan sebagai urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah masih perlu diperdebatkan karena terkait dengan pelayanan publik yang menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Beberapa urusan pilihan di dalam undang-undang ini sebenarnya terkait erat dengan kebutuhan dasar masyarakat dalam membuka akses usaha bagi kalangan dunia usaha. Apalagi pemerintah telah menggelorakan gerakan kewirausahaan nasional sehingga urusan-urusan pilihan dalam undangundang ini sebenarnya adalah urusan wajib pemerintah daerah untuk membantu masyarakat meningkatkan kesejahteraannya melalui jalur wiraswasta dalam berbagai bidang. Norma yang Dipedomani dalam Masa Transisi Beberapa hal yang perlu dipedomani dalam masa transisi menurut Dirjen Otonomi Daerah, Kementerian Dalam Negeri : a) Sub urusan yang bersifat pelayanan kepada masyarakat luas dan massif maka Pemerintah Kabupaten masih bisa melaksanakan urusan tersebut sampai 2 Oktober b) Masih banyak Sub urusan Energi, sumberdaya Mineral dan Batubara urusan bersifat pelayanan kepada masyarakat luas dan massif tidak tercantum dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/253/sj tanggal 16 Januari c) Dirjen Otonomi Daerah, beralasan kenapa sub urusan bidang Energi, sumberdaya mineral dan Batu Bara bersifat pelayanan kepada masyarakat dan massif tidak tercantum dalam surat edaran Mendagri, karena pihak Dirjen ESDM tidak menyampaikan usulan ke Menteri Dalam Negeri. Beberapa hal terkait anggaran yang perlu dipedomani dalam masa transisi menurut Dirjen Anggaran Kementerian Dalam Negeri: a) Apakah yang sudah teranggarkan dalam APBD terutama Dokumen Pelaksana Anggaran (DPA) Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Banjar yang telah mendapatkan pengesahan masih bisa dilaksanakan untuk tahun 2015 secara penuh. b) Pasal 18 PP No. 58 Tahun 2005, menyebutkan bahwa Pengeluaran Daerah harus didukung dengan dasar hukum yang melandasi. Pasal 27 PP 58 Tahun 2005 APBD harus didasarkan pada urusan, organisasi, program dan kegiatan. APBD merupakan dasar belanja daerah. Penganggaran APBD Tahun 2015 didasarkan pada Permendagri 37 Tahun 2014, dimana proses perencanaan dan penganggaran sudah dimulai tahun 2014 sebelum Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 ditetapkan. 63

72 c) Untuk program dan kegiatan yang ada dalam APBD Tahun 2015 yang sifatnya terkait langsung dengan masyarakat tetap dapat dilaksanakan, karena pemerintahan tidak bisa berhenti Revisi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Produk Hukum Turunannya Pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terkait aspek kewenangan seperti yang tertera dalam Pasal 14 dan Pasal 15 secara perundangan agar terjadi ketertiban dan kepastian hukum menuntut adanya revisi perbaikan terhadap Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dan produk hukum turunannya. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber daya mineral dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi (Pasal 14 ayat 1). Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara pemerintah pusat dan daerah provinsi serta daerah kabupaten/kota tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini (Pasal 15 ayat 1). Implikasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dapat divisualisasikan dalam Gambar 5.1. TERJADI PERUBAHAN POLA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN PERLU PENYESUAIAN UU NOMOR 4 TAHUN 2009 TERJADI PERUBAHAAN POLA KEWENANGAN PENGELOLAAN ESDM PERLU PENGATURAN MASA TRANSISI Gambar 5.1. Implikasi Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 terhadap Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Dalam rangka menjamin kepastian hukum dan sambil menunggu terbitnya peraturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, maka pada masa transisi ini pemerintah cq Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah mengeluarkan Surat Edaran Kementerian ESDM untuk dijadikan pedoman dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara di daerah. Selain itu, Kementerian ESDM melakukan beberapa hal, antara lain: 64

73 a) Sejak berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, pengelolaan Inspektur Tambang (IT) dan Pejabat Pengawas menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. b) Meminta kepada Kadis ESDM Prov/Kab/Kota melakukan pendataan IT pada masingmasing SKPD. c) KESDM melakukan jejak minat bagi pejabat fungsional IT dan Calon IT di Provinsi dan Kab/Kota yang berminat untuk mutasi menjadi Aparatur Siplil Negara di KESDM yang ditempatkan di Daerah. d) KESDM melakukan penyiapan revisi perubahan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dan produk hukum turunannya berpedoman kepada Undang-undang Nomor 23 Tahun Berdasarkan proses persiapan revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dan produk hukum turunannya telah diinvetarisasi beberapa pasal yang segera harus disesuaikan (Tabel 5.1). Selain penyesuain beberapa pasal Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, dalam perbaikan tersebut juga menambahkan beberapa hal yang dipandang perlu untuk dimasukan dalam revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dan produk hukum turunannya. Tabel 5.1. Pasal-Pasal Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 yang harus Disesuaikan No Pasal Substansi/Materi 1. Pasal 6 Kewenangan Pemerintah Pusat Termasuk di dalamnya pengelolaan Inspektur Tambang 2. Pasal 7 Kewenangan pemerintah provinsi Termasuk di dalamnya kewenangan bupati/walikota yang sebelumnya diatur dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 4 Tahun Pasal 8 Kewenangan pemerintah kabupaten/kota Dihapus tidak mempunyai kewenangan lagi 4. Pasal 21 Penetapan WPR Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur) 5. Pasal 23 Pengumuman kepada masyarakat terkait penetapan WPR Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur) 6. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut tentang kriteria dan mekanisme penetapan WPR Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi, maka pengaturannya dalam peraturan daerah provinsi 7. Pasal 37 Kewenangan pemberian IUP Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 8. Pasal 40 ayat (3) dan ayat (6) Kewenangan penerbitan IUP untuk mineral lain Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 9. Pasal 44 Kewenangan penerbitan izin sementara Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 65

74 10. Pasal 48 Kewenangan pemberian IUP Operasi Produksi Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 11. Pasal 67 Kewenangan pemberian IPR Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur) 12. Pasal 72 Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberian IPR Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi, maka pengaturannya dalam peraturan daerah provinsi 13. Pasal 73 Kewajiban dalam pengelolaan usaha pertambangan rakyat Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi 14. Pasal 93 Terkait pengalihan IUP Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 15. Pasal 100 Kewenangan penunjukan pihak ketiga untuk melaksanakan reklamasi dan pascatambang Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 16. Pasal 104 Kewenangan pemberian IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 17. Pasal 105 Kewenangan pemberian IUP Operasi Produksi untuk penjualan Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 18. Pasal 110 Penyerahan data eksplorasi dan operasi produksi Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur No. Pasal Substansi/Materi 19. Pasal 113 dan Pasal 114 Kewenangan persetujuan penghentian sementara kegiatan usaha pertambangan Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 20. Pasal 118 Penyerahan kembali IUP Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 21. Pasal 119 dan Pasal Pasal 122 dan Pasal Pasal 139, Pasal 140, dan Pasal 141 Kewenangan pencabutan IUP Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur Pengembalian IUP yang berakhir Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan usaha pertambangan Bupati tidak mempunyai kewenangan pengawasan Pemerintah kepada pemerintah Daerah provinsi Kewenangan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan oleh pemegang izin berada pada Menteri dan gubernur Terkait kewenangan Inspektur Tambang (pengelolaan IT oleh Pemerintah Pusat) 24. Pasal 142 Kewajiban pelaporan penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan Bupati tidak mempunyai kewenangan pelaporan oleh gubernur 25. Pasal 143 Pembinaan dan pengawasan usaha pertambangan rakyat Menjadi kewenangan pemerintah Daerah provinsi (gubernur) 26. Pasal 151 Kewenangan pemberian sanksi administratif Bupati tidak mempunyai kewenangan kewenangan pada Menteri dan gubernur 66

75 PENUTUP 6.1. Kesimpulan Sebagaimana diketahui bahwa Undang-undang Nomor 32 Tahun 2010 tentang Pemerintahan Daerah telah diganti oleh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 dengan judul yang sama. Ada perubahan mendasar dari kedua undang-undang tersebut, terutama dikaitkan dengan kewenangan dalam urusan pemerintahan; jika sebelumnya bertumpu kepada Pemerintahan Kabupaten/Kota (Undang-undang Nomor 32 Tahun 2010), maka kini banyak dilimpahkan kepada Pemerintah Provinsi (Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014), termasuk kewenangan dalam pengelolaan bidang mineral dan batubara. Mengingat Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 harus langsung dilaksanakan tanpa menunggu peraturan pelaksanaannya (dalam bentuk Peraturan Pemerintah), maka Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Surat Edaran agar tidak terjadi kekosongan hukum yang dapat merugikan berbagai pihak. Di tingkat Daerah, para Gubernur juga mengeluarkan Surat Edaran serupa sebagai tindak lanjut dari Surat Edaran yang dikeluarkan oleh dua Kementerian tersebut. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap empat provinsi, yaitu Provinsi Jawa Barat beserta empat Kabupaten, yakni Cianjur, Sukabumi, Garut, dan Tasikmalaya; Jawa Timur beserta dua Kabupaten, yakni Sidoarjo dan Malang; Bangka-Belitung, khususnya di Kabupaten Belitung dan Belitung Timur; serta Provinsi Kalimantan Selatan beserta Kabupaten Banjar, diperoleh data sebagai berikut: 1) Reaksi yang ditimbulkan atas pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 hampir sama di setiap provinsi dan kabupaten yang disurvei. Mereka merasa kehadiran Undang-undang tersebut tanpa disosialisasikan secara utuh terlebih dulu dan dipaksakan karena dikeluarkan menjelang berakhirnya pemerintahan Presiden SBY. Kondisi ini pada akhirnya telah menimbulkan kegaduhan di setiap daerah karena mereka, baik Pemerintahan Provinsi maupun Pemerintahan Kabupaten/Kota, merasa belum siap menerima perubahan yang cukup fundamental. 2) Meskipun telah dikeluarkan Surat Edaran dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dan Menteri Dalam Negeri, yang juga diikuti oleh masing-masing Gubernur, ketiadaan Peraturan Pemerintah sebagai penjabaran dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 menjadi kendala utama bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun Hal ini 67

76 disebabkan Surat Edaran tersebut kurang implementatif serta kurang memiliki kekuatan hukum, sehingga dalam kenyataannya ada Pemerintah Kabupaten/Kota yang terpaksa mengeluarkan kebijakan sendiri untuk menghindari keadaan yang lebih buruk. 3) Telah terjadi kebijaksanaan, baik disengaja maupun tidak disengaja, terhadap berbagai hal yang terkait dengan masalah perizinan. Sebagai contoh: pengusaha kecil yang menambang mineral tertentu dengan luas yang hanya ratusan meter persegi, kesulitan mengurus izin ke provinsi karena menghabiskan waktu, tenaga, dan dana. Untuk itu, Pemerintah Kabupaten/ Kota mengambil kebijaksanaan yang memberi izin kepada pengusaha kecil tersebut tetap melaksanakan penambangan sambil menunggu proses perizinan selesai. Walaupun dianggap keliru dan cukup berisiko, langkah ini terpaksa diambil oleh Pemerintah Kabupaten/Kota agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan. 4) Ada sikap skeptis yang tidak hanya ditunjukkan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, tetapi bahkan juga oleh Pemerintah Provinsi, bahwa pemberlakuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tidak akan menemui sasaran sebagaimana yang diinginkan. Terlepas dari latar belakang alasan kedua Pemerintahan di Daerah tersebut, baik Kabupaten/Kota maupun Provinsi, persoalan utamanya terletak kepada kekurangsiapan mereka menerima substansi dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 yang dianggap kurang menggambarkan kondisi yang ada di lapangan Saran 1) Berdasarkan hasil studi kasus pengelolaan pertambangan mineral dan batubara pada 4 provinsi sebagai sampel, terjadinya persoalan carut marut pengelolaan pertambangan mineral dan batubara, maka diperlukan revisi terhadap berbagai materi yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014, atau, paling tidak, ditangguhkan pelaksanaannya sembari menunggu Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun ) Untuk memberi jaminan kepastian hukum dalam berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara, maka perlu segera melakukan revisi perbaikan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dan produk hukum turunannya. 68

77 DAFTAR PUSTAKA Bagir Manan dan Kuntana Magnar, 1997, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni. Bhasin, Balbir dan Jennifer McKay, 2002, Mining Law and Policy in Indonesia: Reforms of the Contract of Work Model to Promote Foreign Direct Investment and Sustainibility, Australian Mining and Petroleum Law Journal Volume 21 Number 1 (April 2002): Telah dipublikasikan dalam Jurnal Konstitusi Volume 9 Nomor 3 September 2012, hlm H.S, Salim, 2006, Hukum Pertambangan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. H.S, Salim dan Budi Sutrisno, 2008, Hukum Investasi di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta. Djohermansyah, D, 2015 Kado Hari Otonomi Kompas, 25 April 2015 Fachry Ali dan Kalla, 2011, Tepat Redam Tuntutan Reposisi, dalam: Jazim Hamidi (ed), Optik Hukum Bermasalah: Peraturan Daerah Bermasalah, Jakarta: Prestasi Pustaka. Faisal Amrullah, 2010, Kebijakan Umum dalam Politik Perundang-Undangan di Indonesia, Jurnal Hukum, Volume VIII Nomor 2 Edisi Juni, Hughes, O 2003, Public management in developing countries Public management And Administration, 3rd edn, Palgrave, Basingstoke, pp Jazim Hamidi dan Kemilau Mutik,2011, Legislative Drafting, Total Media, Yogyakarta. Kemendagri, 2011, Naskah Akademik RUU tentang Pemerintahan Daerah, Jakarta Kementerian Dalam Negeri, 2011, Mendagri Temukan Perda 369 Perda bermasalah Kemitraan, 2014 Menata Indonesia dari Daerah Kemitraan, Jakarta Mahendra Putra Kurnia (et.al), 2013, Pedoman NA Perda Partisipatif: Urgensi, Strategi, dan Proses Bagi Pembentukan Perda yang Baik (Cetakan Pertama), Yogyakarta: Kreasi Total Media (KTM). Mezak, Meray Hendrik, 2011, Pengaturan Hak Penguasaan Negara atas Pertambangan Studi Perbandingan Konsepsi Kontrak Karya dengan Izin Usaha Pertambangan, Law Review Volume XI Nomor 1 Juli 2011: Hlm Muslimin B. Putra, M.,B., 2015, Menafsir Undang-Undang Pemerintahan Daerah Yang Terbaru, Dimuat Harian SINDO, Kamis, 8 Januari I Gde Pantja Astawa dan Suprin Na a, 2008, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-Undangan di Indonesia, Bandung:Alumni. Jimly Asshiddiqie, 2010, Perihal Undang-Undang, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peters, G. B, 2011, Governance as political theory, Critical Political Studies, Vol. 5 No. 1 pp

78 Pratikno, 2009 Rekonsolidasi Reformasi Indonesia: Kontribusi Studi Politik dan Pemerintahan dalam Menopang Demokrasi dan Pemerintahan Efektif Pidato guru besar UGM, Yogyakarta. Rhodes, R.A.W, 2007, Understanding governance: Ten years on, Organization Studies, Vol. 28, No. 8, pp Simon F. Sembiring, 2009, Jalan Baru Untuk Tambang: Mengalirkan Berkah bagi Anak Bangsa, Jakarta: Gramedia. Supriadi, 2010, Hukum Agraria, Sinar Grafika, Cetakan Keempat, Palu. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Yuking, Ana Sofa, 2011, Kepastian Hukum dalam Undang-Undang Minerba, Law Review Volume XI Nomor 1 Juli 2011: hlm

79 LAMPIRAN - LAMPIRAN 71

80 Lampiran 1 Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral No Sub Urusan Pemerintah Pusat Daerah Provinsi Daerah Kabupaten/Kota Geologi Penetapan cekungan air tanah. Penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah, lintas Daerah provinsi dan lintas negara. Penetapan kawasan lindung geologi dan warisan geologi (geoheritage). Penetapan status dan peringatan dini bahaya gunung api. Peringatan dini potensi gerakan tanah. Penetapan neraca sumber daya dan cadangan sumber daya mineral dan energi nasional. Penetapan kawasan rawan bencana geologi. 2. Mineral dan Batubara Penetapan wilayah pertambangan sebagai bagian dari rencana tata ruang wilayah nasional, yang terdiri atas wilayah usaha pertambangan, wilayah pertambangan rakyat, dan wilayah pencadangan negara, serta wilayah usaha pertambangan khusus. Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara, serta wilayah izin usaha pertambangan khusus. Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan lintas Daerah provinsi dan wilayah laut lebih dari 12 mil. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral logam, batubara, bukan logam, dan batuan pada: 1) wilayah izin usaha pertambangan yang berada pada wilayah lintas Daerah provinsi; 2) wilayah izin usaha pertambangan yang berbatasan langsung dengan negara lain; dan 3) wilayah laut lebih dari 12 mil. Penetapan izin usaha pertambangan dalam rangka penanaman modal asing. Pemberian izin usaha pertambangan khusus mineral Penetapan zona konservasi air tanah pada cekungan air tanah dalam Daerah provinsi. Penerbitan izin pengeboran, izin penggaliaan, izin pemakaian, dan izin pengusahaan air tanah dalam Daerah provinsi. Penetapan nilai perolehan air tanah dalam Daerah provinsi. Penetapan wilayah izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dalam 1 (satu) Daerah provinsi dan wilayah laut sampai dengan 2 mil. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral logam dan batubara dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan Daerah yang berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi, termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut. Penerbitan izin usaha pertambangan mineral bukan logam dan batuan dalam rangka penanaman modal dalam negeri pada wilayah izin usaha pertambangan yang berada dalam 1 (satu) Daerah provinsi, termasuk wilayah laut sampai dengan 12 mil laut. Penerbitan izin usaha pertambangan rakyat untuk komoditas mineral logam, batubara, mineral bukan logam, dan batuan dalam wilayah pertambangan rakyat. Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian dalam rangka penanaman

81 dan batubara. Pemberian registrasi izin usaha pertambangan dan penetapan jumlah produksi setiap Daerah provinsi untuk komoditas mineral logam dan batubara. Penerbitan izin usaha pertambangan operasi produksi khusus untuk pengolahan dan pemurnian yang komoditas tambangnya yang berasal dari Daerah provinsi lain di luar lokasi fasilitas pengolahan dan pemurnian, atau impor serta dalam rangka penanaman modal asing. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal asing yang kegiatan usahanya di seluruh wilayah Indonesia. Penetapan harga patokan mineral logam dan batubara. Pengelolaan Inspektur Tambang dan pejabat pengawas pertambangan. 3. Minyak dan Gas Bumi Penyelenggaraan minyak dan gas bumi. 4. Energi Baru Penetapan wilayah kerja panas Terbarukan bumi. Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas Daerah provinsi. Penerbitan izin panas bumi untuk pemanfaatan tidak langsung. Penetapan harga listrik dan/atau uap panas bumi. Penetapan badan usaha sebagai pengelola tenaga air untuk pembangkit listrik. Penerbitan surat keterangan terdaftar usaha jasa penunjang yang kegiatan usahanya dalam lintas Daerah provinsi. Penerbitan izin usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan di atas (sepuluh ribu) ton per tahun. 5. Ketenagalistrikan Penetapan wilayah usaha penyediaan tenaga listrik dan izin jual beli tenaga listrik lintas negara. Penerbitan izin usaha penyediaan tenaga listrik Daerah provinsi, badan usaha milik Negara dan penjualan tenaga listrik serta penyewaan jaringan kepada penyedia modal dalam negeri yang komoditas tambangnya berasal dari 1 (satu) Daerah provinsi yang sama. Penerbitan izin usaha jasa pertambangan dan surat keterangan terdaftar dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang kegiatan usahanya dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Penetapan hrga patokan mineral bukan logam dan batuan. - - Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi lintas Daerah kabupaten/ kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Penerbitan surat keterangan terdaftar usaha jasa penunjang yang kegiatan usahanya dalam 1 (satu) Daerah provinsi. Penerbitan izin pembinaan dan pengawasan usaha niaga bahan bakar nabati (biofuel) sebagai bahan bakar lain dengan kapasitas penyediaan di atas (sepuluh ribu) ton per tahun. Penerbitan izin usaha penyediaan tenaga listrik non badan usaha milik Negara dan penjualan tenaga listrik serta penyewaan jaringan kepada penyedia tenaga listrik dalam Daerah provinsi. Penerbitan izin operasi yang fasilitas instalasinya dalam Penerbitan izin pemanfaatan langsung panas bumi dalam Daerah kabupaten/kota. - 73

82 tenaga listrik lintas Daerah provinsi atau badan usaha milik Negara. Penerbitan izin operasi yang fasilitas instalasinya mencakup lintas Daerah provinsi atau berada di wilayah di atas 12 mil laut. Penetapan tarif tenaga listrik untuk kons men dan penerbitan izin pemanfaatan jaringan untuk telekomunikasi, multimedia, dan informatika dari pemegang izin yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik, rencana usaha penyediaan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegang izin yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Penerbitan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik yang dilakukan oleh badan usaha milik negara atau penanam modal asing/ mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. Daerah provinsi. Penetapan tariff tenaga listrik untuk konsumen dan penerbitan izin pemanfaatan jaringan untuk telekomunikasi, multimedia, dan informatika dari pemegang izin yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi. Persetujuan harga jual tenaga listrik dan sewa jaringan tenaga listrik, penjualan kelebihan tenaga listrik dari pemegang izin yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi. Penerbitan izin usaha jasa penunjang tenaga listrik bagi badan usaha dalam negeri/mayoritas sahamnya dimiliki oleh penanam modal dalam negeri. Penyediaan dana untuk kelompok masyarakat tidak mampu, pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik belum berkembang, daerah terpencil, dan perdesaan. 74

83 LAMPIRAN 2 PETA PENYEBARAN IUP DI PROVINSI JAWA BARAT, JAWA TIMUR, BANGKA BELITUNG, DAN KALIMANTAN SELATAN 75

84 Penyebaran IUP di Provinsi Jawa Barat 76

85 Penyebaran IUP di Provinsi Jawa Timur 77

86 Penyebaran IUP di Provinsi Bangka Belitung 78

87 Penyebaran IUP di Provinsi Kalimantan Selatan 79

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa efisiensi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN BANJAR TERHADAP TATA KELOLA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN BANJAR TERHADAP TATA KELOLA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DI KABUPATEN BANJAR TERHADAP TATA KELOLA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Dinas Pertambangan dan Energi KABUPATEN BANJAR Provinsi

Lebih terperinci

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah Pelaksanaan UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dalam Tata Kelola Kegiatan Usaha Pertambangan di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas

Lebih terperinci

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH

BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH BUPATI KULON PROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KULON PROGO, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.244, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Otonomi. Pemilihan. Kepala Daerah. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang

Lebih terperinci

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PASCA UU NO. 23/2014 1. Urusan Pemerintahan Absolut Menurut ketentuan UU baru, yaitu UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi

PEMERINTAHAN DAERAH. Harsanto Nursadi PEMERINTAHAN DAERAH Harsanto Nursadi Beberapa Ketentuan Umum Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PELAKSANAAN UU. NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

PELAKSANAAN UU. NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PELAKSANAAN UU. NO. 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Oleh BUPATI BANGKA Disampaikan dalam Rakor Gubernur dengan Bupati/Walikota se-prov. Kep. Bangka Belitung Pangkalpinang, 2 Desember 2014 ARAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN MENURUT UNDANG- PEMERINTAHAN DAERAH

PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN MENURUT UNDANG- PEMERINTAHAN DAERAH PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KEBUDAYAAN MENURUT UNDANG- UNDANG NOM0R 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DIREKTORAT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH II DITJEN OTONOMI DAERAH KEMETERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah Dr. Herlambang P. Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2017 / herlambang@fh.unair.ac.id Poin Pembelajaran

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT SALINAN GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang

Rencana Induk Pengembangan E Government Kabupaten Barito Kuala Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang BAB III SISTEM PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN E-GOVERNMENT Sistem pemerintahan daerah disarikan dari UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Disini keterangan tentang pemerintah daerah diuraikan pada beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN REMBANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang

Lebih terperinci

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH OTONOMI DAERAH NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Geografi Politik Sri Hayati Ahmad Yani PEMERINTAH DAERAH Pasal 2 (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAH YANG BERSIFAT NASIONAL DI ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD 27 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN GARUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan

HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA. Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan HUBUNGAN PEMERINTAH DAERAH, KECAMATAN DAN DESA Bagian Pemerintahan Setda Kab. Lamongan DASAR HUKUM UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa FILOSOFI PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU

PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN KAPUAS HULU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP)

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) KEMENTERIAN DALAM NEGERI POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL DAN MENENGAH DI PERDESAAN MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU (PTSP) W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah Jakarta,

Lebih terperinci

PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH)

PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH) DIREKTORAT JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT (BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH) Oleh

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.67, 2014 KEMEN ESDM. Dekonsentrasi. Energi dan Sumber Daya Mineral. Gubernur. TA 2014. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 21 Tahun 2008

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 21 Tahun 2008 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 21 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri

Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri TATA CARA EVALUASI DOKUMEN PERENCANAAN DAERAH RAPERDA TENTANG RPJPD, RPJMD DAN PERUBAHAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) SESUAI DENGAN PERMENDAGRI 86 TAHUN 2017 Direktorat Jenderal Bina Pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BELITUNG

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BELITUNG PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a.

Lebih terperinci

U NDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DLM KONTEKS KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

U NDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DLM KONTEKS KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA U NDANG UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DLM KONTEKS KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA SIGID SANTOSA HP 08161834743 KASUBDIT WILAYAH III DIREKTORAT PRODUK HUKUM DAERAH DITJEN OTDA KEMENTERIAN DALAM

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Jurnal Psikologi September 2015, Vol. III, No. 1, hal 28-38 KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM MELAKUKAN INOVASI PENGEMBANGAN KAWASAN INDUSTRI DI DAERAH Khoirul Huda Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Lebih terperinci

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PEMBINAAN DAN PENGAWASAN INOVASI DAN DAYA SAING DAERAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PEMERINTAH DAERAH Drs. Eduard Sigalingging, M.Si Direktur Sinkronisasi Urusan Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG

PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PEMERINTAH KABUPATEN SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SAMPANG, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA HAK KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH PUSAT DAFTAR ISI BAB I KETENTUAN UMUM BAB II KEDUDUKAN,

Lebih terperinci

SINERGI PUSAT DAERAH DALAM UU 23/2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

SINERGI PUSAT DAERAH DALAM UU 23/2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH SINERGI PUSAT DAERAH DALAM UU 23/2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Oleh: DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Perencanaan Penyediaan Perumahan Tahun 2015, Wilayah

Lebih terperinci

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65,2012 PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG ENERGI DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA GUNUNGSITOLI DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR... TAHUN... TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN PULAU MOROTAI DI PROVINSI MALUKU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

4&L Jk Am /L. GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

4&L Jk Am /L. GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG 4&L Jk Am 0 /L. GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG TATACARA PENYUSUNAN PROGRAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA

PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA Oleh : Indra Syahputra Lubis Pada Tanggal 30 September 2014, Presiden Republik Indonesia telah menandatangani

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA TANGERANG SELATAN DI PROVINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PENGUATAN KELEMBAGAAN KPH SEBAGAI PENGELOLA KAWASAN HUTAN DI TINGKAT TAPAK YANG MANDIRI Drs. H. Slamet, M.Si KASUBDIT WILAYAH IV DIREKTORAT FASILITASI KELEMBAGAAN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 70 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN WEWENANG BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 70 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN WEWENANG BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, S A L I N A N PERATURAN BUPATI TANAH LAUT NOMOR 70 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN WEWENANG BUPATI KEPADA CAMAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TANAH LAUT, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang :

Lebih terperinci

PERAN GWPP DAN ISU- ISU AKTUAL RPP TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG GWPP

PERAN GWPP DAN ISU- ISU AKTUAL RPP TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG GWPP DIREKTORAT JENDERAL BINA ADMINISTRASI KEWILAYAHAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN GWPP DAN ISU- ISU AKTUAL RPP TENTANG PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG GWPP Oleh : Drs. MUH FIRMANSYAH, M.Si KASUBDIT FASILITASI

Lebih terperinci

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN KONKUREN KABUPATEN GARUT BUPATI GARUT, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 8 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SEMARANG Menimbang : a. Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN

BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN BUPATI BOALEMO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOALEMO NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2012-2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOALEMO, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 10 TAHUN 2007 TENTANG KEWENANGAN PEMERINTAHAN KABUPATEN MALANG DALAM URUSAN PEMERINTAHAN WAJIB DAN PILIHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: PP 8-2003 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 89, 2007 OTONOMI. PEMERINTAHAN. PEMERINTAHAN DAERAH. Perangkat Daerah. Organisasi.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : D NOMOR : 7 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38 TAHUN 2007 TENTANG PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN ANTARA PEMERINTAH, PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI, DAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE

PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN MAJENE BUPATI MAJENE, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pembagian Urusan Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan A. Latar Belakang an daerah yang diselenggarakan menurut amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintahan daerah

Lebih terperinci

Hariadi Kartodihardjo (Sumber: UU 23/2014) Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi adalah:

Hariadi Kartodihardjo (Sumber: UU 23/2014) Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah Provinsi adalah: UNDANG-UNDANG NO 23/2014 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH: (IMPLIKASI) BAGI KEBIJAKAN KEHUTANAN DAN IZIN TAMBANG (MINERBA) 1 Hariadi Kartodihardjo (Sumber: UU 23/2014) DALAM UU ini urusan pemerintahan terdiri

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BREBES DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang :

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI 1 PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SUNGAI PENUH DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memacu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENETAPAN WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN DAN SISTEM INFORMASI WILAYAH PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH.

PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. PARADIGMA MESIN PEMBANGUNAN UNTUK PERKEMBANGAN DAERAH 1 Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. TRIAS POLITIKA BARU Sekarang kita hidup di abad ke-21. Dunia tidak lagi berbatas secara kaku. Beberapa aspek

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO

PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO SALINAN PEMERINTAH KABUPATEN MUKOMUKO PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUKOMUKO,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk penyelenggaraan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk memberikan pedoman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN MALUKU BARAT DAYA DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN SABU RAIJUA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG SERTA KEDUDUKAN KEUANGAN GUBERNUR SEBAGAI WAKIL PEMERINTAH DI WILAYAH PROVINSI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BURU SELATAN DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN NIAS BARAT DI PROVINSI SUMATERA UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG LAPORAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH KEPADA PEMERINTAH, LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LOMBOK UTARA DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2010 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Urusan Pemerintahan Daerah; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal

Lebih terperinci