Peranan Kepolisian Dalam Pengamanan Demonstrasi Di Wilayah Hukum Resor Kota Padang ARTIKEL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Peranan Kepolisian Dalam Pengamanan Demonstrasi Di Wilayah Hukum Resor Kota Padang ARTIKEL"

Transkripsi

1 Peranan Kepolisian Dalam Pengamanan Demonstrasi Di Wilayah Hukum Resor Kota Padang ARTIKEL Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan guna memperoleh Gelar Sarjana Hukum Oleh : Usi Zahara Bagian Hukum Pidana FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BUNG HATTA PADANG 2016 Reg No: 40/Pid-02/FH/I

2 2

3 PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENGAMANAN DEMONSTRASI DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA PADANG Usi Zahara 1,Uning Pratimaratri 1, Syafridatati 1. 1 Program StudiIlmuHukum, FakultasHukum, Universitas Bung Hatta usizahara55@yahoo.com Abstract Issuing opinions on the Constitution No. 9 of 1998 on Freedom of Expression in Public. Frequent unrest or anarchy at the time of submission of opinions in public (demonstrations). This unrest raises some criminal acts such as vandalism, theft, disturbing public interest or other criminal acts. And to secure the demonstrations revealed the mass operator (Dalmas) of Police. This is consistent with the role of the police as the security of the State, as stated in Constitution No. 2 of 2002 on the State Police. The formulation of the issues raised in this paper are (1) Efforts to what is being done in securing the demonstration. (2) What factors are an obstacle in securing the demonstration. This study used a sociological approach. Data used are primary data and secondary data. Data were collected through interviews and document study. Data were analyzed qualitatively. The study concluded that (1) the efforts made in securing the demonstration that with effort pre-emptive, preventive, repressive efforts (2) factors that caused the problems in the demonstration in the jurisdiction of Police of Padang is because of the potential factors engineering, the lack of coordination between the police and the person or institution related to the protests, the discontent of the people, the security is lacking. Keywords: Demonstration, Security, Effort, Police Pendahuluan Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum serta sebuah negara yang berdasarkan Demokrasi Pancasila. Undang-undang memberikan perlindungan kepada setiap warga negara berhak untuk mengemukakan pendapat sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 28 Undangundang Dasar 1945 bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan ditetapkan dengan Undang-undang. Walaupun kemerdekaan dan kebebasan merupakan Hak Asasi Manusia dan sekaligus juga hak asasi masyarakat, namun menurut pembukaan Undang-undang 1945 bukanlah kebebasan liar dan tanpa tujuan. Hak kemerdekaan dan keinginan luhur untuk kehidupan kebangsaan, menurut pembukaan UUD 1945, ingin dicapai dengan 3

4 membentuk pemerintahan negara Indonesia yang disusun atau dibangun dalam suatu UUD negara. Pernyataan atau deklarasi demikian terlihat dengan tegas dalam alinea ke-4 pembukaan UUD Dengan tertib hukum inilah ingin diwujudkan tujuan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunis yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan adanya ketentuan tersebut menimbulkan asumsi atau persepsi masyarakat yang lebih luas, bahkan dalam melakukan aksinya pun tanpa memikirkan keadaan, yang akhirnya menuju pada anarki yakni penjarahan, pembakaran, pembunuhan dan pemerkosaan yang akibatnya di rasakan oleh masyarakat itu sendiri. Maka untuk mengamankan ujuk rasa diturunkan pasukan pengendalian massa (Dalmas) dari kepolisian. Salah satu permasalahan utama di organisasi Kepolisian Republik Indonesia selanjutnya lazim disebut (POLRI) di Indonesia adalah kinerja yang belum maksimal. Padahal untuk melaksanakan tugas yaitu melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat sangat dibutuhkan suatu kinerja yang sangat maksimal sesuai dengan Pasal 4 UU Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu Kepolisan Negara Republik Indonesia bertujuan untuk menciptakan keamanan dalam negeri yang meliputi terjaganya keamanan dan ketertiban masyarakat, dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. terlebih pada saat sekarang ini di mana masyarakat yang sudah sangat kritis terhadap segala aspek, maka POLRI wajib memiliki sumber daya manusia yang berkualitas,dan profesional. Kurang maksimalnya kinerja di organisasi POLRI ini sering dikaitkan dengan perubahanperubahan yang terjadi begitu cepat dalam era reformasi yang diikuti oleh terjadinya berbagai krisis sosial yang menimbulkan gejolak-gejolak di tengah masyarakat. Gejolak masyarakat tersebut seringkali 2

5 berkembang menjadi tindakan kolektif berupa kerusuhan. Namun, dalam prakteknya di lapangan, banyak aksi unjuk rasa ataupun demonstrasi yang berakhir dengan kerusuhan yang mengarah pada anarki. Tetapi banyak upaya pihak kepolisian dalam pengamanan demonstrasi yang berakhir dengan kerusuhan saat pengamanan, padahal aturan yang dijalankan oleh pihak kepolisian sudah sesuai dengan prosedur yang ada. Hal tersebut disebabkan oleh faktor-faktor dari dalam dan luar demonstrasi itu sendiri. Unjuk rasa yang apabila tidak tertangani dengan baik maka akan menjadi kekacauan yang mengakibatkan aktivitas transportasi dan ekonomi menjadi terhambat dikarenakan demontrasi yang bersifat anarki tersebut. Namun tentunya pihak Kepolisian tidak tinggal diam dalam mengantisipasi keadaan tersebut. Hal ini dibuktikan bahwa Polri telah mengeluarkan peraturan tentang pengendalian unjuk rasa yaitu Peraturan Kapolri No. Pol. : 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, dan pada tahun 2010, Kepolri juga telah mengeluarkan Prosedur Tetap Nomor: PROTAP/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki. Selanjutnya pada tahun 2012 Kepala Badan Keamanan Polri mengeluarkan peraturan tentang Peleton Pengurai Massa (Nomor 1 Tahun 2012). Peraturan tersebut dikeluarkan dengan tujuan untuk memberikan pedoman kepada personil Polri dalam melaksanakan tugas penanganan demonstrasi. Fokus penelitian ini ditujukan pada hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi Polri dalam tugas saat ini adalah bagaimana menciptakan rasa aman masyarakat menghadapi perkembangan demokrasi dengan bermunculan aksi-aksi massa seperti demonstrasi yang sewaktu waktu dapat menyebabkan terjadinya kerusuhan. Sehubungan dengan uraian di atas, penulis tertarik untuk membahasnya lebih jauh tentang pengamanan kerusuhan dengan judul PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENGAMANAN DEMONSTRASI DI WILAYAH HUKUM KEPOLISIAN RESOR KOTA PADANG A. Perumusan Masalah 3

6 Berdasarkan latar belakang tersebut, maka permasalahan yang diajukan sebagai pokok kajian penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan dalam pengamanan demonstrasi di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Padang? 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala dalam pengamanan demonstrasi di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Padang? Dengan adanya permasalahan di atas, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui upayaupaya yang dilakukan dalam pengamanan demonstrasi di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Padang. 2. Untuk mengetahui faktorfaktor yang menjadi kendala dalam pengamanan demonstrasi di wilayah hukum Kepolisian Resor Kota Padang. Metodologi Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis (socio Legal Research), yaitu penelitian berupa studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenal proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum dalam masyarakat. Di samping itu penelitian ini juga dilakukan melalui penelitian hukum dengan melihat norma hukum yang berlaku,dan menghubungkannya dengan fakta yang ada ditengah masyarakat dan dilakukannya penelitian terhadap bahanbahan kepustakaan hukum untuk mendapatkan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder dan data primer yang terdiri dari: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan dengan melakukan wawancara 4

7 dengan informan terhadap kepolisian, khususnya bagian Unit Sabhara dengan bapak Sigit Saputra S.H., selaku Kasat sabhara, bapak Kompol Sumintak S.H., selaku Kabag Ops dan bapak Abdus Syukur.F, S,k. Selaku Kasat Reskrim selain itu juga melakukan wawancara dengan aktivis dari organisasi masyarakat yaitu dengan bapak Syamsurizal selaku wakil ketua DPD Kspsi sumbar, Wendra Rona Putra S.H selaku Koordinator Sosial Politik LBH Padang, Aulia Rizal S.H., selaku Sekretaris Divisi sosial Politik LBH Padang. 2. Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Statistik kriminal tentang demontrasi, kerusuhan, amuk massa di Polresta Padang pada tahun Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara Wawancara adalah metode pengumpulan data untuk memperoleh keterangan dengan tanya jawab secara lisan dengan informan. Wawancara ini dilakukan secara semi terstruktur yaitu penulis akan mengajukan pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu kemudian dikembangkan sesusi dengan masalah yang diteliti. b. Studi Dokumen Studi Dokumen adalah teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari bahan kepustakaan atau literaturliteratur yang ada, terdiri dari peraturan perundangundangan, dokumendokumen, buku-buku dengan permasalahan yang akan diteliti dan hasil penelitian yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. 5

8 Analisa data dilakukan secara kualitatif yaitu dengan data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan dianalisa untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Setelah analisis data selesai, maka hasilnya akan berbentuk secara deskriptif, yaitu denganmenggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Dari hasil tersebut diambil kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. Hasil dan Pembahasan Dalam perkembangan yang lebih luas, berbagai aksi unjuk rasa dan atau demonstrasi yang awalnya berjalan kondusif, namun karena adanya faktorfaktor yang mempengaruhi terjadinya aksi anarkis atau tidak tertangani dengan baik, dalam perkembangannya terjadi bentrokan dengan aparat keamanan dan cenderung bertindak anarkis, seperti terjadinya kerusuhan yang berdampak pada pembakaran, penyanderaan dan perusakan fasilitas umum lainnya, sehingga situasi keamanan dan ketertiban masyarakat menjadi tidak menentu. Dalam mengantisipasi kondisi demikian, tentunya pihak Kepolisian, sebagai aparat yang memiliki tugas pokok dalam memelihara keamanan dan ketertiban dalam negeri, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, kepada masyarakat dituntut agar mengantisipasi keadaan tersebut dengan baik, dengan melakukan pola pelayanan, dengan mengutamakan strategi pencegahan (pre-emtif) dan pengamanan (preventif), dalam mengantisipasi aksi unjuk rasa yang bersifat anarkis, sehingga dapat dieleminir dan tidak meluas. Upaya yang dilakukan Kepolisian dalam mengatasi kendala pengamanan 6

9 demonstrasi di wilayah hukum polresta Padang yaitu dengan mengacu pada Standar Oprasional Prosedur dan Prosedur Tetap Kepolisian Negara RI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan Anarki, yaitu: 1. Upaya pre-emtif adalah tindakan awal yang dilakukan pihak Kepolisian dalam memberikan himbauan dan mendekati kelompok unjuk rasa agar berunjuk rasa dengan tertib. Hal ini ditujukan agar jalannya unjuk rasa dapat berjalan dengan tertib dan tidak terjadi hal-hal yang merugikan masyarakat lalu memberitahukan lebih awal kepada instansi terkait yang akan dijadikan sasaran aksi unjuk rasa dan atau demonstrasi; 2. Upaya preventif merupakan upaya yang dilakukan pihak Kepolisian dalam melakukan tugas sesuai dengan Prosedur tetap (Protap). Hal ini dimaksudkan agar pihak Kepolisian baik perorangan dan unit satuan dalam mengambil tindakan tidak di pandang berlebihan oleh masyarakat. Pihak Kepolisian dalam mengambil tindakan harus jeli dalam melihat kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi dalam unjuk rasa agar dapat meminimalisir bahaya atau ancaman dari dampak unjuk rasa dan atau demonstrasi tersebut, sehingga tidak terjadi kerusuhan massa dengan salah satu cara yaitu mengosongkan jalan; 3. Upaya Represif merupakan tidakan terakhir pihak Kepolisian ketika aksi unjuk rasa dan atau demonstrasi sudah tidak terkendali lagi dan mengarah pada aksi kerusuhan. Dalam melakukan tindakan represif, pihak Kepolisian harus melakukan sesuai dengan Protap (prosedur tetap). Tindakan ini dilakukan karena situasi yang tidak kondusif dan tidak memungkinkan lagi untuk dicegah sehingga pihak Kepolisian perlu melakukan tindakan tersebut guna mengantisipasi agar dampak kerusuhan tersebut tidak meluas, sebagaimana diatur dalam 7

10 Protap Kepolisian Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarki. Sehubungan dengan tindakan pre-emtif (non penal), tindakan preventif (non penal) dan tindakan represif (penal) yang bertujuan untuk menindak suatu kejahatan yang merupakan gangguan terhadap keamanan dan ketertiban. Kemudian pihak Kepolisian di wilayah hukum Polresta Padang juga melakukan beberapa upaya dalam mengatasi kendala pengamanan demonstrasi, yaitu: 1. Meningkatkan Profesionalisme Anggota Kepolisian Kekerasan yang dilakukan pihak Kepolisian dalam pengamanan demonstrasi dan bertindak sebagai upaya represif sering dituduh sebagai tindakan yang melanggar HAM. Untuk mengatasi hal tersebut pihak Kepolisian, khususnya pihak Satuan Samapta Polresta Padang selaku pihak pengendalian massa (Dalmas) harus lebih meningkatkan profesionalisme anggota Kepolisian. Profesionalisme berarti harus memiliki dasar atau basis ilmu pengetahuan dan pengamanan, keterampilan, kemahiran dan keahlian yang memadai dan mempunyai kode etik atau etika profesi yang menjadi pedoman untuk ditaati secara tulus dan ikhlas. Ciri-ciri seorang polisi profesional haruslah jujur, tahu akan kewajibannya dan senantiasa menghormati hak orang lain. Tekad dan jiwanya dan setiap perbuatannya dilandasi oleh niat untuk mengabdikan dirinya kepada kepentingan orang banyak. Farouk Muhammad melihat bahwa fokus utama profesionalisme Polisi terletak pada kualitas pelayanan profesinya daripada meletakkannya pada karakteristik keprofesian fungsi Polri. Artinya, walaupun karakteristik merupakan persyaratan bagi keprofesionalismean fungsi 8

11 kepolisian, penilaian akhirnya ditentukan oleh masyarakat (costumer) yang merasakan atau menyaksikan bagaimana layanan kepolisian disajikan. Dalam hal ini sekurang-kuangnya ada 3 aspek yang perlu diperhatikan yaitu: a. Kompetensi dari mengemban profesi. Kompetensi berkaitan dengan kemampuan Kepolisian untuk mengaplikasikan secara tepat pengetahuan dan keterampilan sesuai ketentuan hukum dan gangguan Kamtibmas Polisi dituntut untuk mampu: 1) Mengambil tindakan segera dan tepat sehingga suatu kasus tidak berkembang merugikan suatu pihak; 2) Mengidentifikasi suatu kasus sehingga dapat membedakan kasus pidana dan kasus perdata, dan pelanggaran hukum pidana apa yang terjadi; 3) mengemban konsep pembuktian yang diperlukan untuk mendukung sangkaan pelanggaran hukum dan mengumpulkan alat buktinya secara legal (sesuai prosedur hukum) dan obyektif (scientific). b. Konsistensi, baik dalam pengertian waktu dan tempat atau orang. Artinya layanan kepolisian harus disajikan secara konsisten pada sepanjang waktu, disemua tempat dan segenap petugas. Aspek ini yang mewarnai kelemahan pelaksanaan tugas khususnya penegakan hukum oleh Polri sehingga menimbulkan kesan kurang adanya kepastian hukum. c. Kualitas pelayanan polri adalah keberadaan (civility) yang banyak berkaitan dengan nilai nilai kemanusiaan dan nilai nilai sosial suatu masyarakat. Dalam hal ini mengemban profesi kepolisian dituntut untuk memiliki integritas kepribadian yang tinggi sehingga mampu: 9

12 1) Mengendalikan emosi; 2) menghindarkan diri dari godaan atau pengaruh negativ; 3) Membatasispenggunaan kekerasan atau upaya paksa; 4) Menjungjung HAM dan menghargai hak hak individu; 5) berlaku sopan dan simpatik. Sehubungan dengan pembahasan di atas, tergambar jelas bahwa profesionalisme polisi menjadi tuntutan dan syarat penting bagi keberhasilan pelaksanaan tugas tugas Kepolisian di lapangan. Kewenangan dan besarnya kekuasaan yang dimiliki polisi hanya akan bermanfaat bagi masyarakat luas manakala diikuti dengan perbaikan kemampuan professional aparatnya. Kemampuan professional polisi pada akhirnya akan terwujud secara konkrit melalui kualitas pelayanan Polri yang memiliki standar mutu (qualiy control) yang diakui masyarakatnya. 2. Mengadakan Koordinasi dengan Instansi Terkait Kepolisian sebelum melakukan perannya sebagai pengamanan demonstrasi, terlebih dahulu melakukan rapat koordinasi. Koordinasi dilakukan baik didalam tubuh pengendalian massa (Dalmas) maupun koordinasi dengan pihak Instansi terkait. Adapun koordinasi oleh pengendalian massa (Dalmas) dilaksanakan dalam rangka untuk mengetahui: a. Gambaran massa yang akan dihadapi oleh satuan kekuatan Dalmas (jumlah, Karakteristik, tuntutan, dan alat yang dibawa serta kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi selama unjuk rasa); b. Gambaran situasi objek dan jalan raya tempat unjuk rasa; c. Rencana urutan dan langkah dan tindakan yang akan dilakukan oleh satuan Dalmas; 10

13 d. Larangan dan kewajiban yang dilakukan satuan dalmas. Sementara itu koordinasi dengan pihak instansi terkait juga penting karena bertujuan supaya mempermudah langkah pengamanan oleh Dalmas berdasarkan informasi yang diberikan oleh instansi terkait mengenai latar belakang unjuk rasa serta karakteristk massa pengunjuk rasa Koordinasi pada saat berlangsungnya unjuk rasa dan demonstrasi harus terus dilakukan. Bentuk kordinasi itu terlihat dari adanya negosiator dari pihak Polri untuk menyampaikan keluhan ataupun tuntutan dari massa pengunjuk rasa. Dalam hal ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara pihak Kepolisian dalam hal ini negosiator dengan pihak instansi terkait. Hal ini untuk memperlancar terjadinya kegiatan unjuk rasa. Dengan adanya koordinasi yang baik maka kemungkinan terjadinya kerusuhan saat unjuk rasa akan semakin kecil. Setelah kegiatan unjuk rasa selesai, koordinasi dengan instansi terkait masih terus dilakukan, diluar koordinasi di dalam tubuh Dalmas sendiri. Bentuk koordinasi yang dilakukan adalah dengan mengadakan evaluasi atas semua langkahlangkah yang dilakukan sebagai suatu bahan pembelajaran bagi pengamanan kegiatan unjuk rasa yang masih akan berlanjut atau untuk mengamankan unjuk rasa lainnya. Pelaporan dan analisa evaluasi atau tinjauan dan analisis merupakan sarana pengendalian kegiatan dari kesatuan kesatuan polisi, sehingga dapat diketahui kelemahan, kekuatan, peluang dan ancaman yang dihadapi serta adanya penyimpangan dari ketentuan atau dari rencana semula. 3. Mengadakan Penyuluhan Hukum kepada Masyarakat Budaya hukum masyarakat tidak dapat dipisahkan dari intensitas disseminasi dan penyuluhan 11

14 yang dilakukan para penyelenggara negara kepada masyarakat. Setiap penyelenggara negara berkewajiban memberikan penyuluhan hukum sebagai proses edukasi dan pembudayaan hukum. Penyuluhan Hukum kepada masyarakat dilakukan oleh Bimmas dengan dibantu oleh Kepolisian dari fungsi lain. Kurangnya kesadaran hukum masyarakat dikarenakan karena kurangnya pengetahuan akan hukum. Maka untuk itu perlu dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat. Penyuluhan hukum pada masyarakat pada umumnya merupakan upaya preventif. Pada rumusan dasarnya tugas preventif itu berbunyi memelihara keamanan dan ketertiban hukum. Dalam pelaksanaannya terbagi dalam 2 kelompok besar penugasan. Yang pertama adalah bersifat bimbingan, penyuluhan dan pembinaan yang mengarah pembentukan masyarakat yang patuh dan taat hukum serta mampu menolak (semacam anti body) terhadap kejahatan, atau masyarakat mempunyai daya tangkal tinggi atas semua jenis kejahatan. Sedangkan yang kedua adalah upaya Polri untuk mencegah bertemunya unsur niat dan kesempatan agar tidak terjadi kejahatan dengan melakukan mengatur, menjaga, mengawal dan patroli. Tantangan kelompok fungsi Bimmas sangat tidak ringan karena Polri lalu harus aktif melakukan pengaturan masyarakat atau social engineering dalam arti mendorong dan membantu fungsi-fungsi kenegaraan lain. Membuat masyarakat dan warganya untuk patuh dan taat pada hukum serta memiliki daya tangkal yang ampuh terhadap kejahatan sebenarnya sangat sulit karena semua itu lalu bermakna membentuk sikap yang relatif membatasi kebebasan seseorang, yang pada dasarnya mereka itu ingin selalu bebas. 12

15 Sesungguhnya terdapat korelasi yang kuat antara teknologi informasi dengan sistem hukum nasional, dalam sistem hukum di tengah-tengah masyarakat, khususnya dalam bentuk perilaku sosial (social behaviour). Hukum sebagai suatu aturan sama dengan dengan pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hukum yang wujudnya berupa informasi yang berlaku. Tidak akan ada ketentuan hukum yang berlaku efektif di dalam masyarakat, jika informasi hukum tersebut tidak dikomunikasikan dengan baik kepada pengunjuk rasa. Oleh karena itu, pengkomunikasian informasi hukum harus lebih interaktif sehingga dapat menangkap dengan baik umpan balik dari masyarakatnya sehingga menimbulkan kesadaran hukum. Hal tersebut tidak akan di dapat hanya dengan sosialisasi atau penyuluhan hukum saja, melainkan harus dengan pengembangan sarana komunikasi ataupun struktur informasi yang baik dan dapat diakses dengan mudah dan murah oleh masyarakat. Kepolisian dalam melaksanakan perannya sebagai pengamanan jalannya unjuk rasa dan mencegah terjadinya kerusuhan memiliki beberapa kendala. Adapun kendala yang ditemui Kepolisian selaku pengendalian massa (Dalmas), yaitu: 1. Masalah Hak Azasi Manusia Peran Dalmas untuk menanggulangi demonstrasi sering upaya represif dari Kepolisian berbentur dengan Hak Asasi Manusia. Pasukan Pengendalian Massa yang melakukan pengejaran dan pemukulan kepada pengunjuk rasa yang anarkis sering dituding melakukan Pelanggaran Hak asasi Manusia. Pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud pada Pasal 1 butir (6) UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia bahwa setiap perbuatan seseorang/kelompok termasuk 13

16 aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut HAM seseorang atau kelompok yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Tugas represif adalah tugas penegakan hukum oleh Polri yang dalam pelaksanaannya tidak sebebas tugas preventif, tapi harus dibatasi dengan hukum dan undang-undang yang berlaku atau dengan kata lain harus didasarkan dengan azas legalitas. Semua itu dimaksudkan agar Polri dalam bertindak tidak melampaui batas kewenangannya atau tidak melanggar HAM pada umumnya. Dimanapun penyalahgunaan wewenang itu memang selalu saja dimungkinkan untuk terjadi. Luasnya tugas yang harus ditangani menyebabkan kontrol atas penggunaan kewenangan itu menjadi sulit, yang lalu membuka peluang luas terjadinya pelanggaran atau penyalahgunaan kewenangan. Di sini asas oportunitas dan utilitas itu bermakna tajam. Sehingga untuk memelihara tegaknya keamanan dan ketertiban umum dengan terpaksa dilakukan tindakantindakan kekerasan, yang secara faktual pasti dapat dinyatakan sebagai pelanggaran HAM. Dalam kaitan ini, para pakar lalu menempatkan Polri pada posisi bertindak apa saja, dengan batasan asal tidak melanggar hukum itu sendiri. Keadaan ini juga yang disebut dalam deklarasi universal HAM dan konvensi-konvensinya sebagai tindakan kekerasan yang eksepsional. Dalam terminologi hukum hal ini disebut dengan tindakan diskresi. Pelanggaran hak Asasi manusia yang dilakukan bukan saja pada saat terjadi kerusuhan. 14

17 Tetapi setelah terjadi kerusuhan dan ada tindak pidana yang terjadi maka harus dilakukan penyelidikan. Kemudian apabila terjadi tindak pidana, Penyidik (Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia) melakukan kegiatan meliputi: a. Mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana; b. Menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan; c. Mencari serta mengumpulkan bukti; d. Membuat titik terang tindak pidana yang terjadi; e. Menemukan tersangka pelaku tindak pidana. Kegiatan seperti tersebut di atas, pada dasarnya dilakukan dengan melanggar hak Asasi manusia secara sah. Agar kegiatan penyidikan dan penyelidikan dinyatakan sah walaupun sebenarnya yang melanggar hak asasi manusia perlu adanya undang undang dan dilakukan oleh pejabat yang memiliki kemampuan dan pengetahuan mengenai scientific criminal investigation dan teknologi Kepolisian. Pejabat yang memiliki tugas dan wewenang sebagai penyidik haruslah profesional dibidangnya serta bertanggung jawab dalam penyidikan yang dilakukan. Sejarah bangsa pada tahapan terakhir telah terjadi pembusukan, pengkerdilan, pembodohan dan pelecehan kultur dan sistem peradilan termasuk Polri sebagai ujung tombaknya, sehingga mengingkari jati dirinya. Selama 4 (empat) dasawarsa Polri menampilkan wajah sebagai sosok militer yang menempatkan warga sebagai lawan, lebih berorientasi pada kekuasaan, dengan output dalam bentuk penggunaan kekerasan telanjang (brute force) yang mencerminkan alat politik pemerintah untuk memperkokoh kekuasaan dan Polri dituding melakukan Pelanggaran HAM. 2. Ketidaksadaran Hukum Masyakat 15

18 Kesadaran hukum berarti kesadaran tentang apa yang seharusnya dilakukan atau perbuat dan atau seharusnya tidak dilakukan atau perbuat terutama terhadap orang lain. Ini berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita masingmasing terhadap orang lain. 1 Dalam hal ini ketidaksadaran hukum berarti masyarakat sudah mengetahui tentang peraturan dan ternyata mereka tidak melakukan atau menaati peraturan tersebut karena faktor kebiasaan dan merasa peraturan tersebut tidak mengikat atau tidak menimbulkan efek jera. Tetapi suatu kerusuhan pada saat unjuk rasa dapat terjadi apabila ada pengunjuk rasa yang memang tidak tahu hukum. Misalnya melakukan unjuk rasa pada hari besar keagamaan, sehingga pihak Kepolisian dalam melakukan pembubaran unjuk rasa yang berujung pada kerusuhan massa. Sehingga pelaku kerusuhan dapat ditindak meskipun tidak tahu hukum. Fiksi hukum adalah asas yang menganggap semua orang tahu hukum (presumptio iures de iure). Semua orang dianggap mengetahui hukum, tidak terkecuali petani yang tidak sekolah atau warga yang tinggal di pedalaman. Dalam bahasa latin dikenal juga adagium ignorantia jurist non excusat, ketidaktahuan hukum tidak bisa dimaafkan. Seseorang tidak bisa mengelak dari jeratan hukum dengan tidak mengetahui adanya hukum dan peraturan perundang-undangan tertentu. Dalam melakukan unjuk rasa ada prosedur yang harus dipenuhi dan ada pula peraturan dan tidak boleh dilanggar. Namun pecahnya kerusuhan pada saat unjuk rasa sering terjadi karena masih rendahnya kesadaran hukum. Kurangnya pengetahuan masyarakat pengunjuk rasa akan peraturan yang berlaku dapat menjadi kendala dalam penangulangan kerusuhan pada saat unjuk rasa. Kualitas pendidikan yang relatif rendah berpengaruh terhadap 16

19 pengendalian emosi yang gampang meledak. Kualitas emosional seperti ini akan mudah dimanfaatkan oleh orang atau kelompok-kelompok tertentu untuk menciptakan kerusuhan untuk kepentingan orang atau kelompok tertentu. Kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum oleh aparat pemerintah juga sudah menurun sehingga masyarakat kadang berfikir untuk main hakim sendiri. Informasi ataupun sosialisasi peraturan baru perlu dilakukan secara langsung, apalagi di pedesaan. Karena sosialisasi melalui media elektronik tidak semuanya dapat di rasakan. Selain itu penyuluhan agar meningkatkan kesadaran masyarakat akan hukum yang berlaku perlu dalam menciptakan situasi yang aman. 3. Kurangnya Koordinasi dengan Instansi Terkait Unjuk rasa yang dilakukan pada orang atau instansi tetentu haruslah mendapat pengamanan dari pihak Kepolisian dalam hal ini pasukan pengendalian massa (Dalmas). Kerusuhan yang terjadi pada saat unjuk rasa apabila pengamanan yang kurang karena tidak adanya koordinasi antara instansi terkait dengan pihak pengendalian massa (Dalmas) sebelumnya. Pihak pengendalian massa (Dalmas) sering mangalami kewalahan dalam menghadapi massa pengunjuk rasa, hal ini disebabkan karena tidak diketahuinya karakteristik pengunjuk rasa, tuntutan apa yang yang mereka suarakan dalam berunjuk rasa. Untuk itu diharapkan kepada pihak pengendalian massa (Dalmas) agar mengetahui susunan kekuatan dan perlengkapan, bagaimana gambaran massa yang akan dihadapi, gambaran situasi objek unjuk rasa, rencana urutan langkah dan tindakan yang akan dilakukan serta larangan dan kewajiban bagi pasukan pengendalian massa (Dalmas) dalam penanganan demonstrasi. 17

20 Kurangnya koordinasi bukan hanya pada tahap persiapan saja atau sebelum dilakukan unjuk rasa, tetapi juga pada saat berlangsungnya unjuk rasa. Dalmas dalam hal ini bukan hanya sebagai pengaman dalam aksi demonstrasi tetapi juga sebagai perantara antara pengunjuk rasa dengan pihak atau instansi yang dituju. Koordinasi pada saat terjadinya unjuk rasa dapat berupa negosiasi yang dilakukan oleh pihak dan instansi yang dituju dengan pengunjuk rasa melalui negosiator dari kepolisian pada saat unjuk rasa. Dalam hal ini instansi atau pihak terkait haruslah aktif melakukan komunikasi dengan pihak Kepolisian supaya tidak timbul anarkis akibat ketidakpuasan massa pengunjuk rasa dengan hasil atau solusi yang didapat dari kegiatan berunjuk rasa tersebut. Dari aspek substansi hukum Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tersebut telah diatur secara jelas ketentuan-ketentuan mengenai kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum antara lain dalam Pasal 2 Ayat (1) yang menyebutkan setiap warga negara secara perseorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dan Ayat (2) penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undangundang ini. Hal ini berarti bahwa baik orang atau kelompok dapat menyampaikan pendapat dimuka umum, baik dilakukan secara lisan misalnya dengan pidato, dialog dan diskusi, dengan tulisan misalnya petisi, gambar, pamflet, poster, brosur, selebaran dan spanduk dan sebagainya misalnya dengan sikap membisu dan mogok makan. Adapun yang dimaksudkan asas proposionalitas dalam Pasal 3 huruf (d) adalah asas yang meletakkan segala kegiatan sesuai dengan tujuan kegiatan tersebut, baik yang dilakukan 18

21 oleh warga negara, institusi maupun aparatur pemerintah yang dilandasi oleh etika individual, etika sosial dan etika institusional. Dari substansi yang ada dalam ketentuan Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tersebut telah sesuai dengan inspirasi arti kebebasan dalam menyampaikan pendapat dalam era demokrasi, seperti yang dikatakan bahwa secara substansi/materi yang terkandung dalam UU ini telah sesuai untuk menampung aspirasi/kehendak daripada warga negara/masyarakat, karena disamping membuka ruang gerak masyarakat untuk menyampaikan pendapat tetapi disisi lain tetap menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain. Akan tetapi dalam implementasinya memang tidaklah mudah, karena untuk itu masih dibutuhkan prosedur/tata cara yang telah diatur oleh undang-undang ini, disamping itu upaya pengendalian masa dalam aksi unjuk rasa tidaklah mudah, mengingat karakter individu pengikut/peserta terkadang tidak dapat terkendali. Adapun timbulnya aksi unjuk rasa yang dilakukan selama ini disebabkan tidak adanya komunikasi yang baik dan kondusif sehingga terpaksa dilakukan aksi unjuk rasa sebagai langkah yang terakhir untuk menyampaikan aspirasi/keinginannya. Selama ini dirasakan bahwa unjuk rasa memang dianggap solusi yang paling tepat dan cepat untuk ditanggapi oleh pihak-pihak terkait, meskipun sebenarnya aksi unjuk rasa tersebut tidaklah tepat untuk ukuran norma etika budaya bangsa. Di sisi yang lain ketentuan dalam Pasal 10 Ayat (3) yang menyatakan bahwa: Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 jam, sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh polisi setempat. Peraturan tersebut belum menunjukkan adanya kebebasan untuk unjuk rasa atau mengeluarkan pendapat yang sesungguhnya, karena pada 19

22 umumnya unjuk rasa dapat saja dilakukan setiap saat oleh masyarakat apabila dirasakan adanya ketidak beresan atau adanya kebutuhan yang mendesak setelah upaya-upaya yang lain telah dilakukan tetapi tidak mendapatkan respon/tanggapan dari pihakpihak terkait. Demikian juga dengan ketentuan mengenai ketentuan dalam Pasal 11 yang menyatakan bahwa dalam pemberitahuan tersebut dilakukan secara tertulis dan memuat maksud dan tujuan, serta penanggung jawab serta alamat, yang dikhawatirkan justru adanya tekanan mental bahwa yang harus bertanggung jawab apabila terjadi aksi yang anarkhis justru hanya pada penanggung jawab aksi. Padahal dalam kenyataan aksi unjuk rasa lebih bersifat spontan, dan yang lebih sulit adalah mengendalikan peserta unjuk rasa mengingat jumlah maupun kehendak individu peserta unjuk rasa berbeda-beda. Meskipun dalam ketentuan perundang-undangan telah disebutkan apa yang dimaksud untuk menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum misalnya dengan mengindahkan norma agama, kesusilaan dan kesopanan dalam kehidupan masyarakat, menjaga ketertiban keamanan, dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, akan tetapi dalam praktek di lapangan hal-hal yang telah diatur itu masih sering dilanggar oleh peserta aksi. Hal senada dikemukakan oleh Korlap Kuranji, justru implementasinya yang sulit dlaksanakan karena adanya kepentingan-kepentingan elemen-elemen masyarakat dan ikut sebagai peserta aksi sulit untuk dapat diprediksikan, disamping itu terkadang memang peserta aksi kebanyakan hanya sekedar ikut-ikutan, menunjukkan rasa simpati/solidaritas semata dan tidak mengetahui secara pasti materi/substansi yang sebenarnya justru tidak dipahami. Tindakan unjuk rasa dengan mengerahkan massa memang merupakan solusi terakhir yang dianggap tepat dan 20

23 mampu menyelesaikan dan memperjuangkan aspirasinya, karena tidak ada lagi saluransaluran biokrasi maupun legislatif yang dianggap mampu untuk memperjuangkan dan menyuarakan nasib mereka. Faktor ketidakpercayaan terhadap lembaga/badan legislativ (DPRD) ini yang menjadi dasar timbulnya aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan Simpulan 1. Upaya-upaya yang dilakukan dalam penanganan demonstrasi di wilayah hukum Polresta Padang yaitu; a). upaya pre-emtif memberikan himbauan kepada pengunjuk rasa tentang tata cara demonstrasi yang baik serta memberitahukan kepada instansi terkait yang menjadi titik sasaran unjuk rasa dan atau demonstrasi, b). upaya preventif dilakukan oleh pihak Kepolisian dalam melakukan tugas sesuai dengan Prosedur tetap (Protap). Hal ini dimaksudkan agar pihak Kepolisian baik perorarangan dan unit satuan dalam mengambil tindakan tidak dipandang berlebihan oleh masyarakat, c). upaya represif merupakan tidakan terakhir pihak Kepolisian ketika aksi unjuk rasa sudah tidak terkendali lagi dan telah mengarah pada aksi kerusuhan. Kemudian pihak Kepolisian juga melakukan beberapa upaya, yaitu dengan meningkatkan profesionalisme anggota Kepolisian, mengadakan koordinasi dengan instansi terkait serta mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat. 2. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penanganan demonstrasi di wilayah hukum Polresta Padang adalah permasalahan HAM, adanya provokasi dari pihak tertentu, ketidaksadaran hukum masyarakat dan kurang koordinasi dengan 21

24 pihak Kepolisian dan instansi yang terkait. Ucapan Terima Kasih Penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Uning Pratimaratri, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing I dan Ibu Syafridatati, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan nasehat maupun saran dalam menyelesaikan skripsi ini. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu DwiAstutiPalupi, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 2. Ibu Dr. Sanidjar Pebrihariati, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 3. IbuYetisma Saini, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 4. Ibu Nurbeti, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik yang telah membimbing dan memberikan arahan kepada penulis untuk memilih dan menentukan mata kuliah setiap semester selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 5. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum, yang selama ini telah banyak memberikan bekal ilmu bagi penulis selama belajar di Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 6. Staf Karyawan dan Karyawati Biro Akademik dan Biro Kemahasiswaan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang. 7. Bapak Kompol Sigit Saputra S.H selaku Kasat Sabhara, Bapak Kompol Sumintak S.H selaku Kabag Ops, dan Bapak Abdus Syukur. F. Sik selaku Kasat Rekrim yang telah memberikan kesempatan untuk melakukan wawancara sehingga skripsi ini dapat selesai Daftar Pustaka Barda Nawawi Arief, 2007, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan 22

25 Kejahatan, Jakarta Kencana, Bambang Sunggono, 2012, Metedologi Penelitian Hukum, cet. 12, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mustafa Kamal Pasha, 2003, Pancasila dalam tinjauan Historis dan Yurisdis, Cipta Karya Mandiri, Yogyakarta. Kunarto, 1999, Merenungi Kiprah Polri Menghadapi Gelora Anarkhi, Cipta Manunggal, Jakarta. Pius Partanto, 1994, Kamus Ilmiah Populer, Arkolo Surabaya. Soewadji, 2005, Merubah Image Polri, PT. Pustaka Bintang, Jakarta. Suparlan,2001, Hukum Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta. Suwarno, 2001, Psikologi Sosial, Balai Pustaka, Jakarta. Untung S Radjab, 2003, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia dalam Sistem Ketatanegaraan, CV. Utama, Bandung Yoyok Ucuk Suyono, 2013, Hukum Kepolisian, Laksbang Grafika, Surabaya. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan Kapolri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa PROTAP/1/X/2010 tentang Penanggulangan Anarki Anonim, Implementasi Undangundang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum d/pdf/ pdf di akses pada 10 september 2016 jam wib. Anonim., Kerusuhan manmamank.blogspot.com /2013/08/epidemiologikerusuhan.html di askes pada 11 September 2016 jam wib Anonim, la.ac.id/index.php/sosiolog i/article/download/161/171 di akses pada 14 September 2016 jam

26 Wikipedia Bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Kerusuhan ki/kerusuhan diakses 2 September 2016 Jam 19:30 wib Anonim, Kerusuhan 970/17/BAB%20II.pdf diakses 15 September Jam 20:30 wib Anonim., Psikologi Massa dan Penanganan Kerusuhan /MASSA_DAL AM_PSIKOLOGI_SOSIA L-II di akses pada 15 September 20.40wib arriwp97-police Hazard, KERUSUHAN MASSA SEBAGAI PERILAKU MENYIMPANG MASYARAKAT, 11/03/kerusuhan-massasebagai-perilaku.html di akses 16 September wib 24

27 25

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU

LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU LAMPIRAN 1. HASIL WAWANCARA DENGAN KOMPOL R. SITUMORANG, KASI. OPS. LAT. DIT. SAMAPTA POLDASU Pertanyaan : Apa sebenarnya faktor faktor penyebab terjadinya kerusuhan pada waktu melakukan demonstrasi? Jawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek kehidupan diselenggarakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 setelah perubahan ketiga. Hal ini berarti bahwa di dalam negara Republik

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara hukum, hal ini tertuang pada Pasal 1 ayat 3 UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. 1 Masuknya ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini masyarakat sangat membutuhkan peran Polisi sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini terbukti dari banyaknya jenis tindak pidana dan modus

Lebih terperinci

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan

V. PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan 52 V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai upaya penanggulangan terhadap tindak kekerasan yang dilakukan oleh geng motor di Bandung Jawa Barat yang telah dilakukan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun Tentang. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun Tentang. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia Menimbang:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara adalah melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keamanan dalam negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan yang berperan penting dalam proses penegakan hukum. Untung S. Radjab (2000 : 22) menyatakan:

BAB I PENDAHULUAN. Pemasyarakatan yang berperan penting dalam proses penegakan hukum. Untung S. Radjab (2000 : 22) menyatakan: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam tatanan kehidupan bernegara yang berlandaskan dengan ketentuan hukum, penguasa dalam hal ini pemerintah telah membentuk beberapa lembaga penegak hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan semua warga negara bersama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Banyaknya tawuran antar pelajar yang terjadi di kota kota besar di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk di bahas. Perilaku pelajar yang anarkis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia secara normatif-konstitusional adalah negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia secara normatif-konstitusional adalah negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia secara normatif-konstitusional adalah negara berdasarkan hukum, atau yang sering disebut sebagai negara hukum. Ditengah-tengah itu, polisi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) adalah Kepolisian Nasional di Indonesia, yang bertanggung jawab langsung di bawah Presiden. Polri mengemban tugas-tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek pembaharuan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana tersangka dari tingkat pendahulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini rasanya cukup relevan untuk membicarakan masalah polisi dan perubahan sosial, tidak hanya perubahan-perubahan yang berlangsung dengan intensif ditingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum. Secara tegas dinyatakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort

TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan masyarakat. Peranan yang seharusnya dilakukan Kepolisian Resort II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa. 12 Sedangkan Pengertian peran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengambil bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum dan pelanggaran hukum dapat dikatakan merupakan satu

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum dan pelanggaran hukum dapat dikatakan merupakan satu BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum dan pelanggaran hukum dapat dikatakan merupakan satu kesatuan ibarat orang berjalan diikuti oleh bayangannya, begitu pula dengan hukum di negara kita yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, Lalu. dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG

SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG SKRIPSI PERANAN PENYIDIK POLRI DALAM MENCARI BARANG BUKTI HASIL TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR RODA DUA DI WILAYAH HUKUM POLRESTA PADANG Diajukan Guna Memenuhi Sebahagian Persyaratan Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang

I. PENDAHULUAN. dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dalam kehidupan negara demokratis, dilindungi oleh Undang-Undang. Hal ini terdapat pada Pasal 28 UUD 1945 yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Indonesia memiliki banyak keanekaragaman budaya dan kemajemukan masyarakatnya. Melihat dari keberagaman

Lebih terperinci

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang.

d. Hak atas kelangsungan hidup. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan Berkembang. BAB II PEMBAHASAN A. Hak Dan Kewajiban Warga Negara Indonesia Menurut UUD 1945. Sebagaimana telah ditetapkan dalam UUD 1945 pada pasal 28, yang menetapkan bahwa hak warga negara dan penduduk untuk berserikat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang

I. PENDAHULUAN. seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi ketentraman dan rasa aman merupakan suatu kebutuhan mendasar bagi seluruh masyarakat untuk meningkatkan mutu kehidupannya, sebagaimana yang tertuang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan orang yang melaksanakan hak-haknya, misalnya hak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Polisi adalah aparat penegak hukum yang memiliki tugas dalam menjaga ketertiban masyarakat dan berperan sebagai penjaga keseimbangan antara kepentingan orang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998,

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sejak bergulirnya era reformasi di Indonesia yang dimulai pada tahun 1998, Polri sebagai salah satu organ pemerintahan dan alat negara penegak hukum mengalami beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan, negara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting,

I. PENDAHULUAN. Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan penyalahgunaan narkotika merupakan masalah yang sangat penting, penyalahgunaan narkotika dapat berdampak negatif, merusak dan mengancam berbagai aspek

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 28-1997 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 2, 2002 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING

STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING 1 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH KEPULAUAN BANGKA BELITUNG RESOR PANGKALPINANG STANDARD OPERASIONAL PROSEDUR TENTANG TIPIRING I. PENDAHULUAN 1. UMUM a. Polri sebagai aparat negara yang bertugas

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia, adalah salah satu institusi pemerintah yang bertugas sebagai ujung tombak penegakan hukum di Indonesia. Tugas yang diemban ini

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Fungsi bidang pembinaan..., Veronica Ari Herawati, Program Pascasarjana, 2008 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang peranan Bidang Pembinaan Hukum Polda Jawa Tengah terhadap Provos dalam menangani tindak pidana kekerasan dalam rumah

Lebih terperinci

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH

KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH KODE ETIK DAN DISIPLIN UNIVERSITAS MUHAMADIYAH RIAU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAHH RIAU 2011 VISI Menjadikan Universitas Muhammadiyah Riau sebagai lembaga pendidikan tinggi yang bermarwah dan bermartabat dalam

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyidik berwenang melakukan penahanan kepada seorang tersangka. Kewenangan tersebut diberikan agar penyidik dapat melakukan pemeriksaan secara efektif dan efisien

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan internasional, regional dan nasional. Sampai dengan saat ini, penyalahgunaan narkotika di seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat dilihat dari adanya indikasi angka kecelakaan yang terus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Terjadinya pelanggaran lalu lintas merupakan salah satu bentuk problematika yang sering menimbulkan permasalahan di jalan raya. Hal tersebut dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan

Lebih terperinci

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGGULANGAN PELACURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang : a. bahwa praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, hal ini diatur tegas dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara hukum asas taat dan hormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017

WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYAMPAIAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DI KOTA TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESORT MATARAM STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ( SOP ) SATUAN SABHARA POLRES MATARAM DALAM PENANGANAN UNJUK RASA I. PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR

PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF. Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT SABHARA POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR PEDOMAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) INISIATIF Tentang SISTEM PENGUNGKAPAN KASUS SAT RESKRIM DENGAN TEAM ELITE SAT

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PERBAIKAN DR SETUM 13 AGUSTUS 2010 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2010 TENTANG KOORDINASI, PENGAWASAN DAN PEMBINAAN PENYIDIKAN BAGI PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2007 NOMOR 9 SERI D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SEMARANG DENGAN

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR BIMA KOTA STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) SATUAN SABHARA T ENT ANG TINDAK PIDANA RINGAN (TIPIRING) DI W ILAYAH HUKUM POL R E S

Lebih terperinci

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah

melaksanakan kehidupan sehari-hari dan dalam berinterkasi dengan lingkungannya. Wilayah A. Latar Belakang Keamanan dan ketertiban di dalam suatu masyarakat merupakan masalah yang penting, dikarenakan keamanan dan ketertiban merupakan cerminan keamanan di dalam masyarakat melaksanakan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seperti yang kita ketahui, semua Negara pasti mempunyai peraturanperaturan dan hukum, begitu juga dengan Negara Indonesia.Negara Indonesia adalah Negara hukum,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN REPUBLIK INDONESIA KOMISI III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2015 [1] RANCANGAN UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, masyarakat dengan sangat mudah dan cepat mendapatkan segala informasi yang terjadi di sekitar masyarakat ataupun yang

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Hal ini tertuang dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 yang mengatur bahwa Negara Indonesia berdasar atas hukum, tidak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh : NOVIALDI ZED

PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI. Oleh : NOVIALDI ZED PELAKSANAAN HUKUM DISIPLIN PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA PADA KOMANDO DISTRIK MILITER 0304/AGAM DI KOTA BUKITTINGGI Oleh : NOVIALDI ZED 0810112064 Program Kekhususan : Hukum Administrasi Negara (PK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui peranan seseorang atau

II. TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui peranan seseorang atau II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peranan Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh seseorang memerlukan adanya suatu dorongan sehingga kegiatan itu dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya yaitu melalui

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2006 NOMOR 4 SERI D PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SEMARANG DENGAN

Lebih terperinci

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penegakan hukum di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia meliputi: Hak untuk

BAB I PENDAHULUAN. sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak asasi manusia meliputi: Hak untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Konsep hak asasi manusia bukanlah hal yang baru terdengar dewasa ini, namun seakan mendapatkan perhatian yang lebih intens ketika Indonesia memasuki era reformasi. Pernyataan

Lebih terperinci

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH

BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH BUPATI BARITO UTARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO UTARA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun yang benar-benar menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang benar-benar menjunjung

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HSL RPT TGL 5 MART 09 PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM OPERASIONAL KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA KEPOLISIAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANJUNGPINANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan

I. PENDAHULUAN. peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asasi manusia dijamin oleh UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Asasi manusia dijamin oleh UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah Hak Asasi manusia dijamin oleh UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia. Kemerdekaan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan 12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 1 angka 3 UUD 1945 merumuskan secara

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN

PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK TERHADAP TERSANGKA DI TINGKAT PENYIDIKAN OLEH KEPOLISIAN Oleh : I Gusti Ngurah Ketut Triadi Yuliardana I Made Walesa Putra Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing: TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D 101 10 308 Pembimbing: 1. Dr. Abdul Wahid, SH., MH 2. Kamal., SH.,MH ABSTRAK Karya ilmiah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah secara umum merupakan kemampuan daerah dalam upaya untuk mengurus rumah tangga daerahnya sendiri dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia adalah mendukung atau penyandang kepentingan, kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Manusia dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri.

I. PENDAHULUAN. profesi maupun peraturan disiplin yang harus dipatuhi oleh setiap anggota Polri. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan lembaga yang menjalankan tugas kepolisian sebagai profesi, maka membawa konsekuensi adanya kode etik profesi maupun

Lebih terperinci