BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penelitian Sebelumnya Berdasarkan penelitian sebelumnya yang diteliti oleh Gusti Kadarusman Mahasiswa STAIN Palangka Raya, NIM dengan judul : Efektivitas Penerapan Metode Demontrasi Dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas 1 Mata Pelajaran Fiqh Madrasah Tsanawiyah Di Palangka Raya. Penelitian ini dilakukan tahun 2001 dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas penerapan metode demontrasi berada pada rata-rata 2,28 atau pada kualifikasi sedang, sedangkan pengaruh dan hasil belajar siswa kelas 1 mata pelajaran Fiqh Madrasah Tsanawiyah di Palangka Raya berada pada skor 6,82 atau pada kualifikasi sedang. Sementara yang peneliti teliti adalah tentang Efektivitas Penerapan Metode Diskusi Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Kelas XI Di Madrasah Aliyah Muslimat NU Palangka Raya. B. Deskripsi Teoritik 1. Pengertian Efektivitas Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa Efektivitas adalah dapat membawa hasil, berhasil guna. 1 1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999, h

2 12 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikemukakan bahwa: Efektif berarti ada efeknya (akibatnya, pengaruhnya, kesannya), manjur atau mujarab membawa hasil. Jadi efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju. 2 Dalam Kamus Pendidikan dan Pengajaran Umum dinyatakan bahwa: Efektivitas adalah suatu tahapan untuk mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan. 3 Sedangkan daam Ensiklopedia Administrasi dinyatakan bahwa: Efektivitas adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian yang mengenai terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan suatu perbuatan dengan dimaksud tertentu yang memang dikendaki, maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat sebagaimana yang dikehendaki. 4 Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa : Efektivitas adalah suatu tolak ukur yang menunjukkan keberhasilan tujuan yang telah direncanakan dalam suatu kegiatan yang dapat dicapai secara optimal dan tepat guna. Suatu kegiatan dapat dikatakan efektif manakala kegiatan tersebut dapat membuahkan hasil atau tercapainya tujuan secara tepat sesuai dengan jatah waktu yang telah ditetapkan. 2 Mulyasa dan Dedi Junaedi, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja Roesdakarya, 2007, h Ibid., h Westra, Pariata, Ensiklopedia Administrasi, Jakarta: CV. Haji Masagung, 1989, h.

3 13 2. Pengertian Penerapan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa, penerapan adalah pengenaan perihal memperaktikkan. 5 Menurut Bloom dan Krathwol yang dikutip oleh Usman menyatakan, penerapan adalah kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan prinsip. 6 Menurut Bloom s, penerapan (application) yaitu kemampuan menggunakan bahan ajar yang telah dipelajari ke dalam situasi baru yang kongkrit. 7 Menurut Syah menyatakan, penerapan identik dengan aplikasi, yang mana aplikasi itu adalah penggunaan atau penerapan. 8 Penerapan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas penerapan metode diskusi pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah Muslimat NU Palangka Raya. 3. Metode Pembelajaran Metode berasal dari kata Yunani, yaitu metha yang berarti melalui dan hodos yang berarti jalan. Jadi, metode adalah jalan yang 5 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990, h h Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001, 7 Team Metodik Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, h Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Roesdakarya, 1997, h. 19.

4 14 dilalui. 9 Menurut Runes yang dikutip Nizar, secara teknis menrangkan bahwa metode adalah: 1. Suatu prosedur yang dipakai untuk mencapai tujuan; 2. Suatu teknik mengetahui yang dipakai dalam proses mencari ilmu pengetahuan dari suatu materi tertentu; 3. Suatu ilmu yang merumuskan aturan-aturan dari suatu prosedur. 10 Menurut Ramayulis memberikan pengertian, bahwa: Metode mengajar dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya proses pembelajaran. Dengan demikian, metode mengajar merupakan alat untuk menciptakan proses pembelajaran. 11 Menurut Daradjat, metode adalah suatu cara dan siasat penyampaian pelajaran agar siswa mengetahui, memahami dan mempergunakan, dengan kata lain dapat menyesuaikan bahan pelajaran tersebut. 12 Menurut Sanjaya, metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. 13 Menurut Sabri, metode pembelajran adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran yang digunakan oleh guru pada saat 9 M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987, h Al Rasyidin dan Syamsul Nizar, Filsafat Pendidikan Agama Islam Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, Jakarta: Ciputat Press, 2005, h Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2005, h. 12 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1991, h Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h. 147.

5 15 menyajikan bahan pelajaran, baik secara individual atau secara kelompok. 14 Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa, metode pembelajaran adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan atau cara-cara yang telah diterapkan oleh guru dalam mentransformasikan ilmu, nilai dan keterampilan kepada peserta didik dalam proses belajar mengajar agar terjadi perubahan dan pengembangan wawasan, pola sikap dan perilaku pada diri anak didik yang dewasa. Prinsip umum metode pembelajaran menurut Maimun adalah: 1. Memperhatikan kecenderungan siswa/peserta didik; 2. Memanfaatkan aktivitas individual peserta didik/siswa, yakni memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir dan berbuat serta mendorong mereka untuk dapat mandiri dalam setiap kegiatan yang dilakukan; 3. Menjadikan permainan sebagai sarana pendidikan; 4. Prinsip kebebasan yang rasional, tanpa membebani peserta didik dengan berbagai perintah dan larangan yang tidak dibutuhkan; 5. Pemberian motivasi untuk berbuat bukan menekan; 6. Mengutamakan dunia anak-anak dalam arti memperhatikan kepentingan mereka dan mempersiapkan mereka untuk kehidupan di masa depan; 7. Menciptakan semangat bekerjasama; 8. Memanfaatkan setiap indera pelajar. 15 Pertimbangan-pertimbangan dalam menerapkan metode pembelajaran menurut Maimun ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan metode pembelajaran, yakni: 14 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching, Jakarta: Quantum Teaching, 2005, h Achmad Maimun dalam (Online Senin, 24 Desember 2011)

6 16 1. Tujuan pembelajaran; 2. Keadaan siswa/peserta didik (visual, auditorial, kinestetik); 3. Bahan pengajaran; 4. Situasi belajar mengajar; 5. Fasilitas/sarana dan prasarana; 6. Guru; 7. Kekuatan dan kelemahan metode pembelajran. 16 Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam menerapkan suatu metode pembelajaran seorang pendidik harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran, kemampuan guru, keadaan peserta didik, sarana dan prasarana, situasi belajar mengajar dan mengetahui kelebihan dan kekurangan dari metode yang digunakan. 4. Metode Diskusi a. Pengertian Metode Diskusi Kata diskusi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pertemuan ilmiah untuk bertukar pikiran mengenai suatu masalah, cara belajar atau mengajar yang melakukan tukar pikiran antara murid dan guru, murid dengan murid sebagai peserta diskusi. 17 Metode diskusi adalah suatu cara penguasaan bahan pelajaran melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh, guna memecahkan suatu masalah. 16 Ibid 17 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1998, h. 269.

7 17 Dengan kata lain, dalam diskusi ini siswa mempelajari sesuatu melalui cara musyawarah diantara sesama mereka dibawah pimpinan atau bimbingan guru. Hal ini perlu bagi kehidupan siswa kelak, bukan saja karena manusia senantiasa dihadapkan kepada berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan seorang diri, melainkan juga karena melalui kerja sama atau musyawarah mungkin diperoleh suatu pemecahan yang lebih baik, menarik minat sesuai dengan taraf perkembangan, mempunyai kemungkinan-kemungkinan jawaban lebih dari sebuah yang dapat dipertahankan kebenarannya dan pada umumnya tidak mempermasalahkan manakah jawaban yang benar melainkan lebih mengutamakan hal yang mempertimbangkan dan membandingkan. 18 Menurut Usman Basyiruddin bahwa metode diskusi ialah suatu cara mempelajari materi pelajaran dengan memperdebatkan masalah yang timbul dan saling mengadu argumentasi secara rasional dan objektif. 19 Menurut J.J. Hasibuhan Dip, Ed dan Moejiono yang dikutip oleh Dr. Armai Arief, MA bahwa metode diskusi adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengadakan pembahasan ilmiah guna mengumpulkan 18 Abdul Rahman Shaleh, Pendidikan Agama dan Keagamaan Visi, Misi dan Aksi, Jakarta: PT. Gemawindu Pancaperkasa, 2000, h Usman Basyiruddin, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: PT. Intermasa, 2002, h. 36.

8 18 pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. 20 Dengan demikian metode diskusi adalah suatu cara alternatif metode atau cara yang dipakai oleh guru di kelas dengan tujuan dapat memecahkan suatu masalah berdasarkan pendapat para siswa. b. Langkah-langkah Melaksanakan Metode Diskusi Agar penggunaan diskusi berhasil dengan efektif, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Langkah Persiapan Hal-Hal yang harus diperhatikan dalam persiapan diskusi di antaranya: a) Merumuskan tujuan yang ingin dicapai, baik tujuan yang bersifat umum maupun tujuan khusus; b) Menentukan jenis diskusi yang dapat dilaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai; c) Menetapkan masalah yang akan dibahas; d) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi, misalnya ruang kelas dengan segala fasilitasnya, petugas-petugas diskusi seperti moderator, notulis, dan tim perumus, manakala diperlukan. 2) Pelaksanaan Diskusi Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah: a) Memeriksa segala persiapan yang dianggap dapat memengaruhi kelancaran diskusi; b) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi, misalnya menyajikan tujuan yang ingin dicapai serta aturanaturan diskusi sesuai dengan jenis diskusi yang akan dilaksanakan; c) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan main yang telah ditetapkan. Dalam pelaksanaan diskusi hendaklah memperhatikan suasana atau iklim belajar yang menyenangkan, misalnya tidak tegang, tidak saling menyudutkan, dan lain sebagainya; 20 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pers, 2002, Cet. Ke-1, h. 146

9 19 d) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya. e) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Hal ini sangat penting, sebab tanpa pengendalian biasanya arah pembahasan menjadi melebar dan tidak fokus. 3) Menutup Diskusi Akhir dari proses pembelajaran dengan menggunakan diskusi hendaklah dilakukan hal-hal sebagai berikut: a) Membuat pokok-pokok pembahasan sebagai kesimpulan sesuai hasil diskusi; b) Me-riview jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta sebagai umpan balik untuk perbaikan selanjutnya. 21 c. Peranan Guru Dalam Diskusi Peranan guru dalam diskusi antara lain ialah: 1) Guru sebagai ahli Dalam diskusi yang hendak belajar memecahkan masalah misalnya, maka guru dapat bertindak sebagai seorang ahli yang mengetahui lebih banyak mengenai beberapa hal daripada siswanya. Di sini guru dapat memberi tahu, menjawab pertanyaan atau mengkaji (menilai) segala sesuatu yang sedang didiskusikan oleh para siswa. Sesuai dengan tugas utamanya di sini guru sebagai agent of instruction. 2) Guru sebagai pengawas Agar diskusi dalam masing-masing kelompok kecil berjalan lancar dan benar dan mencapai tujuannya, di samping sebagai sumber informasi maka guru pun harus bertindak sebagai pengawas dan penilai di dalam proses belajar mengajar lewat formasi diskusi ini. Dengan kata lain, dalam informasi diskusi ini guru menentukan tujuannya dan prosedur untuk mencapainya. 3) Guru sebagai penghubung kemasyarakatan Tujuan yang telah ditetapkan oleh guru untuk didiskusikan para siswa, meski bagaimanapun dicoba dikhususkan, masih juga mempunyai sangkut-paut yang luas dengan hal-hal lain dalam kehidupan masyarakat. Dalam hal ini guru dapat memeperjelas nya dan menunjukkan jalan-jalan pemecahannya sesuai dengan kriteria yang ada dalam hiddup masyarakat. Peranan guru di sini sebagai sosializing agent 21 Direktorat Tenaga Kependidikan, Strategi Pembelajaran dan Pemilihannya, Jakarta: Diknas, h

10 20 4) Guru sebagai pendorong Terutama bagi siswa-siswa yang masih belum cukup mampu untuk mencerna pengetahuan dan pendapat orang lain maupun merumuskan serta mengeluarkan pendapatnya sendiri maka agar formasi diskusi dapat diselenggarakan dengan baik, guru masih perlu membantu dan mendorong setiap anggota kelompok untuk menciptakan dan mengembangkan kreativitas setiap siswa seoptimal mungkin. 22 d. Tujuan dan Manfaat Metode Diskusi Dalam pendidikan agama, metode diskusi ini banyak dipergunakan dalam bidang syariah dan akhlak. Sedang masalah keimanan (Aqidah) kurang sesuai apabila metode diskusi ini dipergunakan. Metode diskusi banyak dipergunakan di sekolahsekolah tingkat lanjutan dan perguruan tinggi. 23 Dalam pendidikan atau pembelajaran, metode diskusi diterapkan sebagai salah satu yang dapat digunakan guru untuk mengatasi kesulitan belajar mengajar di kelas. Kejenuhan siswa terhadap bahan atau materi yang disampaikan guru muncul karena kurang menariknya metode mengajar yang diterapkan guru, bahkan terkesan monoton dalam menyampaikan materi. Kebanyakan dalam pembelajaran aqidah akhlak guru masih menggunakan metode ceramah. Kalau dilihat dari segi pengertian di atas bahwa metode diskusi lebih pas diterapkan dalam pembelajaran aqidah akhlak. Metode diskusi juga dapat dijadikan sebagai dasar berpikir kritis 22 B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009, h Zuhairini, dkk, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Cet. Ke-8, Surabaya: Usaha Nasional, 1983, h

11 21 siswa dalam memecahkan masalah yang muncul, khususnya terkait dengan materi atau bahan yang diajarkan. Metode diskusi juga dimaksudkan untuk merangsang siswa dalam belajar dan berpikir secara kritis dan mengeluarkan pendapatnya secara rasional dan obyektif dalam pemecahan suatu masalah sehingga dengan metode ini diharapkan proses pembelajaran akan lebih mengarah pada pembentukan kemandirian siswa dalam berpikir dan bertindak. Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering dihadapkan pada persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan hanya dengan satu jawaban atau satu cara saja, tetapi perlu menggunakan banyak pengetahuan dan macam-macam cara pemecahan dan mencari jalan yang terbaik. Diskusi juga mengandung unsur-unsur demokratis, berbeda dengan ceramah, diskusi tidak diarahkan oleh guru; siswa-siswa diberi kesempatan untuk mengembangkan ide-ide mereka sendiri. Ada berbagai bentuk kegiatan yang disebut diskusi; dari tanya jawab yang kaku sampai pertemuan kelompok yang tampaknya lebih bersifat terapis daripada instruksional. 24 Sedangkan dalam buku J.S. Khamdi (Diskusi yang Efektif), menerangkan bahwa tujuan diskusi adalah: Amirul Hadi, Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta: Rineka Cipta, 2001, h.

12 22 1) Menumbuhkembangkan tradisi intelektual Menumbuhkembangkan tradisi intelektual hanya bisa ditempuh dengan membiasakan berpikir bersama. Hanya dengan berpikir bersama kita dapat melihat suatu realitas atau suatu masalah dari berbagai sudut pandang. 2) Mengambil keputusan dan kesimpulan Keputusan dalah kegiatan akal yang mengakui atau mengingkari suatu realitas atau masalah. Sedang keputusan merupakan satu-satunya pernyataan yang benar atau tidak benar. Di dalam diskusi, bersama-sama kita merumuskan keputusan; pengakuan atau pengingkaran akan realitas atau masalah. Berdasarkan keputusan inilah, kita merumuskan kesimpulan ebagai pijakan bersama dalam menghadapi permasalahan. 3) Menyamakan apresiasi, persepsi, dan visi Di dalam diskusi, mengerti dan mau menjadi tujuan utama, sehingga terciptanya kesamaan pemahaman, cara pandang, dan wawasan. Itu berarti musyawarah untuk mufakat sungguhsungguh menjadi kenyataan dalam setiap diskusi. 4) Menghidupsuburkan kepedulian dan kepekaan Dengan diskusi kepedulian dan kepekaan, setiap pribadi dihidupsuburkan. Hal ini terjadi karena dengan berpikir bersama, kita berusaha untuk mengakui,menghargai, serta menerima keunikan, ketertentuan, dan keutuhan orang lain.

13 23 5) Sarana komunikasi dan konsultasi Sebagai sarana proses berpikir bersama, diskusi akan menjadi sarana berkomunikasi dan berkonsultasi dengan lebih intens dan efektif. Setiap orang akan menemukan pengalaman verbal dan non verbal, pengalaman intelektual dan emosional, serta pengalaman moral dan sosial. 25 Jadi tujuan diskusi adalah untuk mengasah intelektual seseorang yang didasarkan oleh pikiran rasional, sehingga dalam mengambil keputusan itu ada kesamaan visi yang berdampak pada tingkat kepedulian yang tinggi. Metode diskusi sebagai salah satu metode pembelajaran yang tepat digunakan atau diterapkan dalam akhlak, sudah saatnya peserta didik dibimbing mempunyai kemandirian dalam memecahkan setiap masalah yang dihadapi. Dan kondisi masyarakat yang demokratis diskusi perlu dikembangkan dan terus diterapkan dalam proses belajar mengajar. Guru harus pandai-pandai menerapkan metode dalam tiap-tiap mata pelajaran yang diajarkan agar apa yang diinginkan dalam tujuan pembelajaran dapat tercapai. Adapun manfaat dan keuntungan yang diambil dari metode diskusi antara lain: 1) Membantu siswa untuk tiba kepada pengambilan keputusan yang lebih baik daripada memutuskan sendiri; 25 J.S. Kamdhi, Diskusi yang Efektif, Jogjakarta: Kanisius, 1995, h

14 24 2) Siswa tidak terjebak pada jalan pemikiran sendiri, yang kadang salah, penuh prasangka dan sempit, karena dengan diskusi ia mempertimbangkan alasan orang lain; 3) Dengan diskusi timbul percakapan antara guru dan siswa sehingga diharapkan hasil belajarnya lebih baik; 4) Dengan diskusi memberi motivasi terhadap berpikir dan meningkatkan perhatian kelas; 5) Diskusi membantu mendekatkan/mengeratkan hubungan antara kegiatan kelas di tingkat perhatian; 6) Diskusi merupakan cara belajar yang menyenangkan dan merangsang pengalaman. 26 Dari uraian di atas, bahwa manfaat diskusi adalah untuk menumbuhkan rasa kebersamaan antara siswa dengan guru, serta dapat berpikir secara rasional sehingga menumbuhkan motivasi dalam belajar. Disamping manfaat yang dapat diambil dari metode diskusi, ada pula keuntungan menerapkan /menggunakan metode diskusi dalam proses belajar mengajar, antara lain: 1) Metode diskusi melibatkan siswa secara langsung dalam proses belajar; 2) Tiap siswa dapat menguji tingkat pengetahuan dan penguasaan bahan pelajaran; 3) Dapat menimbulkan dan mengembangkan cara berpikir dan sikap ilmiah; 4) Mengajukan dan mempertahankan pendapatnya dalam diskusi diharapkan siswa dapat memperoleh kepercayaan akan diri sendiri; 5) Dapat menunjang usaha-usaha pengembangan sikap sosial dan sikap demokratis para siswa. 27 Jadi keuntungan menggunakan metode diskusi adalah untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan serta pengalaman Suryabrata, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, h. 27 Ibid., h. 185.

15 25 langsung dalam rangka membentuk ketrampilan (motorik, kognitif, sosial) penghayatan serta nilai-nilai dalam, pembentukan sikap. e. Macam-macam Metode Diskusi Beberapa metode dalam pembelajaran yang ditawarkan merupakan solusi dalam mengatasi kejenuhan penerapan PBM. Menurut Zakiyah Daradjat. Metode diskusi yang dilakukan guru dalam membimbing belajar siswa dibagi dalam beberapa jenis, antara lain : 1) Diskusi Informal Diskusi ini terdiri dari satu diskusi yang pesertanya terdiri dari peserta didik yang jumlahnya sedikit. Dalam diskusi informal ini hanya seorang yang menjadi pimpinan, tidak perlu ada pembantu-pembantu sedangkan yang lain hanya sebagai anggota diskusi. 2) Diskusi Formal Diskusi ini berlangsung dalam suatu diskusi yang serba diatur dari pimpinan sampai anggota kelompok. Diskusi dipimpin oleh seorang pendidik atau peserta didik yang dianggap cakap. Karena semua telah diatur, para anggota tidak dapat begitu saja berbicara (semua harus diatur melalui aturan yang dipegang oleh pimpinan diskusi), diskusi yang diatur seperti ini memang lebih baik. Kebaikan metode diskusi ini diantaranya:

16 26 a) Adanya partisipasi peserta didik yang terarah terhadap diskusi tersebut; b) Peserta didik berpikir secara kritis; c) Peserta didik dapat meningkatkan keberanian. Sedangkan kelemahannya adalah: a) Banyak waktu yang buang; b) Berlangsung pada peserta didik yang pandai. 3) Diskusi Panel Diskusi ini di ikuti oleh banyak peserta didik sebagai peserta, yang dibagi menjadi peserta aktif dan tidak aktif. Peserta aktif adalah lansung mengadakan diskusi. Sedangkan peserta tidak aktif sebagai pendengar. Tata cara pelaksanaan diskusi panel : Hal-hal yang harus diperhatikan dalam langkah persiapan adalah : a) Merumuskan tujuan b) Menetapkan topik masalah c) Menyusun Laporan Diskusi Panel d) Mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan teknis pelaksanaan diskusi Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan diskusi adalah: a) Memeriksa segala persiapan b) Memberikan pengarahan sebelum dilaksanakan diskusi

17 27 c) Melaksanakan diskusi sesuai dengan aturan d) Mengajukan Pertanyaan dalam Diskusi e) Menyampaikan Gagasan dalam Diskusi f) Mengemukakan Gagasan Secara Jelas dan Mudah Diikuti g) Memberikan Kritikan dan Dukungan dalam Diskusi h) Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap peserta diskusi untuk mengeluarkan gagasan dan ide-idenya. i) Mengendalikan pembicaraan kepada pokok persoalan yang sedang dibahas. Menutup Diskusi: a) Membuat pokok pembahasan sebagai kesimpulan b) Menilai jalannya diskusi dengan meminta pendapat dari seluruh peserta. 28 4) Diskusi Kelompok Diskusi kelompok dilakukan untuk mencari pemecahan masalah, menampung pendapat, pandangan, saran dari peserta diskusi. Untuk mencari solusi dalam diskusi kelompok peserta diskusi hendaknya secara bijaksana dapat mempertimbangkan, menilai, dan menentukan kemungkinan keputusan yang akan diterima oleh para peserta atau sebagian besar peserta diskusi. Setiap anggota atau peserta diskusi harus dapat menyajikan 28 J.S. Kamdhi, Diskusi yang Efektif, Jogjakarta: Kanisius, 1995, h. 30.

18 28 permasalahan yang perlu didiskusikan untuk mendapatkan pemecahan masalah yang merupakan pendapat terbaik. Tata cara dalam Melaksanakan Diskusi Kelompok : a) Pemandu membuka diskusi. b) Pemandu mengemukakan masalah yang akan dibicarakan dalam disukusi. c) Pelaksanaan diskusi dipimpin oleh pemandu. d) Kemungkinan pemecahan masalah dalam diskusi dengan beradu argumen antarpeserta dengan bijaksana dan penuh tanggungjawab. e) Mempertimbangkan baik buruk semua argumen yang mengemuka, kemudian mencapai kata mufakat untuk menghasilkan keputusan diskusi. Jika tidak tercapai kata mufakat dalam diskusi, putusan diskusi dapat dilakukan denga pengambilan suara terbanyak atau voting f) Pemandu menutup diskusi dengan mengemukakan hasil diskusi, menyampaikan harapan-harapan, dan diakhiri dengan salam penutup. 5) Simposium Dalam simposium, masalah-masalah yang akan dibicarakan diantar oleh satu orang atau lebih dan disebut pemrasaran. Pemrasaran boleh berpendapat beda-beda terhadap

19 29 suatu masalah,sedangkan peserta boleh mengeluarkan pendapat menanggapi yangtelah di kemukakan oleh pemrasaran. 29 Disamping jenis-jenis diskusi, dalam proses pembelajaran ditawarkan beberapa bentuk diskusi dalam kegiatan belajar mengajar. 1) The social problem solving Siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelas dengan harapan siswa merasa terpanggil untuk mempelajari dan bertingkah laku sesuai dengan kondisi yang berlaku. 2) The open ended meeting Siswa berbincang-bincang masalah apa saja yang berhubungan dengan kehidupan mereka sehari-hari, dengan kehidupan mereka di sekolah dan dalam kehidupan sehari-hari. 3) The educational-diagnosis meeting Siswa berbincang-bincang masalah pelajaran di kelas dengan maksud untuk saling mengoreksi pemahaman mereka di kelas. 30 Ada beberapa prinsip-prinsip dasar yang perlu dipegang oleh guru dalam melakukan diskusi antara lain: 1) Melibatkan siswa secara aktif dalam diskusi yang diadakan; 2) Diperlukan keterlibatan dan keteraturan dalam mengemukakan pendapat secara bergilir dipimpin seorang ketua /moderator; 29 Zakiyah Dardjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, h Ramayulis, Metodologi PAI, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, h. 147.

20 30 3) Masalah diskusi disesuaikan dengan perkembangan dan kemampuan anak; 4) Guru berusaha mendorong siswa yang kurang aktif agar mengeluarkan pendapatnya; 5) Siswa dibiasakan menghargai pendapat orang lain dalam menyetujui dan menentang pendapat; 6) Aturan dan jalannya diskusi hendaknya dijelaskan kepada siswa yang belum mengenal tata cara diskusi. 31 Jadi prinsip umum dalam menggunakan metode diskusi adalah guru melibatkan seluruh siswa dan memotivasi siswa dalam berdiskusi serta memberikan penjelasan tentang tata cara berdiskusi. Disamping prinsip-prinsip diatas dalam penerapan metode diskusi, perlu juga memperhatikan syarat-syarat dalam diskusi, antara lain: 1) Permasalahan yang didiskusikan hendaknya menarik perhatian; 2) Persoalan yang didiskusikan adalah persoalan relatif banyak menimbulkan pertanyaan; 3) Peranan moderator yang aspiratif dan proposional; 4) Permasalahan yang didiskusikan hendaknya membutuhkan pertimbangan dari berbagai pihak. Ada beberapa komponen dam keterampilan membimbing diskusi, yaitu : 1) Memusatkan perhatian; 2) Memperjelas masalah; 3) Menganalisis pandangan siswa; 4) Menyebarkan kesempatan berpartisipasi; 5) Menutup diskusi. 32 Diketahui bahwa diskusi berguna sekali untuk mengubah perilaku efektif siswa secara konkret, karena sikap atau nilai Pers, 2002, h M. Basyiruddin Usman, Metodologi Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat 32 Ali Imran, Pembinaan Guru di Indonesia, Jakarta: Pustaka Jaya, 1995, h. 149.

21 31 perubahan sukar sekali diadakan jika siswa tidak diberi kesempatan mengatakan perasaannya. 33 Namun untuk mengubah perilaku kognitif menurut taksonomi Bloom mengenai taraf pengetahuan, tidak efisien dengan metode diskusi. Tetapi perilaku efektif /taraf evaluasi, diskusi tepat digunakan pada fase program pengajaran. 34 Dalam pelaksanaannya, metode diskusi diterapkan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Pendahuluan. Pada tahap ini guru dan murid menentukan masalah dan menentukan diskusi yang akan digunakan sesuai dengan masalah yang digunakan sesuai masalah yang akan didiskusikan. 35 Pertanyaan/masalah yang layak didiskusikan ialah yang mempunyai sifat sebagai berikut: a) Menarik minat siswa yang sesuai dengan tarafnya; b) Mempunyai kemungkinan-kemungkinan jawaban lebih dari sebuah yang dapat dipertahankan kebenarannya; c) Pada umumnya tidak menanyakan manakah jawaban yang benar tetapi lebih mengutamakan hal yang mempertimbangkan dan membandingkan W. James Popham dan Eva L., terj. Amirul Hadi dkk., Teknik Mengajar Secara Sistematis, Jakarta : Rineka Cipta, 2003, Cet. Ke-3, h Ibid.,h Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h h Winarno Surahmad, Metodologi Pengajaran Nasional, Jakarta: Jemmarus, 1987,

22 32 2) Pelajaran inti. Metode diskusi dapat dipimpin langsung oleh guru atau murid yang dianggap cakap dan bertangggung jawab. Dengan pimpinan guru, peran siswa membentuk kelompok diskusi memilih pimpinan diskusi (ketua, sekretaris/pencatat, notulis, pelapor) dan sebagainya (bila perlu), mengatur tempat duduk, ruangan, sarana, dan sebagainya. Pimpinan diskusi sebaiknya berada ditangan siswa yang: a) Lebih memahami / menguasai yang akan didiskusikan; b) Berwibawa dan disenangi oleh teman-temannya; c) Berbahasa dengan baik dan lancar bicaranya; d) Dapat bertindak tegas, adil dan demokrasi. Adapun tugas pimpinan diskusi antara lain, adalah: a) Pengatur dan pengarah acara diskusi; b) Pengatur lalu lintas pembicaraan; c) Penengah dan penyimpul dari berbagai pendapat. 37 Selanjutnya para siswa berdiskusi dalam kelompoknya masing-masing, sedangkan guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lain (kalau ada lebih dari satu kelompok) menjaga ketertiban serta memberikan dorongan dan bantuan sepenuhnya agar setiap anggota berpartisipasi aktif dan agar diskusi berjalan lancar. Setiap peserta kelompok harus tahu persoalan apa yang akan didiskusikan dan bagaimana caranya diskusi. Diskusi harus berjalan dalam suasana bebas, setiap anggota harus tahu bahwa hak bicaranya sama Ramayulis, Metodologi PAI,h Suryobroto, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, h.182.

23 33 3) Penutup Pada tahap ini guru atau pemimpin diskusi memberikan tugas kepada audience membuat kesimpulan diskusi, kemudian guru memberikan ulasan atau memperjelas dari kesimpulan diskusi. 39 Kemudian tiap kelompok diskusi melaporkan hasilhasil diskusinya yang dilaporkan itu ditanggapi oleh semua siswa (terutama dari kelompok lain) guru memberi penjelasan terhadap laporan tersebut. Akhirnya para siswa mencatat hasil diskusi tersebut dan guru mengumpulkan laporan hasil diskusi dari tiap-tiap kelompok, sesudah para siswa mencatatnya untuk file kelas. 40 f. Tugas Guru dalam Metode Diskusi Sudah barang tentu guru agama mempunyai tugas yang lebih banyak dalam pelaksanaan diskusi ini mulai dari: 1) Mencari topik; 2) Membagi kelompok; 3) Mengatur ruang kelas; 4) Menetapkan jalan diskusi; 5) Menilai atau mengevaluasi. Di dalam pelaksanaan diskusi guru tidak lagi berfungsi sebagai pengajar saja tetapi guru mempunyai peran lebih dari 39 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, h Ramayulis, Metodologi PAI,h. 148.

24 34 5. Keaktifan mengajar yakni sebagai penunjuk jalan, sebagai pengatur lalu lintas, sebagai benteng pelindung. 41 Peranan guru dalam penggunaan metode diskusi: 1) Penunjuk Jalan a) Guru memberi petunjuk umum kepada peserta didik untuk mencapai kemajuan dalam diskusi. Semua jawaban-jawaban yang diberikan oleh anggota kelompok dijadikan bahan untuk pemecahan masalah; b) Merumuskan jalannya diskusi; c) Guru meluangkan jalan bagi siswa sehingga diskusi berjalan dengan lancar. 2) Pengaturan Lalu Lintas a) Mengajukan semua pernyataan secara teratur untuk semua anggota diskusi; b) Menjaga agar semua anggota dapat berbicara bergiliran; c) Menjaga supaya diskusi jangan semata-mata dikuasai oleh siswa yang gemar berbicara; d) Terhadap murid pendiam dan pemalu guru harus mendorongnya supaya ia berani mengeluarkan pendapat. 3) Dinding Penangkis Guru harus memantulkan semua pertanyaan yang diajukan kepada pengikut diskusi. Dia tidak harus menjawab pertanyaan yang diberikan kepadanya. Dia hanya boleh menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh pengikut diskusi. 42 Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktivitas dan kreatifitas peserta didik melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan adalah kegiatan yang bersifat fisik maupun mental, yaitu berbuat dan berfikir sebagai suatu rangkaian yang tidak 41 M. Zein, Methodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : AK. Group, 1990, h Hasibuan dan Moedjiono, Proses Belajar Mengajar, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2001, h. 23.

25 35 dapat dipisahkan. 43 Keaktifan siswa dalam kegiatan belajar tidak lain adalah untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka sendiri. Mereka aktif membangun pemahaman atas persoalan atau segala sesuatu yang mereka hadapi dalam proses pembelajaran. Salah satu penilaian proses pembelajaran adalah melihat sejauh mana keaktifan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar. Nana Sudjana (2004: 61) menyatakan keaktifan siswa dapat dilihat dalam hal: (1) turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya; (2) terlibat dalam pemecahan masalah; (3) Bertanya kepada siswa lain atau guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapinya; (4) Berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah;(5) Melaksanakan diskusi kelompok sesuai dengan petunjuk guru;(6) Menilai kemampuan dirinya dan hasil hasil yang diperolehnya; (7) Melatih diri dalam memecahkan soal atau masalah yang sejenis; (8) Kesempatan menggunakan atau menerapkan apa yang diperoleh dalam menyelesaikan tugas atau persoalan yang dihadapinya. 6. Mata Pelajaran Aqidah Akhlak a. Pengertian Pelajaran Aqidah Akhlak Pelajaran aqidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan disekolah formal dan merupakan rumpun mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). 43 Sardiman,

26 36 Aqidah Akhlak terdiri dari dua kata yang mempunyai pengertian yang berbeda. Kata aqoid jamak dari Aqidah yang berarti kepercayaan, maksudnya kepercayaan (akidah) ialah iman yang kokoh terhadap segala sesuatu yang disebut secara tegas dalam Al-Qur an dan Hadits shahih. 44 Sedangkan kata Akhlaq atau khulq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat keb iasaan, perangai muru ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabiat. Sedangkan menurut istilah Maskawaih, akhlak adalah sifat yang dikutip dari pendapat Ibn yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. 45 Pengertian pendidikan Aqidah Akhlak menurut Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Madrasah Aliyah adalah: Pendidikan Aqidah Akhlak adalah Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati dan mengimani Allah Swt. dan merealisasikannya dalam perilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan Alquran dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman. Dibarengi tuntunan untuk menghormati penganut agama lain dan hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat hinggaterwujud kesatuan dan persatuan bangsa Muhammad Abdul Qadir Ahmad, Metedologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta:Rineka Cipta, 2008, h Fadli Rahman, Akhlak Tasawuf (pengantar ke Dunia Esoteris Islam), Malang: In-TRANS Publishing, 2007, h Departemen Agama, Kurikulum dan Hasil Belajar Aqidah Akhlak Madrasah Aliyah, Jakarta: DEPAG, 2003, h. 2

27 37 b. Tujuan Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Mata Pelajaran Aqidah Akhlak bertujuan untuk: 1) Menumbuhkembangkan aqidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang aqidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. 2) Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai aqidah Islam. 47 c. Ruang Lingkup Pelajaran Aqidah Akhlak Ruang lingkup mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah meliputi: 1) Aspek aqidah terdiri atas: prinsip-prinsip aqidah dan metode peningkatannya, Al-Asma al-husna, macam-macam tauhid seperti tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, tauhid ash-shifat wa al-af al, tauhid rahmaniyah, tauhid mulkiyah dan lain-lain, syirik dan implikasinya dalam kehidupan, pengertian dan fungsi ilmu kalam serta hubungannya dengan ilmu-ilmu lainnya, dan aliranaliran dalam ilmu kalam (klasik atau modern) 2) Aspek akhlak terdiri atas: masalah akhlak yang meliputi pengertian akhlak, induk-induk akhlak terpuji dan tercela, metode peningkatan kualitas akhlak; macam-macam akhlak terpuji seperti husnudz-dzan, taubat, akhlak dalam berpakaian, berhias, perjalanan, bertamau dan menerima tamu, adil, ridha, amal shaleh persatuan dan kerukunan, akhlak terpuji dalam pergaulan remaja; serta pengenalan tentang tasawuf. Sedangkan ruang lingkup akhlak tercela meliputi: riya, aniaya dan diskriminasi, perbuatan 47 Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kompetensi, dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Aliyah Tahun 2006, h. 5

28 38 dosa besar (seperti mabuk-mabukan, berjudi, berzina, mencuri, mengkonsumsi narkoba), ishraf, tabzir, dan fitnah Pengertian Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki setelah menerima pengalaman belajarnya. 49 Hasil belajar siswa pada hakekatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Dalam penilaian hasil belajar peranan instruksional yang berisi rumusan kemampuan dan timgkah laku yang diinginkan dikuasai siswa menjadi unsur penting sebagai dasar dan acuan penelitian, oleh karena itu, dalam penilaian hendaknya diperiksa sejauh mana perubahan tingkah laku siswa telah terjadi melalui proses pembelajaran. Penilaian proses belajar adalah upaya memberi nilai terhadap kegiatan mengajar yang dilakukan oleh siswa dan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar sebagai objek penilaian pada hakekatnya menilai penguasaan siswa terhadap tujuan instruksional. 50 Hal ini karena rumusan tujuan instruksional menggambarkan hasil belajar yang harus dikuasai berupa kemampuan kemampuan siswa setelah menerima atau menyelesaikan pengalaman belajarnya. 1998, h Ibid,. h Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, Bandung: Rosdakarya, 50 Ibid, h. 34

29 39 Keberhasilan pembelajaran tidak hanya melihat dari hasil belajar yang di capai siswa tetapi juga dari segi prosesnya, hasil belajar pada dasarnya merupakan akibat dari suatu proses belajar. Ini berarti bahwa optimalnya hasil belajar siswa tergantung pula pada proses belajar siswa dan proses mengajar guru. 51 Hasil belajar menurut taksonomi Bloom terdiri dari tiga ranah:1) ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikut disebut kognitif tingkat tinggi. Berdasarkan taksonomi Bloom yang telah direvisi ranah kognitif siswa dibedakan menjadi 2 dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses. Dimensi pengetahuan atau knowledge terdiri dari 4 tipe yaitu factual knowledge, procedural knowledge, conceptual knowledge, dan metakognitif knowledge. Sedangkan dimensi proses kognitif terdiri dari remember (mengingat), understand (memahami), apply (mengaplikasi), analyze (menganalisis), evaluate (mengevaluasi), dan create (mencipta). 52 1) Factual knowledge adalah pengetahuan yang terpisah, elemenelemen yang terisolasi, termasuk di dalamnya pengetahuan tentang istilah, dan pengertian-pengertian dan bagian-bagian yang khusus. 51 Ibid, h Krathwohl dalam Wibowo, Pengaruh Diagram Roundhouse Melalui Kooperatif CIRC Terhadap Hasil Belajar dan Keterampilan Metakognitif Siswa Kelas XI IPA SMA Laboratorium UM, Universitas Negeri Malang, 2008, h. 34

30 40 2) Procedural knowledge adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu termasuk di dalamnya pengetahuan tentang keahlian dan langkah-langkah, teknik dan metode, pengetahuan tentang kriteria yang digunakan untuk mengambil sebuah keputusan. 3) Conceptual knowledge merupakan lawan dari factual knowledge, bersifat lebih kompleks, merupakan organisasi dari istilah-istilah, termasuk di dalamya pengetahuan untuk mengklasifikasi, mengelompokkan, tentang prinsip-prinsip, generalisasi, teori, model dan struktur. 4) Metakognitif knowledge yaitu pengetahuan tentang kognisi termasuk didalamnya tentang kebijaksanaan dan pengetahuan tentang apa yang dipikirkan. Pengetahuan metakognisi meliputi: pengetahuan tentang strategi berupa pengetahuan tentang garis besar uraian suatu topik pengetahuan di dalam buku teks, pengetahuan untuk menggunakan secara menyeluruh. Pengetahuan tentang gugus tugas kognitif y ang merupakan pemgetahuan tentang tipe-tipe tes yang digunakan guru dalam melakukan administrasi. Pengetahuan tentang diri sendiri merupakan pengetahuan yang meneliti kekuatan, kelemahan, dan kebijakan diri dalam mengambil keputusan. Ranah afektif berkenaan dengan partisipasi siswa dalam pembelajaran, sikap khusus siswa, maupun respons siswa dalam kegiatan membaca, menyimak, berbicara, maupun menulis, perkembangan siswa dalam menguasai isi pembelajaran,

31 41 sikap/kemampuan siswa bekerja sama, partisipasi siswa, kemampuan bertanya, atau minat siswa terhadap pembelajaran dan 3) ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Hasil belajar yang demikian dapat dicapai antara lain apabila kegiatan mengajar atau menyampaikan mata pelajaran sesuai dengan gaya belajar siswa, keefektifan belajar akan semakin tinggi bila kegiatan mengajar sesuai dengan faktor intern (intelegen, kemampuan, motivasi, emosional, kebutuhan, dan gaya belajar), maupun faktor ekstern (lingkungan, keluarga) sehingga dapat dikatakan bahwa mengajar yang efektif adalah mengajar yang sesuai bagi setiap siswa. Terciptanya proses belajar yang efektif dan efisien akan menjadikan hasil belajar lebih berarti, lebih bermakna serta berdaya guna pada diri individu yang belajar. C. Kerangka Pikir dan Pertanyaan Penelitian 1. Kerangka Pikir Metode diskusi adalah cara penyajian pelajaran, dimana siswasiswi dihadapkan kepada suatu masalah yang berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematik untuk dibahas dan dipecahkan bersama. Sedangkan mata pelajaran Akidah Akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terfuji, melalui pemberian dan

32 42 pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang Aqidah dan Akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan nya kepada Allah Swt. Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran yang dilaksanakan. Oleh sebab itu guru harus memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan kesempatan belajar bagi siswanya dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Efektivitas Penerapan Metode Diskusi Hasil Belajar Siswa

33 43 2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan dari pemikiran di atas, maka penulis mengemukakan beberapa pertanyaan sebagai dasar melakukan penelitian sebagai berikut: a. Mengapa metode diskusi diterapkan dalam mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya? b. Bagaimana proses pelaksanaan diskusi pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya? c. Apa saja penyampaian guru pada saat dimulainya diskusi pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya? d. Apakah ada tingkat efektivitas guru dalam proses diskusi pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya? e. Bagaimana peran guru dalam pelaksanaan metode diskusi pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya? f. Bagaimana hasil akhir dan kesimpulan dari penerapan metode diskusi pada mata pelajaran Aqidah Akhlak kelas XI di Madrasah Aliyah NU Palangka Raya tersebut?

BAB V PENUTUP. dengan kesimpulan oleh guru. 2. hasil belajar siswa menggunakan metode diskusi ini tidak memuaskan

BAB V PENUTUP. dengan kesimpulan oleh guru. 2. hasil belajar siswa menggunakan metode diskusi ini tidak memuaskan BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian terdahulu, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut : 1. Penerapan metode diskusi tidak efektif digunakan pada mata pelajaran Aqidah Akhlak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Menurut Asra, dkk. (2007: 5) belajar adalah proses perubahan perilaku sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan untuk mencapai tujuan. Belajar juga bisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4.

BAB I PENDAHULUAN. Suwarto, Pengembangan Tes Diagnosis dalam Pembelajaran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2013, hal. 3-4. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar pada dasarnya merupakan proses usaha aktif seseorang untuk memperoleh sesuatu sehingga terbentuk perilaku baru menuju arah yang lebih baik. Kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Metode Diskusi 1. Pengertian Diskusi Dalam kegiatan pembejaran dengan metode diskusi merupakan cara mengajar dalam pembahasan dan penyajian materinya melalui suatu problema atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1999), hlm. 4 2 Trianto, Model-model pembelajaran inovatif berorientasi kontruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), hlm. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Agama Islam adalah sebutan yang di berikan pada salah satu subjek pelajaran yang harus di pelajari oleh peserta didik muslim dalam menyelesaikan pendidikannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. rangka mewujudkan dinamika peradaban yang dinamis. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang urgen bagi kehidupan manusia. Maju tidaknya peradaban manusia, tidak terlepas dari eksistensi pendidikan. Untuk itu manusia berpacu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 74.

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 74. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an hadits yang merupakan bagian dari pendidikan agama Islam turut memberikan sumbangan tercapainya pendidikan nasional. Tugas pendidikan tidak hanya menuangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja sendiri. 1 Artinya bahwa proses

BAB I PENDAHULUAN. belajar memerlukan keterlibatan mental dan kerja sendiri. 1 Artinya bahwa proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar bukan semata persoalan menceritakan! Belajar bukanlah konsekuensi otomatis dari perenungan informasi kedalam benak siswa namun belajar memerlukan keterlibatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius. Banyak kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. yang serius. Banyak kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dan memerlukan perhatian yang serius. Banyak kritikan dari praktisi pendidikan, akademisi dan masyarakat yang sering

Lebih terperinci

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS IV SDN INTI OLAYA KECAMATAN PARIGI. Oleh. Sartin

MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS IV SDN INTI OLAYA KECAMATAN PARIGI. Oleh. Sartin 1 MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN METODE DISKUSI PADA SISWA KELAS IV SDN INTI OLAYA KECAMATAN PARIGI Oleh Sartin Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar

Lebih terperinci

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak

BAB II. mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif, psikomotorik maupun sikap.12 Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak 7 BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Pustaka 1. Prestasi Belajar a. Pengertian prestasi belajar Belajar adalah suatu tingkah laku atau kegiatan dalam rangka mengembangkan diri, baik dalam aspek kognitif,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw mengajarkan siswa untuk bekerjasama dan bertanggung jawab. Menurut Arends (dalam Amri dan Ahmadi, 2010:94)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara baik dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan suatu negara, pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan Bangsa, karena pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan penting, karena pendidikan akan mampu meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehingga sumber daya alam di tanah air akan terolah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran 2.1.1 Konsep Belajar 2.1.1.1 Pengertian Belajar Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku melalui interaksi dengan lingkungan. Hamalik

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar dan Pembelajaran 1. Belajar 1) Pengertian Belajar Belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar dapat dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2013, hlm. 20.

BAB I PENDAHULUAN. E. Mulyasa, Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Offset, 2013, hlm. 20. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, beretika (beradab dan berwawasan budaya bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam ajaran Islam penanaman nilai aqidah akhlak bagi manusia merupakan hal yang sangat mendasar, karena itu nilai ini harus senantiasa ditanamkan sejak dini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan adalah usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mata Pelajaran Aqidah Akhlak adalah salah satu aspek dalam pembelajaran agama Islam di Madrasah Aliyah. Aqidah Akhlak di Madrasah Aliyah merupakan peningkatan

Lebih terperinci

Sagacious Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Sosial Vol. 3 No. 2 Januari-Juni 2017

Sagacious Jurnal Ilmiah Pendidikan dan Sosial Vol. 3 No. 2 Januari-Juni 2017 MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HAL BELAJAR IPA MATERI PERUBAHAN KENAMPAKAN PERMUKAAN BUMI DAN BENDA LANGIT MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SMALL GROUP DISCUSON Nany Suprapti Sekolah Dasar Negeri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desember Diakses pada tanggal 17

BAB I PENDAHULUAN. Desember Diakses pada tanggal 17 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan suatu Negara pendidikan memiliki peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup Negara dan bangsa. Karena pendidikan merupakan wahana untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran sangat tergantung pada cara pendidik. Metode adalah cara yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembelajaran sangat tergantung pada cara pendidik. Metode adalah cara yang digunakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Metode Pembelajaran Metode adalah cara yang digunakan untuk menginplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 1 Salah satu masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ranah kognitif merupakan ranah psikologis siswa yang terpenting. Dalam perspektif psikologi, ranah kognitif yang berkedudukan pada otak ini adalah sumber sekaligus pengendali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. suatu ukuran maju mundurnya suatu bangsa. 1. Pendidikan Nasional pada Bab III Pasal 4 menyebutkan bahwa: Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara garis besar, pendidikan adalah upaya membentuk suatu lingkungan untuk anak yang dapat merangsang perkembangan potensi-potensi yang dimilikinya dan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jawab. 3 Penyampaian pelajaran pada peserta didik di sekolah akan menjadi

BAB I PENDAHULUAN. jawab. 3 Penyampaian pelajaran pada peserta didik di sekolah akan menjadi jawab. 3 Penyampaian pelajaran pada peserta didik di sekolah akan menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan sangat menentukan bagi perkembangan dan perwujudan diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seperangkat ajaran tentang kehidupan manusia; ajaran itu dirumuskan berdasarkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pendidikan Islam adalah ilmu pendidikan yang berdasarkan Islam. Islam adalah nama agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Islam berisi seperangkat ajaran tentang

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan adalah guru karena dalam pelaksanaan pembelajaran selain

`BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan adalah guru karena dalam pelaksanaan pembelajaran selain `BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komponen yang sangat menentukan dalam meningkatkan mutu pendidikan adalah guru karena dalam pelaksanaan pembelajaran selain mentransformasikan ilmu pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman

BAB I PENDAHULUAN. sampai mencapai kedewasaan masing-masing adalah pendidikan. Pengalaman BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Aspek kehidupan yang harus dan pasti dijalani oleh semua manusia di muka bumi sejak kelahiran, selama masa pertumbuhan dan perkembangannya sampai mencapai kedewasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 1 Salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 1 Salah satu masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dari proses pembangunan nasional yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 1 Salah satu masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

PERANGKAT PEMBELAJARAN MADRASAH ALIYAH PROGRAM TAHUNAN MATA PELAJARAN : AQIDAH AKHLAK KELAS XI SEMESTER 1

PERANGKAT PEMBELAJARAN MADRASAH ALIYAH PROGRAM TAHUNAN MATA PELAJARAN : AQIDAH AKHLAK KELAS XI SEMESTER 1 PERANGKAT PEMBELAJARAN MADRASAH ALIYAH PROGRAM TAHUNAN MATA PELAJARAN : AQIDAH AKHLAK KELAS XI SEMESTER 1 PROGRAM TAHUNAN Satuan Pendidikan : MAN BARAKA Mata Pelajaran : Akidah Akhlak Kelas / Semester

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar menjadi manusia yang cerdas, terampil dan bermoral BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Guru merupakan ujung tombak pendidikan, sebab guru secara langsung mempengaruhi, membina dan mengembangkan kemampuan siswa dalam proses pembelajaran agar menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hipotesis penelitian; f) kegunaan penelitian; g) penegasan istilah.

BAB I PENDAHULUAN. hipotesis penelitian; f) kegunaan penelitian; g) penegasan istilah. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab pendahuluan ini memuat tentang: a) latar belakang masalah; b) identifikasi dan pembatasan masalah; c) rumusan masalah; d) tujuan penelitian; hipotesis penelitian; f) kegunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap. muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mempelajari pendidikan Islam sangat penting bagi kehidupan setiap muslim karena pendidikan merupakan suatu usaha yang membentuk pribadi manusia menuju yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: menggunakan alat peraga torso pada siklus I diperoleh rata-rata

BAB V PENUTUP. dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: menggunakan alat peraga torso pada siklus I diperoleh rata-rata BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengelolaan pembelajaran dengan menerapkan metode demonstrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah upaya untuk mengembangkan pribadi dan strata sosial anak. Dengan demikian, anak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar serta dapat memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2

BAB I PENDAHULUAN. Wina Sanjaya, Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 17 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses sangat menentukan untuk perkembangan individu dan perkembangan masyarakat. Kemajuan suatu masyarakat dapat dilihat dari perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan-

BAB I PENDAHULUAN. agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam merupakan syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia agar manusia senantiasa melaksanakan perintah-nya dan menjauhi larangan- Nya.. Dalam menanamkan keyakinan

Lebih terperinci

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berargumentasi Melalui Metode Diskusi Pelajaran PKN Murid Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru

Upaya Meningkatkan Kemampuan Berargumentasi Melalui Metode Diskusi Pelajaran PKN Murid Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru Upaya Meningkatkan Kemampuan Berargumentasi Melalui Metode Diskusi Pelajaran PKN Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru Hj. ROSMAIDA, S.Pd Guru SD Negeri 153 Pekanbaru rosmaida_sukses@gmail.com Abstrak Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1

BAB I PENDAHULUAN. guru, isi atau materi pelajaran, dan siswa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan rangkaian kegiatan komunikasi antar manusia, sehingga dapat tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang utuh. Pendidikan memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Keterampilan Mengajar Guru 2.1.1 Pengertian Keterampilan Mengajar Guru. Keterampilan adalah kemampuan seseorang dalam mengubah sesuatu hal menjadi lebih bernilai dan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan negara, maka hampir seluruh negara di dunia ini menangani secara

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan negara, maka hampir seluruh negara di dunia ini menangani secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan masalah yang sangat penting dalam kehidupan bangsa dan negara, maka hampir seluruh negara di dunia ini menangani secara langsung masalah-masalah

Lebih terperinci

HaidarPputra Daulay, Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta, 2004, hlm

HaidarPputra Daulay, Pendidikan Islam, Kencana, Jakarta, 2004, hlm 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan agama islam adalah pendidikan yang berdasarkan AlQur an dan As Sunnah1. Didalamnya memuat tujuan keilmuan, selain itu juga tujuan menjadi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. beragama yaitu penghayatan kepada Tuhan, manusia menjadi memiliki BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Agama adalah wahyu yang diturunkan Allah untuk manusia. Fungsi dasar agama adalah memberikan orientasi, motivasi dan membantu manusia untuk mengenal dan menghayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara umum telah diakui bahwa pendidikan merupakan penggerak utama bagi pembangunan. Pendidikan (pengajaran) prosesnya diwujudkan dalam proses belajar mengajar. Proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4

BAB I PENDAHULUAN. Ibid, hal Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hal. 4 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar sistematis, dilakukan orang-orang diserahi tanggung jawab untuk mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

BAB I PENDAHULUAN. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya unutuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sebagaimana dirumuskan dalam UU Sisdiknas no 20 tahun 2003, bahwa pendidikan national

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan menurut sistem Pendidikan Nasional Pancasila dengan

BAB I PENDAHULUAN. tujuan pendidikan menurut sistem Pendidikan Nasional Pancasila dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana utama di dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit diperoleh hasil dari kualitas sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Qur an dan Hadits, melalui kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Islam dari sumber utamanya yaitu Al-Qur an dan Hadits, melalui kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa, dan berakhlak

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di

BAB V PEMBAHASAN. A. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di BAB V PEMBAHASAN A. Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Tingkat Tsanawiyah Sekolah Pirayanawin Klonghin Witthaya (Patani Selatan Thailand) Pembelajaran atau pengajaran menurut Degeng

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm

BAB I PENDAHULUAN. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era informasi dan komunikasi yang kian maju telah mempengaruhi kehidupan manusia di segala bidang tidak terkecuali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1996, hlm Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. XII,

BAB I PENDAHULUAN. 1996, hlm Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, Jakarta, Cet. XII, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dari makna lazimnya, pendidikan adalah suatu proses transfer of knowledge dari seorang guru kepada murid, namun ketika dicermati dari subtansi pendidikan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga

BAB I PENDAHULUAN. menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan pembelajaran. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media. pengajaran, dan evaluasi pembelajaran.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran sebagai suatu segmen kurikulum, strategi pembelajaran, media. pengajaran, dan evaluasi pembelajaran. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran adalah suatu sistem, artinya suatu keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinterelasi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mata pelajaran al-qur an Hadits di Madrasah Aliyah adalah salah satu mata pelajaran pendidikan Agama Islam yang merupakan peningkatan dari al- Qur an Hadits yang telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Semarang: Aneka Ilmu, 1992), hlm

BAB I PENDAHULUAN. (Semarang: Aneka Ilmu, 1992), hlm BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2003), hlm Jalaluddin, Teologi Pendidikan,(Jakarta: PT. Raja Grafindo BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada konsep al-nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya proses belajar mengajar adalah proses komunikasi. Kegiatan belajar mengajar di kelas merupakan suatu dunia komunikasi tersendiri di mana guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2007), hlm E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 173.

BAB I PENDAHULUAN. Persada, 2007), hlm E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 173. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lancar dan maksimal. Dan dalam proses pembelajaran tersebut seorang

BAB I PENDAHULUAN. dengan lancar dan maksimal. Dan dalam proses pembelajaran tersebut seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan dapat tercapai jika dalam proses pembelajaran berjalan dengan lancar dan maksimal. Dan dalam proses pembelajaran tersebut seorang guru harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia, 2008), hlm Ibid, hlm

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia, 2008), hlm Ibid, hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran pendidikan Agama Islam yang diajarkan di Madrasah Tsanawiyah yang merupakan peningkatan dari mata pelajaran

Lebih terperinci

Jurnal Thalaba Pendidikan Indonesia Vol. 1, No. 2, September 2017, 13-18

Jurnal Thalaba Pendidikan Indonesia Vol. 1, No. 2, September 2017, 13-18 Jurnal Thalaba Pendidikan Indonesia Vol. 1, No. 2, September 2017, 13-18 PENERAPAN METODE DEMONSTRASI DAN PEMBERIAN TUGAS BELAJAR UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA 72 Samsul Hadi, S.Ag samsul_hadi@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mata pelajaran fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun sains yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir analitis induktif dan deduktif dalam menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat

BAB I PENDAHULUAN. perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang penting bagi setiap bangsa. Upaya perbaikan dibidang pendidikan merupakan keniscayaan agar suatu bangsa dapat maju dan berkembang

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada

BAB I PENDAHULUAN. memahami ajaran Islam secara menyeluruh dan menghayati tujuan, yang pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Maju tidaknya peradaban manusia, tidak terlepas dari eksistensi pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. Maju tidaknya peradaban manusia, tidak terlepas dari eksistensi pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan sesuatu yang urgen bagi kehidupan manusia. Maju tidaknya peradaban manusia, tidak terlepas dari eksistensi pendidikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan. Kemungkinan guru dalam menyampaikan materi saat proses

BAB I PENDAHULUAN. yang diinginkan. Kemungkinan guru dalam menyampaikan materi saat proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembelajaran tersusun atas sejumlah komponen atau unsur yang saling berkaitan satu dengan lainnya. Interaksi antara guru dan peserta didik pada saat proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan

BAB I PENDAHULUAN. tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah telah lama memprogramkan wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun dan 9 tahun. Anak-anak yang bersekolah di tingkat Sekolah Dasar (dan Madrasah Ibtidaiyah)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seyogyanya lebih memperhatikan komponen-komponen pengajaran seperti. sarana dan prasarana pengajaran serta evaluasi pengajaran.

BAB I PENDAHULUAN. seyogyanya lebih memperhatikan komponen-komponen pengajaran seperti. sarana dan prasarana pengajaran serta evaluasi pengajaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah pendidikan dan pengajaran merupakan masalah yang cukup kompleks karena banyak factor yang ikut mempengaruhinya. Salah satu faktor antara lain adalah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO

PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO 176 PENGGUNAAN PENDEKATAN NUMBERED HEADS TOGETHER UNTUK MENUMBUHKAN PEMBELAJARAN PKN YANG JOYFULL LEARNING DI KELAS VII A SMP NEGERI 1 WONOAYU SIDOARJO Oleh : Sopiyah IKIP Widya Darma Surabaya Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara pendidik dan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara pendidik dan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakikatnya adalah suatu proses pendewasaan peserta didik melalui suatu interaksi, proses dua arah antara pendidik dan peserta didik yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Demikian juga piranti pendidikan yang semakin canggih, oleh

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat. Demikian juga piranti pendidikan yang semakin canggih, oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan kebutuhan manusia sepanjang hidup dan selalu berubah lantaran mengikuti perkembangan zaman, teknologi, dan budaya masyarakat, karena dari masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, masyarakat dan pemerintah melalui bimbingan pengajaran dan latihan yang diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya untuk memiliki kecakapan spiritual keagamaan, kepribadian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usaha untuk meningkatkan mutu pendidikan di tanah air selalu dilakukan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menciptakan proses pembelajaran yang dapat mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses belajar pertama tersebut anak akan diberikan pengenalan tentang huruf.

BAB I PENDAHULUAN. proses belajar pertama tersebut anak akan diberikan pengenalan tentang huruf. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pendidikan merupakan dasar dalam membentuk seorang anak agar lebih dapat mengenal tentang pembelajaran yang dipelajarinya di sekolah. Pada proses belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak kalah pentingnya, termasuk di dalamnya belajar Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Belajar merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman agar memperoleh ilmu pengetahuan dalam rangka meningkatkan derajat kehidupan mereka. Belajar bukanlah suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17.

BAB I PENDAHULUAN. Cet VIII, 2001, hlm M. Arifin, M. Ed, Filsafat Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta, 1993, hlm. 17. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha pendidik untuk memimpin anak didik secara umum guna mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani maupun rohani. 1 Menurut konsep

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SMA Mata Pelajaran : Fisika Kelas / Semester : XI / Genap Alokasi Waktu : 2 x 45 menit A. KOMPETENSI INTI 1. Menghayati dan mengamalkan ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai problematika remaja yang terjadi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai problematika remaja yang terjadi saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai problematika remaja yang terjadi saat ini merupakan permasalahan yang perlu segera diselesaikan. Berbagai tayangan televisi yang saat ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kerangka Teoretis. 1. Pengertian Belajar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Belajar Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara etimologis belajar memiliki arti berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu. Menurut Sardiman belajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. belajar dengan mudah. Pembelajaran merujuk pada usaha siswa mempelajari

BAB II KAJIAN TEORI. belajar dengan mudah. Pembelajaran merujuk pada usaha siswa mempelajari 10 BAB II KAJIAN TEORI A. Metode Diskusi Pembelajaran adalah suatu interaksi antara komponen sistem pembelajaran 3. Upaya yang dilakukan guru dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat belajar dengan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang tersusun secara terbimbing. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Lebih lanjut strategi pembelajaran aktif merupakan salah satu strategi yang

BAB II KAJIAN TEORI. Lebih lanjut strategi pembelajaran aktif merupakan salah satu strategi yang BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Strategi Pembelajaran Aktif Strategi pembelajaran adalah suatu set materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan Mata Pelajaran Kelas Semester Kompetensi Inti : KI-1 KI-2 KI-3 KI-4 : Madrasah Aliyah : Akidah Akhlak : XI (Sebelas) Program IPA-IPS-Bahasa-Kejuruan : I (Ganjil)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak diperoleh begitu saja dalam waktu yang singkat, namun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dimana-mana. Kualitas pendidikan, di samping menjadi fokus kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dimana-mana. Kualitas pendidikan, di samping menjadi fokus kebijakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuntutan pemenuhan kualitas pendidikan menjadi fenomena yang hampir terjadi dimana-mana. Kualitas pendidikan, di samping menjadi fokus kebijakan pemerintah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada aspek metodologi pembelajaran. Guru masih bersifat normatif, teoritis dan

BAB I PENDAHULUAN. pada aspek metodologi pembelajaran. Guru masih bersifat normatif, teoritis dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu problematika dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam yaitu pada aspek metodologi pembelajaran. Guru masih bersifat normatif, teoritis dan kognitif,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis 1. Pembelajaran Problem Posing Salah satu alternatif pendekatan pembelajaran yang dapat meningkatkan aktifitas dan hasil belajar siswa adalah menggunakan pendekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm Ibid., hlm

BAB I PENDAHULUAN. 1 Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm Ibid., hlm BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis untuk memotivasi, membina, membantu, serta membimbing seseorang untuk mengembangkan segala potensinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembelajaran merupakan gaya mengajar yang menjadikan peserta didik

BAB I PENDAHULUAN. Istilah pembelajaran merupakan gaya mengajar yang menjadikan peserta didik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembelajaran merupakan salah satu istilah yang sangat populer dalam dunia pendidikan. Pembelajaran diartikan sebagai suatu proses kegiatan dalam rangka perencanaan,

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akselerasi ICT telah memungkinkan pemanfaatan berbagai jenis/macam media secara bersamaan dalam bentuk multimedia pembelajaran. Penggunaan multimedia interaktif

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Talking Stick Model pembelajaran mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Saat proses pembelajaran dikelas, kemampuan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108.

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah konsep Pembelajaran Berbasis Kecedasan, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hlm. 108. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsung hidup dan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat

BAB I PENDAHULUAN. melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat BAB I PENDAHULUAN A. KONTEKS PENELITIAN Pendidikan yang diberikan kepada anak sebagaimana yang dikonsepkan melalui metode pengajaran dalam pendidikan islam di dalamnya memuat sebuah metode yang disebut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari A. Metode Diskusi BAB II KAJIAN PUSTAKA Metode (method). Secara harafiah berarti cara. metode atau metodik berasal dari bahasa Yunani (metha), yang berarti melalui atau melewati. Secara umum metode atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kasus-kasus pembelajaran di kelas mata pelajaran Agama Islam lebih dekat dengan pembentukan perilaku daripada pengetahuan. Seorang muslim tidak dilihat dari ilmunya

Lebih terperinci