I. PENDAHULUAN Latar Belakang. kayunya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Anggota famili ini
|
|
- Siska Yuwono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Famili Dipterocarpaceae dikenal sebagai famili yang penting karena kayunya memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Anggota famili ini mendominasi sebagian dari kawasan hutan tropis di Asia Tenggara termasuk di Indonesia dan Malaysia. Persebaran Dipterocarpaceae meliputi Indonesia bagian Barat, Malaysia, Brunei, dan Filipina, kemudian menyebar kearah Timur hingga Irian Jaya dan Papua Nugini. Berdasarkan aspek ekologinya, Dipterocarpaceae merupakan unsur utama penyusun hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan rendah. Umumnya berupa pohon-pohon besar yang mendominasi struktur tajuk bagian atas karena sebagian besar diantaranya memiliki tinggi yang melebihi tinggi pohon yang lain (Newman dkk., 1999(c)). Whitmore dkk. (1990) melaporkan bahwa di Indonesia, Famili Dipterocarpaceae memiliki 253 spesies yang berasal dari 9 genera yaitu Anisoptera (8 spesies), Cotylelobium (3 spesies), Dipterocarpus (40 spesies), Dryobalanops (6 spesies), Hopea (48 spesies), Parashorea (7 spesies), Shorea (105 spesies), Upuna (1 spesies) dan Vatica (35 spesies). Ng (1991) menyebutkan bahwa Dipterocarpaceae ditinjau dari komposisi dan jumlah anggotanya merupakan suatu famili berukuran menengah, dengan 16 genera yang terdiri dari 510 spesies. Hampir seluruh genera mendominasi wilayah Asia Tenggara; 9 genera terdiri dari 155 spesies diantaranya terdapat di Malay Peninsula. Variasi komposisi jumlah spesies maupun genus yang sangat besar di berbagai daerah sebaran alami, menyebabkan ahli botani membangun klasifikasi 1
2 2 sesuai dengan kondisi sebaran spesies yang ditemukan di wilayah kajiannya. Meijer (1964) menyusun klasifikasi dengan obyek seluruh genus yang ditemukan di Sabah; sedangkan Kostermans (1978) membangun klasifikasi berdasarkan spesies dalam Famili Dipterocarpaceae yang tumbuh di Sri Lanka ditambah dengan 3 genera lain yang tumbuh di luar Asia. Di sisi lain, klasifikasi yang disusun Ashton sejak tahun 1964 dan terus menerus direvisi hingga tahun 1982 (Maury-Lechon dan Curtet, 1998) menonjolkan pendekatan taksonomi, sedangkan Maury-Lechon lebih mempertimbangkan keberadaan grup-grup di alam dan kecenderungannya secara filogenetik (Maury-Lechon dan Curtet, 1998). Seluruh ahli yang menyusun klasifikasi di atas juga memanfaatkan informasi yang diperoleh ahli-ahli lain dalam bidang yang berbeda, seperti anatomi kulit batang, anatomi kayu, sitologi, embriologi, maupun kemotaksonomi; serta mengacu pada seluruh koleksi herbarium yang tersebar di berbagai negara. Klasifikasi adalah penempatan tumbuhan atau suatu kelompok tumbuhan menggunakan kriteria atau kategori tertentu, yang disesuaikan dengan aturan sistem penamaan yang berlaku (Lawrence, 1964). Secara teoritis, suatu spesies akan diklasifikasikan menjadi anggota suatu genus, sedangkan genus merupakan takson di bawah famili, selanjutnya di atas famili terdapat takson ordo, dan demikian seterusnya. Oleh sebab itu, klasifikasi dalam bidang biologi diartikan sebagai sebuah proses pengelompokan organisme dan turunannya kedalam kelompok yang lebih besar (Radford dkk., 1974). Jauh sebelumnya, Sachs dalam Lawrence (1964) mengamati bahwa kebanyakan sistem klasifikasi yang dibangun selama berabad-abad sesungguhnya didasarkan pada teori pewarisan dan evolusi.
3 3 Dengan demikian, akan sangat mudah dimengerti jika dikatakan bahwa bentuk kehidupan yang ada sesungguhnya merupakan hasil dari proses evolusi. Oleh sebab itu, sistem klasifikasi yang dibuat saat itu mengacu pada klasifikasi tumbuhan dari tingkat sederhana menuju ke kompleks yakni mengenali sesuatu yang sederhana sebagai representasi dari kondisi tetua, dan mengenali turunannya sebagai makhluk yang lebih kompleks, sehingga sistem ini lebih mencerminkan pemapanan genetik dan hubungan dengan tetuanya. Beberapa karakter yang dimiliki individu merupakan karakter keturunan yang dapat menjadi faktor pembatas bagi individu tersebut untuk survive pada kondisi lingkungan dengan variasi yang besar (Maury-Lechon dan Curtet, 1998). Variasi individu yang besar, meskipun pada mulanya merupakan bentuk survival, akan mempengaruhi tingkat keanekaragaman tumbuhan di muka bumi secara keseluruhan. Ekspresi dari kondisi internal tumbuhan tersebut lazim disebut dengan gen. Susunan gen akan muncul dalam bentuk yang nyata sebagaimana yang terlihat secara kasat mata (Pearson, 2006). Gen yang dibawa oleh suatu individu akan muncul secara individual juga, sehingga tidak selamanya spesies (tumbuhan) yang sama akan memperlihatkan fenotip yang sama jika ditanam pada lokasi yang berbeda. Variasi fenotip pada setiap spesiespun seringkali memiliki rentang yang sangat besar, sehingga kadang tidak mudah untuk menentukan apakah dua individu atau lebih memiliki nama spesies yang sama atau berbeda. Perkembangan teknologi yang sangat pesat, membaca keterbatasan data morfologi sebagai satu-satunya alat untuk membaca keragaman genetik, sehingga
4 4 seiring dengan perkembangan jaman, telah berkembang teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk mengakses data internal dalam tubuh tanaman secara cepat dan akurat, yaitu penanda biokimia dan molekuler (DNA). Namun demikian, dalam prakteknya, akurasi pemanfaatan teknologi penanda biokimia dan molekuler ditentukan oleh kesempurnaan standar prosedur yang dipersyaratkan. Oleh sebab itu, apabila penggunaan teknologi lanjut tidak bisa dijalankan dengan sempurna, maka pilihan untuk tetap memanfaatkan metode taksonomi tradisional/konvensional adalah yang paling tepat. Stuessy (1990) dan Stuessy (1994) mengatakan bahwa sesungguhnya kondisi krusial dalam penggolongan adalah menyeleksi setiap karakter yang muncul pada organisme, memilahnya, dan kemudian menentukan karakter yang tepat untuk diperbandingkan guna membangun klasifikasi yang bermakna, apapun metodenya. Metode taksonomi konvensional telah dikenal bahkan sejak jaman prasejarah, diawali dengan cara yang amat sangat sederhana dengan menggolong-golongkan tumbuhan sesuai habitusnya, kemudian berkembang menjadi lebih spesifik yaitu penggolongan menurut fungsi tumbuhan yang ditemukan (Lawrence, 1964). Dunia pengetahuan yang terus berkembang menuju penyempurnaan sistem menyebabkan ilmu taksonomi juga berkembang sedemikian rupa hingga muncul metode taksonomi matematis/numeris. Goodman (1974) mengatakan bahwa metode taksonomi numeris diperkenalkan pertama kali oleh Sokal dan Sneath pada tahun Tujuan utama penggunaan metode taksonomi numeris adalah memberikan alternatif baru dalam ilmu sistematika sehingga hasilnya dapat menggambarkan hubungan kedekatan
5 5 atau kemiripan pada suatu obyek secara jelas, dapat diklarifikasi dan konsisten jika diulang (oleh orang lain). Metode taksonomi numeris memberikan cara yang lebih baik untuk mengenali obyek melalui kaidah statistika (Rasnovi, 2004). Selanjutnya dijelaskan bahwa pada metode ini, karakter yang dipakai harus memiliki bobot yang sama untuk menghindari bias karena subyektivitas. Karakter yang berulang-ulang harus dihindari, demikian pula dengan karakter yang memiliki variasi/rentang sifat besar/tinggi. Pemilihan karakter yang bermakna dan konsisten harus dilakukan agar karakter terpilih dapat diperbandingkan dengan bobot sama, sebelum dihitung similaritasnya. Teknik statistik ini didukung penggunaannya dan telah menjadi bagian dari alat yang dipakai oleh para ahli sistematik untuk memahami keanekaragaman (Lee, 2001; Stevens, 2000). Seluruh kajian dalam klasifikasi yang telah dibuat, sesungguhnya bersifat saling melengkapi karena masing-masing menggunakan tinjauan dari aspek yang agak berbeda. Tidak jarang pula kajian yang dilakukan memunculkan hasil yang berbeda sehingga menghasilkan usulan revisi status dalam taksonomi, atau bahkan monografi. Singh (2004) dan Judd, dkk. (2002) menjelaskan bahwa revisi adalah hasil akhir dari upaya peninjauan kembali suatu takson tertentu; sedangkan monografi adalah hasil karya yang komprehensif, yang menyajikan análisis maupun síntesis menyangkut seluruh informasi taksonomi atas takson yang ditinjau ulang. Revisi dan monografi dapat dibedakan dari luas cakupan dan kelengkapan data takson yang diteliti. Monografi meliputi deskripsi, ilustrasi dan kunci determinasi dari seluruh takson yang diteliti, sedangkan revisi seringkali
6 6 hanya dilakukan pada sebagian dari takson yang diteliti, bahkan kadang-kadang hanya pada daerah sebaran yang terbatas. Dalam penelitian ini, kajian lebih menekankan pada upaya peninjauan status seksi dalam Dipterocarpus yang ditulis dalam klasifikasi oleh Heim tahun 1982 (Lihat gambar 1.1.). Telah dibahas sebelumnya bahwa klasifikasi disusun dengan tujuan untuk menyederhanakan obyek studi, yang pada hakekatnya adalah mencari keseragaman dalam keanekaragaman. Seberapapun besarnya keanekaragaman yang diperlihatkan oleh suatu populasi, pasti dapat ditemukan adanya kesamaan karakter atau sifat tertentu di antaranya. Begitu halnya dengan Famili Dipterocarpaceae yang memiliki anggota sangat banyak. Beberapa ahli botani telah menyusun klasifikasi dengan cara mereka sendiri untuk mempermudah mendapatkan kesamaan dalam keanekaragamannya. Sebagaimana tabel perbandingan klasifikasi Famili Dipterocarpaceae di Asia yang ditulis oleh Maury-Lechon dan Curtet (1998), dengan menggabungkan klasifikasi oleh Heim, Symington, Meijer, Maury dan Ashton, tampak bahwa genus yang tidak mengalami perubahan dalam setiap susunan klasifikasi adalah Dipterocarpus dan Anisoptera, baik secara urutan dalam klasifikasi maupun tinjauan keanggotaannya. Kedua genera selalu dituliskan berdekatan yang mengindikasikan bahwa kedua genera tersebut memiliki tingkat kedekatan lebih tinggi dibandingkan dengan kedua genera tersebut ke genus yang lain. Selain itu, kedua genera dapat dianggap memiliki karakteristik yang stabil sehingga tinjauan keanggotaan dalam genus memiliki frekuensi yang minimal (Gambar 1.1.)
7 7 Heim 1892 Symington 1943 Meijer 1964 Maury 1978 Ashton Dipterocarpus Dipterocarpus Dipterocarpus Dipterocarpus Dipterocarpus Sphaerales, Angulati, Plicati, Alati, Tuberculati Anisoptera Anisoptera Anisoptera Anisoptera Anisoptera Pilosae, Glabrae Pilosae Pilosae Anisoptera, Anisoptera, Antherotriche Glabrae Glabrae Glabrae Glabrae Gambar 1.1. Tinjauan klasifikasi genera Dipterocarpus dan Anisoptera (Maury- Lechon dan Curtet, 1998) Anggota genus Dipterocarpus sangat dekat dengan anggota genus Anisoptera apabila ditinjau menurut karakteristik morfologinya. Kedua genus tersebut memiliki kesamaan bahwa bagian pangkal sepalanya membentuk tabung buah dan memiliki bentuk buah bulat dengan 2 sayap panjang. Hanya saja apabila perbedaan antara Dipterocarpus dan Anisoptera diamati lebih cermat, maka tabung buah pada Dipterocarpus tidak melekat pada buahnya, sedangkan tabung buah pada Anisoptera melekat pada buahnya sehingga ikut membentuk buah secara keseluruhan. Adanya kedekatan pada kedua genera tersebut menimbulkan pertanyaan: a) Seberapa besar karakter morfologi antara Dipterocarpus dan Anisoptera memiliki kedekatan?; 2) Apakah status seksi dalam Dipterocarpus memiliki nilai cukup kuat?; dan 3) Apabila diasumsikan bahwa seksi memiliki nilai status taksonomi yang relevan untuk dipertahankan, bagaimanakah kaitan antar seksi dalam Dipterocarpus dengan Anisoptera? Manakah diantaranya yang memiliki status lebih primitif?. Dipterocarpus spp. atau keruing adalah anggota Famili Dipterocarpaceae, yang telah dikenal oleh berbagai kalangan sebagai salah satu jenis tumbuhan yang memiliki kayu bernilai komersial tinggi. Secara umum, kayunya memiliki warna utama coklat merah yang bervariasi cukup lebar, mempunyai tekstur kasar namun
8 8 rata dengan arah serat yang lurus sehingga mudah diolah. Kayu keruing memiliki kandungan silika yang cukup tinggi, namun demikian kayunya mudah menyerap bahan pengawet yang membuat kelas awet kayu lebih tinggi, sehingga bagus digunakan sebagai kayu lapis, penggunaan yang lain adalah bahan bangunan, konstruksi, bantalan rel kereta api dan tiang transmisi. Kandungan damar fenol pada keruing (Newman dkk, 1999) sangat bervariasi menurut jenis/spesiesnya, sehingga disebutkan bahwa pada beberapa keruing yang paling berminyak tidak memiliki rasa namun bau damar tercium cukup keras pada semua jenis keruing saat pohon baru ditebang. Beberapa jenis di antaranya bahkan masih tetap memiliki bau damar yang kuat meskipun kayunya mengering. Selanjutnya dijelaskan bahwa batang keruing yang telah ditebang, umumnya meneteskan minyak terus menerus meskipun kayunya kering. Minyak keruing merupakan resin cair dengan nama ilmiah oleoresin (Boer dan Ella, 2001), atau sering disebut dengan nama lokal adalah balsam, damar minyak atau minyak lagan, sementara di India sering disebut dengan nama minyak goyam. Disebutkan bahwa di dunia, Dipterocarpus spp. terdiri dari 70 spesies, tersebar dari Srilanka, India, Burma, Thailand, Indo-china, Cina Selatan, Philipina, Malaysia dan lndonesia; namun dari jumlah tersebut hanya 20 spesies yang menghasilkan minyak keruing. Masyarakat di sekitar hutan tropis umumnya menggunakan minyak keruing untuk lampu penerangan menyerupai obor, dempul pada kapal kayu dan pelapis (semacam pernis) untuk meningkatkan ketahanan kayu terhadap air. Selain itu, minyak keruing digunakan pula sebagai pernis bangunan interior; sementara dalam dunia industri minyak keruing dimanfaatkan
9 9 sebagai bahan obat-obatan, di antaranya dis-infektan, laksatif, diuretik, stimulan ringan dan analgesic liniment (Yusliansyah, 2010). Tingginya permintaan minyak keruing dalam dunia industri mengakibatkan ancaman yang tinggi terhadap keberadaan pohon-pohon keruing liar yang masih tersisa di hutan. Ditambah dengan rendahnya kemampuan masyarakat terhadap pengenalan jenisnya, semakin memberikan dampak buruk terhadap keberadaan pohon keruing yang sebagian besar statusnya sudah dinyatakan langka menurut IUCN Redlist tahun Kepunahan akan dapat dicegah jika diupayakan penanaman dalam skala yang besar. Hal ini dapat diwujudkan apabila materi pembangunan tanaman keruing tersedia dalam kuantitas yang cukup dan dengan kualitas yang baik. Materi tanaman keruing akan dapat diperoleh dengan mudah apabila sumber pohon induknya dapat diketahui. Data eksplorasi Dipterocarpus/keruing dalam penelitian ini diharapkan akan dapat membantu tersedianya informasi yang cukup mengenai sumber pohon induk dari berbagai spesies Dipterocarpus Keaslian Penelitian Review status suatu spesies merupakan salah satu kegiatan yang terjadi terus menerus dalam bidang taksonomi. Temuan baru atau koreksi dari status yang sudah pernah ada menjadikan kegiatan revisi status taksonomi dimungkinkan terjadi setiap saat. Sebagaimana yang dilakukan oleh He dkk. (2014) terhadap marga Arachis, melalui tinjauan filogenetik berdasarkan sekuen
10 10 gennya. Revisi taksonomi juga dilakukan oleh Vieira dkk. (2012) dengan subyek Myrosma dari Famili Marantaceae. Demikian pula dengan Famili Dipterocarpaceae, pada awalnya kajian dilakukan melalui tinjauan morfologinya, hingga menghasilkan beberapa klasifikasi yang berbeda (Maury-Lechon dan Curtet, 1998). Tinjauan berdasarkan enzimatiknya (kimia) juga telah dilaksanakan, dan sebagian di antaranya menghasilkan dukungan bagi klasifikasi yang sudah ada. Melalui teknologi molekuler, Indrioko (2005) telah meneliti variasi kloroplast DNA di antara 58 spesies anggota Famili Dipterocarpaceae, sedangkan Gamage, dkk. (2003) telah meneliti 44 spesies anggota Dipterocarpaceae dengan cara dan tujuan yang sama/hampir sama. Penelitian lain yang dilakukan di Angola oleh Catarino dkk. (2013) telah berhasil merevisi Familia Dipterocarpaceae dengan menambahkan 3 spesies dan 1 sub-species baru. Perkembangan jaman yang diikuti dengan kemajuan teknologi, menyebabkan kegiatan taksonomi berjalan lebih cepat, namun demikian tidak menghentikan kajian yang dilakukan secara numerik atau konvensional. Perubahan susunan taksa dari tahun 1892 yang dilakukan oleh Heim hingga Ashton pada tahun 1982 (Maury-Lechon dan Curtet, 1998), tentunya dilakukan dengan dasar dan pertimbangan tertentu. Kecermatan kajian morfologi pada saat itu merupakan informasi yang sangat diandalkan untuk kepentingan tersebut. Menurut klasifikasi yang disusun oleh Heim (Maury-Lechon dan Curtet, 1998), genus Dipterocarpus dapat dibagi menjadi 5 seksi yaitu sphaerales, tuberculati, angulati, alati dan plicati. Sementara itu, genus Anisoptera yang
11 11 dibagi ke dalam 3 seksi oleh Heim yaitu pilosae, glabrae dan antherotriche ternyata oleh ahli botani lain hanya diakomodasi menjadi 2 seksi yaitu pilosae dan glabrae saja. Hilangnya seksi dalam Dipterocarpus dalam klasifikasi yanag dibangun setelah Heim menimbulkan tanda tanya cukup besar, mengingat seksi dalam Anisoptera tetap ada meskipun berubah jumlahnya. Penelitian ini berupaya untuk mengkaji penanda morfologi dalam genus Dipterocarpus, dalam upaya untuk membuktikan kepentingan seksi dalam klasifikasi. Apabila keberadaan seksi dalam Dipterocarpus dapat dibuktikan, maka penelitian ini akan merekomendasikan revisi klasifikasi untuk Famili Dipterocarpaceae. Penelitian ini juga akan berupaya untuk mengetahui arah evolusi antar seksi dalam genus Dipterocarpus, dengan bantuan Anisoptera sebagai outgroup. Anisoptera dipilih sebagai outgroup dengan pertimbangan struktur buahnya menyerupai salah satu seksi dalam Dipterocarpus. Seksi dalam Anisoptera tidak diperhitungkan karena perbedaan kedua seksi tidak terekspresikan pada buahnya. Untuk selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menjadi informasi yang dapat bernilai untuk mendukung ilmu dasar, khususnya berkait dengan taksonomi dan bidang ilmu lain yang menggunakan Dipterocarpaceae sebagai obyeknya Tujuan Penelitian Peninjauan klasifikasi secara berkala terus dilakukan guna mendapatkan klasifikasi yang mendekati kesempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu. Penelitian ini merupakan salah satu upaya peninjauan klasifikasi yang disusun
12 12 oleh Heim (Maury-Lechon dan Curtet, 1998), khususnya pada genus Dipterocarpus dengan bantuan Anisoptera. Bentuk dan struktur buah yang memiliki banyak kesamaan (Lihat Gambar 1.2.) memunculkan pertanyaan, sampai seberapa dekat hubungan diantara genera tersebut? Gambar 1.2. Anisoptera sp. (kiri) dan Dipterocarpus sp. (kanan) (Gambar: Paijo Inorontoko) Pada sisi yang lain, masyarakat di seluruh dunia menyadari bahwa Dipterocarpus dan Anisoptera merupakan anggota Dipterocarpaceae yang dikenal memiliki nilai komersial tinggi, tidak hanya karena produk kayunya, tetapi juga hasil non kayunya seperti minyak dan damar. Dengan melihat kenyataaan bahwa kondisi hutan di Indonesia sudah sedemikian parah kerusakannya, apakah masih mungkin dapat ditemukan pohon-pohon dari Famili Dipterocarpaceae ini? Dengan mengacu pada permasalahan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui sebaran Dipterocarpus dan Anisoptera di Indonesia
13 13 2. Mengetahui karakter penanda morfologi pada genus Dipterocarpus yang berpengaruh pada seksi melalui kajian taksonomi matematis/numerik dan meninjau status taksonominya. 3. Mengetahui evolusi seksi dalam Dipterocarpus melalui struktur buahnya.
BAB I PENDAHULUAN. tubuh, warna serta ciri lainnya yang tampak dari luar. Seiring dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan memiliki tingkat keanekaragaman yang tinggi, keanekaragaman tersebut ditunjukkan dengan adanya variasi bentuk, susunan tubuh, warna serta ciri lainnya yang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan hutan hujan tropis dengan keanekaragaman spesies tumbuhan yang sangat tinggi dan formasi hutan yang beragam. Dipterocarpaceae
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Inventarisasi Hutan Menurut Dephut (1970), inventarisasi hutan adalah pengumpulan dan penyusunan data mengenai hutan dalam rangka pemanfaatan hutan bagi masyarakat secara lestari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Euphorbiaceae merupakan salah satu famili tumbuhan yang terdistribusi secara luas. Selain memiliki peran yang sangat penting dalam bidang ekologi, Euphorbiaceae pun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandalkan hidupnya dan bermata pencaharian dari hutan (Pratiwi, 2010 :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memegang peranan penting dalam kehidupan. Hutan memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara tropis yang kaya dengan flora dan fauna. Banyak jenis tumbuhan merupakan sumber plasma nutfah yang tidak ternilai (Melliawati, dkk.
Lebih terperinciPENGELOMPOKAN KERUING (Dipterocarpus spp.) DI INDONESIA MENURUT KARAKTER BUAH
PENGELOMPOKAN KERUING (Dipterocarpus spp.) DI INDONESIA MENURUT KARAKTER BUAH DWI TYANINGSIH ADRIYANTI 1*, SOEKOTJO 1, MOCHAMMAD NA IEM 1, & ANTO RIMBAWANTO 2 1 Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan,
Lebih terperinciPENGANTAR ILMU TAKSONOMI
PENGANTAR ILMU TAKSONOMI Kepentingan dan keeratan hubungan penamaan terhadap pengelompokkan sangat besar sekali Dengan penamaan maka pengacuan atau penyebutan sesuatu obyek dapat dengan mudah dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang kemudian menyebar dan dibudidayakan di seluruh dunia. Jumlah spesies
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Genus Mangifera diketahui berasal dari daerah tropis disekitar Asia yang kemudian menyebar dan dibudidayakan di seluruh dunia. Jumlah spesies Mangifera terbesar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. sebagai satu dari empat jenis buah yang ditetapkan sebagai komoditas prioritas
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jeruk (Citrus spp.) merupakan buah tropika yang memiliki peran penting sebagai komoditas yang berpotensi besar untuk dikembangkan dalam rangka menunjang ketahanan pangan.
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan sumber daya alam tersebut salah satunya adalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. dengan megabiodiversity terbesar kedua. Tingginya tingkat keanekaragaman
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis dengan kekayaan sumber daya genetik (plasma nutfah) yang sangat besar. Oleh karena itu Indonesia termasuk negara dengan megabiodiversity terbesar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mahal di pasar internasional US$ 640/m 3 untuk kayu papan jati Jawa tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Volume Pohon Secara alami, volume kayu dapat dibedakan menurut berbagai macam klasifikasi sortimen. Beberapa jenis volume kayu yang paling lazim dipakai sebagai dasar penaksiran,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. termasuk ekosistem terkaya di dunia sehubungan dengan keanekaan hidupan
PENDAHULUAN Latar Belakang Sebagian besar hutan yang ada di Indonesia adalah hutan hujan tropis, yang tidak saja mengandung kekayaan hayati flora yang beranekaragam, tetapi juga termasuk ekosistem terkaya
Lebih terperinciEVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN
EVALUASI KETAHANAN HIDUP TANAMAN UJI SPESIES DAN KONSERVASI EK-SITU DIPTEROCARPACEAE DI RPH CARITA BANTEN Evaluation of Survival Plantation Try Species of Dipterocarpaceae in Carita Forest Resort Banten
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. maupun luar negeri. Hingga saat ini jati masih menjadi komoditas mewah
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jati (Tectona grandis Linn. f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan diminati oleh banyak orang, baik dalam maupun luar negeri.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebun Raya Bogor (KRB) memiliki keterikatan sejarah yang kuat dalam pelestarian tumbuhan obat. Pendiri KRB yaitu Prof. Caspar George Carl Reinwardt merintis kebun ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Citrus merupakan genus dari famili Rutaceae dimana pada famili ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Citrus merupakan genus dari famili Rutaceae dimana pada famili ini sebagian besar merupakan tanaman yang berkayu dan berduri. Famili ini memiliki 150 genus dan 1500
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanaman kawista (Limonia acidissima L.) di Indonesia salah satunya
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman kawista (Limonia acidissima L.) di Indonesia salah satunya ditemukan di Pulau Sumbawa di daerah Bima dan Dompu. Hal ini diduga dengan seringnya orang-orang
Lebih terperinciPrinsip Dasar Klasifikasi
KLASIFIKASI Prinsip Dasar Klasifikasi Fakta menunjukkan bahwa adanya makhluk hidup di dunia ini sangat banyak dan sangat beraneka ragam. Untuk mengenali dan mempelajari makhluk hidup yang banyak dan beranekaragam
Lebih terperinciA. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup
A. JUDUL Keanekaragaman dan Klasifikasi Makhluk Hidup B. TUJUAN PRAKTIKUM 1. Menginventarisasi karakter morfologi individu-individu penyusun populasi 2. Melakukan observasi ataupun pengukuran terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Secara umum kerabat durian (Durio spp.) merupakan tanaman buah yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Indonesia. Jangkauan pasarnya sangat luas dan beragam mulai dari pasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tropis. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki posisi geografi yang sangat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara mega biodiversitas (Retnoningsih, 2003) yang mana memiliki kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam hayati tertinggi di dunia,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lichenes yang lazim dikenal dengan nama lumut kerak merupakan jenis tumbuhan yang belum banyak diketahui oleh sebagian orang. Dan sesungguhnya berbeda dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan Afrika (Adrianto dkk,2011). Suhartini (2009) menyebutkan. sebanyak jenis yang hidup secara alami (Astirin,2000).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati di bumi ini sangat beragam jenisnya. Indonesia sendiri yang merupakan negara tropis yang tercatat sebagai negara kaya akan keanekaragaman hayati,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (MacKinnon, 1997). Hakim (2010) menyebutkan, hutan tropis Pulau Kalimantan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pulau Kalimantan merupakan pulau terbesar ketiga di dunia dan menjadi salah satu pulau yang memiliki keragaman biologi dan ekosistem yang tinggi (MacKinnon, 1997). Hakim
Lebih terperinciPENDAHULUAN. tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Keadaan ini dapat dijadikan modal Indonesia dalam menanggapi persaingan global yang semakin
Lebih terperinci1. Hubungan Taksonomi dengan Ilmu Pengetahuan Lainnya
1. Pengertian Taksonomi, Sistematik, dan Klasifikasi Taksonomi adalah ilmu yang mempelajari identifikasi, tata nama, dan klasifikasi, yang biasanya terbatas pada objek biologi, bila terbatas pada tumbuhan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega biodiversitas karena memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi di dunia. Keanekaragaman
Lebih terperinciPENDAHULUAN PEMBAHASAN
PENDAHULUAN Taksonomi tanaman memaminkan peranan penting dalam konservasi keanekaragaman hayati, karena itu memerlukan karakterisasi yang tepat untuk distribusi serta lokalisasi daerah pada spesies dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melimpah dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan sumber daya alam. tersebut salah satunya adalah keanekaragaman tumbuhan yang tinggi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan sumber daya alam tersebut salah satunya adalah keanekaragaman
Lebih terperinciDampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati
Dampak Kegiatan Manusia terhadap Keanekaragaman Hayati Pada dasarnya tidak ada makhluk hidup yang persis sama di bumi ini. Adanya perbedaan di antara organisme inilah yang menimbulkan keanekaragaman. Makhluk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di khatulistiwa dengan posisi geografis antara 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0 BT-141 0 BT, diantara benua Asia dan Australia. Posisi geografis tersebut menjadikan
Lebih terperinciUNIVERSITAS PADJADJARAN
BIOLOGI DASAR Bab 1 PENDAHULUAN TIM DOSEN BIOLOGI DASAR JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN 1 Definisi biologi Biologi (bios hidup + logos ilmu): ilmu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Syzygium merupakan marga dari suku Myrtaceae (jambu-jambuan) yang memiliki jumlah spesies yang sangat banyak. Tercatat kurang lebih 1200 spesies Syzygium yang tumbuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pisang (Musa spp.) merupakan tanaman monokotil berupa herba yang tersebar di wilayah tropis dan subtropis. Dalam skala internasional, pisang menduduki posisi
Lebih terperinciPENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu
PENGETAHUAN DASAR TENTANG KAYU Materi perkuliahan KRIYA KAYU Drs. Yadi Rukmayadi, M.Pd. PENGENALAN JENIS KAYU Manfaat Pengenalan Jenis Kayu Kegiatan penentuan jenis kayu (identifikasi jenis kayu) merupakan
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun
II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan
Lebih terperinciD I K T A T TAKSONOMI TUMBUHAN NON VASKULER DISUSUN OLEH
D I K T A T TAKSONOMI TUMBUHAN NON VASKULER DISUSUN OLEH Dr. Dra. Meitini W.Proborini, M.Sc.St. Dra. Ni Made Gari, M.Sc. Dra. Yunita Hardini, M.Si. LABORATORIUM TAKSONOMI TUMBUHAN PROGRAM STUDI BIOLOGI
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tinggi yang tersebar di ekosistem hutan dataran rendah Dipterocarpaceae sampai hutan
TINJAUAN PUSTAKA Taman Nasional Gunung Leuser Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) ditetapkan sebagai kawasan strategis karena kawasan penyangga ini memiliki peranan yang sangat besar dalam melindungi dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang ( Musa spp.) 2.2. Tanaman Pisang ( Musa spp.)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Tanaman Pisang (Musa spp.) Indonesia pisang merupakan tanaman yang sangat penting karena mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Pisang adalah tanaman herba yang berasal
Lebih terperinciSINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO
SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO PERMASALAHAN HUTAN ALAM TERFRAGMENTASI HUTAN PRIMER LOA (KONDISI BAIK, SEDANG) LOA RUSAK PENERAPANTEKNOLOGI PENGELOLAAN
Lebih terperinciPENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA
PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA 4 Pengantar Jenis-jenis rayap (Ordo Isoptera) merupakan satu golongan serangga yang paling banyak menyebabkan kerusakan pada kayu yang digunakan
Lebih terperinciIndonesia: Mega Biodiversity Country
ONRIZAL Departemen Kehutanan Universitas Sumatera Utara Indonesia: Mega Biodiversity Country Diperkirakan 38.000 spesies tumbuhan (55% endemik) Memiliki 10% tumbuhan berbunga yang ada di dunia 12% binatang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekuator, memiliki iklim tropis dan curah hujan yang tinggi mendukung berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang sangat kaya akan sumber daya alam, baik sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jati (Tectona grandis L.f) tumbuh secara alami di seluruh Asia Tenggara dan merupakan salah satu jenis kayu keras tropis yang paling berharga di pasar internasional.
Lebih terperinciMENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING
MENGENAL ORSINA SEBAGAI VARIETAS BARU TANAMAN KUMIS KUCING Agung Mahardhika, SP ( PBT Ahli Pertama ) Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan I. Pendahuluan Kumis kucing (Orthosiphon aristatus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selebihnya tumbuh di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan pulau
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek (bahasa Latin: Orchidaceae) merupakan kelompok tanaman yang memiliki keanekaragaman cukup besar. Tanaman anggrek meliputi 25.000 30.000 spesies dan merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari pemanfaatan yang tidak banyak mempengaruhi kondisi ekosistem hutan sampai kepada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan semakin banyak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia seiring dengan perkembangan zaman. Pemanfaatan hutan biasanya sangat bervariasi, mulai dari
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. 6. Warna buah Buah masak fisiologis berwarna kuning (Sumber : diolah dari berbagai sumber dalam Halawane et al.
4 II. TELAAH PUSTAKA Jabon (Neolamarckia sp.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim muson tropika seperti Indonesia, Malaysia, Vietnam dan Filipina. Jabon juga ditemukan tumbuh di Sri Lanka,
Lebih terperinciADAPTASI DAN EVOLUSI. Oleh : Aisyah Wardani
ADAPTASI DAN EVOLUSI Oleh : Aisyah Wardani EKOLOGI? EKOLOGI Ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya (jembatan ilmu alam dengan ilmu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan suatu sistem terpadu yang saling terkait dalam berbagai kondisi fisik, kimia serta proses biologi yang secara nyata dipengaruhi oleh faktor lingkungan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Rotan adalah salah satu jenis tumbuhan berbiji tunggal (monokotil) yang memiliki peranan ekonomi yang sangat penting (FAO 1997). Sampai saat ini rotan telah dimanfaatkan sebagai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan
Lebih terperinciAsrianny, Arghatama Djuan. Laboratorium Konservasi Biologi dan Ekowisata Unhas. Abstrak
Pola Penyebaran dan Struktur Populasi Eboni (Diospyros celebica Bakh.) di Hutan Pendidikan Universitas Hasanuddin, Kabupaten Maros Propinsi Sulawesi Selatan Asrianny, Arghatama Djuan Laboratorium Konservasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Tanaman bawang merah diklasifikasikan sebagai berikut, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae, ordo liliales,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Morfologi Dan Hubunagn Filogenetik Sepuluh Kultivar Nanas (Ananas comosus (L.) Merr) Di Kabupaten Subang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan beragam buah buahan. Iklim tropis di Indonesia merupakan keuntungan alamiah, sehingga dapat dijadikan sebagai negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan yang terdiri dari tujuh belas ribu pulau. Pulau yang satu dengan lainnya dipisahkan
Lebih terperinciSMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3
SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.3 1. Tempat perlindungan Orang utan yang dilindungi oleh pemerintah banyak terdapat didaerah Tanjung
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara lokal yang menyebabkan terbentuknya ruangan-ruangan dan lorong-lorong
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Sumatera Barat banyak ditemukan kawasan berkapur (karst) dengan sejumlah goa. Goa-goa yang telah teridentifikasi di Sumatera Barat terdapat 114 buah goa (UKSDA, 1999
Lebih terperinciHERBARIUM. Purwanti widhy H 2012
HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Keragaman Vegetasi Mangrove Dari hasil pengamatan yang dilakukan pada 20 plot yang masing-masing petak ukur 5x5 m, 10x10 m dan 20x20 m diketahui bahwa vegetasi mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki mega biodiversity setelah Brazil dan Madagaskar. Keanekaragaman sumber daya hayati Indonesia termasuk dalam golongan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu adalah suatu material yang merupakan produk hasil metabolisme organisme hidup yaitu tumbuhan (Praptoyo, 2010). Kayu termasuk salah satu hasil sumber daya alam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. benua Asia hingga mencapai benua Eropa melalui Jalur Sutera. Para ilmuwan mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sutera ditemukan di Cina sekitar 2700 sebelum Masehi dan teknologi budidayanya masih sangat dirahasiakan pada masa itu. Perkembangan dan persebarannya dimulai dari benua
Lebih terperinciCover Page. The handle http://hdl.handle.net/1887/20260 holds various files of this Leiden University dissertation.
Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/20260 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Becking, Leontine Elisabeth Title: Marine lakes of Indonesia Date: 2012-12-04
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) Nama Elaeis guineensis diberikan oleh Jacquin pada tahun 1763
16 TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa sawit Adapun taksonomi tanaman kelapa sawit menurut Syakir et al. (2010) adalah sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Ordo Famili Sub famili Genus Spesies : Plantae
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Inventarisasi Hutan Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik areal tanah tempat tumbuhnya.
Lebih terperinciSMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 12. KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUPLatihan Soal 12.2
1. Klasifikasi makhluk hidup dapat didasarkan pada... SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 12. KLASIFIKASI MAKHLUK HIDUPLatihan Soal 12.2 Warna kulit, bentuk tubuh, ukuran tubuh Warna rambut, warna kulit, cacat tubuh
Lebih terperinciPerhitungan Tingkat Kekerabatan Ordo Lepidoptera (Kupu Kupu) di Tahura Bromo Karanganyar Menggunakan Indeks Kesamaan Sorensen dan Dendogram
SP-011-00 Proceeding Biology Education Conference (ISSN: 5-57), Vol 1(1) 016: 5-60 Perhitungan Tingkat Kekerabatan Ordo Lepidoptera (Kupu Kupu) di Tahura Bromo Karanganyar Menggunakan Indeks Kesamaan Sorensen
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa),
1 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Sejarah Perkembangan Itik Itik atau yang lebih dikenal dimasyarakat disebut bebek (bahasa jawa), golongan terdahulunya merupakan itik liar bernama Mallard (Anas plathytynchos)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman flora
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang mempunyai keanekaragaman flora yang tinggi, berbagai macam tanaman terdapat di Indonesia. Salah satunya adalah tanaman pisang,
Lebih terperinciJenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan
Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Jenis-jenis kayu untuk konstruksi di proyek- Pada kesempatan ini saya akan berbagi informasi tentang Jenis-jenis kayu untuk konstruksi Bangunan Kayu adalah material
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Maesaroh, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aeromonas hydrophila merupakan bakteri gram negatif berbentuk batang yang tersebar luas di lingkungan, terutama di air tawar dan memiliki sifat patogen pada
Lebih terperinciTAMBAHAN PUSTAKA. Distribution between terestrial and epiphyte orchid.
TAMBAHAN PUSTAKA Distribution between terestrial and epiphyte orchid. Menurut Steeward (2000), distribusi antara anggrek terestrial dan epifit dipengaruhi oleh ada atau tidaknya vegetasi lain dan juga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Singkat Hutan Hujan Tropis Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ageratum conyzoides L. yang dikenal dengan nama daerah babadotan di Indonesia, merupakan salah satu tumbuhan herba yang banyak mendapat perhatian oleh para peneliti
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
14 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan dikenal sebagai salah satu Megabiodiversity Country. Pulau Sumatera salah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. bagi makhluk hidup. Keanekaragaman hayati dengan pengertian seperti itu
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu lingkup pengelolaan lingkungan hidup adalah keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati merupakan suatu fenomena alam mengenai keberagaman makhluk hidup,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. dikelompokkan sebagai tanaman berkayu. Bambu tersebar di beberapa belahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bambu merupakan anggota dari famili Graminae, subfamili Bambuscideae dan suku Bambuseae. Bambu memiliki sifat seperti pohon dan dapat dikelompokkan sebagai tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Fauna (CITES), P. pruatjan masuk ke dalam daftar Appendix I yang dinyatakan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pimpinella pruatjan Molkenb. (Apiaceae) atau yang dikenal dengan nama purwoceng. P. pruatjan sebagai tanaman herba komersial berkhasiat obat yaitu sebagai afrodisiak, diuretik
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan (Soerianegara
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam untuk
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Taman Hutan Raya (Tahura) adalah hutan yang ditetapkan pemerintah dengan fungsi pokok sebagai hutan konservasi yaitu kawasan pelestarian alam
Lebih terperinciberdasarkan kriteria Gleason dengan LD mg kg BB -1 dan tidak ditemukan gejala klinis ketoksikan yang nyata pada mencit sebagai hewan
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi yang tersebar di berbagai tipe habitat. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30 ribu tumbuhan jauh melebihi
Lebih terperinciEksplorasi dan Karakterisasi Keanekaragaman Plasma Nutfah Mangga (Mangifera) di Sumatera Tengah
Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Eksplorasi dan Karakterisasi Keanekaragaman Plasma Nutfah Mangga (Mangifera) di Sumatera Tengah Fitmawati, Anggi Suwita, Nery Sofiyanti, Herman Jurusan
Lebih terperinciPEMBAHASAN UMUM. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
79 PEMBAHASAN UMUM Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kuda di Sulawesi Utara telah dikenal sejak lama dimana pemanfatan ternak ini hampir dapat dijumpai di seluruh daerah sebagai ternak tunggangan, menarik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kamboja (Plumeria sp.)
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kamboja (Plumeria sp.) Tanaman kamboja (Plumeria sp.) merupakan salah satu contoh dari famili Apocynaceae. Kamboja diketahui merupakan tumbuhan yang berasal dari Amerika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sulit untuk dihindari dan mulai dapat dirasakan dampaknya terhadap kehidupan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Iklim merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap persebaran vegetasi di suatu wilayah. Perubahan iklim yang terjadi saat ini sudah sulit untuk dihindari
Lebih terperinci