TINJAUAN PUSTAKA. Sub Filum :Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes, Famili: Phasianidae,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Sub Filum :Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes, Famili: Phasianidae,"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Secara zoologis klasifikasi ayam kampung adalah Filum : Chordata, Sub Filum :Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes, Famili: Phasianidae, Genus: Gallus-gallus, Species: Gallus-gallus domesticus. Ayam kampung adalah ayam yang jinak yang telah terbiasa hidup di tengah-tengah masyarakat yang padat penduduknya. Daya adaptasinya tinggi karena ayam ini mampu menyesuaikan diri dengan berbagai situasi lingkungan dan iklim yang ada (Sarwono, 1997). Menurut Murtidjo (1994) di Indonesia ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak yang telah tersebar luas di seluruh pelosok nusantara dan mempunyai peranan besar dalam mendukung perekonomian pedesaan. Jika dibandingkan dengan ternak lain ayam kampung memiliki kelebihan karena mempunyai kecepatan adaptasi terhadap lingkungan dan daya tahan terhadap penyakit juga relatif tinggi. Hampir semua ayam kampung yang terdapat di Indonesia memiliki bentuk badan yang kompak dan baik sekali susunan otot-ototnya. Bentuk jari kakinya begitu panjang, tetapi kuat dan ramping, kukunya tajam, tinggi paha dan betisnya sedang tetapi kokoh. Semakin pesatnya perkembangan usaha ternak ayam ras sama sekali tidak menurunkan pamor produk ayam kampung di mata masyarakat sebagai konsumen (Rasyaf, 1992). Ransum Ayam Kampung Ransum adalah makanan yang terdiri dari satu atau lebih bahan makanan yang diberikan kepada ayam untuk kebutuhan sehari semalam. Suatu ransum

2 dikatakan berkualitas apabila ransum ini mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh ayam. Untuk kelompok ayam yang umurnya tertentu diternakkan dengan tujuan tertentu akan membutuhkan ransum yang berbeda kandungan gizinya dengan ransum yang dibutuhkan pada sekelompok umur yang lain dengan tujuan yang lain pula (Aisyah dan Rahmat, 1989). Ransum dimakan oleh ayam dalam bentuk tepung lengkap, butiran pecah dan dikunyah di dalam tubuhnya dan diubah dengan enzim-enzim pencernaan menjadi unsur gizi yang dibutuhkannya yaitu protein dan asam-asam amino, energi, vitamin dan mineral. Unsur-unsur gizi itulah yang kelak akan digunakan oleh ayam untuk kehidupan pokoknya dan untuk produksi. Oleh karena itu jelas bahwa baik atau buruknya produksinya sangat bergantung pada ransum yang dimakan ayam tersebut (Rasyaf, 1991). Kebutuhan gizi ayam kampung dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kebutuhan Gizi Ayam Kampung Minggu keatas Energi (%) Protein (%) Kalsium (%) 0,9 1,00 3,4 Phospor (%) 0,45 0,45 0,34 Methionin (%) 0,37 0,21 0,22-0,30 Lisin(%) 0,87 0,45 0,68 Sumber : Nawawi dan Norrohmah (1997) Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum serta faktor-faktor lainnya seperti umur, palatabilitas, aktivitas ternak, tingkat produksi dan pengelolaannya. Konsumsi ternak ayam kampung dapat dilihat dari Tabel 2 berikut ini.

3 Tabel 2. Kebutuhan Pakan Ayam Kampung Pedaging Umur (Minggu) Konsumsi (g/ekor/hari) Berat Badan (g) Sumber a. Sudaryani dan Santosa (1995) b. Murtidjo (1994) Protein berguna untuk membentuk jaringan tubuh, memperbaiki jaringan yang rusak untuk keperluan berproduksi dan kelebihannya akan dibuah menjadi energi (Aisyah dan Rahmat, 1989). Menurut Nawawi dan Nurromah (1997) ayam kampung umur 0-4 minggu atau fase starter membutuhkan protein sekitar %, umur 4-8 minggu atau fase grower I membutuhkan protein sekitar %, umur 8-12 minggu atau fase grower II membutuhkan protein sekitar %, umur minggu membutuhkan protein sekitar % dan umur minggu membutuhkan protein sekitar %. Saluran Pencernaan Ayam Pada ayam kemampuan adaptasi saluran pencernaan berdasarkan atas fungsi fisiologis tergantung pada pasokan nutrisi yang diberikan pada periode perkembangan awal setelah menetas. Menurut Zhou et al. (1990), status nutrisi dan pola pemberian ransum dapat memodifikasi fungsi saluran pencernaan. Ayam tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam kloaka dan dikeluarkan bersama sama feses. Warna putih yang terdapat

4 dalam ekskreta ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mamalia kebanyakan adalah urea. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan cepat (lebih kurang empat jam) (Anggorodi, 1985). Kapasitas saluran pencernaan pada ayam periode awal dalam memanfaatkan nutrisi (asam amino dan gula) telah dilaporkan oleh Rovira et al. (1994). Pemberian protein atau asam amino dalam jumlah banyak dapat meningkatkan daya serap usus atau berakibat sebaliknya dengan pembatasan ransum. Kemampuan usus dalam memanfaatkan nutrisi ditentukan oleh perkembangan saluran percernaan secara fisiologis yang dilihat dari segi aktivitas enzim. Meskipun aktivitas enzim pencernaan pada umumnya dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain : Genetis, komposisi ransum dan intake (Nitsan et al., 1991). Intake lebih berpengaruh terhadap produksi dan aktivitas enzim pencernaan. Pencernaan adalah penguraian makanan ke dalam zat - zat makanan dalam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh (Anggorodi, 1985). Ayam merupakan ternak non ruminansia yang artinya ternak yang mempunyai lambung sederhana atau monogastrik. Pada umumnya bagian - bagian penting dari alat penceernaan adalah mulut, farinks, esofagus, lambung, usus halus dan usus besar. Makanan yang bergerak dari mulut sepanjang saluran pencernaan oleh gerakan peristaltik yang disebabkan karena adanya kontraksi otot di sekeliling saluran (Tillman et al., 1991).

5 Seperti kita ketahui bahwa ayam tidak mempunyai gigi geligi untuk mengunyah ransum sebagaimana ternak lainnya, namun punya paruh yang dapat melumatkan makanan. Oleh karena itu, daya cerna ayam terhadap ransumnya lebih rendah 10% dari pada ternak lain (Kartadisastra, 1994). Pencernaan secara mekanik tidak terjadi di dalam mulut melainkan di gizzard (empedal) dengan menggunakan batu - batu kecil atau grid yang sengaja dimakan, lalu masuk ke dalam usus halus. Disini terjadi proses penyerapan pencernaan dengan menggunakan enzim - enzim pencernaan yang disekresikan oleh usus halus seperti cairan duodenum, empedu, pankreas dan usus. Di dalam usus besar terjadi proses pencernaan yang dilakukan oleh jasad renik yang berfungsi sebagai penghancur protein yang tidak dapat diserap oleh usus halus (proteolitik) (Tillman et al., 1991). Didalam empedal bahan - bahan makanan mendapat proses pencernaan secara mekanis. Partikel - partikel yang besar secara mekanik akan diperkecil dengan tujuan memudahkan proses pencernaan enzimatis di dalam saluran pencernaan berikutnya. Untuk memudahkan proses pencernaan mekanis maupun enzimatis dalam mempersiapkan pakan banyak dilakukan dengan menggiling bahan - bahan pakan tersebut (Parakkasi, 1985). Pencernaan Ransum Daya cerna juga merupakan presentasi nutrien yang diserap dalam saluran pencernaan yang hasilnya akan diketahui dengan melihat selisih antara jumlah nutrisi yang dimakan dan jumlah nutrien yang dikeluarkan dalam feses. Nutrisi yang tidak terdapat dalam feses inilah yang diansumsikan sebagai nilai yang dicerna dan diserap. Anggorodi (1979) menyatakan bahwa pengukuran kecernaan

6 atau nilai cerna suatu ransum adalah usaha menentukan jumlah nutrisi dari suatu ransum yang didegradasi dan diserp dalam saluran pencernaan. Penentuan kecernaan/daya cerna dari suatu ransum dapat diketahui dimana harus dipahami terlebih dahulu dua hal penting yaitu : jumlah nutrien yang terdapat dalam ransum dan jumlah nutrien yang dapat dicerna da dapat diketahui bila ransum telah mengalami proses pencernaan (Tilman et al., 1991). Tepung Ikan Tepung ikan merupakan salah satu bahan baku sumber protein hewani dan mineral yang dibutuhkan dalam komposisi makanan ternak. Tepung ikan adalah produk berkadar air rendah yang diperoleh dari penggilingan ikan. Kandungan proteinnya relatif tinggi tersusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks (methionin dan lysin) dan mineral (Ca dan P,serta vitamin B12). Bahan yang digunakan yaitu ikan, dan biasanya berbagai jenis ikan laut dapat diolah menjadi tepung ikan, akan tetapi yang paling ekonomis adalah ikan-ikan kecil (rucah) yang kurang disukai untuk dikonsumsi dan harganya relatif murah (Boniran, 1999). Tepung ikan merupakan bahan makanan ternak yang berkadar protein tinggi, mudah dicerna dan kaya akan asam amino essensial terutama lisin dan metionin sehingga dapat digunakan sebagai penutup kekurangan yang terdapat pada bii-bijian. Disamping itu tepung ikan kaya akan vitamin B, mineral dan kandungan lemak yang cukup juga merupakan sumbangan dalam memenuhi kebutuhan ternak akan energi (metabolis) dan juga vitamin yang larut dalam lemak yaitu vitamin A dan D (Sarwono, 1997).

7 Adapun penggunaan tepung ikan ini terdiri dari berbagai jenis yang beredar di pasaran. Tepung ikan yang beredar dipasaran disebut sebagai tepung ikan pabrik (komersil) yang telah mengalami pengolahan dan pencampuran dengan bahan lain. Namun ternyata tepung ikan tidak hanya bisa didapat dari pabrik, tepung ikan juga dapat diproduksi sendiri yang murni berasal dari limbahlimbah ikan (sempengan) yang tidak dipergunakan oleh manusia lagi dan bahkan kandungan proteinnya sendiri masih utuh dibanding tepung ikan produksi parbrik (Sunarya, 1998). Kandungan nutrisi tepung ikan tertera pada tabel 3 berikut : Tabel. 3 Kandungan nutrisi tepung ikan Uraian Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%) Energi Metabolisme (kkal/kg) Sumber : NRC (1994). Kandungan Nutrisi 526 a 22 a 48 b 665 b 359 b 2810 b Teknologi Pengolahan Tepung Ikan Tepung ikan adalah suatu produk padat yang diperoleh dengan mengeluarkan sebagian air atau seluruh lemak dari ikan atau limbah (Martosubroto, 1985). Pengolahan tepung ikan pada prinsipnya adalah perubahan bentuk dari ikan utuh atau limbahnya menjadi bentuk tepung ikan. Sedangkan metode yang digunakan dapat dilakukan secara konvensional maupun sederhana (Erlina et al., 1985; Ilyas et al., 1985). Teknologi Pengolahan tepung ikan yang dipilih dapat ditentukan berdasarkan ketersediaan bahan mentah yang akan diolah. Jika bahan mentah yang akan diolah dalam jumlah besar dan teratur pengadaannya, maka dapat

8 digunakan cara konvensional yang lazim digunakan dalam industri tepung ikan. Sebaliknya jika bahan mentah tersedia dalam jumlah kecil dan tidak teratur pengadaannya maka dapat diolah menggunakan metode sederhana. Selain pemilihan teknologi pengolahan juga harus disesuaikan dengan jenis ikan yang akan diolah, karena ikan yang berkadar lemak tinggi lebih sulit mengolahnya daripada ikan yang berkadar lemak rendah. Pada pengolahan tepung ikan selain dihasilkan tepung ikan, juga didapat minyak ikan yang mempunyai nilai ekonomis cukup baik (Ilyas et al., 1985). Pembuatan Tepung Ikan Tepung ikan di pasaran berasal dari hasil olahan industri pabrik tepung ikan dan industri kecil yang keduanya berbeda baik secara pengolahan, peralatan maupun mutu produk. Pada industri kecil/rumah tepung ikan diolah dengan cara dan peralatan yang sederhana (Sunarya, 1998). Adapun prinsip dasar pengolahan tepung ikan adalah pengukusan, pengepresan, pengeringan dan penggilingan. a. Pengukusan Bahan baku dikukus terlebih dahulu agar protein terkoagulasi sehingga air dan minyak dikeluarkan. Pengukusan merupakan tahap menetukan dalam pengolahan tepung ikan. Tingkat pengukusan harus tepat, sehingga seluruh bahan mentah akan menggumpal (terkoagulasi). Jika tidak terjadi penggumpalan total maka akan dihasilkan press cake dengan kadar air dan lemak yang masih tinggi. Akibatnya pemisahan menyak dari cairan juga sukar. Tujuan pengukusan agar terjadi proses denaturasi protein daging dan pemecahan sel-sel daging ikan sehingga air dan minyak mudah diperas keluar. Selain itu pengukusan

9 dimaksudkan untuk menghambat kegiatan enzim dan pertumbuhan mikroba penyebab pembusukan (Departemen Pertanian, 1987). b. Pengepresan Pengepresan dilakukan untuk memisahkan antara padatan dan cairan (air dan minyak). Pada pengepresan diperkirakan akan menurunkan kadar air menjadi 50 % dan kadar minyak 4-5%. Pada industri kecil/rumah tangga pengepresan dilakukan dengan cara dinjak-injak. Hal tersebut dapat mengakibatkan tepung ikan menjadi kotor dan pengeluaran air menjadi tidak sempurna serta mudah diserang serangga, jamur karena kadar air dan lemak masih tinggi. warna dan bau akan cepat berubah sehingga mutu tepung ikan cepat turun (Saleh, 1990). c. Pengeringan Pengeringan bahan padatan yang didapat kemudian dikeringkan. Pada industri tepung ikan skala besar pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu pengeringan secara langsung dan tidak langsung. Pengeringan langsung dilakukan dengan cara preess cake kedalam ruangan yang dialiri udara panas C. Keuntungan cara ini adalah cepat, namun panas yang berlebihan akan merusak kandungan nutrisi bila tidak dikontrol dengan baik. Cara pengeringan tidak langsung dengan memanaskan bahan yang dipres (pada conveyor) dalam silinder yang diselimuti uap panas, pengeringan dilakukan sampai kadar air mencapai 6-9%. sedangakan pada industri kecil, pengeringan dilakukan dengan sinar matahari (Sunarya, 1988).

10 d. Penggilingan Penggilingan dan penepungan bahan yang telah dikeringkan selanjutnya digiling dan ditepungkan dengan alat penepung dan dilakukan pengepakan ke dalam kantung plastik. Selama penggudangan dan distribusi mungkin terjadi proses oksidasi minyak (lemak) yang dapat berakibat terjadi ketengikan dan perubahan warna. Untuk mencegahnya dapat ditambahkan antioksidan misalnya ethoxyginin antara mg/kg tepung ikan (Saleh, 1990). Silase Tepung Ikan Silase ikan adalah ikan utuh atau sisa-sisa ikan yang diawetkan dalam kondisi asam dengan penambahan asam (silase kimia) atau dengan fermentasi (silase biologi), silase ikan ini dihasilkan dalam bentuk cair karena protein ikan dan jaringan struktur lainnya didegradasi menjadi unit larutan yang lebih kecil oleh enzim yang ada pada ikan (Kompiang, 1990). Prinsip pembuatan silase adalah dengan menurunkan nilai ph (derajat keasaman) bahan yang diawetkan sedemikian rupa sehingga pertumbuhan mikroorganisme pembusuk dan perusak dapat dihambat/dimatikan (Windsor, 1974). Penurunan nilai ph tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kimiawi dengan penambahan asam dan secara biologi dengan proses fermentasi dengan penambahan karbohidrat (Kompiang, 1985). Pada hakekatnya prinsip pembuatan silase biologi sama dengan silase kimiawi, hanya saja asam yang digunakan sebagai bahan pengawet dihasilkan dalam proses fermentasi. Pada proses fermentasi tersebut diperlukan suatu bahan yang kaya akan karbohidrat sebagai sumber energi bagi pertumbuhan bakteri. Pada pembuatan silase secara biologi bakteri-bakteri akan memfermentasikan gula

11 sehingga terbentuk asam laktat yang dapat menurunkan nilai ph dan berfungsi sebagai bahan pengawet silase ikan tersebut (Kompiang, 1980). Ikan dicincang Digiling Penambahan biokult plain (as.laktat), tetes tebu/dedak padi Diaduk Dimasukkan kedalam kantong plastik (anaerob) Disimpan/difermentasi Gambar 1. Proses pembuatan silase ikan secara biologi Energi Bruto Ternak umumnya memperoleh energi dari pakan yang dikonsumsi. Akan tetapi tidak semua energi pakan tersebut dapat digunakan oleh tubuh ternak. Penggunaan energi pakan untuk tubuh unggas sangat penting untuk diketahui terutama untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan tujuan pemeliharaan. Hal ini lebih penting lagi karena tidak semua bahan pakan yang mempunyai energi bruto yang sama mempunyai daya guna yang sama (Wahju, 1985).

12 Energi dibutuhkan oleh semua ternak hampir dalam semua proses kehidupan, didalam proses metabolisme antara lain mengatur tekanan darah, tekanan jantung, penyerapan dan ekskresi serta sintesis komponen tubuh (Parakkasi, 1983). Nilai energi pakan dapat dinyatakan dalam bentuk energi bruto, energi dapat dicerna, energi metabolis, dan energi netto (NRC, 1994). Energi bruto adalah jumlah panas yang dilepaskan jika suatu zat mengalami suatu oksidasi sempurna menjadi CO 2 dan air. Menurut Blakely dan Bade (1991), energi bruto merupakan kandungan seluruh energi yang terdapat dalam bahan pakan atau ransum yang tidak seluruhnya dipergunakan oleh tubuh. Energi Metabolisme Energi berasal dari dua kata Yunani yaitu : En yang berarti dalam, dan Ergon yang berarti kerja. Energi yang terdapat dalam bahan makanan tidak seluruhnya digunakan oleh tubuh. Untuk setiap bahan makanan minimal ada 4 nilai energi yaitu energi bruto (gross energy atau combustible energi), energi dapat dicerna, energi metabolisme dan energi neto (Wahju, 1997). Metabolisme merupakan keseluruhan proses perubahan kimiawi yang dikendalikan oleh enzim yang terjadi dalam sel, organ atau organisme yang bertujuan mensintesis makro molekul dalam bahan makanan untuk melaksanakan suatu fungsi tertentu dalam sel (Rifai et al., 1990), untuk produksi energi, kemudian sebagian disimpan dan sisanya dibuang sebagai limbah kotoran (Stauffer, 1989). Energi metabolisme adalah perbedaan antara kandungan energi bruto pakan suatu ransum dengan dengan energi bruto yang dikeluarkan melalui ekskreta (Sibbald, 1980). Energi metabolis adalah energi yang dapat dimanfaatkan oleh unggas (Blakely dan Bade 1991). Nilai energi metabolis antara lain

13 dipengaruhi oleh kandungan energi bruto dalam pakan atau ransum, jumlah ransum yang dikonsumsi, dan jenis ternak (Storey dan Allen, 1982). Energi metabolis juga dipengaruhi oleh kemampuan ternak untuk memetabolis ransum atau bahan pakan didalam tubuhnya (Sibbald, 1980). Energi neto adalah energi yang dapat dimanfaatkan untuk fungsi-fungsi tubuh (Blakely dan Bade, 1991). Proses pencernaan dan metabolisme di dalam tubuh ternak akan mengolah sebagian senyawa kimia yang masuk menembus dinding usus menjadi energi yang tersedia, yang kemudian akan digunakan untuk berbagai keperluan baik untuk hidup pokok, aktivitas maupun untuk menghasilkan produk (Amrullah, 2003). Gas yang dihasilkan oleh ternak unggas biasanya diabaikan sehingga energi metabolisme merupakan energi bruto bahan pakan atau ransum dikurangi dengan energi bruto feses dan urin (NRC, 1994). Banyaknya feses tergantung pada kuantitas bahan yang tidak tercerna seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin (Anggorodi, 1985). Penentuan kandungan energi metabolisme bahan makanan secara biologis dilakukan pertama kali oleh Hill et al. (1960). Metode Hill pada dasarnya mengukur konsumsi energi dengan energi ekskreta. Metode ini menggunakan Cr 2 O 3 sebagai indikator. Selain itu, metode ini menampilkan prinsip penentuan energi metabolisme melalui substitusi glukosa dalam ransum basal yang diketahui energi metabolismenya dengan bahan yang akan diuji dalam proporsi tertentu. Sibbald dan Slinger (1963); Valdes dan Leeson (1992) mengembangkan metode substitusi dengan suatu rumus turunan untuk menghitung energi metabolisme bahan pakan dalam ransum perlakuan. Sibbald (1976) mengembangkan metode baru dalam menentukan energi bruto bahan pakan dengan mengukur energi bruto

14 feses dan energi bruto endogenous. Metode ini dapat mengetahui nilai energi metabolisme murni (EMM), yaitu energi metabolisme yang sudah dikoreksi dengan energi endogenous. Akan tetapi metode ini mengandung unsur pemberian makanan secara paksa. Parsons et al. (1984) menyatakan bahwa metode Sibbald mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya beberapa bahan pakan/ransum mungkin sulit dimasukkan secara paksa. McNab (2000) menambahkan bahwa metode ini dapat menimbulkan stres pada ternak. Akan tetapi, kelebihan dari metode Sibbald diantaranya adalah jumlah bahan makanan uji yang dibutuhkan sedikit, melibatkan sedikit analisis kimia, waktu singkat dan biaya yang murah (Farrel, 1978). Metode Farrell lebih memperhatikan kesejahteraan hewan karena tidak ada unsur pemaksaan. Ayam yang digunakan juga tidak memerlukan pemulihan kondisi. Melatih ayam untuk makan terus menerus dalam waktu satu jam dan pembuatan pellet dalam jumlah besar merupakan pembatas metode Farrell. Pelleting ransum juga akan mempengaruhi nilai energi metabolisme ransum tersebut (McNab, 2000). Jumlah energi yang dapat dimanfaatkan sewaktu ransum masuk ke tubuh unggas bergantung pada komposisi bahan makanan dan zat makanan dalam ransum, spesies, faktor genetis, umur unggas, juga kondisi lingkungan (Amrullah, 2003). Daya cerna suatu bahan pakan dipengaruhi oleh kandungan serat kasar, keseimbangan zat - zat makanan dan faktor ternak (bobot badan) yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai energi metabolisme suatu bahan pakan. Hal ini didukung oleh pernyataan Mc. Donald et al, (1994) bahwa rendahnya daya cerna

15 terhadap suatu bahan pakan mengakibatkan banyaknya energi yang hilang dalam bentuk ekskreta sehingga nilai energi metabolisme menjadi rendah. Menurut Sibbald (1979), energi metabolisme semu (EMS) merupakan perbedaan antara energi ransum dengan energi feses dan urin, dimana pada unggas feses dan urin bercampur menjadi satu dan disebut ekskreta. Energi metabolisme semu terkoreksi nitrogen (EMSn) biasanya paling banyak digunakan untuk memperkirakan nilai energi metabolisme. EMSn berbeda dengan EMS karena EMSn telah dikoreksi oleh retensi nitrogen (RN) dimana RN bisa bernilai positif atau negatif. Energi metabolisme murni (EMM) merupakan EM yang dikoreksi dengan energi endogenous. Energi metabolisme murni terkoreksi nitrogen (EMMn) memiliki hubungan yang sama dengan EMM seperti halnya EMSn terhadap EMS. Menurut Sibbald dan Wolynetz (1985) energi metabolisme dapat dinyatakan dengan empat peubah, yaitu EMS, EMSn, EMM dan EMMn. Retensi Nitogen Retensi nitrogen adalah sejumlah nitrogen dalam protein ransum yang masuk ke dalam tubuh kemudian diserap dan digunakan oleh ternak (Sibbald dan Wolynetz, 1985). Retensi nitrogen itu sendiri merupakan hasil konsumsi nitrogen yang dikurangi ekskresi nitrogen dan nitrogen endogenous. Sibbald (1980) menyatakan bahwa nitrogen endogenous ialah nitrogen yang terkandung dalam ekskreta yang berasal dari selain bahan pakan yang terdiri dari peluruhan sel mukosa usus, empedu dan peluruhan sel saluran pencernaan. Genetik, umur dan bahan pakan merupakan faktor yang mempengaruhi retensi nitrogen karena tidak semua protein yang masuk kedalam tubuh dapat diretensi (Wahju, 1997).

16 Selain itu menurut NRC (1994), nilai retensi nitrogen berbeda untuk setiap jenis ternak, umur dan faktor genetik. Banyaknya nitrogen yang diretensi dalam tubuh ternak akan mengakibatkan ekskreta mengandung sedikit nitrogen urin dan energi dibandingkan dengan ternak yang tidak meretensi nitrogen. Pengukuran retensi nitrogen ransum bertujuan untuk mengetahui nilai kecernaan protein ransum. Retensi nitrogen dapat bernilai positif atau negatif tergantung pada konsumsi nitrogen. Ewing (1963) menyatakan bahwa retensi nitrogen yang menurun dengan meningkatnya protein ransum mungkin disebabkan sebagian kecil digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi. Hal ini menunjukkan pentingnya energi yang cukup dalam ransum jika ayam digunakan untuk mengevaluasi kualitas protein berdasarkan keseimbangan protein. Retensi nitrogen akan negatif apabila nitrogen yang dikeluarkan melebihi konsumsi nitrogen, sebaliknya retensi nitrogen akan positif apabila nitrogen yang dikonsumsi melebihi nitrogen yang dikeluarkan melalui ekskreta (Parakkasi, 1985).

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bagi kesehatan. Pengobatan tradisional telah banyak digunakan sebagai

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bagi kesehatan. Pengobatan tradisional telah banyak digunakan sebagai 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Mengkudu (Morinda citrifolia) Mengkudu (Morinda citrifolia Linn.) tergolong tanaman yang multiguna, karena hampir semua bagiannya mengandung zat kimia dan nutrisi yang berguna

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik atau lebih dikenal dengan unggas pedaging adalah itik jantan atau

TINJAUAN PUSTAKA. Itik atau lebih dikenal dengan unggas pedaging adalah itik jantan atau TINJAUAN PUSTAKA Broiler Itik atau lebih dikenal dengan unggas pedaging adalah itik jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil

TINJAUAN PUSTAKA. Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Broiler atau lebih dikenal dengan ayam pedaging adalah ayam jantan atau betina yang umumnya dipanen pada umur 5-6 minggu dengan tujuaan sebagai penghasil daging (Kartasudjana

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Genus: Anas, Spesies: Anas Plathyrynchos. Lebih banyak spesies itik liar yang

TINJAUAN PUSTAKA. Genus: Anas, Spesies: Anas Plathyrynchos. Lebih banyak spesies itik liar yang TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Ternak Itik Itik merupakan bangsa ternak unggas air dengan klasifikasi sebagai berikut: Kelas: aves, Ordo: Anseriformes, Famili: Anatidae, Sub Famili: Anatinae, Genus: Anas,

Lebih terperinci

PENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG

PENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG PENGARUH CARA PENGOLAHAN TEPUNG IKAN DARI LIMBAH INDUSTRI PENGOLAHAN IKAN NILA TERHADAP ENERGI METABOLISME PADA AYAM KAMPUNG INFLUENCE PROCESSING OF TILAPIA FISH INDUSTRY BY PRODUCT MEAL METABOLISM ENERGY

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masih menjadi primadona karena memiliki daging yang enak serta rendah lemak. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Persilangan Ayam kampung persilangan merupakan salah satu ayam jenis lokal yang banyak dipelihara masyarakat baik dari skala kecil maupun skala industri yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium

TINJAUAN PUSTAKA. Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Masyarakat saat ini mengenal tiga tipe ayam yaitu ayam tipe ringan, tipe medium dan tipe berat yang didasarkan pada bobot maksimum yang dapat dicapai (Wahju,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh merupakan salahsatu komoditas unggas sebagai penghasil telur. Keberadaan puyuh mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat. Puyuh yang dikembangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis. makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg. 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Metabolis Energi metabolis adalah energi yang digunakan untuk metabolisme zat-zat makanan dalam tubuh, satuan energi metabolis yaitu kkal/kg.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kampung. Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam kampung merupakan ayam lokal Indonesia yang berasal dari ayam hutan merah yang berhasil dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi maka terciptalah ayam kampung

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi. Burung

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi. Burung 5 BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Kebutuhan nutrisi burung puyuh Nesheim, dkk (1979) dalam Djulardi, dkk (2006) menyatakan bahwa unggas membutuhkan pakan untuk hidup, pertumbuhan, dan produksi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

I. PENDAHULUAN. masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara

I. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan unggas air banyak dipelihara oleh masyarakat untuk menghasilkan daging untuk memenuhi kebutuhan protein hewani. Ternak itik merupakan ternak unggas penghasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ayam broiler sangat dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan. Pakan merupakan campuran berbagai macam bahan organik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kendala pada peternak disebabkan mahalnya harga bahan baku, sehingga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan usaha ternak ayam sangat ditentukan oleh penyediaan pakan yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, karena pakan merupakan unsur utama dalam pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal yang terdapat di Indonesia beragam penempilanya dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung

I. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik termasuk dalam kingdom Animalia, philum Chordata, kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik termasuk dalam kingdom Animalia, philum Chordata, kelas Aves, ordo 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Itik termasuk dalam kingdom Animalia, philum Chordata, kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, genus Anas dan spesies Anas plathyrynchos (Srigandono,

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. bangsa-bangsa ayam yang memiliki produktifitas tinggi terutama dalam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Ayam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada

TINJAUAN PUSTAKA. rendah dan siap dipotong pada usia yang relatif muda. Pada TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Jenis Broiler Broiler adalah istilah yang biasa dipakai untuk menyebut ayam hasil budidaya teknologi peternakan yang memiliki karakteristik ekonomi dengan ciri khas pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan.

TINJAUAN PUSTAKA. dengan lingkungan maupun kultur masyarakat Indonesia. Beberapa kelebihan. banyak mengkonsumsi jenis pakan hijauan. TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba dan Potensinya Ternak domba menyebar rata diseluruh wilayah Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa domba mempunyai potensi cepat menyesuaikan diri baik dengan lingkungan maupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap Sebagai Substitusi Bungkil Kedelai dalam Ransum Terhadap Nilai Kecernaan Bahan Kering (KcBK) Pengolahan ataupun peracikan bahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan keberhasilan suatu usaha peternakan akan di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya pakan, bibit, perkandangan dan manajemen. Pakan merupakan faktor penting

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan 21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternak Indonesia pada umumnya sering mengalami permasalahan kekurangan atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai pakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cm, bunga dengan bentuk berbuku-buku, berwarna kuning kehijauan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cm, bunga dengan bentuk berbuku-buku, berwarna kuning kehijauan atau 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limbah Tauge Kacang hijau merupakan tumbuhan berbatang perdu dengan tinggi 45-65 cm, bunga dengan bentuk berbuku-buku, berwarna kuning kehijauan atau kecoklatan, berpolong

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak

I. PENDAHULUAN. pakan ternak. Produksi limbah perkebunan berlimpah, harganya murah, serta tidak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin meningkatnya harga pakan untuk unggas merupakan masalah yang sering dihadapi peternak saat ini. Tidak sedikit peternak yang gulung tikar dikarenakan tidak mampu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ternak ayam yang pertumbuhan badannya sangat cepat dengan perolehan timbangan berat badan yang tinggi dalam waktu yang relatif pendek, yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya Ayam kampung atau disebut pula ayam lokal merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak unggas lokal Indonesia yang berpotensi besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diperkirakan berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam

TINJAUAN PUSTAKA. diperkirakan berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Ayam kampung yang banyak dipelihara sekarang ini secara genetis diperkirakan berasal dari keturunan ayam hutan merah (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele (Clarias sp.) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia terutama di Pulau Jawa. Rasa dagingnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Klasifikasi ayam kampung secara zoologis adalah Filum: Chordata, Sub Filum: Vertebrata, Kelas: Aves, Ordo: Galliformes, Famili: Phasianidae, Genus: Gallus-gallus, Spesies:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing,

I. PENDAHULUAN. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani terutama, daging kambing, menyebabkan ketersediaan produk hewani yang harus ditingkatkan baik dari segi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut II KAJIAN KEPUSTAKAAN 1.1 Puyuh Jepang dan Klasifikasinya Burung puyuh liar banyak terdapat di dunia, nampaknya hanya baru Coturnix coturnix japonica yang mendapat perhatian dari para ahli. Menurut Nugroho

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus memikirkan ketersediaan pakan. Pakan merupakan komponen biaya terbesar dalam pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang optimal. Calf starter yang dikonsumsi sejak lepas kolostrum dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang optimal. Calf starter yang dikonsumsi sejak lepas kolostrum dapat 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Calf Starter Konsumsi calf starter oleh pedet di usia dini sangat penting untuk pengembangan organ pencernaan yang berfungsi untuk mencapai pertumbuhan yang optimal. Calf

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung

I. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki TINJAUAN PUSTAKA Ternak Domba Domba sudah sejak lama diternakkan orang. Semua jenis domba memiliki karakteristik yang sama. Semua adalah golongan atau kerajaan (kingdom) hewan yang termasuk Phylum : Chordata,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan merupakan salah satu komponen dalam budidaya ternak yang berperan penting untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional. Undang-undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan komitmen tinggi terhadap pembangunan ketahanan pangan sebagai komponen strategis dalam pembangunan nasional. Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai

PENDAHULUAN. telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) banyak diternakkan untuk diambil telurnya karena produksi telur burung puyuh dapat mencapai 250 300 butir/ekor/tahun. Disamping produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat mencapai 60%-80% dari biaya produksi (Rasyaf, 2003). Tinggi rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Dalam membangun suatu usaha peternakan terdapat tiga manajemen penting agar usaha tersebut berhasil yaitu manajemen bibit, manajemen tatalaksana dan manajemen pakan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,

I. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan ayam saat ini cukup berkembang pesat. Peredaran daging ayam cukup besar di pasaran sehingga menyebabkan harga daging ayam selalu fluktuatif. Menurut Prayugo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu

Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Nutrisi Pakan pada Pendederan kerapu Oleh: Ibnu Sahidhir Kementerian Kelautan dan Perikanan Ditjen Perikanan Budidaya Balai Budidaya Air Payau Ujung Batee 2011 Biologi Benih Kerapu Pemakan daging Pendiam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Nangka (Artocarpus heterophyllus) Nangka memiliki nama latin artocarpus heteropyllus sedangkan dalam bahasa inggris dikenal dengan nama jackfruit. Dalam dunia botani, nangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Bahan pakan sumber protein merupakan material yang sangat penting. dalam penyusunan ransum, khususnya ternak unggas. Saat ini bahan pakan

PENDAHULUAN. Bahan pakan sumber protein merupakan material yang sangat penting. dalam penyusunan ransum, khususnya ternak unggas. Saat ini bahan pakan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pakan sumber protein merupakan material yang sangat penting dalam penyusunan ransum, khususnya ternak unggas. Saat ini bahan pakan sumber protein masih bergantung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik

PENDAHULUAN. padat (feses) dan limbah cair (urine). Feses sebagian besar terdiri atas bahan organik I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan sapi perah selain menghasilkan air susu juga menghasilkan limbah. Limbah tersebut sebagian besar terdiri atas limbah ternak berupa limbah padat (feses) dan limbah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah

Lebih terperinci