TINJAUAN PUSTAKA. Rossiter (2000) mendefinisikan survei tanah sebagai proses menentukan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Rossiter (2000) mendefinisikan survei tanah sebagai proses menentukan"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Rossiter (2000) mendefinisikan survei tanah sebagai proses menentukan pola tutupan tanah, menentukan karakteristik tanah dan menyajikannya dalam bentuk yang dapat dipahami dan diinterpretasi oleh berbagai kalangan pengguna. Sedangkan menurut Rayes (2007), survei tanah adalah penelitian tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan secara sistematis dengan metodemetode tertentu terhadap suatu daerah (areal) tertentu, yang ditunjang oleh informasi dari sumber-sumber lain yang relevan. Menurut Soil Suvey Division Staff (1993), survei tanah mendeskripsikan karakteristik tanah-tanah di suatu daerah, mengklasifikasikannya menurut sistem klasifikasi baku, membuat alur batas tanah pada peta dan membuat prediksi tentang sifat tanah. Perbedaaan penggunaan tanah dan bagaimana tanggapan pengelolaan mempegaruhi tanah itulah yang terutama perlu diperhatikan (dalam merencanakan dan melakukan survei tanah). Informasi yang dikumpulkan dalam survei tanah membantu pengembangan rencana penggunaan lahan dan sekaligus mengevaluasi dan memprediksi pengaruh penggunaan lahan terhadap lingkungan. Rayes (2007) menyatakan bahwa terdapat tiga metode yang digunakan dalam survei tanah, yakni metode Grid Kaku, Fisiografi (Interpretasi Foto Udara/IFU), dan Grid Bebas. 1. Metode Grid Kaku, dilakukan dengan pengambilan contoh tanah yang secara sistematik dirancang dengan mempertimbangkan kisaran spasial autokorelasi yang diharapkan. Jarak pengamatan teratur dengan pola persegi (rectangular

2 grid) dengan interval titik pengamtan berjarak sama pada arah horizontal dan vertikal. 2. Metode Fisiografi (IFU), dilakukan dengan interpretasi foto udara untuk mendelienasi landform pada darah yang disurvei, diikuti dengan peninjauan lapangan terhadap komposisi satuan peta hanya pada daerah pewakil, sehingga tidak semua delineasi dikunjungi. 3. Metode Grid Bebas, merupakan perpaduan metode grid Kaku dan fisiografi yang umumnya diterapkan pada survei tingkat semidetail hingga detail. Pengamatan di lapangan dilakukan seperti Grid Kaku, tetapi jarak pengamatan tidak perlu sama dalam dua arah tergantung pada fisiografi daerah survei. Jika terjadi perubahan fisiografi yang menyolok dalam jarak dekat, perlu pengamatan lebih rapat, sedangkan jika landform cenderung seragam maka jarak pengamatan dapat berjauhan. Sehingga, kerapatan pengamatan disesuaikan menurut kebutuhan skala survei yang dilaksanakan serta tingkat kerumitan pola tanah di lapangan Peta tanah semidetail merupakan peta yang umumnya dibuat dengan skala 1 : dengan intensitas pengamatan sekitar 1 untuk setiap 50 ha, tergantung dari kerumitan bentang lahan. Pengamatan lapangan bisasanya dilakukan dengan sistem grid yang dibantu oleh hasil interpretasi foto udara dan citra satelit. Pada jenis skala ini, luas tiap 1 cm 2 pada peta adalah sekitar 25 ha di lapangan. Peta semidetail memberi gambaran tentang potensi daerah secara lebih rinci dan dapat menunjukkan lokasi proyek yang akan dilaksanakan. Peta ini umum digunakan untuk rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, perencanaan mikro dan

3 operasional untuk proyek-proyek pertanian, perkebunan, transmigrasi, perencanaan dan perluasan jaringan irigasi (Rayes, 2007). Analisis Geostatistik Geostatistika merupakan cabang ilmu statistik untuk menganalisis dan memprediksi variabel (nilai) yang berkaitan dengan karakteristik ruang dan waktu suatu fenomena. Geostatistika mengintegrasikan dimensi atau koordinat spasial (dan kadang juga temporal) dengan data yang dianalisis, sehingga dapat memprediksi fenomena yang sama pada lokasi yang tidak diambil sampel. Geostatistika dapat digunakan dalam bidang ilmu tanah (soil science) untuk memetakan tingkat polusi tanah oleh Nitrogen, Fosfor, dan Kalium, memodelkan distribusi spasial variabel seperti konduktivitas hidrolik tanah, serta mempelajari hubungan antara variabel tersebut dan hasil panen secara keseluruhan (Indarto, 2013). Geostatistika menyediakan perangkat untuk memperbaiki perancangan pengambilan contoh dengan menggunakan tingkat autokorelasi spasial di wilayah pengambilan sampel dan sangat bermanfaat untuk menggambarkan hubungan antardata serta mengurangi kesalahan, penyimpangan, dan meningkatkan ketelitian data (Myers, 1997, dalam Eltaib et al., 2002). Geostatistika telah banyak digunakan untuk mengestimasi sejumlah karakteristik tanah yang penting, di antaranya beberapa sifat kimia tanah (Aisyah et al. 2010), Kalium tanah sawah (Masjkur, 2005), dan hara-hara mikro tanah sawah (Liu et al., 2004). Di antara beberapa teknik dalam geostatistika, Kriging merupakan bentuk prosedur interpolasi yang memberikan estimasi terbaik dengan bias kecil untuk nilai-nilai yang beragam dalam ruang. Prosedur ini dapat digunakan untuk

4 mengestimasi nilai-nilai pada wilayah yang tidak diambil sampel. Estimasi menggunakan Kriging dikalkulasi sebagai nilai-nilai yang dibobotkan pada konsentrasi sampel-sampel yang saling berdekatan. Oleh karena itu, apabila data terlihat sangat kontinu pada ruang, titik-titik yang berjarak lebih dekat pada wilayah yang terestimasi akan menerima pembobotan yang lebih tinggi daripada yang berjarak lebih jauh (Cressie, 1990, dalam Liu et al., 2004). Menurut Indarto (2013), Kriging adalah sekumpulan metode interpolasi yang didasarkan pada model semivariogram untuk memprediksi nilai autokorelasi spasial, error, dan arah korelasi spasial. Semivariogram merupakan suatu fungsi yang menyatakan keragaman (variance) di antara sampel-sampel yang dipisahkan oleh jarak yang berbeda-beda. Umumnya, semivariogram akan menunjukkan yang kecil untuk perbedaan jarak yang relatif pendek. Semakin panjang perbedaan jarak, maka keragaman akan semakin besar. Hal ini menunjukkan bahwa data memiliki auokorelasi spasial (spatial auto-correlation). Autokorelasi spasial mengindikasikan bahwa nilai atribut suatu variabel pada daerah tertentu terkait atau saling berhubungan dengan nilai atribut apda daerah lain yang letaknya berdekatan atau bertetangga. Menurut Johnston et al. (2001), semivariogram menggambarkan autokorelasi spasial pada titik-titik sampel yang diukur. Apabila setiap pasangan lokasi diplotkan, maka terdapat suatu model yang disesuaikan. Ada beberapa karakteristik yang umum digunakan untuk menggambarkan model tersebut, yaitu range, sill, dan nugget (Johnston et al., 2001), sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1 berikut.

5 Gambar 1. Model Semivariogram (Bohling, 2005) Bohling (2005) mendefinisikan Sill sebagai nilai semivariance pada saat variogram mulai mendatar, yang juga dapat mengacu pada amplitudo komponen tertentu dari semivariogram. Pada gambar di atas, sill bisa mengacu baik pada keseluruhan sill (1,0) maupun partial sill yakni selisih (0,8) antara sill dan nugget (0,2). Dalam hal ini, makna dapat tergantung pada konteks. Sedangkan range merupakan jarak di mana semivariogram mencapai nilai sill, atau jarak saat model pertama kali mulai mendatar. Johnston et al. (2001) menyatakan bahwa letak titik sampel yang dipisahkan pada jarak lebih dekat daripada range secara spasial berautokorelasi, sementara jarak yang lebih jauh tidak ada autokorelasi. Masih menurut Johnston et al. (2001), secara teoritis, pada jarak pemisahan sama dengan nol (misal, lag = 0), nilai semivariogram seharusnya juga nol. Namun, pada jarak pemisaan yang sangat kecil, perbedaan antar pengukuran sering cenderung tidak sama dengan nol. Hal ini disebut dengan efek nugget. Efek

6 nugget dapat dianggap sebagai error pengukuran atau sumber keragaman spasial pada jarak yang lebih kecil dari interval (range). Error pengukuran terjadi karena kesalahan inheren pada alat pengukuran. Fenomena alam dapat beragam secara spasial melalui suatu rentang skala. Keragaman pada skala yang lebih kecil daripada jarak pengambilan contoh dapat muncul sebagai nilai nugget. Dalam analisis geostatistik, rasio nugget/sill menentukan tingkat autokorelasi spasial pada masing-masing variabel tanah seperti yang dinyatakan oleh Cambardella et al. (1994) bahwa variabel memiliki tingkat autokorelasi spasial yang kuat jika nilai rasio > 25 %, moderat jika nilai rasio 25 % 75 %, dan kuat jika nilai rasio > 75 %. Autokorelasi spasial yang kuat pada variabel tanah mengacu pada faktor-faktor intrinsik seperti pembentukan tanah, tekstur, dan mineralogi yang umumnya dipengaruhi oleh bahan induk tanah. Sedangkan tingkat autokorelasi spasial yang lemah lebih mengacu pada faktor-faktor ekstrinsik seperti pemupukan dan pengolahan tanah. Unsur Hara Fosfor (P) Fosfor (P) merupakan unsur yang diperlukan dalam jumlah besar (hara makro). Jumlah fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Akan tetapi, fosfor dianggap sebagai kunci kehidupan (key of life). Unsur hara P dalam tanah dapat digolongkan menjadi P organik dan P anorganik. Menurut Nyakpa et al. (1988), bentuk P pada tanah masam yaitu H 2 PO - 4 lebih dominan dijumpai dan terus ke bentuk HPO 2-4 dan PO 2-4 sedangkan P yang dapat diserap tanaman dalam bentuk orthophospat yaitu H 2 PO 4 - umumnya dapat tersedia bagi tanaman. dan HPO 4 2- pada

7 Ketersediaan fosfor tanah untuk tanaman terutama sangat dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanahnya sendiri. Pada Ultisol, tidak tersedia dan tidak larutnya P disebabkan fiksasi oleh mineral-mineral liat dan ion-ion Al, Fe yang membentuk senyawa kompleks yang tidak larut. Ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi ketersediaan P tanah yaitu tipe liat, ph tanah, waktu reaksi, temperatur, dan bahan organik tanah (Nyakpa et al., 1988). Hanya sebagian kecil dari P total dalam tanah berada pada larutan tanah pada satu waktu, biasanya kurang dari 4 pon per acre. Rentang konsentrasi dalam larutan tanah mulai kurang dari 0,1 hingga sekitar 5 ppm. Kebanyakan tanaman merespon terhadap penambahan P saat tingkat larutan tanah kurang dari 0,1 0,2 ppm. Tingkat larutan P pasti secara konstan berubah, lebih sering dua kali sehari selama masa penyerapan puncak saat musim tanam. proses-proses kesetimbangan (pertukaran dan pelarutan) sebagaimana penurunan bahan organik dan jumlah penambahan pupuk untuk pergerakan P dari cadangan melimpah tanah ke bentuk terlarut (Hodges, 2011). Tanaman-tanaman yang cepat tumbuh dapat mengangkut hara P sebanyak 1 kg/ha/hari (2,3 kg P 2 O 5 /ha/hari). Total jumlah P yang diangkut tanaman dari lahan bervariasi sesuai tanaman. Besar pengangkutan hara fosfat dari lahan pada tanaman yang dipanen kebanyakan berada pada kg P/ha per panen (23 69 kg P 2 O 5 /ha). Tanaman padi yang menghasilkan panen 2 8 ton/ha mengangkut sekitar 4 16 kg P/ha (9 37 kg P 2 O 5 /ha) per panen jika jerami tetap berada di lahan, atau 6 22 kg P/ha (14 50 kg P 2 O 5 /ha) per panen jika jerami juga diangkut. Untuk gandum (panen 8 ton/ha) dan kentang (panen 40 ton/ha), sebanyak 28 kg P/ha (64 kg P 2 O 5 /ha) per panen terangkut jika sisa

8 tanaman tetap tinggal di lahan, dan akan lebih banyak jika sisa tanaman juga terangkut. Dalam jangka panjang, aplikasi P harus sama dengan jumah yang terangkut pada panen tanaman. Pada tanah-tanah dengan kapasitas pengikatan yang tinggi (seperti yang terdapat pada tanah-tanah tropis), aplikasi P hingga 200 kg P/ha (460 kg P 2 O 5 /ha) atau lebih sebagai aplikasi pada satu waktu, diikuti dengan laju tahunan yang normal, bisa jadi dibutuhkan untuk mempertahankan kandungan P di dalam larutan tanah di atas batas kritis (Lægreid et.al., 1999). Tidak seperti nitrogen, pengelolaan P memerlukan strategi jangka panjang. Hal ini disebabkan terutama karena sifat P yang tidak mobil, sehingga P tidak mudah tersedia bagi tanaman dan tidak mudah hilang dari tanah. Dengan demikian cara pengelolaan hara P menjadi lebih kompleks dan perlu mempertimbangkan hal-hal berikut: 1. Perubahan ketersediaan hara P alami di tanah. Hal ini terkait dengan penentuan takaran pupuk P yang perlu ditambahkan untuk mencapai keseimbangan hara dalam tanah. 2. Pengaruh penimbunan hara P di tanah sebagai akibat dari pemberian pupuk P secara intensif dan terus-menerus. 3. Pemeliharaan tingkat kesuburan dan status hara P tanah pada level optimal, sehinggamampumencukupi kebutuhan dan tidakmenimbulkan kahat hara lain seperti Zn dan N pada tanaman padi. (Abdulrachman dan Sembiring, 2006)

9 Unsur Hara Seng (Zn) Unsur hara mikro esensial adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman pada kadar < 50 mg/kg bahan (kriteria lain < 0,1 %). Semua unsur hara, termasuk hara mikro, akan mempunyai efek yang sama-sama merugikan pertumbuhan apabila kurang atau tidak tersedia bagi tanaman (defisiensi), tetapi mempunyai pola efek yang tidak sama apabila tersedia berlebihan. Kelebihan unsur hara mikro akan langsung bersifat toksik bagi tanaman, tetapi sebelum meracuni tanaman, terdapat area luxury consumption (konsumsi berlebihan) yang tidak berefek negatif tetapi tidak efektif karena peningkatan serapan hara tidak diikuti dengan perbaikan tanaman. Timbulnya permasalahan hara mikro umumnya dipicu oleh kebiasaan petani yang lebih memprioritaskan pemupukan hara-hara makro, yang memacu penyerapan hara-hara mikro akibat membaiknya pertumbuhan dan produksi tanaman (Hanafiah, 2005). Praktik pertanian intensif dengan aplikasi pemupukan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil. Hal ini juga dapat menambah kebutuhan hara-hara mikro ke tingkat yang lebih tinggi daripada yang dapat disediakan tanah. Pada beberapa tahun terakhir, defisiensi dari satu atau lebih hara mikro telah terjadi dengan meningkatnya frekuensi pemupukan. Defisiensi hara mikro dapat menghambat perkembangan dan hasil tanaman, serta menyebabkan inefisiensi penyediaan hara mikro pada pemupukan dan pengapuran (Lægreid et.al., 1999). Mousavi (2011) menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya defisiensi Zn, antara lain : 1) Keasaman tanah yang tinggi akibat pencucian yang intensif; 2) Kadar hara P yang terlalu tinggi dalam

10 tanah; dan 3) Terhalangnya penyerapan Zn karena adanya kation-kation logam seperti Cu 2+ dan Fe 2+. Rehm and Schmitt (1997) menyatakan bahwa aplikasi pupuk fosfat berlebihan telah menyebabkan defisiensi hara Zn dan penurunan produksi pada tanaman jagung. Sedangkan menurut Hanafiah (2005), serapan P yang tinggi pada tanaman dapat menghambat metabolisme dan penyerapan Zn oleh akar. Sementara itu Sofyan et al. (2004) menyatakan bahwa pemberian pupuk hara makro terus-menerus seperti Urea, Amonium Sulfat, TSP/SP-36 dan KCl pada lahan sawah intensifikasi dapat mengakibatkan terkurasnya unsur hara mikro di antaranya Zn. Kahat Zn dapat terjadi karena terbentuknya persenyawaan Zn-P, ZnCO 3, Zn(OH) 2, atau karena drainase buruk pada lahan sawah yang dapat membentuk senyawa ZnS yang tidak larut. Reduksi akan mengakibatkan ketersediaan Zn dan Cu dalam larutan tanah menurun. Penurunan kadar Zn dalam larutan tanah dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (1) terbentuknya endapat Zn(OH) 2 sebagai akibat meningkatnya ph setelah penggenangan; (2) terbentuknya endapan ZnCO 3 karena adanya akumulasi CO 2 hasil dekomposisi bahan organik; dan (3) terjadinya endapan ZnS karena adanya H 2 S sebagai akibat reduksi berlebihan atau adanya endapan Zn 3 (PO 4 ) 2 karena adanya fosfat berlebihan. Oleh sebab itu kekahatan Zn pada tanah sawah tidak dapat diukur melalui kelarutan Zn namun perlu mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mempengaruhinya (Yoshida, 1981). Bentuk unsur hara mikro ini yang diserap tanaman adalah bentuk kation Zn 2+ sebagai hasil pelapukan bahan-bahan mineralnya. Kation dalam larutan hara berada dalam kesetimbangan dengan kation dd pada situs pertukaran koloid tanah. Kation ini membentuk senyawa khelat dengan senyawa organik, sehingga

11 ketersediaannya menurun dengan meningkatnya kadar bahan organik tanah. Defisiensi Zn juga dijumpai pada tanah organik. Pada tanah berkapur, defisiensi terjadi akibat tingginya ph sehingga terjadi presipitasi Zn oleh ion-ion hidroksil. Sedangkan pada tanah berpasir yang masam, defisiensi terjadi akibat intensifnya pencucian. Pada kasus lain, defisiensi Zn juga terjadi akibat pemupukan fosfat takaran tinggi yang menyebabkan Zn diikat oleh senyawa fosfat terlarut (Hanafiah, 2005). Kondisi Lingkungan Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan istilah taksonomi, melainkan istilah umum seperti halnya tanah hutan, tanah perkebunan, tanah pertanian dan sebagainya. Segala macam jenis tanah dapat disawahkan asalkan air cukup tersedia. Padi sawah juga ditemukan pada berbagai macam iklim yang jauh lebih beragam dibandingkan dengan jenis tanaman lain. Karena itu tidak mengherankan bila sifat tanah sawah sangat beragam sesuai dengan sifat tanah asalnya (Hardjowigeno et al., 2004). Tanah tergenang mempunyai sifat yang berbeda dibandingkan dengan tanah yang tidak tergenang. Oksigen pada lapisan olah tanah yang tergenang dalam jangka panjang relatif terbatas. Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap perpindahan hara melalui proses difusi maupun aliran massa. Hal ini erat hubungannya dengan perubahan kimia maupun elektrokimia yang terjadi dalam suasana kurang oksigen. Serangkaian perubahan yang terjadi dalam suasana oksigen terbatas akibat adanya penggantian ruang pori tanah menyebabkan gas

12 CO 2, asam organik, gas methana, dan molekul hidrogen meningkat (Yoshida, 1981). Tanah sawah di dataran rendah, didominasi (55%) oleh subordo Aquept dan Aquent (Aluvial dan Tanah Glei), sedangkan tanah sawah di daerah uplands didominasi (17%) oleh subordo Udept (Latosol dan Regosol). Tanahtanah sawah yang termasuk ke dalam subordo Aquept dan Aquent, umumnya berasal dari tanah dengan air tanah yang sangat dangkal atau selalu tergenang air, khususnya di daerah pelembahan atau lahan rawa. Sedangkan yang termasuk Udept, umumnya berasal dari tanah kering yang disawahkan (Hardjowigeno et al., 2004). Akibat genangan tanah sawah terbagi atas dua lapisan. Lapisan pertama terbentuk dari tanah lumpur setebal beberapa milimeter yang berbatasan langsung dengan air yang menggenanginya disebut lapisan oksidatif. Lapisan ini masih mengandung oksigen yang berasal dari udara yang menembus lapisan air dan berasal dari asimilasi ganggang-ganggang dalam air. Dalam lapisan oksidatif tersebut hidup jasad renik aerob. Selain itu, terdapat pula hasil-hasil oksidasi seperti nitrat, sulfat, dan ferri. Oksigen tidak dapat menembus lebih dalam lagi sehingga lapisan tanah lumpur di bawah lapisan oksidatif ini miskin oksigen dan disebut lapisan reduktif. Lapisaan reduktif berrwarna lebih kelam, yang terkait dengan warna hasil-hasil reduksi. Potensial oksidasi-reduksi (Eh) di lapisan ini rendah dan jasad renik yang mampu hidup adalah jasad renik yang bersifat anaerob (Abdulrachman et al., 2009). Yoshida (1981) menyatakan bahwa proses reduksi merupakan proses yang mengkonsumsi elektron (sehingga terjadi penurunan Eh) dan menghasilkan ion

13 OH - (sehingga ph meningkat) dan terbentuk besi ferro. Kecepatan reduksi dan macam serta jumlah hasil reduksi ditentukan oleh: (a) macam dan kandungan bahan organik; (b) macam dan konsentrasi zat anorganik penerima elektron; (c) ph; dan (d) lamanya penggenangan. Menurut Sanchez (1993), kuatnya proses reduksi bergantung pada jumlah bahan organik yang mudah melapuk. Makin tinggi kandungan bahan organik tanahnya makin besar kekuatan reduksinya. Pada umumnya, kadar zat yang tereduksi mencapai puncak pada 2 4 minggu setelah penggenangan kemudian berangsur-angsur menurun sampai suatu tingkat keseimbangan. Menurut Ponnamperuma (1985), besarnya nilai Eh berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara, yang mana Eh rendah meningkatkan ketersediaan P, K, Fe, Mn, dan Si tetapi mengurangi ketersediaan S dan Zn. Sulaeman et al. (1997) telah mempelajari pengaruh perubahan potensial redoks terhadap sifat erapan P tanah dan kelarutan untuk tanah sawah bukaan baru Petroferic Hapludox di Dorowati Lampung dan dilaporkan bahwa : (1) besi sudah mulai tereduksi pada Eh 400 mv dan memberikan kadar besi terlarut hingga 59 ppm pada Eh 300 mv dan (2) kebutuhan pupuk P untuk mencapai 0,02 ppm P terlarut pada Eh sekitar 0 mv (nilai Eh yang umum berlaku pada masa pertumbuhan padi sawah) sebesar 95 dan 268 mg P/kg tanah masing-masing untuk tanah lapisan atas dan bawah. Selain ketersediaan hara, produktivitas tanaman padi ditentukan kesuburan tanah, kondisi iklim (curah hujan dan radiasi surya), varietas tanaman, serta pengendalian hama penyakit tanaman. Dalam kondisi lingkungan biotik dan abiotik yang optimal, tanaman padi dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal

14 sesuai dengan potensi hasil atau hasil maksimum untuk varietas tertentu. Namun demikian kondisi ideal seperti ini tidak mudah terpenuhi karena banyaknya faktor penghambat pertumbuhan tanaman padi sawah (Setyorini et al., 2004). Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan peningkatan mutu intensifikasi yakni menerapkan rekayasa sosial dan teknologi maju yang efisien dan spesifik lokasi, serta didukung oleh penerapan alat mesin pertanian dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan. Teknologi yang dikembangkan mencakup penyiapan lahan secara tepat waktu, pemanfaatan air secara optimal, penggunaan bibit unggul, perbaikan budidaya, pemupukan berimbang, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan penekanan kehilangan hasil (Wahyunto, 2009). Status Hara Tanah dan Rekomendasi Pemupukan Status hara tanah dapat dibuat apabila telah disusun kriteria klasifikasi berdasarkan hasil-hasil penelitian uji tanah, mulai dari penjajagan hara, studi korelasi, kalibrasi, sampai penyusunan rekomendasi. Hasil penelitian uji tanah yang telah dilaksanakan Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat (Puslitbangtanak) menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak HCl 25 % untuk penetapan P dan K potensial mempunyai korelasi yang baik dengan hasil tanaman padi sawah (Nursyamsi, 1994 dalam Sofyan et al., 2004). Berdasarkan penelitian-penelitian kalibrasi di berbagai tempat diperoleh bahwa klasifikasi P untuk padi sawah dengan pengekstrak HCl 25 % adalah rendah (< 20 mg/100g), sedang (20 40 mg/100 g), dan tinggi (> 40 mg/100 g) (Moersidi, et al., 1990). Sedangkan klasifikasi hara K dengan pengekstrak yang sama untuk padi sawah yaitu rendah (< 10 mg K 2 O/100 g), sedang (10 20

15 K 2 O/100 g), dan tinggi (> 20 mg K 2 O/100) (Adiningsih et al., 1989 dalam Sofyan et al., 2004). Penelitian status hara tanah sawah dapat digunakan sebagai acuan efisiensi penggunaan pupuk. Hasil penelitian Jauhari dan Juanda (2006) untuk mengetahui status hara di lahan sawah seluas 1.980,062 ha di Kecamatan Maos Kabupaten Cilacap menunjukkan bahwa terdapat 61,97 % berstatus hara P tinggi, 36,20 % berstatus P sedang, dan 1,82 % berstatus hara P rendah. Dari informasi tersebut, kebutuhan pupuk SP-36 di Kecamatan Maos berdasarkan anjuran 118,880 ton SP-36 per musim pupuk SP-36 dapat dihemat sebesar 194,873 ton/musim atau bila harga pupuk SP-36 Rp 1.900/kg pengeluaran dapat dihemat Rp per musim. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Zubair dan Ahmad (2011) di Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo menunjukkan bahwa takaran pupuk P menurut anjuran Dinas Pertanian setempat adalah 150 kg SP-36/musim, sehingga lahan sawah yang diidentifikasi seluas 1.976,91 ha diperlukan pupuk SP-36 sebanyak ,5 kg/musim. Bila penggunaan pupuk P didasarkan pada peta status hara P tanah, maka kebutuhan pupuk SP- 36 di daerah tersebut hanya ,17 kg. Hal ini berarti di Kabupaten Bone Bolango dalam satu musim dapat dihemat penggunaan pupuk SP-36 sebanyak kg. Jika harga pupuk SP-36 Rp 2.700,-/kg maka jumlah dana yang dapat dihemat mencapai Rp ha/musim. Penetapan takaran pemupukan berimbang, memerlukan data hasil analisis tanah, terutama analisis kadar P dan K tanah. Yang menjadi permasalahan di lapangan adalah: (1) Biaya analisis tanah relatif mahal bagi petani dan (2) Belum

16 banyak tersedia laboratorium tanah di sekitar wilayah pertanian. Peta status hara merupakan penyederhanaan (simplifikasi) dalam pemanfaatan hasil-hasil penelitian uji tanah. Peta status hara menggambarkan dan memberikan informasi tentang sebaran dan luasan hara dalam suatu wilayah. Dari peta tersebut dapat diketahui berapa luas tanah-tanah yang mempunyai status hara tanah yang rendah, sedang, dan tinggi dan di mana lokasinya. Peta status hara tanah skala 1 : dapat digunakan sebagai dasar dalam alokasi pupuk tingkat provinsi, sedangkan peta status hara tanah skala 1 : dapat digunakan sebagai dasar menyusun rekomendasi pemupukan (Setyorini et al., 2004).

17 METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai dengan dengan posisi geografis adalah 3 28' 12" 3 36' 36" Lintang Utara dan 98 55' 48" 99 6' 36" Bujur Timur, dengan ketinggian tempat sekitar 0 65 meter dpl dengan topografi cenderung datar. Analisis Tanah di Laboratorium Research and Development Asian Agri Kebun Bahilang Tebing Tinggi. Penelitian dilakukan pada April hingga September Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah contoh tanah sawah dari Kecamatan Perbaungan yang diambil berdasarkan koordinat, sedangkan alat-alat yang digunakan adalah peta lokasi titik sampel, perangkat Global Positioning System (GPS) dari aplikasi Android GPS Test. V.1.3.0, bor tanah tipe Belgi, ph meter, formulir kuesioner, perangkat lunak ArcGIS 10 dari ESRI dan SPSS 16, kamera digital, serta peralatan dan bahan kimia laboratorium untuk analisis tanah. Metode Penelitian Penelitian ini bersifat Deskriptif dengan menggunakan Metode Survei. Data lapangan yang diambil berupa sampel tanah sawah yang diambil dari 44 titik lokasi disertai koordinat di wilayah Kecamatan Perbaungan dari kedalaman 0 20 cm pada masa awal tanam dengan metode survei semidetail (1 : ). Luas wilayah penelitian adalah ha. Lokasi penyebaran titik pengambilan sampel disajikan pada gambar 2 berikut.

18 Gambar 2. Peta Penyebaran Titik Sampel Tanah

19 Beberapa variabel yang diukur adalah P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia, menggunakan metode ekstraksi berturut-turut HCl 25 %, Bray II, dan HCl 25 %, Data hasil pengukuran kemudian dianalisis dengan statistik deskriptif (menggunakan SPSS 16) dan geostatistik (ArcGIS 10), serta analisis korelasi pada taraf 5 %. Kuesioner digunakan untuk mengetahui dosis aplikasi P yang digunakan petani dan produksi yang dihasilkan. Jumlah responden ditentukan berdasarkan rumus yang disederhanakan oleh Yamane (1967) dalam Israel (1992) berikut : n = N 1 + N(e) 2 Dengan : n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi e = Standard error Sehingga, dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95 % dan presisi (e) 10 %, dari populasi sebesar petani, maka : n = n = n = n = N 1 + N(e) (0,1) ,02 98 sampel

20 Dalam hal ini, jumlah responden dibulatkan menjadi 100 yang tersebar secara acak proporsional pada 12 desa. Sebaran responden tiap desa disajikan pada tabel 1 berikut. Tabel 1. Jumlah Responden per Desa No Desa Jumlah petani Jumlah responden (Jumlah petani desa/4.702) x Lubuk Bayas Lubuk Rotan Tanah Merah Kesatuan Lidah Tanah Lubuk Dendang Suka Beras Cinta Air Pematang Sijoman Sukajadi Lubuk Cemara Kuta Galuh Jumlah Pelaksanaan Penelitian Persiapan awal Pada tahap ini dilakukan konsultasi dengan komisi dosen pembimbing dan Pengurusan izin dengan pihak berwenang terkait lokasi penelitian. Penyediaan Peta Penyediaan peta administrasi daerah, peta tata guna lahan, peta satuan tanah, peta lokasi penelitian serta peta kerja lapangan yang telah disertai titik-titik pengambilan sampel dengan sistem Grid Bebas pada skala 1 : dan interval antartitik sekitar m.

21 Pengambilan Contoh Tanah Pengambilan contoh tanah di lokasi penelitian dengan sistem Grid Bebas. Pemboran dilakukan pada kedalaman 0 20 cm. Pengambilan contoh dilakukan secara komposit pada tiap grid kemudian dicatat koordinat lokasi dengan bantuan GPS. Saat pengambilan contoh, lahan sudah ditanami padi berumur sekitar 3 minggu. Penanganan Contoh Tanah Contoh tanah diambil secara komposit sebanyak 2 kg lalu dimasukkan dalam kantong plastik kemudian diberi label dan nomor. Tanah dibiarkan tetap berada dalam kondisi lembab seperti keadaan di lapangan, kemudian diantar ke laboratorium untuk dianalisis. Analisis Kimia Tanah Analisis tanah di Laboratorium dilakukan untuk mengekstraksi dan menetapkan kadar dari masing-masing variabel tanah sesuai dengan metode ekstraksi sebagai berikut. - Analisis P-potensial (mg/kg) metode ekstraksi HCl 25 % - Analisis P-tersedia tanah (ppm) dengan Bray II - Analisis Zn-tersedia (ppm) dengan metode HCl 25 % - Nilai ph tanah dengan metode elektrometri menggunakan H 2 O (1 : 2,5) Pengambilan Data Kuesioner Kuesioner disebarkan kepada petani responden melalui wawancara sesuai jumlah yang telah ditentukan pada tiap desa. Kriteria petani yang ditetapkan menjadi responden adalah seluruh petani yang berperan dalam pengelolaan lahan

22 sawah, terutama pemberian pupuk, baik pada lahan yang dimiliki sendiri maupun mengelola lahan orang lain yang masih tercakup pada wilayah penelitian. Pengolahan Data 1. Analisis Statistik Deskriptif Data pengukuran sampel tanah untuk setiap variabel dan data kuesioner diolah menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16 untuk memperoleh besaran nilai minimum, nilai maksimum, rata-rata, simpangan baku, ragam, dan koefisien keragaman (KK). 2. Uji Normalitas Sebaran Data Uji Normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan dari sebaran data pada masing-masing variabel. Metode pengujian yang digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Kriteria pengujian hipotesis menurut Gibbons and Chakraborti (2003) adalah sebagai berikut. H 0 diterima, jika D n < D n, α (Data berdistribusi normal) H 0 ditolak, jika D n > D n, α (Data tidak berdistribusi normal) Nilai D n diperoleh dari pengolahan data menggunakan SPSS, sedangkan D n, α merupakan nilai kritis Kolmogorov-Smirnov untuk jumlah contoh tanah (n) = 44 yang diperoleh melalui pendekatan : D n, α = 1,36/ n D n, α = 1,36/ 44 (44 sampel, α = 0,05) D n, α = 0,205 Kriteria pengujian juga dapat dilakukan dengan menggunakan nilai Kolmogorov-Smirnov Z dan nilai sigifikansi. Jika Kolmogorov-Smirnov Z < 1,96

23 untuk dua arah dan signifikansi > α (α = 0,05), maka dapat dikatakan data berdistribusi normal. 3. Analisis Korelasi Analisis korelasi Product Moment Pearson dilakukan untuk mengetahui hubungan antara P-potensial dan P-tersedia, P-potensial dan Zn-tersedia, serta P-tersedia dan Zn-tersedia. Hipotesis yang digunakan adalah : H 0 : r xy = 0 (korelasi nol, tidak ada korelasi) H 1 : r xy = 0 (korelasi tidak sama dengan nol) Statistik uji yang digunakan menurut (Rosari, 2006) dengan rumus : t = r xy n-2 (1 r 2 xy) Kriteria penolakan H 0 menggunakan statistik t (tabel t-student) pada taraf nyata 5 % sebagai berikut : Tolak H 0 jika : t > t α /2, v maka H 1 diterima 4. Analisis Geostatistik Pendugaan keragaman spasial variabel tanah dilakukan dengan menggunakan model semivariogram, yang menurut Goovaerts (1999) dalam Liu et al. (2004) didefinisikan sebagai berikut : Semivarians r(h), dihitung sebagai kuadrat dari setengah rata-rata selisih antara dua pasangan data, di mana N(h) adalah total bilangan pasangan data yang dipisahkan oleh jarak h, Z merepresentasikan nilai terukur dari variabel tanah,

24 serta x adalah posisi dari sampel tanah. Luaran analisis geostatistik diperoleh menggunakan perangkat lunak ArcGIS 10. Pembuatan Peta Sebaran Spasial Status Hara Peta status hara dihasilkan melalui interpolasi Kriging berdasarkan pembobotan data dari model semivariogram, sehingga diperoleh luasan dari datadata titik yang kemudian dikelompokkan berdasarkan kriteria dari Badan Litbang Pertanian (2008) untuk P-potensial, P-tersedia, dan Zn-tersedia.

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium.

BAHAN DAN METODE. (Gambar 1. Wilayah Penelitian) penelitian dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis di laboratorium. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di lahan sawah Desa Hilibadalu Kecamatan Sogaeadu Kabupaten Nias dengan luas 190 ha dan ketinggian tempat ± 18 m di atas permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Tujuan survey dan pemetaan tanah adalah mengklasifikasikan dan memetakan tanah dengan mengelompokan tanah-tanah yang sama kedalam satu satuan peta tanah yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran

TINJAUAN PUSTAKA. Survei dan Pemetaan Tanah. Pemetaan adalah proses pengukuran, perhitungan dan penggambaran TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei tanah adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk dapat membedakan tanah satu dengan yang lain yang kemudian disajikan dalam suatu peta (Tamtomo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan Pupuk Konvensional dan kombinasi POC 3 l/ha dan Pupuk Konvensional IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Analisis Tanah Awal Data hasil analisis tanah awal disajikan pada Tabel Lampiran 2. Berdasarkan Kriteria Penilaian Sifat Kimia dan Fisika Tanah PPT (1983) yang disajikan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Sifat Fisik Tanah Sifat fisik tanah yang di analisis adalah tekstur tanah, bulk density, porositas, air tersedia, serta permeabilitas. Berikut adalah nilai masing-masing

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara

Untuk menunjang pertumbuhannya, tananam memerlukan pasokan hara Penentuan Takaran Pupuk Fosfat untuk Tanaman Padi Sawah Sarlan Abdulrachman dan Hasil Sembiring 1 Ringkasan Pemanfaatan kandungan fosfat tanah secara optimal merupakan strategi terbaik untuk mempertahankan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sifat Fisik dan Kimia Tanah Inceptisol Indramayu Inceptisol Indramayu memiliki tekstur lempung liat berdebu dengan persentase pasir, debu, liat masing-masing 38%,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion

MATERI-9. Unsur Hara Mikro: Kation & Anion MATERI-9 Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Unsur Hara Mikro: Kation & Anion Pengelolaan tanaman secara intensif, disadari atau tidak, dapat menjadi penyebab munculnya kekurangan ataupun keracunan unsur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford

TINJAUAN PUSTAKA. Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Tanah Survei memiliki arti yang bermacam-macam. Survei menurut Oxford adalah peninjauan secara umum, melihat-lihat atau memikirkan tentang sesuatu; inspeksi kondisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (CH 2 O)n + n O 2 n CO 2 + n H 2 O + e - (1) mikrob (CH 2 O)n + nh 2 O nco 2 + 4n e - + 4n H + (2)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (CH 2 O)n + n O 2 n CO 2 + n H 2 O + e - (1) mikrob (CH 2 O)n + nh 2 O nco 2 + 4n e - + 4n H + (2) HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Eh dan ph Ketika tanah digenangi, air akan menggantikan udara dalam pori tanah. Pada kondisi seperti ini, mikrob aerob tanah menggunakan semua oksigen yang tersisa dalam tanah.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Saat Ini Faktor Fisik Lingkungan Tanah, Air, dan Vegetasi di Kabupaten Kutai Kartanegara Kondisi umum saat ini pada kawasan pasca tambang batubara adalah terjadi

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada.

I. TINJAUAN PUSTAKA. produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menghasilkan produk tanaman yang diinginkan pada lingkungan tempat tanah itu berada. Produk tanaman tersebut dapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tergenang lainnya adalah adanya lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tergenang lainnya adalah adanya lapisan oksidasi di bawah permukaan air akibat TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah merupakan tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari massa pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN

IV. HASIL PENELITIAN IV. HASIL PENELITIAN Karakterisasi Tanah Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa tanah Ultisol memiliki tekstur lempung dan bersifat masam (Tabel 2). Selisih antara ph H,O dan ph KC1 adalah 0,4; berarti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kedelai (Glycine max [L.] Merrill.) merupakan salah satu komoditas tanaman pangan yang penting dalam peningkatan gizi masyarakat Indonesia. Hal tersebut didasarkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) Tanaman kedelai termasuk family leguminosae yang banyak varietasnya. Susunan morfologi kedelai terdiri dari akar, batang, daun, bunga dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara di wilayah tropika basah yang sebagian besar wilayahnya didominasi oleh tanah yang miskin akan unsur hara, salah satunya adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1. Berbagai sifat kimia tanah yang dijumpai di lokasi penelitian terlihat beragam, berikut diuraikan sifat kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio: Spermatophyta; Sub divisio: Angiospermae; Kelas : Dikotyledonae;

Lebih terperinci

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG

ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG ANALISIS TANAH SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESUBURAN LAHAN BUDIDAYA PERTANIAN DI KOTA SEMARANG Rossi Prabowo 1*,Renan Subantoro 1 1 Jurusan Agrobisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Wahid Hasyim Semarang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sifat dan Ciri Tanah Ultisol Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kualitas tanah dalam hal kemampuannya untuk menyediakan unsur hara yang cocok dalam jumlah yang cukup serta dalam keseimbangan yang tepat

Lebih terperinci

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 01/Kpts/SR.130/1/2006 TANGGAL 3 JANUARI 2006 TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI MENTERI PERTANIAN REPUBLIK KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. Sekilas Tentang Tanah Andisol. lapisan organik dengan sifat-sifat tanah andik, mana saja yang lebih TINJAUAN PUSTAKA Sekilas Tentang Tanah Andisol Andisol merupakan tanah yang mempunyai sifat tanah andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya, sebagaimana menurut Soil Survey Staff (2010) : 1. Didalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tumbuhan hutan yang dibudidayakan. Tanaman ini memiliki respon yang baik sekali terhadap kondisi lingkungan hidup dan perlakuan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah

Rizki Annisa Nasution*, M. M. B. Damanik, Jamilah DAMPAK POLA TANAM PADI PADI DAN PADI SEMANGKA TERHADAP Al DAN Fe PADA KONDISI TANAH TIDAK DISAWAHKAN DI DESA AIR HITAM KECAMATAN LIMA PULUH KABUPATEN BATUBARA The impact of Rice- Rice and Rice- Watermelon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor

II. TINJAUAN PUSTAKA. menunjang pertumbuhan suatu jenis tanaman pada lingkungan dengan faktor II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesuburan Tanah Kesuburan tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk menyediakan unsur hara, pada takaran dan kesetimbangan tertentu secara berkesinambung, untuk menunjang pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk,

TINJAUAN PUSTAKA. yang dikeringkan dengan membuat saluran-saluran drainase (Prasetyo dkk, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah sawah bukan merupakan

Lebih terperinci

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap

Latar Belakang. Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap I. PENDAHULUAN Latar Belakang Kalium merupakan salah satu hara makro setelah N dan P yang diserap tanaman dalam jumlah banyak. Pada tanaman jagung hara Kdiserap lebih banyak daripada hara N dan P. Lei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Pupuk dan Pemupukan 4 TINJAUAN PUSTAKA Padi Varietas Way Apoburu Padi sawah dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu : padi sawah (lahan yang cukup memperoleh air, digenangi waktu-waktu tertentu terutama musim tanam sampai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Fisikokimia Tanah Percobaan dan Sifat Kimia Kotoran Sapi 4.1.1. Kakteristik Ultisol Gunung Sindur Hasil analisis pendahuluan sifat-sifat kimia tanah disajikan pada tabel.1.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal

TINJAUAN PUSTAKA. Survei Tanah. Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Untuk dapat melakukan perencanaan secara menyeluruh dalam hal penggunaan dan pengelolaan suatu lahan, maka hal pokok yang perlu diperhatikan adalah tersedianya informasi faktor

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Di Sumatra Utara areal pertanaman jagung sebagian besar di tanah Inceptisol yang tersebar luas dan berdasarkan data dari Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura Sumatera Utara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Reaksi tanah menyatakan tingkat kemasaman suatu tanah. Reaksi tanah dapat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk atau berpotensi digunakan untuk menanam padi sawah. Dalam definisi ini tanah sawah mencakup semua tanah yang terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. (Subagyo, dkk, 2000). Namun demikian, tanah Ultisol ini memiliki kandungan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanah Ultisol termasuk bagian terluas dari lahan kering yang ada di Indonesia yaitu 45.794.000 ha atau sekitar 25 % dari total luas daratan Indonesia (Subagyo, dkk, 2000). Namun

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Sawah. cukup baik di daerah datar maupun perbukitan yang diteraskan. Umumnya tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Sawah. cukup baik di daerah datar maupun perbukitan yang diteraskan. Umumnya tanah TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk menanam padi sawah, baik secara terus menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.tanah sawah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Sifat Kimia Tanah Data sekunder hasil analisis kimia tanah yang diamati yaitu ph tanah, C-Org, N Total, P Bray, kation basa (Ca, Mg, K, Na), kapasitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang tanah adalah salah satu jenis palawija yang dapat ditanam di sawah atau di ladang. Budidaya kacang tanah tidak begitu rumit, dan kondisi lingkungan setempat yang

Lebih terperinci

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering)

Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Penetapan Rekomendasi Pemupukan Dengan PUTK (Perangkat Uji Tanah Lahan Kering) Hingga saat ini di sebagian besar wilayah, rekomendasi pemupukan untuk tanaman pangan lahan kering masih bersifat umum baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terak Baja terhadap Sifat Kimia Tanah Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian terak baja berpengaruh nyata terhadap peningkatan ph tanah (Tabel Lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air

TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air 4 TINJAUAN PUSTAKA Budidaya Jenuh Air Budidaya jenuh air merupakan sistem penanaman dengan membuat kondisi tanah di bawah perakaran tanaman selalu jenuh air dan pengairan untuk membuat kondisi tanah jenuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang

TINJAUAN PUSTAKA. rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Tanah sawah (Paddy soils) merupakan tanah yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, baik secara terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) atau yang sering disebut Brambang dalam bahasa (Jawa) adalah nama tanaman dari familia Alliaceae. Umbi dari tanaman bawang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600- 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-700 ribu ton per tahun dengan kebutuhan kedelai nasional mencapai 2 juta ton

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Desa Panapalan, Kecamatan Tengah Ilir terdiri dari 5 desa dengan luas 221,44 Km 2 dengan berbagai ketinggian yang berbeda dan di desa

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 13 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Sifat Kimia Tanah Variabel kimia tanah yang diamati adalah ph, C-organik, N Total, P Bray, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan KTK. Hasil analisis sifat kimia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah 2.2. Fraksi-fraksi Kalium dalam Tanah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Kalium Terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi Sawah Peranan utama kalium (K) dalam tanaman adalah sebagai aktivator berbagai enzim (Soepardi 1983). K merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar

Lebih terperinci

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84

Daftar Isi. III. Pengelolaan Tanah Masam Pengertian Tanah Masam Kendala Tanah Masam Mengatasi Kendala Tanah Masam 84 Daftar Isi Kata Pengantar Daftar isi Daftar Tabel Daftar Gambar I. Pendahuluan 1 1.1.Pentingnya Unsur Hara Untuk Tanaman 6 1.2.Hubungan Jenis Tanah Dengan Unsur Hara 8 1.3.Hubungan Unsur Hara Dengan Kesehatan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn:

Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi p-issn: Volume 1 Nomor 2 Tahun 2017 e-issn: STATUS HARA LAHAN SAWAH DAN REKOMENDASI PEMUPUKAN PADI SAWAH PASANG SURUT DI KECAMATAN RANTAU RASAU KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR JAMBI Busyra Buyung Saidi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup

I. PENDAHULUAN. atau jamu. Selain itu cabai juga memiliki kandungan gizi yang cukup I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting yang bernilai ekonomis tinggi dan cocok untuk dikembangkan di daerah tropika seperti di Indonesia.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo

Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Survey dan Pemetaan Status Hara-P di Kecamatan Kabanjahe Kabupaten Karo Survey and mapping nutriens status of P at sub-district of Kabanjahe Regensi of Karo Rino Ginting S, Mukhlis*,Gantar Sitanggang Program

Lebih terperinci

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi

BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM. Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi BAB. VII. PEMBAHASAN UMUM Konsentrasi Fe dalam Tanah dan Larutan Hara Keracunan Fe pada Padi yang Menyebabkan Berdasarkan hasil-hasil penelitian penyebab keracunan besi beragam, bukan hanya disebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan

I. PENDAHULUAN. Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) merupakan salah satu tanaman pangan yang berpotensi untuk dikembangkan secara intensif. Permintaan kacang hijau dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi (Sofyan dkk., 2007). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan Sawah Sawah adalah lahan pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga Juni 2013. Pengambilan sampel tanah dilakukan di tiga lokasi yakni: hutan gambut skunder,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 35 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini terdiri dari penelitian survei dan penelitian pot. Penelitian survei pupuk dilaksanakan bulan Mei - Juli 2011 di Jawa Barat, Jawa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Sawah. sawah yang menentukan keberlanjutan sistem budidaya padi sawah adalah sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Tanah Sawah. sawah yang menentukan keberlanjutan sistem budidaya padi sawah adalah sebagai TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Menurut Greenland (1997) dalam Iqbal (2009), karakteristik utama tanah sawah yang menentukan keberlanjutan sistem budidaya padi sawah adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat

TINJAUN PUSTAKA. Sifat sifat Kimia Tanah. tekstur tanah, kepadatan tanah,dan lain-lain. Sifat kimia tanah mengacu pada sifat TINJAUN PUSTAKA Sifat sifat Kimia Tanah Tanah memiliki sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi. Sifat fisik dan biologi tanah dapat dilihat secara kasat mata dan diteliti dengan warna tanah, tekstur

Lebih terperinci

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK

Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah ABSTRAK Pengaruh Vermikompos terhadap Perubahan Kemasaman (ph) dan P-tersedia Tanah Oleh: A. Madjid Rohim 1), A. Napoleon 1), Momon Sodik Imanuddin 1), dan Silvia Rossa 2), 1) Dosen Jurusan Tanah dan Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah

TINJAUAN PUSTAKA. akibat reduksi besi-feri (Fe-III) menjadi besi-fero (Fe-II). Akan tetapi pada tanah TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Tanah adalah suatu benda alami yang terdapat di permukaan kulit buni, yang tersusun dari bahan-bahan mineral sebagai hasil pelapukan batuan dan bahan organuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sifat dan Ciri Ultisol. merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Ultisol Ultisol berasal dari bahasa Latin Ultimius, yang berarti terakhir yang merupakan tanah yang terkikis dan memperlihatkan pengaruh pencucian yang lanjut. Ultisol memiliki

Lebih terperinci