BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, manusia hidup berpasang-pasangan yang membentuk

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, manusia hidup berpasang-pasangan yang membentuk"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial (zoon politicon) yang saling berinteraksi satu sama lain, dan saling membutuhkan orang lain. Dalam kehidupan masyarakat, manusia hidup berpasang-pasangan yang membentuk sebuah keluarga yang diikat dengan suatu perkawinan. 1 Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang terhormat. Di dalam Pasal 1 Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, telah ditentukan pengertian perkawinan yakni : Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 2 1 M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Sinar Grafika, 2001), Pasal 1 Undang undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, (Rhedbook Publisher, 2008),

2 2 Jadi menurut undang undang ini, perkawinan barulah ada apabila dilakukan antara seorang pria dan wanita, tentulah tidak dinamakan perkawinan apabila yang terikat dalam perjanjian 2 orang pria saja atau wanita saja. Demikian juga, tidaklah merupakan perkawinan bila dilakukan antara banyak pria atau wanita sekaligus. 3 Suatu perkawinan itu dianggap sah secara hukum Islam apabila rukun dan syarat telah terpenuhi. Sedangkan dalam Undang-undang Perkawinan Nomor 1 tahun 1974 keabsahan suatu perkawinan, dijelaskan dalam Pasal 2 yaitu perkawinan itu terjadi apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan, harus dicatatkan, atas persetujuan kedua mempelai, tidak memiliki hubungan darah, tidak dalam ikatan perkawinan, serta bukan pasangan suami istri yang telah bercerai dua kali. 4 Putusnya perkawinan antara suami istri itu terdapat dalam beberapa bentuk, tergantung terhadap siapa yang berkehendak untuk putusnya perkawinan tersebut. Dalam hal ini terdapat empat kemungkinan, yaitu: 5 1. Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri, yaitu melalui matinya salah seorang suami istri tersebut. Maka dengan adanya kematian itu dengan sendirinya berakhir pula hubungan perkawinan. 3 Moch. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999), Wasman dan Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Teras, 2011), Amir Syarifudin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2009), 197.

3 3 2. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami oleh alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu. Perceraian dalam bentuk ini disebut talaq. 3. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena si istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri dengan cara tertentu ini diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutus perkawinan itu. Putusnya perkawinan dengan cara ini disebut khulu. 4. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan atau pada isteri yang menandakan tidak tepatnya hubungan perkawinan itu dilanjutkan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut fasakh. Fasakh menjadi salah satu penyebab putusnya perkawinan, fasakh bisa terjadi karena tidak terpenuhinya syarat syarat ketika berlangsung akad nikah, atau karena hal hal lain yang datang kemudian dan membatalkan kelangsungannya perkawinan. 6 6 Slamet Abidin dan H. Aminudin, Fiqih MSunakahat II, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), 73.

4 4 Dalam Pasal 22 Undang undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinyatakan: Pernikahan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan. 7 Sedangkan dalam Pasal 24 dalam undang-undang yang sama dinyatakan: Barangsiapa karena perkawinan masih terikat dirinya dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasar masih adanya perkawinan dapat mengajukan pembatalan perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat (2) dan pasal 4 Undang-undang ini. 8 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa suatu perkawinan yang dilaksanakan oleh seseorang bisa batal demi hukum dan bisa dibatalkan apabila cacat hukum dalam pelaksanaannya. Pengadilan Agama dapat membatalkan pernikahan tersebut atas permohonan pihak pihak yang berkepentingan. 9 Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 71 KHI, suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila : a. Seorang suami melakukan poligami tanpa seizin Pengadilan Agama; b. Perempuan yang dikawini ternyata dikemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud; c. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah dari suami lain; 7 Pasal 22 Undang undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, (Rhedbook Publisher, 2008), Ibid, Abdul Manan, Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006) 45.

5 5 d. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan, sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 7 Undang undang No. 1 Tahun 1974; e. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak; f. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan; Selanjutnya dijelaskan dalam Pasal 72 ayat (2) dalam KHI, yakni : Seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan pembatalan perkawinan apabila pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi penipuan atau salah sangka mengenai diri suami atau istri 10. Yang dimaksud dengan penipuan ialah suami mengaku jejaka pada waktu nikah kemudian ternyata diketahui sudah beristri sehingga terjadi poligami tanpa izin pengadilan. Demikian pula penipuan terhadap identitas diri. 11 Melihat penjelasan di atas, penipuan diri suami sebagai alternatif suami untuk bisa melangsungkan pernikahan baru tanpa izin dari istri sebelumnya. Padahal sudah dijelaskan dalam Pasal 58 ayat (1) KHI yang berbunyi: Selain syarat utama yang disebut pada Pasal 55 ayat (2)maka untuk memperoleh izin Pengadilan Agama harus pula dipenuhi syarat syarat yang ditentukan pada Pasal 5 Undang undang no. 1 Tahun 1974 yaitu: a. Adanya persetujuan istri; 10 Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), ibid, 38.

6 6 b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istri istri dan anak anak mereka. 12 Maka harus dipenuhinya syarat syarat yakni adanya persetujuan dari istri/ istri istri. Berkaitan kasus di atas Putusan Pengadilan Agama Lamongan dengan perkara No: 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg tentang Permohonan Pembatalan Perkawinan. Gambaran perkaranya yakni seorang istri (Pemohon) mengajukan permohonan pembatalan nikah ke Pengadilan Agama Lamongan, dan yang menjadi Termohon I yakni suami Pemohon, sedangkan yang menjadi Termohon II yakni istri ke 2 Termohon I. Alasan Pemohon mengajukan permohonan pembatalan nikah antara Termohon I dan Termohon II, kerena ketika menikah dengan Termohon II, Termohon I mengaku berstatus duda mati (Surat Keterangan Untuk Nikah nomor: 470/77/ /2010, tanggal 16 Agustus 2010, yang dikeluarkan oleh Kepala Desa, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan), padahal pemohon sebagai istri syah Termohon I sampai sekarang masih hidup. Selain itu karena perkawinan Termohon I dan Termohon II tersebut dilakukan tanpa izin dari Pemohon sebagai istrinya dan tanpa izin dari Pengadilan Agama yang 12 ibid, 11.

7 7 berwenang, maka pelaksanaan perkawinan tersebut tidak memenuhi persyaratan perkawinan lebih dari satu (polygami). 13 Dalam proses persidangan berlangsung, Majelis Hakim telah berupaya mendamaikan para pihak berperkara, dan telah pula diupayakan melalui mediasi dengan menunjuk seorang hakim Pengadilan Agama bernama Drs. H. Nur Khasan, SH. MH., untuk menjalankan fungsi sebagai mediator. Akan tetapi penulis merasa kurang tepat jika mediasi diterapkan dalam perkara pembatalan perkawinan seperti dalam perkara No: 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg, dalam perkara tersebut alasan istri mengajukan permohonan pembatalan perkawinan terhadap perkawinan ke 2 suaminya dengan wanita lain tanpa seizin istri pertama dan suami juga memalsukan identitasnya dengan cara merubah statusnya menjadi duda mati padahal stri syahnya masih hidup. Dan hal ini dapat dibatalkan sesuai dengan ketentuan Pasal 71 Ayat (a) KHI dan Pasal 24 Undang undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dan dalam perkara ini, hakim tetap melakukan mediasi. Padahal dalam KMA/032/SK/IV/2006 tentang pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Agama menjadi peraturan yang digunakan dalam perkara pembatalan perkawinan untuk masalah mediasinya, yaitu perkara pembatalan perkawinan tidak wajib melakukan prosedur mediasi, hal itu disebabkan karena perkara tersebut menyangkut legalitas hukum. Untuk itu 13 Nomor: 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg Putusan PA Lamongan tanggal 17 Juli 2012, 4.

8 8 penulis meneliti tentang penggunaan mediasi dalam pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan. Hal ini sesuai dengan asas kewajiban hakim untuk mendamaikan pihak-pihak yang berperkara yang diatur dalam Pasal 65 dan 82 UU No jo Pasal 31 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, 14 dan juga dalam Pasal 4 Perma no. 1 Tahun Hal ini juga sejalan dengan tuntunan ajaran moral Islam. Islam selalu menyuruh menyelesaikan setiap perselisihan dan persengketaan melalui pendekatan islah yang tercantum dalam QS. Al Hujurat: Artinya: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara, sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS.Al- Hujurat: 10). Anjuran damai sebenarnya dapat dilakukan kapan saja sepanjang perkara belum diputus, tetapi anjuran damai pada permulaan sidang pertama adalah bersifat mutlak/wajib dilakukan dan dicantumkan dalam berita acara M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2001) Departemen Agama, Al-Quran Al Karim dan Terjemahan, (Bandung: J-Art, 2005), Roihan A. Rasyid, Hukum Acara Peradilan Agama, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), 100.

9 9 Secara institusional proses mediasi di Pengadilan dilembagakan melalui Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di pengadilan, disempurnakan dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan, dengan tujuan memperkuat dan memaksimalkan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di pengadilan. 17 Berdasarkan pasal 2 Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi, setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur mediasi. Selain itu tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan Perma Nomor 1 Tahun 2008 merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Dalam Pasal 1 Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan: Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan di bantu oleh mediator. 18 Dalam Pasal 4 Perma no. 1 Tahun 2008 juga menjelaskan tentang kewajiban pengupayaan perdamaian, yang berbunyi: Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), Pasal 1 Perma No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi. 19 Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi.

10 10 Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Mediasi adalah konsep yang dianggap paling cocok oleh Mahkamah Agung untuk melaksanakan proses perdamaian dalam perkara perdata yang diatur oleh Pasal 130 HIR / 154 RBg. Pandangan tersebut berpangkal tolak dari asumsi bahwa proses perdamaian dengan menggunakan konsep mediasi dianggap akan lebih memberikan hasil yang lebih optimal dibandingkan proses perdamaian dengan cara memberikan kesempatan kepada para pihak untuk melakukan perdamaian sendiri. Kehadiran mediator dalam proses perdamaian pada akhirnya bertujuan untuk memberikan suatu bentuk penyelesaian yang lebih cepat, lebih sederhana dan lebih murah sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 2 Ayat (4) Undang Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 20 Akan tetapi penulis merasa kurang tepat jika mediasi diterapkan dalam perkara pembatalan perkawinan seperti dalam perkara No: 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg. Dalam perkara tersebut alasan istri mengajukan permohonan pembatalan perkawinan terhadap perkawinan ke 2 suaminya dengan 20 D.Y. Witanto, Hukum Acara Mediasi, (Bandung: ALFABETA, 2011), 67.

11 11 wanita lain tanpa seizin istri pertama dan suami juga memalsukan identitasnya dengan cara merubah statusnya menjadi duda mati padahal stri syahnya masih hidup. Dan hal ini dapat dibatalkan sesuai dengan ketentuan Pasal 71 ayat (a) KHI dan Pasal 24 Undang Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dan dalam perkara ini, hakim tetap melakukan mediasi. padahal dalam KMA/032/SK/IV/2006 tentang pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Agama menjadi peraturan yang digunakan dalam perkara pembatalan perkawinan untuk masalah mediasinya, yaitu perkara pembatalan perkawinan tidak wajib melakukan prosedur mediasi, hal itu disebabkan karena perkara tersebut menyangkut legalitas hukum. Untuk itu penulis meneliti tentang Penggunaan Mediasi dalam Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan. Berdasarkan gambaran singkat masalah yang terjadi di atas, penulis tertarik untuk meneliti perkara tersebut dalam skripsi yang diformulasikan dalam sebuah judul Analisis Yuridis Terhadap Penggunaan Mediasi Dalam Pembatalan Perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/ Pdt.G/ 2012/ PA.Lmg). B. Identifikasi Masalah Sesuai dengan paparan latar belakang masalah di atas dapat diketahui timbulnya beberapa masalah sebagai berikut : 1. Bentuk-bentuk putusnya perkawinan dalam hukum perkawinan islam

12 12 2. Pengertian dan dasar hukum batalnya perkawinan ( fasakh )dalam KHI dan Undang undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. 3. Persyaratan poligami dalam perundang undangan di Indonesia. 4. Mediasi sebagai alternatif penyelesaian sengketa perdata. 5. Pengertian dan sejarah mediasi. 6. Dasar hukum mediasi. 7. Mediasi dalam peundang undangan di Indonesia. 8. Sejarah munculnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 9. Perkara perkara yang wajib melakukan prosedur mediasi sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi. 10. Kedudukan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi terhadap perkara pembatalan perkawinan. 11. Pertimbangan Hakim tentang kedudukan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam perkara pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan Nomor 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg. 12. Alasan alasan yang mewajibkan adanya prosedur mediasi dalam perkara pembatalan perkawinan. 13. Dasar pertimbangan Majelis Hakim di Pengadilan Agama Lamongan dalam memutuskan perkara tersebut dengan melalui prosedur mediasi.

13 13 C. Pembatasan Masalah Sehubungan dengan adanya suatu permasalahan di atas, maka untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada masalah-masalah berikut ini : 1. Proses mediasi dalam perkara pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan dalam perkara Nomor 1087/ Pdt.G/ 2012/ PA.Lmg. 2. Analisis yuridis putusan hakim Pengadilan Agama Lamongan terhadap penggunaan mediasi dalam pembatalan perkawinan Studi Kasus Putusan Nomor 1087/ Pdt.G/ 2012/ PA.Lmg. D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana proses mediasi dalam pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)? 2. Bagaimana analisis yuridis putusan hakim Pengadilan Agama Lamongan terhadap penggunaan mediasi dalam pembatalan perkawinan (Studi Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)?

14 14 E. Kajian Pustaka Permasalahan yang akan dikaji dalam skripsi ini mengenai mediasi sebenarnya sudah ada yang membahas, akan tetapi dari pandangan masingmasing penulis mempunyai pendekatan dan titik tolak pembahasan yang berbeda, diantaranya adalah: 1. Ayu Malinda Bulqis, dengan skripsinya yang berjudul Penolakan Penggunaan Prosedur Mediasi Dalam Perkara Pembatalan Perkawinan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Gresik Nomor 0413/Pdt.G/2011/Pa.Gs), kesimpulan dalam penelitian ini bahwasannya pertimbangan hakim tidak menggunakan mediasi dalam perkara pembatalan perkawinan karena Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan tersebut merupakan implementasi dari Pasal 130 HIR dan 154 RBg. Dalam perkara pembatalan perkawinan, peraturan yang digunakan untuk masalah mediasi ialah KMA/032/SK/IV/2006 tentang pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, yaitu perkara tersebut tidak wajib melakukan prosedur mediasi, hal itu disebabkan karena perkara tersebut menyangkut legalitas hukum. Memang membahas masalah yang sama yakni mediasi, akan tetapi pendekatan dan sudut pandang pembahasan yang dikemukakan berbeda dengan skripsi penulis, terutama dalam skripsi yang ditulis oleh Ayu Malinda Bulqis yang memiliki kesamaan obyek yakni tentang mediasi dalam

15 15 pembatalan perkawinan. Bahwa dalam skripsi ini merupakan penelitian tentang penggunaan dari mediasi dalam perkara pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan. Dan dalam skripsi ini juga mengulas tentang proses / pelaksanaan mediasi dalam perkara pembatalan perkawinan dan dasar hokum yang menjadi alasan hakim. Dan mengulas alasan hakim tetap mengupayakan perdamaian meskipun dalam KMA/032/SK/IV/2006 tentang pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan, yaitu perkara tersebut tidak wajib melakukan prosedur mediasi, 2. Agustina Kumala. D.S, dengan skripsinya yang berjudul Efektivitas Mediasi pada Perkara Perceraian di Pengadilan Agama Lamongan sebelum dan sesudah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi. Dengan rumusan masalah: Bagaimana pelaksanaan dan kendala dalam pelaksanaan mediasi pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Lamongan sebelum dan sesudah berlakunya Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi serta efektivitas mediasi pada perkara perceraian di Pengadilan Agama Lamongan. Dalam skripsi Agustina Kumala. D.S, jelas yang dibahas dalam skripsinya mengenai mediasi pada perkara perceraian. Sedangkan yang dibahas dalam skripsi penulis tentang mediasi dalam pembatalan perkawinan. 3. Atika Inatsun Najah, dengan skripsinya yang berjudul Penerapan Mediasi Dalam Mengupayakan Perdamaian di Pengadilan Agama Sidoarjo (Studi

16 16 Analisis Dengan Perspektif Perma RI No. 2 Tahun 2003 Dan Hukum Islam). Kesimpulan dalam penelitian ini bahwa proses di Pengadilan Agama Sidoarjo prosesnya dilaksanakan setelah pemeriksaan perkara berjalan. Yuridiksinya mengenai perkara yang sifatnya (contentius) yaitu mengandung unsur harta benda seperti harta bersama waris, wakaf, ekonomi syariah, namun dalam pelaksanaanya belum sepenuhnya efektif. Hukum mediator ditunjuk oleh Ketua Pengadilan dengan suatu penetapan dalam upaya membantu majelis hakim mendamaikan para pihak diluar sidang. Kemudian majelis hakim melanjutkan pokok perkara sedang mediator menyelesaikan masalah krusial diluar sidang. Sedangakan fokus dalam skripsi penulis tentang penggunaan mediasi dalam pembatalan perkawinan. Sehinga menurut hemat penulis, penelitian ini diharapkan mampu mengisi celah yang belum diisi dalam penelitian sebelumnya. F. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian yang akan dicapai adalah: 1. Untuk mengetahui pelaksanaan mediasi pada perkara pembatalan pernikahan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg ).

17 17 2. Untuk mengetahui analisis yuridis putusan hakim Pengadilan Agama Lamongan terhadap penggunaan mediasi dalam pembatalan perkawinan ( Studi Kasus Putusan Nomor 1087Pdt.G/2012/PA.Lmg). G. Kegunaan Hasil Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka penelitian yang peneliti lakukan ini memiliki kegunaan hasil penelitian yaitu : 1. Secara Teoritis a. Sebagai sumbangan pemikiran dan pengembangan ilmu hukum acara perdata khususnya masalah mediasi. b. Sebagai bahan informasi, masukan dan evaluasi bagi para mahasiswa atau praktisi hukum dalam penyelesaian masalah tentunya mengenai mediasi. c. Sebagai penambah wawasan keilmuwan dan memperkaya pengalaman bagi mahasiswa, mediator, advokat, dan praktisi hukum lainnya. 2. Secara Praktis a. Untuk memberikan masukan dan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah keefektifan mediasi dalam hal perceraian di Pengadilan Agama. b. Sebagai pedoman dan dasar bagi peneliti lain dalam mengkaji penelitian lagi yang lebih mendalam.

18 18 H. Definisi Operasional Untuk memperjelas kemana arah pembahasan masalah yang diangkat, maka penulis perlu memberikan definisi dari judul tersebut, yakni dengan menguraikan sebagai berikut : 1. Analisis Yuridis : menganalisis obyek penelitian dengan bertumpu pada teori mediasi dalam hukum acara perdata dan perundang Undangan yang berlaku di pengadilan Agama Lamongan. Yaitu Perma Nomor 1 Tahun 2008 dan KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan. 2. Penggunaan Mediasi dalam Pembatalan perkawinan: Pemakaian mediasi sebagai cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu mediator dalam perkara pembatalan perkawinan oleh Pengadilan Agama Lamongan berdasarkan tuntutan istri. I. Metode Penelitian 1. Data yang dikumpulkan Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan adalah data yang berupa berkas-berkas perkara dan hasil wawancara dengan pihak yang terlibat dalam menangani perkara tersebut, meliputi: a. Data tentang putusan PA Lamongan Nomor 1087/Pdt.G/2012/ PA.Lmg.

19 19 b. Data tentang pelaksanaan mediasi dalam mengupayakan perdamaian dalam hal pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan. c. Data tentang Perma nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. 2. Sumber Data Penelitian a. Sumber Data Primer Sumber Primer adalah sumber yang bersifat utama dan penting yang memungkinkan untuk mendapatkan sejumlah informasi yang diperlukan dan berkaitan dengan penelitian. 21 yaitu: 1) Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Proses Mediasi di Pengadilan. 2) Putusan PA Lamongan nomor 1087/Pdt.G/2008/PA.Lmg. 3) Para hakim yang terlibat dalam putusan tersebut. b. Sumber data sekunder Berupa literatur yang berkenaan dengan hukum materiil dan formil perdata yang berhubungan dengan masalah penelitian, antara lain: 1) KUH Perdata (BW). 2) RIB/HIR 3) D.Y Witanto, Hukum Acara Mediasi. 4) Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo,1997),

20 20 5) Sulaikin Lubis, dkk, Hukum Acara Perdata Peradilan Agama di Indonesia. 6) Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama. 7) Edi As adi, Hukum Acara Perdata dalam Perspektif Mediasi (ADR) di Indonesia. 8) M. Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama. 9) M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata. 10) M. Mukhsin Jamil, Mengelola Konflik Membangun Damai. 11) Musahadi HAM, Mediasi dan Resolusi Konflik di Indonesia. 12) Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan. 13) Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Prespektif Hukum Syariah, Hukum Adat, & Hukum Nasional. 3. Teknik pengumpulan data Dalam rangka pengumpulan data yang diperlukan dari sumber di atas, maka digunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a. Dokumentasi yaitu dilakukan dengan cara menggali data melalui berkasberkas dan dokumen yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini. Melalui teknik dokumentasi ini, peneliti akan melakukan penelaahan bacaan yang sesuai dengan objek penelitian yakni mengenai mediasi dan

21 21 pembatalan perkawinan secara umum, serta mengenai Perma nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi dan putusan PA Lamongan nomor 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg tentang pembatalan perkawinan. b. Wawancara/interview yaitu dilakukan dengan cara dialog dengan hakimhakim yang terlibat dalam permasalahan penelitian ini. Hal ini karena objek dari penelitian ini merupakan wilayah hukum praktis yakni tentang Mediasi dan Putusan Pengadilan. Maka wawancara akan dilakukan oleh peneliti kepada para Hakim yang memutuskan perkara PA tersebut diatas serta tentang kaitannya dengan mediasi yang diatur dalam Perma Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi. 4. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya ialah menganalisis data. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Metode analisis deskriptif ialah menyajikan data dalam bentuk narasi yang saling berkaitan, 22 dengan menggambarkan dan memaparkan tentang putusan pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan yang menggunakan proses mediasi, kemudian dianalisis dengan kedudukan Perma Nomor 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi sehingga menghasilkan pemahaman secara kongkrit dan jelas. 22 Moch Nazir, Metodologi Penelitian, (Bogor: Galia Indonesia, cet. VI, 2005), 63.

22 22 Pola pikir yang digunakan adalah pola pikir deduktif, yaitu diawali dengan menggunakan teori teori mengenai pembatalan perkawinan dan mediasi yang bersifat umum, selanjutnya dikemukakan kenyataan yang bersifat khusus dari hasil riset terhadap putusan Pengadilan Agama Lamongan tentang pembatalan perkawinan untuk kemudian ditarik kesimpulan. J. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan dipaparkan dengan tujuan untuk penulisan dan pemahaman. Disusun dalam lima bab yang tiap bab terdiri dari sub bab. Adapun sistematika pembahasan ini adalah sebagai berikut : Bab pertama berupa pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan dan kegunaan penelitian, definisi operasional, dan metode penelitian serta sistematika pembahasan. Bab kedua pada bab ini merupakan landasan teori yang merinci tentang pengertian tentang ketentuan ketentuan secara umum tentang pembatalan perkawinan dan mediasi yang mecakup pengertian pembatalan perkawinan, dasar hukum pembatalan perkawinan, pembatalan perkawinan dalam perundang undangandi Indonesia, persyaratan poligami, pengertian mediasi, mediasi dalam peradilan di Indonesia termasuk didalamnya, selanjutnya membahas tentang kekuatan hukum mediasi dilihat dari segi Perma Nomor 1 tahun 2008 Tentang prosedur Mediasi.

23 23 Bab ketiga pada bab ini merupakan data penelitian yang meliputi sekilas tentang gambaran umum Pengadilan Agama Lamongan mencakup kompetensi dan wilayah hukumnya serta struktur kepengurusan yang terdapat di dalamnya, selanjutnya mengarah kepada prosedur mediasi dalam perkara pembatalan pernikahan dan selanjutnya mengarah kepada dasar dan pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara di Pengadilan Agama Nomor 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg yang melalui prosedur mediasi. Bab keempat pada bab ini berisikan tentang analisis yuridis terhadap hasil penelitian di lapangan dengan ditinjau dari hukum acara perdata khususnya tentang mediasi terhadap Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi dalam pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Lamongan Nomor 1087/Pdt.G/2012/PA.Lmg, yang mencakup tentang pertimbangan hakim dalam menyarankan / mengarahkan penggunaan prosedur mediasi. Bab kelima pada bab ini memuat Penutup yang berisikan kesimpulan dari hasil penelitian lapangan dan juga saran yang diberikan sesuai dengan permasalahan yang ada.

A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg)

A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan di Pengadilan Agama Lamongan (Studi Kasus Putusan Nomor 1087/Pdt.G/2012/Pa.Lmg) BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGGUNAAN MEDIASI DALAM PERKARA PEMBATALAN PERKAWINAN DI PENGADILAN AGAMA LAMONGAN Perkara Nomor: 1087/Pdt.G/2012/PA. Lmg A. Proses Mediasi dalam Pembatalan Pekawinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. sunnatullah yang umumnya berlaku pada semua mahkluk-nya. Hal ini merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara alamiah mempunyai daya tarik antara satu dengan yang lainnya untuk membina suatu hubungan. Sebagai realisasi manusia dalam membina hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kamus bahasa arab, diistilahkan dalam Qadha yang berarti 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan Agama adalah salah satu dari peradilan Negara Indonesia yang sah, yang bersifat peradilan khusus, berwenang dalam jenis perkara perdata Islam tertentu,

Lebih terperinci

BAB IV CERAI TALAK DALAM PERSPEKTIF YURIDIS. DALAM PUTUSAN PERKARA NO. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs PENGADILAN AGAMA GRESIK

BAB IV CERAI TALAK DALAM PERSPEKTIF YURIDIS. DALAM PUTUSAN PERKARA NO. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs PENGADILAN AGAMA GRESIK BAB IV CERAI TALAK DALAM PERSPEKTIF YURIDIS DALAM PUTUSAN PERKARA NO. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs PENGADILAN AGAMA GRESIK A. Dasar dan Pertimbangan Hukum dalam Putusan Perkara No. 0181/Pdt.G/2013/PA.Gs Cerai

Lebih terperinci

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan 58 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERTIMBANGAN HUKUM PENGADILAN AGAMA SIDOARJO DALAM MEMUTUSKAN PERCERAIAN PASANGAN YANG MENIKAH DUA KALI DI KUA DAN KANTOR CATATAN SIPIL NOMOR: 2655/PDT.G/2012/PA.SDA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7

BAB IV. Putusan Pengadilan Agama Malang No.0758/Pdt.G/2013 Tentang Perkara. HIR, Rbg, dan KUH Perdata atau BW. Pasal 54 Undang-undang Nomor 7 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENGAKUAN SEBAGAI UPAYA PEMBUKTIAN DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NO. 0758/PDT.G/2013 TENTANG PERKARA CERAI TALAK A. Analisis Yuridis Terhadap Pengakuan Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak memungkinkan lagi untuk mewujudkan perdamaian, maka hukum Islam

BAB I PENDAHULUAN. tidak memungkinkan lagi untuk mewujudkan perdamaian, maka hukum Islam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan rumah tangga suatu permasalahan terkadang dapat diatasi, sehingga antara kedua belah pihak dapat berbaikan kembali, tetapi adakalanya perselisihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan kekal yang dijalankan berdasarkan tuntutan agama. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah SWT, manusia dibekali dengan keinginan untuk melakukan pernikahan, karena pernikahan itu adalah salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara

BAB I PENDAHULUAN. keperdataan. Dalam hubungan keperdataan antara pihak yang sedang berperkara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain merupakan makhluk individu, juga berperan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk dapat melakukan kerjasama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup bermasyarakat, karena sebagai individu, manusia tidak dapat menjalani kehidupannya sendiri untuk mencapai

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 1 PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI MEDIASI DALAM PERKARA WARISAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajad Sarjana Hukum dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan

BAB I PENDAHULUAN. diri manusia itu sendiri sehingga menyebabkan terjadinya benturan-benturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan seorang manusia tidak akan bisa lepas dari manusia yang lainnya, karena selain karakteristik manusia sebagai makhluk sosial, manusia pada dasarnya tidak akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya salah satu kebutuhan manusia adalah perkawinan. Berdasarkan Pasal 28B ayat (1) Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk Allah S.W.T yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, namun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU

BAB I PENDAHULUAN. antara suami, istri dan anak akan tetapi antara dua keluarga. Dalam UU BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkawinan merupakan salah satu asas pokok yang paling utama dalam kehidupan rumah tangga yang sempurna. Perkawinan bukan hanya merupakan satu jalan yang amat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Sudah menjadi kodrat alam, bahwa dua orang manusia dengan jenis kelamin yang berlainan seorang laki laki dan seorang perempuan ada daya saling menarik satu sama lain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1 BAB I PENDAHULUAN Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Lebih terperinci

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten)

PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) PUTUSAN FASAKH ATAS CERAI GUGAT KARENA SUAMI MURTAD (Studi Kasus di Pengadilan Agama Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat guna Mencapai Derajad Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung unsur hubungan manusia. harus memenuhi syarat maupun rukun perkawinan, bahwa perkawinan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan masalah yang esensial bagi kehidupan manusia, karena disamping perkawinan sebagai sarana untuk membentuk keluarga, perkawinan tidak hanya mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peradilan adalah kekuasaan negara dalam menerima, memeriksa, mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum dan keadilan. 1 Kekuasaan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH 66 BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG NOMOR: 786/PDT.G/2010/PA.MLG PERIHAL KUMULASI PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DAN IS BAT NIKAH A. Analisis terhadap Pertimbangan Hakim Dalam putusan

Lebih terperinci

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama?

PANDUAN WAWANCARA. proses mediasi terhadap perkara perceraian? b. Apa ada kesulitan dalam menerapkan model-model pendekatan agama? PANDUAN WAWANCARA Mediator: 1. Apa saja model-model Pendekatan Agama dalam proses mediasi terhadap perkara perceraian? a. Bagaimana cara menerapkan model-model pendekatan agama dalam proses mediasi terhadap

Lebih terperinci

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA

BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA BAB II PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA INDONESIA A. Kewenangan Pengadilan Agama Indonesia 1. Kewenangan Relatif Kewenangan relatif (relative competentie) adalah kekuasaan dan wewenang yang diberikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr

BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI. PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr BAB IV ANALISIS TERHADAP PROSES PENYELESAIAN WALI ADHAL DI PENGADILAN AGAMA SINGARAJA NOMOR. 04/Pdt.P/2009/PA.Sgr A. Analisis terhadap proses penyelesaian wali adhal di Pengadilan Agama Singaraja Nomor.

Lebih terperinci

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008

BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 Edited with the trial version of 61 BAB IV EFEKTIVITAS MEDIASI PADA PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA BONDOWOSO 4 TAHUN SESUDAH BERLAKUNYA PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada

BAB IV. A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Bangkalan. cepat dan murah dibandingkan dengan proses litigasi, bila didasarkan pada BAB IV ANALISA TERHADAP PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA BANGKALAN DITINJAU DARI PERATURAN MAHKAMAH AGUNG RI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN A. Analisa terhadap Prosedur Mediasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak mampu. Walaupun telah jelas janji-janji Allah swt bagi mereka yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan sangat dianjurkan dalam Islam, terutama bagi mereka yang secara lahir dan batin telah siap menjalankannya. Tidak perlu ada rasa takut dalam diri setiap muslim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perceraian, tetapi bukan berarti Agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari

BAB I PENDAHULUAN. perceraian, tetapi bukan berarti Agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Islam mensyari atkan tentang putusya perkawinan melalui perceraian, tetapi bukan berarti Agama Islam menyukai terjadinya perceraian dari suatu perkawinan. Dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. paling baik untuk memperjuangkan kepentingan para pihak. Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum. Setiap perbuatan dan tindakan yang dilakukan oleh warga negara haruslah didasarkan pada hukum. Penegakan hukum berada diatas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. setelah melakukan musyawarah dengan para shahabatnya. pikiran, gagasan ataupun ide, termasuk saran-saran yang diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum Islam mediasi dikenal dengan Musyawarah, yang dimaksudkan musyawarah disini adalah urusan peperangan dan hal-hal yang bersifat duniawiyah, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat

BAB I PENDAHULUAN. Agama harus dikukuhkan oleh Peradilan Umum. Ketentuan ini membuat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebelum diberlakukan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam pasal 63 ayat (2) UU Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi 53 BAB IV ANALISIS A. Analisis Implementasi PERMA No.1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dalam Perkara Perceraian (Studi di Pengadilan Agama Kota Semarang) Sesuai dengan Pasal 130 HIR/154

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM

BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM 57 BAB IV ANALISIS STUDI KASUS PUTUSAN HAKIM A. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan N0.251/Pdt.G/2013 PA.Sda Dalam memutuskan setiap Perkara di dalam persidangan hakim tidak serta merta memutuskan perkara

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga

BAB I. Pendahuluan. melaksanakan tugas dan kewajibannya masing-masing dalam membangun keluarga BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan dalam keluarga merupakan keinginan yang diharapkan semua orang yang membina rumah tangga. Suami dan isteri berjalan beriringan melaksanakan tugas

Lebih terperinci

SALINAN P U T U S A N NOMOR 55/Pdt.G/2011/PA.Sgr. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

SALINAN P U T U S A N NOMOR 55/Pdt.G/2011/PA.Sgr. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N NOMOR 55/Pdt.G/2011/PA.Sgr. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkaraperkara tertentu pada tingkat pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan suatu hal yang terpenting di dalam realita kehidupan umat manusia. Perkawinan dikatakan sah apabila dilaksanakan menurut hukum masingmasing agama

Lebih terperinci

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2008 Tentang PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian

Lebih terperinci

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN DAN MEDIASI

BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN DAN MEDIASI BAB II PEMBATALAN PERKAWINAN DAN MEDIASI A. Pembatalan Perkawinan 1. Pengertian Pembatalan Perkawinan Dalam bahasa Arab, pembatalan perkawinan dikenal dengan fasakh yang secara etimologi berarti merusak.

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N :

P U T U S A N. Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M E L A W A N : P U T U S A N Nomor 0318/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN. AGAMA MALANG PERKARA NO. 0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg

BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN. AGAMA MALANG PERKARA NO. 0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MALANG PERKARA NO. 0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Pijakan Majelis Hakim Menjatuhkan Putusan Neit Onvantkelijk (NO) Dalam Perkara No.0380/Pdt.G/2012/PA.Mlg.

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt

BAB IV. ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt BAB IV ANALISIS HUKUM ACARA PERADILAN AGAMA TERHADAP PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BUKITTINGGI NOMOR:83/Pdt.P/2012/PA.Bkt A. Analisis Hukum Acara Peradilan Agama terhadap Pertimbangan Majelis Hakim tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk dilakukan dan apa yang dalam kenyataan dilakukan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan bermasyarakat, tiap-tiap orang mempunyai kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Kadangkadang kepentingan mereka itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum merupakan bagian dari pergaulan hidup manusia, yang terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum merupakan bagian dari pergaulan hidup manusia, yang terwujud 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum merupakan bagian dari pergaulan hidup manusia, yang terwujud dalam prilaku manusia maupun di dalam perangkat kaedah-kaedah yang sebenarnya juga merupakan abtraksi

Lebih terperinci

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN 2.1 Pengertian Perkawinan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Persamaan dan perbedaan putusan ijin poligami No. 0258/ Pdt. G/ 2011/ No. 0889/ Pdt. G/2011/ PA. Kds. ditinjau dari hukum

BAB V PENUTUP. 1. Persamaan dan perbedaan putusan ijin poligami No. 0258/ Pdt. G/ 2011/ No. 0889/ Pdt. G/2011/ PA. Kds. ditinjau dari hukum 101 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Persamaan dan perbedaan putusan ijin poligami No. 0258/ Pdt. G/ 2011/ PA. Kds dan No. 0889/ Pdt. G/2011/ PA. Kds. ditinjau dari hukum materiil adalah sebagai berikut

Lebih terperinci

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia

BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF. A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia BAB III PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA MURTAD MENURUT HUKUM POSITIF A. Putusnya Perkawinan karena Murtad dalam Hukum Positif di Indonesia Di Indonesia, secara yuridis formal, perkawinan di Indonesia diatur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS. 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan. Banyuwangi) perspektif UU No. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. HASIL PENELITIAN 1. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan Perceraian (Putusan Perkara Nomor 1061/Pdt.G/2016/PA.Bwi di Pengadilan Agama Banyuwangi) perspektif UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk BAB I PENDAHULUAN Perkawinan memiliki arti penting bagi setiap orang, didalam kehidupan setiap orang memiliki harapan untuk membentuk sebuah keluarga dan untuk membentuk sebuah keluarga itu maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Allah menciptakan makhluk-nya di dunia ini berpasang-pasangan agar mereka bisa saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, lebih khusus lagi agar mereka bisa

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM PERKARA PERCERAIAN (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA SEMARANG)

BAB III IMPLEMENTASI PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM PERKARA PERCERAIAN (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA SEMARANG) 37 BAB III IMPLEMENTASI PERMA NO.1 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN DALAM PERKARA PERCERAIAN (STUDI DI PENGADILAN AGAMA KOTA SEMARANG) A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Kota Semarang

Lebih terperinci

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) PENERAPAN PERMA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG MEDIASI DALAM PERSIDANGAN DI PENGADILAN AGAMA Oleh : H. Sarwohadi, SH, MH (Hakim Tinggi PTA Bengkulu) A. Pendahuluan Lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 Tentang

Lebih terperinci

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P E N E T A P A N Nomor 047/Pdt.P/2014/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu pada tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk ciptaan Allah merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Contohnya dalam hal pemenuhan kebutuhan lahiriah dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nikah dalam bahasa arab ialah bergabung dan berkumpul, dipergunakan juga dengan arti kata wata atau akad nikah, tetapi kebanyakan pemakaiannya untuk akad nikah.nikah

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor : 64/Pdt.G/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka BAB I 10 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prinsip perkawinan adalah untuk selamanya dengan tujuan kebahagiaan dan kasih sayang yang kekal dan abadi, sebagaimana yang terdapat dalam QS An-Nahl ayat

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 0804/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 0804/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0804/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat

Lebih terperinci

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu

SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu 1 SEKITAR PENCABUTAN GUGATAN Oleh : H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu Pencabutan gugatan atau pencabutan perkara dalam perkara perceraian di Pengadilan Agama sering sekali dilakukan oleh

Lebih terperinci

Kecamatan yang bersangkutan.

Kecamatan yang bersangkutan. 1 PENCABUTAN PERKARA CERAI GUGAT PADA TINGKAT BANDING (Makalah Diskusi IKAHI Cabang PTA Pontianak) =========================================================== 1. Pengantar. Pencabutan perkara banding dalam

Lebih terperinci

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET

PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET PANDANGAN HAKIM TENTANG PUTUSAN DAMAI ATAS UPAYA HUKUM VERZET TERHADAP PUTUSAN VERSTEK DALAM PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JOMBANG (Studi Perkara No. 1455/Pdt.G/2013/PA.Jbg) BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

BAB I PENDAHULUAN. bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri. 1 Tujuan Perkawinan menurut UUP No. 1 tahun 1974 adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak dilahirkan manusia telah dilengkapi dengan naluri untuk senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama dengan orang lain mengikatkan

Lebih terperinci

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi

A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi BAB IV ANALISIS A. Analisis Proses Pelaksanaan Mediasi di Pengadilan Agama Purwodadi Berdasarkan apa yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya dapat diketahui bahwa secara umum mediasi diartikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM 68 BAB IV ANALISIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN TUGAS MEDIATOR DAN HAKAM DALAM TINJAUAN HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM A. Analisis Terhadap Kedudukan Hakam Setelah Berlakunya Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Prosedur

Lebih terperinci

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012

BAB IV MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012 68 BAB IV ANALISIS TERHADAP PROBLEMATIKA PELAKSANAAN MEDIASI DALAM PERKARA CERAI GUGAT DIPENGADILAN AGAMA SEMARANG TAHUN 2012 A. Analisis Pelaksanaan Mediasi Dalam Perkara Cerai Gugat Di Pengadilan Agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita sebagai suami-isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga

BAB I PENDAHULUAN. seorang wanita sebagai suami-isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-isteri, dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

Nomor: 0217/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN

Nomor: 0217/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA LAWAN SALINAN P U T U S A N Nomor: 0217/Pdt.G/2010/PA.Spn. BISMILLAAHIRRAHMAANIRRAHIIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Sungai Penuh yang memeriksa dan mengadili perkara perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi

BAB I PENDAHULUAN. bidang perkawinan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan adanya unifikasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia, karena perkawinan merupakan keinginan dari seorang laki-laki dan perempuan untuk memulai hidup bersama

Lebih terperinci

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA 1 PUTUSAN Nomor : 700/ Pdt.G /2013/ PA.Pas BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah

Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN EISSN Sri Turatmiyah Prosiding SNaPP2014Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 AKIBAT HUKUM PEMBATALAN PERKAWINAN (FASAKH) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DAN ISTRI DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial yang harus diakui keberadaanya, dalam membentuk keluarga, masyarakat dan negara. Anak juga merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Anak adalah makhluk sosial yang harus diakui keberadaanya, dalam membentuk keluarga, masyarakat dan negara. Anak juga merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah makhluk sosial yang harus diakui keberadaanya, dihargai harkat dan martabatnya sebagaimana orang dewasa, karena anak adalah aset yang berharga dibandingkan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Cerai Gugat Suami Masuk Penjara

BAB IV PEMBAHASAN. A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Cerai Gugat Suami Masuk Penjara 43 BAB IV PEMBAHASAN A. Tinjauan Hukum Islam terhadap Cerai Gugat Suami Masuk Penjara Berdasarkan data yang penulis himpun dari lapangan pada saat observasi secara langsung dan melalui hasil wawancara

Lebih terperinci

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1

melakukan pernikahan tetap dikatakan anak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan anugerah yang diberikan Allah kepada hamba- Nya melalui hasil pernikahan guna meneruskan kehidupan selanjutnya. Secara umum anak adalah seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perselisihan antar warga cara penyelesaiannya melalui perdamaian lewat

BAB I PENDAHULUAN. perselisihan antar warga cara penyelesaiannya melalui perdamaian lewat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dinamika kehidupan pasti terdapat permasalahan dan perselisihan yang dialami setiap individu di dunia. Permasalahan dan perselisihan itu muncul karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut

BAB I PENDAHULUAN. kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 1 Sedangkan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan institusi atau lembaga yang sangat penting dalam, masyarakat. Eksistensi institusi ini adalah melegalkan hubungan hukum antara seorang pria dan

Lebih terperinci

P U T U S A N. Nomor : XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N. Nomor : XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor : XXX/Pdt.G/2012/PA.Ktbm BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Kotabumi yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat

Lebih terperinci

Nomor 0606/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

Nomor 0606/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA SALINAN P U T U S A N Nomor 0606/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia diciptakan oleh sang kholiq untuk memiliki hasrat dan keinginan untuk melangsungkan perkawinan. Sebagaimana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk

I. PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia akan selalu membutuhkan orang lain untuk menjalankan kehidupannya. Selain membutuhkan orang lain manusia juga membutuhkan pendamping hidup.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum.

I. PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman. dibicarakan di dalam maupun di luar peraturan hukum. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan kebutuhan hidup seluruh umat manusia sejak zaman dahulu hingga kini, karena perkawinan merupakan masalah yang aktual untuk dibicarakan di dalam maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM SALINAN P U T U S A N Nomor : 14/Pdt.G/2012/PA.Sgr. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Singaraja yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam

Lebih terperinci