BAB II URAIAN TEORITIS. Public Relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II URAIAN TEORITIS. Public Relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan"

Transkripsi

1 BAB II URAIAN TEORITIS II.1 Public Relations II.1.1) Pengertian Public Relations Public Relations adalah fungsi manajemen yang membangun dan mempertahankan hubungan baik dan bermanfaat antara organisasi tersebut (Cutlip, Scoot M dkk, 2009:6). Sedangkan menurut Jefkins, public relations adalah semua bentuk komunikasi yang terencana, baik itu kedalam maupun keluar, antara suatu organisasi sengan semua khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan spesifik yang berlandaskan saling pengertian (Jefkins, 2003: 10). Pertemuan asosiasi-asosiasi public relations seluruh dunia di Mexico City pada bulan Agustus 1978, menghasilkan pernyataan mengenai defenisi Public Relations sebagai berikut: praktik public relations adalah sebuah seni sekaligus ilmu social yang menganalisis berbagai kecenderungan, memperkirakan setiap kemungkinan konsekuensinya, memberi masukan dan saran-saran kepada para pemimpin organisasi, serta menerapkan program-program tindakan yang terencana untuk melayani kebutuhan organisasi dan kepentingan khalayaknya. Jadi unsur-unsur diatas menunjukka n adanya hubungan kait-mengkait. Saling keterkaitan ini merupakan proses berkesinambungan dalam fungsional Public Relations yang integral dengan manajemen organisasi dalam upaya mencapai tujuan bersama dan sasaran utama organisasi. Dari hal diatas juga menunjukkan bahwa public relations bukanlah hanya sebagai ilmu namun juga sebagai bidang keilmuan.

2 II.1.2) Fungsi Public Relations Manajer atau pimpinan seharusnya menyadari bahwa tidak dapat menentukan strategi yang tepat bilaman tidak mendalami fungsi public relations karena public relations terlibat dan bersifat integrative dalam manajemen tempat karyawan berkerja. Maka perlu diketahui fungsi Public Relations (Rumanti, 2002:32) yaitu: a. Edwin Emery dalam bukunya Introductions to Mass Communications menyatakan upaya yang terencana dan terorganisasi dari sebuah perusahaan atau lembaga yang menciptakan hubungan-hubungan yang saling bermanfaat dengan publiknya. b. Pada dasarnya public relations adalah sebagai berikut: 1. kegiatan yang bertujuan memperoleh good will, kepercayaan, saling adanya pengertian dan citra yang baik dari public atau masyarakat pada umumnya. 2. memiliki sasaran untuk menciptakan opini public yang bisa diterima dan menguntungkan semua pihak. 3. unsur penting dalam manajemen guna mencapai tujuan yang spesifik, sesuai harapan public, tetapi merupakan kekhasan organisasi. Sangat penting bagaimana organisasi memiliki warna, budaya, citra, suasana yang kondusif dan menyenangkan, kinerja yang meningkat, dan produktivitas bisa dicapai secara optimal. 4. usaha menciptakan hubungan yang harmonis antara organisasi atau perusahaan dengan publiknya, internal atau eksternal melalui proses timbal balik, sekaligus menciptakan opini public sebagai efeknya, yang sangat berguna sebagai input bagi organisasi yang bersangkutan. c. Kegiatan public relations haruslah dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan. d. Sukses public relations dalam melaksanakan fungsinya merupakan keterlibatan seluruh individu dalam organisasi, masing-masing dalam tugasnya, mulai dari top dan staff manajemen sampai tingkat yang paling bawah dalam manajemen. Disini komunikasi dan kerjasama sangat vital dalam pencapaian tujuan public relations. e. Public Relations haruslah dimulai dari masing-masing organisasi itu sendiri. II.1.3) Syarat-syarat Public Relations Permintaan akan jasa konsultasi public relations dan manajer public relations yang handal sangat tinggi. Mereka bahkan acapkali dipandang sebagai dewa penyelamat dan diharapkan akan mampu menciptakan keajaiban. Serorang pejabat public relations senantiasa dituntut untuk belajar. Ia harus rendah hati, tekun serta cepat menyesuaikan diri. Kemampuan dan kemauan untuk mempelajari hal-hal baru

3 mutlak diperlukan. Berikut ini adalah enam kriteria yang merangkum keahlian seorang praktisi public relations yang baik, terlepas dari latarbelakang pribadinya (Jefkins, 2003: 24) yaitu: a. Mampu Menghadapi Semua Orang Yang Memiliki Aneka Ragam Karakter Dengan baik. Itu berarti ia harus mampu dan mau berusaha untuk memahami serta terkadang bersikap toleran kepada setiap orang yang dihadapinya tanpa harus menjadi seorang penakut atau penjilat. b. Mampu berkomunikasi dengan baik. Artinya, ia harus mampu menjelaskan segala sesuatu dengan jernih, jelas dan lugas, baik itu secara lisan maupun tulisan atau bahkan secara visual (misalnya melalui gambar atau foto-foto). c. Pandai mengorganisasikan segala sesuatu. Hal ini tentunya menuntut suatu kemampuan perencanaan yang prima. d. Memiliki integritas personal, baik didalam profesi maupun didalm kehidupan pribadinya. e. Memiliki imajinasi. Artinya, daya kreatif yang cukup baik sehingga ia mampu membuat jurnal internal, menulis naskah untuk film dan video, menyusun rencana kampanye Public Relations yang rinci dan jelas, serta mampu mencari dan menemukan yang semula tak terbayangkan guna memecahkan berbagai masalah. f. Kemampuan mencari tahu. Seorang praktisi public relations untuk memiliki akses informasi yang seluas-luasnya. Dalam hal ini, ia memang dituntut untuk menjadi seorang yang serba tahu. g. Mampu melakukan penelitian dan mengevaluasi hasil-hasil dari suatu kampanye Public Relations, serta belajar dari hasil-hasil tersebut. II.2 Media Relations II.2.1) Pengertian Media Relations Menurut Barbara Averil, media relations hanyalah salah satu bagian dari Public Relations. Ketika public relations dapat menyusun pesan yang bukan saja diterima tetapi juga dipandang penting oleh media, maka public relations sudah membuat langkah besar menuju keberhasilan program perusahaan. Menurut Lesly, media relations adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan media komunikasi untuk melakukan publisitas atau merespon kepentingan media terhadap organisasi (dalam Iriantara, 2005:28). Uraian tentang media relations itu bisa dilihat keterkaitannya untuk membentuk pengertian media relations. Pertama, media relations berkaitan dengan

4 media komunikasi. Media komunikasi ini diperlukan karena menjadi sarana yang sangat penting dan efisien dalam berkomunikasi dengan publik. Agar komunikasi dengan publik tersebut dapat terpelihara, maka segala kepentingan media masssa terhadap organisasi mesti direspon oleh organisasi tersebut. Tujuannya adalah untuk keberhasilan program. Dalam pengertian media relations tersebut, bila diringkaskan kurang lebih bisa menjadi: mempromosikan organisasi melalui media massa. Kedua, media relations itu pada dasarnya berkenaan dengan memberi informasi atau memberi tanggapan pada media pemberitaan atas nama organisasi atau klien. Karena berhubungan dengan media massa itulah, maka ada yang menyebutkan bahwa media relations itu merupakan fungsi khusus didalam satu kegiatan atau program public relations. Letak kekhususannya ada pada pelibatan media massa yang berada diluar kendali organisasi untuk bisa menopang pencapaian tujuan organisasi. Komunikasi yang dikembangkan dalam praktik public relations adalah komunikasi dua arah. Komunikasinya bukan hanya dari organisasi kepada publikpubliknya melainkan juga sebaliknya. Dimensi baru dalam media relations bahwa media relations bukan hanya untuk berkomunikasi dengan publik, tetapi juga menggunakan media untuk mendengar dan mengikuti apa yang dikomunikasikan publik-publik organisasi kepada organisasi. Informasi yang datang dari publik pada organisasi itu bukan hanya umpan balik (feed back), tetapi juga pernyataan aspirasi, harapan atau keinginan, bahkan kritik. Secara sederhana, bila digambarkan arus komunikasi dalam praktik media relations dapat digambarkan dalam bagan berikut ini.

5 Gambar 4 Arus Komunikasi dalam media relations Media Massa Organisasi Publik (-publik) Sumber: Iriantara, 2005: 31 Gambar tersebut menyebutkan, organiasi menyampaikan informasi, gagasan atau citra melalui media massa kepada publik. Sedangkan public, bisa menyampaikan aspirasi, harapan dan keinginan atau informasi melalui media massa pada organisasi. Namun publik juga bisa menyampaikan secara langsung melalui saluran komunikasi yang tersedia antara publik dan organisasi. Dengan demikian, media relations dapat diartikan sebagai bagian dari kegiatan eksternal publik relations yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dan publik (- publik)nya untuk mencapai tujuan organisasi. Dikaitkan dengan implementasi konsep tanggung jawab social korporat, media relations dikembangkan guna mewujudkan tanggung jawab korporat kepada warga masyarakat secara keseluruhan. Organisasi sebagai warga Negara dan warga masyarakat, turut memikul tanggungjawab terhadap apa yang terjadi ditengah masyarakat (Iriantara, 2005: 29-33).

6 II.2.2) Praktik Media Relations Kegiatan media relations sebagai salah satu kegiatan Publik Relations dilaksanakan melalui tahapan-tahapan dalam proses publik relations. Proses public relations itu mencakup penelitian, perumusan masalah, perencanaan aksi dan komunikasi serta evaluasi. Selanjutnya, tahapan-tahapan dalam proses media relations terdiri dari; a. Perencanaan, yaitu usaha untuk mewujudkan segala sesuatu agar terjadi atau tidak terjadi pada masa depan yang terbagi atas jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. b. Implementasi, yaitu sebuah pelaksanaan program yang telah direncanakan sebelumnya yang melibatkan sumber daya manusia, metode atau teknik yang dilakukan dalam berkerja, dan bentuk pekerjaan yang harus dilakukan. Pada implementasi juga dilakukan dimonitoring untuk mengontrol dan mengendalikan pelaksanaan program tersebut. c. Evaluasi, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan manakala suatu program/kegiatan publik relations sudah diselesaikan. Dalam evaluasi dilakukan penilaian aspek-aspek program/kegiatan yang memerlukan penyempurnaan dan perbaikan, bahkan evaluasi juga digunakan untuk memutuskan apakah suatu program /kegiatan dilanjutkan atau dihentikan (Iriantara, 2005: 45-67). Berdasarkan uaraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam proses media relations, public relations harus melalui serangkaian tahapan dimana antara satu tahapan dengan tahapan lain merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini bertujuan agar kegiatan media relations dapat berjalan dengan efektif mulai dari proses persiapan hingga sampai pada hasil kegiatan. II.2.3) Strategi Media Relations Secara umum, kegiatan media relations dapat dikategorikan menjadi publisitas dan periklanan. Publisitas dan periklanan memang berbeda, namun masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan bila dikaitkan dengan kepentingan publik

7 relations. Beberapa strategi Public Relations dalam melakukan kegiatan media relations adalah sebagai berikut; a. Mengelola Relasi, yaitu suatu kegiatan agar organisasi dapat berkomunikasi dengan baik dengan publik publiknya sekaligus mendengar suara dari publik-publiknya. Karena itu dalam konteks media relations sangat penting untuk menjaga relasi dengan media massa. Ukuran keberhasilan kegiatan Publik Relations seringkali didasarkan pada jumlah pemberitaan yang disiarkan media massa. b. Mengembangkan Strategi, yaitu suatu kebijakan untuk mencapai tujuan yang kemudian dijabarkan kedalam sejumlah taktik untuk pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan dimana taktik-taktik tersebut pada dasarnya dikembangkan dengan menekankan pada tiga aspek yaitu organisasi, media, dan pesan yang disampaikan organisasi kepada publiknya. c. Mengembangkan jaringan, yaitu bagian dari upaya untuk membangun hubungan yang baik dengan media massa. Salah satu kunci untuk kunci untuk membuka pintu jaringan relasi tersebut adalah dengan menjalin relasi dengan organisasi profesi kehumasan maupun profesi media massa atau organisasi profesi lain (Iriantara, 2005:77-94). Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi public relations didalam menjalankan fungsinya tidak semata-mata menjalin hubungan dengan media saja, namun tujuan sesungguhnya adalah menjalin komunikasi yang baik antara organisasi atau perusahaan terhadap publik. II.2.4) Ajang Komunikasi dalam Media Relations Menurut Moore, kegiatan media relations dapat terdiri dari beberapa kegiatan seperti: kontak pribadi, konferensi pers, pengiriman siaran berita, prasaji media, makan bersama media manajemen, lembar guntingan, piranti media, dan jasa penyebaran publisitas (Moore, 2004:217). a. Kontak Pribadi Metode yang asisi dalam berkomunikasi dengan media adalah dengan mengunjungi para redaktur, penerbit, dan para penulis feature surat kabar, majaah dan kantor berita, serta pengarah siaran berita radio dan televisi. Melalui kontak pribadi seperti itu, staf publisitas menetapkanb kebutuhan para redaktur dan pengarah siaran berita dan menjadi kenal dengan acara dan kolom yang menghendaki bahan feature. Juga, dengan bersikap selalu ramah kepada media, staf publisitas menempatkan dirinya dalam posisi yang kuat untuk berkerja sama dengan wakil media.

8 b. Konferensi Pers Pada kesempatan yang jarang terjadi, konferensi pers diatur oleh kepala Public Relations. Tujuannya adalah untuk memperoleh publisitas sehubungan dengan berita yang sangat penting, seperti pengenalan sebuah produk baru, pemogokan buruh, perubahan dalam manajemen, perluasan pabrik, perjanjian kerjasama, dan kecelakaan. Konferensi pers mungkin tidak perlu diadakan kecuali kalau suatu berita dianggap penting untuk dilakukan demikian, kemudian ditetapkan waktu pemberitaannya terjamin akan tersebar luas. Direktur utama atau wakil manajemen harus hadir untuk menyajikan pengumuman dan menjawab pertanyaan reporter. c. Pengiriman Siaran Berita Karena persyaratan redaksional surat kabar dan musim penyiaran beragam, maka publisitas dan gambar seharusnya hanya dikirimkan kepada para redaktur dan pengarah acara berita yang mau menggunakannya. Sebuah daftar harus disiapkan dan diklasifikasikan menurut jenis materi yang mungkin bisa menggunakannya; atau sebuah daftar umum dapat dibagi kedalam daftar materi pilihan. Daftar yang paling disukai terdiri dari media yang menggunakan publisitas kira-kira secara teratur; dan data sekunder akan terdiri dari media yang menggunakannya. Daftar tersebut dapat saja dimasukkan kedalam kartu punch computer yang menunjukkan nama dan alamat media pemberitaan, nama para redaktur atau pengarah acara berita serta asistennya, nomor telepon, sirkulasi besarnya oplah, informasi khusus mengenai persyaratan redaksional, dan nomor kode klasifikasi, sehingga media tertentu dapat terisolir untuk release tertentu. d. Prasaji Media Media massa perlu diundang untuk prasaji (preview) guna terjaminnya kerjasama ketika akan memperkenalkan model baru atau membuka pabrik baru dan fasilitas baru. Sehari sebelum pertunjukkan umum dimulai, media diberi suatu prasaji; petugas perusahaan menyambut kedatangan para insan per situ dan menjawab pertanyaan yang diajukan. Kepada mereka dibagikan lembaran siaran berita, foto dan piranti media yang menyajikan informasi selengkapnya mengenai produk baru dan fasilitas baru itu. e. Makan Bersama Media Manajemen Makan bersama, biasanya makan siang, diatur sedemikian rupa sehingga para wakil media berkesempatan untuk berjumpa dengan wakil manajemen, guna mendengarkan perkembangan perusahaan dan melihat-lihar fasilitas. Makan siang antara media dan manajemen mungkin saja diadakan sebelum pertemuan para pemegang saham daerah atau pertemuan tahunan. Diundang pula para penulis bidang bisnis dan permodalan, para redaktu, penerbit, dan koresponden lokal dari majalah bisnis, untuk mendengarkan kemajuan perusahaan dan situasi keuangannya. Para pejabat perusahaan berbicara setelah makan siang. Pertanyaan-pertanyaan dijawab, dan sebuah film diputar untuk menunjukkan operasi perusahaan. f. Lembar Guntingan Lembar guntingan (clip sheets) yang memuat kisah berita beserta ilustrasinya diproduksi dalam format surat kabar untuk menunjukkan kepada para redaktur bagaimana berita dan gambar itu akan muncul dalam surat kabar; dibagikan

9 oleh bagian publisitas kepada para redaktur ruang susun huruf (composing room) untuk ditata. g. Piranti Media Piranti media (media hits) berisi lembaran siaran berita, foto, biografi, dan lain-lain yang diproduksi dengan mimeograph dan disiapkan oleh bagian public relations dan disebarkan kepada media massa pada waktu terjadi peristiwa khusus, seperti hari peringatan, pembukaan pabrik, pengumuman pabrik baru, dan makan bersama pers-manajemen. h. Jasa Penyebaran Publisitas Jasa penyebaran publisitas bergiat dalam pembuatan dan penyebaran berita dan gambar dengan biaya rendah kepada para redaktur dan penulis dari majalah bisnis, surat kabar, serta siaran radio dan televisi. Jasa penyebaran publisitas yang terkemuka menangani persiapan, seleksi media, dan penyebaran publisitas untuk berbagai perusahaan. Pada praktiknya, ajang komunikasi yang disebutkan diatas tidak seluruhnya dilakukan oleh semua public relations dalam suatu organisasi atau perusahaan. Namun ajang komunikasi diatas merupakan ajang komunikasi yang umum dilakukan oleh public relations dari organisasi atau perusahaan yang biasanya sudah mapan. II.3 Wartawan Profesional II.3.1) Profesionalisme Wartawan Terdapat dua norma yang dapat diidentifikasikan dalam profesi wartawan, yaitu: pertama, norma teknis (keharusan menghimpun berita dengan cepat, keterampilan menulis dan menyunting, dsb), dan kedua, norma etis (kewajiban kepada pembaca serta nilai-nilai seperti tanggung jawab, sikap tidak memihak, sikap peduli, sikap adil, objektif dan lain-lain yang semuanya harus tercermin dalam produk penulisannya). Untuk mencapai kedua norma diatas, wartawan perlu memiliki kedewasaan pandangan dan kematangan pikiran. Ini berarti wartawan harus memiliki landasan unsur-unsur yang sehat tentang etika dan rasa tanggungjawab atas perkembangan budaya masyarakat dimana wartawan itu berkerja.

10 II.3.2) Profesionalisme dalam pemberitaan Menyebut Nama dan Identitas Profesionalisme dalam pemberitaan ditunjukkan dengan kaidah-kaidah atau adab-adab yang harus diikuti wartawan dalam pemberitaan mereka dibidang hukum yang tercakup dalam Kode Etik Jurnalistik. Beberapa suratkabar dan majalah hanya menuliskan singkatan atau inisial nama dan identitas pelaku, tetapi surat kabar dan majalah lainnya dengan terang-terangan menuliskan namanya secara lengkap. Bunyi pasal 7 Kode Etik Jurnalistik PWI menyebutkan, wartawan Indonesia dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum dan proses peradilan, harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur dan penyajian yang berimbang. Menghormati asas praduga tak bersalah berarti wartawan wajib melindungi tersangka/tertuduh/terdakwa pelaku suatu tindak pidana dengan tidak menyebut nama dan identitasnya dengan jelas. Ini harus dilakukan sebelum ada putusan Pengadilan yang menyatakan kesalahan si pelaku dan putusan itu sudah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Yang lazim digunakan media adalah dengan menyebut nama pelaku hanya dengan inisialnya atau memuat fotonya dengan ditutup matanya atau hanya memperlihatkan foto bagian belakang pelaku saja. Menyebut Nama dalam Kejahatan Susila Wartawan harus tetap dalam sikap profesionalisme dalam pemberitaan kejahatan susila atau kejahatan seks. Sikap professional wartawan tercermin dalam tindakan wartawan dalam memberitakan peristiwa tersebut yang tetap harus mengacu pada kode etik jurnalistik.

11 II.3.3) Perlindungan Terhadap Hak Pribadi Menghormati Hak atas Privasi Kaidah untuk melindungi hak atas privasi dalam profesi kewartawanan telah diatur dalam Kode Etik Jurnalistik, misalnya Kode Etik Jurnalistik Pasal 6 tertulis, wartawan menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara, serta suara dan gambar) yang merugikan nama baik atau perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.. artinya, pemberitaan hendaknya tidak merendahkan atau merugikan harkat-martabat, namun baik serta perasaan susila seseorang, kecuali perbuatan itu bisa berdampak negative bagi masyarakat.. Untuk sebagian besar masyarakat Indonesia, prinsip hidup demikian barangkali masih asing. Tetapi dengan berkembangnya masyarakat yang semakin modern, kebutuhan hak atas privasi semakin nyata, terutama bagi pribadi-pribadi yang sering menjadi objek pemberitaan. Sudut Berita yang Menyesatkan Perlindungan terhadap hak pribadi untuk mendapatkan informasi yang benar juga harus diperhatikan dalam upaya wartawan mencari sudut atau angle berita yaitu focus yang akan dijadikan tema berita. Tidak jarang, upaya dalam menemukan angle yang tidak mudah sering menyeret wartawan kedalam penyimpangan professional, yaitu mengembangkan tema-tema yang menyesatkan. Sehingga, setelah memilih angle yang menyesatkan itu, pengembangan berita pun membelok ke hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan permasalahan yang diliput. Trial by the Press

12 Trial by the press atau terjemahannya secara harfiah pengadilan oleh pers merupakan praktik jurnalistik yang menyimpang. Jika hal ini dilakukan, wartawan tersebut telah menyalahi dua ketentuan, baik ketentuan yang diatur oleh Kode Etik Jurnalistik maupun oleh Undang-undang. Kode Etik Jurnalistik mengatur hal ini dalam pasal 7 yaitu, wartawan dalam memberitakan peristiwa yang diduga menyangkut pelanggaran hukum atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.. sedangkan Undang-undang mengatur hal ini dalam pasal 4 ayat (3) UU No. 14/1970 yang menegaskan bahwa: segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihakpihak diluar kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal yang disebut dalam Undang-Undang Dasar. Tentang Trial by the press ini Perhimpunan Wartawan Indonesia (PWI) memberikan pedoman yang rinci dalam Sepuluh Pedoman Penulisan tentang Hukum -nya (Pedoman ke-6). Pedoman keenam itu antara lain menyebutkan bahwa untuk menghindari Trial by the press, pers hendaknya memperhatikan sikap terhadap hukum dan sikap terhadap tertuduh. Jadi hokum atau proses pengadilan harus berjalan dengan wajar. Tertuduh jangan sampai dirugikan posisinya berhadapan dengan penuntut umum. Juga perlu diperhatikan supaya tertuduh kelak bisa kembali dengan wajar ke dalam masyarakat. (Kusumaningrat, 2005:115) II.4. Hubungan Antara Public Relations Dan Media Massa Menurut Onong Uchjana Effendy, Yang dimaksud dengan pers disini ialah pers dalam arti luas, yakni semua media massa. Jadi selain surat kabar, juga majalah, kantor berita, radio siaran, televisi siaran, dan lain-lain. Media tersebut banyak sekali bantuannya kepada organisasi kekaryaan untuk mencapai khalayak yang tesebar luas.

13 Hubungan baik yang senantiasa terpelihara dengan media massa akan membantu lancarnya publikasi. Press release yang dikirimkan kepada media masa dengan permintaan untuk disiarkan, mungkin diprioritaskan bila sejak sebelumnya sudah d ibina hubungan baik. Demikian pula penyiaran iklan akan dibantu supaya efektif. Undangan jumpa pers mungkin akan diutamakan daripada organisasi lain yang juga mengundangnya. Media massa membutuhkan informasi yang bisa menarik perhatian publik. Karena media massa memang menyediakan informasi untuk kepentingan public. Titik temu antara oraganisasi dengan media massa adalah karena kedua pihak memang saling membutuhkan. Organisasi memerlukan media massa sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan public. Sedangkan media massa membutuhkan organisasi, karena ada peristiwa atau informasi yang patut dan perlu diketahui public lantaran bernilai berita (Effendy, 1992:177). II.5. Kebutuhan Media Menurut Iriantara, hal yang sangat penting diketahui dan dipahami oleh praktisi Public Relations dalam kegiatan media relations adalah apa yang dibutuhkan media massa dari organisasi. Pada dasarnya, kebutuhan utama media dari organisasi adalah informasi yang kemudian akan disampaikan kepada khalayak media massa. Memang dalam praktiknya, disamping informasi, media-media lokal juga pun memandang organisasi sebagai sumber pendapatan melalui iklan yang dipasang organisasi pada media lokal. Apalagi media local memang dikembangkan dengan konsep menggali sumber daya lokal, termasuk potensi periklanan lokal. Menurut Iriantara, kebutuhan utama media adalah informasi. Informasi itu bisa berupa data dan fakta, bisa juga berupa peristiwa. Karena itu, media massa

14 mengadakan kegiatan peliputan di organisasi. Tentu saja informasi yang dibutuhkan oleh media massa bukan sembarangan informasi, melainkan informasi yang dipandang memenuhi hasrat ingin tahu public. Ringkasnya apa yang bisa dinamakan informasi yang mengandug niai berita. Menurut Iriantara, nilai berita bisa didefenisikan sebagai serangkaian pedoman professional dalam memilih, megkonstruksi dan menyajikan berita yang dibuat lembaga penyiaran dan pers. Nilai berita bersumber dari kebutuhan industri pemberitaan atas pedoman professional untuk memilih, mengkonstruksi dan menyajikan berita. Ada juga yang menyebut nilai berita sebagai pedoman untuk menentukan apakah informasi itu layak untuk dijadikan berita atau tidak. Ada juga yang menyebut suatu berita memiliki makna bagi khalayak yang membaca, mendengar atau menyimak informasi tersebut, sehingga nilai berita ditentukan oleh kebermaknaan informasi (Iriantara, 2005: 148). Frauenrath dan Nur menyebutkan ada dua nilai berita yakni dampak dan kecepatan. Dampak berkaiatan dengan pengaruh yang ditimbulkan dari peristiwa yang diberitakan. Dalam dampak ini ada dua factor yang berpengaruh yakni kepentingan dan kedekatan. Sedangkan dari sisi pengaruh yang ditimbulkan, informasinya biasanya mengandung unsur-unsur: 1. Drama 2. Emosi 3. Konflik 4. Tokoh penting 5. Mengejutkan Sedangkan kecepatan berkaitan dengan kebaruan, sehingga orang merasa memperoleh sesuatu yang sebelumnya tidak diketahuinya (dalam Iriantara, 2005:148). Dja far H. Assegaff merumuskan unsure-unsur nilai berita yaitu sebagai berikut (dalam Iriantara, 2005:149): 1. Termasa (baru)

15 2. Jarak (dekat-jauhnya) lingkungan yang terkena berita itu 3. Penting (ternama) 4. Keluarbiasaan 5. Akibat 6. Ketegangan yang ditimbulkan oleh berita 7. Pertentangan (konflik) 8. Seks 9. Kemajuan-kemajuan 10. Emosi 11. humor Hal lain yang cukup penting diperhatikan adalah menjalin relasi antarmanusia dengan wartawan. Bagaimana pun juga wartawan adalah manusia yang memiliki kebutuhannya sendiri. Sebagai wakil media, wartawan tentu berhubungan secara fungsional dengan organisasi. Namun, hubungan fungsional tidak berarti mengabaikan dimensi kemanusiaan wartawan. Sebagai manusia, wartawan juga memiliki kebutuhannya sendiri. Ada kebutuhan yang terkait profesinya sebagai pencari dan penulis berita. Ada kebutuhan yang terkait dengan kehidupan personalnya. Kebutuhan wartawan sebagai pribadi yang terkait dengan profesinya adalah kebutuhan untuk dihargai. Ini merupakan kebutuhan universal manusia. Tidak ada seroangpun manusia yang ingin profesinya dan lembaga tempatnya berkerja dilecehkan. Ini berarti tidak ada perlakuan yang berbeda terhadap wartawan. Semua wartawan diperlakukan sama. Pada dasarnya profesi kewartawanan adalah profesi mulia yang mengabdi pada kepentingan publik. Memberikan pelayanan yang baik dan sama kepada semua wartawan merupakan wujud penghargaan terhadap profesi kewartawanan. Sedangkan kebutuhan wartawan yang terkait wartawan sebagai pribadi pada dasarnya sama yakni dipenuhi kebutuhan-kebutuhan personalnya. Bila mengacu hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow berarti wartawan sebagai pribadi pun membutuhkan penghargaan dan aktualisasi diri. Mengirimkan kartu ucapan selamat

16 ulangtahun, menjenguknya pada saat sakit atau menghadiri perayaan pernikahannya merupakan wujud penghargaan terhadap wartawan sebagai pribadi. Relasi yang dibangun antara staf Public Relations dan wartawan tidak lagi sekedar relasi fungsional melainkan juga relasi personal (dalam Iriantara, 2005: 153). II.6 Kode Etik Media Media massa berkerja dengan berpedoman pada sejumlah aturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Operasi media massa di Indonesia dilandasi dua UU yang berkaitan dengan media yakni UU No. 40/1999 tentang Pers dan UU No. 32/2002 Tentang Penyiaran. Berdasarkan UU No. 32/2002 itu juga dibentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang antara lain merumuskan pedoman prilaku penyiaran Indonesia. Pada tahun 2004, KPI menerbitkan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Stadar Program Siaran yang menjadi acuan dunia siaran di Indonesia. Dalam pedoman ini antara lain dinyatakan prinsip-prinsip jurnalistik yang mesti dipegang lembaga penyiaran. Pada pasal 19 (1) pedoman itu dinyatakan bahwa Lembaga Penyiaran harus menyajikan informasi dalam program factual dengan senantiasa mengindahkan prinsip akurasi, keadilan, dan ketidakberpihakan (imparsialitas). Selain itu, pedoman yang dibuat KPI tersebut menegaskan prinsip jurnalistik yang dikembangkan adalah akursi, adil dan tidak berpihak. Pada bagian lain pedoman itu diatur mengenai kerjasama produksi dan program yang disponsori. Pada pasal 27 pedoman tersebut dinyatakan: 1. Lembaga penyiaran tidak boleh menjual jam tayang kepada pihak manapun, kecuali iklan. 2. Lembaga penyiaran diperbolehkan menyiarkan program yang merupakan hasil kerjasama produksi dengan pihak lain atau disponsori pihak lain selama isi program dikendalikan lembaga penyiaran yang bersangkutan. 3. Dalam program berita, lembaga penyiaran dilarang memuat berita yang disajikan atas dasar imbalan tertentu (uang, jasa, dan sebagainya). 4. Dalam setiap program yang merupakan kerjasama produksi atau disponsori, lembaga penyiaran harus:

17 a. Memberitahukan kepada khalayak bahwa program tersebut merupakan kerjasama produksi dan disponsori. Pemberitahuan tersebut harus ditempatkan dalam cara yang memungkinkan khalayak dapat dengan mudah mengidentifikasi bahwa program tersebut didanai atau turut didanai oleh pihak tertentu; b. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program kerjasama produksi atau disponsori oleh perusahaan yang memproduksi produk yang dilarang untuk diiklankan, misalnya minuman keras dan zat adiktif. II.6.1) Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) Menurut Fraurenrath & Nur (2003), Kode etik profesi kewartawan ini bisa sebagai bentuk perlindungan para wartawan dari campur tangan pihak luar dengan cara memiliki seperangkat kode etik untuk mengatur dirinya sendiri dan berkerja secara professional. Fraurenrath & Nur melihat ada prinsip universal yang dimiliki kode etik kewartawanan dinegara manapun. Prinsip universal itu mencakup: 1. Melaporkan kebenaran dan tidak bohong 2. Memeriksa akurasi berita sebelum dicetak atau disiarkan 3. Mengoreksi kesalahan yang diperbuat 4. Tidak boleh membeda-bedakan orang 5. Memperoleh informasi dengan jujur 6. Tidak boleh menerima suap atau pemberian lain yang dimaksudkan untuk memengaruhi liputannya 7. Tidak membiarkan kepentingan pribadinya mengganggu pekerjaan kewartawanan KEWI yang disahkan 26 organisasi kewartawanan di Bandung 6 Agustus 1999 itu, mengandung 7 pasal yang pada dasarnya sama dengan prinsip universal diatas. Media massa bukan hanya diatur oleh UU, pedoman perilaku (code of conduct) seperti pedoman penyiaran tadi, dank ode etik seperti KEWI. Ada juga kode etik internal yang hanya berlaku pada satu organisasi media. Di Indonesia, kode etik internal yang paling umum adalah memiliki identitas kewartawanan dan tidak boleh menerima imbalan apa pun dari sumber berita. Bagian kode etik internal ini biasanya dicantumkan pada boks susunan redaksi berbagai media cetak. Namun kode etik internal ini bukan hanya soal identitas dan larangan menerima imbalan, melainkan

18 juga ada berbagai hal yang bisa berbeda antara satu media dengan media lainnya. Misalnya diatur tatacara bagaimana menjadi pengisi acar distasiun radio dan televisi. Salah satu kode etik internal adalah kode etik internal yang disusun BBC. Stasiun radio yang berpangkal di London ini, meski dimiliki pemerintah Inggris, terkenal dengan independensinya itu, BBC memiliki kode etik internal dalam bidang pemberitaan yang wajib ditaati semua karyawan BBC yang berkenaan dengan prinsip akurasi, objektivitas, keadilan (fairness), keseimbangan dan tidak memihak. Dengan demikian media massa tidak berkerja tanpa rambu-rambu. Pada ruang yang lebih besar diatur melalui undang-undang dan pedoman perilaku. Pada lingkup profesi diatur oleh kode etik profesinya, dan pada lingkup organisasi media ada kode etik internal media yang bersangkutan, yang bisa sama dengan kode etik profesi tetapi bisa juga lebih terperinci. Selain itu, ada pengaturan pada individu pekerja media yang menjadi sumber integritas dirinya sebagai manusia, mengingat pada dasarnya semua manusia ingin dirinya menjadi makhluk sosial yang dihargai oleh lingkungan sekelilingnya. Lingkungan sekeliling itu bisa lingkungan sosialnya, keluarganya, profesinya, dan lingkungan organisasi tempatnya bekerja (dalam Iriantara, 2005:164). II.7 Persepsi II.7.1) Defenisi Persepsi Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahasa Latin perception, dari percipir, yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003: 445). Persepsi pada dasarnya merupakan proses yang terjadi dalam pengamatan seseorang terhadap orang lain. Pemahaman terhadap sesuatu informasi yang disampaikan orang lain yang sedang saling berkomunikasi, berhubungan atau berkerjasama, jadi setiap orang tak terlepas dari proses persepsi. Persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam

19 arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu (Sobur, 2003: 445). Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita (Mulyana, 2007: 179). Defenisi lain tentang persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Pesan memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli) (Rakhmat, 2007:51). Lahlry mendefenisikan persepsi sebagai proses yang kita gunakan untuk menginterpretasikan data-data sensoris. Data-data sensoris sampai pada kita melalui lima indera kita (Saverin, 2005: 83). Sementara A. De Vito mendefenisikan persepsi sebagai proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya yang mempengaruhi indera kita Bian Fellows juga mendefenisikan persepsi sebagai proses yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran menerima dan menganalisis informasi (Mulyana, 2007: 180). Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa persepsi merupakan suatu hal penting yang dialami oleh setiap orang. Setiap orang akan menerima segala sesuatu berupa informasi ataupun segala ransangan yang datang dari lingkungannya, dalam batas-batas kemampuannya, segala rangsangan yang diterimanya tersebut diolah, dan selanjutnya diproses. II.7.2) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi Persepsi seseorang tidak timbul begitu saja, tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhi. David Krech dan Richard S. Cruchfield (dalam Rakhmat, 2007:55) menyebutnya sebagai faktor fungsional, faktor structural, faktor situasional, dan faktor personal. 1. Faktor Fungsional

20 Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan halhal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli itu. Dari sini, Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama, yaitu: persepsi bersifat selektif. Ini berarti bahwa objek-objek yang mendapat tekanan dalam persepsi kita biasanya objek-objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi. 2. Faktor Struktural Factor structural berasal semata-semata dari sifat stimuli fisik dan efekefek saraf yang ditimbulkannya pada system syaraf individu. Dari sini Krech dan Crutchfield melahirkan dalil persepsi yang kedua, yaitu medan konseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti. 3. Faktor Situasional Factor ini banyak berkaitan dengan bahasa non verbal. Petunjuk proksemik, petunjuk kinesik, petunjuk wajah, petunjuk paralinguistic adalah beberapa dari factor situasional yang mempengaruhi. 4. Faktor Personal Factor personal terdiri dari atas pengalaman, motivasi, dan kepribadian. Pengalaman bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Sementara motivasi adalah factor yang mempengaruhi stimuli yang akan diproses. Sedangkan kepribadian adalah ragam pola tingkah laku dan pikiran yang memiliki pola tetap dapat dibedakan dari orang lain yang merupakan karakteristik seorang individu. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan penyandian penyandian baik (decoding) dalam proses komunikasi (Mulyana, 2007: 170). Persepsi disebut inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi efektif. Persepsilah yang menentukan kita untuk menyeleksi pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajad kesamaan persepsi antarindividu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2007: 180) II.7.3) Proses Persepsi Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah rangsangan ditetapkan kepada manusia. Subproses psikologis

21 lainnta adalah pengenalan, penalaran, perasaan, dan tanggapan seperti dinyatakan dalam bagan berikut ini. Secara singkat persepsi didefenisikan sebagai cara manusia menangkap rangsangan. Kognisi adalah cara manusia memberi arti terhadap rangsangan. Penalaran adalah proses sewaktu rangsangan dihubungkan dengan rangsangan lainnya pada tingkat pembentukan psikologi. Perasaan adalah konnotasi emosional yang dihasilkan oleh rangsangan baik diri sendiri atau bersama-sama dengan rangsangan lain pada tingkat kognitif atau konseptual. yaitu: Sobur juga menjelaskan bahwa dalam persepsi terdapat tiga komponen utama, 1. Seleksi, adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. 2. Interprestasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh beberapa factor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi kepribadian, dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengaktegorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi dan kompleks menjadi sederhana. 3. Reaksi, yaitu persepsi yang kemudia diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (Sobur, 2003:446). Persepsi adalah sumber pengetahuan kita tentang dunia, kita ingin mengenali dunia dan lingkungan yang mengenalinya. Pengetahuan adalah kekuasaan. Tanpa pengetahuan kita tidak dapat bertindak secara efektif. Persepsi adalah sumber utama dari pengetahuan itu. Dari defenisi yang dikemukakan oleh Pareek yaitu persepsi adalah proses menerima, menyeleksi, mengorganisir, mengartikan, dan memberikan reaksi kepada rangsangan panca indera dan data, tercakup beberapa segi atau proses yang selanjutnya dijelaskan sebagai berikut: 1. Proses menerima rangsangan Proses pertama dari seleksi adalah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima dari panca indera. Kita melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga kita mempelajari segi-segi lain dari sesuatu itu.

22 2. Proses penyeleksian rangsangan Setelah rangsangan diterima atau data diseleksi, tidaklah mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Demi menghemat perhatian yang digunakan, rangsangan-rangsangan itu disaring dan diseleksi untuk proses yang lebih lanjut. 3. Proses pengorganisasian Rangsangan yang telah diterima selanjutnya diorganisasikan dalam suatu bentuk. Ada tiga demensi utama dalam pengorganisasian rangsangan, yakni pengelompokkan (berbagai rangsangan yang diterima dikelompokkan dalam suatu bentuk), bentuk timbul dan latar (dalam melihat rangsangan atau gejala, ada kecenderungan untuk memusatkan perhatian pada gejala-gejala tertentu yang timbul menonjol, sedangkan gejala atau rangsangan yang lain berada dilatar belakang), kemantapan persepsi (ada suatu kencenderungan untuk menstabilkan persepsi, dan perubahan-perubahan konteks tidak mempengaruhinya). 4. Proses penafsiran Setelah rangsangan atau data diterima dan diatur, sipenerima lalu menafsirkan data tersebut dengan berbagai cara. Dikatakan bahwa telah terjadi persepsi setelah data itu ditafsirkan. Persepsi pada pokoknya memberikan arti pada berbagai data dan informasi yang diterima. 5. Proses Pengecekan Setelah data diterima dan ditafsirkan, sipenerima mengambil tindakan untuk mengecek apakah penafsirannya benar atau salah. Proses ini terlalu cepat dan orang mungkin tidak menyadarinya. 6. Proses reaksi Tahap terakhir dari proses perceptual adalah bertindak sehubungan dengan apa yang telah diserap. Hal ini biasanya dilakukan jika seseorang bertindak sehubungan dengan persepsinya (dalam Sobur, 2003: 451).

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata

BAB I PENDAHULUAN. Kebebasan Pers. Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 1. Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

Etika Jurnalistik dan UU Pers

Etika Jurnalistik dan UU Pers Etika Jurnalistik dan UU Pers 1 KHOLID A.HARRAS Kontrol Hukum Formal: KUHP, UU Pers, UU Penyiaran Tidak Formal: Kode Etik Wartawan Indonesia 2 Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik dikembangkan sebagai

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Dalam penelitian ini, fokus penelitiannya adalah Pendekatan Media Relations Yayasan Puteri Indonesia dalam meningkatkan publisitas Puteri Indonesia. Penelitian ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Public Relations Public Relations sebagai salah satu bentuk interaksi dalam kegiatan komunikasi yang di maksudkan untuk membangun citra positif Hal tersebut di perjelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita cukup penting peranannya bagi kehidupan kita sehari-hari. Berita dapat digunakan sebagai sumber informasi atau sebagai hiburan bagi pembacanya. Saat

Lebih terperinci

Prinsip tanggung jawab (bertanggungjawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan

Prinsip tanggung jawab (bertanggungjawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan Prinsip Etika Profesi Prinsip tanggung jawab (bertanggungjawab atas dampak profesinya itu terhadap kehidupan dan kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang dilayaninya) Prinsip keadilan

Lebih terperinci

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF

ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF ETIKA JURNALISTIK IJTI JURNALISME POSITIF 1 Haris Jauhari IKN (Institut Komunikasi Nasional) Materi Internal Pelatihan Jurnalistik IJTI JURNALISTIK TV Jurnalistik ialah kegiatan meliput, mengolah, dan

Lebih terperinci

Kode Etik Jurnalistik

Kode Etik Jurnalistik Kode Etik Jurnalistik KEPRIBADIAN WARTAWAN INDONESIA Pasal 1 Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan tidak bertindak buruk. Penafsiran a. Independen berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi menurut Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer adalah pandangan dari seseorang atau banyak orang akan hal atau peristiwa yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Public relations atau humas merupakan suatu kebutuhan dalam masyarakat dewasa ini untuk menciptakan kerja sama, dimana orang-orangnya bergerak di dalam berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat meliputi aspek sosial, politik, agama, budaya, dan moralitas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat meliputi aspek sosial, politik, agama, budaya, dan moralitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Media massa memberikan dampak yang sangat besar bagi masyarakat. Internet masih menduduki tingkat teratas sebagai alat akses informasi termudah saat ini, namun dalam

Lebih terperinci

merupakan suatu berita singkat (tidak detail) yang hanya menyajikan informasi terpenting saja terhadap suatu peristiwa yang diberitakan. adalah berita yang menampilkan berita-berita ringan namun menarik.

Lebih terperinci

kepada masyarakat (dalam hal ini publik), seorang praktisi Public Relations

kepada masyarakat (dalam hal ini publik), seorang praktisi Public Relations 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Public Relations membutuhkan wartawan dan wartawan membutuhkan Public Relations. Ungkapan ini tidak salah karena pada kenyataannya, dalam kegiatan sehari hari, media

Lebih terperinci

Teknik Reportase dan Wawancara

Teknik Reportase dan Wawancara Modul ke: 01Fakultas FIKOM Teknik Reportase dan Wawancara Media Dan Humas (Pengantar Teknik Reportase dan Wawancara) Mintocaroko. S.Sos. Program Studi HUMAS Latar Belakang Public Relations merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. penting dalam peta perkembangan informasi bagi masyarakat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

Lebih terperinci

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK KODE ETIK JURNALISTIK APA ITU KODE ETIK JURNALISTIK? Acuan moral yang mengatur tindak tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi yang lain, dari koran

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik

BAB IV PENUTUP. peneliti menemukan makna-makna atas pelanggaran-pelanggaran kode etik BAB IV PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dan dianalisis menggunakan metode semiotika Charles Sanders Peirce mengenai representasi etika jurnalistik dalam drama Pinocchio,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Undang-undang Pers No. 40 tahun 1999 merupakan salah satu undang-undang yang paling unik dalam sejarah Indonesia. Dilatarbelakangi dengan semangat reformasi, undangundang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempublikasikan setiap ada agenda yang diadakan oleh perusahaan.

BAB I PENDAHULUAN. mempublikasikan setiap ada agenda yang diadakan oleh perusahaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini keterbukaan informasi publik sangatlah penting terutama untuk memenuhi kebutuhan akan informasi yang terus berkembang. Dalam hal ini keterbukaan

Lebih terperinci

LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI

LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI LITBANG KOMPAS NURUL FATCHIATI jurnalistik jurnalisme KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) jurnalistik (n) (hal) yang menyangkut kewartawanan dan persuratkabaran jurnalisme (n) pekerjaan mengumpulkan, menulis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Komunikasi Pengertian komunikasi secara umum (Uchjana, 1992:3) dapat dilihat dari dua sebagai: 1. Pengertian komunikasi secara etimologis Komunikasi berasal dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah media online seperti yang digunakan oleh Humas Pemerintah Kabupaten Jepara.

BAB I PENDAHULUAN. adalah media online seperti yang digunakan oleh Humas Pemerintah Kabupaten Jepara. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Publisitas menjadi sangat penting dalam aktivitas humas di organisasi, banyak sekali media yang bisa digunakan untuk menunjang publikasi humas. Salah satunya

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS TANJUNGPURA SIKAP a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mampu menunjukkan sikap religius; b. Menjunjung tinggi nilai

Lebih terperinci

Public Relations Humas Simetris & Objektivitas Pemberitaan Oleh: Rachmat Kriyantono, Ph.D

Public Relations Humas Simetris & Objektivitas Pemberitaan Oleh: Rachmat Kriyantono, Ph.D Public Relations Humas Simetris & Objektivitas Pemberitaan Oleh: Rachmat Kriyantono, Ph.D Hasil wawancara di atas adalah situasi yang terjadi secara umum di lembaga kehumasan dan media massa dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. sebagai dasar untuk memberi jawaban sementara terhadap rumusan masalah yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori Landasan teori adalah teori-teori yang relevan dan dapat digunakan untuk menjelaskan variabel-variabel penelitian. Landasan teori ini juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers

BAB I PENDAHULUAN. fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara yang baru saja selesai melalui fase dimana mengalami pasang surut tentang kebebasan pers. Kehidupan pers pada masa orde baru tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dinilai tidak baik. Etika tidak membahas keadaan manusia, melainkan

BAB I PENDAHULUAN. dapat dinilai tidak baik. Etika tidak membahas keadaan manusia, melainkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Etika didefinisikan sebagai suatu ilmu yang membicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak

Lebih terperinci

PRESS RELEASE SEBAGAI WAHANA PENYAMPAI INFORMASI KEPADA PUBLIK DALAM AKTIVITAS KAMPANYE POLITIK. Oleh : Novy Purnama N*)

PRESS RELEASE SEBAGAI WAHANA PENYAMPAI INFORMASI KEPADA PUBLIK DALAM AKTIVITAS KAMPANYE POLITIK. Oleh : Novy Purnama N*) PRESS RELEASE SEBAGAI WAHANA PENYAMPAI INFORMASI KEPADA PUBLIK DALAM AKTIVITAS KAMPANYE POLITIK Oleh : Novy Purnama N*) Abstraksi Posisi penting press relase, yang pada dasanya merupakan domain public

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kepada peraturan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan selalu ingin berkomunikasi dengan manusia lain untuk mencapai tujuannya. Sebagai makhluk sosial, manusia harus taat

Lebih terperinci

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers

Media Siber. Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers Media Siber Imam Wahyudi Anggota Dewan Pers 2013-2016 Bagian 1 Platform Pers Cetak Radio Televisi Online UU 40/1999 tentang Pers Kode Etik Jurnalistik Pedoman Pemberitaan Media Siber Media Siber Kegiatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA MEDIA RELATIONS PEMERINTAH KOTA SURABAYA. berguna untuk menelaah semua data yang diperoleh peneliti.

BAB IV ANALISIS DATA MEDIA RELATIONS PEMERINTAH KOTA SURABAYA. berguna untuk menelaah semua data yang diperoleh peneliti. BAB IV ANALISIS DATA MEDIA RELATIONS PEMERINTAH KOTA SURABAYA A. Temuan Penelitian Hasil temuan penelitian adalah bagian dari tahap penelitian kualitatif yang berguna untuk menelaah semua data yang diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. pun mulai bebas mengemukakan pendapat. Salah satunya adalah kebebasan di bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Runtuhnya orde baru dan beralih menjadi era reformasi di Indonesia telah memberikan kebebasan, dalam arti wartawan bebas memberikan suatu informasi. Masyarakat pun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan baik dengan media atau sering juga disebut dengan media relations.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan baik dengan media atau sering juga disebut dengan media relations. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kegiatan yang dilakukan Humas dalam sebuah perusahaan merupakan membangun citra positif terhadap khalayak dengan cara membangun hubungan baik dengan media

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut Maman (2002; 3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Mencermati hasil analisis data dan pembahasan mengenai profesionalisme wartawan / jurnalis pada stasiun televisi lokal Batu Televisi (Batu TV) Kota Batu Jawa Timur pada bulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Public Relations Sering masyarakat menganggap public relations identik dengan figur wanita cantik, menggambar senyum, melayani tamu dan tugasnya mempengaruhi orang.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 32/PUU-VI/2008 Tentang Iklan Kampanye Dalam Pemilu I. PARA PEMOHON 1. H. Tarman Azzam. 2. Kristanto Hartadi. 3. Sasongko Tedjo. 4. Ratna Susilowati. 5. H.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi berasal dari Bahasa inggris yaitu Communication dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi berasal dari Bahasa inggris yaitu Communication dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Komunikasi Komunikasi berasal dari Bahasa inggris yaitu Communication dan dalam Bahasa latin berasal dari kata Communicatus yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia (National Oil Company) yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia (National Oil Company) yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertamina adalah perusahaan minyak dan gas bumi yang dimiliki pemerintah Indonesia (National Oil Company) yang berdiri sejak tanggal 10 Desember 1957 dengan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG DRAFT PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.24/MEN/2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KODE ETIK PUBLIC RELATIONS (HUMAS RUMAH SAKIT)

KODE ETIK PUBLIC RELATIONS (HUMAS RUMAH SAKIT) KODE ETIK PUBLIC RELATIONS (HUMAS RUMAH SAKIT) I. KODE ETIK KODE ETIK KEHUMASAN INDONESIA PERHUMAS (Kode Etik ini telah terdaftar sejak tahun 1977 di Departemen Dalam Negri dan Deppen saat itu, dan telah

Lebih terperinci

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006

Hukum dan Pers. Oleh Ade Armando. Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 Hukum dan Pers Oleh Ade Armando Seminar Nasional Mengurai Delik Pers Dalam RUU KUHP Hotel Sofyan Betawi, Kamis, 24 Agustus 2006 1 Bukan Kebebasan Tanpa Batas Kemerdekaan media tidak pernah berarti kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan jaman mengakibatkan semakin banyaknya kebutuhan manusia dalam berbagai hal, salah satunya kebutuhan akan informasi. Informasi adalah data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

Psikologi Komunikasi

Psikologi Komunikasi MODUL PERKULIAHAN Psikologi Komunikasi Proses Komunikasi Intra Personal I Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Ilmu Markom & 85006 Wulansari Budiastuti,S.T.,M.Si. Komunikasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RANTAU TV (RAN TV) Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, bahwa untuk meningkatkan penyampaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Public Relations merupakan suatu jembatan penghubung antara suatu lembaga atau perusahaan dengan publik. Pada dasarnya kegiatan public relations ini adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. dengan kelompok maupun suatu kelompok dengan kelompok lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial, dimana satu sama lain saling menumbuhkan yang didalamnya akan terbentuk dan terjalin suatu interaksi atau hubungan yang

Lebih terperinci

Hasil Rapat Tim RIP 19 April 2016 mengenai Pelaksanaan RIP UMJ. MEMUTUSKAN

Hasil Rapat Tim RIP 19 April 2016 mengenai Pelaksanaan RIP UMJ. MEMUTUSKAN Memperhatikan: Hasil Rapat Tim RIP 19 April 2016 mengenai Pelaksanaan RIP UMJ. MEMUTUSKAN Menetapkan : PERATURAN REKTOR TENTANG KODE ETIK PELAKU PENELITIAN DI LINGKUNGAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hubungan Masyarakat (Humas) Menurut Rumantir (2002:7) Public Relation (PR) adalah interaksi dan menciptakan opini public sebagai input yang menguntungkan untuk kedua

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum Teori umum membantu peneliti menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konsep, definisi, dan proposisi

Lebih terperinci

Standar Kompetensi Profesi Humas. Edited by: Sumartono, S.Sos., MSI

Standar Kompetensi Profesi Humas. Edited by: Sumartono, S.Sos., MSI Standar Kompetensi Profesi Humas Edited by: Sumartono, S.Sos., MSI Di era globalisasi sekarang ini sebuah profesi harus memiliki muatan standar yang jelas Maka dari itu disusunlah Standar Kompetensi Public

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat informasi yang dibutuhkan dapat diakses dengan cepat, dan memiliki tampilan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Masyarakat kian tergantung dengan media massa, yang menjadi salah satu sumber informasi yang sangat dibutuhkan khalayak. Terlebih dengan kecanggihan teknologi di mana

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. komunikasi memiliki banyak arti yang berbeda-berbeda. Laswell yang

BAB 2 LANDASAN TEORI. komunikasi memiliki banyak arti yang berbeda-berbeda. Laswell yang BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Umum 2.1.1 Komunikasi Komunikasi adalah topik yang sering diperbincangkan, tidak hanya oleh para ilmuwan komunikasi, melainkan juga dikalangan awam. Sehingga komunikasi memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi

BAB I PENDAHULUAN. Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bekerja adalah sarana untuk membangun kepribadian dan sisi kemanusiaan bagi seseorang. Selain itu, kerja merupakan cara alami manusia untuk bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.

Lebih terperinci

Etika Profesi Public Relations

Etika Profesi Public Relations Modul ke: Etika Profesi Public Relations PROFESIONALISME PRAKTISI HUMAS Fakultas FIKOM Syerli Haryati, S.S, M.IKom Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id PENGANTAR Bagi manusia, pekerjaan:

Lebih terperinci

KEGIATAN MEDIA RELATIONS

KEGIATAN MEDIA RELATIONS KEGIATAN MEDIA RELATIONS (Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Tanggapan Jurnalis Cetak dan Elektronik Terhadap Kegiatan Media Relations pada Divisi Humas PT. Telkom Regional I Sumatera Tahun 2014 di Medan)

Lebih terperinci

KODE ETIK GURU INDONESIA

KODE ETIK GURU INDONESIA KODE ETIK GURU INDONESIA MUKADIMAH Guru Indonesia tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan masyarakat akan informasi yang terjadi setiap harinya, sudah menjadi kebutuhan penting di setiap harinya. Media massa merupakan wadah bagi semua informasi

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, 1 PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KEHUMASAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara sederhana jurnalistik adalah proses kegiatan meliput, membuat, dan menyebarluaskan berita dan pandangan kepada khalayak melalui saluran media massa (Romli: 2009:

Lebih terperinci

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari

Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Kode Etik Global Menjalankan Nilai-Nilai Kami, Setiap Hari Takeda Pharmaceutical Company Limited Pasien Kepercayaan Reputasi Bisnis KODE ETIK GLOBAL TAKEDA Sebagai karyawan Takeda, kami membuat keputusan

Lebih terperinci

TATA LAKU KEPROFESIAN

TATA LAKU KEPROFESIAN TATA LAKU KEPROFESIAN PRAKATA Pada dasarnya Konsultan bertanggungjawab kepada masyarakat, kepada lingkungannya dan akhirnya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Konsultansi adalah profesi yang di dalam menjalankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat

BAB I PENDAHULUAN. kabar yang bersangkutan. Penyajian sebuah isi pesan dalam media (surat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Berita merupakan isi utama dalam sebuah media (surat kabar). Isi berita yang baik dan berkualitas akan berdampak baik pula bagi surat kabar yang bersangkutan.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang

KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang KEPUTUSAN PENGURUS BESAR ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA (PB ABKIN) Nomor: 010 Tahun 2006 Tentang PENETAPAN KODE ETIK PROFESI BIMBINGAN DAN KONSELING ASOSIASI BIMBINGAN DAN KONSELING INDONESIA

Lebih terperinci

Oleh : Litbang Wartapala

Oleh : Litbang Wartapala KEWARTAWANAN Oleh : Litbang Wartapala Daftar Isi : 1. Abstract 2. Kode Etik Jurnalistik 3. Syarat Menjadi Wartawan 1. Abstract Kewartawanan atau jurnalisme (berasal dari kata journal), artinya catatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 mengakui bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kognisi adalah Pengetahuan manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang

BAB I PENDAHULUAN. Kognisi adalah Pengetahuan manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kognisi adalah Pengetahuan manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah

BAB I PENDAHULUAN. secara ideal. Namun dalam dunia globalisasi, masyarakat internasional telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara demokrasi, yang mana kebebasan berpendapat dijunjung tinggi. Masyarakat bebas untuk mengeluarkan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, sebagaimana

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap yang

BAB IV ANALISIS DATA. A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap yang 80 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Dalam penelitian kualitatif analisis data merupakan tahap yang bermanfaat untuk menelaah data yang telah diperoleh dari beberapa informan yang telah dipilih

Lebih terperinci

11 Media Relations. Manajemen Isu dan Manajemen Krisis. Drs. Dwi Prijono Soesanto M.Ikom., MPM. Public Relations. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi

11 Media Relations. Manajemen Isu dan Manajemen Krisis. Drs. Dwi Prijono Soesanto M.Ikom., MPM. Public Relations. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi Manajemen Isu dan Manajemen Krisis Modul ke: 11 Media Relations Fakultas Ilmu Komunikasi Drs. Dwi Prijono Soesanto M.Ikom., MPM Program Studi Public Relations www.mercubuana.ac.id Pertemuan 11 Media Relations

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI. Manfaat Etika dan Etiket dalam Profesi Humas. Triasiholan A.D.S.Nababan. Modul ke: 05Fakultas KOMUNIKASI

ETIKA PROFESI. Manfaat Etika dan Etiket dalam Profesi Humas. Triasiholan A.D.S.Nababan. Modul ke: 05Fakultas KOMUNIKASI Modul ke: 05Fakultas Frenia KOMUNIKASI ETIKA PROFESI Manfaat Etika dan Etiket dalam Profesi Humas Triasiholan A.D.S.Nababan Program Studi Hubungan Masyarakat Bagian Isi Tugas dan Fungsi Humas Manfaat Etika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Public Relations (PR) berperan dalam menentukan seorang sosok brand ambassador

BAB I PENDAHULUAN. Public Relations (PR) berperan dalam menentukan seorang sosok brand ambassador BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hal yang Peneliti coba dalami dalam skripsi ini adalah seberapa jauh seorang Public Relations (PR) berperan dalam menentukan seorang sosok brand ambassador

Lebih terperinci

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual

MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual MENGAPA MENGELUH? Oleh Yoseph Andreas Gual Banyak penikmat media (cetak) yang sering membandingkan isi media A, B dan C. Mereka kemudian bertanya mengapa media A memberitakan topik ini sedangkan topik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO.8 TAHUN 1992 TENTANG PERFILMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a. bahwa Film sebagai media komunikasi massa pandangdengar mempunyai

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH

BUPATI BANGKA TENGAH BUPATI BANGKA TENGAH SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK LOKAL RADIO SELAWANG SEGANTANG KABUPATEN BANGKA TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi harus berhubungan dengan pihak dari luar instansi pemerintah,

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi harus berhubungan dengan pihak dari luar instansi pemerintah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap instansi pemerintah dalam menjalankan tugasnya tidak dapat berdiri sendiri, tetapi harus berhubungan dengan pihak dari luar instansi pemerintah, apakah itu dari

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung

KATA PENGANTAR. Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung LAMPIRAN 1 Alat Ukur KATA PENGANTAR Saya mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha Bandung sedang melakukan penelitian mengenai Model Kompetensi pada reporter. Kuesioner ini terdiri dari

Lebih terperinci

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Oleh: Muslikhah Dwihartanti Disampaikan pada kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat Tahun 2004 Penyuluhan tentang Komunikasi yang Efektif bagi Guru TK di Kecamatan Panjatan A. Pendahuluan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan citra organisasi yaitu Televisi Republik Indonesia ( TVRI).

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan citra organisasi yaitu Televisi Republik Indonesia ( TVRI). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dunia perkembangan media televisi sekarang ini yang semakin maju dan berkembang memiliki tingkat persaingan yang cukup besar di kalangan masyarakat.sehingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UU Nomor 29 Tahun 2004 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

Standar Kompetensi Profesi Humas

Standar Kompetensi Profesi Humas Standar Kompetensi Profesi Humas Pertemuan 9 by: Sumartono, MSi Tim inti Penyusunan Standar Kompetensi PR Indonesia (kerjasama PERHUMAS dan BAKOHUMAS) telah menyusun beberapa pokok pikiran tentang Standar

Lebih terperinci

Jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam

Jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam Jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya jurnal (journal), artinya laporan atau catatan, atau jour dalam bahasa Prancis yang berarti hari (day). Asalmuasalnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya

BAB I PENDAHULUAN. menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kata infotainment merupakan neologisme, atau kata bentukan baru yang menggabungkan information (informasi) dan infotainment (hiburan). Artinya infotainment adalah informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada sebuah perusahaan bahwa tanggungjawab seorang public relations sangat diperlukan dengan tujuan membina hubungan yang baik dengan stakeholder termasuk dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berita (news) merupakan sajian utama sebuah media massa di samping views (opini). Mencari bahan berita merupakan tugas pokok wartawan, kemudian menyusunnya menjadi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persepsi berasal dari Bahasa Inggris perception yang berarti pengalihan atau

BAB II LANDASAN TEORI. Persepsi berasal dari Bahasa Inggris perception yang berarti pengalihan atau BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Persepsi 2.1.1 Pengertian Persepsi Persepsi berasal dari Bahasa Inggris perception yang berarti pengalihan atau tanggapan. Menurut Slamento (2006: 20), persepsi adalah proses

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA -1- PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI. Skripsi HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN BERAKTUALISASI DIRI DAN KONFLIK PERAN DENGAN CITRA DIRI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Diajukan oleh : Rachmat Al Fajar F 100 950 017 /

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena menjamurnya media massa di Indonesia, yang sangat erat keterkaitannya dengan masyarakat luas, menjadi salah satu pilar perubahan suatu negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam melaksanakan profesinya, seorang akuntan diatur oleh suatu kode etik akuntan. Kode etik akuntan, yaitu norma perilaku yang mengatur hubungan antara akuntan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. MOTIVASI BELAJAR 1. Pengertian Motivasi Belajar Motivasi berawal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu. motif dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita sebagai suatu kebutuhan, dari hanya sekedar untuk tahu

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat kita sebagai suatu kebutuhan, dari hanya sekedar untuk tahu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Media massa berkembang pesat di era teknologi saat ini dimana media massa digunakan untuk penyampaian informasi. Informasi saat ini dinilai oleh masyarakat kita sebagai

Lebih terperinci

Berita Feature Opini Tajuk Essay Kolom. Sastra Tulisan Ilmiah Tulisan Ilmiah Populer

Berita Feature Opini Tajuk Essay Kolom. Sastra Tulisan Ilmiah Tulisan Ilmiah Populer Menulis di Media Massa Jenis-jenis Tulisan di Media Massa Berita Feature Opini Tajuk Essay Kolom Sastra Tulisan Ilmiah Tulisan Ilmiah Populer Peluang Dimuat Berita Opini Berita Ditulis oleh wartawan Bisa

Lebih terperinci