BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediary) yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediary) yang"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank merupakan lembaga perantara keuangan (financial intermediary) yang mempunyai kegiatan pokok menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan yang kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman. Hal ini sesuai dengan ketentuan pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, yang menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (rakyat banyak). 1 Istilah umum yang dapat menggambarkan kegiatan bank adalah borrows short and lendslong, yaitu bank mendapatkan dana dari simpanan berjangka pendek untuk dipinjam dengan jangka yang lebih panjang. Berdasarkan prinsip kehati-hatian, bank harus berhati-hati memilih calon nasabah dalam pengajuan permohonan kredit dalam prinsip kehati-hatian agar tidak terjadi adanya wanprestasi oleh debitur atau nasabah. Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan dijabarkan dalam Pasal 1 Angka 11 menyebutkan bahwa kredit adalah Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain 1 Try Widiyono, Aspek Hukum operasiona; Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia (Jakarta, 2006), hlm.7

2 2 yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu setelah pemberian bunga. Sedangkan menurut J.A. Levy seperti yang dikutip oleh Edy Putra dalam bukunya yang berjudul Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis, menyatakan bahwa Kredit sebagai suatu tindakan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit. 2 Prinsip yang harus dilaksanakan oleh bank dalam pemberian kredit ini adalah kewajiban bank untuk berhati-hati dalam memilih calon nasabah yang mengajukan kredit, di sini juga ada faktor hubungan kerjasama dengan baik dan keuntungan yang bersifat timbal balik antara masyarakat dan bank. Asas kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam rangka melindungi dana masyaakat kepadanya. 3 Ketentuan mengenai prinsip kehati-hatian diatur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan yang menyebutkan bahwa bank dalam memberikan kreditnya wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. 4 2 Edy Putra, Kredit Perbankan Suatu Tinjauan Yuridis (Yogyakarta, 1989), hlm. 3 3 Lihat Anonim Penerapan Prinsip Kehati-hatian / Prudential Banking terhadap pemberian kredit di PT Mandiri (persero), dalam diakses tgl 2 Januari Pasal 8 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 perubahan atas Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

3 3 Bank dituntut peran sertanya untuk mensukseskan pembangunan melalui jasa kredit yang sangat dibutuhkan masyarakat. Pemberian kredit sangat berguna bagi masyarakat karena dapat mendorong pertumbuhan perekonomian suatu bangsa. Pemerintah melalui Bank Indonesia berusaha menyediakan fasilitas kredit melalui lembaga perbankan untuk membantu golongan ekonomi lemah dengan persyaratan ringan. Perkreditan ikut berperan dalam menentukan keberhasilan garis-garis kebijakan moneter dan perdagangan. Fasilitas kredit yang diberikan oleh bank berperan menambah modal usaha nasabah penerima kredit. Sehingga dengan adanya tambahan modal usaha yang diperoleh dari fasilitas kredit bank dapat membantu meningkatkan usaha perdagangan dan perekonomian nasabah bank tersebut. 5 Berlakunya prinsip kehati-hatian diharapkan kadar kepercayaan terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. Berdasarkan hal tersebut, maka didalam memberikan suatu kredit, bank mempunyai kewajiban untuk memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam pengelolan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian bank. Mengingat Bank terutama bekerja dengan adanya dana dari masyarakat yang disimpan pada Bank atas dasar kepercayaan oleh karenanya maka setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dan memelihara kepercayaan masyarakat. Pemberian fasilitas kredit oleh bank merupakan pemberian utang berdasarkan kepercayaan. Kepastian hukum diperlukan bagi kreditur yang telah 5 Lihat Anonim Regulasi dalam Revitalisasi Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia,.dalam diakses tgl 2 Januari 2017

4 4 memberikan fasilitas kredit kepada debitur dengan meminta jaminan yang dimiliki pihak debitur. Jaminan merupakan segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu piutang dalam masyarakat. 6 Sebelum memperoleh fasilitas kredit calon debitur harus memenuhi persyaratan dari bank, salah satunya dengan adanya jaminan kredit. Karena fungsi dari pemberian jaminan adalah memberikan hak dan kekuasaan kepada bank untuk mendapatkan pelunasan dengan barang-barang jaminan tersebut, bila debitur cidera janji atau tidak membayar utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. 7 Namun, pengelolaan perkreditan mempunyai berbagai masalah yang cukup rumit seperti timbulnya kredit macet, yang disebabkan karena tidak mampunya nasabah dalam memenuhi kewajibannya. Kredit macet dalam jumlah yang sangat besar akan berpengaruh terhadap bank tersebut, selain itu perjanjian kredit yang dilakukan juga memiliki banyak kelemahan sehingga tidak terlalu mengikat oleh karena itu belum ada klausula yang mengatur meskipun kredit belum jatuh tempo. Jika kreditnya sudah wanprestasi, maka bank dapat melakukan penjualan atas jaminan yang diajukan ke bank untuk mengangsur atau melunasi kredit debitur. Resiko yang bisa berdampak kepada bank khususnya dari pengelolaan kredit yang keliru salah satunya akibat kelemahan didalam perikatan kredit sebagai berikut: resiko operasional, resiko hukum, resiko kredit, resiko reputasi, resiko strategi dan resiko pasar. Resiko hukum akibat kelemahan dalam peralatan kredit atau perjanjian kredit pembiayaan atas satu proyek atau usaha debitur bisa tidak dikembalikan 6 M. Basan, Penilaian Jaminan Kredit Perbankan Indonesia (Jakarta, 2002), hlm Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan Edisi Kedua (Jakarta, 1994), hlm.45

5 5 sehingga bank dirugikan. Bisa juga apabila debitur mengalami wanprestasi atau tidak sanggup mengembalikan kreditnya karena bangkrut atau usahanya menurun, bank kesulitan untuk segera mengambil alih usaha atau jaminan kreditnya untuk dijual guna penyelesaian kreditnya dan jika ada klausula dalam perikatan yang lemah bisa dimanfaatkan debitur nakal untuk berlindung terhadap desakan dari bank untuk penyelesaian kredit. Untuk mendapatkan hasil yang baik diperlukan pengelolaan perkreditan yang baik dengan penerapan pengendalian internal yang efektif dan efisien. Kasus yang merupakan hasil dari pergesekan kepentingan antara pihak bank dan nasabah dapat dilihat dalam kasus-kasus yang telah terjadi di dalam dunia perjanjian kredit. Sebagai contoh kasus yang dialami oleh Bank Mandiri saat ini, sepertinya harus dijadikan pelajaran bagi bank atau lembaga lain yang juga menyalurkan kredit. Betapa tidak diduga lalainya dalam menerapkan prinsip kehati-hatian saat mengucurkan kredit, Bank Mandiri saat ini, sepertinya harus dijadikan pelajaran bagi bank atau lembaga lain yang juga menyalurkan kredit. 8 Dalam kasus ini di atas pihak Bank Mandiri digugat secara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Kasus tersebut karena kurang kehati-hatian pihak bank dalam melaksanakan perjanjian kredit. Bank Mandiri memberikan kredit dengan jaminan HGB 6135 kepada PT. Mersani Budi Kusuma akan tetapi pihak bank tidak melakukan pengecekan lapangan terlebih dahulu yang ternyata HGB 6135 dimiliki oleh pihak lain. Sehingga ketika kredit macet Bank Mandiri menyegel bangunan yang bukan milik PT. Mersani Budi Kusuma. Hal ini merupakan bukti bahwa prinsip kehati- 8 IHW, Langgar Prinsip Kehati-hatian Mandiri digugat, kamis 29 Maret 2007

6 6 hatian harus diperhatikan oleh pihak bank, karena jika terjadi kesalahan dalam pemberian kredit dapat merugikan para pihak tidak hanya pihak bank saja akan tetapi juga para pihak debitur bahkan pihak lain seperti dalam kasus ini. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Baringin Sianturi setuju mencabut keterangan saksi ahli dari Bank Indonesia (BI) Nani Purwati dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), karena yang bersangkutan memberikan kesaksian di luar keahliannya. Dalam kesaksiannya di hadapan sidang, Nani Purwati juga mengatakan, jika seluruh peraturan mengenai pemberian kredit dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian (prudential banking) serta seluruh proses telah dilaksananakan, maka tidak ada yang salah dalam pemberian kredit. Penjadwalan kembali utang atau rescheduling bukan berarti ada kesalahan dan pelanggaran dalam pemberian kredit, penjadwalan kembali utang atau rescheduling juga bukan berarti sudah ada kerugian bagi bank yang membuat banyak faktor yang bisa membuat kredit itu macet. 9 Faktor keyakinan bank sebagai unsur kehati-hatian bank dalam memberikan kredit, dapat diperoleh dari penilaian bank terhadap debitur. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menerapkan kriteria-kriteria yang telah menjadi standar dalam dunia perbankan. Penerapan prinsip kehati-hatian dan asas-asas yang berlaku di dunia perbankan sebenarnya ditujukan untuk menghindari sistem keuangan tidak bekerja dengan baik, karena apabila sistem keuangan tidak dapat lagi berjalan secara optimal, maka berakibat pada perekonomian menjadi tidak efisien serta berakibat pada pertumbuhan ekonomi tidak sesuai harapan. 9 Lihat Anonim, JPU Kasus Bank Mandiri Cabut Keterangan Saksi Ahli, dalam diakses tgl 4 Januari 2017

7 7 Persoalan kehati-hatian adalah menyangkut banyak aspek diantaranya apakah bank tersebut sudah meyakini pemberian kredit, tidak akan merugikan bank dengan memperhatikan seluruh Undang-undang maupun peraturan yang telah ditetapkan. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka penulis memilih judul TINJAUAN HUKUM TERHADAP PRINSIP KEHATI-HATIAN PERBANKAN DALAM PERJANJIAN KREDIT B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan adalah : 1. Bagaimana ;analisis prinsip kehati-hatian terhadap klasula perjanjian kredit pada bank? 2. Apa upaya hukum yang dilakukan oleh bank jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur? C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui dan menganalisis prinsip kehati-hatian terhadap klasula perjanjian kredit pada Bank 2. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya hukum yang dilakukan oleh bank jika terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur.

8 8 D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara teoritis penulisan skripsi ini berguna untuk pengembangan ilmu hukum, khususnya pengembangan ilmu hukum yang berkaitan dengan hukum perdata khususnya hukum perbankan 2. Secara praktis penulisan skripsi ini diantaranya berguna: a. Secara praktis Penyusunan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kegunaan: 1) Bagi Pemerintah Penulisan hukum ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan kebijakan dalam menangani permasalahan tanggung jawab emiten dan underwriter bila terjadimisleading information dalam penawaran umum perdana. 2) Bagi Masyarakat Penulisan hukum ini diharapkan dapat menjadi informasi untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan persoalan tanggung jawab emiten dan underwriter bila terjadi misleading information dalam penawaran umum perdana. 3) Bagi Universitas Widyagama Penulisan hukum ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi penelitian lain berkaitan dengan permasalahan yang sama dalam kepustakaan ilmu hukum, khususnya ilmu hukum perdata dalam lingkungan universitas.

9 9 E. Tinjauan Pustaka 1. Prinsip Kehati-hatian Prinsip Kehati-hatian adalah suatu asas yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehatihatian dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Perbankan bahwa Perbankan Indonesia dalam melaksankan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan asas kehati-hatian. Tujuan diberlakukannya prinsip kehati-hatian tidak lain adalah agar bank selalu dalam keadaan sehat. Berlakukannya prinsip kehati-hatian diharapkan agar kepercayaan masyarakat terhadap perbankan tetap tinggi, sehingga masyarakat bersedia dan tidak ragu-ragu menyimpan dananya di bank. Dalam prinsip kehati-hatian terhadap 5C of Credit yang meliputi character (watak), capacity (kemampuan), capital (modal), collateral (agunan), condition of economi (prospek usaha dari kreditur) yang dimana prinsip 5C ini merupakan prinsip yang saling terkait satu dengan yang lainnya sehingga tidak dapat dipisahkan atau dikesampingkan. 10 Penerapan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principles) dalam seluruh kegiatan perbankan merupakan salah satu cara untuk menciptakan perbankan yang sehat, yang pada gilirannya akan berdampak positif terhadap perekonomian secara makro. Selain itu, implementasi prinsip prudential banking harus diterapkan secara menyeluruh, sehingga tidak hanya menyangkut masalah pemberian kredit, tetapi dimulai saat bank tersebut didirikan, penentuan 10 Friedman Lawrence M, Sistem Hukum: Perspektif Ilmu Sosial (Bandung:2009). hlm 13

10 10 manajemen yang memenuhi uji kecukupan dan kelayakan (fit and proper test) tidak bersifat seremonial. Pengaturan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principle) dapat dilihat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Pasal 25, dimana dalam Pasal tersebut terdiri dari 2 Ayat yang berisi: a. Dalam rangka melaksanakan tugas mengatur bank, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat prinsip kehati-hatian, b. Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia. Lembaga-lembaga pendukung sistem perbankan prinsip kehati-hatian (Prudential Banking Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank dalam menjalankan fungsi dan kegiatan usahanya wajib bersikap hati-hati (prudent) dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan padanya. 11 Hal ini disebutkan dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang perubahan atas Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan, bahwa Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ada satu pasal dalam Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 Tentang Perubahan atas Undang-undang Perbankan Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan yang secara eksplisit mengandung substansi prinsip kehati-hatian, yakni Pasal 29 ayat (2), (3) dan (4). 11 Rachmadi Usman, Perbakan Indonesia (Bandung, 1996), hlm. 18

11 11 2. Perjanjian Kredit Bank R. Subekti mengatakan bahwa perjanjian kredit diidentikkan dengan perjanjian pinjam-meminjam uang yang mempunyai sifat khusus, maksudnya perjanjian pinjam-meminjam uang terjadi antara bank dengan debitor, di mana debitor akan mengembalikan pinjaman setelah jangka waktu yang telah ditentukan. 12 Pengertian perjanjian kredit menurut Gatot Supratmono adalah perjanjian meminjam uang antara bank sebagai kreditor dalam hal ini bank sebagai pemberi kredit percaya kepada nasabahnya dalam jangka waktu yang disepakatinya akan dikembalikan (bayar) lunas. 13 Perjanjian kredit adalah perjanjian pendahuluan dari penyerahan uang. Perjanjian pendahuluan ini merupakan hasil permufakatan antara pemberi dan penerima pinjaman mengenai hubungan-hubungan hukum antar keduanya 14. Oleh karena itu, pengertian perjanjian kredit tidak terbatas pada apa yang telah dijelaskan diatas akan tetapi lebih luas lagi penafsirannya. Perjanjian kredit dapat juga disebut perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai perjanjian prinsipiil, maka perjanjian jaminannya adalah assesoirnya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah debitor 15. Sehingga dapat dikatakan juga perjanjian kredit merupakan perjanjian baku, dengan di sana sini diadakan penyesuaian seperlunya. hlm R. Subekti, ( et, al), Aneka Perjanjian (Bandung, 1992), hlm Gatot Supratmono, Perbankan Masalah Kredit Suatu Tinjauan Yuridis (Jakata, 1995), 14 Mariam Darus Baruldzaman, Verband,Gadai dan Fiducia (Bandung, 1991), hlm Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia (Jakarta,2007),hlm 71

12 12 Biasanya pihak bank telah mempunyai draft tersendiri, dimana para pihak dapat mengisi data pribadi dan data tentang pinjaman yang diambil, sedangkan jangka waktu dan bentuknya sudah dicetak secara baku. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka debitur berkewajiban untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Apabila debitur menolak, maka debitur tidak perlu untuk menandatangani perjanjian kredit tersebut. Selanjutnya untuk dapat terjadinya suatu perjanjian, maka ada beberapa syarat yang harus dipenuhi salah satunya adalah sepakat, sehingga dengan ditandatanganinya perjanjian kredit tersebut berarti berlakulah perjanjian kredit antara kreditur dan debitur. 3. Klausula Perjanjian Klausul perjanjian adalah ketentuan tersendiri dari suatu perjanjian dari suatu pokok atau pasalnya diperluas dan dibatasi. Setiap aturan atau ketentuan dan syarat syarat yang telah di persiapkan dan di tetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha, yang di tuangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib di penuhi oleh konsumen. Klausul-klausul dalam perjanjian kredit: a. Syarat-syarat penarikan kredit pertama kali (pembayaran profisi, penyerahan brg jaminan, penutupan asuransi). b. Maksimum kredit c. Jangka waktu kredit d. Bunga pinjaman e. Barang agunan kredit f. Asuransi

13 13 g. Tindakan yang dilarang oleh bank (mengubah bentuk hukum prusahaan) h. Tigger clause atau Opeisbaar Clause ( Bank mengakhiri perjanjian secara sepihak) i. Expence Clause (beban biaya dan ongkos sbg akibat pemberian kredit) j. Debet Authorization Clause (pendebetan rekening hrs seijin debitur) k. Representation and Warranties l. Ketaatan pada ketentuan bank m. Pasal-pasal tambahan n. Alternatif Dispute Resolution o. Pasal Penutup 4. Resiko Perjanjian Kredit Risiko (resicoleer) suatu ajaran yaitu seseorang berkewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak). Atau dengan bahasa yang sederhana risiko adalah kerugian yang ditimbulkan di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda menjadi objek perjanjian. Ajaran ini timbul oleh karena adanya keadaan memaksa (overmacht). Subekti memberikan suatu defenisi, risiko yaitu kewajiban untuk memikul kerugian yang disebabkan oleh suatu peristiwa yang terjadi di luar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa barang yang menjadi objek perjanjian. Bank bersikap penuh terhadap kehati-hatian dalam menilai kelayakan kredit karena risiko terbesar yang dipikul oleh bank berasal dari kegiatan pemberian kredit. Apabila debitur gagal memenuhi kewajibannya baik hutang pokok maupun bunga, maka terjadi risiko kredit dalam hal ini yaitu risiko gagalnya debitur memenuhi perjanjian yang disepakati. Kredit yang gagal dibayar debitur

14 14 menyebabkan dana bank tidak kembali sehingga dana seharusnya dapat dipakai untuk memenuhi kewajiban bank bertahan pada debitur yang bersangkutan sehingga bank tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak ketiga lainnya, ini disebut sebagai risiko likuiditas. Kemacetan kredit dapat diusahakan recoverynya dari jaminan yang diserahkan, tapi karena jaminan tidak diikat, bank tidak melakukan eksekusi sehingga bank tidak dapat memperoleh Recovery. Hal ini disebut sebagai risiko operasional sebagai akibat kesalahan proses. Beberapa klasifikasi profil risiko yang digunakan oleh sebuah bank sesuai klasifikasi yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, antara lain : a. Risiko Operasional Risiko operasional adalah risiko yang berhubungan dengan ketidakcukupan dan atau kelemahan proses internal, kelalaian manusia, kegagalan system, atau adanya masalah eksternal yang mempengaruhi operasional bank secara langsung maupun tidak langsung dapat menimbulkan kerugian financial dan kerugian potensial. b. Risiko Hukum Risiko hukum adalah risiko yang timbul akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek yuridis. c. Risiko Kredit Risiko kredit adalah risiko akibat kegagalan debitur dan / atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh aktifitas bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower)

15 15 d. Risiko Reputasi Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder (Regulator, nasabah, masyarakat, manajemen bank dan pegawai) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap bank. e. Risiko Strategi Risiko strategi merupakan risiko yang disebabkan oleh adanya pengambilan keputusan dan/atau penerapan strategi bank yang tidak tepat atau kegagalan bank dalam merespon perubahan-perubahan kondisi eksternal. f. Risiko Pasar Risiko pasar adalah risiko pada posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivative, akibat perubahan dari faktor. g. Risiko Likuiditas Risiko Likuiditas merupakan risiko yag antara lain disebabkan ketidakmampuan bank dalam memenuhi kewajiban yang telah jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktifitas dan kondisi keuangan bank. h. Risiko Kepatuhan Risiko kepatuhan adalah risiko yang disebabkan bank yang tidak mematuhi atau tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundangundangan dan ketentuan lain yang berlaku, seperti risiko yang terkait dengan Kewajiban Pajak Minimum (KPMM), Kualitas Aktifa Produktif dan sebagainya yang terkait dengan ketentuan tertentu.

16 16 5. Upaya Hukum Upaya hukum ialah suatu upaya yang diberikan oleh undang-undang bagi seseorang maupun badan hukum dalam hal tertentu untuk melawan putusan hakim sebagai suatu tempat bagi pihak-pihak yang tidak puas atas adanya putusan hakim yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan, tidaklah sesuai dengan apa yang diinginkan, karena hakim itu juga seorang manusia yang bisa secara tidak sengaja melakukan kesalahan yang dapat menimbulkan salah mengambil keputusan atau memihak kepada salah satu pihak. Berikut adalah macam-macam upaya hukum: 16 a. Upaya Hukum Biasa Upaya hukum yang dipergunakan bagi putusan yang belum memiliki hukum tetap. Upaya hukum biasa yaitu: 1. Perlawanan/verzet 2. Banding 3. Kasasi b. Upaya hukum luar biasa Suatu upaya hukum dilakukan atas putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan juga dalam asasnya upaya hukum ini tidaklah menangguhkan eksekusi yang di dalamnya mencakup antara lain: 1. Perlawanan pihak ketiga (denderverzet) terhadap sita eksekutorial 2. Peninjauan kembali (request civil) 6. Wanprestasi Pengertian Wanprestasi Menurut Para Pakar, sebagai berikut: 16 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Depdikbud Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa.

17 17 Menurut Prodjodikoro, pengertian wanprestasi adalah tidak adanya suatu prestasi dalam perjanjian, ini berarti bahwa suatu hal harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Dalam istilah Bahasa Indonesia dapat dipakai istilah pelaksanaan janji untuk prestasi, sedangkan ketiadaan pelaksanaan janji untuk wanprestasi. R. Subekti, mengemukakan bahwa Wanprestasi (kelalaian) seorang debitur dapat berupa empat macam, yaitu: 17 a. Tidak melakukan apa yang seharusnya disanggupi untuk dilakukan. b. Melaksanakan yang dijanjikan, namun tidak sebagaimana yang diperjanjikan. c. Melakukan apa yang telah diperjanjikan, namun terlambat pada waktu pelaksanaannya. d. Melakukan sesuatu hal yang di dalam perjanjiannya tidak boleh dilakukan. 7. Ikatan Hukum Ko Swan Sik, menyatakan, bahwa kewarganegaraan dalam arti yuridis adalah ikatan hukum (de rechtsband) antara negara dengan orang-orang pribadi (natuurlijke personen) yang karena ikatan itu menimbulkan akibat, bahwa orangorang tersebut jatuh di bawah lingkungan kuasa pribadi dari negara yang bersangkutan atau dengan kata lain warga dari negara itu (burgers van die staat zijn). Kewarganegaraan dalam arti sosiologis adalah kewarganegaraan yang tidak berdasarkan ikatan yuridis, tetapi sosial politik yang disebut natie. Pengertian kewarganegaraan yuridis (juridische nationaliteit), adalah adanya ikatan dengan negara dan tanda adanya ikatan tersebut dapat dilihat antara lain dalam bentuk pernyataan tegas negara tersebut. Konkretnya pernyataan itu dinyatakan dalam 17 Subekti, Hukum Perjanjian (Jakart,1985), hlm.21

18 18 bentuk surat-surat, baik keterangan maupun keputusan yang digunakan sebagai bukti adanya keanggotaan dalam negara itu. 18 F. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal, maka peneliti mempergunakan beberapa metode penelitian sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode yuridisnormatif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-psinsip hukum maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu yang dihadapi Metode Pendekatan Dalam penelitian hukum ini, peneliti menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif. Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya Jenis dan Sumber Bahan Hukum Jenis dan sumber data yang digunakan dalam suatu penelitian dapat berwujud data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan dan/atau secara langsung dari masyarakat. Data yang diperoleh langsung dari 2017 hlm Lihat Anonim, dalam diakses tgl 5 September 19 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Jakarta, 2007), hlm Jhonny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif (Malang, 2007),

19 19 masyarakat dinamakan data primer, sedangkan data yang diperoleh melalui bahan kepustakaan dan dokumentasi disebut data sekunder. 21 Data sekunder di bidang hukum (dipandang dari sudut kekuatan mengikatnya) dapat dibedakan menjadi : a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif atau artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. 22 b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisis dan memahami bahan hukum primer adalah 23 buku-buku, artikel, jurnal hukum, rancangan peraturan perundang-undangan, hasil karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil penelitian, yang merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dan tentunya mempunyai relevansi dengan apa yang hendak diteliti Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Demi mendapatkan data yang relevan dengan judul penelitian yang peneliti teliti. Dalam hal pengumpulan bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu peneliti mengumpulkan bahanbahan hukum dari berbagai peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel, 21 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri (Jakarta, 1990), hlm Peter Mahmud, Op. Cit, hlm Ronny, Op. Cit, hlm Soerjono Soekanto, ( et, al ), Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta, 2011), hlm. 12.

20 20 jurnal ilmiah, makalah, hasil penelitian pakar hukum dan kliping koran serta melakukan browsing internet mengenai segala hal yang terkait dengan permasalahan yang menjadi topik penelitian yang peneliti teliti. 5. Metode Analisis Bahan Hukum Adapun metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif yaitu menyajikan kajian pada data-data yang diperoleh dari objek penelitian. Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang pokok-pokok permasalahan yang diteliti. 25 Maksudnya adalah bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. G. Sistematika Penulisan Suatu hal yang perlu ada dalam penulisan skripsi ini adalah sistematika penulisan. Dari sistematika ini diharapkan para pembaca dapat dengan mudah memahami dan menafsirkan permasalahan yang disajikan. Penulisan Hukum Skripsi ini terdiri dari empat bab yang masing-masing terkandung beberapa sub-bab secara sistematika untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai jalan pikiran penulis, agar para pembaca dapat mengambil intisari dari tulisan ini secara mudah. Agar laporan ini tidak menyimpang dari garis-garis yang telah ditentukan penulis memberikan batasan-batasan dalam bentuk sistematika pembahasan: BAB I : PENDAHULUAN 25 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta, 2007), hlm. 10.

21 21 Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang dan perumusan masalah yang menyebabkan judul yang ada memang pantas dan cukup menarik untuk dilakukan suatu penelitian. Selain itu dalam bab ini menjelaskan mengenai tujuan dan kegunaan penulisan, tinjauan pustaka, metode dan sistematika penulisan, yang diharapkan nantinya penulisan hukum ini menjadi baik dan berkualitas. BAB II : HASIL PENELITIAN Dalam bab ini penulis memaparkan hasil-hasil penelitian yang antara lain berisi: A. Gambaran data yang etrkumpul tentang keberlakuan syarat perjanjian dalam perjanjian kredit pada Bank B. Gambaran data yang terkumpul tentang kepastian hukum bagi bank yang telah dirugikan akibat resiko kredit dan resiko hukum yang ditimbulkan oleh debitur BAB III : ANALISIS HASIL PENELITIAN Analisis hasil penelitian merupakan hasil kajian dari analisis dengan menggunakan teori-teori yang relevan dengan pokok masalah sehingga diperoleh gambaran tentang bentuk dan kualitas pemecahan masalah yang meliputi. A. Analisis tentang keberlakuan syarat perjanjian dalam perjanjian kredit pada Bank

22 22 B. Analisis tentang kepastian hukum bagi bank yang telah dirugikan akibat resiko kredit dan resiko hukum yang ditimbulkan oleh debitur BAB IV : PENUTUP Penulis menjelaskan mengenai bab ini dalam dua bentuk, yaitu : A. Kesimpulan, mengenai keseluruhan hasil penelitian dan berbagai pandangan baik itu dari penulis maupun dari beberapa bahanpustaka dan dokumentasi yang didapat; B. Saran, dalam hal ini penelti mencoba untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat konstruktif terkait dengan tema penulisan hukum skipsi ini.

23 23

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA

PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA 0 PELAKSANAAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PERJANJIAN KREDIT DI BANK RAKYAT INDONESIA (BRI) KC SOLO KARTASURA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank secara otentik telah dirumuskan di dalam Undangundang Perbankan 7 Tahun 1992 yang telah diubah menjadi Undangundang Perbankan Nomor 10 Tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan di masyarakat sering dijumpai perbuatan hukum peminjaman uang antara dua orang atau lebih. Perjanjian yang terjalin antara dua orang atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X

BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 44 BAB 4 ANALISIS PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KREDIT YANG DIBAKUKAN OLEH PT. BANK X 4.1 Kedudukan Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Perjanjian yang akan dianalisis di dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK (Studi kasus Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Slamet Riyadi Solo) S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia merupakan negara hukum (rechtstaat) dimana prinsip negara hukum adalah menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,

BAB I PENDAHULUAN. nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga. Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan pesatnya kemajuan ekonomi dan bisnis di Indonesia, kegiatan bisnis bank umum menjadi semakin canggih dan beraneka ragam. Berbagai macam kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) i TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberian kredit bagi bank merupakan kegiatan yang utama, karena pendapatan terbesar dari bank berasal dari sektor kredit baik dalam bentuk bunga, provisi, ataupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan mempunyai peranan penting dalam menjalankan. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan diatur bahwa: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang bergerak cepat, kompetitif, dan terintegrasi dengan tantangan yang semakin kompleks serta sistem keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Balakang. Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis didalam kehidupan masyarakat ialah Bank. Bank mempunyai peran yang sangat penting. Mengapa demikian, karena perbankan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan awal langkah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang kemudian dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit

BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK. A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit BAB III KLAUSULA BAKU PADA PERJANJIAN KREDIT BANK A. Klausula baku yang memberatkan nasabah pada perjanjian kredit Kehadiran bank dirasakan semakin penting di tengah masyarakat. Masyarakat selalu membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. melindungi segenap Bangsa Indonesia, berdasarkan Pancasila dan Undangundang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerataan pembangunan di segala bidang pada umumnya merupakan salah satu dari tujuan utama pembangunan nasional. Dalam rangka melindungi segenap Bangsa Indonesia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini, peran perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu

I. PENDAHULUAN. untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang, oleh karena itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan dalam perjanjian kredit secara umum dapat diartikan sebagai penyerahan kekayaan dan pernyataan kesanggupan seseorang atau badan untuk menanggung pembayaran kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian

BAB I PENDAHULUAN. dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah banyak mempengaruhi perkembangan ekonomi dan perdagangan sehingga mengakibatkan beragamnya jenis perjanjian dalam masyarakat. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi di Indonesia tidak dapat di pisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan para pelaku ekonomi yang secara terus menerus dari waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. bank. Kebijaksanaan tersebut tertuang dalam Undang-Undang No.7 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses pembangunan yang sedang berkembang di negara Indonesia merupakan suatu proses yang berkesinambungan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pengaturan yang segera dari hukum itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri, perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu tantangan terbesar bagi hukum di Indonesia adalah terus berkembangnya perubahan di dalam masyarakat yang membutuhkan perhatian dan pengaturan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perbankan. Sektor perbankan memiliki peran sangat vital antara lain sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat terutama setelah krisis 1997. Adanya perkembangan tersebut diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan

Lebih terperinci

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT. E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT. E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT E. Latar Belakang dan Pengertian Prinsip Kehati-Hatian Prinsip kehati-hatian (Prudent Banking Principle) adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbankan yang berdasarkan Demokrasi Ekonomi dengan fungsi utamanya yaitu sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perbankan memiliki peran penting dalam pembangunan khususnya dalam menunjang pertumbuhan ekonomi negara. Bank adalah salah satu lembaga pembiayaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan pembangunan yang berkelanjutan dalam mewujudkan kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat perlu melakukan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi tidak semua masyarakat mempunyai modal yang cukup untuk membuka atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan 1 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan dalam masyarakat. Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kredit Macet 1. Pengertian Kredit Istilah kredit berasal dari bahasa Yunani Credere yang berarti kepercayaan, oleh karena itu dasar dari kredit adalah kepercayaan. Seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sosial dan politik, telah mendudukkan masyarakat Indonesia pada posisi yang sulit. Hanya segelintir orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perekonomian sekarang ini, dimana setiap perusahaan baik itu yang bergerak dibidang industri perdagangan maupun jasa dituntut tidak hanya bertahan tetapi juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber

BAB I PENDAHULUAN. dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan ekspor sangat penting bagi Indonesia karena menghasilkan devisa dan pendapatan negara (export earnings) yang merupakan salah satu sumber pembiayaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini oleh Pemerintah Indonesia merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peningkatan pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peran perbankan dalam menyediakan jasa keuangan. Hampir seluruh kegiatan keuangan membutuhkan jasa bank.

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK

BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 44 BAB III TINJAUAN YURIDIS MENGENAI KLAUSULA BAKU DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT BANK MANDIRI, CITIBANK DAN STANDARD CHARTERED BANK 3.1 Hubungan Hukum Antara Para Pihak Dalam Perjanjian Kartu Kredit 3.1.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, hal ini menjadi alasan terdapatnya lembaga pembiayaan yang. memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian.

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, hal ini menjadi alasan terdapatnya lembaga pembiayaan yang. memiliki peran penting dalam perkembangan perekonomian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan jaman dari waktu ke waktu menjadikan pembangunan perekonomian di indonesia termasuk di setiap daerah mengalami kemajuan yang sangat pesat, hal ini menjadi

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan)

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan) EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN KREDIT MACET (Studi di Bank ARTA ANUGRAH Lamongan) Dhevy Nayasari Sastradinata 1 1) Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan ABSTRAK Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang

BAB I PENDAHULUAN. perumahan mengakibatkan persaingan, sehingga membangun rumah. memerlukan banyak dana. Padahal tidak semua orang mempunyai dana yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada

BAB I PENDAHULUAN. menerapkan prinsip kehati-hatian. Penerapan prinsip kehati-hatian tersebut ada 1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu cara mendapatkan modal bagi kalangan masyarakat termasuk para pengusaha kecil, sedang maupun besar adalah dengan melakukan pengajuan kredit pada pihak bank. Pemberian tambahan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN HAK TANGGUNGAN PADA PT. BPR ARTHA SAMUDRA DI KEDIRI Airlangga ABSTRAK Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan suatu pembangunan yang berhasil maka diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melayani masyarakat yang ingin menabungkan uangnya di bank, sedangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam masyarakat. Oleh karena itu hampir setiap orang pasti mengetahui mengenai peranan bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit

BAB 2 LANDASAN TEORI. 2.1 Kredit BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kredit 2.1.1 Pengertian Kredit Pengertian kredit secara umum, kredit adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis pada saat sekarang ini atas dasar kepercayaan sebagai pengganti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk monodualistis artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup berdampingan dan

Lebih terperinci

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 8/19/PBI/2006 TENTANG KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF DAN PEMBENTUKAN PENYISIHAN PENGHAPUSAN AKTIVA PRODUKTIF BANK PERKREDITAN RAKYAT GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan

BAB I PENDAHULUAN. satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka pembangunan ekonomi diperlukan tersedianya dana, salah satu perolehan dana yang dapat digunakan masyarakat adalah mengajukan permohonan kredit yang diberikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Dengan menghadapi adanya kebutuhankebutuhan tersebut, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana

BAB I PENDAHULUAN. dimaksudkan sebagai perantara pihak-pihak yang mempunyai kelebihan dana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga perbankan sebagai salah satu lembaga keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian (Mudrajad Kuncoro dan Suhardjono, 2002:75). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Peranan lembaga keuangan ditengah-tengah masyarakat dalam memajukan perekonomian sangat penting. Tidak dapat dipungkiri peranannya sebagai lembaga perantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis dapatlah dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik Pemerintah maupun masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit

BAB II LANDASAN TEORI. bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Bank Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan,yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. mampu memenuhi segala kebutuhannya sendiri, ia memerlukan tangan ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat tidak terlepas dari berbagai kebutuhan, seiring dengan meningkatnya kehidupan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan. Oleh karena

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI

NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI PELAKSANAAN PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DEBITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN (Studi pada Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Tri Hasta Prasojo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda bergerak maupun yang tidak berwujud. Pesatnya perkembangan masyarakat dewasa ini, kebutuhan akan sarana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum. Hal ini tertera pada Undang-Undang Dasar 1945

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara hukum. Hal ini tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara hukum. Hal ini tertera pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 angka 3 yang berbunyi Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum terbagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah lembaga financial intermediary yang berfungsi sebagai perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana serta sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyelenggaraan ibadah haji dan umroh merupakan tugas nasional karena jumlah jemaah haji dan umroh Indonesia yang sangat besar, melibatkan berbagai instansi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perbankan dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat kembali dalam

Lebih terperinci

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH MENURUT UNDANG - UNDANG NOMOR 04 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN Oleh Jatmiko Winarno Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor. Sesuai kesepakatan antara

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor. Sesuai kesepakatan antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kredit merupakan perjanjian pinjam-meminjam uang antara bank sebagai kreditor dengan nasabah sebagai debitor. Sesuai kesepakatan antara kedua belah pihak, bank

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor

BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR. A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor BAB IV PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA BELI KENDARAAN BERMOTOR A. Pelaksanaan Perjanjian Sewa Beli Kendaraan Bermotor Menurut sistem terbuka yang mengenal adanya asas kebebasan berkontrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci