BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (Pasal 34). Pasal 34 menyatakan bahwa Bank Indonesia merupakan respons dari krisis asia yang terjadi pada yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia khususnya sektor Perbankan. Krisis pada yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya Bank yang mengalami kebangkrutan sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank-Bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum Perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan. 10 Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antarsubsektor keuangan, baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping 10 Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal

2 18 itu, adanya Lembaga Jasa Keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar Lembaga Jasa Keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuagan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness). 11 A. Defenisi Dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Pasal 1, Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang undang ini. 12 Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti Industri Perbankan, Pasar Modal, Reksadana, Perusahaan Pembiayaan, Dana Pensiun, dan Asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu di perhatikan, hal 11 Ibid., Hal Republik Indonesia, Undang-Undang Ri No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.

3 19 ini karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut. 13 Indonesia yang pada awalnya menerapkan sistem pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dilakukan oleh beberapa institusi, berubah menjadi sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan oleh satu institusi, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan terbentuk dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22 November Pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan itu sejalan dengan pendapat Ann Seidman, Robert B. Siedman dan Nalin Abeyesekere yang mengatakan bahwa pembentukan Undang-Undang merupakan alat utama pemerintah melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan bentuk atau model single regulator supervision dimana kontrol atas sektor keuangan diserahkan pada satu otoritas tunggal yang terpisah dari Bank Sentral. Otoritas ini bertanggung jawab atas semua pasar dan intermediaries finansial, dan mengemban tugas untuk mewujudkan semua sasaran regulasi (stabilitas, transparansi dan perlidungan investor). Langkah Indonesia membentuk Otoritas pengaturan dan pengawasan jasa keuangan yang terintegrasi mengikuti jejak berbagai negara di dunia yang terlebih dahulu melakukannya. Norwegia contohnya, sejak Tahun 1986 telah mendirikan Kredittilsynet yang berperan sebagai regulator atas kegiatan Perbankan, Investasi non-bank, Asuransi, Real Estate maupun Audit. Pada Tahun 2000 lembaga ini 13 Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal 127.

4 20 diberikan kewenangan untuk mensupervisi Oslo Stock Exchange. Di Swedia, lembaga yang serupa dibentuk pada Tahun 1991 dan diberi nama Finansipektionen, begitu pula dengan Korea yang memiliki Financial Supervisory Services (FSS). Briault mengemukakan bahwa manfaat dari pembentukan Unified Regulator, antara lain : - Harmonisasi, konsolidasi dan rasionalisasi prinsip-prinsip, aturan-aturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh berbagai regulator atau tercantum dalam legislasi yang sudah berlaku, dan pada saat yang sama tetap memperhatikan bahwa apa yang tepat bagi satu jenis usaha, pasar atau pelanggan belum tentu tepat untuk yang lain. - Proses tunggal untuk berbagai urusan seperti perizinan, dengan standar dan database yang sama. - Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren atau supervisi berbasis resiko dalam industri jasa keuangan, yang memungkinkan sumber daya dan berbagai beban yang diberikan kepada semua perusahaan dalam Regulated Industry untuk dialokasikan secara lebih efektif dan efisien berdasarkan resiko-resiko yang dapat diderita oleh konsumen jasa keuangan. - Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren dalam penegakan dan disiplin namun pada saat yang sama tetap memperhatikan kemungkinan atau kebutuhan atas diferensiasi.

5 21 - Selain regulator tunggal juga adanya skema tunggal dalam penanganan komplain dan kompensasi konsumen/nasabah. 14 Pendirian Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah direncanakan sejak Tahun 1999, dimana Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Sebagai tindak lanjut Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tersebut, didirikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan di Indonesia. Sejak Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan mulai melaksanakan fungsi sebagai lembaga pengawas pasar modal dan industri keuangan non-bank (IKNB) menggantikan fungsi Bapepam-LK dan mulai 31 Desember 2013, Otoritas Jasa Keuangan juga akan berfungsi sebagai pengawas industri Perbankan. Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan. 14 Bismar Nasution, Sosialisasi Kepada Otoritas Jasa Keuangan (Ojk) Peralihan Fungsi Pengawasan Industri Keuangan, 29 November 2013, Hal 1-3.

6 22 Fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut meliputi : - Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perbankan. - Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Pasar Modal. - Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, lembaga pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya. Pendirian lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi memiliki latar belakang dan alasan berbeda di setiap negara. Beberapa faktor berikut sering dijadikan sebagai faktor pemicu diterapkannya sistem pengawasan secara terintegrasi. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan mulai diterapkannya Universal Banking System. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi perbedaan dalam regulasi dan supervisi. Kedua, stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan. Ketiga, kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama Good Governance, untuk meningkatkan Good Governance pada lembaga pengawas jasa keuangan, banyak negara melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya. 15 B. Pihak-Pihak Dalam Otoritas Jasa Keuangan Setelah adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengaturan dan pengawasan sektor Perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia sebagai BankSentral dialihkan pada Otoritas Jasa 15 Zulkarnain Sitompul, Sosialisasi Peralihan Fungsi Pengawasan Industri Keuangan Kepada Otoritas Jasa Keuangan (Ojk), 29 November 2013, Hal 1-2.

7 23 Keuangan. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ini dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pengawasan Perbankan dari Bank Sentral ke sebuah badan atau lembaga yang independen di luar Bank Sentral. Dasar hukum pemisahan fungsi pengawasan tersebut, yaitu Pasal 34 Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan: - Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang- Undang. - Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember Sementara itu pengawasan yang dilakukan yaitu terhadap Bank dan perusahaan-perusahaan sektor jasa keuangan lainnya yang meliputi Asuransi, Dana Pensiun, Sekuritas, Modal Ventura, dan Perusahaan Pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. Lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam melakukan tugasnya lembaga Otoritas Jasa Keuangan (Supervisory Board) melakukan koordinasi dan kerja sama dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang akan diatur dalam Undang-Undang pembentukan lembaga pengawasan dimaksud. Lembaga pengawasan ini dapat mengeluarkan ketentuan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pengawasan bank berkoordinasi dengan Bank Indonesia dan

8 24 meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan. Keindependenan Otoritas Jasa Keuangan berkaitan dengan beberapa hal, pertama, independen yang berkait dengan pemberhentian anggota lembaga yang hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam Undang- Undang pembentukan lembaga yang bersangkutan, tidak sebagaimana lazimnya administrative agencies yang dapat sewaktu-waktu oleh Presiden karena jelas merupakan bagian dari eksekutif. Kedua, selain masalah pemberhentian yang terbebas dari intervensi Presiden, sifat independen juga tercermin dari : - Kepemimpinan lembaga yang bersifat kolektif, bukan hanya satu orang pimpinan. Kepemimpinan kolegial ini berguna untuk proses internal dalam pengambilan keputusan-keputusan, khususnya menghindari kemungkinan politisasi keputusan sebagai akibat proses pemilihan keanggotaannya. - Kepemimpinan tidak dikuasai atau tidak mayoritas berasal dari partai politik tertentu. - Masa jabatan para pemimpin lembaga tidak habis secara bersamaan, tetapi bergantian (staggered terms). Dalam Undang-Undang tentang Otoritas Jasa Keuangan, pimpinan tertinggi terletak pada Dewan Komisioner. Mengenai struktur Dewan Komisioner terdiri atas sembilan orang anggota yang ditetapkan dengan keputusan Presiden, dengan susunan sebagai berikut :

9 25 a. Seorang Ketua merangkap Anggota. b. Seorang Wakil Ketua sebagai Ketua komite etik merangkap Anggota. c. Seorang Kepala Eksekutif pengawas Perbankan merangkap Anggota. d. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap Anggota. e. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Jasa Keuangan lainnya merangkap Anggota. f. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap Anggota. g. Seorang Anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen. h. Seorang anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota dewan gubernur Bank Indonesia. i. Seorang anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan. 16 Syarat untuk menjadi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan antara lain : - Warga Negara Indonesia. - Memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik. - Cakap melakukan perbuatan hukum. - Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit. - Sehat jasmani. 16 Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal

10 26 - Berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) Tahun pada saat ditetapkan. - Mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan. - Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) Tahun atau lebih. Dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang No.21 Tahun 2011 hanya menyebutkan panitia seleksi beranggotakan 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat. 17 Sementara itu pengaturan tentang masa kerja Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam mengukur independensi. Pasal 17 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut : - Meninggal dunia. - Mengundurkan diri. - Masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali. - Berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau dipekirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut turut. 17 Wahiduddin Adams, Jurnal Legislasi Indonesia Otoritas Jasa Keuangan, Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum Dan Ham Ri, Jakarta, 2012, Hal 340.

11 27 - Tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut turut tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan. - Tidak lagi menjadi anggota dewan gubernur Bank Indonesia bagi anggota ex officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h. - Tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota ex officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan sebagaimana di maksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i. - Memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dan/ atau semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya. - Melanggar kode etik. Dengan pengaturan sebagaimana diatas, dapat disimpulkan bahwa anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tidak diberhentikan berdasarkan alasan politik. Ketentuan seperti ini akan memberikan keamanan bagi Dewan Komisioner dalam mengambil kebijakan yang tidak populer secara politik. 18 Struktur keanggotaan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan masa periode yaitu : 1. Prof. Dr. Ilya Avianti, S.E., M.Si., Ak, CPA, Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. 18 Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal

12 28 2. DR. Rahmat Waluyanto, MBA., wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagai Ketua Komite Etik merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. 3. DR. Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono,S.H. LLM, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen. 4. Nelson Tampubolon, SE, MSM, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. 5. Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.Sc, wakil Menteri Keuangan, Republik Indonesia anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ex officio Kementerian Keuangan. 6. Muliaman D. Hadad, Ph.D, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. 7. Ir. Nurhaida, MBA., Kepala Eksekutif pengawas pasar modal merangkap anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. 8. DR. Firdaus Djaelani, MA, Ketua Eksekutif pengawas industri keuangan non Bank merangkap anggota Dewan Komisioner. 9. DR. Halim Alamsyah, SH, SE, MA, Deputi Gubernur Bank Indonesia, anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ex officio Bank Indonesia Adler Haymans Manurung, Ojk : Tujuan, Fungsi, Tugas, Dan Wewenang, Layanan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan, PT. Adler Manurung Press, Jakarta, 2013, Hal. 24

13 29 C. Fungsi, Tugas, Dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan tugas pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Untuk beroperasi sebagai lembaga pengawas yang terintegrasi, Otoritas Jasa Keuangan perlu memastikan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya dilakukan secara terpadu. Di Indonesia, tugas tersebut menjadi tanggung jawab Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang memastikan bahwa ketentuan tertentu perlu diharmonisasi dan ketentuan yang tetap dibiarkan berbeda untuk mengakomodir perbedaan karakteristik indutri keuangan. Terintegrasinya peraturan juga penting dalam kaitannya terpisahnya antara pengawasan microprudential dan pengawasan macroprudential sebagaimana yang diatur Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan tidak memberikan definisi tentang pengawasan microprudential ataupun definisi tentang pengawasan macroprudential. Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan hanya menetapkan bahwa pengawasan microprudential difokuskan pada kesehatan individu Bank dengan melakukan analisis kesehatan neraca Bank, khususnya terkait dengan kecukupan modal dalam menghadapi siklus usaha. Tujuan pengawasan microprudential adalah melindungi nasabah dan menurunkan ancaman efek menular kebangkrutan Bank terhadap perekonomian. Lingkup pengawasan microprudential yang dialihkan ke Otoritas Jasa Keuangan mulai 1 januari 2014 adalah tugas pengaturan dan pengawasan Perbankan yang meliputi hal-hal berikut:

14 30 a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan Bank yang meliputi: 1. Perizinan untuk pendirian Bank, pembukaan kantor Bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, serta pencabutan izin usaha Bank. 2. Kegiatan usaha Bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa. b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan Bank yang meliputi : 1. Likuiditas, Rentabilitas, Solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan Bank. 2. Laporan Bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja Bank. 3. Sistem informasi debitur. 4. Pengujian kredit (credit testing). 5. Standar Akuntansi Bank. c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian Bank, meliputi: 1. Manajemen risiko. 2. Tata kelola Bank. 3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang. 4. Pencegahan pembiayaan terorisme dan kejahatan Perbankan.

15 31 d. Pemeriksaan Bank Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa selain lingkup pengawasan diatas, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang disebut sebagai pengaturan dan pengawasan macroprudential. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential tersebut peran Otoritas Jasa Keuangan adalah membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral kepada industri Perbankan. Konsepsi dan transformasi Otoritas Jasa Keuangan keterikatan antara kebijakan macroprudential dengan kebijakan microprudential yang mana terdapat pada Pasal 39 Undang- Undang Otoritas Jasa Keuangan yang menetapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan dan pengawasan di bidang Perbankan antara lain : 1. Kewajiban pemenuhan modal minimum Bank. 2. Sistem informasi Perbankan yang terpadu. 3. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri. 4. Produk Perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha Bank lainnya, antara lain kartu kredit, kartu debet, dan internet Banking. 5. Penentuan institusi Bank yang masuk kategori systemically important Bank.

16 32 6. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi. 20 Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia beserta penjelasaanya dapat disimpulkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan bertugas mengawasi Bank, lembaga-lembaga usaha perasuransian, lembaga lembaga usaha Pasar Modal, Dana Pensiun, lembagalembaga usaha pembiayaan, Modal Ventura, dan lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian, Otoritas Jasa Keuangan akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, direktorat jenderal Lembaga Keuangan, badan pengawas pasar modal, dan institusi-institusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan : 1. Asas Kepastian Hukum Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan. 2. Asas Kepentingan Umum Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif. 3. Asas Keterbukaan Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap 20 Adrian Sutedi, Op.Cit., Hal

17 33 memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 4. Asas Profesionalitas Adalah asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. Asas Akuntabilitas Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Mengatur dan mengawasi pengelolaan dan kegiatan sektor jasa keuangan yang diselenggarakan Lembaga Jasa Keuangan. Yang termasuk mengatur dan mengawasi pengelolaan dan kegiatan sektor jasa keuangan yang diselenggarakan Lembaga Jasa Keuangan adalah : - Membuat peraturan di bidang jasa keuangan. - Melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan. - Mewajibkan penyampaian informasi, dokumen, dan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan. - Mengeluarkan perintah tetulis. - Melakukan pemeriksaan berkala.

18 34 - Menunjuk pengelola statuter dan melakukan tindakan dalam rangka pemberesan. - Mengalihkan sebagian atau seluruh porto folio usaha. - Melakukan penyidikan. 2. Menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif sehingga peraturan tersebut berdaya guna dan berhasil guna. 3. Melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pemahaman dan memelihara kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan. Pemahaman publik yang baik terhadap sektor jasa keuangan akan membuat masyarakat dapat lebih mampu mengendalikan dan melindungi diri sendiri dalam bertransaksi di bidang jasa keuangan. Kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan akan tumbuh dan terpelihara apabila sektor jasa keuangan tersebut menjadi sehat, kompetitif, stabil, dan aman. 4. Melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan yang wajar terhadap konsumen dari sektor jasa keuangan. Pemberian perlindungan kepada konsumen sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan. 5. Mengurangi tingkat kejahatan keuangan.

19 35 Dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk: 1. Membuat dan menetapkan peraturan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Dalam rangka melaksanakan tugasnya Otoritas Jasa Keuangan dapat membuat peraturan pelaksanaan yang mencakup secara luas mengenai sektor jasa keuangan dan kegiatannya. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dirancang untuk memenuhi tujuan sebagaimana dimaksud peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan, termasuk juga peraturan untuk mengurangi kejahatan keuangan. 2. Memberi dan mencabut izin untuk melakukan kegiatan di bidang jasa keuangan. Yang dimaksud dengan izin meliputi persetujuan, pengesahan, pendaftaran dan pernyataan pendaftaran kegiatan di bidang jasa keuangan yang dikeluarkan berdasarkan peraturan perundangundangan di bidang jasa keuangan. 3. Melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan kegiatan sektor jasa keuangan. 4. Melakukan tindakan tertentu untuk mengurangi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan dan tingkat kejahatan keuangan. Yang dimaksud dengan melakukan tindakan tertentu untuk mengurangi kejahatan keuangan, antara lain :

20 36 - Pemberian perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk membuat dan menerapkan sistem pengendalian internal yang mampu mendeteksi, mencegah atau mengurangi kejahatan keuangan, misalnya memonitor nasabah dengan prinsip know your customers. - Menunjuk dan menetapkan pengelola statuter untuk mengambil alih pengendalian dan pengelolaan Lembaga Jasa Keuangan yang terindikasi terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam kejahatan keuangan. 5. Melakukan wewenang lain yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. 6. Mengenakan sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan perundang undangan di bidang jasa keuangan. Sementara itu, wewenang Otoritas Jasa Keuangan di bidang Perbankan adalah wewenang pembuatan dan penetapan ketentuan yang bersifat microprudential, antara lain : 1. Untuk bidang kelembagaan Bank, antara lain mengenai perizinan untuk pendirian, pembukaan kantor, kepemilikan, kepengurusan, merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, pencabutan izin usaha, pembubaran, likuidasi Bank, termasuk pengaturan kelembagaan terhadap money changer.

21 37 2. Untuk bidang kegiatan usaha Bank, antara lain mengenai sumber dana, penyediaan dana, dan aktivitas bidang jasa. 3. Untuk pengelolaan Bank, antara lain mengenai Likuiditas, Rentabilitas, Solvabilitas, laporan-laporan, permodalan Bank dan kecukupan modal (capital adequacy ratio), dan penunjukan Bank untuk melakukan kegiatan tertentu. 4. Untuk pembinaan dan pengawasan Bank, antara lain mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank dan tindak lanjut pembinaan dan pengawasan Bank. 5. Ketentuan microprudential lainnya, seperti pemeringkatan Bank umum, pengaturan kualitas aset, cadangan piutang, penetapan batas maksimum pemberian kredit, sistem informasi debitur, restrukturisasi utang, kerahasiaan Bank, penetapan pemenuhan persyaratan kelayakan dan kepatutan. 21 Dalam hal fungsi pengawasan sektor keuangan secara umum dapat dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu : 1. Macroprudential supervision, bertujuan membatasi krisis keuangan yang dapat menghancurkan ekonomi secara riil, berfokus pada konsekuensi atas tindakan institusi sistematis terhadap pasar keuangan antara lain dengan cara menginformasikan kepada otoritas publik dan industri keuangan serta melakukan penilaian mengenai potensi 21 Ibid., Hal

22 38 dampak kegagalan institusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan suatu negara. 2. Microprudential supervision, bertujuan untuk menjaga tingkat kesehatan Lembaga Keuangan secara individu. Regulator menetapkan peraturan yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian dan melakukan pengawasan melalui dua pendekatan, yaitu analisis laporan Bank (off-site analysis) dan pemeriksaan setempat (on-site visit) untuk menilai kinerja dan profil risiko serta kepatuhan Lembaga Keuangan terhadap peraturan yang berlaku. 3. Conduct of business supervision, menekankan pada keselamatan konsumen sebagai klien atas kecurangan dan ketidakadilan yang mungkin terjadi. Sementara itu, fungsi dasar-dasar yang dimiliki lembaga pengatur dan pengawas meliputi : a. Prudential regulation bagi keamanan dan kesehatan Lembaga Keuangan. b. Stabilitas dan integritas sistem pembayaran. c. Prudential supervision Lembaga Keuangan. d. Pengelolaan regulasi bisnis, seperti peraturan mengenai bagaimana perusahaan mengelola bisnis dengan pelanggannya. e. Pengelolaan pengawasan bisnis. f. Penetapan jaring pengaman, seperti lembaga penjamin simpanan dan peran lender of last resort yang dimiliki oleh Bank Sentral.

23 39 g. Bantuan Likuiditas bagi stabilitas sistemik, seperti bantuan Likuiditas bagi lembaga tidak solven. h. Penanganan lembaga yang tidak solven. i. Resolusi krisis. j. Isu-isu terkait dengan integritas pasar. 22 D. Tujuan Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, Pasal 4 yang berbunyi Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel. b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. 23 Pengawasan Bank pada prinsipnya terbagi atas dua jenis, yaitu pengawasan dalam rangka mendorong Bank-Bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-economic supervision), dan pengawasan yang mendorong agar Bank secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik (prudential supervision) Ibid., Hal Republik Indonesia, Undang-Undang Ri No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan 24 Adrian Sutedi., Op.Cit., Hal. 144

24 40 Sasaran yang ingin dicapai oleh macroeconomic supervision adalah bagaimana mengarahkan dan mendorong Bank serta sekaligus mengawasinya, agar dapat ikut berperan dalam berbagai program pencapai sasaran ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan lapangan kerja, kestabilan moneter maupun upaya pemerataan pendapatan dan kesempatan berusaha. Tujuan dari prudential supervision adalah mengupayakan agar setiap Bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industri Perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, Bank perlu dipagari dengan berbagai peraturan yang membatasi atau sekurangkurangnya mengingatkan perlunya penanganan resiko secara seksama, dan bahkan jika perlu melarang Bank melakukan kegiatan tertentu resiko tinggi Ibid., Hal.147

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bank Kata Bank dalam kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Beberapa pengertian bank telah dikemukakan baik oleh para ahli maupun menurut ketentuan undang-undang,

Lebih terperinci

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah

BAB IV. Akibat hukum adalah akibat dari melakukan suatu tindakan untuk. memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan atau telah BAB IV ANALISIS HUKUM TENTANG PERALIHAN PENGAWASAN PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN A. Akibat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.111, 2011 EKONOMI. Otoritas Jasa Keuangan. Pengelolaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran

ekonomi Kelas X BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Sentral Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 Kelas X ekonomi BANK SENTRAL DAN OTORITAS JASA KEUANGAN Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami fungsi serta peranan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa untuk mewujudkan perekonomian

Lebih terperinci

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015

Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. SAMARINDA, 2 juli 2015 Sosialisasi UU No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan SAMARINDA, 2 juli 2015 1 POKOK BAHASAN 1 2 3 4 5 6 Pengertian, Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan OJK Fungsi, Tugas dan wewenang OJK Governance

Lebih terperinci

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) REGIONAL 5 SUMATERA BAGIAN UTARA

BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) REGIONAL 5 SUMATERA BAGIAN UTARA BAB II OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) REGIONAL 5 SUMATERA BAGIAN UTARA A. Sejarah Singkat Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawas jasa keuangan seperti industri perbankan, pasar modal, reksadana,

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5253 EKONOMI. Otoritas Jasa Keuangan. Pengelolaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

Mengenal Otoritas Jasa Keuangan

Mengenal Otoritas Jasa Keuangan Mengenal Otoritas Jasa Keuangan 1. LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN OJK Perkembangan Industri Keuangan Konglomerasi Jasa Keuangan Perlindungan Konsumen Amanat UU Proses globalisasi dalam sistem keuangan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4

OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN. Pertemuan 4 OTORITAS JASA KEUANGAN DAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN Pertemuan 4 OJK dan Financial Stability Outline Presentasi I. Introduksi: 1. Latar Belakang Pendirian OJK 2. Pengawasan terpisah vs pengawasan di bawah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau

- 2 - Hal ini dirasakan sangatlah terbatas dan belum mencakup fungsi the Lender of the Last Resort yang dapat digunakan dalam kondisi darurat atau PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UMUM Kesinambungan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang- 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) 1. Pengertian Otoritas Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang didirikan berdasarkan Undang- Undang RI Nomor 21 Tahun 2011 tentang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk kepentingan negara

Lebih terperinci

Peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengawasan Lembaga Keuangan

Peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengawasan Lembaga Keuangan Peran Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Pengawasan Lembaga Keuangan Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Manajemen Lembaga Keuangan Kelas : MB Dosen Pengampu : A. Khoirul Anam,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

I. PENDAHULUAN. yang menjadi sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu penunjang perekonomian di Indonesia adalah lembaga perbankan (bank) yang memiliki peran besar dalam menjalankan kebijaksanaan perekonomian. Untuk mencapai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan I. PEMOHON 1. Salamuddin, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Suryono,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS PERBANKAN DI INDONESIA. A. Sejarah Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

BAB II KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS PERBANKAN DI INDONESIA. A. Sejarah Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan BAB II KEDUDUKAN OTORITAS JASA KEUANGAN SEBAGAI PENGAWAS PERBANKAN DI INDONESIA A. Sejarah Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan Ide pembentukan lembaga yang secara khusus untuk melakukan pengawasan perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun

BAB I PENDAHULUAN. terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tingkat kesehatan suatu bank merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank, masyarakat pengguna jasa bank maupun pihak yang berwenang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga

I. PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang No. 21 tahun 2011 tentang OJK. Pembentukan lembaga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otoritas Jasa Keuangan (OJK), adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.24, 2016 KEUANGAN OJK. BPR. Badan Kredit Desa. Transformasi. Status. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5847) PERATURAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2014 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

PENGALIHAN FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN ABSTRACT

PENGALIHAN FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN ABSTRACT PENGALIHAN FUNGSI PENGAWASAN LEMBAGA PERBANKAN DARI BANK INDONESIA KE OTORITAS JASA KEUANGAN ZULFI DIANE ZAINI Dosen Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung Jl. ZA Pagar Alam No.26 Labuhan Ratu Bandar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I. KETENTUAN UMUM

BAB I. KETENTUAN UMUM BAB I. KETENTUAN UMUM 1 1 Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN. menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat.

BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN. menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. BAB II PENGATURAN DAN PENGAWASAN PASAR MODAL SETELAH PERALIHAN BAPEPAM KEPADA OTORITAS JASA KEUANGAN A. Sejarah Otoritas Jasa Keuangan Berdasarkan Pasal 34 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan

Lebih terperinci

BATANG TUBUH PENJELASAN

BATANG TUBUH PENJELASAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2016 TENTANG TATA CARA DALAM MENGGUNAKAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK BAGI LEMBAGA YANG DIAWASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15 /POJK.03/2017 TENTANG PENETAPAN STATUS DAN TINDAK LANJUT PENGAWASAN BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak bermunculan bermacam-macam bank umum di Indonesia, dari yang menawarkan fasilitas dan produk yang sama sampai yang baru. Jika di dilihat dari sudut

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 25/PUU-XII/2014 Tugas Pengaturan Dan Pengawasan Di Sektor Perbankan oleh Otoritas Jasa Keuangan I. PEMOHON 1. Salamuddin, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Suryono, sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 96, 2004 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4420)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) bermula dari

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) bermula dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK ) bermula dari munculnya ketidakpuasan dan kekecewaan beberapa kalangan terhadap fungsi pengawasan Bank Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.163, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA OJK. Dana Pensiun. Pembubaran. Likuidasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5555) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 4/POJK.05/2013 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA PADA PERUSAHAAN PERASURANSIAN, DANA PENSIUN,

Lebih terperinci

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang

2 d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang No.349, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. OJK. Tata Kelola. Terintegrasi. Konglomerasi. Penerapan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5627) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2009 Ekonomi. Lembaga. Pembiayaan. Ekspor. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4957) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D

TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D TINJAUAN HUKUM TENTANG PENGAWASAN BANK DAN PERLINDUNGAN NASABAH OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN CHAIRIL SUSANTO / D 101 08 008 ABSTRAK Fungsi Bank adalah sebagai mediator keuangan yang menjembatani antara

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR: 1/POJK.07/2013 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SEKTOR JASA KEUANGAN I. UMUM Pasal 4 UU OJK menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

RGS Mitra 1 of 22 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 22 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RGS Mitra 1 of 22 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1999 TENTANG BANK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asu

Perusahaan adalah perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, dan perusahaan reasuransi syariah. 4. Perusahaan Asu Yth. 1. Direksi Perusahaan Asuransi; 2. Direksi Perusahaan Asuransi Syariah; 3. Direksi Perusahaan Reasuransi; dan 4. Direksi Perusahaan Reasuransi Syariah, di tempat. SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA

Lebih terperinci

Otoritas Moneter di Indonesia

Otoritas Moneter di Indonesia OTORITAS MONETER Otoritas Moneter di Indonesia Menurut UU Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mempunyai tujuan agar otoritas moneter dapat menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter yang efektif

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan

2017, No menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Prinsip Kehati-hatian dalam Kegiatan Penyertaan Modal; Mengingat : 1. Undang-Undan No.142, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Penyertaan Modal. Prinsip Kehatihatian. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6085) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK PERUSAHAAN INDUK KONGLOMERASI KEUANGAN

RANCANGAN POJK PERUSAHAAN INDUK KONGLOMERASI KEUANGAN Materi ini dapat diakses melalui http://www.ojk.go.id/id/regulasi/otoritas-jasakeuangan/rancangan-regulasi/default.aspx RANCANGAN POJK PERUSAHAAN INDUK KONGLOMERASI KEUANGAN Batang Tubuh PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN BANK INDONESIA DALAM FUNGSI MENGATUR DAN MENGAWASI BANK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN BANK INDONESIA DALAM FUNGSI MENGATUR DAN MENGAWASI BANK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DAN BANK INDONESIA DALAM FUNGSI MENGATUR DAN MENGAWASI BANK 2.1 Otoritas Jasa Keuangan dalam Fungsi Mengatur dan Mengawasi Bank 2.1.1 Sejarah Pembentukan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5872 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I EKONOMI. Sistem Keuangan. Krisis. Penanganan. Pencegahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 70) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan

I. PENDAHULUAN. kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah badan usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang

BAB I PENDAHULUAN. antara lain sektor hukum, ekonomi, politik, sosial, budaya, dan sebagainya. Sektor yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era modern ini banyak ditemukan permasalahan yang menyangkut berbagai sektor kehidupan terutama pada negara berkembang salah satunya adalah Indonesia, antara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T

2017, No tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 24 T No.577, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LPS. Penanganan Bank Sistemik. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia Nomor 16) PERATURAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN NOMOR

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.04/2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.04/2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 56 /POJK.04/2015 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PEDOMAN PENYUSUNAN PIAGAM UNIT AUDIT INTERNAL DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN UMUM Industri perbankan merupakan salah satu komponen sangat penting dalam perekonomian nasional demi

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 22 /POJK.01/2015 TENTANG PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DI SEKTOR JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10/POJK.05/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT RISIKO LEMBAGA JASA KEUANGAN NON-BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah krisis moneter dan krisis ekonomi yang dialami oleh Indonesia pada pertengahan tahun 1997, banyak kejadian-kejadian penting yang menyangkut berbagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JARING PENGAMAN SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk kepentingan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 27 /POJK.03/2016 TENTANG PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN BAGI PIHAK UTAMA LEMBAGA JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.348, 2014 KEUANGAN. OJK. Manajemen. Resiko. Terintegerasi. Konglomerasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5626) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk menunjang terwujudnya perekonomian

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN I. UMUM Otoritas Jasa Keuangan yang merupakan otoritas tunggal (unified supervisory model)

Lebih terperinci

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK. A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK. A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan 27 BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan 1. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Lebih terperinci

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK. A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan

BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK. A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan 23 BAB II STANDAR PENILAIAN KEMAMPUAN DAN KEPATUTAN DIREKSI DI INDUSTRI KEUANGAN BANK A. Pengaturan dan Pengawasan Bank oleh Otoritas Jasa Keuangan 1. Latar belakang pembentukan Otoritas Jasa Keuangan

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.36, 2017 KEUANGAN OJK. Investasi Kolektif. Multi Aset. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6024) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional merupakan upaya pembangunan

Lebih terperinci

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris

Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris Pedoman dan Tata Tertib Kerja Dewan Komisaris PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk Page 1 of 11 Daftar Isi 1. Organisasi 2. Independensi 3. Tugas dan Tanggung Jawab 4. Pembentukan Komite-Komite 5. Fungsi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain

2017, No Otoritas Jasa Keuangan mempunyai wewenang untuk melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan konsumen, dan tindakan lain No.62, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Akuntan Publik. Jasa Keuangan. Penggunaan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6036) PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.55, 2016 KEUANGAN. Perumahan Rakyat. Tabungan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5863). UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA

RANCANGAN POJK BANK PERANTARA RANCANGAN POJK BANK PERANTARA Pasal PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR :.../POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

a. Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan

a. Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah wajib menjalankan fungsi menghimpun dan URAIAN MATERI A. Pengertian Bank Sentral Setiap negara yang telah merdeka tentunya memiliki bank sentralnya sendiri. Bank sentral disetiap negara merupakan bank milik negara yang dijalankan untuk mendorong

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 36 /POJK.05/2015 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN MODAL VENTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN Batang Tubuh PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2015 TENTANG KEWAJIBAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.407, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Audit Internal. Penyusunan Piagam. Pembentukan. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5825) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang melambat, akan tetapi kualitas pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan yang melambat, akan tetapi kualitas pertumbuhan ekonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada Maret 2015 menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan perekonomian di Indonesia hanya tumbuh 4,71%. Namun, bukan hanya pertumbuhan yang

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 16 /POJK.03/2017 TENTANG BANK PERANTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Lebih terperinci

2 Dalam rangka penerapan tata kelola terintegrasi yang baik, Konglomerasi Keuangan perlu memiliki Pedoman Tata Kelola Terintegrasi dengan mengacu pada

2 Dalam rangka penerapan tata kelola terintegrasi yang baik, Konglomerasi Keuangan perlu memiliki Pedoman Tata Kelola Terintegrasi dengan mengacu pada TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. OJK. Tata Kelola. Terintegrasi. Konglomerasi. Penerapan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 349) PENJELASAN ATAS PERATURAN OTORITAS

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN, Menimbang:

Lebih terperinci

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

- 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA - 1 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 10 /POJK.03/2016 TENTANG PEMENUHAN KETENTUAN BANK PERKREDITAN RAKYAT DAN TRANSFORMASI BADAN KREDIT DESA YANG

Lebih terperinci

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari

No Pembiayaan OJK selain bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara juga berasal dari Pungutan dari Pihak. Sebagai pelaksanaan dari TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5504 OJK. Pungutan. Kewajiban. Pelaksanaan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 33) PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci