BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Perkembangan perpajakan di Indonesia timbul sejak zaman penjajahan Belanda, dalam perang dunia I ( ) keadaan keuangan seluruh dunia mengalami kehancuran sehingga negara terpaksa melakukan pemungutan pajak melalui sistem dan cara yang disesuaikan dengan negara masing-masing. Pada awalnya pajak didirikan di Indonesia dengan nama Carlogo Veganes Blasting (Pajak Penghasilan). Pada zaman colonial Belanda, pelaksanaan pemungutan pajak dilakukan oleh De Inspectie Van Financian yaitu badan yang mengurus pemungutan pajak dari rakyat untuk negara berdasarkan Undang-Undang Colonial Belanda. Sejak tahun 1968, Kantor Inspeksi Keuangan berganti nama menjadi Kantor inspeksi Pajak Bandung. Pada tanggal 1 Agustus 1980, Kantor Inspeksi Pajak Bandung dibagi menjadi dua, antara lain Kantor Inspeksi Pajak Bandung Barat dan Kantor Inspeksi Pajak Bandung Timur. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor Kep-48/KMK 01/1988 tanggal 19 Januari 1988 dibentuklah kantor baru yang diberi nama Kantor Inspeksi Bandung Tengah. Dan pada akhirnya, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia tanggal 23 Maret 1988 Nomor Kep-276/KMK/01/1988, struktur organisasi dan tata kerja Direktorat Jenderal Pajak di rombak dan berubah nama menjadi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Setelah itu, mulai tanggal 1 April 1994 terjadi reorganisasi, dimana KPP yang ada di kota dan Kabupaten Bandung terdiri dari 5 KPP yaitu KPP Bandung Tegallega, KPP Bandung Karees, KPP Bandung Cibeunying, KPP Bandung Bojonagara, dan KPP Cimahi. Kemudian pada bulan Agustus 2007 terdapat perubahan dari Kantor Pelayanan Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama dimana Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dan Karikpa menjadi satu dengan nama Kantor Pelayanan Pajak Pratama. KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 dipilih sebagai objek penelitian dalam penelitian ini karena merupakan KPP 1

2 Pratama yang melakukan pencabutan status PKP tahun 2012 terbesar di Indonesia ( KPP Pratama Bandung di lingkungan Kanwil DJP Jabar 1 terdiri dari: 1. KPP Pratama Bandung Tegallega, Jalan Soekarno Hatta No. 216 Bandung 2. KPP Pratama Bandung Karees, Jalan Kiaracondong No. 372 Bandung 3. KPP Pratama Bandung Cibeunying, Jalan Purnawarman No. 21 Bandung 4. KPP Pratama Bandung Bojonagara, Jalan Asia Afrika No. 114 Bandung 5. KPP Pratama Bandung Cicadas, Jl. Soekarno Hatta No.708 Bandung 6. KPP Pratama Cimahi, Jalan Raya Barat No. 574 Cimahi 7. KPP Pratama Majalaya, Jalan Peta No. 7 Bandung 8. KPP Pratama Sumedang, Jl. Kiaracondong No.372 Bandung 9. KPP Pratama Soreang, Jl. Raya Cimareme Kab. Bandung Barat Adapun struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sebagai berikut: 1. Kepala Kantor. 2. Sub BagianUmum. 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI). 4. Seksi Pelayanan. 5. Seksi Penagihan. 6. Seksi Ekstensifikasi. 7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I (WASKON I). 8. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II (WASKON II). 9. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III (WASKON III). 10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV (WASKON IV). 11. Seksi Pemeriksaan. 12. Kelompok Fungsional Pemeriksa. 2

3 Gambar 1.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumber: Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees 1.2 Latar Belakang Penelitian Pajak merupakan fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara yang berlaku di berbagai negara. Hampir semua negara di dunia mengenakan pajak kepada warganya, kecuali beberapa negara yang kaya akan sumber daya alam yang dijadikan sebagai sumber penerimaan utama negara, tidak mengenakan pajak (Pandiangan, 2008:65). Di Indonesia, penerimaan pajak menjadi sumber utama penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besarnya kontribusi penerimaan pajak terhadap total penerimaan dapat dilihat dari data berikut: Tabel 1.1 Kontribusi Penerimaan Pajak terhadap Penerimaan Negara Tahun Total Penerimaan Penerimaan Pajak Persentase kontribusi Tahun (dalam miliar (dalam miliar pajak rupiah) rupiah) ,18% ,89% ,50% ,87% ,21% Sumber : Departemen Keuangan 3

4 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak yang memiliki kontribusi terbesar ke-2 setelah PPh Nonmigas. Besarnya kontribusi PPN terhadap Penerimaan Pajak di Indonesia dapat dilihat dari tabel berikut: Tabel 1.2 Penerimaan Pajak di Indonesia Tahun (miliar rupiah) Uraian Pajak dalam Negeri a. PPh Migas b. PPh Nonmigas c. PPN d. Pajak Bumi Bangunan e. BPHTB f. Cukai g. Pajak Lainnya Pajak Perdagangan Internasional a. Bea masuk b. Bea Keluar Penerimaan Pajak Sumber: Departemen Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi pemerintah di bawah Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan penerimaan pajak (negara) dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Surya Manurung ( pemerintah mengupayakan adanya pertumbuhan penerimaan pajak. Untuk merealisasikan pertumbuhan tersebut, pemerintah menginginkan adanya peningkatan persentase kepatuhan wajib pajak. Karena persentase tingkat kepatuhan wajib pajak dari tahun ke tahun masih tergolong sangat rendah. Menurut Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya 4

5 Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, pada Harian Bisnis Indonesia 11 Februari 2012 mengungkapkan, pada 2011 Ditjen Pajak melaporkan dari sekitar pengusaha kena pajak yang terdaftar hanya 42% atau sekitar yang patuh melaporkan surat pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai. Masalah administrasi PPN yang belum tertib, lanjut Yoga, disinyalir menjadi salah satu penyebab melesetnya pencapaian penerimaan PPN tahun lalu. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis pajak yang cukup besar kontribusinya. PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi di dalam negeri, baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa (Waluyo, 2009:2). PPN harus dilaporkan setiap bulannya dengan menggunakan SPT Masa PPN. Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Fuad Rahmany (Tempo.com, 10 Januari 2012) mengatakan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) meleset Rp 21 triliun dari target Rp 298,44 triliun pada penerimaan tahun lalu. Menurutnya, jenis ini (PPN) paling rendah capaian targetnya dibandingkan dengan penerimaan pajak yang lain. Ditjen Pajak untuk itu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-05/PJ/2012 tentang Registrasi Ulang Pengusaha Kena Pajak agar proses pembinaan, pelayanan, dan pengawasan, serta uji kepatuhan wajib pajak lebih fokus dan akurat. Hal ini berdampak terhadap pencabutan status pengukuhan pengusaha kena pajak oleh Ditjen Pajak melalui proses registrasi ulang yang dilakukan pada periode Februari hingga Agustus Sementara itu hal yang sama juga terjadi pada KPP Pratama kota Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1. Sebanyak PKP dicabut status pengukuhannya sebagai hasil dari Registrasi Ulang PKP Tahun Data tersebut dirinci pada tabel berikut ini: 5

6 Tabel 1.3 Rekapitulasi PKP yang Dicabut Hasil Registrasi Ulang PKP KPP Pratama Bandung Tahun 2012 Nomor KPP Pratama Jumlah PKP Dicabut 1 Tegallega Karees Cibeunying Bojonagara Cicadas Cimahi Majalaya Sumedang Soreang Jumlah Sumber: Kanwil DJP Jabar 1 Angka pencabutan PKP yang besar memperlihatkan banyaknya Pengusaha Kena Pajak yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban pajaknya melaporkan SPT. Kepatuhan pajak masih rendah maka pencapaian target pajak harus diikuti dengan perubahan mendasar. Karena itu DJP melakukan reformasi perpajakan berupa penyempurnaan terhadap kebijakan perpajakan serta modernisasi sistem administrasi perpajakan agar potensi penerimaan pajak yang tersedia dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial serta memberikan pelayanan prima kepada wajib pajak untuk meningkatkan kepatuhan dan kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, serta memacu produktivitas pegawai pajak yang tinggi sehingga diharapkan penerimaan pajak meningkat. Modernisasi administrasi yang dilakukan sebagai bentuk peningkatan kualitas pelayanan perpajakan oleh DJP terhadap Wajib Pajak (WP) salah satunya adalah dilakukannya pengembangan pelaporan pajak terutang dengan menggunakan aplikasi e-spt. Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan atau pembayaran pajak, objek pajak dan 6

7 atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ( Aplikasi e-spt atau disebut dengan Elektronik SPT adalah aplikasi yang dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak digunakan oleh Wajib Pajak untuk kemudahan dalam menyampaikan SPT. Pelaporan pajak terutang melalui SPT manual dinilai masih memiliki kelemahan, proses perekaman data memakan waktu cukup lama sehingga pelaporan SPT menjadi tertunda dan terlambat serta dapat menyebabkan sanksi denda. Selain itu dapat terjadi kesalahan (human error) dalam proses ulang perekaman data secara manual oleh fiskus. Agar target penerimaan pajak tercapai harus didukung oleh fasilitas-fasilitas pajak dan kepatuhan pajak dalam membayar kewajibannnya. Penggunaan e-spt dimaksudkan agar semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, akurat serta mempermudah WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya sehingga kepatuhan pajak diharapkan akan meningkat dan pada akhirnya diharapkan penerimaan PPN pun dapat meningkat pula. e-spt masa PPN merupakan SPT PPN dalam bentuk program aplikasi yang merupakan fasilitas dari Direktorat Jenderal Pajak kepada Wajib Pajak, yang digunakan untuk merekam SPT beserta lampirannya, memelihara data SPT beserta lampirannya, generate data SPT digital serta mencetak SPT dan dapat dilaporkan melalui media elektronik ke Kantor Pelayanan Pajak. e-spt jenis ini diwajibkan untuk digunakan oleh PKP berdasarkan peraturan Ditjen Pajak PER - 21/PJ/2013 tentang Tata Cara Penerimaan Dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) pada pasal 3 yang mengungkapkan Setiap PKP wajib menyampaikan SPT dalam bentuk data elektronik. Mekanisme pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN ada pada pihak pedagang atau produsen sehingga muncul istilah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membahas lebih dalam mengenai pengaruh kepatuhan Pengusaha Kena Pajak sebelum dan sesudah penerapan e-spt dalam modernisasi administrasi perpajakan. Oleh karena itu, penulis mengambil judul: 7

8 Analisis Perubahan Kepatuhan Pengusaha Kena Pajak Sebelum dan Sesudah Penerapan e-spt Dalam Melaporkan SPT Masa PPN dan Dampaknya Terhadap Penerimaan PPN (Studi Kasus pada KPP Pratama Bandung di Lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1) 1.3 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas maka masalah yang dapat diidentifikasi adalah: 1. Bagaimana kepatuhan PKP sebelum penerapan e-spt pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 2. Bagaimana kepatuhan PKP sesudah penerapan e-spt pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 3. Bagaimana perubahan kepatuhan PKP pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 sebelum dan sesudah penerapan e-spt 4. Bagaimana penerimaan PPN sesudah penerapan e-spt pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 5. Apakah terdapat perubahan kepatuhan PKP pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 sebelum dan sesudah penerapan e-spt 6. Apakah perubahan kepatuhan PKP sesudah penerapan e-spt berdampak terhadap Penerimaan PPN 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diambil, tujuan yang ditetapkan oleh penulis adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui kepatuhan PKP sebelum penerapan e-spt pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 2. Mengetahui kepatuhan PKP sesudah penerapan e-spt pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 8

9 3. Mengetahui perubahan kepatuhan PKP pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 sebelum dan sesudah penerapan e-spt 4. Mengetahui penerimaan PPN pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 5. Untuk mengetahui dan memberikan bukti empiris adanya perubahan kepatuhan PKP pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 sebelum dan sesudah penerapan e-spt 6. Untuk mengetahui pengaruh perubahan kepatuhan PKP sesudah penerapan e-spt terhadap besarnya penerimaan PPN pada KPP Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat Kegunaan Penelitian Aspek Teoritis Kegunaan teoritis yang ingin dicapai dari pengembangan pengetahuan dalam penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi dalam pengembangan ilmu perpajakan, khususnya dalam penerapan e-spt serta menambah pengetahuan dan wawasan mengenai salah satu cara meningkatkan kepatuhan PKP sekaligus menilai dampaknya terhadap penerimaan PPN di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak khususnya pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat Penelitian ini juga diharapkan bisa menjadi referensi atau acuan oleh peneliti lain untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai kepatuhan PKP, penerapan e-spt masa PPN, maupun penerimaan PPN Aspek Praktis Kegunaan praktis yang ingin dicapai dari penerapan pengetahuan sebagai hasil penelitian ini adalah: 9

10 1. Hasil penelitian ini memberikan masukan kepada Kantor Pelayanan Pajak Pratama di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Barat 1 mengenai kepatuhan PKP sebelum dan sesudah e-spt masa PPN diterapkan serta pengaruhnya terhadap penerimaan pajak pada KPP Pratama Bandung untuk perkembangan yang lebih baik kedepannya. 2. Sebagai informasi yang perlu diperhatikan bagi pihak Direktorat Jenderal Pajak dalam memahami aspek-aspek yang berpengaruh terhadap penerimaan pajak sebagai salah satu tujuan dari reformasi administrasi perpajakan melalui penerapan e-spt. 1.6 Sistematika Penulisan Tugas Akhir Pembahasan dalam skripsi ini akan dibagi dalam lima bab yang terdiri dari beberapa sub-bab. Sistematika penulisan skripsi ini secara garis besar adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai gambaran umum objek penelitian, latar belakang penelitian yang mengangkat fenomena yang menjadi isu penting sehingga layak untuk diteliti, perumusan masalah yang didasarkan pada latar belakang penelitian, tujuan penelitian dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan secara umum. BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai tinjauan pustaka sebagai dasar berpijak dalam menganalisis permasalahan yang ada. Pada bagian ini terdapat landasan teori yang berhubungan dengan, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan pengembangan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai jenis penelitian, pendekatan penelitian yang digunakan, identifikasi variabel dependen dan variabel 10

11 independen, definisi operasional variabel, tahapan penelitian, jenis dan sumber data (populasi dan sampel), teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai uraian keadaan responden yang diteliti, deskripsi hasil penelitian yang telah diidentifikasi, analisis model dan hipotesis, dan pembahasan mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini memberikan penjelasan mengenai kesimpulan hasil penafsiran dan pemaknaan terhadap hasil analisis temuan penelitian dan saran secara kongkrit yang diberikan terhadap hasil penelitian. 11