PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT ADAT BATAK KARO (STUDI KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO) TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT ADAT BATAK KARO (STUDI KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO) TESIS"

Transkripsi

1 1 PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT ADAT BATAK KARO (STUDI KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO) TESIS Oleh FRANS CORY MELANDO GINTING /MKn SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

2 2 PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT ADAT BATAK KARO (STUDI KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO) TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh FRANS CORY MELANDO GINTING /MKn SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

3 3 Telah diuji pada Tanggal : 29 Agustus 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum : 1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, MHum 2. Dr. Pendastaren Tarigan, SH,MS 3. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, CN, MS 4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, MHum

4 4 Judul Tesis : PERKEMBANGAN HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT ADAT BATAK KARO (STUDI KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO) Nama Mahasiswa : Frans Cory Melando Ginting Nomor Pokok : Program Studi : Kenotariatan Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum) Ketua (Prof.Dr.Budiman Ginting,SH, MHum) Anggota (Dr.Pendastaren Tarigan, SH, MS) Anggota Ketua Program, Direktur, (Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH,MS,CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc) Tanggal lulus : 25 Agustus 2009

5 5 ABSTRAK Perselisihan dan keributan di antara saudara dapat terjadi akibat pembahagian harta warisan yang tidak adil. Ketidak-adilan akan membawa para pihak bersengketa untuk menyelesaikan dengan cara kesepakatan atau dengan cara menempu jalur hukum. Perselisihan dan keributan dalam pembahagian harta warisan pada masyarakat adat Batak Karo telah membuat suatu putusan Mahkamah Agung No. 179K/Sip/1961, tanggal 23 Oktober 1961 dan putusan Mahkamah Agung No. 100K/Sip/1967, tanggal 14 Juni 1968, yang memutuskan bahwa anak perempuan dan janda sebagai ahli waris. Putusan Mahkamah Agung No. 179K/Sip/1961, tanggal 23 Oktober 1961 dan putusan Mahkamah Agung No. 100K/Sip/1967, tanggal 14 Juni 1968, yang memutuskan bahwa anak perempuan dan janda sebagai ahli waris bertentangan dengan hukum waris adat Batak Karo yang menganut sistem pewarisan patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana anak laki-laki sajalah yang berhak terhadap harta warisan orang tuanya. Di Indonesia, putusan Mahkamah Agung hanya menentukan suatu hukum yang berlaku bagi pihak-pihak tertentu dalam suatu perkara. Keputusan hakim hanya mengikat bagi para pihak yang diadili oleh putusan yang bersangkutan, dan tidak mengikat bagi orang lain yang bukan merupakan para pihak, sementara hukum waris adat Batak Karo dirasa kurang adil bagi kaum perempuan dan janda. Karena itu maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pembahagian harta warisan pada masyarakat adat Batak Karo. Lokasi penelitian adalah pada tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda) di Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan yuridis sosiologi (empiris) dilakukan dengan cara kualitatif. Dan penarikan kesimpulan dilakukan dengan pendekatan Induktif.` Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah ada perkembangan hukum waris adat Batak Karo khususnya terhadap anak perempuan sebagai ahli waris. Ini dapat dibuktikan dengan adanya pembahagian yang khusus dan kewajiban untuk memberikan pemberian kepada anak perempuan walaupun tidak sebanyak bahagian anak laki-laki. Kedudukan janda belum diterima sebagai ahli waris harta suaminya karena masyarakat masih berpegang teguh pada hukum waris adat Batak Karo yang menolak janda sebagai ahli waris. Kata kunci : Perkembangan, Hukum Waris, Adat Batak Karo

6 6 ABSTRACT Dispute And hubbub of among you can be happened by the effect of inequitable heritage part. Unjust will bring the the parties of have dispute to finish by agreement or by menempu band punish the. dispute And hubbub in heritage part of at society of custom of Batak Karo have made an decision of Appellate Court No. 179K/Sip/1961, date of 23 October 1961 and decision of Appellate Court No. 100K/Sip/1967, date of 14 June 1968, deciding that daughter and widow as heir. Decision of Appellate Court No. 179K/Sip/1961, date of 23 October 1961 and decision of Appellate Court No. 100K/Sip/1967, date of 14 June 1968, deciding that daughter and widow as heir illegal the heir of custom of Batak Karo embracing system of endowment patrilinial, that is clan system pulled by according to father line, where just just boy of rightful claimant to its parent heritage In Indonesia, decision of Appellate Court only determine an applicable law for certain partys in a case. Verdict only fasten to all party judged by pertinent decision, and do not fasten for others which is non representing the parties, whereas hereditary law of custom of Batak Karo felt unjust for clan of woman and widow. In consequence hence require to be done/conducted by a research to know the heritage part of at society of custom of Batak Karo. Research Location is at three countryside ( countryside Merdeka, countryside Gongsol, countryside Jaranguda) in Subdistrict Independence The, Regency Karo, North Sumatra Province. This Research have the character of descriptive analyse by using approach of yuridis sociology ( empiris) done/conducted by qualitative. And conclusion withdrawal [done/conducted] with the Inductive approach. Result of research indicate that the growth of hereditary law of custom there have Batak Karo specially to daughter as heir. This is provable with the existence of special part and obligation to give the gift to daughter although do not as much boy part. Dimiciling widow not yet been accepted as by its husband estae heir because society still head towards the hereditary law of custom of Batak Karo refusing widow as heir Keywords : Growth, Hereditary Law, Custom of Batak Karo

7 7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia-nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tesis ini sebagai salah satu persyaratan untuk memperolah gelar MAGISTER KENOTARIATAN di Universitas Sumatera Utara Medan. Didalam memenuhi tugas inilah maka penulis menyusun dan memilih judul : PERKEMBAGAN HUKUM WARIS ADAT PADA MASYARAKAT ADAT BATAK KARO (STUDI : KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO). Saya menyadari masih banyak kekurangan didalam penulisan Tesis ini, untuk itu dengan hati terbuka, saya menerima saran dan kritik dari semua pihak, agar dapat menjadi pendoman dimasa yang akan datang. Didalam penulisan dan penyusunan Tesis ini, saya mendapat bimbingan dan pengarahan serta saran-saran dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tidak ternilai harganya secara kusus kepada Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., MHum, serta Bapak Dr. Pendastaren Tarigan SH, MS, masing-masing selaku anggota komisi pembimbing kepada saya dalam penulisan tesis ini dan kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum selaku dosen penguji saya dalam penulisan ini.

8 8 Selanjutnya ucapan terimakasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada : 1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, SpA (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaiakan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan. 2. Ibu Prof. Dr. Ir.T. Chairun Nisa B, MSc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak-Bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar dan juga para kariawan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan yang telah banyak membantu dalam penulisan Tesis ini dari awal Pertengahan sampai selesai. Secara khusus penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada Ibunda Tringani Tarigan, SH, SpN, tercinta yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, dan kasih sayang serta memberikan doa restu, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan. Ucapan terimakasih juga saya persembahkan kepada kakanda Laura beru Ginting, SH, MKn, yang selalu memberikan perhatian dan doa serta selalu memberikan dukungan, sehingga saya dengan lapang dapat menyelesaikan penulisan dan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan.

9 9 Ucapan terimakasih juga saya persembahkan kepada Bapak Tengah dan keluarga di desa Gongsol, serta silih Erik Perangin-angin yang telah menemani dan membantu saya dalam mengadakan penelitian. Ucapan terimakasih juga saya persembahkan kepada Bapak Camat Merdeka, Bapak Kepala Urusan Pemerintahan Desa Merdeka, Bapak Kepala Desa Gongsol, Bapak Kepala Desa Jaranguda, serta pihak-pihak yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian tesis saya ini. Ucapan terimakasih juga saya persembahkan kepada teman-temanku dan sahabatku, Bangun P Nababan, SH, Debora Br Gultom SH, Vina Br Pasaribu SH, Natal Surbakti SH, dan seluruh teman-teman group C, Swary Natalia Br. Tarigan, SH, dan seluruh teman-teman group B, Juni Surbakti, SH, dan seluruh teman-teman group A serta seluruh teman-teman yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satupersatu yang terus memberikan motivasi, semangat dan kerjasama dan diskusi, membantu dan memberikan pemikiran kritik dan saran yang dari awal masuk di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Magister Kenotariatan. Ucapan terimakasih juga saya persembahkan kepada rekan-rekan kantor dan lingkungan tempat tinggal saya, yang selama ini membantu saya dalam penulisan tesis ini. Saya berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah.

10 10 Akhirnya dengan segala kerendahan hati dan penuh ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya menyerahkan diri semoga tetap didalam lindungannya. Semoga Tesis ini dapat berguna bagi diri dan juga semua pihak dan kalangan yang mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan. Medan, Agustus 2009 Penulis (Frans Cory Melando Ginting, SH)

11 11 RIWAYAT HIDUP I. DATA PRIBADI Nama : Frans Cory Melando Ginting Tempat Tanggal Lahir : Medan, 04 Mei 1979 Alamat Jenis Kelamin Status : Jl. Bajak V Gang Sejahtera No. 34 Medan : Laki-laki : Belum menikah II. ORANG TUA Nama Ayah Nama Ibu : Connat Ginting : Tringani Tarigan, SH, SpN III. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN SD Masehi Tamat Tahun 1991 SMP Putri Cahaya Tamat Tahun 1994 SMU Negeri 2 Bandung Tamat Tahun 1997 Fakultas Hukum Universitas Panca Budi Medan Tamat Tahun 2006 S2 Program Magister Kenotariatan Tamat Tahun 2009

12 12 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... RIWAYAT HIDUP... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISTILAH... i ii iii vii viii xi xii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Perumusan Masalah... 7 C. Tujuan Penelitian... 8 D. Manfaat Penelitian... 9 E. Keaslian Penelitian... 9 F. Kerangka Teori Dan Konsepsi Kerangka Teori Konsepsi G. Metode Penelitian Sifat Penelitian Dan Metode Penelitian Lokasi Penelitian Populasi dan Sampel, Responden Penelitian... 27

13 13 4. Metode Pengumpulan Data Alat pengumpulan Data Analisis Data BAB II PERKEMBANGAN UNSUR-UNSUR AHLI WARIS PADA MASYARAKAT BATAK KARO DI KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMATERA UTARA A. Ahli Waris Dalam Hukum Waris Adat Batak Karo B. Ahli Waris Dalam Masyarakat Batak Karo Di Kecamatan Merdeka C. Kemungkinan Hilangnya Hak Waris BAB III PEMBAHAGIAN WARISAN YANG DILAKUKAN OLEH MASYARAKAT BATAK KARO DI KECAMATAN MERDEKA, KABUPATEN KARO, PROVINSI SUMATERA UTARA A. Harta Waris B. Proses Pewarisan C. Pembahagian Warisan BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PERGESERAN HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO PADA MASYARAKAT BATAK KARO A. Faktor Agama B. Faktor Ekonomi C. Faktor Pendidikan D. Besarnya Tanggung Jawab Perempuan ke Adat E. Faktor Keputusan Mahkamah Agung

14 14 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA

15 15 DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 1. Anak Perempuan Sebagai Ahli Waris Anak Perempuan Yang Tidak Mempunyai Saudara Laki-laki Sebagai Ahli Waris Janda Sebagai Ahli Waris Cara Pembahagian Harta Warisan Harta Pusaka Menjadi Hak atau Milik Anak Perempuan Yang Tidak Mempunyai Saudara Laki-laki... 85

16 16 DAFTAR ISTILAH 1. Merga artinya marga 2. Meherga artinya mahal/istimewa 3. Keleng ate artinya sayang 4. Anak namur atau anak embun artinya anak zinah 5. Anak beru artinya kelompok penerima perempuan yang bertugas untuk menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan serta mengatur jalannya upacara pesta 6. Cabur Pinang artinya buah pinang yang dihancurkan lumat-lumat, merupakan simbolis putus hubungan darah dan hubungan hukum antara seorang anak dengan orang tuanya. 7. Tektek ketang artinya memotong rotan dengan pisau atau perang yang tidak dapat disambung lagi, merupakan simbolis putus hubungan darah dan hubungan hukum antara seorang anak dengan orang tuanya. 8. Barang jabu artinya harta rumah 9. Barang darat barang artinya diluar rumah 10. Kalimbubu artinya kelompok pemberi wanita, pihak keluarga isteri, saudara lakilaki isteri 11. Puang kalimbubu artinya kelompok dari orang tua isteri 12. Sembuyak atau senina artinya satu marga antara laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan 13. Erta tading tadingen artinya harta pusaka 14. Kerangen artinya hutan, rimba 15. Erta bekas encari artinya harta pencaharian bersama 16. Impal artinya hubungan kekerabatan antara seorang pemuda dengan anak saudara lelaki ibunya

17 Taneh buat-buaten artinya pemberian tanah dari pihak kalimbubu kepada anak beru 18. Pemere artinya pemberian 19. Pemerean penjayon artinya tindakan pemberian orang tua kepada anaknya semasa hidupnya 20. Pemberian tedik-tedik artinya pemberian orang tua kepada salah seorang anak disebabkan lebih pandai mencari perhatian orang tuanya, dari pada anak-anaknya yang lain 21. Tare-tare iluh artinya penahan air mata 22. Maneh-maneh artinya kain atau sejumlah uang yang diberikan kepada kalimbubu dari sanak saudara yang meninggal dalam usia tua dan semua anaknya sudah berumah tangga sebagai kenangan atas orang yang meninggal tersebut 23. Morah-morah artinya kain, uang atau emas sebagai kenangan yang diberikan kepada saudara ibu dari seorang keponakan wanita yang meninggal dunia 24. Pengamburkan lau simalem-malem artinya menabur air dingin diatas kuburan si pewaris setelah beberapa hari dikuburkan 25. Perkah-kah bohan artinya suatu pesta jamuan makan yang lauk pauknya terdiri dari sayur-sayuran bercampur daging, yang dimasak dalam bambu muda 26. Tukur arinya beli, mas kawin 27. Kitang artinya tempat nira yang terbuat dari seruas bambu, sehingga dapat langsung dituang ke mulut 28. Perbelang kade-kade artinya memperluas kekeluargaan 29. Unjuken artinya jumlah mas kawin dari seorang anak wanita yang kawin 30. Surat Ukat artinya tulisan pada sendok bambu yang berbunyi endi (memberi) enta (meminta), maksudnya agar setiap orang terlebih dahulu memberi baru meminta atau setiap orang mengetahui hak dan kewajibannya 31. Er-endi enta artinya memberi dan meminta, saling berbalas

18 18 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Sempa Sitepu, Bujur Sitepu dan A. G. Sitepu bila ada suatu warisan yang ditinggalkan oleh orangtua diturunkan kepada anak dan cucunya, hendaknya warisan tersebut meningkatkan perbaikan hidup bagi anak dan cucunya dan untuk terciptanya suatu kedamaian sesamanya. 1 Tetapi apa yang terjadi berbeda sama sekali dengan kenyataaannya. Pada akhir-akhir ini, pertentangan dan pertikaian yang terjadi dalam suatu kelompok/keluarga justru dipicu oleh adanya warisan. Pertikaian ini disebabkan banyak sebab, diantaranya adalah pembagian harta warisan yang dirasa tidak adil oleh salah satu pihak atau beberapa pihak ahli waris. Salah satu rasa ketidak-adilan ini dapat ditemukan pada pembagian warisan menurut hukum waris adat Batak Karo, yang mana pembagian warisan berdasarkan sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak (sistem Pewarisan Patrilinial), dimana kedudukan pria mendapat lebih banyak bahagiannya dari kedudukan wanita didalam pewarisan. Tradisi masyarakat Batak Karo sebelum menganut suatu agama masih berdasarkan kepercayaan terhadap nenek moyang (leluhur) yang berintikan kehidupan duniawi para leluhur yang sudah meninggal dilanjutkan oleh anak laki-laki mereka. Keturunan mereka memuja dan mengurus mereka yang berada dalam kerajaan mereka di alam baka, dan pasang surut, naik turun, kemakmuran dan kemiskinan yang hidup, tercermin dalam pemujaan dan 1 Dikutip dari Sempa Sitepu, Bujur Sitepu, A.G. Sitepu, Pilar Budaya Karo, Medan, dicetak oleh : BALI Scan & Percetakan,1996, halaman 154 dan 155.

19 19 penghormatan yang dinikmati oleh roh mereka. Harta kekayaan orang yang meninggal tidak memiliki keturunan laki-laki akan diwarisi oleh anggota keluarga yang mempunyai keturunan laki-laki terdekat. 2 Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kemegahan yang terdapat pada kuburankuburan yang ada pada masyarakat adat Batak Karo dan pembicaraan adat atau kehidupan sehari-hari pada masyarakat adat Batak Karo seolah-olah orang yang meninggal tersebut (leluhur) mendengar apa yang dibicarakan dan mengetahui perbuatan keturunannya. Pada masyarakat adat Batak Karo dikenal anak laki-laki dianggap sebagai penerus keturunan (marga) pada suku Batak Karo. Sedangkan anak perempuan yang sudah kawin secara jujuran dan oleh karenanya setelah perkawinan masuk kerabat dari suaminya dan dilepaskan dari hubungan kerabatnya sendiri, tidak merupakan ahli waris dari orang tuanya yang 3 meninggal dunia. Dalam hukum waris Batak Karo dikenal istilah pewaris pengganti, yaitu bila seorang anak yang menjadi ahli waris meninggal dunia sebelum orangtuanya, maka tempatnya diganti oleh keturunannya, hingga cucu mendapat sebagian dari warisan neneknya atau kakeknya, yang sebenarnya menjadi hak dari orangtuanya yang telah meninggal itu. 4 Tetapi istilah ini tidak berlaku bagi anak perempuan dalam adat Batak Karo. Apabila harta pusaka diberikan kepada anak perempuan yang telah menikah, hal tersebut hanya dapat dipakai selama dia hidup dan tak bisa dijual olehnya. Setelah dia meninggal maka harta pusaka tersebut harus dikembalikan kepada marga asal yang menyerahkannya. Hal ini disebabkan karena harta pusaka tersebut harus tetap 2 J.C. Vergouwen, Masyarakat Dan Hukum Adat Batak Toba, Jakarta, Pustaka Azet, 1986, halaman 297 dan Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta, PT. Toko Gunung Agung, 1995, halaman Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia Dalam Hukum Dan Masjarakat, Diktat, Milik Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Koleksi Perpustakaan FH No.Ind.: B, halaman 39.

20 20 menjadi milik marga asal yang menguasai, sehingga tidak terjadi pergantian marga terhadap kepemilikan harta pusaka tersebut. Dalam hal ini Hukum waris menurut adat Batak Karo bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung No. 179K/Sip/1961 (kasus : Dem beru Sitepu dan Benih beru Ginting lawan Lang Tewas Sitepu dan Ngadu Sitepu) Penyelesaian sengketa dilakukan melalui peradilan adat maupun peradilan negara. Peradilan adat melalui putusannya memegang teguh prinsip-prinsip adat yang memberikan hak mewaris kepada perempuan. Hanya saja kali ini putusan yang memberi hak pakai kepada perempuan (bukan hak milik). Putusan adat tidak menyelesaikan persoalan, karena perempuan tidak dengan sukarela menundukkan diri kepadanya. Hal ini membuat pihak laki-laki kecewa dan meneruskan perkara ke pengadilan negara. Namun dengan begitu perempuan justru berkenalan dan berurusan dengan pengadilan negara, karena harus menghadapi gugatan. Pengadilan Negeri memenangkan pihak perempuan, Pengadilan Tinggi mengalahkannya, dan Mahkamah Agung kembali memenangkannya. Kasus sengketa ini adalah perseteruan antara Dem (perempuan) yang karena meninggal diteruskan oleh anak perempuannya, Benih beru Ginting melawan Lang Tewas dan kawan-kawan (laki-laki) karena merebut tanah pusaka milik Rolak Sitepu (ayah dari ayah Benih beru Ginting). Perkara ini pernah dicoba diselesaikan peradilan adat. Kemudian peradilan adat (Pengadilan Swapraja) tanggal 1 Maret 1929

21 21 memutuskan bahwa Dem hanya boleh menguasai tanah pusaka terpekara dengan hak pakai, bukan hak milik karena ia perempuan. Dem tidak mengindahkan putusan tersebut. Pihak laki-laki menggugat ke Pengadilan Negeri Kabanjahe, tetapi Pengadilan justru mengalahkan mereka dan meminta mereka untuk mengembalikan ladang terpekara kepada keturunan anak perempuan. Perkara diteruskan ke Pengadilan Tinggi di Medan. Akan tetapi Pengdilan Tinggi membatalkan putusan Pengadilan sebelumnya. Kali ini pihak perempuanlah yang tidak puas dan naik kasasi. Putusan Mahkamah Agung memenangkan pihak perempuan melalui putusan No. 179K/Sip/1961. Putusan tersebut dianggap sebagai putusan yang bersejarah bagi persamaan hak anak perempuan Batak Karo dalam hal waris. 5 Demikian juga terhadap janda pada masyarakat Batak Karo karena janda merupakan anggota keluarga dari pihak suami akibat anak perempuan dalam adat Batak Karo wanita yang telah menikah menjadi bahagian dari pihak laki-laki (telah dibeli) maka ia tetap dapat menguasai harta warisan dan menikmati harta tersebut selama janda tersebut hidup untuk kepentingan dirinya dan kelanjutan anak-anaknya. Dan apabila ia ingin menikah lagi maka ia dapat menikah dengan saudara lelaki suami (ganti tikar). Tetapi apabila ia menikah dengan marga lain yang tidak terdapat hubungan saudara dari suaminya maka ia harus menyerahkan harta pusaka tersebut kepada marga asal (anak laki-lakinya atau saudara lelaki suami). Penguasaan janda atas harta warisan suami yang telah wafat tersebut berakhir apabila anaknya sudah dewasa dan berumahtangga atau sampai saatnya diserahkan kepada waris atau waris pengganti. 5 Sulityowati Irianto, Perempuan Di Antara Berbagai Pilihan Hukum, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2005, halaman 221 dan 222.

22 22 Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap warisan di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Medan, khususnya mengenai Batak Karo, diperoleh data sebagai berikut: Janda hanya berfungsi sebagai : 1. Pengawas atau pemelihara harta peninggalan menggantikan kedudukan suami yang telah meninggal guna menjaga kepentingan ahli waris 2. Selama janda masih hidup dia berhak menguasai dan menikmati hartaharta tersebut serta berhak atas hasil dan keuntungannya yang timbul dari padanya. 3. Sifat pengawas dan penikmatan tadi tidak boleh mengurangi atau memisahkan maupun menjual harta-harta tersebut. 6 Penjualan hanya dapat dilakukan jika telah mendapat persetujuan dari anak beru, senina, dan kalimbubu dalam batas keperluan : 1. Untuk biaya penguburan mayat almarhum suaminya 2. Biaya untuk memperbaiki rumah dan belakangan ini juga dibenarkan untuk kepentingan pengobatan dan pendidikan anak-anak. 3. Untuk biaya perkawinan anak laki-laki. 4. Untuk keperluan hidupnya serta anak-anaknya. Akan tetapi perlu diingat, bahwa pengawasan dan penikmatan itu akan tanggal dengan sendirinya apabila janda itu telah cerai dari keluarga suaminya atau janda tersebut melakukan perkawinan dengan laki-laki lain di luar keluarga mendiang suaminya. 6 Penelitian Mahkamah Agung tahun 1979 terhadap warisan diwilayah hukum Pengadilan Tinggi Medan.

23 23 Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa janda bukanlah ahli waris bagi suaminya di kalangan masyarakat Batak Karo yang partrinineal murni. 7 Dalam hal ini hukum waris menurut adat Batak Karo bertentangan dengan putusan Mahkamah Agung No. 100K/Sip/1967, dalam perkara Tangsi Bukit lawan Pengidahen beru Beliala dan kawan-kawan. Mengingat pertumbuhan masyarakat dewasa ini yang menuju ke arah persamaan kedudukan antara pria dan wanita, dan penetapan janda sebagai ahli waris, Mahkamah Agung membenarkan pertimbangan dan putusan Pengadilan Tinggi yang menetapkan bahwa dalam hal meninggalnya seorang suami yang meninggalkan seorang janda, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan, janda berhak atas separuh/setengah dari harta bersama, yang sisanya dibagi antara janda dan kedua anaknya, masing-masing mendapat sepertiga bagian. 8 Dengan demikian, menurut Mahkamah Agung anak perempuan dan janda adalah sebagai ahli waris. Bagaimanakah kenyataannya sekarang ini. Oleh karena keputusan Mahkamah Agung No. 179/Sip/1961 dan No. 100 K/Sip/1967 itu dibuat untuk kasus yang terjadi pada masyarakat di tanah Karo tersebut, K. Rehngena Purba (1978) menulis di dalam makalahnya bahwa : Di dalam Praktek (kenyataan), hukum adat waris lama masih dipertahankan, yaitu masih dipakainya ketentuan bahwa anak laki-laki saja yang memperoleh harta warisan dari orang tuanya. Tetapi dari sudut lain kita lihat bahwa masyarakat Batak Karo sendiri sudah lebih cenderung untuk menggunakan ketentuan dari Mahkamah Agung No. 179/Sip/1961 tersebut dalam mempertahankan haknya ataupun dalam pembagian warisan, yaitu dapat kita 9 lihat pada perkara yang masuk ke pengdilan mengenai masalah warisan. Putusan pengadilan hanya akan menentukan hukum yang berlaku atau mengikat bagi para pihak yang berpekara atau terkena perkara tertentu, sedangkan 7 Dikutip dari : Soerjono Sokanto & Yusuf Usman, Kedudukan Janda Menurut Hukum Waris Adat, 1986, Ghalia Indonesia, halaman 25 dan Abdurrahnan.Kedudukan Hukum Adat Dalam Rangka Pembangunan Nasional,, Bandung, Alumni, 1978, halaman 141 dan Soerjon Soekanto, Hukum Adat Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, 1983, halaman 263 dan 264.

24 24 yurisprudensi adalah putusan-putusan pengadilan tertinggi (Mahkamah Agung) yang telah memiliki daya ikat secara umum, yang diikuti oleh pengadilan-pengadilan yang ada dibawahnya secara tetap. Dalam wacana hukum, hal demikian dinamakan sebagai preseden (judge made law atau case lase), putusan pengadilan dalam perkara tertentu yang diikuti oleh pengadilan-pengadilan lainnya sebagai landasan untuk memutuskan perkara yang serupa.negara-negara menganut yurisprudensi sebagai dasar untuk mengadili ini biasanya adalah negara-negara Anglo-saxon yang tidak menganut kodifikasi, seperti Amerika Serikat. Di Indonesia, asas preseden bukan merupakan suatu kelaziman, walaupun terdapat beberapa putusan Mahkamah Agung yang seringkali dianggap sebagai yurisprudensi. Dalam praktik hukum di Indonesia, hakim adalah lembaga yang berwenang menentukan hukum in concreto, menentukan suatu hukum yang berlaku bagi pihak-pihak tertentu dalam suatu perkara. Keputusan hakim hanya mengikat bagi para pihak yang diadili oleh putusan yang bersangkutan, dan tidak mengikat bagi orang lain yang bukan merupakan para pihak. 10 B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan unsur-unsur ahli waris pada masyarakat Batak Karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara? 10 H.R. Otje Salman Soemandiningrat, Rekonseptualisasi Hukum Adat Kotemporer, Bandung, Alumni, 2002, halaman 149 dan 150.

25 25 2. Bagaimana pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat Batak Karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Provinsi SumateraUtara? 3. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pergeseran Hukum Waris Adat Batak Karo pada masyarakat Batak Karo di di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka tujuan penelitian yang dilakukan penulis adalah: 1. Untuk mengetahui perkembangan unsur-unsur ahli waris pada masyarakat Batak Karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. 2. Untuk mengetahui pembagian harta warisan tersebut yang dilakukan oleh masyarakat Batak Karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Provinsi SumateraUtara. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pergeseran Hukum Waris Adat Batak Karo pada masyarakat Batak Karo di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda), Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara

26 26 D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Dengan adanya penelitian dapat membantu kita untuk lebih memperhatikan dan berusaha untuk memberikan sumbangan pemikiran sesuai dengan kebenaran dan fakta yang terjadi di lapangan. 2. Secara praktis Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai masukan untuk para notaris, masyarakat umum, akademis maupun dalam upaya mempersiapkan peraturan tentang pengertian harta warisan, unsure-unsur ahli waris serta kedudukan wanita dan janda dalam pembagian warisan pada adat Batak Karo dan mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pergeseran Hukum Waris Adat pada masyarakat Batak Karo. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul perkembangan hukum waris adat pada masyarakat Batak Karo (studi : di tiga desa (desa Merdeka, desa Gongsol, desa Jaranguda) Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara) dengan permasalahan pertama bagaimana perkembangan unsur-unsur ahli waris pada masyarakat Batak Karo, dan permasalahan kedua bagaimana pembagian harta warisan yang dilakukan oleh masyarakat Batak Karo, serta permasalahan ke tiga

27 27 tentang faktor-faktor apa yang mempengaruhi terjadinya pergeseran Hukum Waris Adat Batak Karo pada masyarakat Batak Karo yang penelitiannya dilakukan pada desa Merdeka, desa Gongsol dan desa Jaranguda di Kecamatan Merdeka, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan keasliannya secara akademis. F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori Berbicara tentang warisan menyalurkan pikiran dan perhatian kita kearah suatu kejadian penting dalam suatu masyarakat tertentu yaitu ada seorang anggota masyarakat yang meninggal dunia. 11 Seorang manusia selaku anggota masyarakat selama masih hidup, mempunyai tempat dalam masyarakat dengan disertai pelbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban terhadap orang-orang anggota masyarakat itu dan terhadap barang-barang yang berada dalam masyarakat itu. Dengan pekataan lain : ada pelbagai perhubungan hukum antara seorang manusia itu disatu pihak dan dunia luar disekitarnya di lain pihak sedemikian rupa bahwa ada saling mempengaruhi dari kedua belah pihak itu berupa kenikmatan atau beban yang dirasakan oleh masing-masing pihak. Apabila seorang manusia itu pada suatu waktu meninggal dunia maka dengan sendirinya timbul pertanyaan, apakah yang akan terjadi dengan perhubungan- 11 R. wirjono Prodjodikoro, Hukum Warisan di Indonesia, Sumur Bandung 1980, halaman 7

28 28 perhubungan hukum itu, yang mungkin sekali sangat erat sifatnya pada waktu si manusia itu masih hidup. Namun demikian walaupun seorang yang meninggal dunia itu sudah dimakamkan, perhubungan-prhubungan hukum itu tidaklah lenyap begitu saja, bukankah sesorang itu masih sanak saudara yang ditinggalkan, apakah itu ayah atau ibunya, kakek atau neneknya atau juga anak-anaknya. Maka dari itu, di tiap-tiap masyarakat dibutuhkan suatu peraturan hukum yang mengatur bagaimana cara kepentingan-kepentingan dalam masyarakat itu dapat diselamatkan, agar masyarakat itu sendiri dapat diselamatkan juga selaku tujuan dari segala hukum Jadi dapat ditarik kesimpulan dari pengertian warisan, yaitu suatu cara penyelesaian perhubungan-perhubungan hukum dalam masyarakat, yang melahirkan sedikit banyak kesulitan sebagai akibat dari meninggalnya seorang manusia. 12 Sebagaimana diketahui, hukum kita masih tetap dihinggapi ciri dualisme : hukum adat (tidak tertulis) untuk golongan pribumi, hukum kodifikasi (Burgerlijk Wetboek dan Wetboek Van Koophandel) untuk golongan non pribumi. 13 Di Indonesia hukum waris adat bersifat pluralistik menurut suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Pada dasarnya hal itu disebabkan, oleh karena sistem garis Oemarsalim, Dasar-Dasar Hukum Waris di Indonesia, Pt Rineka Cipta, Mei 1991, halaman 13 R. Subekti, Hukum Adat Indonesia Dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung, Bandung, Alumni, 1983, halaman 108.

29 29 keturunan yang berbeda-beda, yang menjadi dasar dari sistem sosial suku-suku bangsa atau kelommpok-kelompok etnik. 14 Sistem Pewarisan yang ada pada masyarakat adat Batak Karo adalah sistem Pewarisan Patrilinial, yaitu sistem keturunan yang ditarik menurut garis bapak, dimana kedudukan pria lebih banyak pengaruhnya dari kedudukan wanita didalam pewarisan. Apabila harta pusaka diberikan kepada anak perempuan yang telah menikah, hal tersebut hanya dapat dipakai selama dia hidup dan tak bisa dijual oleh nya. Setelah dia meninggal maka harta pusaka tersebut harus dikembalikan kepada marga asal yang menyerahkannya. Hal ini disebabkan karena harta pusaka tersebut harus tetap menjadi milik marga asal yang mengusai, sehingga tidak terjadi pergantian marga terhadap harta pusaka tersebut. Menurut Hukum Waris Batak Karo, Hak menikmati merupakan hak satusatunya dari janda terhadap harta warisan. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahkamah Agung terhadap warisan di wilayah hukum Pengadilan Tinggi Medan, khususnya mengenai Batak Karo, diperoleh data sebagai berikut : Janda hanya berfungsi sebagai : 1. Pengawas atau pemelihara harta peninggalan menggantikan kedudukan suami yang telah meninggal guna menjaga kepentingan ahli waris 14 Soerjono Sokanto & Yusuf Usman, Op. Cit, halaman 7.

30 30 2. Selama janda masih hidup dia berhak menguasai dan menikmati hartaharta tersebut serta berhak atas hasil dan keuntungannya yang timbul dari padanya. 3. Sifat pengawas dan penikmatan tadi tidak boleh mengurangi atau memisahkan maupun menjual harta-harta tersebut. 15 Penjualan hanya dapat dilakukan jika telah mendapat persetujuan dari anak beru, senina, dan kalimbubu dalam batas keperluan : 1. Untuk biaya penguburan mayat almarhum suaminya 2. biaya untuk memperbaiki rumah dan belakangan ini juga dibenarkan untuk kepentingan pengobatan dan pendidikan anaak-anak. 3. untuk biaya perkawinan anak laki-laki. 4. Untuk keperluan hidupnya serta anak-anaknya. Akan tetapi perlu diingat, (bahwa) pengawasan dan penikmatan itu akan tanggal dengan sendirinya apabila janda itu telah cerai dari keluarga suaminya atau janda tersebut melakukan perkawinan dengan laki-laki lain di luar keluarga mendiang suaminya. Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa janda bukanlah ahli waris bagi suaminya di kalangan masyarakat Batak Karo yang Partrinineal murni. 16 Beberapa keputusan Mahkamah Agung telah menetapkan mengubah ketentuan ahli waris menurut hukum adat, khususnya anak dan janda. Misalnya keputusan Mahkamah Agung No. 179/Sip/1961, tanggal , yang menyatakan bahwa : 15 Penelitian Mahkamah Agung tahun 1979 terhadap warisan diwilayah hukum Pengadilan Tinggi Medan. 16 Soerjono Sokanto & Yusuf Usman, Op. cit, halaman 25 dan 26.

31 31 Berdasarkan selain rasa perikemanusiaan dan keadilan umum, juga atas hakikat persamaan hak antara wanita dan pria, dalam beberapa keputusan mengambil sikap dan menganggap sebagai hukum yang hidup di seluruh Indonesia, bahwa anak perempuan dan anak laki-laki dari seorang peninggal waris bersama-sama berhak atas harta warisan dalam arti bahwa bagian anak laki-laki adalah sama dengan anak perempuan. Berhubungan dengan itu maka juga di tanah Karo, seorang anak perempuan harus dianggap sebagai ahli waris yang berhak menerima bagian atas harta warisan dari orang tuanya. Juga keputusan Mahkamah Agung No. 100 K/Sip/1967, tanggal 14 Juni 1968, yang menyatakan bahwa : Karena mengingat pertumbuhan masyarakat dewasa ini yang menuju ke arah persamaan kedudukan antara pria dan wanita, dan penetapan janda sebagai ahli waris telah merupakan yurisprudensi yang dianut oleh Mahkamah Agung.. Pembagian warisan dalam hukum adat bisa terjadi pada saat hidupnya si pewaris (yang mewariskan). 17 Hal ini sangat bagus untuk menghindari pertentangan dan pertikaian dalam keluarga. Laporan Negara-negara peserta Konvensi harus mencantumkan komentar mengenai aturan hukum atau adat/kebiasaan yang berkaitan dengan hukum kewarisan, karena hal ini berpengaruh pada kedudukan perempuan seperti 17 R. Badri, Perkawinan Menurut Undang Undang Perkawinan & K.U.H.P, Surabaya, Cv. Amin, halaman 225

32 32 ditentukan dalam Konvensi dan Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial 884D (XXXIV), di mana Dewan memberikan rekomendasi bahwa Negara menjamin bahwa laki-laki dan perempuan yang memiliki hubungan kekerabatan yang setingkat terhadap orang yang meninggal berhak mendapat bagian yang sama dalam hal pemilikan atas tanah dan tingkat urutan pewarisan (equal rank in the order of succession). 18 Masyarakat Indonesia memang sedang dalam proses menuju ke suatu sistem keturunan yang berdasarkan kesederajatan, keseimbangan dan kemitrasejajaran antara pria dengan wanita, karena adanya perubahan sosial, dalam arti bahwa ada faktor faktor yang mempengaruhi perubahan keturunan unilateral menuju ke arah Bilateral. Di samping juga dikemukakan beberapa contoh Yurisprudensi Mahkamah Agung yang mengarah ke Bilateral. 19 Hal ini membuat pelaksana hukum waris adat pada masyarakat Batak Karo menjadi simpang siur akibat tidak terdapat kepastian hukum dalam masyarakat itu sendiri. Penegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. 20 Allotts menyatakan, bahwa hukum tidak akan bekerja dengan baik jika tidak sesuai dengan konteks sosialnya. Allotts menjelaskan bahwa penyesuaian hukum untuk merubah kondisi-kondisi sosial adalah bagian kerjaan dari kerjanya melalui penegasan kembali batasan-batasan instrumen yang sah Achie Sudiarti Luhulima, Bahan Ajar Tentang Hak Perempuan UU No.7 Tahun 1984 Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2007, halaman 297 dan Penyunting: Tapi Omas Ihromi, Sulistyowati Irianto, Archie Sudiarti Luhulima, Penhapusan Diskriminasi Terhadap Wanita, Bandung, Alumni, 2006, halaman Sudikno Mertokusumo dan Mr. A. Pitlo, Bab-Bab Tentang Penemuan Hukum, Yogyakarta, PT. Citra Aditya Bakti, 1993, halaman H.R. Otje Salman S dan Anton F. Susanto, Teori Hukum, Bandung, PT. Refika Aditama, 2004, halaman 97.

33 33 Pemerintah dan ahli hukum adat seperti Koesnoe dan Imam Sudiyat berpendapat bahwa paham kodifikasi dan unifikasi itu tidak dapat dianut di Indonesia karena paham tersebut berpangkal pada paham legisme yang di Indonesia tidak memiliki akar. Paham legisme adalah paham yang mengatakan bahwa UU atau hukum tertulis merupakan satu-satunya sumber hukum. Dengan kata lain, paham kodifikasi dan unifikasi bertendensi menbunuh hukum adat yang secara riil masih banyak yang hidup dalam kesadaran hukum masyarakat Indonesia. 22 Donald Black mengatakan bahwa hukum dapat dilihat sebagaimana layaknya hal lain dalam dunia empiris. Adalah hal penting untuk mendapatkan kejelasan bahwa dari sudut pandang sosiologi, hukum terdiri dari perbuatanperbuatan yang dapat diamati, bukanlah terdiri dari perbuatan-perbuatan sebagaimana konsep peraturan atau norma yang digunakan baik dalam literatur yurisprudensi (ilmu hukum) maupun dalam bahasa hukum seharihari. Dari sudut pandang sosiologi, hukum bukanlah apa yang para ahli hukum pandang sebagai peraturan-peraturan yang mengikat dan wajib dilaksanakan, tetapi lebih-sebagai contoh-merupakan kecondongankecondongan yang dapat diamati dari para hakim, anggota polisi, jaksa/penuntut umum atau pejabat administrasi. 23 Eugen Ehrlich ( ) mengatakan bahwa pada waktu sekarang, seperti juga pada waktu yang lain, pusat gaya tarik perkembangan hukum tidak pada ilmu hukum, juga perundang-undangan, juga tidak pada keputusan hakim, tetapi dalam masyarakat itu sendiri. 24 Roscoe Pound mengatakan bahwa hukum hanyalah merupakan salah satu alat pengendali sosial (social control), bahkan hukum selalu menghadapi pertentagan dari kepentingan-kepentingan. Kecuali, dia berusaha untuk menyusun suatu kerangka dari nilai-nilai dalam masyarakat yang harus dipertahankan oleh hukum di dalam menghadapi pertentangan dari kepentingan-kepentingan Moh. Mahfud MD, Pergulatan Politik Dan Hukum Di Indonesia, Yogyakarta, Gama Media, 1999, halaman Soleman B. Taneko, Pokok-pokok Studi Hukum dalam Masyarakat,Jakarta,raja Grafindo Persada, 1993, halaman http : // 25 Soejono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum,Jakarta, raja Grafindo Persada, 2006, halaman 44.

34 34 2. Konsepsi Untuk melihat sejauh mana keputusan Mahkamah Agung No. 179/Sip/1961, tanggal (tentang anak perempuan sebagai ahli waris yang sama kedudukannya dengan anak laki-laki) dan keputusan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 100 K/Sip/1967 tanggal 14 Juni 1968 (janda sebagi ahli waris) berlaku dalam masyarakat adat Batak Karo, maka haruslah dilakukan penelitian terhadap masyarakat adat Batak Karo itu sendiri. Tetapi sebelum melakukan penelitian maka haruslah ditarik kesimpulan tentang pengertian-pengertian dasar dari perumusan masalah yang ada, antara lain adalah : Menurut Iman Sudiyat, dinyatakan : dasar berlakunya hukum adat yang berasal dari zaman kolonial Belanda pada masa sekarang masih berlaku adalah ketentuan pasal 131 ayat 2 sub b I.S yang menyatakan bagi golongan hukum Indonesia asli dan golongan Timur Asing berlaku hukum adat. 26 Menurut Djaren Saragih, hukum adat adalah suatu kompleks norma-norma yang bersumber pada peraturan keadilan rakyat yang selalu berkembang yang meliputi peraturan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, senantiasa ditaati dan dihormati oleh masyarakat karena mempunyai akibat hukum (sanksi). 27 Hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tak terwujud benda dari suatu angkatan manusia kepada keturunannya Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia (Dalam Kajian Kepustakaan), Bandung, Alfabeta, 2008, halaman 4 27 Ibid, halaman Soerjono Soekanto, Intisari Hukum Kekeluargaan, Jakarta, Universitas Indonesia, 1980, halaman 285.

35 35 Hukum Waris adalah suatu rangkaian ketentuan-ketentuan dimana berhubungan dengan meninggalnya seseorang, akibat-akibatnya di dalam bidang kebendaan, diatur yaitu akibat dari beralihnya harta peninggalan dari seseorang yang meninggal, kepada ahli waris, baik di dalam hubungannya antara mereka sendiri dengan pihak ketiga. 29 Hukum Waris Adat meliputi aturan-aturan dan keputusan-keputusan hukum yang bertalian dengan proses penerusan/pengoperan dan peralihan/ perpindahan harta-kekayaan materiil dan non matteriil dari generasi ke generasi. 30 Pada hakekatnya subjek hukum waris adalah pewaris dan ahli waris. Pewaris adalah seorang yang meninggalkan harta warisan sedangkan ahli waris adalah seorang atau beberapa orang yang menerima harta warisan. 31 Dalam masyarakat Batak Karo yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki saja. Menurut Hilman Hadikusuma, Para Waris adalah : Semua orang yang (akan) menerima penerusan atau pembagian warisan baik ia sebagai ahli waris yaitu orang yang berhak mewarisi maupun yang bukan ahli waris tetapi mendapat warisan. Jadi ada waris yang ahli waris dan ada waris yang bukan ahli waris. Batas antara keduanya sukar ditarik garis pemisah, oleh karena ada yang ahli waris di suatu daerah sedang di daerah lain ia hanya waris, begitu pula ada yang di suatu daerah sebagai waris tetapi tidak mewarisi sedangkan di daerah lain ia mendapat warisan. Pada umumnya para waris adalah anak termasuk anak dalam kandungan ibunya jika lahir hidup; tetapi tidak semua anak adalah ahli waris, kemungkinan para waris lainnya seperti para waris lainnya seperti anak tiri, anak angkat, anak piara, waris balu, waris kemenakan, dan para waris pengganti seperti cucu, ayah-ibu, kakek-nenek, waris anggota kerabat dan 29 A. Pitlo, Hukum Waris, Hukum Keluarga, Hukum Pembuktian, Menurut KUHPerdata, Jakarta, PT. Bina Aksara, 1984, halaman Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Yogyakarta, Liberty Yogyakata, 1981, halaman Soerjono Soekanto dan Soleman b. Taneko, Hukum Adat Indonesia, Jakarta, CV. Rajawali, 1983, halaman 288.

36 36 waris lainnya. Kemudian berhak tidaknya para waris tersebut dipengaruhi oleh sistem kekerabatan bersangkutan dan mungkin juga karena pengaruh agama, sehingga antara daerah yang satu dan yang lain terdapat perbedaan. 32 Janda adalah wanita yang tidak bersuami lagi, baik karena bercerai maupun ditinggal mati suaminya. 33 Janda menurut hukum waris adat Batak Karo bukan ahli waris terhadap harta peninggalan suaminya. Sedangkan pada prinsipnya yang merupakan obyek hukum waris pada Batak Karo dapat di bagi dua (2) bagian, yairu : immateriel dan materiel Obyek hukum waris immateriel pada masyarkat Batak Karo adalah berupa marga pada anak laki-laki dan beru pada anak perempuan. Marga atau beru adalah suatu nama yang diwariskan secara turun-temurun berdasarkan garis keturunan ayah menurut garis lurus keatas maupun kebawah 34 atau kelompok unilinear yang terbesar yang membagi masyarakat Karo atas lima golongan besar masing-masing tidak merasa terpaut dengan atau berasal dari yang lain di dalam asal-usul. 35 Dalam Masyarakat Batak Karo mempunyai lima induk marga atau beru, yaitu : a. marga atau beru Karo-karo b. marga atau beru Ginting c. marga atau beru Tarigan 32 H. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Bandung, PT. Citr Aditya Bakti, 2003, halaman Sudarsono, Kamus Hukum, Jakarta, Rineka Cipta, 2007, halaman Darwan Prints dan Darwin Prints, Sejarah Dan Kebudayaan Karo, Jakarta, CV. Irma, 1985, hlm M.D. Mansoer CS, Hukum Perdata Adat Karo Dalam Rangka Pembentukan Hukum Nasional, 1979, Tarsito, Bandung, halaman 14

37 37 d. marga atau beru Sembiring e. marga atau beru Perangin-angin Kelima marga atau beru masih mempunyai cabang-cabang, yaitu terdiri dari 83 cabang marga atau beru. Untuk lebih jelasnya saya menurunkan dibawah ini cabang-cabang marga atau beru tersebut adalah sebagai berikut : a. Merga Karokaro dan cabang-cabangnya 1. Karokaro Sinulingga di Lingga, Bintang Meriah, dan Gunung Merlawan. 2. Karokaro Surbakti di Surbakti dan Gajah. 3. Karokaro Kacaribu di Kutagerat dan Kerapat 4. Karokaro Sinukaban di Pernantin, Kabantua, Bintang Meriah, Buluh Naman, dan L. Lingga. 5. Karokaro Barus di Barus Jahe, Pitu Kuta. 6. Karokaro Simbulan di Bulanjulu dan Bulanjahe. 7. Karokaro Jung di Kutanangka, Kalang, Perbesi, dan Batukarang. 8. Karokaro Purba di Kabanjahe, Berastagi, dan Lau Cih (Deli Hulu). 9. Karokaro Ketaren di Raya, Ketaren Sibolangit, dan Pertampilen. 10. Karokaro Gurusinga di Gurusinga dan Rajaberneh. 11. Karokaro Kaban di Kaban dan Sumbul. 12. Karokaro Sinuhaji di Ajisiempat. 13. Karokaro Sekali di Seberaya. 14. Karokaro Kemit di Kuta Bale. 15. Karokaro Bukit di Bukit dan Buluh Awar. 16. Karokaro Sinuraya di Bunuraya, Singgamanik, dan Kandibata. 17. Karokaro Samura di Samura. 18. Karokaro Sitepu di Naman dan Sukanalu b. Merga Ginting dan cabang-cabangnya 1. Ginting Suka di Suka, Linggajulu, Naman, dan Berastepu. 2. Ginting Babo di Gurubenua, Munte, dan Kutagerat. 3. Ginting Sugihen di Sugihen, Juhar, dan Kutagunung. 4. Ginting Gurupatih di Buluh Naman, Sarimunte, Naga, dan Lau Kapur. 5. Ginting Ajartambun di Rajamerahe. 6. Ginting Capah di Bukit dan Kalang. 7. Ginting Beras di Laupetundal. 8. Ginting Garamata di (Simarmata) Raja Tengah, Tengging. 9. Ginting Jadibata di Juhar. 10. Ginting Munte di Kutabangun, Ajinembah, Kubu, Dokan, Tanggung, Munte, Rajatengah, dan Bulan Jahe.

38 Ginting Manik di Tengging dan Lingga. 12. Ginting Sinusinga di Singa. 13. Ginting Jawak di Cingkes 14. Ginting Seragih di Lingga Julu. 15. Ginting Tumangger di Kidupen dan Kemkem. 16. Ginting Pase c. Merga Tarigan dan Cabang-cabangnya 1. Tarigan Sibero di Juhar, Kutaraja, Keriahen, Munte, Tanjung Beringin, Selakar, dan Lingga. 2. Tarigan Tua di Pergendangen. 3. Tarigan Silangit di Gunung Meriah. 4. Tarigan Tambak di Kebayaken dan Sukanalu. 5. Tarigan Tegur di Suka. 6. Tarigan Gersang di Nagasaribu dan Berastepu. 7. Tarigan Gerneng di Cingkes (Simalungun). 8. Tarigan Gana-gana di Batukarang. 9. Tarigan Jampang di Pergendangen. 10. Tarigan Tambun di Rakutbesi, Binangara, Sinaman dll. 11. Tarigan Bondong di Lingga. 12. Tarigan Pekan (Cabang dari Tambak) di Sukanalu 13. Tarigan Purba di Purba (Simalungun) d. Merga Sembiring dan Cabang-cabangnya I. Sembiring Siman biang (Tidak biasa kawin campur darah dengan cabang Sembiring lainnya, artinya: tidak diperbolehkan perkawinan dengan sesama merga Sembiring). 1. Sembiring Kembaren di Samperaya dan hampir di seluruh urung Liang Melas. 2. Sembiring Sinulaki di Silalahi. 3. Sembiring Keloko di Pergendangen. 4. Sembiring Sinupayung di Juma Raja dan Negeri II. Sembiring Simantangken biang (ada dilakukan perkawinan antara cabang merga Sembiring) 1. Sembiring Colia di Kubucolia dan Seberaya. 2. Sembiring Pandia di Seberaya, Payung, dan Beganding. 3. Sembiring Gurukinayan di Gurukinayan. 4. Sembiring Berahmana di Kabanjahe, Perbesi, dan Limang. 5. Sembiring Meliala di Sarinembah, Munte Rajaberneh, Kedupen, Kabanjahe, Naman, Berastepu, dan Biaknampe.

39 39 6. Sembiring Pande Bayang di Buluh Naman dan Gurusinga. 7. Sembiring Tekang di Kaban. 8. Sembiring Muham di Susuk dan Perbesi. 9. Sembiring Depari di Seberaya, Perbesi, dan Munte. 10. Sembiring Pelawi di Ajijahe, Perbaji, Kandibata, dan Hamparan Perak (Deli). 11. Sembiring Busuk di Kidupen dan Lau Perimbon. 12. Sembiring Sinukapar di Pertumbuken, Sidikalang, Sarintono. 13. Sembiring Keling di Juhar dan Rajatengah. 14. Sembiring Bunuh Aji di Sukatepu, Kutatonggal, dan Beganding e. Merga Peranginangin dan cabang-cabangnya 1. Peranginangin Namohaji di Kutabuluh. 2. Peranginangin Sukatendel di Sukatendel. 3. Peranginangin Mano di Pergendangen. 4. Peranginangin Sebayang di Perbesi, Kuala, gunung dan Kuta Gerat. 5. Peranginangin Pencawan di Perbesi. 6. Peranginangin Sinurat di Kerenda. 7. Peranginangin Perbesi di Seberaya. 8. Peranginangin Ulunjandi di Juhar. 9. Peranginangin Penggarus di Susuk. 10. Peranginangin Pinem di Serintono (Sidikalang). 11. Peranginangin Uwir di Singgamanik. 12. Peranginangin Laksa di Juhar. 13. Peranginangin Singarimbun di Mardinding, Kutambaru dan Temburun. 14. Peranginangin Keliat di Mardinding. 15. Peranginangin Kacinambun di Kacinambun. 16. Peranginangin Bangun di Batukarang. 17. Peranginangin Tanjung di Penampen dan Berastepu. 18. Peranginangin Benjerang di Batukarang Sebagian dari marga Peranginangin dan Sembiring dapat kawin sesamanya (antar cabang merga). Ada pula merga yang melakukan Sejandi yaitu perjanjian tidak saling mengambil atau tidak mengadakan perkawinan antar merga bersangkutan, misalnya : antara Sembiring Tekang dengan Karokaro Sinulingga dan antara Karokaro Sitepu dengan Peranginangin Sebayang http: //id.wikipediaorg/wiki/marga Karo, tanggal 11 April 2009

BAB I PENDAHULUAN. peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia didalam perjalanannya di dunia mengalami tiga peristiwa penting, yaitu lahir, menikah dan meninggal dunia yang kemudian akan menimbulkan akibat hukum tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Bali memiliki sistem pewarisan yang berakar pada sistem kekerabatan patrilinial yang menyebabkan sistem pertalian kewangsaan lebih dititikberatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG WARISAN A. Pengertian Hukum Waris Pengertian secara umum tentang Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi dengan harta kekayaan seseorang yang

Lebih terperinci

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN

HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN HUKUM KEKERABATAN A. PENDAHULUAN Hukum adat kekerabatan adalah hukum adat yang mengatur tentang bagaimana kedudukan pribadi seseorang sebagai anggota kerabat, kedudukan anak terhadap orangtua dan sebaliknya

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PEMECAHAN SERTIPIKAT (TANDA BUKTI HAK) ATAS TANAH YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN. Tesis. Oleh. AFNIDA NOVRIANI /MKn.

AKIBAT HUKUM PEMECAHAN SERTIPIKAT (TANDA BUKTI HAK) ATAS TANAH YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN. Tesis. Oleh. AFNIDA NOVRIANI /MKn. AKIBAT HUKUM PEMECAHAN SERTIPIKAT (TANDA BUKTI HAK) ATAS TANAH YANG SEDANG TERIKAT HAK TANGGUNGAN Tesis Oleh AFNIDA NOVRIANI 097011028/MKn. FAKULTAS HUKUM MAGISTER KENOTARIATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan

BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang Penelitian. Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya setiap manusia ingin melangsungkan pernikahan serta memiliki keturunan, dimana keturunan merupakan salah satu tujuan seseorang melangsungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak mungkin hidup sendiri. Manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak pernah lepas dari interaksi dengan sesama. Bahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan

BAB I PENDAHULUAN. yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai kaidah atau norma sosial yang tidak terlepas dari nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Dapat pula dikatakan hukum merupakan pencerminan dari

Lebih terperinci

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda BAB I A. Latar Belakang Masalah Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda yaitu laki-laki dan perempuan yang telah menjadi kodrat bahwa antara dua jenis itu saling berpasangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup terpisah dari kelompok manusia lainnya. Dalam menjalankan kehidupannya setiap manusia membutuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D

TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D TINJAUAN YURIDIS TENTANG KEDUDUKAN ANAK LUAR KAWIN DALAM PEMBAGIAN WARISAN I WAYAN ADIARTA / D 101 09 047 ABSTRAK Tulisan ini mengangkat 3 masalah utama, yaitu (a) Bagaimanakah Status Hukum dan Hak Mewaris

Lebih terperinci

BAB III HUKUM WARIS ADAT KARO. pembagiannya pada zaman dulu yaitu pembagian Warisan menurut Adat Batak

BAB III HUKUM WARIS ADAT KARO. pembagiannya pada zaman dulu yaitu pembagian Warisan menurut Adat Batak BAB III HUKUM WARIS ADAT KARO A.Sejarah Waris Adat Karo Menurut sejarah dikalangan Suku Batak terutama pada Suku Karo, dimana tempat perkampungan leluhur adalah yang menjadi ahli warisnya. Dimana cara

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara)

TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) 0 TINJAUAN MENGENAI ASPEK HUKUM PEMBAGIAN HARTA WARISAN MENURUT KUHPERDATA (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Jepara) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia secara kodrati merupakan makhluk sosial, yang mana tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itu, dalam hidupnya manusia akan

Lebih terperinci

BAB III KEBUDAYAAN KARO DAN COKONG-COKONG DALAM MASYARAKAT KARO. diantara Lintang Utara dan Bujur Timur dengan luas

BAB III KEBUDAYAAN KARO DAN COKONG-COKONG DALAM MASYARAKAT KARO. diantara Lintang Utara dan Bujur Timur dengan luas BAB III KEBUDAYAAN KARO DAN COKONG-COKONG DALAM MASYARAKAT KARO I. KEBUDAYAAN KARO Wilayah Suku Karo Masyarakat Karo berada di daratan tinggi Tanah Karo yang sekarang menjadi wilayah administratif Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123).

TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. lainnya dalam satu kesatuan yang utuh (Abdulsyani, 1994:123). II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengertian SistemWaris Sistem mengandung pengertian sebagai kumpulan dari berbagai unsur (komponen)yang saling bergantungan

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA TESIS. Oleh

PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA TESIS. Oleh PENYELESAIAN SENGKETA PADA PERBANKAN SYARIAH PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERADILAN AGAMA TESIS Oleh RACHMANSYAH PURBA 077011054/MKn SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS PENGESAHAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PENETAPAN NO. 156/PDT.P/2010/PN.SKA TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA) TESIS

ANALISIS YURIDIS PENGESAHAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PENETAPAN NO. 156/PDT.P/2010/PN.SKA TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA) TESIS ANALISIS YURIDIS PENGESAHAN PERKAWINAN BEDA AGAMA DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PENETAPAN NO. 156/PDT.P/2010/PN.SKA TENTANG PERKAWINAN BEDA AGAMA) TESIS Oleh YUDI PRANATA 147011141/M.Kn FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Karo dikenal sebagai masyarakat yang menganut stelsel kabapaan. Stelsel kebapaan ini yang dianut masyarakat Karo ini dapat dilihat dari kebudayaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem perkawinan exogami merupakan sistem yang dianut oleh masyarakat adat batak toba. Sistem ini dalam arti positif merupakan suatu sistem dimana seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum,

BAB I PENDAHULUAN. Barat, sistem Hukum Adat dan sistem Hukum Islam. 1 Sebagai sistem hukum, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hukum waris di Indonesia, selama ini diwarnai oleh tiga sistem hukum waris. Ketiga sistem hukum waris itu adalah, sistem Hukum Barat, sistem Hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1 Abstrak Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perkawinan di bawah tangan masih sering dilakukan, meskipun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam kehidupan bermasyarakat manusia sangat membutuhkan adanya suatu aturan-aturan yang dapat mengikat manusia dalam melakukan perbuatan baik untuk diri sendiri dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Adat istiadat merupakan salah satu perekat sosial dalam kehidupan berbangsa, khususnya dalam kehidupan masyarakat heterogen, seperti Indonesia yang merupakan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. hidup manusia baik secara langsung maupun tidak langsung selalu memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah merupakan kebutuhan hidup manusia yang sangat mendasar. Manusia hidup serta melakukan aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perkawinan Adat 1. Pengertian Perkawinan Perkawinan merupakan salah satu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Sebab perkawinan itu tidak

Lebih terperinci

LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT PERUSAHAAN DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI KABUPATEN DELI SERDANG TESIS OLEH:

LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT PERUSAHAAN DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI KABUPATEN DELI SERDANG TESIS OLEH: LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT PERUSAHAAN DALAM PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI KABUPATEN DELI SERDANG TESIS OLEH: RIKA JAMIN MARBUN 137005075/ HK PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS

Lebih terperinci

RINCIAN ALOKASI DANA DESA SETIAP DESA DI KABUPATEN KARO TAHUN ANGGARAN 2017

RINCIAN ALOKASI DANA DESA SETIAP DESA DI KABUPATEN KARO TAHUN ANGGARAN 2017 RINCIAN ALOKASI DANA SETIAP DI KABUPATEN KARO TAHUN ANGGARAN 2017 LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI KARO MOR : TANGGAL : TENTANG TATA CARA PENGALOKASIAN, PENGGUNAAN DAN PENETAPAN RINCIAN ALOKASI DANA, BAGI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bertujuan untuk membentuk suatu keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang manusia yang lahir di dunia ini, memiliki hak dan kewajiban yang diberikan hukum kepadanya maupun kepada manusia-manusia lain disekitarnya dimulai kepadanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan, pembangunan sarana dan perasarana lainnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah karunia dari Tuhan Yang Maha Esa berupa sumber daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik yang langsung untuk kehidupanya

Lebih terperinci

KEBERADAAN HAK ULAYAT DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI KECAMATAN NASSAU KABUPATEN TOBA SAMOSIR T E S I S

KEBERADAAN HAK ULAYAT DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI KECAMATAN NASSAU KABUPATEN TOBA SAMOSIR T E S I S KEBERADAAN HAK ULAYAT DALAM MASYARAKAT HUKUM ADAT BATAK TOBA DI KECAMATAN NASSAU KABUPATEN TOBA SAMOSIR T E S I S Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN STATUS KEPEMILIKAN HARTA BENDA PEMBERIAN ORANG TUA SEMASA HIDUPNYA KEPADA ANAK DALAM HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO (STUDI KECAMATAN BERASTAGI KABUPATEN KARO) TESIS OLEH ABI YASER HANDITO 097011041/M.Kn FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri. Ikatan lahir ialah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap individu, dalam perkawinan akan terbentuk suatu keluarga yang diharapkan akan tetap bertahan hingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil, yang terdiri dari seorang

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE

AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE AKIBAT HUKUM PENGHIBAHAN SELURUH HARTA WARISAN OLEH PEWARIS SEHINGGA MELANGGAR LEGITIME PORTIE AHLI WARIS DITINJAU DARI KUHPERDATA (STUDI PUTUSAN NOMOR 188/PDT.G/2013/PN.SMG) TESIS Oleh RIVERA WIJAYA 147011081/M.Kn.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan

BAB I PENDAHULUAN. seseorang dilahirkan, maka ia dalam hidupnya akan mengemban hak dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang merdeka di dalam wadah Negara Republik Indonesia sudah berumur lebih dari setengah abad, tetapi setua umur tersebut hukum nasional yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan ketentuan yang mengatur pelaksanaan perkawinan yang ada di Indonesia telah memberikan landasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya):

I. PENDAHULUAN. defenisi mengenai kebudayaan sebagai berikut (terjemahannya): I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keragaman suku juga disertai dengan keragaman budaya. Itulah yang membuat suku budaya Indonesia sangat dikenal bangsa lain karena budayanya yang unik. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1

BAB I PENDAHULUAN. pusaka peninggalan mayit kepada ahli warisnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Waris adalah perpindahan harta milik atau perpindahan pusaka.sehingga secara istilah ilmu waris adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan harta pusaka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang penting yaitu pada waktu ia dilahirkan, waktu ia kawin, dan waktu ia meninggal dunia (Ali Afandi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dan merupakan kelompok masyarakat terkecil yang terdiri dari seorang ayah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai mahkluk hidup pasti akan mengalami peristiwa hukum yang dinamakan kematian. Peristiwa hukum tersebut menimbulkan akibat hukum yang berkaitan dengan pengurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam perjalanan hidupnya mengalami beberapa peristiwa yaitu saat di lahirkan dan meninggal dunia, dimana peristiwa tersebut akan mempunyai akibat hukum.

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN 1. Akibat Hukum Terhadap Kedudukan, Hak dan Kewajiban Anak dalam Perkawinan yang Dibatalkan a. Kedudukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Anak merupakan karunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa kepada kedua orang tuanya. Setiap anak tidak hanya tumbuh dan berkembang dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan

BAB I PENDAHULUAN. alamiah. Anak merupakan titipan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Perkataan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Setiap pasangan (suami-istri) yang telah menikah, pasti berkeinginan untuk mempunyai anak. Keinginan tersebut merupakan naluri manusiawi dan sangat

Lebih terperinci

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya

Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Pemahaman Progresif tentang Hak Perempuan atas Waris, Kepemilikan Tanah, dan Kepemilikan Harta Benda lainnya Beberapa Istilah Penting terkait dengan Hak Perempuan atas Waris dan Kepemilikan Tanah: Ahli

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 AHLI WARIS PENGGANTI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 1 Oleh : Patricia Diana Pangow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan seseorang sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Apabila ada peristiwa meninggalnya seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kewarisan itu sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, karena setiap manusia pasti akan mengalami suatu peristiwa meninggal dunia di dalam kehidupannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam masyarakat, perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan merupakan suatu pranata dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan masalah kepengurusan dan kelanjutan hak-hak serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia pada suatu saat pasti akan meninggal dunia. Dengan meninggalnya seseorang, maka akan menimbulkan suatu akibat hukum yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah.

BAB 1 PENDAHULUAN. kebijakan dan saling menyantuni, keadaan seperti ini lazim disebut sakinah. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah akad yang bersifat luhur dan suci antara laki-laki dan perempuan yang menjadi sebab sahnya sebagai suami istri dan dihalalkannya hubungan seksual

Lebih terperinci

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D

ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D ASPEK YURIDIS HARTA BERSAMA DALAM PERKAWINAN POLIGAMI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN NURFIANTI / D 101 09 512 ABSTRAK Penelitian ini berjudul aspek yuridis harta bersama dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang kita ketahui, manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini memiliki arti bahwa manusia dalam menjalani kehidupannya, tentu akan membutuhkan bantuan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum, 1 dimana setiap perilaku dan tindakan masyarakatnya diatur oleh hukum. Salah satu hukum di Indonesia yang telah lama berlaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. lainnya sejalan dengan kebudayaan masyarakat masing-masing. 1 Banyak faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sifat dari hukum adat termasuk hukum waris adat adalah bersifat dinamis, artinya dapat berubah dari waktu kewaktu mengikuti perkembangan masyarakat, dan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum.

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya akan mengalami berbagai peristiwa hukum. Peristiwa hukum yang pasti dialami oleh manusia adalah kelahiran dan kematian. Sedangkan peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu

BAB I PENDAHULUAN. diberi nama. Meski demikian, Indonesia memiliki lima pulau besar yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Wilayah Indonesia terdiri atas gugusan pulau-pulau besar maupun kecil yang tersebar di seluruh wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat batak toba menganut sistem kekeluargaan patrilineal yaitu keturunan ditarik dari ayahnya. Dilihat dari marga yang dipakai oleh orang batak yang diambil dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. bahu-membahu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Dalam kehidupannya manusia memanfaatkan sumber daya alam yang ada untuk bertahan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA

TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA TINJAUAN YURIDIS AHLI AHLI WARIS AB INTESTATO MENURUT HUKUM PERDATA USWATUN HASANAH / D 101 10 062 Pembimbing: I. ABRAHAM KEKKA, S.H, M.H., II. MARINI CITRA DEWI, S.H, M.H., ABSTRAK Menurut pasal 832 KUH

Lebih terperinci

PELAKSANAAN HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO PADA MASYARAKAT BATAK KARO (STUDI KASUS DI KOTA SEMARANG)

PELAKSANAAN HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO PADA MASYARAKAT BATAK KARO (STUDI KASUS DI KOTA SEMARANG) PELAKSANAAN HUKUM WARIS ADAT BATAK KARO PADA MASYARAKAT BATAK KARO (STUDI KASUS DI KOTA SEMARANG) SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Menyelesaikan Program Stara I pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam pasal 1 UU.No 1 Tahun 1974, dikatakan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA

KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA KEDUDUKAN JANDA TERHADAP HARTA BERSAMA MENURUT HUKUM WARIS ADAT JAWA Suwito Sugiyanto 1 Yuni Purwati 2 Alwi Wahyudi 3 1, 2,dan 3 adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Merdeka Madiun Abstract This Research

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang bersifat sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain, masing-masing berpendampingan satu dengan yang lainnya. Manusia juga

Lebih terperinci

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek

BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA. Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek BAB III KEWARISAN DALAM HUKUM PERDATA A. Hukum kewarisan perdata Hukum waris Eropa yang dimuat dalam Burgerlijk Wetboek yang sering disebut BW adalah kumpulan peraturan yang mengatur mengenai kekayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, BAB I PENDAHULUAN Dalam fase kehidupan manusia terdapat tiga peristiwa penting yaitu, kelahiran, perkawinan, dan kematian. Dengan adanya kelahiran maka berakibat pada timbulnya hak dan kewajban baik dari

Lebih terperinci

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Fakultas Hukum Oleh: MONA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Perempuan merupakan kaum yang sering di nomor duakan di kehidupan sehari-hari. Perempuan seringkali mendapat perlakuan yang kurang adil di dalam kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat senantiasa mengalami perubahan dan yang menjadi pembeda hanyalah sifat atau tingkat perubahannya. Perubahan pada masyarakat ada yang terlihat dan ada yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan gerbang terbentuknya keluarga dalam kehidupan masyarakat, bahkan kelangsungan hidup suatu masyarakat dijamin dalam dan oleh perkawinan. 1 Setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin

BAB I PENDAHULUAN. (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya ditulis dengan UUP) menjelaskan, Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat di Indonesia bersifat pluralistik sesuai dengan banyaknya jumlah suku bangsa atau kelompok etnik yang ada. Akan tetapi ahli hukum adat C. Van Vollenhoven

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan hal yang sakral dilakukan oleh setiap manusia di dunia ini, termasuk di Indonesia. Sejak dilahirkan di dunia manusia sudah mempunyai kecenderungan

Lebih terperinci

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR KAWIN DALAM HUKUM PERDATA (BURGERLIJK WETBOEK) A. Pengertian Anak Luar Kawin Menurut Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Anak menurut bahasa adalah

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI Oleh : DODI HARTANTO No. Mhs : 04410456 Program studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

TESIS. Oleh : ERVINA SARI SIPAHUTAR /HK PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

TESIS. Oleh : ERVINA SARI SIPAHUTAR /HK PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 TESIS KAJIAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN DAN PERANAN BAPPEDA DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAN PEMBANGUNAN (Studi Pada Bappeda Provinsi Sumatera Utara) Oleh : ERVINA SARI SIPAHUTAR 087005048/HK PROGRAM

Lebih terperinci

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENENTUKAN PUTUSAN TERHADAP PERKARA WARISAN DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PERDATA (Studi kasus di Pengadilan Negeri Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk melengkapi Tugas-tugas dan

Lebih terperinci

KAJIAN YURIDIS TENTANG HAK WARIS JANDA TANPA ANAK TERHADAP HARTA BENDA ALMARHUM SUAMINYA MENURUT HUKUM WARIS ADAT OSING DI BANYUWANGI

KAJIAN YURIDIS TENTANG HAK WARIS JANDA TANPA ANAK TERHADAP HARTA BENDA ALMARHUM SUAMINYA MENURUT HUKUM WARIS ADAT OSING DI BANYUWANGI SKRIPSI KAJIAN YURIDIS TENTANG HAK WARIS JANDA TANPA ANAK TERHADAP HARTA BENDA ALMARHUM SUAMINYA MENURUT HUKUM WARIS ADAT OSING DI BANYUWANGI JURIDICAL REVIEW ABOUT HEIR RIGHT OF WIDOW WITHOUT CHILD TO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 48 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Pengaturan masalah waris di Indonesia bersifat pluralisme. Sehingga praturan hukum waris yang masih berlaku saat ini di Indonesia adalah menurut Hukum Adat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, pengertian perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai seorang suami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang di dalamnya terdapat beraneka ragam kebudayaan yang berbeda-beda tiap daerahnya. Sistem pewarisan yang dipakai di Indonesia juga

Lebih terperinci

DAVID SUDARSONO /HK

DAVID SUDARSONO /HK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI PELAPOR TINDAK PIDANA KORUPSI DIKAITKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN TESIS OLEH DAVID SUDARSONO 097005063/HK PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai

BAB I PENDAHULUAN. seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia sebagai negara yang berdasarkan hukum maka seluruh aspek kehidupan masyarakat diatur oleh hukum termasuk mengenai perkawinan, perceraian,

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA PESEROAN TERBATAS TESIS. Oleh : ZUWINA PUTRI NIM :

PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA PESEROAN TERBATAS TESIS. Oleh : ZUWINA PUTRI NIM : PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN KURATOR DALAM KEPAILITAN PADA PESEROAN TERBATAS TESIS Oleh : ZUWINA PUTRI NIM : 097011040 MAGISTER KENOKTARIATAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 KATA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok.

BAB I PENDAHULUAN. sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang mereka. terjalinnya hubungan antar individu maupun kelompok. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang penduduknya memiliki aneka ragam adat kebudayaan. Mayoritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di pedesaan masih berpegang teguh

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN ANALISIS YURIDIS TENTANG AKTA KELAHIRAN BAGI ANAK YANG BELUM TERDAFTAR BERDASARKAN UNDANG- UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN (STUDI KECAMATAN MEDAN DENAI) S K R I P S I Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu

BAB I PENDAHULUAN. kekerabatan yang baru akan membentuk satu Dalihan Natolu. Dalihan Natolu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Peristiwa penting tersebut dikaitkan dengan upacaraupacara yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai

BAB I PENDAHULUAN. ratus) pulau-pulau yang tersebar di nusantara, masyarakat Indonesia terbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat yang majemuk yang terdiri dari berbagai sukubangsa dan budaya. Dengan penduduk lebih dari 210 (dua ratus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dinyatakan pada Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang dinyatakan pada Pasal

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kebudayaan dalam arti luas adalah perilaku yang tertanam, ia merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari manusia, akumulasi dari pengalaman yang dialihkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya.

BAB I PENDAHULUAN. peraturan perundang-undangan. Manusia harus meninggalkan dunia fana. kekayaannya beralih pada orang lain yang ditinggalkannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum adat merupakan salah satu sumber yang penting untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum nasional yang menuju kearah kodifikasi hukum terutama akan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan totalitas latar belakang dari sistem nilai, lembaga dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu merupakan

Lebih terperinci