BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa. Bahkan International Labour Organization (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. juta jiwa. Bahkan International Labour Organization (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1% menjadi 11,3%, namun pada periode 2002 angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour Organization (ILO) memperkirakan jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 129,6 juta atau sekitar 66,3%. Pada tahun 2005, persentase kemiskinan telah mengalami penurunan, namun secara absolut jumlah mereka masih tergolong tinggi yaitu 43% atau sekitar 15,6 juta (BPS dan Depsos 2005). Diantara angka tersebut, diduga jumlah fakir miskin relatif banyak. Tanpa mengurangi arti pentingnya pembangunan yang sudah dilakukan, angka kemiskinan tersebut mengindikasikan konsep model yang dibangun belum mampu membentuk sosial ekonomi masyarakat yang tangguh. Dalam kerangka penanggulangan kemiskinan tersebut, hampir semua kajian masalah kemiskinan berporos pada paradigma modernisasi (the modernization paradigm) dan the product centered model yang kajiannya didasari teori pertumbuhan ekonomi kapital dan ekonomi neoclasic ortodox (Suharto, 2005). Secara umum, pendekatan yang dipergunakan lebih terkonsentrasi pada individual poverty sehingga aspek struktural dan social poverty menjadi kurang terjamah. Beberapa pendekatan dimaksud tercermin dari tolok ukur yang digunakan untuk melihat garis kemiskinan pada beberapa pendekatan seperti Gross National Product (GNP), Human Development Index (HDI) dan Human Poverty Index (HPI), Social Accounting Matrix (SAM), Physical Quality of Life Index (PQLI). Salah satu tantangan pengentasan kemiskinan adalah bagaimana mengikutsertakan masyarakat secara aktif dalam proses pembangunan. Sebab pembangunan tanpa partisipasi masyarakat hanya akan menimbulkan ketergantungan dan masyarakat hanya menjadi objek dalam proses pembangunan. Selama lebih dari tiga dasawarsa pembangunan Indonesia, kelompok

2 lapisan masyarakat bawah belum secara aktif dilibatkan dalam pembangunan. Bahkan kelompok ini menjadi kelompok marginal dan menjadi beban pembangunan. Persepsi negatif yang muncul adalah bahwa kelompok masyarakat bawah kurang partisipatif dalam pembangunan. Pemberdayaan masyarakat bukan merupakan fenomena baru pada bangsa kita yang masuk ke dalam tata kehidupan masyarakat tetapi pemberdayaan yang dikaitkan dengan usaha pemerataan, kemandirian dan keberpihakan kepada masyarakat kecil yang telah lama digembar gemborkan hanya sebagai slogan yang menjanjikan kehidupan masyarakat kecil. Hasil pendataan BPS yang dilakukan menunjukkan penduduk miskin pada 2006 sebanyak 36,1 juta jiwa atau setara dengan 9 juta rumah tangga miskin. BPS memperkirakan rumah tangga miskin secara nasional tahun 2005 mencapi 62 juta jiwa penduduk miskin. Meskipun masyarakat miskin telah mendapatkan bantuan program pengentasan kemiskinan, tapi hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Masyarakat miskin yang telah tersentuh program pengentasan kemiskinan, tetap saja tidak beranjak dari kondisi kemiskinannya. Karena itu, pasti ada yang salah dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan tersebut. Dalam rangka penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah dan sedang melaksanakan sekitar 15 (lima belas) program penanggulangan kemiskinan, termasuk program jaring pengaman sosial (JPS), yakni: Program Inpres Desa Tertinggal (IDT); Program Pengembangan Kecamatan (PPK); Program Kredit Pendayagunaan Teknologi Tepat Guna dalam rangka Pengentasan Kemiskinan (KP-TTG- Taskin); Program Usaha Ekonomi Desa Simpan Pinjam (UED-SP); Program Kredit Usaha Tani (KUT); Pogram Makanan Tambahan Anak Sekolah (PMT-AS); Program Operasi Pasar Khusus Beras (OPK-Beras); Program Pemberdayaan Daerah dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDM-DKE); Program Beasiswa dan Dana Biaya Operasional Pendidikan Dasar dan Menengah (JPS-Bidang Pendidikan); Program JPS-Bidang Kesehatan; Program Padat Karya Perkotaan (PKP); Program Prakarsa Khusus Penganggur Perempuan (PKPP); Program Pemberdayaan Masyarakat melalui Pembangunan Prasarana Subsidi

3 Bahan Bakar Minyak (PPM-PrasaranaSubsidi BBM); Program Dana Bergulir Subsidi Bahan Bakar Minyak untuk Usaha Kecil dan Menengah; Program Dana Tunai Subsidi Bahan Bakar Minyak. Penanggulangan kemiskinan yang selama ini terjadi memperlihatkan beberapa kekeliruan paradigmatik, antara lain pertama, masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek dimensional. Penanggulangan kemiskinan dengan fokus perhatian pada aspek ekonomi terbukti mengalami kegagalan, karena pengentasan kemiskinan yang direduksi dalam soal-soal ekonomi tidak akan mewakili persoalan kemiskinan yang sebenarnya. Dalam konteks budaya, orang miskin diindikasikan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dsb. Sementara dalam konteks dimensi struktural atau poliitk, orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan strukutral dan politis. Kedua, lebih bernuansa karikatif (kemurahan hati) ketimbang produktivitas. Penanggulangan kemiskinan yang hanya didasarkan atas karikatif, tidak akan memuncul dorongan dari masyarakat miskin sendiri untuk berupaya bagaimana mengatasi kemiskinannya. Mereka akan selalu menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan pihak lain. Padahal program penanggulangan kemiskinan seharusnya diarahkan agar mereka menjadi produktif. Ketiga, memposisikan masyarakat miskin sebagai objek daripada subjek. Seharusnya mereka dijadikan sebagai subjek yaitu sebagai pelaku perubahan yang aktif terlibat dalam aktivitas program penanggulangan kemiskinan. Keempat, pemerintah sebagai penguasa daripada fasilitator. Dalam penanganan kemiskinan, pemerintah masih bertindak sebagai penguasa yang kerapkali turut campur tangan terlalu luas dalam kehidupan orang-orang miskin. Sebaliknya pemerintah semestinya bertindak sebagai fasilitator, yang tugasnya mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki (Naibaho; 2007, Tesis Program Magister Studi Pembangunan USU). Dalam hal ini, Suharto (2005)

4 mengatakan bahwa paradigma baru menekankan apa yang dimiliki orang miskin daripada apa yang tidak dimiliki orang miskin. Potensi orang miskin tersebut bisa berbentuk aset personal dan sosial, serta berbagai strategi penanganan masalah yang telah dijalankan secara lokal. Belajar dari pengalaman pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di masa lalu yang masih memberikan porsi yang sangat besar kepada birokrasi, maka digulirkan intervensi ekstrim Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang melompati jenjang birokrasi peran Pemda. Program ini merupakan kerjasama antara pemerintah Indonesia dengan Bank Dunia melalui pinjaman Loan IDA credit yang merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat di perkotaan. Intervensinya ditekankan pada pemberdayaan masyarakat dan penyediaan dana pinjaman bergulir serta pengembangan prasarana dan sarana dasar lingkungan dengan penyediaan pendampingan pihak Konsultan Manajemen Wilayah dan Fasilitator Kelurahan (KMW dan Faskel). Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsipprinsip universal. (Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005). Partisipasi masyarakat merupakan hakekat dasar dari program P2KP, melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan program merupakan upaya yang dilakukan sebagai salah satu upaya menciptakan keberdayaan serta kemandirian dengan memberikan peran lebih besar pada inisiatif masyarakat tersebut dalam melaksanakan pembangunan. Kelurahan Kota Matsum I merupakan salah satu dari kelurahan di wilayah kota Medan dimana dalam komposisi penduduknya masih ditemukan adanya masalah kesenjangan sosial tersebut yaitu kemiskinan.

5 Sebelum program P2KP masuk di Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area, beberapa program yang lain khususnya program dari pemerintah pernah masuk seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Jamkesmas, Lansia namun pada kenyataannya program ini mengalami kegagalan di tingkat aplikasi di lapangan. Berdasarkan hasil pemetaan sosial program ini menjadi gagal karena sistem kelembagaan yang tidak baik. Selain hal tersebut juga karena kurang adanya proses pembelajaran pada masyarakat sehingga menjadi tidak tepat sasaran. Melalui Program P2KP yang ada di Kelurahan Kota Matsum I ini pada tahapan siklusnya yang dimulai dari Rembug Kesiapan Masyarakat (RKM), Refleksi Kemiskinan, (RK), Pemetaan Swadaya (PS), pembangunan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM), Perencanaan Jangka Menengah Program Penanggulangan Kemiskinan (PJM-Pronangkis) sampai Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Terutama pada tahapan Refleksi Kemiskinan (RK), masyarakat Kelurahan Kota Matsum I membuat kriteria kemiskinan, mencari dan mengenali permasalahan penyebab kemiskinannya. Diantara penyebab kemiskinan yang terjadi di masyarakat Kelurahan Kota Matsum I yaitu; rendahnya pendidikan masyarakat (SDM), sempitnya lapangan pekerjaan, tidak adanya keahlian sehingga masyarakat tidak memiliki penghasilan tambahan, dan kurangnya modal yang dimiliki masyarakat. Oleh sebab itulah, penulis ingin melihat pengaruh Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) terhadap kesejahteraan masyarkat dalam menanggulangi kemiskinan dengan menggunakan potensi yang dimiliki masyarakat itu sendiri di Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area Kota Medan. I.2 Perumusan masalah Arikunto (1993 : 17) menguraikan bahwa agar penelitian dapat dilaksanakan dengan sebaik baiknya, maka penulis harus merumuskan masalahnya sehingga jelas dari mana harus memulai, ke mana harus pergi, dan dengan apa ia melakukan penlitian. Dengan demikian dapat

6 disimpulkan bahwa pentingnya perumusan masalah adalah agar diketahui arah jalan suatu penelitian. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimanakah pengaruh Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) terhadap kesejahteraan masyarakat di Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area Kota Medan? 2. Bagaimanakah perbedaan kondisi kehidupan masyarakat, sebelum dan sesudah menerima program P2KP tersebut? I.3 Tujuan penelitian Mengacu pada permasalahan, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh P2KP dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area. 2. Untuk mengetahui perbedaan kondisi kehidupan masyarakat setelah menerima program P2KP. 3. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan P2KP di Kelurahan Kota Matsum I Kecamatan Medan Area Kota Medan telah mencapai sasaran dan sesuai dengan harapan? I.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut : a. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumbangan pemikiran kepada Pemerintah Kota Medan, sebagai masukan dalam mengevaluasi

7 penyusunan kebijakan khususnya terkait dengan penanggulangan kemiskinan perkotaan di Kota Medan. b. Secara akademis, akan lebih melengkapi ragam penelitian pada kajian Ilmu Administrasi Negara yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menambah bahan bacaan dan referensi dari suatu karya ilmiah. c. Meningkatkan kemampuan penulis dalam berfikir dan memahami permasalahan kemiskinan perkotaan serta dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan di FISIP USU melalui penulisan karya ilmiah. I.5 Kerangka Teori I.5.1. Pengertian Program Menurut Charles O. Jones (1991 : 296) pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau tidak yaitu : a. Program cenderung membutuhkan staf, misalnya untuk melaksanakan ataupun sebagai pelaku program b. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, program kadang bisa juga didentifikasi melalui anggaran. c. Program memilki identitas tersendiri, yang bila berjalan secara efektif dapat diakui oleh publik Program terbaik di dunia adalah program yang didasarkan pada model teoritis yang jelas, yakni : sebelum menentukan masalah sosial yang ingin diatasi dan memulai melakukan intervensi, maka sebelumnya harus ada pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi dan apa yang menjadi solusi terbaik.

8 I.5.2. Kebijakan Publik Menurut Sofyan Effendi (Syafiie, 1999:107) pengetahuan tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan dan program publik, sedangkan pengetahuan dalam kebijaksanaan publik adalah proses menyediakan informasi dan pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan masyarakat umum yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang dapat meningkatkan kinerja kebijaksanaan. Menurut Holwet dan M. Ramesh (Subarsono, 2005: 13) berpendapat bahwa proses kebijakan publik terdiri atas lima tahapan yang adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan agenda, yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. 2. Formulasi kebijakan, yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. 3. Pembuatan kebijakan, yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. 4. Implementasi kebijakan, yakni proses untuk melaksanakan kebijakan agar mencapai hasil. 5. Evaluasi kebijakan, yakni proses untuk memonitor dan menilai kinerja atau hasil kebijakan. I.5.3. Pengertian Implementasi Pengertian yang sangat sederhana tentang implementasi adalah sebagaimana yang diungkapkan oleh Charles O. Jones (1991), dimana implementasi diartikan sebagai "getting the job done" dan "doing it". Tetapi di balik kesederhanaan rumusan yang demikian berarti bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang dapat dilakukan dengan mudah. Namun pelaksanaannya, menurut Jones, menuntut adanya syarat yang antara

9 lain: adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan organisasi atau yang sering disebut dengan resources, Lebih lanjut Jones merumuskan batasan implementasi sebagai proses penerimaan sumber daya tambahan, sehingga dapat mempertimbangkan apa yang harus dilakukan. Dengan mengacu pada pendapat tersebut, dapat diambil pengertian bahwa sumber-sumber untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat kebijakan, di dalamnya mencakup: manusia, dana, dan kemampuan organisasi; yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta (individu ataupun kelompok). Selanjutnya Mazmanian dan Sabatier (dalam Solichin, 1991:65) menjelaskan lebih lanjut tentang konsep implementasi kebijakan sebagaimana berikut: Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yaitu kejadian-kejadian atau kegiatan yang timbul setelah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan negara, yaitu mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian." Berdasarkan pada pendapat tersebut di atas, nampak bahwa implementasi kebijakan tidak hanya terbatas pada tindakan atau perilaku badan alternatif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan kepatuhan dari target group, namun lebih dari itu juga berlanjut dengan jaringan kekuatan politik sosial ekonomi yang berpengaruh pada perilaku semua pihak yang terlibat dan pada akhirnya terdapat dampak yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan, sehingga dapat dipahami bahwa keberhasilan impelementasi kebijakan sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel atau faktor yang pada gilirannya akan mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan itu sendiri. I Tahap-tahap Implementasi Kebijakan

10 Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan, maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. M. Irfan Islamy (1992, ) membagi tahap implementasi dalam dua bentuk, yaitu: a. Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan terimplementasikan dengan sendirinya, misalnya pengakuan suatu negara terhadap kedaulatan negara lain. b. Bersifat non self-executing yang berarti bahwa suatu kebijakan publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai. Dalam konteks ini kebijakan pemberdayaan masyarakat miskin termasuk kebijakan yang bersifat non-self-executing, karena perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak supaya tujuan tercapai. Ahli lain, Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn (dalam Slichin Abdul Wahab, 1991, 36) mengemukakan sejumlah tahap implementasi sebagai berikut: Tahap I : Terdiri atas kegiatan-kegiatan : a. Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan secara jelas; b. Menentukan standar pelaksanaan; c. Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu pelaksanaan. Tahap II: Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan struktur staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode; Tahap III: Merupakan kegiatan-kegiatan : a. Menentukan jadwal; b. Melakukan pemantauan; c. Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan program. Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai, dengan segera.

11 Jadi implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan perencanaan penetapan waktu dan pengawasan, sedangkan menurut Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, (1991) Mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas sasaran (target grup) tetapi juga memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial yang berpengaruh pada implementasi kebijakan negara. I Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut George Edward III (dalam Tangkilisan; 2003) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi, dan disposisi. 1). Faktor sumber daya (resources) Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan, jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif. Sumbersumber penting dalam implementasi kebijakan yang dimaksud antara lain mencakup; staf yang harus mempunyai keahlian dan kemampuan untuk bisa melaksanakan tugas, perintah, dan anjuran atasan/pimpinan. 2). Struktur Birokrasi

12 Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementor mengetahui apa dan bagaimana cara melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya, implementasi bisa jadi masih belum efektif, karena ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. 3). Faktor Komunikasi Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain (The Liang Gie, 1976). Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan bagaimana hubungan yang dilakukan. 4). Faktor Disposisi (sikap) Disposisi ini diartikan sebagai sikap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan. Dalam implementasi kebijakan, jika ingin berhasil secara efektif dan efisien, para implementor tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk implementasi kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983) keberhasilan implementasi rencana dipengaruhi oleh otonomi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan kompleksitas dari rencana itu sendiri. Efektivitas suatu implementasi ditentukan oleh 6 kondisi yaitu : 1. Adanya perundang-undangan atau instruksi pemerintah yang memberikan tanggung jawab tentang suatu kebijaksanaan yang jelas dan konsisten atau menentukan pedoman bagi penyelesaian berbagai konflik yang akan dicapai.

13 2. Dengan perundang-undangan tersebut dimungkinkan pendayagunaan suatu teori yang tepat dapat menemukenali faktor-faktor utama dalam kaitan sebab akibat yang mempengaruhi tujuan kebijaksanaan yang hendak dicapai dan juga memberikan wewenang serta kendali yang strategis bagi pelaksanaan atas kelompok-kelompok sasaran untuk mencapai hasil yang diharapkan. 3. Perundang-undangan itu dapat membentuk proses implementasi sehingga dapat memaksimalkan kemungkinan keberhasilan keterlibatan pihak pelaksana dan kelompok sasaran. 4. Pemimpin badan/institusi pelaksana memiliki kapasitas kecakapan manajerial dan politis, rasa pengabdian dan tanggung jawab pada upaya pencapaian sasaran yang digariskan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 5. Program tersebut mendapat dukungan tokoh utama dari pihak legislatif atau eksekutif, sedangkan lembaga yudikatif bersifat netral. 6. Tingkat prioritas sasaran-sasaran yang hendak dicapai tidak berubah meskipun muculnya kebijakan publik yang saling bertentangan atau dengan terjadinya perubahan kondisi sosial ekonomi yang mengurangi kekuatan teori keterkaitan sebab akibat yang mendukung peraturan atau kekuatan dukungan politis (Mazmanian, 1983). Dalam implementasi kebijakan, bukan saja masalah komunikasi, informasi, respon masyarakat tetapi juga pendanaan, waktu, jadwal kegiatan untuk mendukung tim/organisasi pelaksana dalam melaksanakan tugas yang dipercayakann kepadanya (Wahab, 1991). Salah satu kendala yang menentukan efektivitas rencana program adalah lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan (development control). Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain karena pemerintah daerah seringkali tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral yang dibuat dan ditentukan oleh pusat. Selain itu juga karena rencana-

14 rencana yang telah disusun bisa berubah total akibat adanya investasi berskala besar yang tidak diduga sebelumnya. I.5.4. Kemiskinan Berbicara persoalan kemiskinan merupakan fenomena yang bersifat multidimensional. Pada prinsipnya kemiskinan bukan sekedar fenomena, tetapi merupakan proses yang tereduksi dari berbagai faktor (Sulistiyani; 2004). Kemiskinan menjadi isu yang sangat sentral dan menjadi fenomena dimana-mana. Selama ini kemiskinan diasumsikan bahwa orang miskin tidak mampu menolong dirinya sendiri. Kemiskinan dipandang sebagai gejala rendahnya kesejahteraan. Ilmuwan sosial mengaitkan konsep kemiskinan dengan konsep kelas, stratifikasi sosial, struktur sosial dan bentuk-bentuk definisi sosial lainnya (Soetomo; 2006). Hal yang juga dijumpai dalam pengukuran kemiskinan, konsep tentang taraf hidup atau lefel of living misalnya tidak cukup hanya melihat tingkat pendapatan, akan tetapi juga perlu melihat tingkat pendidikan, kesehatan, perumahan dan kondisi sosial yang lain. Indikator dominant dari kemiskinan juga dapat dilihat dari aspek non ekonomis sebagai indikator yang dominant. Pembangunan ini dikehendaki agar pembangunan dilihat dari aspek manusianya (improvement of human life) dengan demikian pembangunan seharusnya diperuntukkan bagi semua pihak dan semua lapisan masyarakat, serta paling tidak mengandung tujuan: 1. Memperbaiki hal-hal yang berkaitan dengan penopang hidup warga masyarakat. 2. Memperbaiki kondisi sosial kehidupan yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan harga diri. 3. Adanya kebebasan termasuk didalamnya kebebasan dari penindasan, ketidakadilan, kesengsaran serta kemelaratan (Goulet, dalam Soetomo; 2006) Boedi Somedi menyatakan untuk memberi pemahaman konseptual terdapat 2 pengertian kemiskinan:

15 1. Secara kualitatif yaitu kemiskinan merupakan suatu kondisi yang didalamnya hidup manusia yang tidak bermartabat atau hidup manusia yang tidak layak sebagai manusia. 2. Secara kuantitatif yaitu kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana hidup manusia serba kekurangan atau dengan bahasa lazim disebut tidak berharta benda (Mardimin; 1996) Di dalam membicarakan masalah kemiskinan kita akan menemukan beberapa istilah kategoritatif kemiskinan seperti: 1. Kemiskinan absolut yaitu seseorang yang dikatakan miskin apabila tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya untuk memelihara fisiknya dan untuk dapat bekerja. 2. Kemiskinan relatif yaitu kemiskinan yang muncul jika kondisi seseorang atau sekelompok orang dibandingkan dengan kondisi orang atau sekelompok orang lain. 3. Kemiskinan struktural yaitu kemiskinan yang timbul akibat adanya suatu kekuatan yang berada diluar seseorang atau sekelompk orang yang membelengu, yang memaksa seseorang atau sekelompok orang tersebut agar tetap menjadi miskin. 4. Kemiskinan situasional yaitu kemisinan yang terjadi jika seseorang atau sekelompok orang tinggal didaerah yang tidak menguntungkan misalnya daerah yang tanahnya tidak subur, oleh karenanya menjdi miskin. 5. Kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang dikarenakan budaya atau kultur masyarakat setempat yang menghendaki tetap miskin Memahami kemiskinan untuk lebih lanjut perlu diketahui dan ditelusuri latar belakang, dengan mengetahui latar belakang kemiskinan akan lebih mudah diidentifikasi sifat, keluasan, dan kedalaman masalah. Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi kemiskinan, seseorang/keluarga dikatakan miskin apabila memiliki kategori sebagai berikut: 1. Luas bangunan kurang dari 8m 2 per ubin atau semen 2. Jenis lantai hunian bukan berasal dari keramik, traso, tegel, ubin atau semen.

16 3. Tidak memiliki fasillitas jamban /wc 4. Komsumsi lauk pauk tidak bervariasi 5. Tidak mampu membeli pakaian minimal 1 set pertahun untuk setiap anggota keluarga 6. Tidak memiliki aset rumah tangga seperti lemari I Konsep Kemiskinan dan Penyebabnya Menurut Tjokrowinoto dalam Sulistiyani (2004) kemiskinan tidak hanya menyangkut persoalan kesejahteraan semata tetapi kemiskinan menyangkut persoalan kerentanan, ketidakberdayaan, tertutupnya akses peluang kerja, ketergantungan tinggi, dan rendahnya akses pasar. Sebab-sebab kemiskinan di antaranya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Perbedaan pemilikan kekayaan. 2. Perbedaan dalam kemampuan pribadi. 3. Perbedaan dalam bidang dan pengalaman. Kemiskinan menjadi suatu lingkaran setan dari kurangnya pendidikan, tingginya pengangguran, rendahnya pendapatan, tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup, menjadi sumber daya yang tidak produktif. Ini diperlukan satu program yang dapat memecahkan lingkaran setan, maka program pemecahan yang dicanangkan harus dapat memecahkan permasalahan yang sebenarnya masyarakat miskin. John Friedmann dalam review Empowerment. Menguraikan Kaum Birokrat mendefinisikan istilah kemiskinan sebagai berikut : a. Garis kemiskinan: Tingkat konsumsi rumah tangga minimum yang dapat diterima secara sosial b. Kemiskinan Absolute: Kemiskinan diambang garis kemiskinan, dimana tidak dapat memenuhi standart konsumsi minimum, praktis membutuhkan derma.

17 c. Kemiskinan relatif: Kemiskinan sedikit diatas ambang garis kemiskinan, tapi jika dibandingkan dengan kelompok yang sedikit mampu mereka dianggap miskin. d. Kemiskinan tidak parah (negatif): kemiskinan yang diakibatkan oleh kemalasan atau kecenderungan untuk mengerjakan hal-hal kriminal, mereka mampu menyediakan kebutuhan hidup disekitar ada lapangan kerja namun tidak puas dengan upah yang ditawarkan. a. Kemiskinan tidak parah (positif): Kelompok masyarakat yang menggantungkan pada upah pabrik, tidak bersifat kriminal, biasanya mempunyai prilaku jujur dan bersih mandiri, dana yang diterima dipergunakan I Paradigma Baru Studi Kemiskinan Dalam persoalan kemiskinan menurut Edi Suharto dalam tulisannya Paradigma Baru Studi Kemiskinan:, menyatakan dalam upaya mengatasi kemiskinan diperlukan sebuah kajian yang lengkap sebagai acuan perancangan kebijakan dalam program anti kemiskinan. Menurut hampir semua pendekatan dalam mengkaji kemiskinan masih berporos pada paradigma modelisasi yang bersandar pada paradigma teori pertumbuhan neo klasik, dan para ahli ilmu sosial selalu merujuk pendekatan tersebut, sistem pengukuran dan indikator yang digunakan terfokus pada kondisi atau keadaan kemiskinan berdasarkan faktor ekonomi yang dominan. Orang miskin hanya dipandang sebagai orang yang tidak memiliki, tidak memiliki pendapatan tinggi, tidak berpendidikan, tidak sehat dan sebagainya. Melihat kelemahan pendekatan tersebut diperlukan suatu perubahan pada fokus pengkajian kemiskinan terhadap konseptual dan metodelogi pengukuran kemiskinan (suatu paradigma baru). Paradigma baru kemiskinan melihat orang miskin dari potensi yang dimilikinya (sekecil apapun potensi itu) yang dapat dingunakan dalam mengatasi kemiskinannya. Dalam paradigma baru kemiskinan menekankan pada apa yang dimiliki oleh orang miskin, potensi yang dimilikinya

18 baik berbentuk aset personal dan sosial, serta berbagai segi penanganan masalah yang telah dijalankan secara lokal, dalam paradigma baru sedikitnya 4 point yang perlu dipertimbangkan: 1. Kemiskinan dilihat secara dinamis yang menyangkut usaha dan kemampuan si miskin dalam merespon kemiskinan 2. Indikator untuk mengukur kemiskinan sebaiknya jangan tunggal dalam bentuk analisis keluarga/rumah tangga. 3. Konsep kemampuan sosial dipandang lebih lengkap dalam memotret kondisi dan sekaligus dinamika kemiskinan. 4. Pengukuran kemampuan sosial keluarga miskin dapat memperoleh mata pencaharian memenuhi kebutuhan dasar, mengelola aset menjangkau sumber-sumber, berpartisipasi, kemampuan dalam menghadapi goncangan/tekanan. I.5.5. Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan yang dalam bahasa Inggris empowerment bermakna pemberian kekuasaan karena power bukan sekadar daya, tetapi juga kekuasaan, sehingga kata daya tidak saja bermakna mampu tetapi juga mempunyai kuasa. Pemberdayaan adalah proses menjadi bukan sebuah proses instan. Sebagai proses, pemberdayaan mempunyai tiga tahapan yaitu penyadaran, pengakapasitasan dan pendayaan. Seperti pendapat Hikmat (2001) yang menyatakan pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpelihranya budaya setempat. Suharto (2005) berpendapat bahwa pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang

19 ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugastugas kehidupannya. Inilah yang dilakukan P2KP dengan gerakan awal membentuk relawan yang berasal dari masyarakat itu sendiri Pemberdayaan Masyarakat dan Proses Pembangunan Dengan P2KP maka masyarakat tidak menjadi objek melainkan subjek dari perubahan. Masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan ini merupakan prinsip pembangunan berpusat pada rakyat. Perlunya restrukturisasi dalam system pembangunan sosial pada tingkat mikro (masyarakat lokal), mikro (kelembagaan) dan makro (kebijakan) untuk mendukung prinsip pembangunan yang berpihak pada rakyat. Menurut Adimihardja dan Hikmat (2003) bahwa prinsip pembangunan berpusat pada rakyat menegaskan bahwa mayarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Hal ini berimplikasi pada perlunya restrukturisasi system pembangunan sosial pada tingkat mikro, meso, dan makro agar masyarakat lokal (tingkat mikro) dapat mengembangkan potensi tanpa mengalami hambatan yang bersumber dari faktorfaktor eksternal pada struktur meso (kelembagaan) dan makro (kebijakan). Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat, agar mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan. Menurut Hikmat (2001:3) konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarkat yang sekarang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan ketidak berdayaan.

20 Dalam program pemberdayaan masyarakat harus diperhatikan bahwa masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang tinggi sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya, adanya saling memerlukan diantara mereka, perasaan demikian yang pada dasarnya merupakan identifikasi tempat tinggal dinamakan perasaan komuniti (community sentiment). Menurut Soekanto (1990:150) bahwa unsur-unsur perasaan komuniti antara lain : a. Seperasaan b. Sepenanggungan c. Saling memerlukan Dalam program pemberdayaan penting juga diperhatikan modal sosial yang dimiliki masyarakat setempat. Seperti yang dinyatakan oleh Fukuyama (2002) dalam Hasbullah (2006: 8), modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan didalamnya diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Situasi ini akan menjadi kunci bagi keberhasilan program pemberdayaan yang terdapat di wilayah tersebut. Berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintahah akan jauh lebih efektif jika dilakukan di tengah masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat. Program infrastruktur perdesaan misalnya jalan, dengan melibatkan partisipasi penduduk desa secara maksimal dan demikian dana pemerintah tidak saja akan terbebas dari kemungkinan disalahgunakan, masyarakat sendiri akan memberikan sumbangan ide, tenaga, maupun sumbangan bentuk lainnya guna memaksimalkan pekerjaan pemerintah di kampung mereka. Pembangunan sosial merupakan sumber gagasan dari awal konsep pemberdayaan masyarakat, bermaksud membangun keberdayaan yaitu membangun kemampuan manusia dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Dalam pembangunan sosial ditekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan Menurut Hadiman dan

21 Midgley (1995) dalam Suharto (2005:5) model pembangunan sosial menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marginal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui : 1. Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja. 2. Menyediakan dan memberikan pelayanan sosial, khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi social dalam kehidupan masyarakatnya Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat Menurut Craig and Mayo (dalam Adimihardja dan Hikmat; 2003), bahwa partisipasi mensyaratkan adanya proses pemberdayaan terlebih dahulu. Dengan kata lain, mustahil kita berbicara partisipasi masyarakat tanpa diawali dengan diskusi pemberdayaan. Inilah yang dilakukan melalui P2KP yaitu memberdayakan masyarakat terlebih dahulu melalui pembentukan relawan dan pendampingan yang terus menerus sampai pada akhirnya masyarakat bisa mandiri. Ada banyak konsep partisipasi. Partisipasi dapat diartikan sebagai keterlibatan seseorang secara sadar kedalam interaksi sosial tertentu. Seseorang bisa berparitisipasi bila menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui proses berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama Agar mampu berpartisipasi seseorang perlu berproses dan proses itu ada dalam dirinya dan dengan orang lain. Kemampuan setiap orang jelas akan berbeda-beda dalam berpartisipasi. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana, partisipasi seseorang dan pada akhirnya muncul partisipasi kelompok akan bisa ditumbuhkan dengan dorongan dari dalam dirinya atau dengan dorongan orang lain yang selalu berinteraksi dengan orang tersebut atau dengan kelompok tersebut.

22 Latar belakang pemikiran partisipasi adalah program atau kegiatan pembangunan masyarakat yang datang dari atas atau dari luar sering gagal dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Proses perencanaan dan pengambil keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan dari atas ke bawah. Rencanan program pemberdayaan masyarakat biasanya dibuat ditingkat pusat dan dilaksanakan oleh instansi terkait oleh instansi propinsi dan kabupaten, dan biasanya defenisi pemberdayaan sendiri sangat beragam. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan. Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhan-kebutuhannya. Dalam hal ini, masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Sebenarnya jika masyarakat dilibatkan secara penuh, mereka juga mempunyai potensi tersendiri, seperti yang dikemukakan oleh Adimihardja dan Hikmat (2003:23-24) bahwa masyarakat sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumber daya alam maupun dari sumber daya sosial dan budaya. Masyarakat memiliki kekuatan bila digali dan disalurkan akan menjadi energi besar untuk pengentasan kemiskinan. Cara menggali dan mendayagunakan sumber-sumber yang ada pada masyarakat inilah yan menjadi inti dari pemberdayaan masyarakat. Didalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menjadikan masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif dan bukan penerima pasif. Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat, dengan startegi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat. (Edi Suharto, 2005 : 60) menyatakan sebagai tujuan pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hal yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri,

23 mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Dalam proses pemberdayaan masyarakat penting dalam melibatkan masyarakat lokal. Strategi dasar yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah adalah mengembangkan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat. Untuk memberikan semangat kepada masyarakat agar terlibat aktif dalam kegiatan, baik dalam penetapan kebijakan, perumusan kebutuhan, maupun dalam pemecahan masalah mereka sendiri. Merupakan salah satu cara untuk menuju keberdayaan masyarakat. Menurut Cohen dan Uphoff dalam Prijono dan Pranarka (1996: 61) menyatakan partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan-jalan keluar yang dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka. Partisipasi membantu mesyarakat miskin untuk melihat realitas ekonomi yang mengelilingi mereka. Jika masyarakat dari awal sudah dilibatkan dalam suatu program pemberdayaan, maka akan berdampak positif bagi masyarakat dan juga kepada lembaga yang memberikan bantuan. Adanya proses musyawarah dalam menentukan bagaimana proses perencanaan dan pelaksanaan program, dengan demikian masyarakat turut berpartisipasi dan dapat menyuarakan aspirasi mereka. Ini merupakan proses dari pemberdayaan masyarakat. I.5.6. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP). P2KP adalah suatu program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. (Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005). Hakikat dari pelaksanaan program penanggulangan kemiskinan di perkotaan (P2KP), ini

24 adalah untuk mengentaskan kemiskinan, dan mewujudkan proses perubahan masyarakat yang lebih efektif melalui pendekatan pemberdayaan atau proses pembelajaran masyarakat dan peguatan dengan mendukung kemandirian masyarakat. Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, P2KP cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai gerakan masyarakat, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat. Perubahan prilaku/sikap dan cara pandang masyarakat merupakan fondasi kokoh bagi terbangunnya lembaga masyarakat yang mandiri melalui pemberdayaan para pelakunya agar mampu bertindak sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia luhur yang mampu menerapkan nilai-nilai luhur dalam kehidupan masyarakat sehari-hari Visi, Misi, Nilai dan Prinsip P2KP Adapun yang menjadi visi dari P2KP adalah: terwujudnya masyarakat yang madani, maju, mandiri dan sejahtera, dengan lingkungan pemukiman yang sehat, berjati diri dan produktif. Misi P2KP adalah: Bersama membangun kemandirian, masyrakat madani yang mampu menjalin kebersamaan dan sinergi dengan pemerintah maupun kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan secara efektif dan mampu mewujudkan terciptanya pengembangan lingkungan pemukiman yang produktif, sehat, tertata, berkelanjutan. Nilai yang dipakai dalam P2KP adalah: Kejujuran, dapat dipercaya, ikhlas/kerelawanan, adil, kesetaran dan kesatuan, dalam keragaman. Prinsip di dalam P2KP antara lain, prinsip kemasyarakatan yaitu Demokrasi, partisipatif, transparansi, akuntabilitas, desenteralisasi. (Buku Info P2KP edisi Februari 2007) Prinsip-Prinsip Universal Pembangunan Berkelanjutan (Tridaya) 1. Perlindungan Lingkungan (Environmental Protection); dalam pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kegiatan yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak,

25 terutama kepentingan masyarakat miskin, perlu didorong agar keputusan dan pelaksanaan kegiatan tersebut berorientasi pada upaya perlindungan/pemeliharaan lingkungan baik lingkungan alami maupun buatan termasuk perumahan dan permukiman, yang harus layak, terjangkau, sehat, aman, teratur, serasi dan produktif. Termasuk didalamnya adalah penyediaan prasarana dan sarana dasar perumahan yang kondusif dalam membangun solidaritas sosial dan meningkatkan kesejahteraan penduduknya. 2. Pengembangan Masyarakat (Social Development); tiap langkah kegiatan P2KP harus selalu berorientasi pada upaya membangun solidaritas sosial dan keswadayaan masyarakat sehingga dapat tercipta masyarakat efektif secara sosial sebagai pondasi yang kokoh dalam upaya menanggulangi kemiskinan secara mandiri dan berkelanjutan. Pengembangan masyarakat juga berarti upaya untuk meningkatkan potensi segenap unsur masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang rentan (vulnerable groups) dan marjinal yang selama ini tidak memiliki peluang/akses dalam program/kegiatan setempat; 3. Pengembangan Ekonomi (Economic Development); dalam upaya menyerasikan kesejahteraan material, maka upaya-upaya kearah peningkatan kapasitas dan keterampilan masyarakat miskin dan atau penganggur perlu mendapat porsi khusus termasuk upaya untuk mengembangkan peluang usaha dan akses ke sumberdaya kunci untuk peningkatan pendapatan, dengan tetap memperhatikan dampak lingkungan fisik dan sosial. (Buku Pedoman Umum P2KP-3, Edisi Oktober 2005) Tujuan Pelaksanaan P2KP 1. Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan, prinsipprinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan, yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan

26 keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya; 2. Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan ke pelayanan sosial, prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan pihak-pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat (BKM); 3. Mengedepankan peran Pemerintah kota/kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengukuhan Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta kelompok peduli setempat Sasaran dari P2KP 1. Masyarakat: yaitu seluruh masyarakat kelurahan dengan penerima manfaat langsung adalah keluarga miskin (sesuai dengan kemiskinan masyarakat setempat yang telah disepakati bersama). 2. Pemerintah Daerah: yaitu perangkat pemerintah dari tingkat kota/kabupaten, kecamatan dan kelurahan. 3. Para pihak lainnya: yaitu seluruh pihak terkait seperti LSM, dunia usaha, perguruan tinggi/cendikiawan, dan lain-lain. Strategi yang digunakan oleh P2KP ialah: Proses pembelajaran untuk transformasi sosial secara bertahap dari masyarakat miskin menuju tatanan masyarakat madani melalui: 1. Pembelajaran nilai-nilai universal. 2. Pembangunan bertumpu pada kelompok. 3. Pembelajaran Tridaya. 4. Pengembangan kapasitas. 5. Penguatan peran Pemda.

27 6. Penguatan jaringan kemiteraan. 7. Pengembangan lingkungan pemukiman. Prinsip yang ditekankan dalam Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan adalah Transparansi, Keberpihakan pada orang miskin, Partisipasi masyarakat, Kompetisi untuk dana, dan Desentralisasi. (Buku Info P2KP edisi Februari 2007). I.6 Defenisi Konsep Untuk memberikan batasan yang jelas tentang penelitian ini, penulis mendefenisikan konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut : 1. Pengaruh Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kondisi yang timbul akibat tindakan-tindakan yang dilakukan yang ikut membentuk cara berfikir, sikap dan perbuatan seseorang atau masyarakat yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan. 3. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan", yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal. 4. Kesejahteraan Masyarakat Kesejahteraan adalah terciptanya kondisi sosial masyarakat dari yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri dan madani dibidang social, ekonomi, dan lingkungan, serta terbangunnya

28 lembaga kemasyarakatan yang berbasiskan nilai luhur kemanusiaan dan prinsip kemasyarakatan. I.7 Definisi Operasional Untuk mengukur hubungan antar variabel, maka penulis merinci indikator-indikator dari setiap variabel sebagai berikut: 1. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan, memiliki dimensi: a. Pengembangan Daya Sosial, dengan indikator: i. Peningkatan akses pelayanan sosial yaitu peningkatan mutu pendidikan bagi keluarga miskin. ii. Pemenuhan ketersediaan pangan yang bermutu dan terjangkau iii. Peningkatan kualitas sumber daya manusia b. Pengembangan Ekonomi, dengan indikator: i. Peningkatan keterampilan melalui pelatihan-pelatihan. ii. Pengembangan peluang usaha. iii. Terbukanya kesempatan kerja c. Perlindungan Lingkungan, dengan indikator: i. Terpenuhinya kebutuhan perumahan ii. Keadaan sanitasi yang layak dan sehat. iii. Partisipasi masyarakat miskin dalam keseluruhan proses pembangunan 2. Kesejahteraan Masyarakat, dengan indikator: i. Angka harapan hidup ii. Tingkat melek huruf (pendidikan) iii. Pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour

BAB I PENDAHULUAN. angka ini menjadi 24,29% atau 49,5 juta jiwa. Bahkan International Labour BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dekade 2000, persentase penduduk miskin di Indonesia pernah mengalami penurunan yaitu dari 40,1% menjadi 11,3%, namun pada periode 2002 angka ini menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membantu seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktivitas sebagai program atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Program Menurut Charles O. Jones (1991 : 296) pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat membantu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam. 1) Tujuan kegiatan yang akan dicapai.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam. 1) Tujuan kegiatan yang akan dicapai. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Program Program adalah unsur pertama yang harus ada demi terciptanya suatu kegiatan. Di dalam program dibuat beberapa aspek, disebutkan bahwa di dalam setiap program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu

I. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya

Lebih terperinci

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir?

Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : perkotaan yang dilaksanakan di Desa Dagang Kelambir? Lampiran Wawancara Pertanyaan dan jawaban tersebut adalah sebagai berikut : 1. Apa ukuran kebijakan dalam program penanggulangan kemiskinan di Ukuran dan tujuan kebijakan yang dilakukan dalam program P2KP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan. kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Strategi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) adalah dengan melakukan penguatan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi

I. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk

Lebih terperinci

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia. Masalah kemiskinan

Lebih terperinci

Askeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) Kemanakah Engkau? Masyarakat Miskin Membutuhkanmu

Askeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) Kemanakah Engkau? Masyarakat Miskin Membutuhkanmu Askeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) Kemanakah Engkau? Masyarakat Miskin Membutuhkanmu Oleh : Agus Sumarsono Sekedar mengingatkan bahwa persoalan kemiskinan memang sampai sekarang masih saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan

Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,

Lebih terperinci

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak

BAB I PENDAHULUAN. kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program pengentasan kemiskinan pada masa sekarang lebih berorientasi kepada pemberdayaan dan partisipasi. Sebelumnya telah dilalui begitu banyak program pengentasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan tidak dapat ditakar hanya dengan kemampuan memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Fenomena kemiskinan atau sering disebut sebagai lingkaran setan kemiskinan, dapat diibaratkan seperti benang kusut yang sangat susah dibenahi. Kemiskinan tidak

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan di suatu

Lebih terperinci

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan

Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kemiskinan merupakan kondisi ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kehidupan yang layak. Kemiskinan memiliki ciri yang berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus

BAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)

BAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pembangunan Ekonomi Pengertian dari Pembangunan ekonomi merupakan upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan mempertinggi tingkat pendapatan

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP

TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP TATA CARA PEMBENTUKAN UNIT PENGELOLA (UP) BKM P2KP 1. PENDAHULUAN BKM adalah lembaga masyarakat warga (Civil Society Organization), yang pada hakekatnya mengandung pengertian sebagai wadah masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan merupakan sebuah kondisi kehilangan terhadap sumber-sumber pemenuhan kebutuhan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk berupaya mencari jalan keluar, agar kemiskinan dapat. ditanggulangi tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah untuk berupaya mencari jalan keluar, agar kemiskinan dapat. ditanggulangi tanpa mengabaikan pertumbuhan ekonomi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dampak krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia sejak 1998 sampai saat ini berpengaruh terhadap percepatan pertumbuhan ekonomi negara dan masyarakat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem

Lebih terperinci

f f f i I. PENDAHULUAN

f f f i I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Riau merupakan salah satu provinsi yang kaya akan simiber daya alam di Indonesia. Produksi minyak bumi Provinsi Riau sekitar 50 persen dari total produksi minyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Demikian juga halnya dengan kemiskinan, dimana kemiskinan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki persoalan kemiskinan dan pengangguran. Persoalan pengangguran lebih dipicu oleh rendahnya kesempatan dan peluang kerja bagi masyarakat. Demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu

BAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi

Lebih terperinci

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif

Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif 1 Pembatasan Pengertian Perencanaan Partisipatif (a) Perencanaan Partisipatif disebut sebagai model perencanaan yang menerapkan konsep partisipasi, yaitu pola perencanaan yang melibatkan semua pihak (pelaku)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah pembangunan diberbagai bidang yang ditandai dengan pengangguran yang tinggi, keterbelakangan dan ketidak berdayaan. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat.

BAB I. perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang. masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja

Lebih terperinci

HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN. Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara. Karo, 02 Juni 2007

HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN. Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara. Karo, 02 Juni 2007 Karo, 02 Juni 2007 HARMONISASI PROGRAM PEMBERDAYAAN Oleh: Irawan Hasan, Askoorkot Kab. Karo, KMW IV P2KP-3 Sumatera Utara Kemiskinan. Kata yang sangat sederhana, namun mengandung arti yang sangat dalam.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang

I. PENDAHULUAN. Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kerangka desentralisasi yang dicanangkan dengan berlakunya Undang Undang nomor 22 tahun 1999 dan telah direvisi menjadi Undang Undang nomor 32 tahun 2004 telah membawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan pedesaan merupakan suatu proses perubahan secara terus menerus di bidang fisik, ekonomi dan lingkungan sosial yang dilakukan oleh manusia untuk

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan yang baik merupakan kehendak manusia yang paling hakiki. Tiada satu pun manusia dan bangsa di dunia ini yang tidak membutuhkan kehidupan yang sedang dijalaninya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini, masalah kemiskinan sudah menjadi fenomena kehidupan masyarakat, dengan kata lain telah mengakar luas dalam sistem sosial masyarakat Indonesia. Terjadinya

Lebih terperinci

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI

54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI 54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI Oleh: Dhio Adenansi, Moch. Zainuddin, & Binahayati Rusyidi Email: dhioadenansi@gmail.com; mochzainuddin@yahoo.com; titi.rusyidi06@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari tingkat perkembangan pembangunan yang telah dilakukan bangsa itu sendiri. Pembangunan merupakan proses perubahan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana diketahui bahwa sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN KEGIATAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN DAN PENDAMPINGAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya seperti Indonesia. Kemiskinan seharusnya menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah lama yang pada umumnya dihadapi hampir di semua negara-negara berkembang, terutama negara yang padat penduduknya seperti Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut 16 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk pola

Lebih terperinci

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional

Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional Optimalisasi UPK Dalam Rangka Mencapai Ketahanan Pangan Nasional I. LATAR BELAKANG Wacana kemiskinan di Indonesia tetap menjadi wacana yang menarik untuk didiskusikan dan dicarikan solusi pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat

BAB I PENDAHULUAN. oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan situasi serba kekurangan yang terjadi bukan dikehendaki oleh si miskin. Penduduk miskin pada umumya ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan.

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. BAB I PENDAHULUAN Kemiskinan menghambat tercapainya demokrasi, keadilan dan persatuan. Penanggulangan kemiskinan memerlukan upaya yang sungguh-sungguh, terusmenerus, dan terpadu dengan menekankan pendekatan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Kemiskinan adalah fenomena yang begitu mudah ditemukan dimanamana. Fakta kemiskinan baik menyangkut individu maupun masyarakat akan mudah dilihat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Industrialisasi menempati posisi sentral dalam ekonomi masyarakat modern dan merupakan motor penggerak yang memberikan dasar bagi peningkatan kemakmuran dan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II KERANGKA TEORI BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,

TINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi, 27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kaum perempuan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, karena sebagai sumber daya manusia, kemampuan perempuan yang berkualitas sangat diperlukan.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai kemiskinan, konsep, dan asumsi yang dipakai. A. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah

Lebih terperinci

INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA

INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA INFORMASI TAMBAHAN I. PEMAHAMAN TENTANG PEMETAAN SWADAYA Pemetaan Swadaya adalah suatu pendekatan parisipatif yang dilakukan masyarakat untuk menilai serta merumuskan sendiri berbagai persoalan yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI KAJIAN

BAB III METODOLOGI KAJIAN BAB III METODOLOGI KAJIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Dalam menjalankan upaya penanggulangan kemiskinan di wilayah kerjanya, maka Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) membutuhkan suatu kerangka pelaksanaan program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya. menurunnya konsumsi masyarakat. Untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia menyebabkan munculnya berbagai macam masalah di dalam kehidupan masyarakat seperti terjadinya PHK pada buruh kontrak, jumlah pengangguran

Lebih terperinci

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN

Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP UPAYA PENINGKATAN PARTISIPASI PEREMPUAN Upaya Peningkatan Partisipasi Perempuan UPP 1 dan awal UPP 2 ( 1999 2003), belum ada upaya yang jelas dalam konsepnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan secara ekonomi dalam memenuhi standar hidup rata rata BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Masalah Kemiskinan Kemiskinan merupakan masalah yang dihadapi oleh semua negara di dunia, terutama di negara sedang berkembang. Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan

Lebih terperinci

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati

BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia

Lebih terperinci

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN.

BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. BAB VII PERENCANAAN STRATEGI PEMBERDAYAAN BKM DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN. Fungsi BKM pada program penanggulangan kemiskinan di Kelurahan Pakembaran perlu ditingkatkan, sehingga dalam pemberdayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial budaya, politik, ekonomi serta pertumbuhan penduduk yang cukup cepat telah mempengaruhi tatanan nilai dan budaya suatu bangsa. Banyak permasalahan-permasalahan

Lebih terperinci

Kemiskinan di Indonesa

Kemiskinan di Indonesa Kemiskinan di Indonesa Kondisi Kemiskinan Selalu menjadi momok bagi perekonomian dunia, termasuk Indonesia Dulu hampir semua penduduk Indonesia hidup miskin (share poverty), sedangkan sekarang kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman

BAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. adalah penanggulangan kemiskinan yang harus tetap dilaksanakan Pemerintah Pusat 51 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan di daerah merupakan rangkaian yang termasuk dalam tujuan pembangunan nasional, artinya keberhasilan pembangunan di daerah sangat menentukan keberhasilan

Lebih terperinci

Channeling UPS-BKM TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PILOT PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DASAR DEPDIKNAS BEKERJASAMA DENGAN BKM-P2KP

Channeling UPS-BKM TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PILOT PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DASAR DEPDIKNAS BEKERJASAMA DENGAN BKM-P2KP Channeling UPS-BKM TATA CARA PELAKSANAAN KEGIATAN PILOT PROGRAM BANTUAN PENDIDIKAN DASAR DEPDIKNAS BEKERJASAMA DENGAN BKM-P2KP I. PENDAHULUAN Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) adalah suatu lembaga milik

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH

BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAHAN DAERAH Penyelenggaraan otonomi daerah sebagai wujud implementasi Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memunculkan berbagai konsekuensi berupa peluang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari

I. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak

KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA. Abstrak KEMISKINAN DAN UPAYA PENGENTASANNYA Abstrak Upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia telah menjadi prioritas di setiap era pemerintahan dengan berbagai program yang digulirkan. Pengalokasian anggaran

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT BRIEF NOTE AMERTA Social Consulting & Resourcing Jl. Pulo Asem Utara Raya A20 Rawamangun, Jakarta 132 13220 Email: amerta.association@gmail.com Fax: 62-21-4719005 MENINJAU KEMBALI WACANA COMMUNITY DEVELOPMENT

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebijakan pembangunan di Indonesia dalam menanggulangi kemiskinan, mengalami pergeseran paradigma dari masa ke masa. Konsep pertumbuhan yang menjadi ujung tombak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kemiskinan, yang salah komponen menurunnya kesejahteran masyarakat. usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal.

BAB 1 PENDAHULUAN. kemiskinan, yang salah komponen menurunnya kesejahteran masyarakat. usaha dan masyarakat pada umumnya juga belum optimal. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan pada dasarnya bertujuan menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Karena hasil dari pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh rakyat secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM

BAB I PENDAHULUAN. dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah PNPM Mandiri merupakan salah satu program penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada

BAB I PENDAHULUAN. Hilir tahun adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang Pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi pembangunan jangka panjang dalam dokumen Kabupaten Indragiri Hilir tahun 2005 2025 adalah Indragiri Hilir berjaya dan gemilang 2025. Pada perencanaan jangka menengah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Perubahan paradigma dalam pengelolaan dan penyelenggaraan pemerintahan dari sentralistik ke desentralistik telah memberikan nuansa baru yang sama sekali berbeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia ini khususnya di negara berkembang. Sekitar 1,29 milyar penduduk dunia

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di dunia ini khususnya di negara berkembang. Sekitar 1,29 milyar penduduk dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dihadapi oleh seluruh pemerintahan yang ada di dunia ini khususnya di negara berkembang. Sekitar 1,29 milyar penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep governance dikembangkan sebagai bentuk kekecewaan terhadap konsep government yang terlalu meletakkan negara (pemerintah) dalam posisi yang terlalu dominan. Sesuai

Lebih terperinci

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN Bappenas menyiapkan strategi penanggulangan kemiskinan secara lebih komprehensif yang berbasis pada pengembangan penghidupan berkelanjutan/p2b (sustainable livelihoods approach).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia telah merdeka hampir mencapai 69 tahun, tetapi masalah kemiskinan masih tetap menjadi masalah fenomenal yang masih belum dapat terselesaikan hingga

Lebih terperinci