KAJIAN ASPEK BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR DAS RANDANGAN KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GRONTALO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN ASPEK BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR DAS RANDANGAN KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GRONTALO"

Transkripsi

1 KAJIAN ASPEK BIOFISIK DAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR DAS RANDANGAN KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GRONTALO Ade Muharam Dosen Jurusan Teknologi Perikanan Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah atau kawasan yang menjadi penghubung antara ekosistem darat dan laut. Kawasan ini menjadi akumulasi dari berbagai permasalahan yang terkait dengan kerusakan biofisik yang berdampak kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan, maupun di wilayah pesisir. DAS Randangan adalah salah satu DAS yang terdapat di Provinsi Gorontalo yang sungaisungainya bermuara di Pesisir Teluk Tomini. Saat ini tidak banyak pihak yang mempunyai perhatian besar terhadap kondisi DAS ini, walaupun pada kenyataannya tidak sedikit komunitas masyarakat yang sangat tergantung kepada ekosistem DAS tersebut. Kajian ini ditujukan untuk mengetahui kondisi biofisik DAS Randangan yang mempunyai potensi terkait dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menetap di sekitar DAS. Metode yang dilakasanakan dalam kajian ini adalah metode survey dan wawancara, sehingga diperoleh beberapa karakteristik biofisik, sosial ekonomi dan rekomendasi kebijakan untuk pengelolaan DAS Randangan. Berdasarkan hasil kajian, diperoleh informasi bahwa kondisi biofisik DAS Randangan pada umumnya masih berada pada kisaran normal. Sedangkan dari hasil pengukuran kandungan logam berat ditemukan bahwa kandungan logam tembaga (Cu) dan nikel (Ni) berada di atas ambang batas normal. Terdapat korelasi yang kuat antara kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan yang korelasinya cenderung berbanding terbalik. Selain itu, sebagian besar mata pencaharian masyarakat setempat adalah sebagai nelayan, dengan penghasilan antara Rp. 200,000, sampai Rp. 500,000, per bulan, dan responden mengusulkan adanya penebaran bibit ikan disungai, pelarangan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktifitas penebangan hutan di daerah hulu dan program penanaman pohon disekitar tepian sungai serta pelarangan terhadap penggunaan bahan kimia untuk melakukan penangkapan ikan di sungai. Kata Kunci: DAS Randangan, Biofisik, Sosial Ekonomi Masyarakat, Pengelolaan. PENDAHULUAN Dimensi wilayah pesisir sebagai penyedia sumberdaya alam dicirikan dengan terdapatnya berbagai ekosistem yang saling berinteraksi dan membentuk suatu kesatuan pola biofisik yang erat. Terdapat pola interaksi yang terjadi, seperti interaksi organisme biologi termasuk flora dan fauna, kondisi fisik, termasuk bahan organik terlarut dan partikel, bahkan lebih luas lagi adanya interaksi aktifitas manusia dan kebijakan pengelolaan. Interaksi ini membawa konsekwensi tingginya tingkat dinamika di wilayah pesisir, bahkan terdapat potensi membawa dampak negatif terhadap kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat di wilayah tersebut, terutama apabila pengeloaannya tidak dilakukan secara tepat dan berkelanjutan. Salah satu kawasan yang merupakan penghubung langsung antara wilayah darat dengan laut adalah Daerah Aliran Sungai (DAS). Di kawasan inilah potensi terjadinya kerusakan biofisik sebagai akibat dari adanya aktivitas manusia seperti penebangan hutan, kegiatan pertanian, pertambangan, dan lainlain yang pada akhirnya akan membawa dampak negatif terhadap ekosistem pesisir secara kesuluruhan, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Menurut Notohadiprawiro (1985) DaerahAliran Sungai merupakan keseluruhankawasan pengumpul suatu sistem tunggal, sehingga dapat disamakan dengan catchmentarea. Martopo (1994), memberi pengertianbahwa, Daerah Aliran Sungai (DAS)merupakan daerah yang dibatasi olehtopografi pemisah air yang terkeringkan olehsungai atau sistem saling berhubungansedemikian rupa sehingga semua aliransungai yang jatuh di dalam akan keluar darisaluran lepas tunggal dari wilayah tersebut. Provinsi Gorontalo mempunyai tiga DAS utama, yaitu DAS Randangan, Paguyaman dan Bonebolango. DAS Randangan melintasi Kecamatan Popayato, Marisa dan Paguat Kabupaten Pohuwato, dan bermuara di pantai Marisa. Luas DAS ini sekitar 290,000 ha dengan panjang sungai utama sekitar 115 km. Pola aliran sungai DAS ini adalah berpola dendritik dan bersifat pararel, sehingga air yang mengalir di DAS ini akan sangat 929

2 cepat mencapai hilir. Hal ini disebabkan oleh topografi yang dilalui oleh DAS Randangan berbukit dan bergunung dengan kemiringan lereng lebih besar dari 40%. Akibatnya, potensi erosi aliran sungai akan menjadi lebih besar, terutama di bagian hulu DAS, sedangkan di bagian tengah dan hilir (muara) DAS akan menjadi wilayah yang sangat rentan banjir. Tingkat kerusakan DAS Randangan ini diperburuk lagi dengan adanya kegiatan penebangan hutan dan pembukaan lahan pertanian yang menyebabkan tingginya tingkat sedimentasi di wilayah hilir. Potensi permasalahan yang terdapat di DAS Randangan diduga akan mempengaruhi kondisi ekosistem pada sakala yang lebih luas lagi, yaitu perairan Teluk Tomini yang menjadi sandaran hidup masyarakat pesisir di wilayah Selatan Provinsi Gorontalo. Permasalahan utama dalam pengelolaan DAS Randangan ini juga diperaparah oleh belum mantapnya institusi dan masih lemahnya sistem perencanaan yang komprehensif. Meskipun upayaupaya pengelolaan DAS di Provinsi Gorontalo secara umum telah cukup lama dilaksanakan, namun karena kompleksitas masalah yang dihadapi hasilnya belum mencapai yang diinginkan, terutama yang berkaitan dengan pembangunan sumberdaya manusia dan kelembagan masyarakat. Kemiskinan sering dianggap sebagai salah satu penyebab kemerosotan lingkungan dan dampak negatif dari pembangunan. Sebaliknya kemerosotan daya dukung lingkungan dapat menjadi penyebab muncul dan berkembangnya kemiskinan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik DAS Randangan yang ditinjau dari aspek biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar. Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh gambaran mengenai kondisi biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar DAS Randangan yang dapat dijadikan sebagai bahan rekomendasi untuk pengelolaan DAS secara terpadu dan berkelanjutan. METODOLOGI Pendekatan dan Ruang Lingkup Penelitian Berdasarkan tujuan dan sasaran dari kegiatan penelitian ini, maka pendekatan yang dilakukan adalah dengan melakukan survey berbagai aspek yang terkait dengan biofisik dan sosial ekonomi masyarakat sekitar DAS Randangan, yaitu: Kualitas Air (DO, Salinitas, Suhu, dan ph) Kedalaman dan kecerahan air sungai. Jumlah dan kelimpahan ikan (ekor/m 2 ) yang terdapat di sungai. Tingkat pemanfaatan masyarakat sekitar, dan persepsinya dalam pengelolaan sungai. Lokasi Survey Survey penelitian dilaksanakan pada tiga titik pengamatan di DAS Randangan, yaitu Lokasi Muara 1 dan 2, serta bagian tengah sungai (Gambar 1). LOKASI MUARA 1 N E LOKASI BAGIAN TENGAH N E LOKASI MUARA 2 N E Lokasi Muara DAS Lokasi Bagian Tengah DAS Gambar 1. Lokasi penelitian di Muara 1 dan 2 serta Bagian Tengah DAS Randangan 930

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Aspek Biofisik Kualitas Air Tabel 1. Hasil pengukuran parameter kualitas air pada tiga lokasi pengamatan Parameter Kualitas Air Muara 1 Muara 2 Tengah DAS Suhu 37 o C 32 o C 30 o C Salinitas 32 ppt 30 ppt 15 ppt ph DO 5 mg/l 5 mg/l 6 mg/l Berdasarkan hasil pengukuran kualitas air di tiga lokasi pengamatan, sesuai dengan parameter yang diukur, sejauh ini belum menunjukan kualitas air yang buruk. Kisaran nilai pada paremeter kualitas air yang diukur tersebut masih dalam kategori normal. Selain itu, dilakukan juga pengukuran kandungan logam berat terlarut yang ditemukan di lokasi penelitian (Tabel 2 dan Gambar 2). Tabel 2. Hasil pengukuran kandungan logam berat perairan (Metode SNI ) Logam Terlarut Bagian Tengah Sungai Muara 1 Muara 2 Nilai Baku Mutu Air Tembaga (Cu) 0,108 0,106 0,089 0,008 Nikel (Ni) 0,09 0,39 0,5 0,05 Raksa (Hg) 0 0, ,001 Kadmium (Cd) 0, , , ,001 Timbal (Pb) 0, , ,0031 0,008 Kandungan logam tembaga (Cu) dan nikel (Ni) secara umum nilainya berada di atas ambang batas yang telah ditentukan, sedangkan kandungan logam lainnya (Raksa, Kadmium dan Timbal) umumnya berada di bawah nilai batas. Kandungan logam Tembaga (Cu) dan Nikel (Ni) yang relative tertinggi, diduga disebabkan oleh aktivitas masyarakat di sekitar pesisir, terutama yang terkait dengan pembuatan dan perbaikan perahu yang berada di sekitar lokasi pengamatan ini. Clark (1989) menyatakan bahwa logam Tembaga (Cu) dipakai dalam bahan pengawet kayu dan cat anti karat pada lambung perahu. Tidak diperoleh kepastian yang pasti dari observasi di lokasi penelitian mengenai penyebab tingginya kandungan logamlogam tersebut. Namun demikian, terdapat indikasi bahwa kondisi tersebut disebabkan oleh aktifitas masyarakat di sekitar sungai dan muara, yaitu pendaratan perahuperahu nelayan, pembuangan sampah dan limbah rumah tangga ke sungai. Hal ini dibuktikan dengan cukup banyaknya sampah (plastic, kertas, kainkainan, botol, kayu dan lain sebagainya) yang berada di lokasi penelitian. 931

4 0 0 0,008 0,108 0,106 0,089 0,09 0,05 0,001 6E05 5,7E05 0, ,001 0,0028 0, , ,0031 0,39 0,5 0,008 SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 Bagian Tengah Sungai Muara 1 Muara 2 Nilai Baku Mutu Air Bagian Tengah Sungai Muara 1 Muara 2 Nilai Baku Mutu Air T e m b a g a ( C u ) N i k e l ( N i ) R a k s a ( H g ) K a d m i u m ( C d ) T i m b a l ( P b ) Gambar 2. Grafik kandungan logam berat perairan di Muara 1 dan 2 serta Bagian Tengah DAS Randangan Kedalaman dan Kecerahan Air Sungai Pengukuran kedalaman dan kecerahan sungai delakukan dengan membentangkan tali dari satu sisi ke sisi lain sungai di seberangnya. Sehingga tali dipasang melintang, kemudian pengukuran kedalaman dan kecerahan diukur pada setiap titik pada tali tersebut dengan interfal jarak antar titik 1 meter. Tanda () pada angka hasil pengukuran menunjukan bahwa pengukuran kedalaman dan kecerahan dimulai dengan titik nol di permukaan air, sehingga kedalaman yang berada di bawah permukaan air dianggap mempunyai nilai ( ).Berdasarkan hasil pengukuran kedalaman dan kecerahan di lokasi pengamatan Muara 1 dan Muara 2, terlihat bahwa kedalaman ratarata di Muara 1 adalah 2.9 meter dan kecerahannya 0.4 meter. Sedangkan di Muara 2 kedalaman rataratanya adalah 4 meter dengan kecerahan ratarata mencapai 1 meter. Kedalaman (m) Kecerahan (m) Kedalaman (m) Kecerahan (m) Kedalaman (m) Kecerahan (m) (2,00) (4,00) (5,00) (6,00) (10,00) Gambar 3. Muara 1 Muara 2 Tengah DAS Grafik kedalaman dan kecerahan air sungai di Muara 1 dan 2 serta Bagian Tengah DAS Randangan Selanjutnya, hasil pengukuran kedalaman dan kecerahan di lokasi pengamatan bagian tengah DAS Randangan, diperoleh hasil bahwa kedalaman ratarata di lokasi tersebut adalah 4.6 meter dengan kecerahan ratarata 1.1 meter. Hasil pengukuran ini menunjukan bahwa kedalaman dan kecerahan di lokasi bagian tengah DAS Randangan ini lebih tinggi dibandingkan pengamatan di lokasi Muara 1 maupun Muara 2. Hal ini diduga sebagai pengaruh dari perbedaan kuat arus aliran air yang mengalir di bagian tengah DAS Randangan relatif lebih kuat dibandingkan dengan arus air yang terjadi di bagian muara. Kuatnya arus ini menyebabkan tingkat sedimentasi relatif lebih rendah, karena material padatan akan cenderung hanyut terbawa aliran air menuju arah muara. Jumlah dan Kelimpahan Ikan Berdasarkan perhitungan kelimpahan ikan yang terdapat di lokasi Muara 1 dan Muara 2, terlihat bahwa kelimpahan ikan di lokasi Muara 1 (0.6 ekor/m 2 ) relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelimpahan ikan di Muara 2 (0.5 ekor/m 2 ). Sedangkan kelimpahan ikan di bagian tengah DAS Randangan adalah 0.27 ekor/m 2. Nilai kelimpahan ini berada di 932

5 bawah nilai kelimpahan ikan di lokasi pengamatan bagian muara sungai. Hal ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: Pola sirkulasi air di bagian muara dipengaruhi oleh aliran air dari sungai dan aliran air laut melalui arus pasang surut yang bermanfaat bagi kehidupan ikan dan biota perairan. Sistim aliran air tawar dan arus pasang surut di muara merupakan faktor penting dalam suplai unsur hara sehingga dikenal sebagai kawasan perangkap hara (nutrien trap) yang mempunyai produktivitas yang relatif lebih tinggi. Kondisi perairan ini memungkinkan bagi kehidupan ikan yang lebih baik dibandingkan dengan bagian lain di sungai. Arus air di bagian muara relatif lebih tenang dibandingkan dengan pola arus air di bagian tengah DAS, sehingga ikan menjadi tidak terlalu nyaman untuk menetap bagian tengah tersebut. Terdapatnya tanaman mangrove di bagian muara yang dapat berfungsi sebagai tempat singgah ikan. Secara biologi yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah tanaman setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan dan udang, kepiting sampai akhir dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama. Selain itu, terdapat keterkaitan yang cukup erat antara nilai kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan sebagai salah satu indikasi kuantitas partikel padatan terlarut dan zat hara di perairan. Pada bagian tengah DAS Randangan yang arusnya relatif lebih kuat, seperti yang sudah diuraikan sebelumnya, diduga tidak terlalu banyak mengandung partikel padatan di perairan, sehingga relatif perairan ini tingkat kecerahannya lebih tinggi. Tingginya tingkat kecerahan perairan alami merupakan salah satu indikasi rendahnya zat hara terlarut di perairan tersebut, sehingga menjadi penyebab rendahnya nilai kelimpahan ikan. Keterkaitan antara nilai kelimpahan dengan tingkat kecerahan perairan di bagian tengah DAS Randangan ini membentuk korelasi linear dengan persamaan y = 2,262x 0,4 dan dengan nilai R² = 0,25.Sedangkan pada lokasi di Muara 1 ditemukan persamaan y= 0,4104x 0,6452(R² = 0,8106) dan Muara 2 adalah y= 4,2308x + 1,3673(R² = 0,9064) (Gambar 3). Persamaan grafik tersebut mengindikasikan bahwa terdapat kecenderungan bahwa semakin tinggi tingkat kecerahan perairan, maka relatif semakin rendah nilai kelimpahan ikan yang terdapat di perairan tersebut.berdasarkan penelitian ini teridentifikasi bahwa terdapat beberapa perbedaan yang terkait dengan korelasi antara nilai kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan pada bagian sungai yang berbeda. Korelasi antara nilai kelimpahan dangan tingkat kecerahan air di bagian hilir (muara) sungai relatif lebih sensitif dibandingkan dengan yang terjadi di bagian tengah sampai hulu bagian sungai. Hal ini mengindikasikan bahwa kecerahan air yang juga berhubungan kekeruhan perairan yang mengalami perubahan sedikit saja pada bagian hulu sungai (muara) akan sangat mempengaruhi kelimpahan ikan di wilayah tersebut. Oleh karena itulah, wilayah sungai yang lebih ke arah hulu, mempunyai dinamika karakteristik dan pola keterkaitan antar ekosiistem yang lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah bagian tengah dari sungai. (,200) (,400) (,600),500 1,00 y = 0,4104x 0,6452 R² = 0,8106 (,500) (1,00) (1,500),500 1,00 y = 4,2308x + 1,3673 R² = 0,9064 (,500),200,400,600 (1,00) y = 2,262x 0,4 (1,500) R² = 0,25 (2,00) Muara 1 Muara 2 Tengah DAS 933

6 Gambar 3. Grafik hubungan antara kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan di Muara 1 dan 2 serta Bagian Tengah DAS Randangan 2. Aspek Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar DAS Randangan Pada dasarnya pengelolaan DAS Randangan tidak dapat terlepas dari pengelolaan sumberdaya alam, khususnya sumberdaya alam pesisir, karena berdasarkan fakatfakta yang ditemukan melalui penelitian ini terbukti bahwa berbagai kondisi yang menyangkut DAS Randangan pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas sumberdaya di pesisir. Oleh karena itu, sebagai bagian dari ekosistem, masyarakat di sekitar DAS Randangan sangat berperan dalam memberikan kontribusi terhadap berbagai perubahan kondisi lingkungan. Sebagai bagian dari penelitian, maka perlu diketahui sejauh mana tingkat pemanfaatan masyarakat sekitar dalam memanfaatkan sungai sebagai bagian dari kehidupannya. Kegiatan observasi mendalam terhadap pemanfaatan masyarakat dilakukan di lokasi bagian tengah DAS Randangan, karena di lokasi penelitian di bagian muara tidak ditemukan adanya pemukiman ataupun kelompok masyarakat yang berada di sekitar lokasi. Hasil wawancara dengan masyarakat di sekitar DAS Randangan dicantumkan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Hasil wawancara dengan masyarakat yang berada di sekitar DAS Randangan Mata Pencaharian Masyarakat Penghasilan Nelayan < 200, Petani , , Pedagang ,000 1,000, Peternak 6.67 >1,000,000 Jarak Rumah Ke Sungai Pemanfaatan Langsung Dari Sungai < 50 meter Tidak Pernah meter Jarang meter Kadangkadang >200 meter Sering Bencana Banjir Yang Disebabkan Dari Sungai Sosialisasi Atau Pelatihan Terkait Dengan Pengelolaan Sungai Tidak Pernah Tidak Pernah Jarang 6.67 Jarang Kadangkadang Kadangkadang Sering 6.67 Sering Penilaian Terhadap Kondisi Sungai Upaya Perbaikan Kondisi Sungai Masih Baik Penanaman di sepanjang sepadan sungai Sudah Tercemar Penebaran bibit ikan sungai Terlalu Keruh Pelarangan penebangan hutan di hulu Airnya Terlalu Deras Pelarangan penggunaan bahan kimia untuk menangkap ikan Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat, diperoleh informasi bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat di sekitar DAS Randangan adalah sebagai nelayan (73.33%), selain itu sebagai petani (13.33%), pedagang dan peternak masingmasing sebanyak 6.67%. Nelayan yang tinggal di sekitar DAS Randangan pada umumnya adalah nelayan perikanan tangkap, baik yang biasa beroperasi di bagian tengah aliran sungai, maupun yang beroperasi di sekitar muara sungai. Tingkat pendapatan masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar DAS Randangan berkisar antara lebih kecil dari Rp. 200,000, sampai dengan Rp. 1,000,000, Sebagian besar masyarakat berpenghasilan antara Rp. 200,000, sampai Rp. 500,000, yaitu sebanyak 53.33%, sedangkan yang berpenghasilan kurang dari Rp. 200,000, jumlahnya 40.00%, sedangkan 934

7 yang berpenghasilan lebih dari Rp. 500,000, hingga Rp. 1,000,000, hanya ada 6.67%. Berdasarkan data dari BPS Provinsi Gorontalo, persentase masyarakat miskin di Kabupaten Pohuwato pada tahun 2007 adalah sebesar 29.74%, dan garis kemiskinan pada tahun 2006 sekitar Rp. 118,500, Terkait dengan hasil observasi masyarakat di sekitar DAS Randangan, terutama masih terdapatnya masyarakat yang mempunyai penghasilan di bawah Rp. 200,000, dalam sebulan, maka dapat diidentifikasi bahwa sebagian masyarakat tersebut masih termasuk dalam kelompok masyarakat miskin. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, baik kabupaten, provinsi maupun pemerintah pusat, bahwa dikhawatirkan, tekanan terhadap kondisi sumberdaya alam khususnya sungai akan semakin berat di waktuwaktu mendatang dikarenakan alasan faktor ekonomi. Faktor ekonomi pula yang akan mendorong masyarakat melakukan eksploitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan dampak kerusakan yang ditimbulkan terhadap ekosistem. Perhatian terhadap permasalahan ini perlu ditingkatkan karena terdapat sekitar 60% masyarakat di sekitar DAS Randangan yang melakukan pemanfaatan langsung dari berbagai sumberdaya alam sungai. Perkembangan pemukiman masyarakat di sekitar DAS Randangan ini terlihat dangan cukup banyaknya masyarakat yang tinggal di daerah yang hanya ber jarak meter dari sungai (53.33%). Kondisi ini cukup memprihatinkan mengingat berdasarkan PP 47 Tahun 1997 tentang Tata Ruang Nasional dan Keppres 32/1990 tentang Kawasan Lindung, ditentukan bahwa sempadan sungai berada pada jarak antara meter dari tepi sungai ke arah darat yang merupakan kawasan lindung. Artinya, pada kawasan tersebut tidak diperbolehkan untuk melakukan aktifitas yang berimplikasi kepada perubahan pemanfaatan ruang dalam kawasan lindung tersebut. Pada lokasi pengamatan di bagian tengah DAS Randangan ditemukan pula aktifitas masyarakat di tepian sungai yang masih dalam kawasan lindung terutama aktifitas pertanian dan perkebunan. Oleh karena itu, campur tangan pemerintah daerah yang memang berkewajiban dalam mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung masih sangat diperlukan dilakukan di lokasi ini. Masih lemahnya pamahaman masyarakat terhadap kondisi sungai dan pemanfaatannya, ternyata disebabkan oleh masih rendahnya tingkat sosialisasi dan pembinaan mengenai pengelolaan sungai. Hal ini teridentifikasi berdasarkan pendapat masyarakat di lokasi penelitian yang menyatakan bahwa belum pernah ada kegiatan sosialisasi dan pembinaan baik dari pemerintah daerah maupun pihak terkait lainnya. Oleh karena itu, sebagai bagian pelaksanaan dari amanat PP 47 Tahun 1997 yang mewajibkan kepada Pemerintah Daerah dalam mengendalikan pemanfaatan ruang di kawasan lindung tepian sungai, maka kegiatan sosialisasi dan pembinaan terhadap masyrakat sekitar sungai merupakan salah satu program prioritas yang harus segera direalisasikan. Beberapa usulan dari masyarakat di sekitar sungai juga sempat teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu mengusulkan adanya penebaran bibit ikan disungai (33.33%) sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah ikan yang terdapat di sungai, sehingga diharapkan terjadi peningkatan jumlah tangkapan ikan di waktuwaktu mendatang. Sekitar 26.67% masyarakat mengharapkan adanya pelarangan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktifitas penebangan hutan di daearah hulu (26.67%). Sebagian masyarakat juga mengharapkan adanya program penanaman pohon disekitar tepian sungai (20.00%) dan pelarangan terhadap penggunaan bahan kimia untuk melakukan penangkapan ikan di sungai (20.00%). KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Kesimpulan Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah berdasarkan hasil kajian biofisik perairan yang meliputi pengukuran parameter biologi dan fisikakimia di lokasi penelitian pada umumnya masih berada pada kisaran normal. Sedangkan dari hasil pengukuran kandungan logam berat ditemukan bahwa kandungan logam tembaga (Cu) dan nikel (Ni) berada di atas ambang batas normal. Terdapat korelasi yang kuat antara kelimpahan ikan dengan tingkat kecerahan perairan yang korelasinya cenderung berbanding terbalik. Berdasarkan wawancara sosial ekonomi masyarakat diketahui bahwa sebagian besar mata pencaharian masyarakat setempat adalah sebagai nelayan, dengan penghasilan antara Rp. 200,000, sampai Rp. 500,000, Beberapa usulan dari masyarakat di sekitar sungai juga sempat teridentifikasi dalam penelitian ini, 935

8 yaitu mengusulkan adanya penebaran bibit ikan di sungai, pelarangan dan pengawasan yang lebih ketat terhadap aktifitas penebangan hutan di daerah hulu dan program penanaman pohon disekitar tepian sungai serta pelarangan terhadap penggunaan bahan kimia untuk melakukan penangkapan ikan di sungai. Rekomendasi Teridentifikasinya beberapa indikator ekologis yang terdapat pada DAS Randangan, walaupun belum terlalu menunjukan kerusakan lingkungan yang sangat besar, namun demikian tetap perlu mendapat perhatian dari segenap pihak. Oleh karena itu, penyusunan Rencana Pengelolaan Lingkungan DAS Randangan yang lebih menyeluruh sebaiknya harus segera disusun baik oleh Pemerintah Daerah maupun oleh pihakpihak lain yang sabgat concern terhadap pengelolaan lingkungan. Sebagai bagian dari pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, maka pengelolaan lingkungan DAS Randangan juga harus mengacu kepada tujuan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga terpeliharanya daya dukung dan kualitas lingkungan secara proporsional demi tercapainya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan laut yang terpadu (integrated) dan berkelanjutan (sustainable). Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting, dan M.J. Sitepu Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan kedua, edisi revisi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Irwan, Z.D PrinsipPrinsip Ekologi dan Organisasi Ekosistem Komunitas dan Lingkungan. Cetakan pertama. Jakarta: Bumi Aksara. Martopo, S. dkk Dasardasar Ekologi. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Nikijuluw, V.P.H Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo. Notohadiprawiro T Tanah, Tataguna Lahan dan Tata Ruang dalam Aanalisis Dampak Lingkungan. PPLHUGM, Yogyakarta Nybakken, J. W Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologi. Jakarta: PT. Gramedia Utama. Supriharyono, 2000.a. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. DAFTAR PUSTAKA 936

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan

dari tumpahan minyak-minyak kapal.akibatnya, populasi ikan yang merupakan salah satu primadona mata pencaharian masyarakat akan semakin langka (Medan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah Republik Indonesia berupa perairan laut yang letaknya sangat strategis. Perairan laut Indonesia dimanfaatkan sebagai sarana perhubungan lokal maupun Internasional.

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aliran permukaan adalah air yang mengalir di atas permukaan. Aliran permukaan sendiri memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas air yang dimilikinya selain

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pencemaran merupakan dampak negatif dari kegiatan pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan dilakukan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumber kekayaan yang sangat melimpah yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses adsorpsi antar partikel tersuspensi dalam kolom air terjadi karena adanya muatan listrik pada permukaan partikel tersebut. Butir lanau, lempung dan koloid asam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Oseanografi Pesisir Kalimantan Barat Parameter oseanografi sangat berperan penting dalam kajian distribusi kontaminan yang masuk ke laut karena komponen fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi pemenuhan kebutuhan hidup manusia sehingga kualitas airnya harus tetap terjaga. Menurut Widianto

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang beraneka ragam, yang membentang di sepanjang Teluk Lampung dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sumber pencemar bagi lingkungan (air, udara dan tanah). Bahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aktivitas manusia berupa kegiatan industri, rumah tangga, pertanian dan pertambangan menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. (Barus, 1996). Indonesia sebagai negara kepulauan yang terdiri dari pulau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perairan yang menutupi seperempat bagian dari permukaan bumi dibagi dalam dua kategori utama, yaitu ekosistem air tawar dan ekosistem air laut (Barus, 1996).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lautan merupakan daerah terluas yang menutupi permukaan bumi, sekitar 71% permukaan bumi merupakan perairan. Oleh karena itu, dapat menyebabkan fungsi ekologis dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

3.1 Metode Identifikasi

3.1 Metode Identifikasi B A B III IDENTIFIKASI UNSUR-UNSUR DAS PENYEBAB KERUSAKAN KONDISI WILAYAH PESISIR BERKAITAN DENGAN PENGEMBANGAN ASPEK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT PESISIR 3.1 Metode Identifikasi Identifikasi adalah meneliti,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kolaka merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara yang berada di wilayah pesisir dan memiliki potensi sumberdaya pesisir laut sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan mangrove merupakan salah satu ekosistem yang khas dimana dibentuk dari komunitas pasang surut yang terlindung dan berada di kawasan tropis sampai sub tropis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan.

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencemaran sungai di Yogyakarta yang terjadi beberapa tahun belakangan ini sudah merupakan salah satu masalah serius yang sering ditemui di lapangan. Adanya masukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penentuan kualitas suatu perairan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air kurang memberikan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA

KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG BATU, JEPARA JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 3, Nomor 3, Tahun 2014, Halaman 357-365 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jose KAJIAN POLA SEBARAN PADATAN TERSUSPENSI DAN UNSUR LOGAM BERAT DI TELUK UJUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara yang mempunyai potensi besar dalam pengembangan usaha dibidang sumber daya perairan. Menurut Sarnita dkk. (1998), luas perairan umum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai Asahan secara geografis terletak pada 2 0 56 46,2 LU dan 99 0 51 51,4 BT. Sungai Asahan merupakan salah satu sungai terbesar di Sumatera Utara, Indonesia. Sungai

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Data dari BPS tahun 2007 menunjukkan bahwa sekitar 3 persen

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai pengaruh menurunkan kualitas lingkungan atau menurunkan nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia di bumi ini sangat bergantung pada lautan, manusia harus menjaga kebersihan dan kelangsungan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya. Dengan demikian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam

BAB I PENDAHULUAN. sebagai air minum. Hal ini terutama untuk mencukupi kebutuhan air di dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup di bumi ini. Fungsi air bagi kehidupan tidak dapat digantikan oleh senyawa lain. Penggunaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon bakau yang mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FAKTOR HABITAT MANGROVE REHABILITASI DI TELUK SEPI DESA BUWUN MAS KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT

KARAKTERISTIK FAKTOR HABITAT MANGROVE REHABILITASI DI TELUK SEPI DESA BUWUN MAS KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT KARAKTERISTIK FAKTOR HABITAT MANGROVE REHABILITASI DI TELUK SEPI DESA BUWUN MAS KECAMATAN SEKOTONG KABUPATEN LOMBOK BARAT 1) MARETA KARLIN BONITA, 2) YULIA RATNANINGSIH Fakultas Ilmu Kehutanan UNTB Mataram

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961):

Sungai berdasarkan keberadaan airnya dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu (Reid, 1961): 44 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekologi Sungai Aspek ekologi adalah aspek yang merupakan kondisi seimbang yang unik dan memegang peranan penting dalam konservasi dan tata guna lahan serta pengembangan untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Panjang garis pantai di Indonesia adalah lebih dari 81.000 km, serta terdapat lebih dari 17.508 pulau dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan peralihan ekosistem perairan tawar dan laut yang memiliki potensi sumberdaya alam tinggi. Salah satu sumberdaya wilayah pesisir adalah hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu. terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara.

PENDAHULUAN. Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu. terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. PENDAHULUAN Latar Belakang Berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) memacu terjadinya pencemaran lingkungan baik pencemaran air, tanah dan udara. Pencemaran air yang diakibatkan oleh dampak

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 3 TAHUN 200 TENTANG BAKU MUTU AIR LAUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR? TAHUN 2016 SERI E. 2 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PENGELOLAAN SEMPADAN PANTAI DI KABUPATEN CIREBON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang

I. PENDAHULUAN. rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia diramaikan oleh isu perubahan iklim bumi akibat meningkatnya gas rumah kaca yang memicu terjadinya pemanasan global. Pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu sumberdaya pesisir yang penting adalah ekosistem mangrove, yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi. Hutan mangrove dengan hamparan rawanya dapat menyaring dan

Lebih terperinci

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN SEMINAR NASIONAL PERIKANAN DAN KELAUTAN 2016 Pembangunan Perikanan dan Kelautan dalam Mendukung Kedaulatan Pangan Nasional Bandar Lampung, 17 Mei 2016 DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2003 NOMOR : 6 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 6 TAHUN 2005 T E N T A N G BAKU MUTU AIR LAUT DI PERAIRAN KOTA CILEGON Menimbang : a. bahwa air laut merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara, merupakan suatu daerah yang sebagian wilayahnya merupakan lokasi kegiatan beberapa perusahaan skala nasional dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara kita sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di bidang ekonomi. Di dalam pembangunan ekonomi, di negara yang sudah maju sekalipun selalu tergantung pada sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air dipergunakan oleh manusia

BAB I PENDAHULUAN. yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air dipergunakan oleh manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Namun demikian, air akan berdampak negatif apabila tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO

ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO ANALISIS KANDUNGAN LOGAM BERAT MERKURI (Hg) DAN TIMBAL (Pb) PADA IKAN NIKE (Awaous melanocephalus) DI MUARA SUNGAI BONE KOTA GORONTALO Siskawati Usman, Sunarto Kadir, Lia Amalia 1 siskawatiusman@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari diakses

BAB I PENDAHULUAN. pada 8 februari 2010 pukul Data dari  diakses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta jumlah pulau di Indonesia beserta wilayah laut yang mengelilinginya ternyata menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah pesisir yang terpanjang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian. Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata. Dekstruksi Basah Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian Pengambilan Sampel Rhizophora apiculata Dekstruksi Basah Lampiran 1. Lanjutan Penyaringan Sampel Air Sampel Setelah Diarangkan (Dekstruksi Kering) Lampiran 1. Lanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang hidup pada peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh pergerakan ombak yang

Lebih terperinci