PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013"

Transkripsi

1 PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 LAPORAN MAGANG Oleh: Wiwid Handayani PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H / 2014 M

2 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI Magang, April 2014 Wiwid Handayani, NIM: PELAKSANAAN KEGIATAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2013 xv halaman, 4 tabel, 2 bagan, 13 grafik, 4 lampiran ABSTRAK Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang hingga saat ini. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui insidensi kasus TB tahun 2013 mengalami penurunan menjadi 129 per penduuduk. Namun penurunan tersebut tidak diimbangi dengan tercapainya beberapa indikator program pengendalian TB di Kota Tangerang Selatan. Padahal secara umum, seluruh Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah menjalani strategi DOTS. Kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan kegiatan Program Pengendalian TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan melakukan observasi secara langsung, diskusi dengan Wasor TB dan Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, dan studi literatur terkait program pengendalian TB. Kegiatan magang ini dilakukan setiap hari mengikuti jam kerja di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan selama 26 hari. i

3 Kegiatan Program Pengendalian TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengacu pada Pedoman Nasional Pengendalian TB dari Kemenkes RI tahun Secara umum, seluruh kegiatan sudah terlaksana, yaitu perencanaan, surveilans, monitoring dan evaluasi, pelatihan, supervisi, dan manajemen uji silang sediaan laboratorium. Namun setiap kegiatan tersebut tidak memiliki indikator untuk melihat tingkat keberhasilannya. Selain itu, ada beberapa kendala mengenai pengumpulan data TB di beberapa Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta yang belum terlaporkan, penyimpanan logistik TB yang tidak sesuai dengan standar penyimpanan logistik dari Kemenkes RI, masih banyak tenaga kesehatan program TB yang belum melakukan pelatihan program TB terutama tenaga dokter dan tenaga laboratorium dan rendahnya pencapaian jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan uji silang sediaan laboratorium serta masih rendahnya pencapaian indikator pogram TB di di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Oleh sebab itu, disarankan untuk menambah tenaga program TB di Dinas Kesehatan maupun di Unit Pelayanan Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Selain itu, perlu disosialiasikannya kebijakan terkait hubungan Dinas Kesehatan dengan Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta, dan perlu dilakukannya koordinasi mengenai tugas dan wewenang dalam penyimpanan logistik, serta perlu dibuatnya indikator di setiap pelaksanaan kegiatan agar dapat dianalisis dampak pelaksanaan kegiatan dengan pencapaian indikator di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Daftar bacaan : 29 ( ) ii

4 PERNYATAAN PERSETUJUAN Judul Magang PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA TANGERANG SELATAN JANUARI MARET 2014 Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Magang Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, 22 Maret 2014 Mengetahui Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan Minsarnawati Tahangnacca, S.KM, M.Kes iii

5 PANITIA SIDANG UJIAN MAGANG PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, April 2014 Penguji I, c Hoirunnisa, Ph.D Penguji II, Minsarnawati Tahangnaca, SKM., M.Kes iv

6 DAFTAR RIWAYAT HIDUP IDENTITAS PRIBADI Nama : Wiwid Handayani Jenis Kelamin : Perempuan Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 02 September 1991 Status : Belum Menikah Agama : Islam Alamat : Jl. Kemajuan No. 75 RT 06/05 Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan Nomor Telepon/HP : PENDIDIKAN FORMAL : TK Aisyiyah Ciputat : SDN 03 Pagi Jakarta : SLTPN 110 Jakarta : SMAN 90 Jakarta 2010 Sekarang : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta v

7 KATA PENGANTAR Alhamdulillah wasyukurillah, penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dna hidayah-nya serta nikmat yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang yang bejudul Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Tahun Sholawat serta salam penulis haturkan kepada Rasulullah saw, semoga kita semua mendapatkan syafaatnya di akhirat nanti. Amiin. Penulis menyadari bahwa laporan ini tidak akan tersusun dan selesai tanpa bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. (HC) dr. MK Tadjudin, Sp. And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Febrianti, MSi, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat. 3. Ibu Minsarnawati Tahangnaca, S.KM, M.Kes, selaku penanggung jawab peminatan Epidemiologi. 4. Bapak/Ibu dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan semoga dapat diaplikasikan dalam kehidupan panulis. vi

8 5. Bapak Dr. M. Rusmin, selaku Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit Dinas Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin melakukan kegiatan magang. 6. Bapak Hidayatul Mustafid, SKM, selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan berbagai masukan dan koreksi dalam pembuatan laporan magang ini. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan magang ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih kurang dari sempurna, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kemajuan dimasa yang akan datang. Semoga laporan magang ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Amiin. Ciputat, 15 April 2014 Penulis vii

9 DAFTAR ISI ABSTRAK... i PERNYATAAN PERSETUJUAN... iii DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR BAGAN... xii DAFTAR GRAFIK... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR SINGKATAN... xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Bagi Mahasiswa Bagi Institusi Tempat Magang Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta Ruang Lingkup... 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Tuberkulosis Etiologi Penyakit Tuberkulosis Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis... 9 viii

10 2.1.3 Gejala Penyakit Tuberkulosis Diagnosis Penyakit Tuberkulosis Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis Masa Inkubasi Penyakit Tuberkulosis Masa Penularan Penyakit Tuberkulosis Risiko Penularan Penyakit Tuberkulosis Pengobatan Penyakit Tuberkulosis Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Gambaran Umum Kebijakan Program Sejarah Program Tujuan Program Sasaran Program Strategi Program Organisasi Pelaksana Program Pokok Kegiatan Program Indikator Program BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG Alur Kegiatan Jadwal Kegiatan Magang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Visi Misi Keadaan Umum Kota Tangerang Selatan Wilayah Kerja Kependudukan ix

11 Sumber Daya Kesehatan Pembiayaan Kesehatan Gambaran Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Tuberkulosis di Kota Tangerang Selatan Distribusi Penyakit Berdasarkan Orang, Tempat, dan Waktu Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Klasifikasi Riwayat Pengobatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Struktur Organisasi Tujuan Program Sasaran Program Strategi Program Pelaksanaan Kegiatan Program Pencapaian Indikator Program BAB V PENUTUP Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA x

12 DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 4.3 Sumber Pembiayaan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 4.4 Identifikasi Tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun xi

13 DAFTAR BAGAN Bagan 3.1 Alur Kegiatan Magang Bagan 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan tahun Bagan 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut Jenis Kelamin dan Umur di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun xii

14 DAFTAR GRAFIK Grafik 4.1 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Penyakit TB di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis berdasarkan Unit Pelayanan Kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.3 Pola Penemuan Kasus (Case Notification Rate) Penyakit Tuberkulosis berdasarkan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.4 Distribusi Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.5 Angka Penjaringan Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.6 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.7 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Semua Pasien TB di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.8 Proporsi Pasien TB Anak di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.9 Angka Notifikasi Kasus TB di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.10 Angka Konversi di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.11 Angka Kesembuhan di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.12 Angka Keberhasilan Pengobatan di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.13 Angka Error Rate di Kota Tangerang Selatan tahun xiii

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 Lampiran 1.2 Gambar Sosialisasi dan Bimbingan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu Tahun 2014 Lampiran 1.3 Daftar Tilik Supervisi Program Penanggulangan TB Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Ke Sarana Pelayanan Kesehatan Lampiran 1.4 Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tahun 2013 xiv

16 DAFTAR SINGKATAN BCG CDR CNR DOTS Fasyankes FEFO Gerdunas TB IUATLD Kemenkes RI LSM MDR / XDR OAT PME PMI PMO PP PPM PPM Puskesmas OAT SDM SPS TB UPK UPTD WHO = Bacillus Calmette et Guerin = Case Detection Rate = Case Notification Rate = Directly Observed Treatment, Shortcourse chemotherapy = Fasilitas Pelayanan Kesehatan = First Expired First Out = Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan Tuberkulosis = International Union Against TB and Lung Diseases = Kementerian Kesehatan RI = Lembaga Swadaya Masyarakat = Multi Drugs Resistance / extensively Drugs Resistance = Obat Anti Tuberkulosis = Pemantapan Mutu Eksternal = Pemantapan Mutu Internal = Pengawasan Minum Obat = Peraturan Perundangan = Puskesmas Pelaksana Mandiri = Public Private Mix = Pusat Kesehatan Masyarakat = Obat Anti Tuberkulosis = Sumber Daya Manusia = Sewaktu-Pagi-Sewaktu = Tuberkulosis = Unit Pelayanan Kesehatan = Unit Pelaksana Teknis Daerah = World Health Organization xv

17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang hingga saat ini. Menurut Kemenkes RI (2012), meskipun obat anti tuberkulosis (OAT) sudah ditemukan dan vaksin Bacillud Calmette- Guerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas habis. Hal ini terbukti dengan terus meningkatnya insindensi penyakit TB menjadi penyakit re-emerging. Menyikapi masalah tersebut, pada tahun 1995 WHO (World Health Organization) dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis dan Lungs Disease) mendeklarasikan TB sebagai suatu kedaruratan dunia (global emergency). Berdasarkan data dari WHO diketahui bahwa insidensi kasus TB secara global pada tahun 2012, yaitu sebesar 122 kasus per penduduk (WHO, 2013). Dari setiap 6 kasus TB tersebut, satu di antaranya masih berakhir dengan kematian (Kemenkes RI, 2013). Meskipun obat anti tuberkulosis (OAT) sudah ditemukan dan vaksin Bacillud Calmette- Guerin (BCG) telah dilaksanakan, TB tetap belum bisa diberantas habis terutama di negara berkembang (Kemenkes RI, 2012). Sebagai salah satu negara berkembang, saat ini Indonesia berada di peringkat kelima negara dengan beban TB tertinggi di dunia. Beban TB tersebut masih terbilang tinggi karena setiap tahunnya terdapat kasus baru TB (Kemenkes RI, 2011). Hal ini didukung oleh hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 yang menunjukkan bahwa 1

18 penyakit TB di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit stroke, baik di perkotaan maupun di pedesaan (Depkes RI, 2008). Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013, diketahui bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang didiagnosis TB paru tahun 2013 adalah 0,4%. Angka tersebut ternyata tidak ada bedanya dengan angka di tahun 2007 (Kemenkes RI, 2013). Hal ini bisa menjadi suatu indikasi bahwa prevalensi kasus TB belum mengalami perubahan yang signifikan. Menurut Kemenkes RI (2013), keadaan seperti ini bisa memicu epidemi TB dan nantinya akan menjadi maslah kesehatan masyarakat yang utama. Dengan semakin memburuk situasi TB di dunia, terutama di Indonesia, baik dari peningkatan jumlah kasus TB maupun dari banyaknya ketidakberhasilan penyembuhkan, sebenarnya pada tahun 1993, WHO sudah mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia (global emergency) (Kemenkes RI, 2012). Bentuk konkret dari pencanangan TB tersebut adalah adanya rekomendasi dari WHO untuk menggunakan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB di seluruh dunia. (Kemenkes RI, 2011). Menurut Depkes RI (2009), penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana. Menurut Murti,dkk. (2006), salah satu organisasi pelaksana pengendalian TB adalah Dinas Kesehatan pada tingkat Kabupaten/kota. Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota merupakan suatu unsur pelaksana kesehatan Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014, diketahui terjadi peningkatan insindensi kasus TB dari tahun 2011 sebesar 106 per penduduk menjadi 131 per

19 penduduk di tahun Sedangkan pada tahun 2013, insindensi kasus TB mengalami penurunan menjadi 129 per penduuduk. Namun penurunan tersebut tidak diimbangi dengan tercapainya beberapa indikator pengendalian TB di Kota Tangerang Selatan. Menurut Kemenkes RI (2011), indikator pengendalian TB digunakan untuk menilai kemajuan atau keberhasilan program pengendalian TB. Dari data Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014, diketahui bahwa ada beberapa indikator pengendalian TB yang belum tercapai, yaitu angka CDR sebesar 56% (target nasional minimal 70%), angka keberhasilan pengobatan sebesar 82% (target nasional minimal 85%), angka konversi sebesar 75% (target nasional minimal 80%), angka kesembuhan sebesar 76% (target nasional minimal 85%), dan angka kesalahan laboratorium dari triwulan pertama sampai triwulan ketiga pada tahun 2013 sebesar 6% (target nasional maksimal 5 %). Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014, diketahui bahwa seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) yang berada di wilayah kerja Kota Tangerang Selatan telah melaksanakan program pengendalian TB DOTS. Dari seluruh UPK tersebut, diketahui bahwa jumlah kasus TB terbanyak terdapat di RSUD Kota Tangerang Selatan sebesar 305 kasus (17%) dan puskesmas Ciputat sebesar 156 kasus (8%). Sedangkan di beberapa rumah sakit swasta seperti RS Eka Hospital, RS Sari Asih Ciputat, dan RS OMNI, tidak ditemukan data mengenai kasus TB. Kemudian berdasarkan klasisfikasi penyakit TB, diketahui bahwa kasus kambuh di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2012 mengalami kenaikan sebesar 2 kali lipat dibanding pada tahun 2011 (Dinkes Kota Tangsel, 2014). Dari penjabaran tersebut, penulis tertarik untuk mengetahui Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit 3

20 Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kota Tangerang Selatan tahun Tujuan Tujuan Umum Diketahuinya Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Tujuan Khusus Tujuan khusus dari kegiatan magang ini adalah sebagai berikut. 1) Diketahuinya morbiditas dan mortalitas Penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun ) Diketahuinya Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun ) Diketahuinya tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun ) Diketahuinya sasaran Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun ) Diketahuinya strategi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun ) Diketahuinya pelaksanaan kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun

21 7) Diketahuinya pencapaian indikator Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Manfaat Penelitian Bagi Mahasiswa Manfaat dari kegiatan magang ini bagi mahasiwa adalah sebagai berikut. 1. Meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman terkait pelaksanaan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 2. Terlibat langsung dengan kondisi yang sebenarnya dan mendapatkan pengalaman dalam melakukan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 3. Mendapatkan keterampilan praktis tentang pelaksanaan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Bagi Institusi Tempat Magang Manfaat dari kegiatan magang ini bagi institusi tempat magang adalah sebagai berikut. 1. Mendapatkan masukan baru dari pengembangan keilmuan di perguruan tinggi. 2. Memahami peran Sarjana Kesehatan Masyarakat dalam bidang epidemiologi khususnya dalam program pengendalian penyakit menular. 5

22 3. Menciptakan kerjasama yang saling menguntungkan dan bermanfaat antara institusi magang dengan Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta Manfaat dari kegiatan magang ini bagi program studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Jakarta adalah sebagai berikut. 1. Laporan magang dapat menjadi salah satu evaluasi internal kualitas pembelajaran. 2. Mendapatkan masukan yang berguna untuk menyempurnakan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. 3. Terbinanya jaringan kerjasama dengan institusi tempat magang dalam upaya meningkatkan keterkaitan dan kesepadanan antara subtansi akademik dengan pengetahuan dan keterampilan SDM yang dibutuhkan dalam pembangunan kesehatan masyarakat Ruang Lingkup Kegiatan magang ini dilaksanakan oleh mahasiswi peminatan Epidemiologi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Februari 21 Maret Kegiatan magang ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 dan menilai implementasi kegiatan program penyakit menular terutama tuberkulosis berdasarkan teori yang telah diperoleh dalam proses perkuliahan. 6

23 Kegiatan magang ini dilaksanakan dengan melakukan observasi, diskusi, dan studi literatur. Observasi dilakukan dengan mengamati langsung pelaksanaan program pengendalian penyakit tuberkulosis dan turut serta dalam proses kerja di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan serta mencatat hal-hal yang dianggap penting di institusi tersebut. Diskusi dilakukan dengan pembimbing akademik, kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, pemegang Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis (selaku pembimbing lapangan), dan pegawai lainnya yang ada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Studi kepustakaan dilakukan untuk menggali informasi melalui penelusuran buku dan literatur guna memperoleh konsep teoritis yang terkait dengan program pengendalian penyakit tuberkulosis. 7

24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tuberkulosis Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ atau bagian tubuh lainnya seperti tulang, kelenjar, kulit, dan sebagainya (Kemenkes RI, 2011). Namun secara umum, sumber penularan penyakit TB lebih banyak terjadi pada pasien TB Paru dengan BTA (Basil Tahan Asam) positif (Depkes RI, 2007) Etiologi Penyakit Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun Hasil penemuan ini diumumkan di Berlin pada tanggal 24 Maret 1882 dan tanggal 24 Maret setiap tahunnya diperingati sebagai hari Tuberkulosis. Karakteristik bakteri ini, yaitu mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Bakteri ini juga dapat bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, sehingga disebut basil tahan asam (BTA), tahan terhadap zat kimia dan fisik, serta tahan dalam keadaan kering dan dingin, bersifat dorman (dapat tertidur lama) dan aerob (Widoyono, 2008). Bakteri tuberkulosis dapat mati pada pemanasan 100ºC selama 5 10 menit atau pada pemanasan 60ºC selama 30 menit, dan dengan alkohol 70-95% selama detik. Bakteri ini tahan selama 8

25 1-2 jam di udara, di tempat yang lembab dan gelap, serta bisa berbulan-bulan berada pada kondisi tersebut. Namun bakteri ini tidak tahan terhadap sinar matahari atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk mendapatkan 90% udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali pertukaran udara per jam (Widoyono, 2008) Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Menurut Laban (2008), untuk menentukan klasifikasi penyakit TB, ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu: 1) Organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru. 2) Hasil pemeriksaan dahak Basil Tahan Asam (BTA) : positif atau negatif. 3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat. Berdasarkan Kemenkes RI (2011), penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu definisi kasus yang meliputi empat hal, yaitu: 1) Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena a. Tuberkulosis paru Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus. b. Tuberkulosis ekstra paru Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain. 9

26 2) Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis a. Tuberkulosis paru BTA positif, apabila: a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d) Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. b. Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi: a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif. b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis. c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. 3) Klasifikasi bersadarkan tingkat keparahan penyakit a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas 10

27 (misalnya proses far advanced ), dan atau keadaan umum pasien buruk. b. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: a) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal. b) TB ekstra paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. 4) Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan TB sebelumnya a. Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). b. Kasus kambuh (Relaps), yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). c. Kasus setelah putus berobat (Default), yaitu pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. d. Kasus setelah gagal (Failure), yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. e. Kasus Pindahan (Transfer In), yaitu pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 11

28 f. Kasus lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan Gejala Penyakit Tuberkulosis Gejala penyakit tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik. Menurut Werdhani (2002), gejala penyakit tuberkulosis terbagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut. 1. Gejala sistemik/umum, yaitu: a. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah). b. Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadangkadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul. c. Penurunan nafsu makan dan berat badan. d. Perasaan tidak enak (malaise), lemah. 2. Gejala khusus, yaitu: a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paruparu) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai sesak. b. Kalau ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. 12

29 c. Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah. d. Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang. Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, penyakit TB dapat terdeteksi kalau diketahui adanya kontak dengan pasien TB dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TB paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan 5 tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah (Werdhani, 2002) Diagnosis Penyakit Tuberkulosis Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TB, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis (Werdhani, 2002) adalah: 1. Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. 2. Pemeriksaan fisik. 3. Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak). 4. Pemeriksaan patologi anatomi (PA). 5. Rontgen dada (thorax photo). 6. Uji tuberkulin. 13

30 Menurut Kemenkes RI (2011), diagnosis tuberkulosis terbagi menjadi tiga, yaitu: 1) Diagnosis TB Paru, terdiri dari: a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. 2) Diagnosis TB ekstra paru, terdiri dari: a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. b. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena. 3) Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA) Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut: 14

31 a. TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif. b. TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif. c. TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Kemenkes RI, 2011) Masa Inkubasi Penyakit Tuberkulosis Menurut Chin (2012), masa inkubasi penyakit TB berawal dari mulai masuknya bibit penyakit sampai timbul gejala adanya lesi primer atau rekasi tes tuberkulosis positif kira-kira memakan waktu 15

32 2 10 minggu. Risiko menjadi TB paru dan TB ekstra paru biasanya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi lanten dapat berlangsung seumur hidup Masa Penularan Penyakit Tuberkulosis Secara teoritis, seorang penderita tetap menular sepanjang ditemukan basil TB di dalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna, dahaknya akan mengdndung basil TB selama bertahun-tahun. Tingkat penularan sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut (Chin, 2011). 1. Jumlah basil TB yang dikeluarkan. 2. Virulensi dari basil TB. 3. Terpajannya basil TB dengan sinar ultra violet. 4. Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat bernyanyi. 5. Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada waktu otopsi, intubasi atau pada waktu melakukan bronkoskopi Risiko Penularan Penyakit Tuberkulosis Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. Menurut WHO ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi positif (Kemenkes RI, 2011). 16

33 2.1.9 Pengobatan Penyakit Tuberkulosis Menurut Kemenkes RI (2011), Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: 1. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT- KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan. 2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu : 1) Tahap awal (intensif) a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan. 2) Tahap Lanjutan a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. 17

34 b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. 2.2 Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Gambaran Umum Kebijakan Program Kebijakan adalah prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan (Suharno, 2010). Menurut Kemenkes RI (2009), kebijakan program pengendalian penyakit tuberkulosis tercantum pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 (Kemenkes RI, 2009), yaitu: 1. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi yaitu kabupaten/kota sebagai titik berat manajemen program yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana. 2. Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS. 3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap program penanggulangan TB. 4. Pengembangan strategi DOTS untuk peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses, penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya TB-MDR. 5. Penanggulangan TB dilaksanakan oleh seluruh sarana pelayanan kesehatan, meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Umum Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru (RSP), Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM), Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM), Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru 18

35 (BP4), dan Klinik Pengobatan lain serta Dokter Praktik Swasta (DPS). 6. Pengembangan pelaksanaan program penanggulangan TB di tempat kerja (TB in workplaces), Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan (TB in prison), TNI dan POLRI. 7. Program penanggulangan TB dengan pendekatan program DOTS Plus (MDR), Kolaborasi TB-HIV, PAL (Practical Approach to Lung Health), dan HDL (Hospital DOTS Linkages). 8. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerja sama/kemitraan dengan lintas program dan sektor terkait, pemerintah dan swasta dalam wadah Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB (Gerdunas TB). 9. Peningkatan kemampuan laboratorium TB di berbagai tingkat pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu pelayanan dan jejaring. 10. Menjamin ketersediaan Obat Anti TB (OAT) untuk penanggulangan TB dan diberikan kepada pasien secara cumacuma. 11. Menjamin ketersediaan sumberdaya manusia yang kompeten dalam jumlah yang memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program. 12. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB. 13. Menghilangkan stigma masyarakat terhadap Pasien TB agar tidak dikucilkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya. 14. Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam MDGs. 19

36 2.2.2 Sejarah Program Berdasarkan sejarahnya, program pengendalian Tuberkulosis (TB) di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda, namun masih terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969, pengendalian dilakukan secara nasional melalui Puskesmas. Obat anti tuberkulosis (OAT) yang digunakan adalah paduan standar INH, PAS dan Streptomisin selama satu sampai dua tahun. Asam Para Amino Salisilat (PAS) kemudian diganti dengan Pirazinamid. Sejak 1977 mulai digunakan paduan OAT jangka pendek yang terdiri dari INH, Rifampisin, Pirazinamid dan Ethambutol selama 6 bulan (Kemenkes RI, 2011). Pada awal tahun 1990-an, WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease) mengembangkan strategi pengendalian TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Dircetly Observed Treatment Short-course). Strategi DOTS ini terdiri dari 5 komponen kunci (Kemenkes RI, 2103), yaitu: 1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan. 2) Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya. 3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien. 4) Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. 5) Sistem monitoring pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program. 20

37 Menurut Kemenkes RI (2011), WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam pengendalian TB sejak tahun Kemudian sejak tahun 2000, strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar. Fokus utama strategi DOTS ini adalah penemuan dan penyembuhan pasien, dengan prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular Tujuan Program Suatu program dikatakan baik apabila memiliki tujuan yang jelas dan operasional. Manfaat rumusan tujuan operasional program adalah sebagai berikut (Muninjaya, 2004). 1. Pimpinan akan lebih mudah mengetahui apakah staf telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan agenda keguatan. Keberhasilan proses manajemen dapat diukur dengan menghitung tingkat efektivitas kegiatan staf dan efisiensi penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan program. 2. Jika terjadi kesenjangan antara tujuan/target yang telah ditetapkan sebagai standar unjuk kerja (standard performance) dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai (cakupan program), pimpinan harus melakukan analisis lebih lanjut. Bandingkan standar dengan hasil yang telah dicapai, analisis faktor penyebab atau kendala di lapangan terutama yang bersumber pada kelemahan staf dan manajemen pelaksanaan program. Demikian pula dengan kendala yang bersumber dari partisipasi masyarakat. 21

38 Menurut Kemenkes RI (2011), tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu. Tujuan ini dibedakan menjadi : 1. Tujuan Umum, biasanya cukup satu dan tidak terlalu spesifik. 2. Tujuan khusus, penjabaran dari tujuan umum yang dipecah menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih spesifik dan terukur. Di dalam buku pedoman pengendalian penyakit tuberkulosis, diketahui bahwa tujuan dari program pengendalian penyakit tuberkulosis adalah menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat TB dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Kemenkes RI, 2011) Sasaran Program Sasaran adalah kelompok masyarakat tertentu yang akan digarap oleh program yang ingin direncanakan. Menurut Notoatmodjo (2004), sasaran program kesehatan biasanya terbagi menjadi dua, yakni: 1) Sasaran langsung, yaitu kelompok yang langsung dikenal oleh program. 2) Sasaran tidak langsung, yaitu kelompok yang menjadi sasaran antara program tersebut, namun berpengaruh sekali terhadap sasaran langsung. Menurut Kemenkes RI (2011), sasaran strategi nasional pengendalian TB mengacu pada rencana strategis kementerian kesehatan dari 2009 sampai dengan tahun 2014 yaitu menurunkan 22

39 prevalensi TB dari 235 per penduduk menjadi 224 per penduduk. Sasaran keluaran adalah: (1) meningkatkan prosentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73% menjadi 90%; (2) meningkatkan prosentase keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru (BTA positif) mencapai 88%; (3) meningkatkan prosentase provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%; (4) meningkatkan prosentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88% Strategi Program Menurut Mintzberg, strategi adalah pola (strategy is patern) yang selanjutnya disebut sebagai intended strategy karena belum terlaksana dan berorientasi ke masa depan. Selain itu, strategi program bisa disebut juga sebagai realized strategy karena telah dilakukan oleh organisasi. Berikut ini adalah beberapa kegiatan dalam pembuatan strategi (Suryana, 2010). 1. Pengembangan visi, misi, dan tujuan jangka panjang 2. Mengidentifikasi peluang dan ancaman dari luar serta kekuatan dan kelemahan dari dalam organisasi 3. Mengembangkan alternatif strategi 4. Penentuan strategi yang paling sesuai untuk diadopsi Menurut Kemenkes RI (2011), strategi nasional program pengendalian TB di Indonesia terdiri dari 7 strategi, yaitu: 1) Memperluas dan meningkatkan pelayanan DOTS yang bermutu 23

40 2) Menghadapi tantangan TB/HIV, MDR-TB, TB anak dan kebutuhan masyarakat miskin serta rentan lainnya 3) Melibatkan seluruh penyedia pelayanan pemerintah, masyarakat (sukarela), perusahaan dan swasta melalui pendekatan Public-Private Mix dan menjamin kepatuhan terhadap International Standards for TB Care 4) Memberdayakan masyarakat dan pasien TB 5) Memberikan kontribusi dalam penguatan sistem kesehatan dan manajemen program pengendalian TB 6) Mendorong komitmen pemerintah pusat dan daerah terhadap program TB 7) Mendorong penelitian, pengembangan, dan pemanfaatan informasi strategis Organisasi Pelaksana Program Organisasi adalah sarana untuk melakukan kerja sama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki (Satrianegara, 2009). Menurut Kemenkes RI (2011), organisasi pelaksana program pengendalian penyakit tuberkulosis terdiri dari beberapa aspek, yaitu: 1. Aspek manajemen program a. Tingkat Pusat Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerakan Terpadu Nasional Pengendalian Tuberkulosis (Gerdunas- TB) yang merupakan forum kemitraan lintas sektor dibawah koordinasi Menko Kesra. Menteri Kesehatan R.I. sebagai penanggung jawab teknis upaya pengendalian TB. Dalam pelaksanaannya program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pengendalian 24

41 Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Sub Direktorat Tuberkulosis. b. Tingkat Propinsi Di tingkat propinsi dibentuk Gerdunas-TB Propinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat propinsi dilaksanakan Dinas Kesehatan Propinsi. c. Tingkat Kabupaten/Kota Di tingkat kabupaten/kota dibentuk Gerdunas-TB kabupaten/kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota. Dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/kota dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 2. Aspek Tatalaksana pasien TB Aspek tatalaksana pasien TB dilaksanakan oleh Puskesmas, Rumah Sakit, BP4/Klinik dan Dokter Praktek Swasta Pokok Kegiatan Program Pokok pokok kegiatan program TB dengan strategi DOTS menurut Kemenkes RI (2011) dan Depkes RI (2009) adalah sebagai berikut. 1. Tatalaksana Pasien TB, yaitu terdiri dari: a. Penemuan Tersangka TB Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien. 25

42 Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat. b. Diagnosis Penegakan diagnosis TB terbagi menjadi dua yaitu, diagnosis TB Paru dan diagnosis TB Ekstra Paru. Ketepatan diagnosis tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain. c. Pengobatan Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT. 2. Manajemen Program, yang terdiri dari: A. Perencanaan Menurut Kemenkes RI (2011), perencanaan merupakan suatu rangkaian kegiatan yang sistematis untuk menyusun rencana berdasarkan kajian rinci tentang keadaan masa kini dan perkiraan keadaan yang akan muncul di masa mendatang berdasarkan fakta dan bukti. Pada dasarnya rencana adalah alat manajemen yang berfungsi membantu organisasi atau program agar dapat 26

43 berkinerja lebih baik dan mencapai tujuan secara lebih efektif dan efisien. Tujuan dari perencanaan adalah tersusunnya rencana program, tetapi proses ini tidak berhenti di sini saja karena setiap pelaksanaan program tersebut harus dipantau agar dapat dilakukan koreksi dan dilakukan perencanaan ulang untuk perbaikan program. Perencanaan merupakan suatu siklus yang meliputi: A) Pengumpulan data, yang meliputi: (a) Data Umum, yaitu data geografi dan demografi (penduduk, pendidikan, sosial budaya, ekonomi) serta data lainnya (jumlah fasilitas kesehatan, organisasi masyarakat). Data ini diperlukan untuk menetapkan target, sasaran dan strategi operasional lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. (b) Data Program, yang meliputi data tentang beban TB, pencapaian program (penemuan pasien, keberhasilan diagnosis, keberhasilan pengobatan), resistensi obat serta data tentang kinerja institusi lainnya. Data ini diperlukan untuk dapat menilai apa yang sedang terjadi, sampai di mana kemajuan program, masalah apa yang dihadapi dan rencana apa yang akan dilakukan. (c) Data Sumber Daya, yang meliputi data tentang tenaga (man), dana (money), logistik (material), dan metodologi yang digunakan (method). Data ini diperlukan untuk mengidentifikasikan sumbersumber yang dapat dimobilisasi sehingga dapat menyusun program secara rasional, sesuai dengan kemampuan tiap-tiap daerah. Di samping untuk 27

44 perencanaan, data tersebut dapat dimanfaatkan untuk berbagai hal seperti advokasi, diseminasi informasi serta umpan balik. B) Analisa situasi Analisis situasi dapat meliputi analisis terhadap lingkungan internal program (kekuatan dan kelemahan) dan analisis lingkungan eksternal program (peluang dan ancaman). Dari analisis ini kita dapat menyusun isu-isu strategis, termasuk di dalamnya identifikasi masalah. Identifikasi masalah dimulai dengan melihat adanya kesenjangan antara pencapaian dengan target/tujuan yang ditetapkan. Dari kesenjangan yang ditemukan, dicari masalah dan penyebabnya. Untuk memudahkan, masalah tersebut dikelompokkan dalam input dan proses, agar tidak ada yang tertinggal dan mempermudah penetapan prioritas masalah dengan berbagai metode yang ada seperti metode tulang ikan (fish bone analysis), pohon masalah dan log frame. Komponen yang dianalisis terdiri dari 5M (man, money, material, method, dan market). C) Menetapkan masalah prioritas dan pemecahannya Pemilihan masalah harus dilakukan secara prioritas dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia, karena dengan menentukan masalah yang akan menjadi prioritas maka seluruh sumber daya akan dialokasikan untuk pemecahan masalah tersebut. Halhal utama yang perlu dipertimbangkan dalam memilih prioritas, antara lain : 28

45 a) Daya ungkitnya tinggi, artinya bila masalah itu dapat diatasi maka masalah lain akan teratasi juga. b) Kemungkinan untuk dilaksanakan (feasibility), artinya upaya ini mungkin untuk dilakukan. Dengan memperhatikan masalah prioritas dan tujuan yang ingin dicapai, dapat diidentifikasi beberapa alternatif pemecahan masalah. Dalam menetapkan pemecahan masalah, perlu ditetapkan beberapa alternatif pemecahan masalah yang akan menjadi pertimbangan pimpinan untuk ditetapkan sebagai pemecahan masalah yang paling baik. Pemilihan pemecahan masalah harus mempertimbangkan pemecahan masalah tersebut memiliki daya ungkit terbesar, sesuai dengan sumber daya yang ada dan dapat dilaksanakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan. D) Menetapkan tujuan, sasaran, indikator Tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu. Tujuan dapat dibedakan antara tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum biasanya cukup satu dan tidak terlalu spesifik. Tujuan umum dapat dipecah menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih spesifik dan terukur. Beberapa syarat yang diperlukan dalam menetapkan tujuan antara lain (SMART): a) Terkait dengan masalah (Spesific) b) Terukur (Measurable) c) Dapat dicapai (Achievable) d) Relevan, rasional (Realistic) e) Memiliki target waktu (Timebound). 29

46 E) Menyusun rencana kegiatan penganggaran Tujuan jangka menengah dan jangka panjang tidak dapat dicapai sekaligus sebab banyak masalah yang harus dipecahkan sedang sumber daya terbatas. Oleh sebab itu, perlu ditetapkan prioritas pengembangan program dengan memperhatikan mutu strategi DOTS. Untuk itu, implementasi pengembangan program dilakukan secara bertahap, dengan prinsip efektifitas dan efisiensi, yaitu : a) Mempertahankan Mutu, mencakup segala aspek mulai dari penemuan, diagnosis pasien, pengobatan dan penanganan pasien (case holding), sampai pada pencatatan pelaporan. Masing-masing aspek tersebut, perlu dinilai semua unsurnya, apakah sudah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. b) Pengembangan Wilayah, didasarkan pada: 1) Besarnya masalah : Perkiraan jumlah pasien TB BTA Positif 2) Daya ungkit : Jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan tingkat sosial-ekonomi masyarakat. 3) Kesiapan : Tenaga, sarana dan kemitraan. F) Menyusun rencana pemantauan dan evaluasi Dalam perencanaan perlu disusun rencana pemantauan dan evaluasi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menyusun rencana pemantauan dan evaluasi meliputi: a) Jenis-jenis kegiatan dan indikator, b) Cara pemantauan, 30

47 c) Pelaksana (siapa yang memantau), d) Waktu dan frekuensi pemantauan (bulanan / triwulan / tahunan). e) Rencana tindak lanjut hasil pemantauan dan evaluasi. B. Surveilans Salah satu komponen penting dari survailans yaitu pencatatan dan pelaporan dengan maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Data yang dikumpulkan pada kegiatan survailans harus valid (akurat, lengkap dan tepat waktu) sehingga memudahkan dalam pengolahan dan analisis. Data program TB dapat diperoleh dari pencatatan di semua sarana pelayanan kesehatan dengan satu sistem baku. Formulir-formulir yang dipergunakan dalam pencatatan TB di: 1) Sarana Pelayanan Kesehatan Sarana pelayanan kesehatan (Puskesmas, Rumah Sakit, BP4, klinik dan dokter praktek swasta dll) dalam melaksanakan pencatatan menggunakan formulir: a) Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB.06). b) Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB.05). c) Kartu pengobatan pasien TB (TB.01). d) Kartu identitas pasien TB (TB.02). e) Register TB sarana pelayanan kesehatan (TB.03 sarana pelayanan kesehatan) 31

48 f) Formulir rujukan/pindah pasien (TB.09) g) Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB.10). h) Register Laboratorium TB (TB.04). Khusus untuk dokter praktek swasta, penggunaan formulir pencatatan TB dapat disesuaikan selama informasi survailans yang dibutuhkan tersedia. 2) Di Kabupaten/Kota Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut: a) Register TB Kabupaten (TB.03) b) Laporan Triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07) c) Laporan Triwulan Hasil Pengobatan (TB.08) d) Laporan Triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11) e) Formulir Pemeriksaan Sediaan untuk Uji Silang dan Analisis Hasil Uji silang Kabupaten (TB.12) f) Laporan OAT (TB.13) g) Data Situasi Ketenagaan Program TB h) Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB 3) Di Provinsi Provinsi menggunakan formulir pencatatan dan pelaporan sebagai berikut: a) Rekapitulasi Penemuan dan Pengobatan Pasien TB per kabupaten/kota. 32

49 b) Rekapitulasi Hasil Pengobatan per kabupaten/kota. c) Rekapitulasi Hasil Konversi Dahak per kabupaten/kota. d) Rekapitulasi Analisis Hasil Uji silang provinsi per kabupaten/kota. e) Rekapitulasi Laporan OAT per kabupaten/ kota. f) Rekapitulasi Data Situasi Ketenagaan Program TB. g) Rekapitulasi Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB C. Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) dalam program TB bertujuan untuk menyediakan tenaga pelaksana program yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap yang diperlukan dalam pelaksanaan program TB, dengan jumlah yang memadai pada tempat yang sesuai dan pada waktu yang tepat sehingga mampu menunjang tercapainya tujuan program TB nasional. Pengembangan SDM ini, meliputi: 1) Standar Ketenagaan Ketenagaan dalam program penanggulangan TB memiliki standar-standar yang menyangkut kebutuhan minimal (jumlah dan jenis tenaga) untuk terselenggaranya kegiatan program TB, yaitu: a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan, terdiri dari: (1) Puskesmas a) Puskesmas Rujukan Mikroskopis dan Puskesmas Pelaksana Mandiri : 33

50 minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter, 1 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. b) Puskesmas satelit : minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 dokter dan 1 perawat/petugas TB. c) Puskesmas Pembantu : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 1 perawat/petugas TB. (2) Rumah Sakit Umum Pemerintah a) RS kelas A : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. b) RS kelas B : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 6 dokter, 3 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. c) RS kelas C : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 4 dokter, 2 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. d) RS kelas D, RSTP dan B/BKPM : kebutuhan minimal tenaga pelaksana terlatih terdiri dari 2 dokter, 2 perawat/petugas TB, dan 1 tenaga laboratorium. (3) RS swasta : menyesuaikan. (4) Dokter Praktek Swasta, minimal telah dilatih 34

51 b. Tingkat Kabupaten/Kota (1) Supervisor terlatih pada Dinas Kesehatan, jumlah tergantung beban kerja yang secara umum ditentukan jumlah puskesmas, RS dan Fasyankes lain diwilayah kerjanya serta tingkat kesulitan wilayahnya. Secara umum seorang supervisor membawahi Fasyankes. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 Fasyankes dapat memiliki lebih dari seorang supervisor. (2) Gerdunas-TB/Tim DOTS/Tim TB, dan lainlainnya, jumlah tergantung kebutuhan. c. Tingkat Provinsi (1) Supervisor/Supervisor terlatih pada Dinas Kesehatan, jumlah tergantung beban kerja yang secara umum ditentukan jumlah Kab/Kota diwilayah kerjanya serta tingkat kesulitan wilayahnya. Secara umum seorang supervisor membawahi kabupaten/kota. Bagi wilayah yang memiliki lebih dari 20 kabupaten/kota dapat memiliki lebih dari seorang supervisor. (2) Koordinator DOTS RS yang bertugas mengkoordinir dan membantu tugas supervisi program pada RS dapat ditunjuk sesuai dengan kebutuhan. (3) Gerdunas-TB/Tim DOTS/Tim TB, dan lainlainnya, jumlah tergantung kebutuhan. (4) Tim Pelatihan: 1 koordinator pelatihan, 5 fasilitator pelatihan. 35

52 2) Pelatihan Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas. Konsep pelatihan dalam program TB, terdiri dari: (a) Pendidikan/pelatihan sebelum bertugas (pre service training), yaitu dengan memasukkan materi program penanggulangan tuberkulosis strategi DOTS`dalam pembelajaran/kurikulum Institusi pendidikan tenaga kesehatan. (Fakultas Kedokteran, Fakultas Keperawatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Farmasi dan lain-lain). (b) Pelatihan dalam tugas (in service training), yang terdiri dari pelatihan dasar program TB (initial training in basic DOTS implementation), pelatihan penuh, pelatihan ulangan (retraining), pelatihan penyegaran, dan On the job training (pelatihan di tempat tugas/refresher) serta pelatihan lanjutan (continued training/advanced training. 3) Supervisi Supervisi adalah kegiatan yang sistematis untuk meningkatkan kinerja petugas dengan mempertahankan kompetensi dan motivasi petugas yang dilakukan secara langsung. Kegiatan yang dilakukan selama supervisi adalah observasi, diskusi, bantuan teknis, bersama-sama mendiskusikan permasalahan yang ditemukan, mencari pemecahan permasalahan bersama-sama, memberikan laporan berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi dan saran perbaikan. 36

53 D. Manajemen Laboratorium Manajemen laboratorium TB meliputi beberapa aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium TB, sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium TB, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan monitoring (pemantauan) dan evaluasi. Komponen pemantapan mutu terdiri dari 3 hal utama yaitu: 1. Pemantapan Mutu Internal (PMI), yaitu 2. Pemantapan Mutu Eksternal (PME) 3. Peningkatan Mutu (Quality Improvement), terintegrasi dalam PMI dan PME E. Manajemen Logistik Pengelolaan logistik meliputi fungsi perencanaan, pengadaan, penyimpanan distribusi dan penggunaan. Siklus ini akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh suatu dukungan manajemen yang meliputi organisasi,pendanaan, sistem informasi, sumber daya manusia, dan jaga mutu. Jenis logistik program terdiri dari: 1) Logistik Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 2) Logistik Non Obat Anti Tuberkulosis (OAT) F. Monitoring dan Evaluasi Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan pelaksanaan program (Notoatmodjo, 2007). Pemantauan dilaksanakan secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi bila ada masalah dalam pelaksanaan kegiatan yang telah direncanakan, supaya dapat dilakukan tindakan 37

54 perbaikan segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarakwaktu (interval) lebih lama, biasanya setiap 6 bulan sampai dengan 1 tahun. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan sebelumnya dicapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan dan pengembangan program(kemenkes RI, 2011). Masing-masing tingkat pelaksana program (fasyankes, Kabupaten/Kota, Propinsi, dan Pusat) bertanggung jawab melaksanakan pemantauan kegiatan pada wilayahnya masing-masing. Seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Cara pemantauan dilakukan dengan melaksanakan menelaah laporan, pengamatan langsung dan wawancara dengan petugas pelaksana maupun dengan masyarakat sasaran (Kemenkes RI, 2011). G. Kegiatan Penunjang, terdiri dari: 1. Promosi Promosi yang dilakukan oleh program pengendalian penyakit TB terdiri dari: a) Advokasi, diarahkan untuk menghasilkan kebijakan yang mendukung upaya pengendalian TB. Kebijakan yang dimaksud disini dapat mencakup peraturan perundangundangan di tingkat nasional maupun kebijakan daerah seperti Peraturan Daerah (PERDA), Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota, Peraturan Desa,dan lain sebagainya. 38

55 b) Komunikasi, strategi komunikasi yang dilakukan salah satunya adalah meningkatkan keterampilan konseling dan komunikasi petugas maupun kader TB melalui pelatihan. c) Mobilisasi Sosial, merupakan strategi membangkitkan keinginan masyarakat, secara aktif meneguhkan konsensus dan komitmen sosial di antara pengambil kebijakan untuk menanggulangi TB. 2. Kemitraan Kemitraan program penanggulangan TB merupakan upaya untuk melibatkan berbagai sektor, baik dari pemerintah, legislatif, swasta, perguruan tinggi/kelompok akademisi, kelompok organisasi masyarakat (organisasi pengusaha dan organisasi pekerja, kelompok media massa, organisasi profesi, LSM, organisasi keagamaan, organisasi internasional) dalam upaya percepatan penanggulangan TB secara efektif, efisien dan berkesinambungan. Kemitraan TB dilaksanakan dengan prinsip kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan. 3. Penelitian Penelitian di bidang TB diperlukan untuk menyusun perencanaan dan pelaksanaan kegiatankegiatan untuk mencapai tujuan penanggulangan TB. Penelitian di bidang TB dapat meliputi penelitian operasional dan penelitian ilmiah (scientific). Penelitian operasional TB didefinisikan sebagai penilaian atau telaah terhadap unsur-unsur yang 39

56 terlibat dalam pelaksanaan program atau kegiatankegiatan yang berada dalam kendali manajemen program TB. Hal-hal yang dapat ditelaah dalam penelitian operasional TB antara lain meliputi sumber daya, akses pelayanan kesehatan, pengendalian mutu pelayanan, keluaran dan dampak yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja program penanggulangan nasional TB. Sedangkan penelitian operasional dapat dibagi atas dua jenis yaitu penelitian observasional dimana tidak ada manipulasi variabel bebas dan penelitian eksperimental yang diikuti dengan tindakan/intervensi terhadap variabel bebas. Penelitian observasional bertujuan menentukan status atau tingkat masalah, tindakan atau intervensi pemecahan masalah serta membuat hipotesis peningkatan kinerja program. Penelitian eksperimental melakukan intervensi terhadap input dan proses guna meningkatkan kinerja program. Banyak penelitian telah dilaksanakan berbagai pihak, namun kegunaanya jauh dari kepentingan program dan sulit diterapkan. Hal ini terjadi karena aspek yang diteliti tidak searah dengan permasalahan yang dihadapi oleh program Indikator Program Menurut Green (1992), indikator adalah variabel variabel yang mengindikasikan atau memberikan petunjuk tentang suatu keadaan tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengukur perubahan (Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara 40

57 RI, 2008). Ada beberapa indikator yang digunakan dalam rangka pengendalian penyakit TB (Kemenkes RI, 2011), yaitu: a) Angka Penemuan Pasien baru TB BTA positif (Case Detection Rate = CDR) Adalah prosentase jumlah pasien baru BTA positif yang ditemukan dan diobati dibanding jumlah pasien baru BTA positif yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Case Detection Rate menggambarkan cakupan penemuan pasien baru BTA positif pada wilayah tersebut. Perkiraan jumlah pasien baru TB BTA positif diperoleh berdasarkan perhitungan angka insidens kasus TB paru BTA positif dikali dengan jumlah penduduk. Target Case Detection Rate Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional minimal 70%. b) Angka Keberhasilan Pengobatan (Success Rate = SR) Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) diantara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Dengan demikian angka ini merupakan penjumlahan dari angka kesembuhan dan angka pengobatan lengkap. c) Angka Penjaringan Suspek Adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya diantara penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan). Fasyankes yang tidak mempunyai wilayah cakupan penduduk, 41

58 misalnya rumah sakit, BP4 atau dokter praktek swasta, indikator ini tidak dapat dihitung. d) Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya Adalah prosentase pasien BTA positif yang ditemukan diantara seluruh suspek yang diperiksa dahaknya. Angka ini menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Angka ini sekitar 5 15%. Bila angka ini terlalu kecil (<5%) kemungkinan disebabkan penjaringan suspek terlalu longgar, banyak orang yang tidak memenuhi kriteria suspek, atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan bila angka ini terlalu besar (>15%) kemungkinan disebabkan penjaringan terlalu ketat atau ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). e) Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di antara seluruh pasien TB paru Adalah prosentase pasien Tuberkulosis paru BTA positif diantara semua pasien Tuberkulosis paru tercatat. Indikator ini menggambarkan prioritas penemuan pasien Tuberkulosis yang menular diantara seluruh pasien Tuberkulosis paru yang diobati. Angka ini sebaiknya jangan kurang dari 65%. Bila angka ini jauh lebih rendah, itu berarti mutu diagnosis rendah, dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA Positif). f) Proporsi pasien TB anak di antara seluruh pasien Adalah prosentase pasien TB anak (<15 tahun) diantara seluruh pasien TB tercatat. Angka ini sebagai salah satu 42

59 indikator untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Angka ini berkisar 15%. Bila angka ini terlalu besar dari 15%, kemungkinan terjadi overdiagnosis. g) Angka Notifikasi Kasus (CNR) Adalah angka yang menunjukkan jumlah pasien baru yang ditemukan dan tercatat diantara penduduk di suatu wilayah tertentu. Angka ini apabila dikumpulkan serial, akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tersebut. Angka ini berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah tersebut. h) Angka Konversi Adalah prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang mengalami perubahan menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Indikator ini berguna untuk mengetahui secara cepat hasil pengobatan dan untuk mengetahui apakah pengawasan langsung menelan obat dilakukan dengan benar. Angka minimal yang harus dicapai adalah 80%. i) Angka Kesembuhan Adalah angka yang menunjukkan prosentase pasien baru TB paru BTA positif yang sembuh setelah selesai masa pengobatan, di antara pasien baru TB paru BTA positif yang tercatat. Angka kesembuhan dihitung juga untuk pasien BTA positif pengobatan ulang dengan tujuan: (a) Untuk mengetahui seberapa besar kemungkinan kekebalan terhadap obat terjadi di komunitas, hal ini harus dipastikan dengan surveilans kekebalan obat. 43

60 (b) Untuk mengambil keputusan program pada pengobatan menggunakan obat baris kedua (second-line drugs). (c) Menunjukan prevalens HIV, karena biasanya kasus pengobatan ulang terjadi pada pasien dengan HIV. j) Angka Kesalahan Laboratorium (Error rate) Adalah angka kesalahan laboratorium yang menyatakan prosentase kesalahan pembacaan slide/ sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksa pertama setelah di uji silang (cross check) oleh BLK atau laboratorium rujukan lain. Angka kesalahan baca sediaan (error rate) ini hanya bisa ditoleransi maksimal 5%. Apabila error rate = 5 % dan positif palsu serta negatif palsu keduanya < 5% berarti mutu pemeriksaan baik. Error rate ini menjadi kurang berarti bila jumlah slide yang di uji silang (cross check) relatif sedikit. Pada dasarnya error rate dihitung pada masingmasing laboratorium pemeriksa, di tingkat kabupaten/kota. Kabupaten/kota harus menganalisa berapa persen laboratorium pemeriksa yang ada diwilayahnya melaksanakan cross check, disamping menganalisa error rate per PRM/PPM/RS/BP4, supaya dapat mengetahui kualitas pemeriksaan slide dahak secara mikroskopis langsung. 44

61 BAB III ALUR DAN JADWAL KEGIATAN MAGANG 3.1. Alur Kegiatan Bagan 3.1 Alur Kegiatan Magang Tahap Persiapan Pembuatan Proposal Magang Pengajuan permohonan magang ke pihak Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Konfirmasi ulang ke pihak institusi magang Penentuan pembimbing lapangan oleh pihak institusi magang Tahap Pelaksanaan Melaksanakan kegiatan magang mulai tanggal 11 Februari - 21 Maret 2014 Mengikuti alur kerja institusi magang Melakukan pengumpulan data yang diperlukan untuk laporan meliputi: Gambaran umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 Laporan tahunan program pengendalian tuberkulosis tahun 2013 Gambaran proses pelaksanaan program pengendalian tuberkulosis tahun 2013 Gambaran output program pengendalian tuberkulosis tahun 2013 Melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing akademik dan pembimbing lapangan Tahap Evaluasi dan Presentasi Laporan Melakukan penyusunan laporan magang dibimbing oleh pembimbing akademik dan pembimbing lapangan Presentasi laporan magang yang dihadiri oleh tim penguji yang terdiri atas pembimbing akademik, pembimbing lapangan, dan seorang penguji lain yang ditunjuk oleh panitia magang. 45

62 Berdasarkan bagan 3.1 diketahui bahwa kegiatan magang dilaksanakan dalam 3 tahapan yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap evaluasi dan prensentasi laporan. Melalui kegiatan magang ini, diharapkan dapat diperoleh gambaran pelaksanan program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Tangerang Selatan Seksi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis Jadwal Kegiatan Magang Berikut ini adalah jadwal kegaiatan magang yang telah dilaksanakan oleh penulis selama magang di Seksi Program Pengendalian Penyakit Bidang Program Pengendalian Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014 No. Hari dan Tanggal Kegiatan Tempat 1. Selasa 11 Februari 2014 Memperkenalkan diri ke Kepala seksi P2P Dinkes Dinkes Tangsel Tangsel 2. Rabu 12 Februari 2014 Memperkenalkan diri ke staf P2P dan Surimun Dinkes Dinkes Tangsel Tangsel 3. Kamis 13 Februari 2014 Mengumpulkan data terkait tuberkulosis Dinkes Tangsel 4. Jumat 14 Februari 2014 Melakukan diskusi terkait TB Paru dan mengumpulkan data Dinkes Tangsel 5. Senin 17 Februari 2014 Melakukan diskusi terkait indikator TB Paru dan Dinkes Tangsel menyusun laporan 6. Selasa Melakukan diskusi terkait Dinkes 46

63 18 Februari 2014 indikator TB Paru Tangsel 7. Rabu 19 Februari 2014 Melakukan diskusi terkait pemeriksaan laboratorium TB Dinkes Tangsel 8. Kamis 20 Februari 2014 Melakukan kunjungan dalam rangka monitoring dan LSM Aisyiyah evaluasi kader Community TB care. 9. Jumat 21 Februari 2014 Melakukan diskusi terkait analisis penemuan kasus TB Dinkes Tangsel di Banten dan Tangsel 10. Senin 24 Februari 2014 Melakukan diskusi terkait faktor-faktor yang Dinkes Tangsel mempengaruhi penemuan kasus TB BTA positif 11. Selasa 25 Februari 2014 Melakukan izin pengambilan data surveilans ke kepala Dinkes Tangsel seksi Surveilans dan Imunisasi Dinkes Tangsel 12. Rabu 26 Februari 2014 Melakukan kunjungan pelatihan kader PMO LSM Aisyiyah Community TB Care 13. Kamis 27 Februari 2014 Melakukan kunjungan pelatihan kader PMO LSM Aisyiyah Community TB Care 14. Jumat 28 Februari 2014 Menyusun laporan, mengumpulkan data, dan Dinkes Tangsel menganalisis indikator pencapaian program 15. Senin 3 Maret 2014 Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan PKM. Pamulang 47

64 16. Selasa 4 Maret Rabu 5 Maret Kamis 6 Maret Jumat 7 Maret Senin 10 Maret 2014 koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 PKM. Pondok Betung dan PKM. Jurangmang u PKM. Pondok Aren dan Pondok Pucung PKM. Pondok Kacang Timur dan PKM. Parigi PKM. Rawa Buntu, Klinik Rahma Medika, dan Klinik PT. Pratama PKM. Benda Baru dan RSUD Tangsel 48

65 21. Selasa 11 Maret 2014 Mengikuti kegiatan bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 PKM. Pondok Ranji dan PKM. Rengas 22. Rabu 12 Maret 2014 Mengikuti kegiatan dan menjadi fasilitator bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 PKM. Pondok Jagung dan PKM. Paku Alam 23. Kamis 13 Maret 2014 Mengikuti kegiatan dan menjadi fasilitator bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 PKM. Ciputat Timur dan PKM. Pisangan 24. Jumat 14 Maret 2014 Mengikuti kegiatan dan menjadi fasilitator bimbingan SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 PKM. Ciputat dan PKM. Kampung Sawah 25. Senin 17 Maret 2014 Mengikuti kegiatan dan menjadi fasilitator bimbingan SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 PKM. Situ Gintung dan PKM. Jombang 26. Selasa 18 Maret 2014 Mengikuti kegiatan dan menjadi fasilitator bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB PKM. Serpong I dan PKM. Serpong II Rabu Mengikuti kegiatan PKM. 49

66 19 Maret 2014 bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB Kamis Mengikuti kegiatan 20 Maret 2014 bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB Jumat Mengikuti kegiatan supervisi 21 Maret 2014 dari Dinkes Provinsi Banten dan Kemenkes RI Kranggan dan PKM. Setu PKM. Bhakti Jaya dan PKM. Pondok Benda PKM. Ciputat Dari tabel 3.1 diketahui bahwa kegiatan magang paling sering dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014 adalah kegiatan bimbingan software SITT dan koreksi laporan data TB 01 dan TB 06 di 29 fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan sesuai dengan lampiran

67 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Berdasarkan PP No. 8 tahun 2003 pasal 9, Dinas Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota merupakan unsur pelaksana kesehatan Kabupaten/Kota yang dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota melalui sekretaris daerah (Murti,dkk., 2006). Dalam pelaksanaannya, Dinas Kesehatan ini memiliki kewenangan desentralisasi di bidang kesehatan dengan fungsi perumusan kebijakan teknis kesehatan, pemberian perizinan dan pelaksanaan kesehatan, serta pembinaan terhadap UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah) kesehatan (Depkes RI, 2004). Secara umum, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah suatu unsur pelaksana keseahatan yang berada di bawah pemerintahan Kota Tangerang Selatan. Sebenarnya Kota Tangerang Selatan sendiri merupakan daerah otonom yang terbentuk pada akhir tahun 2008 berdasarkan Undang-undang Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Propinsi Banten tertanggal 26 November Pembentukan daerah otonom baru ini dilakukan dengan tujuan meningkatkan pelayanan dalam bidang kesehatan (Dinkes Tangsel, 2012) Visi Menurut Aditya (2010), visi adalah suatu pandangan jauh tentang organisasi perusahaan, tujuan tujuan organisasi atau perusahaan dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut pada masa yang akan datang. Beberapa persyaratan yang hendaknya dipenuhi oleh suatu pernyataan visi: 51

68 1. Berorientasi ke depan. 2. Tidak dibuat berdasarkan kondisi saat ini. 3. Mengekspresikan kreatifitas. 4. Berdasar pada prinsip nilai yang mengandung penghargaan bagi masyarakat. Visi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah Rakyat Tangerang Selatan Mandiri dalam Hidup Sehat Misi Misi adalah perrnyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh lembaga atau organisasi dalam usahanya mewujudkan visi (Aditya, 2010). Dalam upaya mencapai Visi Pembangunan Kesehatan di Kota Tangerang Selatan, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan menetapkan beberapa misi Selatan yaitu : 1) Meningkatkan kemampuan pengetahuan masyarakat dan tenaga kesehatan. 2) Meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan. 3) Meningkatkan kemampuan perlindungan, deteksi dini, dan penanggulangan penyakit menular dan tidak menular. 4) Meningkatkan jejaring kemitraan di bidang kesehatan Keadaan Umum Kota Tangerang Selatan Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten yaitu pada titik koordinat Bujur Timur dan Lintang Selatan. Secara administratif, Kota Tangerang Selatan terdiri dari 7 (tujuh) kecamatan, 49 (empat puluh sembilan) kelurahan dan 5 (lima) desa dengan luas wilayah 147,19 km 2 atau Ha. 52

69 berikut : Batas wilayah Kota Tangerang Selatan adalah sebagai Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Tangerang. Sebelah timur berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta & Kota Depok. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bogor & Kota Depok. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tangerang Wilayah Kerja Pada awal pembentukan tahun 2009, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan memiliki cakupan wilayah kerja yang tersebar di 11 fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan. Kemudian pada beberapa tahun berikutnya, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan terus mengalami pemekaran hingga sekarang memiliki cakupan wilayah kerja menjadi 29 fasilitas pelayanan kesehatan yang terdiri dari 25 puskesmas, 1 Rumah Sakit Umum Daerah dan 3 klinik swasta (workplaces). Berikut ini adalah gambaran wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan berdasarkan persebaran puskesmas tahun

70 Bagan 4.1 Peta Kota Tangerang Selatan tahun 2013 Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2013 Berdasarkan bagan 4.1 dapat diketahui bahwa Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan memiliki 25 Puskesmas terdiri dari 18 Puskesmas Perawatan dan 7 Puskesmas Non Perawatan dan 1 Rumah Sakit Umum Kota Tangerang Selatan. Puskesmas tersebut tersebar di beberapa kecamatan, yaitu: a) Kecamatan Ciputat Timur terdapat 4 puskesmas. b) Kecamatan Pamulang terdapat 3 puskesmas. c) Kecamatan Ciputat 4 terdapat puskesmas. d) Kecamatan Pondok Aren terdapat 6 puskesmas. e) Kecamatan Serpong Utara terdapat 2 puskesmas. f) Kecamatan Setu terdapat 3 puskesmas. g) Kecamatan Serpong terdapat 3 puskesmas. 54

71 Kependudukan Berdasarkan data laporan tahunan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013, diketahui bahwa jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut. Tabel 4.1 Jumlah Penduduk di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 No Nama Puskesmas Jumlah Penduduk Setu Kranggan Bhakti Jaya Serpong I Serpong II Rawa Buntu Pamulang Pondok Benda Benda Baru Ciputat Kampung Sawah Jombang Situ Gintung Ciputat Timur Pisangan Pondok Ranji

72 17 Rengas Pondok Aren Jurang Mangu Parigi Pondok Betung Pondok Pucung PondokKacang Timur Pondok Jagung Paku Alam Kota Tangerang Selatan Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk di Kota Tangerang Selatan adalah Adapun jumlah penduduk tertinggi berada di wilayah kerja Puskesmas Pamulang. Sedangkan jumlah penduduk terendah berada di wilayah kerja Puskesmas Bhakti Jaya Sumber Daya Kesehatan Keberhasilan suatu institusi atau organisasi ditentukan oleh dua faktor yaitu sumber daya manusia dan sarana prasarana. Dari kedua faktor tersebut, faktor sumber daya manusia lebih penting daripada sarana prasana pendukung karena secanggih apapun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi atau institusi, tanpa ada sumber daya manusia yang memadai baik kuantitas maupun kualitas, niscaya organisasi tersebut tidak dapat berhasil mewujudkan visi dan misi organisasi (Notoatmodjo, 2007). Berikut 56

73 ini adalah tenaga kesehatan, sarana dan prasarana yang terdapat di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Tenaga Kesehatan Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan merupakan subyek sekaligus obyek pembangunan kesehatan. Kinerja puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sumber daya tenaga kesehatan (Dinkes Tangsel, 2012). Berdasarkan laporan tahunan 2013, diketahui bahwa tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan berjumlah 710 orang yang tersebar di setiap Puskesmas. Tenaga kesehatan tersebut terdiri dari: 1) Bidan sebanyak 247 orang. 2) Dokter umum sebanyak 66 orang. 3) Dokter gigi sebanyak 43 orang. 4) Perawat sebanyak 108 orang. 5) Perawat gigi sebanyak 15 orang. 6) Petugas gizi sebanyak 8 orang. 7) Kesehatan masyarakat sebanyak 6 orang. 8) Kesehatan lingkungan sebanyak 5 orang. 9) Asisten apoteker sebanyak 8 orang. 10) Apoteker sebanyak 3 orang. 11) Analis sebanyak 20 orang. 12) Pshycoterapis sebanyak 4 orang. 13) Non kesehatan sebanyak 177 orang. Dari penjabaran tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah tenaga kesehatan yang paling banyak adalah tenaga bidan 57

74 sedangkan jumlah tenaga kesehatan yang paling sedikit adalah tenaga apoteker. 2. Sarana dan Prasarana Kesehatan Berikut ini adalah sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.2 Sarana dan Prasarana Kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah Rumah Sakit 22 Puskesmas 25 Puskesmas dengan tempat perawatan 7 Puskesmas pembantu 13 Tempat tidur puskesmas perawatan 99 Balai pengobatan swasta 287 Praktek dokter umum swasta 287 Praktek dokter gigi swasta 125 Praktek dokter spesialis 107 Praktek bidan swasta 63 Laboratorium Klinik Swasta 30 Optik 42 Apotik 75 Toko Obat berizin 47 Industri kecil obat tradisional 3 Rumah bersalin swasta 33 Pengobatan tradisional 31 Puskesmas keliling 25 58

75 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Dari tabel 4.2 diketahui bahwa jenis sarana dan prasarana yang terbanyak di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah balai pengobatan swasta dan praktek dokter swasta. Sedangkan jenis sarana dan prasarana yang paling sedikit adalah industri kecil obat tradisional. Berdasarkan hasil wawancara dengan Wasor TB, diketahui bahwa seluruh puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan memiliki kelengkapan dalam segi pemeriksaan mikroskopis laboratorium. Oleh karena itu, seluruh puskesmas dikatogerikan sebagai Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM). Menurut Kemenkes RI (2011), PPM adalah puskesmas yang memiliki laboratorium mikroskopis TB yang berguna untuk melakukan pelayanan mikroskopis TB Pembiayaan Kesehatan Menurut Muninjaya (2011), ada empat sumber utama untuk membiayai pelayanan kesehatan, yaitu: 1. Pemerintah yang berasal dari APBN, APBD provinsi, dan APBD kanupaten/kota. 2. Swasta, yang berasal dari investasi langsung oleh pihak swasta. 3. Masyarakat melalui pembayaran langsung atau yang terhimpun oleh perusahaan asuransi. 4. Hibah atau pinjaman luar negeri. Berdasarkan laporan tahun 2013, pembiayaan kesehatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan bersumber dari APBD Kota Tangerang Selatan dan APBN, serta dana hibah dari Global 59

76 Fund. Berikut adalah sumber pembiayaan kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tabel 4.3 Sumber Pembiayaan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 No. Sumber Pembiayaan Alokasi Anggaran Kesehatan Anggaran bersumber dari: 1. APBD Kab/Kota a. Belanja Langsung b. Belanja Tidak Langsung APBD Provinsi 3. APBN : Total Anggaran Kesehatan Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Gambaran Morbiditas dan Mortalitas Penyakit Tuberkulosis di Kota Tangerang Selatan Angka kematian dan kesakitan merupakan indeks kesehatan yang penting untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat (Budiarto, 2002). Menurut (Timmreck, 2004) morbiditas (kesakitan) adalah derajat sakit, cedera, atau gangguan pada suatu populasi. Sedangkan mortalitas adalah istilah yang berarti kematian, atau menjelaskan kematian dan isu-isu yang terkait. Berdasarkan Depkes RI (2006), untuk mengetahui prediksi jumlah kasus dalam tahun berjalan, dapat digunakan analisis trend tahunan, yaitu dengan mempelajari periode peak seasional kasus. Berikut ini adalah grafik jumlah kasus dan kematian akibat penyakit tuberkulosis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota tahun

77 Grafik 4.1 Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Penyakit Tuberkulosis di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Jumlah Kasus dan Kematian Akibat Penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Jumlah Kasus 500 Jumlah Kematian Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Dari grafik 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah kasus penyakit TB mengalami kenaikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun Namun pada tahun 2013, jumlah kasus penyakit TB mengalami penurunan walaupun tidak terlalu drastis. Hal ini juga sama pada jumlah kematian akibat penyakit TB di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Jumlah kematian ini mengalami kenaikan dari tahun 2011 sampai dengan tahun Namun mengalami penurunan di tahun Menurut Kemenkes RI (2011), ada beberapa penyebab utama meningkatnya beban masalah TB, antara lain sebagai berikut. 1. Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat. 2. Kegagalan program TB selama ini yang diakibatkan oleh tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan, tidak memadainya 61

78 organisasi pelayanan TB, tidak memadaianya tatalaksana kasus, dan lain-lain. 3. Perubahan demografi karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan struktur umur kependudukan. 4. Adanya dampak pandemi dari penyakit HIV. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2014), dari tahun 2009 jumlah penduduk di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengalami peningkatan dan mencapai klimaksnya pada tahun Oleh karena itu, faktor perubahan demografi penduduk dapat menjadi suatu indikasi meningkatnya jumlah kasus dan jumlah kematian akibat TB di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Hal tersebut didukung oleh data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2014) yang menunjukkan bahwa setiap tahunnya, Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengalami pemekaran wilayah kerja. Wilayah tersebut teridentifikasi dari cakupan wilayah kerja UPK (Unit Pelayanan Kesehatan) di Kota Tangerang Selatan. Awal berdiri (tahun 2009), wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan hanya mencakup 11 UPK. Tahun berikutnya meningkat menjadi 13 UPK dan pada tahun 2011 menjadi 27 UPK. Kemudian pada tahun 2012 menjadi 28 UPK dan pada tahun 2013 jumlah UPK di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sebanyak 33 UPK Distribusi Penyakit Berdasarkan Orang, Tempat, dan Waktu Frekuensi dan distribusi masalah kesehatan (khususnya penyakit) pada umumnya bervariasi menurut karakteristik orang (person), tempat (place), dan waktu (time) (Bustan, 2006). Berikut adalah distribusi penyakit tuberkulosis berdasarkan karakteristik orang, tempat dan waktu 62

79 a. Orang (Person) Person adalah karakteristik dari individu yang mempengaruhi keterpaparan yang mereka dapatkan dan suskeptibilitasnya terhadap penyakit. Karakteristik dari person bisa berupa faktor genetik, umur, jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaaan, dan status sosial-ekonomi (Bustan, 2006). Berdasarkan karakteristik orang, mayoritas penduduk yang mengalami penyakit tuberkulosis (TB) di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan pada tahun adalah laki laki yaitu sebesar 57%. Kemudian berdasarkan kategori umur, penyakit ini mayoritas menyerang orang dewasa yaitu sebesar 25% pada kisaran umur tahun. Berikut adalah adalah bagan distribusi penyakit TB berdasarkan kategori jenis kelamin dan umur di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Bagan 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut Jenis Kelamin dan Umur di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut Jenis Kelamin di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun % Laki - Laki Perempuan 57% 13% Distribusi Penyakit Tuberkulosis menurut Umur di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun % 10% 4% 5% 5% 25% 20% 0-5 tahun 5-14 tahun tahun tahun tahun tahun tahun > 66 tahun Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,

80 b. Tempat (Place) Perbedaan distribusi penyakit menurut tempat memberikan petunjuk pola perbedaan penyakit yang dapat menjadi pegangan dalam mencari faktor-faktor lain yang belum diketahui (Bustan, 2006). Berikut ini adalah distribusi kasus TB berdasarkan Unit Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.2 Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Unit Pelayanan Kesehatan di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Jumlah Kasus Unit Pelayanan Kesehatan Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, Serpong I Pondok Jagung Ciputat Kampung Sawah Jombang Pondok Aren Pamulang Ciputat Timur Jurang Manggu Setu LKC Kranggan Parigi PT. Indah Kiat PT. Pratama Pondok Benda Benda Baru Situ Gintung Pondok Ranji Pisangan Rengas Pakualam Pondok Pucung Pondok Betung Pondok Kacang Serpong II Rawa Buntu Bhakti Jaya RSUD Kota Tangsel RS Eka Hospital Premiere Bintaro RS Sari Asih Ciputat RS OMNI RS Medika Klinik Rahma Medika 64

81 Berdasarkan grafik 4.2 diketahui bahwa jumlah kasus TB terbanyak di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 terdapat di RSUD Kota Tangerang Selatan yaitu sebesar 361 kasus. Sedangkan di beberapa Rumah Sakit atau Klinik Swasta seperti RS Eka Hospital, RS Sari Asih Ciputat, RS OMNI, RS Medika dan Klinik Rahma Medika, tidak ditemukan kasus TB. Menurut hasil wawancara dengan wasor TB Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui bahwa ada kendala dari pencatatan dan pelaporan kasus TB di Rumah Sakit dan Klinik Swasta tersebut sehingga data kasus TB tidak terlaporkan ke Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. c. Waktu Waktu kejadian penyakit dapat dinyatakan dalam jam, hari, bulan, atau tahun. Informasi waktu bisa menjadi pedoman tentang kejadian yang timbul dalam masyarakat. Mempelajari panjangnya waktu berguna untuk mengkaitkan dengan terjadinya perubahan angka kesakitan (Bustan, 2006). Penemuan kasus merupakan langkah pertama dalam kegiatan tatalaksana pasien TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan indikator pengendalian TB, diketahui bahawa indikator Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate) merupakan angka berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan 65

82 pasien pada wilayah tertentu karena apabila dikumpulkan secara serial, angka ini akan menggambarkan kecenderungan penemuan kasus dari tahun ke tahun di wilayah tertentu (Kemenkes RI, 2011). Dari penjabaran tersebut, berikut ini adalah grafik mengenai Pola Penemuan Kasus (Case Notification Rate) Penyakit Tuberkulosis di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.3 Pola Penemuan Kasus (Case Notification Rate) Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Puskesmas di Kota Tangerang Selatan tahun (per penduduk) Serpong I Pondok Jagung Ciputat Kampung Sawah Jombang Pondok Aren Pamulang Ciputat Timur Jurang Manggu Setu Kranggan Parigi Pondok Benda Benda Baru Situ Gintung Pondok Ranji Pisangan Rengas Pakualam Pondok Pucung Pondok Betung Pondok Kacang Timur Serpong II Rawa Buntu Bhakti Jaya Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan grafik 4.3 diketahui bahwa pada tahun 2013 terjadi peningkatan penemuan kasus TB pada setiap Puskesmas di Kota Tangerang Selatan jika dibandingkan dengan tahun tahun sebelumnya. Menurut Kemenkes RI (2011), penemuan 66

83 kasus TB merupakan strategi yang efektif dan efisien untuk mencegah penularan penyakit TB di masyarakat Distribusi Penyakit Tuberkulosis Berdasarkan Klasifikasi Riwayat Pengobatan Berdasarkan Kemenkes RI (2011), klasifikasi penyakit TB berdasrkan riwayat pengobatan,yaitu: 1) Kasus baru, yaitu pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). 2) Kasus kambuh (Relaps), yaitu pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur). 3) Kasus setelah putus berobat (Default), yaitu pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif. 4) Kasus setelah gagal (Failure), yaitu pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan. 5) Kasus Pindahan (Transfer In), yaitu pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya. 6) Kasus lain, yaitu semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. Berikut ini adalah grafik distribusi klasifikasi penyakit tuberkulosis tahun 2013 yang diperoleh dari data 67

84 laporan Program Pengendalian Penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Grafik 4.4 Distribusi Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Jumlah Kasus Kasus Baru Kambuh TB Ekstra Paru Default Pindah Gagal Lain-lain Klasifikasi Kasus Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan grafik 4.4 diketahui bahwa klasifikasi kasus TB tertinggi di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah kasus baru yaitu sebesar 847 kasus. Sedangkan klasifikasi kasus yang terendah adalah kasus gagal. Jika dilihat dari jumlah kasus baru dan dibandingkan dengan klasifikasi kasus yang lainnya, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penemuan kasus baru 68

85 penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah berjalan di Kota Tangerang Selatan. Namun berdasarkan hasil wawancara oleh wasor TB Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui bahwa salah satu kendala dalam kegiatan penemuan kasus di lapangan (fasilitas pelayanan kesehatan) adalah dalam menindaklanjuti kasus pindahan (transfer in). Menurut beliau, kendala tersebut dapat menyebabkan hasil pengobatan, kesembuhan, dan angka konversi menjadi bermasalah. Maka perlu dilakukannya pencatatan yang lebih terperinci mengenai klasifikasi penyakit TB terutama pada kasus pindahan yang terdapat di setiap fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Struktur Organisasi Untuk dapat bekerja secara efektif dalam organisasi, seseorang harus memiliki pemahaman tentang struktur organisasi, Struktur organisasi adalah pola formal kegiatan dan hubungan di antara berbagai subunit dalam organisasi. Dengan memandang bagan organisasi, seseorang hanya melihat suatu susunan posisi, tugas-tugas pekerjaan dan garis wewenang dari bagian-bagian dari oganisasi (Gibson, 1996). Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah salah satu organisasi pelaksana program pengendalian penyakit tuberkulosis di wilayah kota Tangerang Selatan. Berdasarkan struktur organisasi yang terdapat di lampiran 1.1, diketahui bahwa Kepala Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan membawahi beberapa bidang. Salah satu bidang yang berhubungan dengan 69

86 program pengendalian penyakit tuberkulosis adalah Kepala bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Bidang tersebut membawahi 3 (tiga) Kepala seksi yaitu seksi Pengendalian Penyakit, seksi, Surveilans dan Imunisasi, dan seksi Kesehatan Lingkungan. Seksi Program Pengendalian Penyakit melaksanakan 8 (delapan) prioritas program pengendalian penyakit, yaitu filariasis, DBD, HIV/AIDS, kusta, ISPA, diare, tuberkulosis, dan penyakit tidak menular. Berikut ini adalah bagan struktur organisasi dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Berdasarkan hasil wawancara oleh wasor TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, diketahui bahwa pemegang program pengendalian penyakit TB berjumlah 1 (satu) orang yang juga merangkap sebagai wasor TB di Kota Tangerang Selatan. Pada pelaksanaannya, beliau membawahi 29 UPK. Padahal menurut Kemenkes RI (2012), setiap pemegang program TTB membawahi UPK. Kemudian menurut Kemenkes RI (2011), setiap organisasi pelaksana tingkat kabupaten/kota memiliki tim DOTS. Berdasarkan hasil wawancara oleh wasor TB, diketahui bahwa tim DOTS TB berada di setiap fasilitas pelayanan kesehatan Kota Tangerang Selatan. Tim DOTS tersebut terdiri dari 29 orang dokter, 28 orang pengelola TB, dan 29 orang petugas laboratorium. Dari 29 dokter, diketahui ada 1 dokter yang merangkap sebagai pengelola program, yaitu di Puskesmas Pondok Betung. Selain itu, berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa ada beberapa pengelola program TB yang juga mengelola program lain. 70

87 Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diindikasikan bahwa masih kurangnya tenaga kesehatan di Kota Tangerang Selatan terutama dalam program pengendalian TB Tujuan Program Suatu program dikatakan baik apabila memiliki tujuan yang jelas dan operasional. Tujuan program adalah hasil akhir sebuah kegiatan. Tujuan program ini dipakai untuk mengukur keberhasilan kegiatan program (Muninjaya, 2004). Menurut Kemenkes RI (2011), tujuan yang akan dicapai ditetapkan berdasar kurun waktu dan kemampuan tertentu. Tujuan ini dibedakan menjadi : 1. Tujuan Umum, biasanya cukup satu dan tidak terlalu spesifik. 2. Tujuan khusus, penjabaran dari tujuan umum yang dipecah menjadi beberapa tujuan khusus yang lebih spesifik dan terukur. Secara umum, tujuan program pengendalian tuberkulosis adalah sebagai berikut. A. Tujuan Umum Tujuan umum adalah suatu tujuan yang masih bersifat umum dan masih dapat dijabarkan ke dalam tujuantujuan khusus dan pada umum masih bersifat abstrak (Notoatmodjo, 2007). Terkait kendala telaah dokumen mengenai tujuan program, maka dilakukan wawancara ke dua orang informan yang berhubungan dengan program pengendalian penyakit, yaitu Kepala Seksi Program Pengendalian dan wasor program TB. Berdasarkan hasil wawacara oleh Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, dapat diketahui bahwa tujuan umum dari program pengendalian TB adalah 71

88 menurunkan angka prevalensi kasus TB di masyarakat. Hal ini dapat terlihat dari hasil transkrip wawancara oleh Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit. Tujuan umumnya menurunkan angka prevalensi TB yang ada di masyarakat. (M.R. Kepala Seksi P2P) Sebenarnya menurut Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, tujuan umum ini ada di setiap laporan tahunan namun tujuan tersebut merupakan gabungan dengan program yang lainnya. Pada saat hal ini diklarifikasikan ke wasor program TB, pihak wasor program TB membenarkan mengenai penggabungan tersebut. iya, tujuan umum program pengendalian TB gabung dengan tujuan bidang P2PL namun secara garis besar, tujuan program pengendalian TB mengikuti tujuan nasional yaitu memutuskan mata rantai penularan dan menyembuhkan pasien tuberkulosis. (H.M. Wasor TB) B. Tujuan Khusus Tujuan khusus adalah tujuan-tujuan yang dijabarkan dari tujuan umum. Tujuan khusus merupakan jembatan untuk tujuan umum, artinya tujuan umum yang ditetapkan akan tercapai apabila tujuan-tujuan khususnya tercapai (Notoatmodjo, 2007). Sama halnya dengan tujuan umum, data terkait tujuan khusus ini juga tidak dapat diperoleh. Namun berdasarkan hasil wawancara oleh Kepala Seksi Program 72

89 Pengendalian Penyakit, diketahui bahwa tujuan khusus dari program pengendalian penyakit TB antara lain. 1. Meningkatkan penemuan kasus baru. 2. Meningkatkan angka kesembuhan. 3. Menurunkan angka kekebalan kuman terhadap antibiotik sehingga mencegah terjadinya MDR TB. 4. Menekan angka kekambuhan. Berikut ini adalah hasil transkrip wawancara oleh Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit. Pertama, menigkatkan penemuan kasu baru. Yang kedua meningkatkan angka kesembuhan. Menurunkan angka kekebalan kuman terhadap antibiotik supaya tidak terjadi MDR, tau?! Kemudian menekan angka kekambuhan. Sudah. (M.R. Kepala Seksi P2P) Menurut Kemenkes RI (2011) dan Muninjaya (2004), ada beberapa kirteria yang diperlukan dalam menetapkan tujuan antara lain : a) Terkait dengan masalah (Specific), yaitu jelas sasarannya dan mudah dipahami oleh staf pelaksana. b) Terukur (Measurable), yaitu dapat diukur kemajuannya. c) Dapat dicapai (Achievable), yaitu sesuai dengan strategi nasional, tujuan program, dan visi/misi institusi dan sebagainya. d) Relevan (Realistic), yaitu dapat dilaksanakan sesuai dengan fasilitas dan kapasitas organisasi yang tersedia. e) Memiliki Target waktu (Timebound), yaitu sumber daya dapat dialokasikan dan kegiatan dapat direncanakan untuk mencapai tujuan program sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan. 73

90 Tabel 4.5 Identifikasi Tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 berdasarkan Kriteria SMART (Kemenkes RI, 2011) Tujuan Umum Tujuan Khusus Kriteria SMART Kesesuaian berdasarkan Kemenkes RI (2011) Menurunkan angka Meningkatkan penemuan kasus TB Terkait dengan masalah (Spesific) Sesuai prevalensi kasus TB di baru. Terukur (measurable) Sesuai masyarakat Dapat dicapai (appropriate) Sesuai Relevan atau rasional (realistic) Sesuai Memiliki target waktu (timebound) Belum Sesuai Meningkatkan angka kesembuhan. Terkait dengan masalah (Spesific) Sesuai Terukur (measurable) Sesuai Dapat dicapai (appropriate) Sesuai Relevan atau rasional (realistic) Sesuai Memiliki target waktu (timebound) Belum Sesuai Menurunkan angka kekebalan kuman Terkait dengan masalah (Spesific) Sesuai 74

91 terhadap antibiotik sehingga mencegah Terukur (measurable) Belum sesuai terjadinya MDR TB. Dapat dicapai (appropriate) Sesuai Relevan atau rasional (realistic) Belum Sesuai Memiliki target waktu (timebound) Belum Sesuai Menekan angka kekambuhan. Terkait dengan masalah (Spesific) Sesuai Terukur (measurable) Belum Sesuai Dapat dicapai (appropriate) Sesuai Relevan atau rasional (realistic) Belum Sesuai Memiliki target waktu (timebound) Belum Sesuai 75

92 Berdasarkan tabel 4.5 mengenai tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 dengan kriteria SMART, diketahui bahwa terdapat beberapa tujuan yang belum sesuai, yaitu: 1. Pada tujuan kusus meningkatkan penemuan kasus TB baru dan Meningkatkan angka kesembuhan Pada dua tujuan khusus ini, ketidaksesuaian tersebut terletak pada batasan waktu tujuan tersebut akan terlaksana. Hal ini diketahui dari hasil wawancara oleh wasor TB yang tidak mengetahui mengenai batasan waktu tersebut. 2. Pada tujuan kusus menurunkan angka kekebalan kuman terhadap antibiotik (MDR) Berdasarkan Pedoman Pengendalian TB (Kemenkes RI, 2011), masalah pengendalian TB MDR sudah menjadi strategi nasional di Indonesia tahun Dari hasil diskusi oleh Bapak Solah Imari, diketahui bahwa pengukuran penurunan angka kekebalan kuman dilakukan secara langsung oleh program pengendalian TB di tingkat nasional. Jadi, pihak Dinas Kesehatan melakukan pengukuran secara tidak langsung yaitu dengan menjamin pengobatan pasien secara tuntas sampai sembuh. Oleh karena itu, berdasarkan hasil observasi dan telaah dokumen kegiatan program pengendalian TB, tidak ditemukan kegiatan yang menjurus ke dalam kegiatan untuk menurunkan angka MDR serta tidak ditemukan batasan waktu pelaksanaannya. 3. Pada tujuan khusus menekan angka kekambuhan Sama halnya dengan penjabaran sebelumnya, angka kekambuhan tidak dapat diukur karena tidak ada indikator terkait hal tersebut. Selain itu, dalam segi relevansi, tujuan khusus ini belum sesuai dalam pelaksanaannya karena berdasarkan hasil observasi, kapasitas tenaga kesehatan di 76

93 wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan masih terbilang sedikit. Dalam segi batasan waktu, tujuan khusus ini belum menjabarkan batasan waktu pelaksanaan tujuan tersebut. Oleh karena itu, perlu ditinjau kembali beberapa tujuan khusus agar dalam setiap pelaksanaan dapat terukur, ada batasan waktu, dan sesuai dengan kapasitas tenaga kesehatan di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Sasaran Program Sasaran adalah kelompok masyarakat tertentu yang akan digarap oleh program yang direncanakan tersebut (Notoatmodjo, 2004). Menurut Kemenkes RI (2011), penetapan sasaran dan target program pengendalian TB terbagi menjadi: a) Sasaran wilayah, ditetapkan dengan memperhatikan besaran masalah, daya ungkit, dan kesiapan daerah. b) Sasaran penduduk, yaitu seluruh penduduk di wilayah tersebut. c) Penetapan target, yaitu dengan memperkirakan jumlah pasien TB baru yang ada di suatu wilayah yang ditetapkan secara nasional. Menurut Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, sasaran program pengendalian penyakit tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, yaitu: 1. Sasaran wilayah adalah Kota Tangerang Selatan. 2. Sasaran penduduk adalah seluruh masyarakat. 3. Penetapan target adalah 70% penemuan kasus baru (CDR) dan 85% kesembuhan (SR). 77

94 Strategi Program Menurut Mintzberg, strategi adalah pola (strategy is patern) yang selanjutnya disebut sebagai intended strategy karena belum terlaksana dan berorientasi ke masa depan. Selain itu, strategi program bisa disebut juga sebagai realized strategy karena telah dilakukan oleh organisasi (Suryana, 2010). Menurut Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit, strategi Program Pengendalian Penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan mengikuti strategi pelayanan DOTS yang diarahkan oleh WHO dan Kementerian Kesehatan RI. Hal tersebut sesuai dengan salah satu isi dari Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009, yaitu penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi DOTS (Depkes RI, 2009) Pelaksanaan Kegiatan Program Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah salah satu organisasi pelaksana yang dikelompokkan dalam tingkat kabupaten/kota. Oleh karena itu, kegiatan yang dilakukan oleh Program Pengendalian Penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan disesuaikan dengan aspek manajemen program TB yang terdapat dalam Pedoman Pengendalian Nasional Penyakit TB (Kemenkes RI, 2011), yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pencatatan dan pelaporan, pengembangan sumber daya manusia, pemantapan mutu laboratorium, pengelolaan logistik, monitoring dan evaluasi, serta kegiatan penunjang seperti promosi, kemitraan, dan penelitian. Setelah menyusun rencana, langkah selanjutnya adalah meelaksanakan rencana yang sudah disusun (Azwar, 2010). 78

95 Berdasarkan hasil wawacara oleh wasor TB, didapatkan bahwa pelaksanaan program pengendalian penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut. 1. Perencanaan program Tuberkulosis Perencanaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang sistematis untuk menyusun recana berdasarkan kajian rinci tentang keadaan masa kini dan perkiraan keadaan yang akan muncul di masa mendatang berdasarkan pada fakta dan bukti (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh wasor TB, Setiap tahun di triwulan 4, perencanaan program TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dibuat dengan melihat jumlah kasus penyakit TB pada tahun sebelumnya. Perencanaan tersebut berupa Dokumen Penggunaan Anggaran (DPA) yang berisi jadwal kegiatan dalam satu tahun tersebut, biaya operasional di setiap kegiatan, dan lain lain. Berikut ini adalah hasil traskrip wawancara yang dilakukan dengan Wasor TB. Perencanaan program TB setiap tahun berubah sesuai jumlah kasus TB. Perencanaan program itu berupa Dokumen Penggunaan Anggaran yang mbak liat dulu. (H.M. Wasor TB) Menurut Kemenkes RI (2011), penyusunan perencanaan dan penganggaran meliputi tahapan sebagai berikut. 1. Pengumpulan data 79

96 2. Analisis situasi 3. Menetapkan masalah prioritas dan pemecahannya 4. Menetapkan tujuan, sasaran, dan indikator 5. Menyusun rencana kegiatan penganggaran 6. Menyusun rencana pemantauandan evaluasi Menurut Wasor TB, pelaksanaan kegiatan penyusunan perencanaan dan penganggaran di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan disesuaikan dengan tahapan dari Kemenkes RI tahun 2011 tersebut. 2. Surveilans Program Tuberkulosis Surveilans adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari pengumpulan data penyakit secara sistematik, lalu dilakukan analisis dan interpretasi data, kemudian hasil analisis didesiminasi untuk kepentingan tindakan kesehatan masyarakat dalam upaya menurunkan angka kesakitan dan kematian serta untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Ada 3 macam metode surveilans TB, yaitu: Surveilans berdasarkan data rutin, survei periodik / survei khusus, dan survei sentinel (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil wawancara dengan Wasor TB, diketahui bahwa metode surveilans yang digunakan adalah surveilans rutin yang terbagi menjadi laporan per bulan dan laporan per 3 bulan. Jenis data TB yang dikumpulkan oleh Wasor TB sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI yaitu terdiri dari register TB Kabupaten (TB.03), laporan triwulan Penemuan dan Pengobatan Pasien TB (TB.07), laporan triwulan Hasil Pengobatan (TB.08), laporan triwulan Hasil Konversi Dahak Akhir Tahap Intensif (TB.11), formulir 80

97 Pemeriksaan Sediaan untuk Uji silang dan Analisis Hasil Uji silang Kabupaten (TB.12), laporan OAT (TB.13), data Situasi Ketenagaan Program TB, dan Data Situasi Public-Private Mix (PPM) dalam Pelayanan TB. Dalam proses pengumpulan data, diketahui bahwa proses pengumpulan data bukan berasal dari bagian Sumber Daya Kesehatan namun meminta data tersebut langsung ke setiap fasilitas pelayanan kesehatan. Padahal berdasarkan tingkatnya di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, proses pengumpulan dimulai dari bidang Sumber Daya Kesehatan lalu dikategorikan berdasarkan jenis program oleh pihak surveilans. Setelah itu, data tersebut baru diberikan ke setiap program untuk dianalisis. Menurut Wasor TB, terdapat kesulitan dalam menganalisis data yang berasal dari pihak surveilans karena karena pengumpulan data yang dilakukan tidak spesifik dengan klasifikasi penyakit tuberkulosis. Oleh karena itu, pengumpulan data dilakukan langsung oleh Wasor TB ke setiap fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Dalam proses pengumpulan data, menurut Wasor TB, terdapat beberapa kendala dalam kelengkapan dan ketepatan laporan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama di Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta, yaitu tidak ditemukannya kasus TB di beberapa Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta. Menurut Wasor TB, seluruh Rumah Sakit Swasta di wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tidak melaporkan kasus TB karena tidak ada tenaga 81

98 kesehatan yang mencatat setiap kasustb yang ada di instansi tersebut. 3. Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis Monitoring dan evaluasi merupakan bagian yang penting dari proses manajemen karena dengan evaluasi akan diperoleh umpan balik terhadap program atau pelaksanaan kegiatan (Notoatmodjo, 2007). Berdasarkan hasil wawancara dengan Wasor TB, diketahui bahwa monitoring dan evaluasi diselenggarakan sebanyak 4 kali dalam setahun. Kegiatan monev ini didanai oleh Global Fund dan APBD. Untuk monev yang didanai oleh Global Fund, biasanya dilaksanakan pada triwulan 1 dan triwulan 3. Sedangkan untuk monev yang didanai oleh APBD, biasanya dilaksanakan pada triwulan 2 dan triwulan 4. Berikut ini adalah hasil traskrip wawancara dengan Wasor TB. Monev setiap tahunnya dilakukan 4 kali. Triwulan 1 dan 3 didanai oleh Global Fund, triwulan 2 dan 4 didanai oleh APBD. (H.M. Wasor TB) Tujuan dari monitoring dan evaluasi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah untuk mengetahui apakah kegiatan program telah dilaksanakan sesuai dengan rencana kerja, serta mengetahui hambatan dan masalah dalam pelaksanaannya. Dalam pelaksanaannya, kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Program Pengendalian Penyakit 82

99 Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan meliputi: a. Penjabaran mengenai program pengendalian TB dan pencapaian indikator secara umum di Kota Tangerang Selatan dan per fasilitas pelayanan kesehatan. b. Penjabaran mengenai hasil supervisi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan ke seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. c. Melakukan umpan balik terkait surveilans program TB, kinerja pengelola Program TB, dan hasil dari uji silang sediaan laboratorium di setiap fasilitas pelayanan kesehatan d. Melakukan tindak lanjut terkait masalah yang ada di setiap fasilitas pelayanan kesehatan. Menurut Kemenkes RI (2011), seluruh kegiatan harus dimonitor baik dari aspek masukan (input), proses, maupun keluaran (output). Selain itu, program dievaluasi dengan menilai sejauh mana tujuan dan target tercapai melalui indikator TB. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI. 4. Penyimpanan dan Pendistribusian Logistik Program Tuberkulosis Menurut Kemenkes RI (2011), penyimpanan dan pendistribusian logistik adalah salah satu bagian dari pengelolaan logistik. Berdasarkan wawancara dengan Wasor TB, diketahui bahwa penyimpanan logistik dilakukan di dua 83

100 tempat yaitu di Instalasi farmasi dan Gudang yang berada di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Menurut Kemenkes RI (2011), penyimpanan harus memenuhi standar yang ditetapkan, yaitu: 1) Tersedia ruangan yang cukup untuk penyimpanan, tesedia cukup ventilasi, sirkulasi udara, pengaturan suhu, penerangan, aan dari pencurian, kebakaran atau bencana lainnya. 2) Keadaan tempat penyimpanan bersih, rak tidak berdebu, lantai disapu dan tembok dalam keadaaan bersih. 3) Setiap penerimaan dan pengeluaran barang harus tercatat. 4) Penyimpanan obat harus disusun berdasarkan FEFO (First Expired First Out), artinya obat yang kadaluarsanya lebih awal diletakkan di depan agar dapat didistribusikan lebih awal. Menurut Wasor TB dan Kepala Seksi Pengendalian Penyakit, salah satu kendala dalam Program Pengendalian TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, yaitu dalam penyimpanan logistik TB. Menurut Wasor TB, banyak logistik yang disimpan di gudang Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Padahal gudang tersebut tidak sesuai dengan standar penyimpanan logistik dari Kemenkes RI. Untuk pelaksanaan kegiatan pendistribusian logistik, proses pendistribusian logistik yang dilakukan oleh Program Pengendalian Penyakit TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan sudah sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI (2011), yaitu: 1) Distribusi logistik khususnya obat mengacu pada prinsip FEFO. 84

101 2) Sistem distribusi dapat dilakukan secara tarik dan dorong (push and pull distribution) yaitu pusat ke gudang kab/kota/propinsi melakukan pengiriman sesuai dengan perencanaan tahunan (push) dan khusus buffer stock dilakukan dengan permintaan (pull). 5. Pelatihan Program Tuberkulosis Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan petugas dalam rangka meningkatkan mutu dan kinerja petugas (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil wawancara oleh Wasor TB, diketahui bahwa pada tahun 2013 telah dilaksanakan kegiatan pelatihan yang meliputi: 1) Pelatihan Program TB Pelatihan program TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah kegiatan yang dilakukan untuk memberikan pengetahuan mengenai program TB agar langsung dapat diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan ini ditujukan untuk dokter, perawat, analis laboratorium, dan apoteker terutama pengelola program TB. Kegiatan ini tidak dilakukan langsung oleh Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, namun dilakukan oleh Dinas Kesehatan Propinsi Banten yang bersumber dana dari hibah Global Fund. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013, diketahui bahwa masih banyak tenaga kesehatan program TB di fasilitas pelayanan kesehatan yang belum melakukan pelatihan program TB. 85

102 Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan (2013), diketahui bahwa sumber daya manusia program TB Paru di fasilitas pelayanan kesehatan berjumlah 90 orang yang terdiri dari dokter, perawat, dam tenaga laboratorium. Dari jumlah tersebut, terdapat 76,7% dokter penanggung jawab program TB dan 63,3% tenaga laboratorium yang belum melakukan pelatihan terkait program TB. Sedangkan perawat yang belum melakukan pelatihan hanya 3,45%. Padahal menurut Kemenkes RI (2011), peningkatan mutu dan kinerja petugas dapat ditingkatkan salah satunya dengan cara mengikuti pelatihan. 2) On The Job Training On The Job Training adalah kegiatan yang dialakukan setelah mengikuti pelatihan sebelumnya, tetapi masih ditemukan masalah dalam kinerjanya, dan cukup diatasi hanya dengan dilakukan supervisi (Kemenkes RI, 2011). Dalam pelaksanaanya, kegiatan On The Job Training di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Seltan melakukan presentasi tentang pelaksanaan operasional laboratorium yang meliputi pembuatan sediaan dahak yang berkualitas sampai dengan cara penggunaan dan perawatan mikroskop. Kegiatan ini terlaksana di seluruh fasilitas pelayanan kesehatn di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Supervisi 86

103 Supervisi adalah kegiatan yang sistematis untuk meningkatkan kinerja petugas dengan mempertahankan kompetensi dan motivasi petugas yang dilakukan secara langsung. Kegiatan yang dilakukan selama supervisi adalah observasi, diskusi, bantuan teknis, bersama-sama mendiskusikan permasalahan yang ditemukan, mencari pemecahan permasalahan bersama-sama, memberikan laporan berupa hasil temuan serta memberikan rekomendasi dan saran perbaikan (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil wawancara oleh Wasor program TB, diketahui bahwa supervisi ini dilakukan 2 kali dalam setahun. Pelaksanaan kegiatan ini biasanya dari Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, bersama-sama dengan Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kementerian Kesehatan mendatangi salah satu fasilitas pelayanan kesehatan. Kegiatan ini dilakukan dengan cara mewawancarai dan melakukan observasi kepada pihak pemegang program TB di fasilitas pelayanan kesehatan yang sesuai dengan Daftar Tilik Supervisi Program Penanggulangan TB Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Ke Sarana Pelayanan Kesehatan yang ada di lampiran 1.3. Kegiatan ini terlaksana di seluruh fasilitas pelayanan kesehatn di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Manajemen Uji Silang Sediaan Laboratorium Manajemen laboratorium TB meliputi beberapa aspek yaitu; organisasi pelayanan laboratorium TB, sumber daya laboratorium, kegiatan laboratorium, pemantapan mutu laboratorium TB, keamanan dan kebersihan laboratorium, dan monitoring (pemantauan) dan evaluasi (Kemenkes RI, 2011). 87

104 Berdasarkan hasil wawancara oleh Wasor program TB, diketahui bahwa seluruh puskesmas yang ada di Kota Tangerang Selatan dikategorikan sebagai Puskesmas Pelaksana Mandiri sehingga proses pemeriksaan mikroskopis bisa langsung dilakukan di setiap puskesmas. Namun salah satu kendala di lapangan adalah kurangnya sumber daya tenaga laboratorium yang berasal dari analis laboratorium. Secara umum, kegiatan uji silang ini ditujukkan untuk seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan. Kegiatan ini wajib dilakukan setiap bulannya oleh setiap fasilitas pelayanan kesehatan. Namun pada pelaksanaannya, kegiatan uji silang sediaan ini tidak sesuai dengan target. Pada tahun 2013 di triwulan 4 diketahui bahwa dari 29 fasilitas pelayanan kesehatan Kota Tangerang Selatan, hanya 22 fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan uji silang sediaan laboratorium. Dari seluruh kegiatan yang terdapat di lampiran 1.4, diketahui bahwa secara pelaksanaan semua kegiatan tersebut sudah terlaksana di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Namun semua kegiatan tersebut tidak dianalisis lebih lanjut mengenai tingkat keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang dilihat dari pencapaian indikator di setiap kegiatan dan tidak dihubungkan dengan dengan pencapaian indikator Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Pencapaian Indikator Program Menurut Kemenkes RI (2011), keberhasilan program pengendalian penyakit tuberkulosis ditentukan dari pencapaian 88

105 beberapa indikator. Berikut beberapa indikator yang digunakan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, terutama di bagaian Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis tahun Indikator tersebut antara lain: 1) Angka Penjaringan Kasus Angka ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu dengan memperhatikan kecenderungannya dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan) (Kemenkes RI, 2011). Berikut adalah grafik angka penjaringan suspek di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.5 Angka Penjaringan Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 Jumlah Kasus Puskesmas Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,

106 Berdasarkan grafik 4.5 diketahui bahwa angka penjaringan suspek TB di Kota Tangerang Selatan sebesar 619 suspek per penduduk. Angka penjaringan tertinggi terdapat di puskesmas Setu yaitu sebesar 1859 suspek per penduduk. Sedangkan angka penjaringan terendah terdapat di puskesmas Pondok Ranji yaitu sebesar 113 suspek per penduduk. Padahal berdasarkan telaah dokumen, diketahui bahwa jumlah penduduk di puskesmas Pondok Ranji hampir sama dengan jumlah penduduk di Puskemas Serpong I yaitu penduduk di Puskesmas Pondok Ranji dan penduduk di Puskesmas Serpong I. Menurut hasil penelitian dari RYE, Saleh, Hadiwijoyo (2009), diketahui bahwa petugas yang melakukan penjaringan suspek TB memiliki peluang 8.92 kali mendapatkan cakupan penemuan kasus yang tinggi. 2) Proporsi Pasien TB BTA Positif di antara Suspek Menurut Kemenkes (2011), proporsi Pasien TB BTA Positif di antara Suspek adalah suatu indikator yang dapat menggambarkan mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien serta kepekaan menetapkan kriteria suspek. Berikut tabel proporsi BTA positif di antara suspek di wilayah kerja Dinas Kesehatan Tangerang Selatan tahun Berikut adalah grafik proporsi BTA positif di antara suspek di Kota Tangerang Selatan tahun

107 Grafik 4. 6 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Suspek di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%) PISANGAN PONDOK BETUNG PONDOK JAGUNG PONDOK RANJI PAKU ALAM PAMULANG PONDOK PUCUNG JOMBANG PONDOK KACANG PONDOK AREN PONDOK BENDA KRANGGAN BHAKTI JAYA JURANG MANGGU SITU GINTUNG RSU TANGSEL RAWA BUNTU SERPONG I LKC RENGAS KAMPUNG SAWAH CIPUTAT TIMUR PARIGI PT. PRATAMA SETU CIPUTAT BENDA BARU SERPONG II RS EKA HOSPITAL KLINIK RAHMA MEDIKA KOTA TANGSEL Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan grafik 4.6 dapat diketahui bahwa dari 29 fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja Kota Tangerang Selatan, terdapat 6 fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki proporsi BTA Positif di antara suspek kurang atau bahkan melampaui kisaran angka 5-15%. Angka yang kurang atau terlalu kecil (<5%) yaitu RS Eka Hospital dan Klinik Rahma Medika. Sedangkan angka yang terlalu besar (>15%) yaitu Puskemas Pisangan, Pondok Betung, Pondok Jagung, dan Pondok Ranji. Menurut Kemenkes RI (2011), angka yang terlalu rendah dari 5% menjadi suatu indikasi bahwa terjadi masalah 91

108 pada kriteria suspek yang terlalu longgar dan ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (negatif palsu). Sedangkan angka yang melampaui 15%, menjadi suatu indikasi bahwa terjadi masalah kriteria suspek yang terlalu ketat dan ada masalah dalam pemeriksaan laboratorium (positif palsu). 3) Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Semua Pasien TB Paru Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara Semua Pasien TB Paru adalah suatu indikator yang dapat menggambarkan prioritas penemuan pasien TB yang menular di antara seluruh pasien TB yang diobati. Berikut adalah pasien TB Paru BTA positif di antara semua pasien TB Paru yang tercatat/diobati di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4. 7 Proporsi Pasien TB Paru BTA Positif di antara semua Pasien TB di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%) SETU KRANGGAN BHAKTI JAYA SERPONG I SERPONG II PRAWA BUNTU PAMULANG PONDOK BENDA BENDA BARU CIPUTAT KAMPUNG SAWAH JOMBANG SITU GINTUNG CIPUTAT TIMUR PISANGAN PONDOK RANJI RENGAS PONDOK AREN JURANG MANGGU PARIGI PONDOK BETUNG PONDOK PUCUNG PONDOK KACANG PONDOK JAGUNG PAKUALAM RSUD TANGSEL RS EKA HOSPITAL PT PRATAMA LKC Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,

109 Berdasarkan grafik 4.7 diketahui bahwah hanya ada 8 fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang memiliki proporsi pasien TB Paru BTA positif di antara semua pasien TB lebih dari 65% yaitu Puskesmas Setu, Bhakti Jaya, Rawa Buntu, Pamulang, Kampung Sawah, Pisangan, Parigi, dan RS Eka Hospital. Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan yang proporsi pasien TB Paru BTA positif di antara semua pasien TB terendah adalah Puskesmas Ciputat. Menurut Kemenkes RI (2011), angka proporsi pasien TB Paru BTA positif di antara semua pasien TB yang kurang dari 65% menjadi suatu indikasi bahwa mutu dari diagnosis fasilitas pelayanan kesehatan tersebut rendah dan kurang memberikan prioritas untuk menemukan pasien yang menular (pasien BTA positif). 4) Proporsi Pasien TB Anak di antara seluruh Pasien TB Proporsi Pasien TB Anak di antara seluruh Pasien TB adalah suatu indikator yang berfungsi untuk menggambarkan ketepatan dalam mendiagnosis TB pada anak. Berikut adalah grafik proporsi pasien TB anak di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4. 8 Proporsi Pasien TB Anak di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%) 93

110 Triwulan 1 Triwulan 2 Triwulan 3 Triwulan 4 Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan data yang didapatkan dari laporan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2014, diketahui bahwa proporsi pasien TB anak dilaporkan berdasarkan triwulan dan gabungan dari seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan. Dari data tersebut diketahui bahwa setiap triwulan, prosentase angkanya berada di bawah 15%. Menurut Kemenkes RI (2011), angka yang terlalu besar dari 15% menjadi suatu indikasi terjadi overdiagnosis. Jadi dapat disimpulkan bahwa seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan sudah tepat dalam pendiagnosisan TB pada anak. 5) Angka Notifikasi Kasus (Case Notification Rate) Angka notifikasi kasus adalah salah satu indikator yang berguna untuk menunjukkan kecenderungan (trend) meningkat atau menurunnya penemuan pasien pada wilayah 94

111 tertentu. Berikut adalah grafik proporsi pasien TB anak di Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4. 9 Angka Notifikasi Kasus TB di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (per penduduk) SETU KRANGGAN BHAKTI JAYA SERPONG I SERPONG II RAWA BUNTU PAMULANG PONDOK BENDA BENDA BARU CIPUTAT KAMPUNG JOMBANG SITU GINTUNG CIPUTAT TIMUR PISANGAN PONDOK RANJI RENGAS PONDOK AREN JURANG PARIGI PONDOK PONDOK PONDOK PONDOK PAKU ALAM CNR Target Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan grafik 4.9 diketahui bahwa ada hanya ada 9 puskesmas yang sudah melampai target penemuan kasus. Sedangkan puskemas yang memiliki angka CNR terendah adalah Puskesmas Benda baru. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Friskarini dan Manalu (2009) mengenai Peran dan Perilaku Tenaga Kesehatan terhadap Program TB Paru (Studi Kualitatif di Kabupaten Tangerang Banten Tahun 2009) menyatakan bahwa penampilan tenaga kesehatan sebagai media penyuluh terutama dalam program TB masih kurang dan jumlah tenaga kesehatan di daerah penelitian yang dapat membantu keberhasilan TB masih kurang. 6) Angka Konversi 95

112 Menurut Kemenkes RI (2011), angka konversi adalah prosentase perubahan pasien baru TB Paru BTA Positif yang menjadi BTA negatif setelah menjalani masa pengobatan intensif. Berikut adalah grafik angka konversi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.10 Angka Konversi di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%) SERPONG I KAMPUNG PONDOK JOMBANG CIPUTAT TIMUR BHAKTI JAYA SERPONG II RAWA BUNTU PONDOK AREN RENGAS PONDOK PAMULANG BENDA BARU PT. PRATAMA SETU PONDOK PONDOK KRANGGAN CIPUTAT JURANG PONDOK BENDA PAKUALAM LKC PISANGAN PARIGI SITU GINTUNG PONDOK RANJI RSU TANGSEL RS EKA KOTA TANGSEL 5 75 Konversi % Target % Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan grafik 4.10 diketahui bahwa secara umum angka konversi di Kota Tangerang Selatan masih rendah yaitu 75% (target 80%). Hal ini dapat terlihat dari 29 fasilitas pelayanan kesehatan, terdapat 15 fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki angka konversi dan yang paling rendah terdapat di RS Eka Hospital. Menurut pemegang program TB, angka konversi ini juga dipengaruhi dari pelaporan dan kelengkapan data yang diberikan setiap triwulan. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa rumah sakit yang bermitra dengan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, umumnya memiliki kendala dalam pencatatan dan pelaporan. 96

113 7) Angka Kesembuhan Angka kesembuhan merupakan indikator penting dalam program pengendalian TB Paru karena dari angka ini, suatu fasilitas pelayanan kesehatan dapat mengetahui hasil pengobatan. Di tingkat Kabupaten,angka minimal yang harus dicapai adalah 85%. Namun, hasil pengobatan lainnya tetap perlu diperhatikan yaitu berapa pasien dengan hasil pengobatan lengkap, meninggal, gagal, default, dan pindah. Berikut adalah tabel angka kesembuhan per puskemas di wilayah Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.11 Angka Kesembuhan di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%) 97

114 SETU BHAKTI JAYA CIPUTAT TIMUR SERPONG I PONDOK BETUNG PAMULANG KAMPUNG SAWAH PONDOK JAGUNG BENDA BARU PT. PRATAMA RAWA BUNTU PARIGI RENGAS LKC PONDOK KACANG KRANGGAN PAKUALAM CIPUTAT PONDOK AREN PISANGAN JURANG MANGGU PONDOK BENDA SITU GINTUNG RSU TANGSEL JOMBANG PONDOK RANJI RS Eka Hospital SERPONG II PONDOK PUCUNG KOTA TANGSEL Kesembuhan % Target % Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan grafik 4.11 dapat diketahui bahwa angka kesembuhan per puskemas di wilayah kerja Kota Tangerang Selatan tahun 2013 masih di bawah target nasional (85%) yaitu sebesar 76%. Menurut pemegang program TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, angka kesembuhan ini berhubungan dengan follow up pengobatan pasien yang melakukan pindahan ke luar fasilitas pelayanan kesehatan yang sebelumnya pasien tersebut jalani. 8) Angka Keberhasilan Pengobatan Menurut Kemenkes RI (2011), angka keberhasilan pengobatan adalah prosentase pasien baru TB Paru BTA positif yang menyelesaikan pengobatan (baik yang sembuh maupun pengobatan lengkap) di antara pasien baru TB Paru BTA positif yang tercatat. Berikut adalah grafik angka keberhasilan pengobatan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun

115 Grafik 4.12 Angka Keberhasilan Pengobatan di Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%) SETU BHAKTI JAYA SERPONG II CIPUTAT TIMUR SERPONG I KAMPUNG PAMULANG PT. PRATAMA PONDOK BETUNG PONDOK JAGUNG PISANGAN BENDA BARU RAWA BUNTU RENGAS PONDOK RANJI PARIGI PONDOK LKC KRANGGAN CIPUTAT PONDOK AREN PAKUALAM PONDOK BENDA JURANG PONDOK JOMBANG RSU TANGSEL RS Eka Hospital SITU GINTUNG KOTA TANGSEL Keberhasilan % Target % Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan grafik 4.12 diketahui bahwa secara umum angka keberhasilan pengobatan di Kota Tangerang Selatan masih di bawah target (85%) yaitu 82%. Faislitas pelayanan kesehatan yang paling rendah adalah puskemas Situ Gintung. Menurut pemegang program TB di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, angka keberhasilan ini juga dapat dipengaruhi oleh sejauh mana pasien melakukan pindahan di luar fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, dilakukan follow up perkembangan pengobatan pasien. 9) Angka Kesalahan Laboratorium (Error Rate) Angka Error Rate adalah angka kesalahan baca laboratorium yang menyatakan prosentase kesalahan pembacaan slide/sediaan yang dilakukan oleh laboratorium pemeriksaan pertama setelah di uji silang (cross check) oleh LBK atau laboratorium rujukan lainnya (Kemenkes RI, 2011). Berikut 99

116 adalah grafik angka Error Rate di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun Grafik 4.13 Angka Error Rate di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 (%) Triwulan I Triwulan II Triwulan III Sumber: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan, 2014 Berdasarkan hasil wawancara oleh pemegang program TB, diperoleh data mengenai angka Error Rate namun angka di triwulan IV belum dapat diketahui karena hasil tersebut didapatkan dari Labkesda (laboratorium Kesehatan Daerah) yang menjadi rujukan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Dari data tersebut diketahui bahwa pada triwulan I dan II, angka Error Rate > 5%, yaitu sebesar 8% dan 7%. Sedangkan pada triwulan III angka Error Rate < 5%, yaitu sebesar 2%. Menurut Kemenkes RI (2011), angka Error Rate yang <5% dapat diartikan bahwa mutu pemeriksaan di suatu fasilitas pelayanan kesehatan sudah baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa mutu pemeriksaan laboratorium 100

117 mengalami perbaikan dari tiap triwulan dan pada triwualn III, mutu pemeriksaan tersebut sudah baik. BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan Simpulan dari laporan magang di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan adalah sebagai berikut. 1. Jumlah morbiditas dan mortalitas Penyakit Tuberkulosis di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 dilaksanakan oleh pemegang program/wasor TB dan dibantu oleh Tim DOTS yang tersebar di setiap fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di Kota Tangerang Selatan. Wasor TB tersebut membawahi 29 UPK dan bertanggung jawab terhadap Kepala Seksi Program Pengendalian Penyakit di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 3. Tujuan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 secara umum, yaitu menurunkan angka prevalensi kasus TB di masyarakat. Kemudian tujuan khususnya, yaitu: 1) Meningkatkan penemuan kasus TB baru 2) Meningkatkan angka kesembuhan 101

118 3) Menurunkan angka kekebalan kuman terhadap antibiotik sehingga mencegah terjadinya MDR TB. 4) Menekan angka kekambuhan. 4. Sasaran Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 antara lain sebagai berikut. a. Sasaran wilayah adalah Kota Tangerang Selatan. b. Sasaran penduduk adalah seluruh masyarakat. c. Penetapan target adalah 70% penemuan kasus baru dan 85% kesembuhan. 5. Strategi Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 disesuaikan dengan strategi dari pusat yaitu strategi pelayanan DOTS. 6. Pelaksanaan kegiatan Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013, yaitu: 1) Perencanaan program Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan disesuaikan dengan tahapan dari Kemenkes RI tahun ) Surveilans Program Tuberkulosis, terdapat beberapa kendala dalam kelengkapan dan ketepatan laporan di setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama di Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta, yaitu tidak ditemukannya kasus TB di beberapa Rumah Sakit Swasta dan Klinik Swasta 3) Monitoring dan Evaluasi Program Tuberkulosis sudah sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI tahun ) Penyimpanan logistik di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang disimpan tidak sesuai dengan standar penyimpanan logistik dari Kemenkes RI. Sedangkan pendistribusian logistik sudah sesuai dengan arahan dari Kemenkes RI. 5) Pelatihan Program Tuberkulosis, terdiri dari pelatihan program TB dan On The Job Training. Namun masih banyak tenaga kesehatan 102

119 program TB di fasilitas pelayanan kesehatan yang belum melakukan pelatihan program TB terutama tenaga dokter dan tenaga laboratorium. 6) Supervisi sudah terlaksana di seluruh fasilitas pelayanan kesehatn di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun ) Manajemen Uji Silang Sediaan Laboratorium umumnya terlaksana namun belum sesuai dengan target yaitu kegiatan ini dilakukan oleh seluruh fasilitas pelayanan kesehatan di Kota Tangerang Selatan. Selain itu, kendala lainnya adalah kurangnya sumber daya tenaga laboratorium yang berasal dari analis laboratorium. 8) Pencapaian indikator Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 masih rendah karena hanya 2 indikator yang sudah memenuhi target pencapaian indiaktor, yaitu Proporsi pasien TB anak dan Proporsi Pasien TB Paru BTA positif di antara suspek yang diperiksa dahaknya. 5.2 Saran Adapun saran bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan terutama Program Pengendalian Penyakit Tuberkulosis adalah sebagai berikut. 1. Perlu ditambahnya tenaga kesehatan di Kota Tangerang Selatan mengingat masih banyak tenaga kesehatan di Dinas Kesehatan maupun di berbagai fasilitas pelayanan kesehatan yang masih merangkap. 2. Perlu diperkuatnya jejaring kemitraan dengan rumah sakit swasta klinik swasta agar pencatatan dan pelaporan menjadi lengkap dan tercapainya beberapa indikator termasuk angka penemuan kasus dengan cara mensosialiasikan kebijakan terkait hubungan Dinas Kesehatan dengan fasilitas pelayanan kesehatan di wilayah kerja tersebut. 3. Perlunya ditinjau kembali mengenai tujuan umum dan tujuan khusus dari program pengendalian penyakit tuberkulosis agar lebih jelas, terukur, dan terarah untuk melihat pencapaian program selama setahun sepekan. 103

120 4. Perlunya koordinasi mengenai tugas dan wewenang dalam manajemen logistik terutama dalam hal penyimpanan logistik antara Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan dengan Instalasi gudang/farmasi agar penyimpanan lebih tearah. 5. Perlunya dibuat indikator di setiap kegiatan agar dapat dianalisis dampak pelaksanaan kegiatan dengan pencapaian indikator di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. 6. Perlunya dilakukan pemantauan mengenai jumlah fasilitas pelayanan kesehatan yang melakukan uji silang sediaan laboratorium. DAFTAR PUSTAKA Aditya, Tommy Pengertian Visi dan Misi. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 dari link: Dan-Misi Azwar, Azrul Pengantar Administarasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara Publisher. Budiarto, Eko dan Anggraeni, Dewi Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Bustan, Muhammad, Nadjib Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta Tanya-Jawab Epidemiologi. Makassar: Putra Asaad Print. Murti, dkk Perencanaan dan Penganggaran untuk Investasi Kesehatan di Tingkat Kabupaten dan Kota. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 104

121 Chin, James Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17 Cetakan IV. Diterjemah oleh I Nyoman Kandun. Jakarta: Infomedika. Depkes RI Desentralisasi Kabupaten/Kota. Jakarta: Depkes RI Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan I. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Riset Kesehatan Dasar tahun Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 364/Menkes/SK/V/2009 tentang Pedoman Penanggulangan TB. Jakarta: Kemenkes RI. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 dari link: %20ttg%20Pedoman%20Penanggulangan%20Tuberkolosis%20(TB).pdf Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan Data Program Pengendalian Penyakit TB Tahun Tangerang Selatan: Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. Eryando, dkk Modul GIS Dasar. Depok : FKM UI. Gibson, Ivancevich Organisasi : Perilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta: Binarupa Aksara. Laban,Yohannes Y TBC : Penyakit dan Cara Pencegahannya. Yogyakarta: Kanisius. Kemenkes RI Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kemenkes RI Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 105

122 Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Kemenkes RI Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan Rencana Aksi Nasional Pengembangan SDM Pengendalian Tuberkulosis Jakarta: Kemenkes RI Fakta Seputar Tuberkulosis Pengendalian Tuberkulosis Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Muninjaya, A.A. Gede Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, S Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Prayitno, Subur Dasar-Dasar Administrasi Kesehatan Masyarakat. Surabaya: Airlangga University Press. RYE, A., Saleh, Y. D., & Hadiwijoyo, Y Faktor Faktor yang Mempengaruhi Penemuan Penderita TB Paru di Kota Palu Sulawesi Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat, vol. 25 no. 2. Timmreck, Thomas C Epidemiologi: Suatu Pengantar Edisi 2. Terjemahan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. World Health Organization Global Tuberculosis Report Geneva: WHO. Widoyono Penyakit Tropis : Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Jakarta : Penerbit Erlangga. Werdhani, Retno, Asti Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi Tuberkulosis. Jakarta : Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas, Okulasi, 106

123 dan Keluarga FK UI. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 dari link: Suharno Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Yogyakarta :UNY Press. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 dari link: Suryana Manajemen Strategik Untuk Bisnis dan Organisasi Non Profit. Diakses pada tanggal 30 Maret 2014 dari link: BW1uBE7UPyATCDvLcKY/edit?hl=en 107

124 Lampiran 1.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2013 Kepala Dinas Kelompok Jabatan Fungsional Sekretariat Sub. Bag. Perencanaan Sub. Bag. Umum dan Kepegawaian Sub. Bag. Keuangan Bidang Bina Kesehatan Masyarakat Bidang Pelayanan Kesehatan Bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Bidang Pengembangan Sumber Daya Seksi Kes. Reproduksi Ibu dan KB Seksi Pengawasan Obat dan Makanan Seksi Pengendalian Penyakit Seksi Perbekalan Kesehatan Seksi Peningkatan Gizi Masyarakat Seksi Sertifikasi dan Sarana Kesehatan Seksi Surveilans dan Imunisasi Seksi Peran Serta Masyarakat Seksi Kes. Anak, Remaja, dan Lansia Seksi Kesehatan Khusus Seksi Penyehatan Lingkungan Seksi Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan UPTD Puskesmas UPTD Gudang Farmasi UPTD Labkesda Sumber : Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan,

125 Lampiran 1.2 Gambar Sosialisasi dan Bimbingan Sistem Informasi Tuberkulosis Terpadu Tahun

126 110

127 111

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI

PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS. Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DAN KLASIFIKASI TUBERKULOSIS Retno Asti Werdhani Dept. Ilmu Kedokteran Komunitas, Okupasi, dan Keluarga FKUI TUBERKULOSIS DAN KEJADIANNYA Jumlah pasien TB di Indonesia merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Etiologi dan Patogenesis Tuberkulosis Paru Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menular secara langsung. Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANDASAN TEORI Tuberkulosis A.1 Definisi Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini ditemukan pertama kali oleh Robert

Lebih terperinci

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014

BAB II. Meningkatkan Pengetahuan dan, Mirandhi Setyo Saputri, Fakultas Farmasi UMP, 2014 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, telinga, hidung, dan sebagainya). Dengan

Lebih terperinci

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU

Penemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Pasien TB

Dasar Determinasi Pasien TB Dasar Determinasi Pasien TB K-12 DEPARTEMEN MIKROBIOLOGI FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal, yaitu:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkolusis 1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (sekitar 80%) terjadi di paru-paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam

Lebih terperinci

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4

PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS. Edwin C4 PENANGANAN DAN PENCEGAHAN TUBERKULOSIS Edwin 102012096 C4 Skenario 1 Bapak M ( 45 tahun ) memiliki seorang istri ( 43 tahun ) dan 5 orang anak. Istri Bapak M mendapatkan pengobatan TBC paru dan sudah berjalan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis (TB) 1. Definisi Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Penyakit Tuberkulosis paru Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Bakteri tersebut biasanya masuk ke dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritik 1. Konsep Tuberkulosis ( TB Paru ) a. Etiologi Penyakit TB Paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk basil yang dikenal dengan nama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB

Lebih terperinci

S T O P T U B E R K U L O S I S

S T O P T U B E R K U L O S I S PERKUMPULAN PELITA INDONESIA helping people to help themselves * D I V I S I K E S E H A T A N * S T O P T U B E R K U L O S I S INGAT 4M : 1. MENGETAHUI 2. MENCEGAH 3. MENGOBATI 4. MEMBERANTAS PROGRAM

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU

Dasar Determinasi Kasus TB. EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,

Lebih terperinci

Dasar Determinasi Kasus TB

Dasar Determinasi Kasus TB Dasar Determinasi Kasus TB EPPIT 12 Departemen Mikrobiologi FK USU Klasifikasi penyakit dan tipe pasien Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB memerlukan defenisi kasus yang meliputi 4 hal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang masih tetap merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Penyakit ini termasuk salah satu prioritas nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TB menyerang paru BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tuberkulosis 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih menjadi salah satu negara dengan kasus Tuberkulosis (TB) yang tinggi dan masuk dalam ranking 5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia 1. Menurut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh bakteri TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis. Pada tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) atau dalam program kesehatan dikenal dengan TB.Paru merupakan penyakit yang mudah menular dan bersifat menahun, disebabkan oleh kuman Mycobacterium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar tuberkulosis menyerang organ paru-paru, namun bisa juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB paru) merupakan masalah utama bidang kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru TB, dan lebih dari 2 juta orang meninggal

Lebih terperinci

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang manusia dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Berdasarkan penelitian 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap sesuatu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang penting saat ini. WHO menyatakan bahwa sekitar sepertiga penduduk dunia tlah terinfeksi kuman Tuberkulosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang bersifat kronik dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara-negara berkembang. Diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB), penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis, sejak ditemukan di abad 20 telah menjadi masalah kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek penting yang dicari oleh semua orang. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu keadaan sehat yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru (TB Paru) 2.1.1 Pengertian Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit menular yang bersifat kronis (menahun) dan sudah lama menjadi permasalahan kesehatan

Lebih terperinci

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF

ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF ABSTRAK EFEK SAMPING PENGOBATAN TUBERKULOSIS DENGAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS KATAGORI 1 PADA FASE INTENSIF Tuberkulosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis atau TB adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama kesehatan masyarakat dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit infeksi menular yang masih menjadi masalah kesehatan dunia, dimana WHO melaporkan bahwa setengah persen dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberculosis Pulmonal (TB Paru) 1. Definisi TB Paru Tuberculosis pulmonal atau biasa disebut TB paru adalah penyakit yang disebabkan infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mencapai tujuan Nasional di bidang kesehatan diperlukan suatu tatanan yang mencerminkan upaya bangsa Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka A. Tuberkulosis paru 1. Definisi TB Paru merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman Tuberkulosis dapat masuk ke dalam tubuh manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Tuberkulosis (TB) dunia oleh World Health Organization (WHO) yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pasien TB terbesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi masalah di Dunia. Hal ini terbukti dengan masuknya perhatian terhadap penanganan TB dalam MDGs.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TB Paru adalah salah satu masalah kesehatan yang harus dihadapi masyarakat dunia. Setiap tahunnya, TB Paru menyebabkan hampir dua juta kematian, dan diperkirakan saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penyakit Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis sebagian besar bakteri ini menyerang bagian paru, namun tak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan dunia. Pada tahun 2012 diperkirakan 8,6 juta orang terinfeksi TB dan 1,3 juta orang meninggal karena penyakit ini (termasuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di Indonesia telah dimulai sejak diadakan Simposium Pemberantasan TB Paru di Ciloto pada tahun 1969. Namun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh infeksi

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg

2017, No Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Neg No.122, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMKES. TB. Penanggulangan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) paru merupakan salah satu penyakit yang mendapat perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO) 2013, lebih dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pemeriksaan dahak penderita. Menurut WHO dan Centers for Disease Control BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Aspek Epidemiologi Penyakit Tuberkulosis Penularan TB tergantung dari lamanya kuman TB berada dalam suatu ruangan, konsentrasi kuman TB di udara serta lamanya menghirup udara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan suatu penyakit yang sudah cukup lama dan tersebar di seluruh dunia. Penyakit tuberkulosis dikenal oleh masyarakat luas dan ditakuti karena

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis yang jumlah penderitanya mengalami peningkatan setiap tahun cukup besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kepatuhan Berobat Kepatuhan berasal dari kata patuh yang berarti taat, suka menuruti, disiplin. Kepatuhan menurut Trostle dalam Simamora (2004), adalah tingkat perilaku penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan penyakit yang menyerang paru paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat menular melalui udara atau sering

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Puskesmas 2.1.1 Pengertian Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Gambaran Umum TBC Paru a. Definisi Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis sebagian besar menyerang

Lebih terperinci

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG

SAFII, 2015 GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU TERHADAP REGIMEN TERAPEUTIK DI PUSKESMAS PADASUKA KECAMATAN CIBEUNYING KIDUL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (Tb) merupakan penyakit menular bahkan bisa menyebabkan kematian, penyakit ini menyebar melalui droplet orang yang telah terinfeksi basil tuberkulosis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Distribusi Penyakit Penyakit ini tersebar ke seluruh dunia. Pada awalnya di negara industri penyakit tuberkulosis menunjukkan kecenderungan yang menurun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis yang pada umumnya menyerang jaringan paru, tetapi dapat menyerang organ

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Saat ini hampir sepertiga penduduk dunia terinfeksi kuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu melalui inhalasi

Lebih terperinci

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah:

Panduan OAT yang digunakan di Indonesia adalah: SOP PENATALAKSANAAN TB PARU 1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. 2. Tujuan Untuk menyembuhkan pasien, mencegah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sinar matahari, tetapi dapat hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit TBC Paru merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan masyarakat. Kuman ini memiliki sifat khusus tahan asam, cepat mati dengan sinar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paruparu.mycobacterium tuberculosis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru (TB Paru) masih menjadi permasalahan kesehatan masyarakat secara global. TB Paru menduduki peringkat ke 2 sebagai penyebab utama kematian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH MAKANAN TAMBAHAN TERHADAP KONVERSI DAHAK PADA PENDERITA TUBERKULOSIS DI PUSKESMAS JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN TAHUN 2008-2009 SKRIPSI EKA HATEYANINGSIH T. NPM 1005000637 FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DAN

EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DAN EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DAN DETERMINAN KEJADIAN TUBERKULOSIS DI RUMAH TAHANAN NEGARA/ LEMBAGA PEMASYARAKATAN SE EKS KARESIDENAN SURAKARTA TESIS Agung Setiadi S501108003 PROGRAM PASCASARJANA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum sering diartikan sebagai upaya multidimensi untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak negara, pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tuberkulosis Paru (TB Paru) suatu penyakit kronis yang dapat menurunkan daya tahan fisik penderitanya secara serius. Proses destruksi yang terjadi pula secara simultan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru (TBC paru) sampai saat ini masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat yang penting, karena masalah yang ditimbulkan bukan hanya masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis paru (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan utama dunia. Tahun 2012, diperkirakan 8,6 juta penderita mengalami TB dan 1,3 juta meninggal dibesabakan oleh TB

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan

Lebih terperinci

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);

2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 SERI B.25 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 33 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KOLABORASI TB-HIV (TUBERKULOSIS-HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS) KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Visi Indonesia sehat 2010 adalah gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yaitu masyarakat, bangsa dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia. Hal ini sangat penting dalam membantu kita untuk melakukan aktivitas kehidupan serta rutinitas sehari-hari. Bila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi

BAB I PENDAHULUAN. jiwa dan diantaranya adalah anak-anak. WHO (2014) mengestimasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah utama yang terjadi dalam kesehatan global. TB menjadi peringkat kedua penyebab kematian didunia setelah HIV. Angka

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA SKRIPSI ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN PENYAKIT TUBERKULOSIS PADA ANAK DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA Skripsi Ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak dasar manusia dan tanggung jawab bersama dari setiap individu, masyarakat, pemerintah dan swasta. Perilaku masyarakat adalah perilaku proakftif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis ( mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008).

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium. mengenai organ tubuh lainnya (Depkes RI, 2008). 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis (TB) 2.1.1 Pengertian TB Penyakit TB adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tuberkulosis 1. Definisi Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis. Mikrobakterium ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Bakteri Tahan Asam (BTA) Mycobacterium tuberculosa. Sebagian besar bakteri ini menyerang paru-paru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi, yang juga dikenal sebagai communicable disease atau transmissible disease adalah penyakit yang secara klinik terjadi akibat dari keberadaan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 110 Lampiran 2 111 112 Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KINERJA PETUGAS TB (TUBERCULOSIS) DI RUMAH SAKIT YANG TELAH DILATIH PROGRAM HDL (HOSPITAL DOTS LINGKAGE)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIMTOM ANSIETAS Ansietas dialami oleh setiap orang pada suatu waktu dalam kehidupannya. Ansietas adalah suatu keadaan psikologis dan fisiologis yang dicirikan dengan komponen

Lebih terperinci

GIRI TRICAHYONO K

GIRI TRICAHYONO K EVALUASI KETEPATAN TERAPI TERHADAP KEBERHASILAN TERAPI PADA PASIEN TUBERKULOSIS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA BULAN JANUARI-JUNI TAHUN 2013 SKRIPSI Oleh: GIRI TRICAHYONO K100100018

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia. 1,5 juta orang meninggal akibat tuberkulosis pada tahun 2014. Insiden TB diperkirakan ada 9,6 juta (kisaran 9,1-10

Lebih terperinci

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016

Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 Tema Lomba Infografis Community TB HIV Care Aisyiyah 2016 TEMA 1 : Tuberkulosis (TB) A. Apa itu TB? TB atau Tuberkulosis adalah Penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama

BAB 1 PENDAHULUAN. karena penularannya mudah dan cepat, juga membutuhkan waktu yang lama BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini umumnya menyerang pada paru, tetapi juga dapat menyerang bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah terinfeksi oleh kuman Mycobacterium tuberculosis pada tahun 2007 dan ada 9,2 juta penderita

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TB merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia kesehatan hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dengan masih banyak ditemukannya penderita

Lebih terperinci