ABSTRAK IDENTIFIKASI DAN KERAPATAN UDANG DI BAWAH TUMBUHAN NIPAH KAWASAN MANGROVE DESA SWARANGAN KECAMATAN JORONG KABUPATEN TANAH LAUT.
|
|
- Susanti Santoso
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 50 ABSTRAK IDENTIFIKASI DAN KERAPATAN UDANG DI BAWAH TUMBUHAN NIPAH KAWASAN MANGROVE DESA SWARANGAN KECAMATAN JORONG KABUPATEN TANAH LAUT. Oleh : Ani Rustiyawatie,Dharmono, H. Hardiansyah Desa Swarangan memiliki muara sungai (estuaria) yang ditumbuhi oleh tumbuhan mangrove, salah satunya adalah tumbuhan nipah. Kawasan tersebut merupakan tempat berkumpulnya larva-larva ikan, udang, kepiting dan spesies lainnya. Masyarakat setempat memanfaatkan fauna (salah satunya udang) yang hidup di perairan muara sungai tersebut pada saat cuaca di laut sedang buruk, sehingga tidak memungkinkan para nelayan untuk melaut. Selain itu, penebangan tumbuhan nipah oleh masyarakat setempat dikhawatirkan akan merusak ekosistem sekitar kawasan, karena tumbuhan nipah merupakan salah satu habitat bagi udang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui spesies udang apa saja yang ditemukan dan bagaimana kerapatan udang di bawah tumbuhan nipah kawasan mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut. Metode dalam penelitian ini adalah deskriptif dengan populasi adalah semua spesies udang yang terdapat di kawasan mangrove. Sampel penelitian adalah semua spesies udang yang didapatkan dengan menggunakan alat penangkap tradisional yaitu saer ukuran 0,3 m 2 dengan jari-jari saer 30 cm dan luas mata saer 0,2 cm 2 di bawah tegakan pohon nipah sebanyak 28 titik dengan total sampel sebanyak 56 sampel. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 8 spesies udang yang terdiri dari 3 family yang berbeda yaitu: 2 spesies dari family Atydae (Caridina nilotica, Caridina gracilirostris), 2 spesies dari family Palaemonidae (Macrobrachium equidens, Palaemon concinus), dan 4 spesies dari family Penaeidae (Penaeus monodon Fabricius, Penaeus merguiensis, Penaeus joyneri, Metapenaeus affinis). Kerapatan tertinggi ditempati spesies udang Alama (Caridina nilotica) dengan nilai kerapatan 3,457 ekor/m 2 sementara untuk kerapatan terendah ditempati spesies udang putih kecil/ udang krosok (Penaeus merguiensis) dengan nilai kerapatan 0,039 ekor/m 2. Keanekaragaman spesies rendah dengan nilai indeks diversitasnya adalah 0,725. Kata kunci : Identifikasi, kerapatan, udang, tumbuhan nipah, mangrove.
2 51 PENDAHULUAN Nipah merupakan tumbuhan air yang tumbuh subur di muaramuara sungai, rawa-rawa atau di daerah pasang surut yang berair payau. Penyebarannya di Indonesia meliputi wilayah Kepulauan Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya (Bandini, 1996). Selanjutnya Rachman & Sudarto (1992) menjelaskan bahwa kawasan yang ditumbuhi nipah (hutan nipah) dapat mempertahankan ekosistem daerah di sekitarnya, penyangga erosi karena pasang surut air laut atau aliran sungai, sebagai benteng terhadap angin dan kikisan ombak serta sebagai tempat hidup berbagai spesies ikan. Salah satu spesies hewan yang hidupnya bergantung pada hutan mangrove (tumbuhan nipah) ini adalah udang. Udang adalah spesies air yang termasuk ke dalam phylum invertebrata kelas crustaceae, ordo decapoda (Darmono, 1995). Tubuh udang terdiri dari 3 bagian yakni kepala-dada (chephalothorax), badan (abdomen) dan uropoda (Wartono & Supriatna, 1985). Habitat udang ada 2 tempat yaitu pada air tawar dan air laut. Udang yang hidup di air tawar, misalnya Macrobrachium sp dan udang yang hidup di air laut, misalnya Penaeus sp (Darmono, 1995). Udang air tawar biasanya dikatakan udang-udang palaemonid dan untuk udang air laut biasanya dikatakan udang-udang penaeid (Mudjiman, 1988). Sebagai hewan aquatik, keberadaan udang di tiap daerah tentunya berbeda antara daerah yang satu dengan daerah yang lain. Begitu juga keberadaan udang yang tersebar di kawasan Kalimantan. Setiap daerah memiliki karakteristik dengan kondisi lingkungan yang berbeda-beda, sehingga spesies udang yang dihasilkan pada tiap kawasan juga berbeda. Seperti penelitian yang dilakukan Ramdiah (1999) tentang kemelimpahan dan pola distribusi Crustacea di hutan mangrove Pulau Bakut mendapatkan 3 spesies Crustaceae, 1 spesies diantaranya dari famili Palaemonidae. Arifin (1976) tentang komposisi udang (Penaeus sp) yang tertangkap dengan trawl di perairan Pulau
3 52 Sebuku kabupaten Kota Baru mendapatkan 3 spesies udang. Sedangkan penelitian Irawan (2007) tentang keanekaragaman udang di Bendungan PDAM sungai Tabaniao Bajuin Kecamatan Pelaihari Kabupaten Tanah Laut mendapatkan 6 spesies udang. Dari 3 penelitian di atas, untuk penelitian udang daerah mangrove khusus di bawah tumbuhan nipah belum pernah dilakukan. Desa Swarangan merupakan salah satu desa yang ada di Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut. Desa ini memiliki muara sungai (estuaria) yang ditumbuhi oleh hutan mangrove salah satunya adalah tumbuhan nipah. Muara sungai ini terhubung dengan sungai yang ada di desa Jorong. Tumbuhan nipah (daun nipah) biasanya dimanfaatkan oleh masyarakat setempat untuk diolah menjadi atap yang nantinya akan dijual, pemanfaatan ini merupakan mata pencaharian sampingan mereka. Bila kondisi tumbuhan nipah dibiarkan diambil secara terus menerus seperti ini, lambat laun ekosistem daerah tersebut akan rusak, karena tumbuhan nipah merupakan salah satu habitat untuk kehidupan udang. Selain itu, muara sungai merupakan tempat berkumpulnya larva-larva ikan, udang, kepiting dan spesies lainnya sebelum mereka siap untuk dewasa dan bereproduksi kembali. Masyarakat Desa Swarangan sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Selain mereka memanfaatkan flora (tumbuhan nipah) yang tumbuh disekitar perairan muara sungai, mereka juga memanfaatkan fauna (udang, ikan, kepiting) yang hidup di perairan muara sungai tersebut. Pemanfaatan fauna (khususnya udang) oleh sebagian besar masyarakat dilakukan pada saat-saat tertentu saja, yaitu pada saat kondisi cuaca di laut sedang buruk yang menyebabkan sebagian besar nelayan tidak bisa pergi melaut. Pemanfaatan fauna (khususnya udang) di kawasan estuaria ini dilakukan secara turun-temurun sejak nenek moyang mereka. Akan tetapi pemanfaatan tersebut tidak dilakukan secara berlebihan
4 53 (eksploitasi tidak besar-besaran), hal ini bisa terlihat dari alat tangkap yang digunakan masyarakat yaitu alat tangkap yang masih sederhana (saer, tampiri, rengge). Selain itu, jumlah penangkapan rata-rata per nelayan hanya sekitar 1,5 kg. Pemanfaatan ini ada yang untuk dikonsumsi sendiri, ada juga yang untuk dijual yaitu tergantung besar kecilnya jumlah penangkapan yang dihasilkan. Apabila cuaca di laut baik, sebagian besar masyarakat tidak mengambil fauna (khususnya udang) di kawasan estuaria tersebut, sehingga eksploitasinya terbatas (Lampiran 10) Berdasarkan observasi pendahuluan, kawasan mangrove di daerah tersebut didominasi oleh tumbuhan nipah dan bakau. Menurut informasi masyarakat setempat (Lampiran 10), penangkapan udang yang dilakukan di bawah tiap-tiap populasi tumbuhan terdapat perbedaan baik spesies maupun jumlah. Penangkapan yang dilakukan di bawah tumbuhan nipah lebih banyak dihasilkan dari pada penangkapan yang dilakukan di bawah tumbuhan bakau. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengumpulan data secara observasi yaitu terjun langsung ke lapangan dalam pengamatan dan pengambilan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah semua spesies udang yang terdapat di kawasan mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut. Sampel penelitian adalah semua spesies udang yang didapatkan dengan menggunakan alat penangkap tradisional yaitu saer ukuran 0,3 m 2 dengan jari-jari saer 30 cm dan luas mata saer 0,2 cm 2 di bawah tegakan pohon nipah sebanyak 28 titik dengan total sampel sebanyak 56 sampel. Pengambilan sampel didasarkan atas hasil survey pendahuluan mengenai keberadaan tegakan atau pohon nipah sepanjang 700 m atau salinitas air sampai batasan 10 permil. Menurut Nontji (1987) batas salinitas untuk perairan payau berkisar antara 0,5 17 permil.
5 54 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Berdarakan hasil penelitian dan identifikasi udang di bawah tumbuhan nipah kawasan mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut, spesies udang terdiri atas 8 spesies dari 3 family yang berbeda yaitu family Atydae, Palaemonidae, dan Penaeidae. Klasifikasi udang secara sistematis menurut Provenzano (1985) dan Wiley, J & Sons (1959) dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Spesies Udang yang Ditemukan di Bawah Tumbuhan Nipah Kawasan Mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut Phy-lum Class Ordo Family Genus + Spesies + Indonesia/ Nama Daerah Arthropoda Crustacea Decapoda Atydae Caridina Caridina nilotica Alama Caridina gracilirostris Udang trasi/ rebon*/ papay** Palaemonidachium Macrobra- Macrobrachium Udang muara equidens Palaemon Palaemon concinus Udang sapit** Penae-idae Metapenaeus Metapenaeus affinis Pink shrimp*** Penaeus Penaeus monodon Udang Tiger Fabricius Penaeus merguiensis Udang putih kecil/ udang krosok* Penaeus joyneri Udang putih besar Keterangan =* Jawa, *** Inggris, ** Banjar
6 55 Tabel 2. Kerapatan Udang di Bawah Tumbuhan Nipah Kawasan Mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut No Nama Spesies Jumlah ( ) Ratarata Kerapatan (K)/ 0,3 m 2 Kerapatan (K)/ 1 m 2 Pi -PiLogPi 1 Caridina nilotica Caridina gracilirostris Macrobrachium equidens Palaemon concinus Metapenaeus affinis Penaeus monodon Fabricius Penaeus merguiensis Penaeus joyneri Jumlah Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal Maret 2008 di Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut ditemukan 8 spesies udang yang terdiri dari 3 family yang berbeda yaitu: 2 spesies dari family Atydae (Caridina nilotica, Caridina gracilirostris), 2 spesies dari family Palaemonidae (Macrobrachium equidens, Palaemon concinus), dan 4 spesies dari family Penaeidae (Penaeus monodon Fabricius, Penaeus merguiensis, Penaeus joyneri, Metapenaeus affinis). Dilihat dari jumlah spesiesnya, udang di kawasan mangrove Desa Swarangan termasuk cukup banyak. Spesies udang yang ditemukan hampir semuanya/ relatif berukuran kecil (anakan) dan hanya satu spesies yang berukuran besar. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan mangrove (estuaria) memang merupakan tempat asuhan/ pembiakan udang. Nontji (1987) menjelaskan bahwa perairan mangrove dikenal berfungsi sebagai tempat asuhan (nursery ground) bagi berbagai spesies hewan akuatik yang mempunyai nilai ekonomi penting, seperti ikan, udang, dan kerang-kerangan. Selain itu juga merupakan tempat mencari makan dan tempat berlindung. Kemudian Nirarita, dkk (1996) menjelaskan bahwa sebagai habitat satwa liar,
7 56 hutan nipah merupakan tempat hidup dan berkembangbiak berbagai spesies satwa seperti burung, ikan, udang, berang-berang, kera, dan bekantan. Sebagai titik temu antara air laut dan air tawar, di kawasan hutan nipah ini sering terjadi perubahan salinitas air, kadang-kadang tawar dan kadang-kadang asin. Maka hewan yang hidup di kawasan ini adalah hewan-hewan tertentu yang memiliki ketahanan fisik yang khusus (Rachman & Sudarto, 1992). Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat diketahui bahwa spesies udang yang ditemukan bisa berupa spesies udang air laut, misalnya Penaeus monodon, P. merguiensis, Metapenaeus ensis dll; dan bisa juga berupa spesies udang air tawar misalnya Macrobrachium sp, Palaemon sp dll. Spesies udang air laut yang ditemukan pada saat penelitian yaitu: Penaeus joyneri, Penaeus merguiensis, Penaeus monodon Fabricius, Metapenaeus affinis, Palaemon concinus; sedangkan spesies udang air tawar yang ditemukan adalah: Macrobrachium equidens, Caridina gracilirostris, dan Caridina nilotica. Udang-udang yang hidup di kawasan tersebut memiliki ketahanan fisik yang kuat sehingga mereka mampu mentoleransi kondisi lingkungan perairan yang sering berubah-ubah (terutama mengenai salinitas perairan). Spesies udang yang ditemukan di kawasan tersebut sebagian besar adalah spesies udang laut yang mampu mentoleransi keadaan lingkungan di kawasan estuaria. Spesies udang yang ditemukan di kawasan tersebut adalah untuk bereproduksi dan tempat membesarkan anak-anaknya, jadi bukan merupakan habitat yang tetap atau habitat yang sebenarnya. Jumlah yang sedikit dari udang yang ditemukan diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan tertentu yang dalam hal ini ialah mengenai kondisi salinitas 10 permil, sementara itu salinitas yang optimal sebagai habitat udang di kawasan estuaria adalah 17 permil. Hal tersebut menyebabkan udang yang ada di laut hidup dalam kondisi yang tidak optimal. Oleh sebab
8 57 itu, hal tersebut jugalah yang menyebabkan spesies udang yang ditemukan sedikit. Dalam hal ini kemampuan spesies dalam mentoleransi salinitas perairan estuaria sangat menentukan keberadaan spesies udang. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa spesies udang di kawasan ini dapat berupa spesies udang laut dan dapat berupa spesies udang air tawar, akan tetapi pada saat ingin bereproduksi atau bertelur & memelihara anak-anaknya baru mereka berpijah ke kawasan ini. Karena pada saat penelitian sebagian besar udang yang ditemukan adalah berupa anakan, maka diduga pada saat penelitian merupakan musim anakan (bukan musim bertelur). Kerapatan Udang di Bawah Tumbuhan Nipah Kawasan Mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut Berdasarkan hasil penelitian di bawah tumbuhan nipah kawasan mangrove Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut (Tabel 2) didapatkan hasil untuk kerapatan tertinggi ditempati oleh udang Alama (Caridina nilotica) yaitu berasal dari family Atydae dengan kerapatan 3,457 atau 3 ekor/ m 2. Udang tersebut memiliki kerapatan tertinggi ini dikarenakan kemampuan udang tersebut berhubungan dengan kemampuannya beradaptasi terhadap perubahan lingkungan perairan dan juga kemampuannya dalam berkembangbiak atau daya reproduksinya dalam ekosistem tersebut. Adapun adaptasi yang dimaksud adalah adaptasi fisiologinya yang berhubungan dengan sistem reproduksinya, hal tersebut ditunjukkan dengan jumlah udang yang ditemukan sebagian besar berupa anakan. Pembahasan tentang peran faktor lingkungan terhadap kehidupan udang di bawah tumbuhan mangrove tersebut akan dijelaskan pada bagian berikutnya. memiliki Udang Alama (Caridina nilotica) adalah spesies udang yang karakteristik sebagai berikut: sebagian besar hidup pada perairan dalam dari pada dangkal, memiliki toleransi yang tinggi terhadap kandungan oksigen yang rendah, merupakan herbivore
9 58 pemakan alga dan tergolong spesies yang rakus sehingga spesies ini suka banyak makan, menghasilkan telur yang banyak dan anakan yang berhasil ditetaskan juga banyak, spesies ini termasuk spesies udang yang melindungi anaknya (Budeba, ab=issueslist~branches=10 - v102007) Tingkat kerapatan yang terendah ditempati oleh udang Putih Kecil/ Krosok (Penaeus merguiensis), family Penaeidae dengan kerapatan 0,039 ekor/ m 2. Rendahnya kerapatan spesies ini diduga karena kecilnya pengaruh udang ini terhadap suatu ekosistem tempat ia hidup. Pengaruh tersebut berhubungan dengan ketidak mampuannya dalam beradaptasi terhadap kondisi lingkungan perairan, sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap rendahnya daya reproduksi atau kemampuannya dalam berkembangbiak pada ekosistem tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan indeks diversitas atau indeks keanekaragaman diketahui bahwa pada kawasan mangrove yaitu di bawah tumbuhan nipah memiliki nilai indeks keanekaragaman sebesar 0,725 atau dalam katagori rendah. Seperti yang dijelaskan oleh Fachrul (2000) bahwa besarnya indeks keanekaragaman spesies menurut Shannon-Wiener didefinisikan sebagai berikut: keanekaragaman spesies pada suatu transek menunjukkan melimpah tinggi jika indeks keanekaragamannya H > 3, keanekaragaman spesies pada suatu transek menunjukkan sedang melimpah jika indeks keanekaragamannya H 1 H 3, dan keanekaragaman spesies pada suatu transek menunjukkan sedikit atau rendah jika indeks keanekaragamannya H < 1. Selain rendahnya ketersediaan Plankton, aktivitas masyarakat yang juga mempengaruhi rendahnya keanekaragaman udang di kawasan mangrove tersebut adalah adanya penebangan tumbuhan nipah untuk dimanfaatkan sebagai atap. Aktivitas inilah yang diduga
10 59 menyebabkan keberadaan tumbuhan nipah di kawasan tersebut terancam rusak. Sehingga lambat laun akan merusak kondisi tumbuhan tersebut sebagai habitat udang. Menurut Mudjiman (1992) selain kegiatan penangkapan, kemerosotan udang dapat pula disebabkan oleh rusaknya lingkungan hidup karena aktivitas manusia, misalnya saja kerusakan vegetasi tempat hidup udang, pembuatan bendungan, jalan dan pabrik-pabrik. KESIMPULAN 1. Berdasarkan hasil penelitian pada tanggal Maret 2008 di Desa Swarangan Kecamatan Jorong Kabupaten Tanah Laut ditemukan 8 spesies udang yang terdiri dari 3 family yang berbeda yaitu: 2 spesies dari family Atydae (Caridina nilotica, Caridina gracilirostris), 2 spesies dari family Palaemonidae (Macrobrachium equidens, Palaemon concinus), dan 4 spesies dari family Penaeidae (Penaeus monodon Fabricius, Penaeus merguiensis, Penaeus joyneri, Metapenaeus affinis). 2. Nilai indeks keanekaragaman udang sebesar 0,725 atau dalam katagori rendah
11 60 DAFTAR PUSTAKA Bandini, Y Nipah Pemanis Alami Baru. Penebar Swadaya, Jakarta. Fachrul, M.F Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara, Jakarta. Nirarita, N.C.H., Prianto Wibowo, Shanti S., Djupri Padmawinata, M. Syarif, Yeni H., Kusniangsih, dan Lidiya Gr. Sinulingga Ekologi Lahan Basah. Buku Panduan untuk Guru dan Praktisi Pendidikan Direktorat Jendral Perlindungan Hutan dan Pelestarian. Bogor. Rahman, A.K. & Sudarto, Y Nipah Sumber Pemanis Baru. Kanisius, Yogyakarta. Sawitri, R. & Iskandar, S Pengaruh Pengelolaan Hutan Produksi terhadap Keragaman Jenis Plasma Nutfah Perairan. Plankton//Kwalitas perairan.htm Smith, Simon & Matthew Briggs Originated by: Fisheries and Aquaculture Department. http--www_fao_org-docrep-009-a0113e- A0113E183_jpg Wiley, J & Sons Fresh-Water Biology (second edition). United States of America, New York. Wirakusumah, S Dasar-dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. UI-Press. Jakarta.
ABSTRAK KERAPATAN DAN POLA DISTRIBUSI UDANG DI SUNGAI KAPUAS MURUNG DESA PULAU TELO KECAMATAN SELAT KABUPATEN KAPUAS
ABSTRAK KERAPATAN DAN POLA DISTRIBUSI UDANG DI SUNGAI KAPUAS MURUNG DESA PULAU TELO KECAMATAN SELAT KABUPATEN KAPUAS Oleh: Jamiatul Wahdah 1, Kaspul 2, Hardiansyah 3 Program Studi Pendidikan Biologi PMIPA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Mangrove Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis sampai sub tropis yang memilkiki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung
Lebih terperinciKAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR
KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan
I. PENDAHULUAN Mangrove adalah tumbuhan yang khas berada di air payau pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia sekitar 3.735.250 ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar
Lebih terperinciMangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan
1 2 Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Menurut Mastaller (1997) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi untuk menerangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks
Lebih terperinciKlasifikasi Udang Air Tawar Peranan Udang Air Tawar dalam Ekosistem
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Udang Air Tawar Secara garis besar Crustacea dibagi menjadi enam kelas, yaitu Branchiopoda, Cephalocarida, Malacostraca, Maxillopoda, Ostracoda dan Remipedia (Martin 2001).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang dinamis serta memiliki potensi ekonomi bahkan pariwisata. Salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara yang cukup luas dimana sebagian wilayahnya merupakan wilayah perairan. Wilayah pesisir menjadi penting karena merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses yang kompleks, namun kompleksitasnya selalu seiring dengan perkembangan manusia. Melalui pendidikan pula berbagai aspek kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang
Lebih terperinciSTRUKTUR KOMUNITAS UDANG (Crustacea) DI PERAIRAN PESISIR KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU
STRUKTUR KOMUNITAS UDANG (Crustacea) DI PERAIRAN PESISIR KECAMATAN SIANTAN KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PROVINSI KEPULAUAN RIAU Lani Puspita dan Nita Angella Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. rawa, hutan rawa, danau, dan sungai, serta berbagai ekosistem pesisir seperti hutan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai lahan basah paling luas dan mungkin paling beragam di Asia Tenggara, meliputi lahan basah alami seperti rawa,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas garis pantai yang panjang + 81.000 km (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2007), ada beberapa yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu
Lebih terperinci1. Pengantar A. Latar Belakang
1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki
Lebih terperinciORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster
ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster Kelompok Macrura Bangsa Udang dan Lobster Bentuk tubuh memanjang Terdiri kepala-dada (cephalothorax) dan abdomen (yang disebut ekor) Kaki beruas
Lebih terperinciI PENDAHULUAN Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman
Lebih terperinciBAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan
29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda
Lebih terperinciOleh. Firmansyah Gusasi
ANALISIS FUNGSI EKOLOGI HUTAN MANGROVE DI KECAMATAN KWANDANG KABUPATEN GORONTALO UTARA JURNAL Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Menempuh Ujian Sarjana Pendidikan Biologi Pada Fakultas Matematika
Lebih terperinciORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)
ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) Kelompok Macrura (lanjutan) Bangsa Udang Penaeid Pada stadium post larva, anakan udang hidup merayap atau melekat pada benda2 di dasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena merupakan gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan bakau / mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang surut atau tepi laut (pesisir). Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan
Lebih terperinciPEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUNGAN,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN MUARA SUNGAI DAN PANTAI DALAM WILAYAH KABUPATEN BULUNGAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah salah satu ekosistem hutan yang terletak diantara daratan dan lautan. Hutan tersebut mempunyai karakteristik unik dibandingkan dengan formasi hutan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil Objek dan Lokasi Penelitian 1. Profil Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah jenis zooplankton yang ada di estuari Cipatireman pantai Sindangkerta Kecamatan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. (perairan) lainnya, serta komplek-komplek ekologi yang merupakan bagian dari
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik (perairan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan
I. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia adalah salah satu negara yang dikenal memiliki banyak hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan tropis Indonesia adalah
Lebih terperinciIKAN HARUAN DI PERAIRAN RAWA KALIMANTAN SELATAN. Untung Bijaksana C / AIR
@ 2004 Untung Bijaksana Makalah Pengantar Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor September 2004 Dosen : Prof. Dr. Ir. Rudy C Tarumingkeng IKAN HARUAN DI PERAIRAN KALIMANTAN
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Menurut Mac Nae (1968), pada mulanya hutan mangrove hanya dikenal secara terbatas oleh kawasan ahli
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis
PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,
I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tempat dengan tempat lainnya. Sebagian warga setempat. kesejahteraan masyarakat sekitar saja tetapi juga meningkatkan perekonomian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang sangat kaya raya akan keberagaman alam hayatinya. Keberagaman fauna dan flora dari dataran tinggi hingga tepi pantai pun tidak jarang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pantai Nanganiki merupakan salah satu pantai yang terletak di Desa Ne otonda Kecamatan Kotabaru Kabupaten Ende. Keindahan Pantai Nanganiki dapat dinikmati sebagai objek
Lebih terperinciKEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH. Halidah
Keanekaragaman Plankton pada Hutan Mangrove KEANEKARAGAMAN PLANKTON PADA HUTAN MANGROVE DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Balai Litbang Lingkungan Hidup dan Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut
TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. organisme dapat disebut alamat suatu organisme. Relung (Ninche) adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Habitat dan relung merupakan dua istilah tentang kehidupan organisme. Habitat adalah tempat suatu organisme hidup. Habitat suatu organisme dapat disebut alamat suatu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,
Lebih terperinciIDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR
3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI
Lebih terperinciPROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE
SALINAN PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAROS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN HUTAN MANGROVE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan
Lebih terperinciMONITORING LINGKUNGAN
MONITORING LINGKUNGAN Monitoring dalam kegiatan pengelolaan hutan sangat diperlukan guna mengetahui trend/kecenderungan perkembangan vegetasi (flora), fauna maupun kondisi alam dengan adanya kegiatan pengelolaan
Lebih terperinciPENDAHULUAN BAB I Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang oleh air laut, komunitasnya dapat bertoleransi terhadap air garam, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah. jenis memiliki nilai keindahan tersendiri. Burung memerlukan syarat
17 TINJAUAN PUSTAKA Bio-ekologi Burung Satwa burung (avifauna) merupakan salah satu satwa yang mudah dijumpai hampir di setiap tempat. Jenisnya sangat beranekaragam dan masingmasing jenis memiliki nilai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi oleh jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan memiliki sumber daya laut yang melimpah. Wilayah perairan Indonesia memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000
Lebih terperinciEKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL
EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata
Lebih terperinciPENDAHULUAN. PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries 1
PENDAHULUAN PT. Bintuni Utama Murni Wood Industries (PT. BUMWI) adalah merupakan salah satu perusahaan pengusahaan hutan yang mengelola hutan bakau (mangrove). Dan seperti diketahui bahwa, hutan mangrove
Lebih terperinciManfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat
Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Diperoleh model dalam pengelolaan lahan mangrove dengan tambak dalam silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat bermanfaat bagi pengguna
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat besar,
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. berbeda antara dua atau lebih komunitas (Odum, 1993).
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau sekitar 17.508 pulau dan panjang pantai kurang lebih 81.000 km, memiliki sumber daya pesisir
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan. serta ada yang berskala kecil(said dan lutan, 2001).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian mencakup kegiatan usahatani perkebunan, perhutanan, peternakan, dan perikanan. Usaha di bidang pertanian Indonesia bervariasi dalam corak dan ragam. Dari sakala
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sehingga menghasilkan komunitas yang khas (Pritchard, 1967).
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Estuari adalah perairan semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut yang bersalinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar yang bersalinitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat family,
TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Morfologi Kepiting Bakau (Scylla spp.) Kepiting merupakan salah satu hewan air yang banyak di jumpai di Indonesia dan merupakan hewan Arthropoda yang terbagi kedalam empat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan
Lebih terperinciBab III Karakteristik Desa Dabung
Bab III Karakteristik Desa Dabung III.1. Kondisi Fisik Wilayah III.1.1. Letak Wilayah Lokasi penelitian berada di Desa Dabung yang merupakan salah satu desa dari 18 desa yang terdapat di Kecamatan Kubu
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian deskriptif (Muhamad Ali, 1992). Jenis penelitian ini memberikan
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dasar dengan menggunakan metode penelitian deskriptif (Muhamad Ali, 1992). Jenis penelitian ini memberikan gambaran atau
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove Mangrove atau biasa disebut mangal atau bakau merupakan vegetasi khas daerah tropis, tanamannya mampu beradaptasi dengan air yang bersalinitas cukup tinggi, menurut Nybakken
Lebih terperinciKeanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak
Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara mega-biodiversity dengan tingkat keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, ditandai dengan ekosistem, jenis dalam ekosistem, dan plasma nutfah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar
Lebih terperinciANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
Bimafika, 2010, 2, 114-121 ANALISIS POTENSI KEPITING BAKAU (Scylla spp) DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Tahir Tuasikal*) Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Darussalam Ambon Diterima 15-04-10;
Lebih terperinciTINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal
TINJUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (bahasa Indonesia), selain itu, hutan mangrove oleh masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar peranannya dalam Pembangunan Nasional, kurang lebih 70% dari luas daratan berupa hutan. Hutan sangat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. meningkatnya permintaan udang baik di pasar domestik maupun di pasar
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi sumberdaya udang laut yang sangat besar, yakni sekitar 78.800 ton per tahun. Udang merupakan komoditas unggulan perikanan Indonesia
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Herlin Nur Fitri, 2015
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diversitas atau keanekaragaman makhluk hidup termasuk salah satu sumber daya lingkungan dan memberi peranan yang penting dalam kestabilan lingkungan. Semakin tinggi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem perikanan pantai di Indonesia merupakan salah satu bagian dari sistem perikanan secara umum yang berkontribusi cukup besar dalam produksi perikanan selain dari perikanan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh
15 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungan di wilayah pesisir dan antara makhluk hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagian besar wilayah di Indonesia adalah perairan, perairan tersebut berupa laut, sungai, rawa, dan estuari. Pertemuan antara laut dengan sungai disebut dengan
Lebih terperinci