BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hukum di sini mempunyai arti yang sangat penting dalam aspek

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Hukum di sini mempunyai arti yang sangat penting dalam aspek"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, yang mengatur segala kehidupan masyarakat Indonesia. Hukum di sini mempunyai arti yang sangat penting dalam aspek kehidupan sebagai pedoman tingkah laku manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. 4 Hukum merupakan sarana untuk mengatur masyarakat sebagai sarana kontrol sosial, maka hukum bertugas untuk menjaga agar masyarakat dapat tetap berada dalam pola-pola tingkah laku yang diterima olehnya. Hukum bertugas untuk mengatur masyarakat yang dimaksudkan bahwa kehadiran hukum dalam masyarakat adalah untuk mengintegrasikan dan untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Sehingga diharapkan kepentingan-kepentingan yang satu dengan yang lain tidak saling berlawanan. Untuk mencapai ini dapat dilakukan dengan membatasi dan melindungi kepentingan tersebut. 5 Sebagai Negara hukum yang menganut falsafah Pancasila dan berdasarkan UUD 1945, Indonesia memiliki cita-cita, ingin mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera, secara menyeluruh bagi seluruh rakyat. Dalam mencapai cita-cita bangsa diatas tidaklah merupakan suatu hal yang mudah. 4 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, edisi ke-3, Liberty: Yogyakarta, 2007, hal Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Persada Media Grup: Jakarta, 2008, hal 36.

2 Kenyataan menunjukkan bahwa didalam masyarakat banyak terjadi tindakan melawan hukum dan merugikan keuangan negara maupun merugikan kepentingan masyarakat sendiri yang disebut tindak pidana korupsi. Tindak pidana korupsi merupakan masalah yang sangat serius, karena tindak pidana korupsi dapat membahayakan stabilitas dan keamanan negara dan masyarakat, membahayakan pembangunan sosial, ekonomi masyarakat, politik bahkan dapat pula merusak nilai-nilai demokrasi serta moralitas karena semakin lama tindak pidana ini sudah menjadi budaya dan ancaman terhadap cita-cita menuju masyarakat adil dan makmur. 6 Korupsi merupakan salah satu masalah terbesar yang sedang dihadapi negara kita saat ini. Korupsi sudah seperti membudaya karena dalam praktiknya telah begitu erat dengan prilaku dan kebiasaan hidup para pejabat dan penyelenggara negara di Indonesia. Bukan hanya menjadi wabah penyakit yang dapat membawa kehancuran bagi perekonomian negara, korupsi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat. Korupsi di Indonesia merupakan virus flu yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintah bahkan sampai ke perusahaan-perusahaan milik negara. Korupsi berkaitan dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu dapat melakukan penyalahgunaan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kroninya. Dapat ditegaskan bahwa korupsi itu selalu bermula dan berkembang di sektor pemerintahan (publik) dan perusahaan-perusahaan milik negara. Dengan buktibukti yang nyata dengan kekuasaan itulah pejabat publik dan perusahaan milik hal.2 6 Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK, Sinar Grafika: Jakarta, 2008,

3 negara dapat menekan atau memeras orang-orang yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah maupun badan usaha milik negara. 7 Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancaasila dan Undang-Undang Dasar Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera tersebut, perlu secara terus menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pada umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya. 8 Ditengah upaya pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena dalam kenyataan adanya perbuatan korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar yang pada gilirannya dapat berdampak pada timbulnya krisis di berbagai bidang. Untuk itu, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu semakin ditingkatkan dan diintensifkan dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat. 9 Maraknya tindak pidana korupsi di Indonesia maka pemerintah mengeluarkan suatu produk hukum yang berbentuk Undang-Undang. Adapun Undang-Undang yang pertama kali dikeluarkan yaitu Undang-Undang Nomor 3 7 Romli Atmasasmita, Sekitar Korupsi Aspek Nasional dan Aspek Internasional, CV. Mandar Maju: Bandung, 2004, hal 1. 8 Penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi, hal Ibid., hal 18.

4 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya disebut PTPK. Undang-Undang PTPK tahun 1971 ini tidak lagi digunakan karena, dalam undang-undang ini semua jenis delik baik yang bobotnya lebih ringan termasuk delik yang berkualifikasi diancam dengan pidana yang sama, yaitu pidana penjara maksimum seumur hidup dan/atau denda maksimum 30 juta rupiah. 10 Undang- Undang ini tidak lagi dipakai karena kurang efesien dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Maka dari itu Undang-Undang tahun 1971 diganti dengan Undang-Undang PTPK Nomor 31 tahun Dalam Undang-Undang PTPK 1999 diadakan pembedaan ancaman pidana baik penjaraa maupun denda sesuai dengan bobot delik termasuk kualifikasinya. Dengan demikian, ada yang diancam dengan pidana penjara lebih ringan karena bervariasi dari pidana penjara maksimum seumur hidup dan denda maksimum satu milyar rupiah 11. Tetapi undang-undang ini juga kurang efesien karena menetapkan ancaman pidana minimum khusus yang berlawanan dengan KUHP. Undang-Undang PTPK tahun 1999 menilai satu tahun pidana penjara setara 50 juta rupiah denda. 12 Undang-Undang PTPK tahun 1999 diubah dengan Undang-Undang PTPK Nomor 20 tahun 2001, undang-undang ini menghapus minimum khusus baik penjara maupun denda delik yang berasal dari KUHP karena tidak logis dan adil, misalnya orang menggelapkan uang hanya sepuluh ribu rupiah tidak boleh 10 Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2015, hal Ibid., hal Ibid., hal 101.

5 dipidana kurang dari tiga tahun penjara dan/atau denda tidak boleh kurang dari 150 juta rupiah. 13 Meskipun pemerintah telah mengeluarkan Undang-Undang PTPK bukan berarti korupsi hilang begitu saja, korupsi terus terjadi seiring berjalannya waktu karena meningkatnya kebutuhan hidup manusia dan gaya hidup yang mordenisasi.menurut mantan Sekretaris Jendral Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kofi Annan menyatakan bahwa tindak pidana korupsi telah melukai dan meyakiti kaum miskin melalui ketidakproporsionalan atau ketimpangan alokasi pendanaan, menurunkan kemampuan pemerintah untuk melakukan pelayanan mendasar terhadap warga negaranya, menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidakadilan, serta berpengaruh buruk terhadap investasi dan dana bantuan luar negeri. Selain menghambat investasi, tindak pidana korupsi itu sendiri adalah hambatan terbesar untuk merealisasikan keseimbangan pendapatan, kesejahteraan, akses pendidikan, bahkan pemberantasan kemiskinan. 14 Penegakan hukum yang dilakukan secara konvensional untuk memberantas tindak pidana korupsi terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan hukum yang luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang mempunyai kewenangan yang luas, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan secara optimal dan berkesinambungan. 13 Ibid., hal Kristian dan Yopi Gunawan, Tindak Pidana Korupsi Kajian terhadap Harmonisasi antara Hukum Nasional dan The United Nations Convention Againt Corruption (UNCAC), Refika Aditama: Bandung, 2015, hal 7.

6 Indonesia Coruption Watch (ICW) melakukan pemetaan kasus korupsi di Indonesia periode Januari 2016 hingga Juni Sepanjang Januari 2016 sampai Juni 2016 aparat penegak hukum berhasil menaikkan status kasus dari penyelidikan ke penyidikan sebanyak 210 kasus dimana kerugian negara mencapai Rp 890,5 milyar dan suap Rp 28 milyar, SGD 1,6 juta, dan USD 72 ribu. 15 Pemerintah sangat serius dalam memberantas tindak pidana korupsi yang semakin hari semakin merajalela di negara ini, dan dikarenakan korupsi merupakan tindak pidana luar biasa maka dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dibentuk pada tahun 2002 dengan dasar hukum pendirian yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun Terbukti dengan dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus-kasus korupsi semakin banyak yang terkuak, misalnya saja kasus korupsi Suap Proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dengan ditangkapnya tersangka pertama Damayanti Wisnu Putranti pada tanggal 13 Januari kemarin kasus ini mengalami perkembangan. Sekarang KPK sudah menetapkan setidaknya 10 tersangka terkait kasus ini, salah satunya adalah Musa Zainuddin anggota komisi V DPR RI dari fraksi PKB yang diduga menerima hadiah atau janji dari Abdul Khoir selaku Direktur Utama PT WTU. Sebelumnya 4 tersangka termasuk di dalamnya Damayanti Wisnu Putranti yang telah ditetapkan oleh KPK telah divonis oleh Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta pusat 15 ICW: 500 Orang jadi Tersangka Kasus Korupsi Sepanjang Januari-Juni 2016, diakses tanggal 7 Juni 2017, pukul WIB.

7 dengan vonis masing-masing 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp (lima ratus juta rupiah). 16 Lebih parahnya lagi korupsi juga dilakukan oleh penegak hukum, contoh kasusnya yaitu korupsi yang dilakukan oleh Ketua Pengadilan Agama Padang Panjang Syamri Adnan. Syamri di dihukum 10 tahun penjara, ditambah pidana denda Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan oleh Mahkamah Agung (MA). Syamri dihukum karena melakukan penggelembungan harga (mark up) pembelian tanah bangunan baru Kantor Pengadilan Agama meninjau dari harga Rp 150 ribu per meter persegi menjadi Rp per meter persegi. 17 Contoh kasus lainnya adalah tindak pidana korupsi pada penyaluran dana (bansos) dan hibah Pemprov Sumut pada 2012 dan 2013 yang dilakukan oleh kepala daerah yaitu Mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho. Perbuatan Gatot ini melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No 20 Tahun Gatot dijatuhi hukuman oleh Pengadilan Tipikor Medan dengan pidana 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta. 18 Korupsi tidak hanya terjadi ditingkat daerah kota, kabupaten, propinsi, tetapi juga terjadi di lembaga Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Kerugian 16 KPK: Ada Perkembangan Terbaru di Kasus Suap di Kementrian PUPR diakses tanggal 25 februari 2017, Pukul WIB. 17 Korupsi, Hakim Pengadilan Tinggi Agama Divonis 10 Tahun Panjara, tahun-penjara, diakses tanggal 7 Juni 2017, Pukul WIB. 18 Korupsi Bansos Sumut, Gatot Pujo Nugroho divonis 6 tahun penjara, diakses tanggal 7 Juni 2017, pukul WIB.

8 negara tertinggi berdasarkan tempat terjadinya korupsi atau berdasarkan lembaga yakni berasal dari seluruh lembaga dalam jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dengan jumlah 264 kasus. Diikuti oleh kelembagaan dalam naungan Pemerintah Kota (Pemkot) dengan jumlah 5 kasus kasus dan terakhir dalam jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) dengan jumlah 23 kasus. Kerugian negara akibat korupsi di lingkungan Pemkab mencapai 657,7miliar rupiah. Diikuti oleh lembaga BUMN yang mencapai 249,4 miliar rupiah, kemudian Pemkot yang mencapai 88,1 miliar rupiah Romli Atmasasmita, Sekitar Korupsi Aspek Nasional dalam Aspek Internasional, CV.Mandar Maju: Bandung, 2004, hal 1.

9 Berdasarkan data tersebut, timbullah ketertarikan Penulis untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul : PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI P.T POS INDONESIA (Studi Putusan Pengadilan Negeri No. 67/Pid.Sus- TPK/2016/PN.Mdn). Adapun kasus yang akan penulis teliti adalah kasus yang telah diputus oleh Pengadilan Negeri Medan atas nama terdakwa Ardin Sayur Nasution yang melakukan tindak pidana korupsi pada saat ia menjabat sebagai Kepala Cabang Kantor Pos Sipiongot. B.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi rumusan masalah adalah : 1. Bagaimana pengaturan Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? 2. Bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi di P.T Pos Indonesia (studi kasus Putusan Pengadilan Negeri No.67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn)? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum. Namun berdasarkan permasalahan yang ditemukan di atas, maka tujuan adari penulisan skripsi ini adalah:

10 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan Tindak Pidana Korupsi. 2. Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidadna Korupsi Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah: 1. Sebagai bahan informasi bagi Mahasiswa Fakultas Hukum pada khususnya dalam hal pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi. 2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat nantinya bagi para penegak hukum dalam upaya memberikan proses peradulan yang baik dan tepat, sehingga tidak dapat mengakibatkan kerugian bagi para pihak yang mencari keadilan dan dapat memberikan rasa keadilan yang sebesarbesarnya di tengah masyarakat. D. Keaslian Penulisan Mengenai keaslian penulisan skripsi ini dibuat sendiri oleh penulis dengan melihat dasar-dasar yang telah ada baik melalui literatur maupun pengumpulan data-data yang dihimpun melalui berbagai sumber seperti buku-buku, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan judul skripsi ini serta melalui media elektronik seperti internet, sekaligus dari hasil pemikiran penulis sendiri. Sepanjang penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang dilakukan oleh penulis belum terdapat judul yang sama dengan judul yang ditulis oleh penulis dalam skripsi ini. Dengan kata lain, skripsi ini belum pernah ada yang membuat, kalaupun ada substansi pembahasannya

11 berbeda, sehingga skripsi ini benar-benar merupakan tulisan yang berbeda dengan tulisan lain. Dengan demikian, keaslian penulisan skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. E. Tinjauan Kepustakaan 1. a. Pengertian Tindak Pidana Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan perkataan strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tanpa memberikan sesuatu penjelasan mengenai apa yang sebenarnya yang dimaksud dengan perkataan strafbaar feit tersebut. Menurut Profesor Pompe, perkataan strafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 20 Dalam bahasa Belanda strafbaarfeit terdapat dua unsur pembentuk kata, yaitu strafbaar dan feit. Perkataan feit dalam bahasa Belanda diartikan sebagian dari kenyataan, sedangkan strafbaar berarti dihukum, sehingga secara harafiah perkataan strafbaarfeit berarti sebagian dari kenyataan yang dapat dihukum. 21 Menurut hukum positif kita, suatu strafbaarfeit itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu tindakan yang menurut suatu rumusan undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. 20 P.A.F Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti: Bandung, 1997, hal Ibid

12 Tresna menggunakan istilah peristiwa pidana sebagai terjemahan dari strafbaarfeit dan mendefinisikannya sebagai suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan perundang-undangan lainnya terhadap perbuatan mana diadakan penghukuman. 22 Simons mendefinisikan tindak pidana sebagai suatu perbuatan (handeling) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab. Jonkers dan Utrecht sependapat dengan Simons karena rumusan tindak pidana tersebut lengkap. Van Hamel juga sependapat dengan Simons tetapi menambahkan dengan adanya sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum. Jadi pengertian tindak pidana menurut Van Hemel meliputi lima unsur, yaitu: 1. Diancam dengan pidana oleh hukum; 2. Bertentangan dengan hukum; 3. Dilakukan dengan seseorang dengan kesalahan (schuld); 4. Seseorang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya; 5. Sifat perbuatan yang mempunyai sifat dapat dihukum. Jadi, dapat disimpulkan bahwa yang dikatakan tindak pidana itu adalah suatu rumusan yang memuat unsur-unsur tertentu yang menimbulkan dapat dipidananya seseorang atas perbuatannya yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana Guse Prayudi, Tindak Pidana Korupsi Dipandang Dalam Berbagai Aspek,Pustaka Pena: Yogyakarta, 2010, hal Roni Wiyanto, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, CV Mandar Maju: Bandung 2012,hal

13 b. Unsur-unsur Tindak Pidana Suatu perbatan dapat dianggap sebagai suatu tindak pidana, abapibla perbuatan itu telah memenuhi semua unsur yang dirumuskan sebagai tindak pidana. Artinya, seseorang baru dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas perbuatannya, apabila perbuatan itu telah memenuhi semua usur tindak pidana bagaimana yang dirumuskan di dalam pasal-pasal undang-undang pidana. Bilamana suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai suatu tindak pidana, maka harus memenuhi lima unsur, yaitu: 1. Harus ada suatu kelakuan (gedraging); 2. kelakuan itu harus sesuai dengan undang-undang (wetterlijke omschrijving); 3. Kelakuan itu adalah kelakuan tanpa hak (melawan hukum); 4. Kelakuan itu dapat diberatkan (dipertanggungjawabkan) kepada pelaku; 5. Kelakuan itu diancam dengan pidana. 24 Setiap tindak pidana yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur subjektif dan unsur objektif. Unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk segala sesuatu yang ada di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu da dalam keadaan-keadaan mana tindakantindakan si pelaku itu harus dilakukan. Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah: 24 Ibid, hal

14 1. Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau culpa); 2. Maksud atau voornemen pada suatu percobaan atau pooging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) KUHP; 3. Macam-macam makasud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain-lain; 4. Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte read seperti yang misalnya terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; 5. Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP. Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana itu adalah : 1. Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid; 2. Kualitas diri si pelaku, misalnya keadaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP; 3. Kualitas, yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan sebagai akibat. 25 c. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang itu adalah untuk menentukan kesalahan dari tindak pidana yang dilakukannya. 25 P.A.F Lamintang, Op.Cit., hal

15 Pertanggungjawaban pidana atau criminal liability artinya adalah bahwa orang yang telah melakukan suatu tundak pidana itu belum berarti ia harus dipidana, melainkan ia harus mempertanggungjawabkan atas perbuatannya yang telah dilakukan, jika ditemukan unsur-unsur kesalahan padanya, karena suatu tindak pidana itu sendiri atas dua unsur, a criminal act (actus reus) dan a criminal intent (mens rea). 26 Suatu perbuatan yang telah memenuhi unsur-unsur yang dirumuskan sebagai tindak pidana, belumlah cukup bagi hakim untuk menjatuhkan pidana kepada si pelakunya, kecuali si pelaku telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk disebut mempunyai kesalahan. Oleh karenanya, bilamana si pelaku dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dialukannya terlebih dahulu harus dikoreksi keadaan jiwanya, apabila dirinya dapat disalahkan, maka dirinya harus mempertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan. Sebaliknya, apabila orang itu tidak ada kesalahan, maka dirinyapun tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, artinya meskipun melakukan tindak pidana abapila dirinya tidak dapat disalahkan karena keadaan jiwanya, maka dirinya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindak pidana yang dilakuka Pengertian Korupsi dan Tindak Pidana Korupsi Korupsi berasal dari bahasa latin yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok 28. Korupsi adalah perbuatan pejabat publik, baik politisi maupun 26 Hasbullah F. Sjawie, Pertanggungjawaban Pidana Korporasi pada Tindak Pidana Korupsi, Kencana: Jakarta, 2015, hal Roni Wijayanto, Op.Cit., hal H.Juni Sjafrein, Say No To Korupsi, Visi Media: Jakarta, 2012, hal 7.

16 pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak. A.S Hornby dan kawan-kawan mengartikan istilah korupsi sebagai suatu pemberian atau penawaran dan penerimaan hadiah berupa suap (the offering and accepting of bribes), serta kebusukan atau keburukan (decay). Sedangkan David M. Calmer menguraikan pengertian korupsi dalam berbagai bidang, antara lain meyangkut masalah penyuapan yang berhubungan dengan manipulasi bidang ekonomi, dan menyangkut bidang kepentingan umum. 29 Pengertian korupsi dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (W.J.S Poerwadaminta), diartikan sebagai perbuatan curang, dapat disuap dan tidak bermoral. Adapun menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan dan sebagainya untuk kepentingan pribadi atau orang lain. Di dunia internasional pengertian korupsi menurut Black Law adalah: suatu perbuatan yang dilakukan dengan sebuah maksud untuk mendapatkan beberapa keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan kebenarankebenaran lainnya 30 Arti harafiah dari korupsi dapat berupa: a) Kejahatan, kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran 29 H, Elwi Danil, Korupsi Konsep, Tindak Pidana dan Pemberantasannya, PT.RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2011, hal Surachmin dan Suhandi Cahaya, Op.Cit.,,Sinar hal 10.

17 b) Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya c) Korup (busuk; suka menerima uang suap/uang sogok; memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya). Korupsi (perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya. Koruptor ( orang yang korupsi). Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam yang di atas karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat dan keadaan yang busuk, jabatan dalam instansi atau aparatur pemerintah, penyelewangan kekuasaan dalam jabatab karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatannya. 31 Istilah korupsi sesungguhnya sangat luas mengikuti perkembangan kehidupan masyarakat yang semakin komlpeks dan semakin canggihnya teknologi, sehingga mempengarusi pola pikir dan stuktur masyarakat dimana bentuk-bentuk kejahatan yang dulunya berbentuk tradisional berkembang menjadi inkonvensional. Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juga menjelaskan bahwa korupsi bukan hanya merugikan keuangan negara tetapi juga penyuapan penggelapan, pemalsuan, pemerasan dalam jabatan, gratifikasi, dan dari perbuatan tersebut dapat merugikan masyarakat. 31 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Edisi Kedua,Sinar Grafika: Jakarta, 2005, hal 8-9.

18 Ada tiga tipe fenomena yang tercakup dalam istilah korupsi: penyuapan (ibribery), pemerasan (exortion), dan nepotisme. Ketiga tipe itu berbeda namun terdapat benang merah yang menghubungkan ketiga tipe korupsi itu, yaitu penempatan kepentingan-kepentingan publik di bawah tujuan-tujuan pribadi dengan pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan, yang dibarengi dengan keserbarahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan pengabaian atas kepentingan publik. 32 Mochtar Mas oed mendefinisikan tindak pidana korupsi sebagai prilaku yang menyimpang dari kewajiban formal suatu jabatan publik karena kehendak untuk memperoleh keuntungan ekonomis atau status bagi diri sendiri, dan keluarga dekat. Tindak pidana korupsi umumnya merupakan transaksi dua pihak, yaitu pihak yang menduduki jabatan publik dan pihak yang bertindak sebagai pribadi swasta. James C. Scoot memiliki pendirian bahwa tindak pidana korupsi meliputi penyimpangan tingkah laku atau penyimpangan standar, yaitu melanggar atau bertentangan dengan hukum untuk memperkaya diri sendiri. Oleh karenanya, dalam rangka penanggulangan tindak pidana korupsi, diperlukan kontrol sosial. 33 Sebelum keluarnya undang-undang yang mengatur secara resmi dan tersendiri tentang korupsi di Indonesia, pengertian korupsi itu yang pertama kali dirumuskan dalam Peraturan Penguasa Militer Nomor Prt/PM-06/1957 tanggal 9 April 1957 yang dikelompokkan menjadi dua pengertian, yaitu : 1. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh siapapun juga, baik untuk kepentingan sendiri, untuk kepentingan orang lain, atau untuk 32 Chaerul Amir, Kejaksaan Memberantas Korupsi (Suatu Analisis Historis, Sosiologis, dan Yuridis), Deleader: Jakarta, 2014, hal Kristian dan Yopi Gunawan, Op.Cit.,

19 kepentingan suatu badan yang langsung atau tidak langsung menyebabkan kerugian keuangan atau perekonomian negara. 2. Tiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang pejabat yang menerima gaji atau upah dari suatu badan yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah, yang dengan mempergunakan kesempatan atau kewenangan atau kekuasaan yang diberi kepadanya oleh jabatan langsung atau tidak langsung membawa keuntungan keuangan atau materill baginya. 34 F. Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten untuk memperoleh gambaran data keterangan suatu objek yang diteliti. Metode penelitan yang dilakukan penulis dalam mengadakan penelitian sehubungan dengan penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem niorma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran) Edy Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Korporasi Berikut Studi Kasus, Citra Aditya Bakti: Bandung, hal Mukti Fazar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Belajar: Yogyakarta, 2010, hal 154.

20 Penelitian hukum normatif mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum, penelitan terhadap sistematika hukum, penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, penelitian sejarah hukum dan penelitian perbandingan hukum. 36 Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau normanorma dalam hukum positif. 2. Jenis Data dan Sumber Data Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data skunder yang diperoleh dari : a. Bahan Hukum Primer: Bahan hukum primer dalam tulisan ini terdiri atas peraturan perundangundangan, yurisprudensi atau putusan pengadilan, dan perjanjian internasional (traktat). Dalam penelitian ini, adapun jenis bahan hukum primer yang digunakan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, Undang- Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Serta peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam penulisan ini. 36 Ibid, hal. 153.

21 b. Bahan Hukum Skunder: Dalam penulisan skripsi ini penulis juga menggunakan bahan hukum skunder, yaitu bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum primer yang ada. Bahan hukum skunder adalah bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, bukubuku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran), pamflet, brosur dan berita internet. 37 c. Bahan Hukum Tertier: Bahan Hukum Tertier merupakan bahan hukum yang dapat menjelaskan dengan baik bahan hukum primer maupun bahan hukum skunder, yang berupa kamus, ensiklopedia, dan lain-lain. 3. Metode Pengumpul Data Dalam menulis skripsi ini metode yang dipakai dalam pengumpulan data adalah dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research). Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelahaan terhadap buku-buku literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang akan dipecahkan. 4. Analisis Penulisan Berdassarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian bersifat deskriptif analitis, analisis data yang dipergunakan adalah pendekatan 37 Mukti Fazar ND, Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Belajar: Yogyakarta,hal

22 kualitatif terhadap data primer dan data skunder. Deskriptif tersebut meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna dari aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian. 38 G. Sistematika Penulisan Pembahassan dan penyajian suatu penelitian harus teratur agar tercipta karya ilmiah yang baik. Skripsi ini dibagi dalam beberapa bab yang saling berkaitan satu sama lain, karena isi dari skripsi ini berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain. Skripsi ini dibagi dalam 4 (empat) bab yang disusun secara sistematis untuk menguraukan masalah yang akan dibahas dengan urutan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dikemukakan tentang Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tujuan Pustaka, Metode Penulisan, dan sistematika Penulisan. BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA KORUPSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Pada bagian pertama bab ini dikemukakan bagaimana perkembangan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.Pada bagian 38 Ibid, hal 107.

23 kedua bab ini apa saja perbuatan yang termasuk Tindak Pidana Korupai Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pada bagian ketiga bab ini akan dikemukakan bagaimana perumusan sanksi pidana dalam Tindak Pidana Korupsi.Pada bagian keempat bab ini akan dikemukakan tentang bagaimana Penyidikan, Penuntutan, dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. BAB IIIPERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI DI PT. POS INDONESIA (Studi Putusan Pengadilan Negeri No. 67/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Mdn) Pada bagian pertama bab ini akan dikemukakan tentang bagaimana kronologi kasus, dakwaan, tuntutan, fakta hukum, pertimbangan hakim, dan putusan. Pada bagian kedua bab ini akan dibahas tentang bagaimana analisis kasus dari putusan Pengadilan Negeri No. 67/Pid.Sus- TPK/2016/PN.Mdn BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab terakhir ini akan dikemukakan kesimpulan pembahasan dari bab pertama hingga bab terakhir penulisan yang merupakan ringkasan dari substansi penulisan skripsi ini. Paling akhir adalah saran dari penulis dalam kaitannya dengan masalah yang dibahas.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini adalah masalah di bidang hukum, khususnya masalah kejahatan. Hal ini merupakan fenomena kehidupan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional bertujuan mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia seutuhmya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H 1 UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H A. LATAR BELAKANG Pemerintah sangat menjunjung tinggi perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya, sehingga diperlukan pemantapan-pemantapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi dan Subjek Hukum Tindak Pidana Korupsi 1. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi meskipun telah diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menjaga peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung lurus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu negara yang berdasar atas hukum bukan berdasarkan kepada kekuasaan semata. Hal tersebut dipertegas di dalam Konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu mengalami perkembangan diberbagai bidang. Perkembangan yang diawali niat demi pembangunan nasional tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, dan tertib berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan peradaban dunia semakin berkembang dengan pesat menuju ke arah modernisasi. Perkembangan yang selalu membawa perubahan dalam setiap sendi kehidupan tampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dari bahasa latin : corruption dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara harfiah, korupsi adalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut

II. TINJAUAN PUSTAKA. menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana di dalam KUHP tidak dirumuskan secara tegas tetapi hanya menyebutkan unsur-unsur tindak pidananya saja, tetapi dalam konsep hal tersebut telah

Lebih terperinci

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Pidana Korupsi di Indonesia Oleh Frans Simangunsong, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan dan mengakui legalitas pidana mati sebagai salah satu cara untuk menghukum pelaku tindak kejahatan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN 2.1. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Dasar dari adanya perbuatan pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dari dapat dipidananya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN. benar-benar telah menjadi budaya pada berbagai level masyarakat sehingga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi persoalan yang hangat untuk dibicarakan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama sehubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari berbagai kalangan, bukan saja dalam skala nasional, tetapi juga regional bahkan global, hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Hal ini didasarkan

Lebih terperinci

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang

Pertanggungjawaban adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak lain, (WJS. Poerwadarminta,

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak

KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA. Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2. Abstrak KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI PENGADAAN BARANG DAN JASA Nisa Yulianingsih 1, R.B. Sularto 2 Abstrak Penelitian ini mengkaji mengenai kebijakan hukum pidana terutama kebijakan formulasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan norma serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai konfigurasi peradaban manusia berjalan seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat sebagai komunitas dimana manusia tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia berdasarkan hukum (Rechstaat), tidak berdasarkan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahkluk sosial yang artinya manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup sendiri. Setiap orang memiliki kebutuhan yang berbeda, dalam memenuhi

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum.

PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR. Suwarjo, SH., M.Hum. PENEGAKAN HUKUM DALAM TINDAK PIDANA PEMALSUAN MATA UANG DOLLAR Suwarjo, SH., M.Hum. Abstrak Pemberantasan dollar AS palsu di Indonesia terbilang cukup sulit karena tidak terjangkau oleh hukum di Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cita-cita untuk melaksanakan amanat para pejuang kemerdekaan bangsa dan Negara yang kini berada di pundak para aparatur Negara (Pemerintah) bukanlah pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI. tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk diri sendiri. BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI A. Pengertian Korupsi Pengertian korupsi menurut masyarakat awam khususnya adalah suatu tindakan mengambil uang Negara agar memperoleh keuntungan untuk

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA

PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA PELAKSANAAN SANKSI PIDANA DENDA PADA TINDAK PIDANA PSIKOTROPIKA ABTRAKSI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah meluas dalam masyarakat dan perkembangannya terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK Materi yang Diatur KUHAP RUU KUHAP Undang TPK Undang KPK Catatan Penyelidikan Pasal 1 angka 5, - Pasal 43 ayat (2), Komisi Dalam RUU KUHAP, Penyelidikan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk

BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA. Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk BAB II PENGATURAN HUKUM TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA A. Sejarah Hukum Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia langkah- langkah pembentukan hukum positif untuk menghadapi masalah korupsi telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu,

BAB I PENDAHULUAN. kasus korupai yang terungkap dan yang masuk di KPK (Komisi. korupsi telah merebak ke segala lapisan masyarakat tanpa pandang bulu, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang belakangan ini cukup marak di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus korupai

Lebih terperinci

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan A. Latar Belakang Korupsi merupakan permasalahan yang dapat dikatakan sebagai sumber utama dari permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan telah masuk sampai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI 20 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI A. Undang-Undang Dasar 1945 Adapun terkait hal keuangan, diatur di dalam Pasal 23 Undang-Undang Dasar 1945, sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana. Belanda yaitu strafbaar feit yang terdiri dari tiga kata, yakni straf II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Unsur-Unsur Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana Istilah tindak pidana berasal dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda yaitu strafbaar feit yang

Lebih terperinci

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001

PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI. UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI UU No. 31 TAHUN 1999 jo UU No. 20 TAHUN 2001 PERUMUSAN TINDAK PIDANA KORUPSI PENGELOMPOKKAN : (1) Perumusan delik dari Pembuat Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA

PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA PELAKSANAAN PUTUSAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI DI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Pada Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk,

I. PENDAHULUAN. juga dapat menyengsarakan dan menghancurkan suatu negara. Dampak korupsi bagi negara-negara dengan kasus korupsi berbeda-beda bentuk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi dewasa ini sudah semakin berkembang baik dilihat dari jenis, pelaku maupun dari modus operandinya. Masalah korupsi bukan hanya menjadi masalah nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan secara tegas bahwa negara Indonesia adalah negara hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan salah satu tindak pidana yang mempunyai akibat buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan saja merugikan keuangan

Lebih terperinci

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau

TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN. Oleh. Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri atau TINJAUAN TINDAK PIDANA KORUPSI MEMPERKAYA DIRI DAN ORANG LAIN Oleh Ir. H. Hirwan Jack, MBA, MM Widyaiswara Madya BKPP Aceh A. Pendahuluan Perbuatan korupsi sangat identik dengan tujuan memperkaya diri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai

I. PENDAHULUAN. seseorang (pihak lain) kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemberantasan tindak pidana korupsi saat ini telah berjalan dalam suatu koridor kebijakan yang komprehensif dan preventif. Upaya pencegahan tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan dalam kehidupan manusia merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan bahkan negara. Kenyataan telah membuktikan,

Lebih terperinci

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA

STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Modul ke: STUDI KASUS KORUPSI DI INDONESIA Disampaikan pada perkuliahan ETIK UMB kelas PKK Fakultas TEKNIK MUHAMMAD ALVI FIRDAUSI, S.Si, MA Program Studi TEKNIK INDUSTRI www.mercubuana.ac.id PENGERTIAN

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA. A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP 29 BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG TINDAK PIDANA PELAYARAN DI INDONESIA A. Pengaturan Tindak Pidana Pelayaran Di Dalam KUHP Indonesia merupakan negara maritim terbesar di dunia, yang mana hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara tegas menyatakan bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtstaat ), tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Setiap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang pada dasarnya orang tersebut wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penegakan hukum merupakan salah satu usaha untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan usaha pencegahan maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah

BAB I PENDAHULUAN. waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan korupsi merupakan masalah yang sangat sentral dalam kurun waktu pembangunan dewasa ini. Korupsi di Indonesia sudah merupakan wabah penyakit yang tidak mudah

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan atau perbuatan jahat dapat diartikan secara yuridis atau kriminologis.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana adalah suatu tindakan pada tempat, waktu dan keadaan tertentu yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Lebih terperinci

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI. Komisi Pemberantasan Korupsi MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU PANDUAN UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI Penyusun Desain Sampul & Tata Letak Isi MPRCons Indonesia

Lebih terperinci

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB III SANKSI PIDANA ATAS PENGEDARAN MAKANAN TIDAK LAYAK KONSUMSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengedaran Makanan Berbahaya yang Dilarang oleh Undang-Undang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial

I. PENDAHULUAN. kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat mengakibatkan perubahan kondisi sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang sedang mengalami proses pembangunan. Proses pembangunan tersebut dapat menimbulkan dampak sosial positif yaitu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang terdiri dari kesengajaan (dolus atau opzet) dan kelalaian (culpa). Seperti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bukti Permulaan yang Cukup Istilah kesalahan ( schuld) adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertian harfiah:fout. Kesalahan dalam hukum pidana berhubungan dengan pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makumur, sejahtera dan tertib berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban adalah kewajiban terhadap segala sesuatunya, fungsi menerima pembebanan sebagai akibat dari sikap tindak sendiri atau pihak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan 18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana. Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak

I. PENDAHULUAN. kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyalahgunaan narkotika melingkupi semua lapisan masyarakat baik miskin, kaya, tua, muda, dan bahkan anak-anak. Saat ini penyalahgunaan narkotika tidak hanya terjadi

Lebih terperinci

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan.

jenis kejahatan yang dapat menyentuh berbagai ranah kehidupan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan dapat menimbulkan kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu juga dapat juga mengakibatkan perubahan kondisi sosial masyarakat yang memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang- 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana Pertanggungjawaban pidana memiliki makna bahwa setiap orang yang melakukan tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam

Lebih terperinci

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta Eksistensi KPK Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi Oleh Bintara Sura Priambada, S.Sos., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta A. Latar Belakang Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat kejahatan terhadap harta benda orang banyak sekali terjadi, bahkan berjumlah terbesar diantara jenis-jenis kejahatan terhadap kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan korupsi yang terjadi di Indonesia selalu menjadi hal yang hangat dan menarik untuk diperbincangkan. Salah satu hal yang selalu menjadi topik utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kehidupan manusia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus dijalani oleh setiap manusia berdasarkan aturan kehidupan yang lazim disebut norma. Norma

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan

BAB I PENDAHULUAN. Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Prostitusi bukan merupakan suatu masalah yang baru muncul di dalam masyarakat, akan tetapi merupakan masalah lama yang baru banyak muncul pada saat sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime.

BAB I PENDAHULUAN. pidana korupsi yang dikategorikan sebagai kejahatan extra ordinary crime. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan yang sangat marak terjadi dalam birokrasi pemerintahan mempunyai dampak negatif dalam kehidupan sosial masyarakat, salah satunya tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874] BAB II TINDAK PIDANA KORUPSI Pasal 2 (1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

Lebih terperinci

FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H.

FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H. FENOMENA KORUPSI SEBAGAI PATOLOGI SOSIAL DI INDONESIA Disusun oleh : Ashinta Sekar Bidari S.H., M.H. A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah Negara Hukum. Sebagai Negara hukum, maka kepentingan mayarakat banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga penyidik pemberantasan tindak pidana korupsi merupakan lembaga yang menangani kasus tindak pidana korupsi di Indonesia maupun di Negara-negara lain. Pemberantasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa tindak pidana korupsi

Lebih terperinci

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Komisi Pemberantasan Korupsi. Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Komisi Pemberantasan Korupsi Peranan KPK Dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Modul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi.

Modul ke: ETIK UMB. Mengenali Tindakan Korupsi. Fakultas Ilmu Komputer. Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi. Sistem Informasi. Modul ke: ETIK UMB Mengenali Tindakan Korupsi Fakultas Ilmu Komputer Yani Pratomo, S.S, M.Si. Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id Mengenal Tindakan Korupsi Masyarakat sepakat bahwa Korupsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat bermacam-macam definisi Hukum, menurut P.Moedikdo arti Hukum dapat ditunjukkan pada cara-cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai extraordinary crime atau kejahatan luar biasa. penerapannya dilakukan secara kumulatif. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Korupsi merupakan perbuatan yang melanggar hukum. Korupsi sudah berkembang di lingkungan eksekutif, legislatif dan yudikatif. Hal ini jelas sangat merugikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Globalisasi menyebabkan ilmu pengetahuan kian berkembang pesat termasuk bidang ilmu hukum, khususnya dikalangan hukum pidana. Banyak perbuatan-perbuatan baru yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini adalah wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk

BAB I PENDAHULUAN. belakangan ini adalah wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Salah satu fenomena hukum di masyarakat yang mengemuka beberapa waktu belakangan ini adalah wacana Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melimpahkan seluruh kasus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 ditegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam kasus Korupsi sering kali berhubungan erat dengan tindak pidana pencucian uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan tertib berdasarkan

Lebih terperinci

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 1. Sanksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia.

I. PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu ditingkatkan usahausaha. yang mampu mengayomi masyarakat Indonesia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat melaksanakan reformasi pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunannya, bangsa Indonesia membutuhkan suatu kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi

I. PENDAHULUAN. kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah kehidupan hukum pidana Indonesia menyebutkan istilah korupsi pertama kali di dalam peraturan penguasa militer nomor Prt/PM-06/1957, sehingga korupsi menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah Bandar Lampung adalah menyelenggarakan pengelolaan keuangan dengan sebaik-baiknya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam UUD 1945 ditegaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Recchstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai negara yang sedang berkembang Indonesia perlu melaksanakan pembangunan di segala bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Untuk mewujudkannya perlu secara terus menerus ditingkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejahatan merupakan suatu fenomena kompleks yang dapat dipahami dari segi yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah.

BAB I PENDAHULUAN. merugikan hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. masalah yang serius dan penegakannya tidak mudah. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pada saat ini penegakan hukum yang paling ditunggu masyarakat adalah penegakan hukum tindak pidana korupsi. Adanya tuntutan dari masyarakat untuk dilakukanya upaya pemberantasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bentuk klasik perbuatan pidana pencurian biasanya sering dilakukan pada waktu malam hari dan pelaku dari perbuatan pidana tersebut biasanya dilakukan oleh satu

Lebih terperinci