TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 36/PUU-X/2012

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 36/PUU-X/2012"

Transkripsi

1 TINJAUAN YURIDIS TERHADAP KEDUDUKAN BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 36/PUU-X/2012 Fakultas Hukum Universitas Riau Gusliana H.B. dan Dodi Haryono Fakultas Hukum Universitas Riau abstract Relations between the Implementing Agencies of Oil and Gas with Business Entities or Permanent Establishment has put the State and Business Entities or Permanent Establishments that manage oil and gas are in the same position. As a result, the State lost the discretion to make regulations for the benefit of the People. While the Government in carrying out the functions of state control over oil and natural gas resources should has the discretion to make regulation that is profitable for the prosperity of the entire community. Those conditions are so far from optimality. Indonesian oil and gas industry is still heavily dependent on foreign domination. Do Indonesian people ask for judicial review of Oil and Gas Law to the Constitutional Court. While the result of Constitutional Court is the Implementing Agencies of Oil and Gas disbanded. As a replacement, the Government through Presidential Decree No. 9 of 2013 on Maintenance of Management for Upstream Oil and Gas takes over all the functions and duties of the Implementing Agencies of Oil and Gas. Keywords: Oil and Gas, Implementing Agencies of Oil and Gas, functions of state control abstrak Hubungan antara BP Migas dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap telah menempatkan Negara dan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap yang mengelola minyak dan gas di posisi yang sama. Akibatnya, negara kehilangan keleluasaan untuk membuat peraturan untuk kepentingan Rakyat. Sedangkan Pemerintah dalam melaksanakan fungsi kontrol negara atas sumber daya minyak dan gas alam harus memiliki keleluasaan untuk membuat aturan yang menguntungkan kemakmuran keseluruhan Masyarakat. Beberapa kondisi yang begitu jauh dari optimal. Industri minyak dan gas Indonesia masih sangat tergantung pada dominasi asing. 531

2 Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan Apakah, masyarakat Indonesia meminta uji materi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi ke Mahkamah Konstitusi. Hasil Putusan Mahkamah Konstitusi adalah BP Migas menjadi bubar. Sebagai penggantinya, Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemeliharaan Manajemen Hulu Kegiatan Minyak dan Gas Bumi konfigurasi unit khusus minyak dan gas (SK Migas) yang mengambil alih semua fungsi dan tugas BP Migas. Kata Kunci: Minyak dan Gas, BP Migas, Fungsi Kontrol Negara, Putusan Mahkamah Konstitusi A. Pendahuluan Hubungan antara BP Migas dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap Pengelola Migas telah mendegradasikan kedudukan Negara Pemerintah sebagai pemegang kuasa pertambangan. Hal ini dikarenakan hubungan antara BP Migas sebagai representasi Pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap Pengelola Migas dilakukan berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KS) yang disepakati oleh kedua belah pihak tersebut. Sehingga, Pemerintah tidak bisa leluasa mengadakan kebijakan dan pengaturan dalam kegiatan usaha hulu migas agar tercapainya sebesar-besar kemakmuran rakyat melalui ketersediaan migas dengan harga murah, mudah, dan stabil. Oleh karena itu, Rakyat Indonesia yang diwakili oleh sebagian besar Ormas Islam mengajukan permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas (UU Migas) terhadap UUD 1945 kepada Mahkamah Konstitusi (MK), lantaran merasa hak -hak konsitusionalnya dirugikan oleh berlakunya UU Migas khususnya materi muatan mengenai keberadaan dan fungsi BP Migas. Akhirnya, MK memutuskan bahwa pasal-pasal UU Migas yang mengatur tentang keberadaan dan fungsi BP Migas beserta seluruh hal yang terkait dengan BP Migas dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum mengikat. MK juga memutuskan bahwa tugas dan fungsi BP Migas dilaksanakan oleh Kementerian terkait sampai diundangkannya UU yang baru yang mengatur hal tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dijawab dalam jurnal ini adalah bagaimanakah kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi Konstitusi (MK) Nomor 36/PUU -X/2012; dan bagaimanakah implikasi Putusan MK No. 36/PUU-X/2012 terhadap kedudukan BP Migas. 532

3 B. Pembahasan 1. Kedudukan BP Migas sebelum Putusan MK No. 36/PUU-X/2012 Pembentukan BP Migas dilatarbelakangi oleh kehendak untuk memisahkan antara badan yang melakukan regulasi atau badan yang membuat kebijakan dengan badan yang melakukan bisnis migas yang kedua fungsi tersebut sebelumnya dilaksanakan oleh Pertamina. BP Migas diharapkan dapat fokus melaksanakan tujuan pengendalian kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi tanpa dibebani kewajiban untuk mencari keuntungan untuk diri sendiri, demi kepentingan negara serta menghindari terjadinya pembebanan terhadap keuangan negara melalui APBN. Oleh karena itu, fungsi pengendalian dan pengawasan dalam kegiatan hulu Migas yang sebelumnya dilakukan oleh Pertamina, kini dilakukan oleh BP Migas selaku representasi Pemerintah sebagai Pemegang Kuasa Pertambangan yang menyelenggarakan penguasaan negara atas sumber daya alam migas. BP Migas adalah Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang merupakan institusi yang mengendalikan dan mengawasi bisnis migas di sektor hulu. Dengan demikian, BP Migas berperan sebagai ujung tombak bagi Pemerintah untuk terlibat secara langsung dalam bisnis migas sehingga Pemerintah tidak dihadapkan secara langsung dengan pelaku usaha. 1 Pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas dilakukan oleh Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Kontrak Kerja Sama (KS). 2 Sebelum berlakunya UU Migas, maka berdasarkan UU Pertamina, para pihak yang terkait dalam KS adalah Pertamina dan Kontraktor. Kontraktor dapat berasal dari kontraktor dalam negeri dan dari luar negeri. Dengan berlakunya UU Migas, maka para pihak yang terkait dalam KS yaitu Negara yang diwakili oleh BP Migas dengan pihak kedua atau kontraktornya adalah Badan Usaha dan atau Badan Usaha Tetap. 3 Pasal 6 ayat (2) UU Migas mengatur bahwa KS paling sedikit memuat persyaratan sebagai berikut: a. kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. pengendalian manajemen operasi berada pada Badan Pelaksana; dan c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. 1 Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Konsitusi sebagaimana tertuang dalam Putusan MK No. 36/PUU-X/ Pasal 11 ayat (1) UU Migas. 3 Cut Asmaul Husna TR, Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Konstitusi terhadap Regulasi Production Sharing Contract, Jurnal Konstitusi, Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Konstitusi Republik Indonesia, Vol. 9, No. 4, Desember 2012, hlm

4 Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan Dalam rangka menjalankan fungsinya tersebut, maka berdasarkan Pasal 44 ayat (3) UU Migas, BP Migas bertugas sebagai berikut: a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta KS; b. melaksanakan penandatanganan KS; c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri terkait untuk mendapatkan persetujuan; d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain sebagaimana dimaksud huruf c di atas; e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran; f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri terkait mengenai pelaksanaan KS; serta g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian Negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara. Dari ketujuh tugas di atas, terlihat bahwa tugas penandatanganan KS merupakan tugas yang paling penting, karena dengan adanya penandatanganan kontrak itu akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak. Oleh karena BP Migas hanya melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan sumber daya alam migas, maka negara dalam hal ini pemerintah tidak dapat melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam migas pada kegiatan hulu. Padahal menurut Putusan No. 002/PUU-I/2003, makna penguasaan mencakup makna penguasaan negara dalam arti luas yang bersumber dan diturunkan dari konsepsi kedaulatan rakyat Indonesia atas sumber kekayaan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk pula di dalamnya pengertian kepemilikan publik oleh kolektifitas rakyat atas sumber-sumber kekayaan dimaksud. Rakyat secara kolektif dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada Negara Pemerintah untuk mengadakan kebijakan, tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Kelima mandat tersebut merupakan satu kesatuan agar hajat hidup Bangsa Indonesia terpenuhi demi tercapainya sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 4 Oleh karena itu, fungsi penguasaan negara yang dijalankan oleh BP Migas berdasarkan ketentuan UU Migas telah mereduksi makna penguasaan negara sebagaimana dimaksud dalam Putusan MK No. 002/PUU-I/2003. Hal ini terlihat dari Pemerintah dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya dikendalikan melalui KS yang ditandatangani sendiri oleh BP Migas sebagai wakil kuasa pertambangan. Padahal sebagai konkretisasi urusan 4 Dalil pemohon yang didukung oleh keterangan ahli Irman Putra Sidin sebagaimana tertuang dalam Putusan MK No. 36/PUU-X/

5 pemerintahan, perwujudan kewajiban konstitusional pemerintah itu harus berlandaskan pada prinsip-prinsip konstitusi dan asas-asas pemerintahan yang baik yang berlaku di Indonesia, bukan berlandaskan kontrak, agar pelaksanaan fungsi penguasaan negara atas migas mampu mendorong terwujudnya Rakyat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. 5 Pengamat Perminyakan Kurtubi berpandangan bahwa UU Migas menganut pola hubungan business to government (B to G) antara BP Migas sebagai wakil kuasa pertambangan dengan pihak investor atau perusahaan minyak. Jika pemerintah yang berkontrak, maka kedaulatan negara menjadi hilang, sebab posisi pemerintah menjadi sejajar dengan kontraktor, karena pemerintah menjadi bagian dari para pihak yang berkontrak. Dengan demikian, pemerintah tidak bisa langsung mengeksekusi kebijakan atau regulasi atas pengelolaan kekayaan migas kalau pihak kontraktor tidak menyetujuinya. 6 Kurtubi juga berpandangan bahwa keberadaan BP Migas telah menggerogoti kedaulatan negara. Karena dengan adanya pola B to G, maka aset pemerintahlah yang akan dijadikan sebagai alat pemenuh sanksi apabila Negara Pemerintah menghadapi sengketa hukum dengan kontraktor KS dan dinyatakan kalah atau cedera janji oleh lembaga penyelesaian sengketa. Meskipun BP Migas mewakili pemerintah dalam mendantangani KS, ternyata BP Migas tidak memiliki aset sendiri. Keadaan inilah yang menurut Kurtubi dapat membahayakan negara. Namun, apabila pola hubungan yang dianut dalam UU Migas berupa B to B dan pemerintah berada di atas kontrak, maka kedaulatan negara terjamin dan pemerintah bisa langsung mengeksekusi regulasi atau kebijakan untuk kepentingan bangsa dan negara walaupun tanpa persetujuan kontraktor. 7 Berikutnya, UU Migas ini menjadikan sistem perminyakan Indonesia sangat tidak efesien, tidak sejalan dengan prinsip good cooperate governments, menggiring terbukanya lubang inefisiensi yang sangat menganga. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dewan komisaris atau lembaga pengawas dalam struktur BP Migas. Kemudian, Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Listrik oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang melonjak mengakibatkan melonjaknya subsidi listrik yang berujung pada naiknya TTL (tarif tenaga listrik) yang harus dibayar oleh rakyat dan kalangan dunia usaha. Melonjaknya BPP Listrik disebabkan oleh Pembangkit PLN kekurangan gas. Namun pada saat yang sama, gas bumi dari Tangguh Papua diekspor ke luar negeri dengan harga yang sangat 5 Ibid. 6 Keterangan Ahli Dr. Kurtubi sebagaimana tertuang dalam Putusan MK No. 36/PUU- X/ Ibid. 535

6 Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan murah 8. Hal ini disebabkan oleh status BP Migas sebagai BHMN bertindak untuk melakukan penandatangan KS dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Padahal tidak sewajarnya sebuah badan hukum seperti BP Migas memiliki kewenangan dalam pemutusan usaha migas, yang seharusnya hanya memberikan pertimbangan dan melakukan pengawasan usaha migas di Indonesia. 9 Karena statusnya tersebut, maka BP Migas sebagai pengelola kekayaan migas nasional tidak bisa berbisnis, tidak bisa membangun pabrik Liquid Natural Gas (LNG), dan tidak bisa menjual gas milik/bagian negara secara langsung sehingga harus menunjuk pihak lain. 10 Contoh lain kerugian negara dengan sistem tata kelola di bawah BP Migas ialah menyangkut blok produksi yang selesai kontrak. Hingga 2021, sekitar 12 blok produksi migas yang akan selesai kontrak, termasuk blokblok besar seperti Blok Mahakam yang menghasilkan 34% dari produksi gas nasional, akan selesai pada Blok Rokan yang menghasilkan minyak mentah sekitar 47% dari produksi minyak nasional akan selesai pada Menurut ketentuan, blok produksi yang selesai kontrak dikembalikan ke negara dengan seluruh asetnya sudah menjadi milik/hak negara, baik berupa sisa cadangan migas yang ada di perut bumi maupun semua infrastruktur produksi. Mestinya blok yang sudah selesai kontrak dikembalikan dan dilanjutkan pengoperasiannya oleh negara. Namun, karena BP Migas bukan perusahaan, mustahil bagi BP Migas untuk melanjutkan operasi produksinya. Akibatnya, timbul rekayasa untuk diperpanjang atau dialihkan ke kontraktor lain. 12 Memperpanjang kontrak blok produksi yang sudah selesai kontrak sama artinya dengan memberikan secara gratis (semacam sedekah) harta milik negara kepada kontraktor. Hal ini tentunya merupakan pelanggaran terhadap konstitusi (Pasal 33 UUD 1945), melanggar etika (karena rakyat Indonesia sendiri masih miskin), dan bahkan berpotensi melanggar hukum atau tindakan kriminal (dengan merekayasa/bersekongkol). 13 Apabila UU Migas ditelaah secara historis, maka dapat disimpulkan bahwa UU Migas bersumber dari agenda Washington Consensus yang masuk melalui Letter of Intens (LoI) yang ditandatangani oleh Pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund (IMF). Krisis ekonomi yang berlangsung sejak tahun 1997 memaksa pemerintah untuk mencari dukungan 8 Ibid. 9 diakses pada tanggal 30 mei dpress.com/tophit/mengapa-bpm igas-harus-bubar, diakses tanggal 2 mei Ibid. 12 Ibid. 13 Ibid. 536

7 IMF untuk menyokong neraca pembayaran yang defisit akibat krisis kepercayaan dan pelarian modal (capital flight). 14 Dari sekian agenda reformasi ekonomi yang tertuang dalam Letter of Intents (LoI), di antaranya tertuang program reformasi sektor energi. Reformasi sektor energi tercantum dalam butir kesepakatan huruf F (The energy Sector) dalam Memorandum of Economic and Financial Policies (Letter of Intens), 20 Januari Reformasi sektor energi Indonesia intinya adalah reformasi harga energi dan reformasi kelembagaan pengelola energi. Reformasi sektor energi tidak hanya merupakan pintu masuk bagi penghapusan subsidi BBM, tetapi juga memberikan peluang besar dan sangat terbuka bagi masuknya perusahaan multinasional untuk merambah sektor hulu dan hilir migas di Indonesia. Poin krusial yang disorot pihak kreditur adalah monopoli penyelewengan industri migas yang dituding sebagai penyebab inefisiensi dan gurita praktek korupsi. Karena itu, desain besar reformasi energi adalah membuka pintu lebar-lebar agar pihak swasta dapat masuk dan dilibatkan dalam kegiatan bisnis di sektor tersebut. 16 Terkait dengan skenario tersebut, maka posisi Pertamina sedikit dilemahkan untuk memberikan kesempatan pihak asing bersaing di bisnis migas. Tanpa intervensi tersebut, maka tidak akan ada yang menanam investasi di bidang industri migas nasional karena sistem dan mekanisme yang sangat tertutup pada masa itu. Agar agenda privatisasi dapat berjalan lancar, maka Pemerintah harus mengurangi keterlibatannya secara langsung dalam bisnis migas melalui skema deregulasi. Senafas dengan minimal state, kuasa pertambangan sebagai wujud dari kedaulatan negara tidak tercantum dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas. Hal tersebut termaktub dalam pasal 1 angka (5) UU Migas secara tegas membatasi pengertian Kuasa Pertambangan hanya pada sektor hulu yang menyangkut kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. Sementara kegiatan sektor hilir yang mencakup penghilangan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga tidak dilihat sebagai kesatuan kegiatan penguasaan pertambangan yang dikuasai Negara. 17 Melalui UU Migas, Kuasa Pertambangan diambil alih Pemerintah dan diserahkan kepada pelaku (badan usaha/bentuk usaha tetap) oleh Menteri ESDM (Pasal 12 Ayat (3)). Jika dilihat lebih dalam, menyerahkan Kuasa Pertambangan kepada 14 htm l, diakses pada tanggal 30 Mei M. Kholid Syeirazi, Di Bawah Bendera Asing; Liberalisasi Industri Migas di Indonesia, Cetakan Pertama, (Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia, 2009), hlm Ibid diakses pada tanggal 30 Mei

8 Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan pelaku usaha sama halnya dengan menisbikan kedaulatan negara atas sumber daya alam strategis yang meguasai hajat hidup orang banyak. 18 Apabila ditelaah secara yuridis, maka dapat disimpulkan bahwa terjadi kesalahan fatal dalam pembentukan UU Migas. Hal ini terlihat pada penunjukan Pasal 33 ayat (2) dan (3) UUD 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Kedua UUD 1945 sebagai salah satu butir konsiderans mengingat UU Migas. Sehingga, konsiderans tersebut yang merupakan landasan pembentukan UU Migas tidak dapat dibenarkan baik oleh pembuatnya maupun oleh putusan hakim melalui penafsiran hukum sebagai nilai hukum yang telah diubah. 19 Apabila ditinjau dari sudut norma Hak Asasi Manusia (HAM), negara khususnya pemerintah, berkedudukan sebagai pemangku kewajiban (duty barrier). Dalam hal ini, terdapat sekurang-kurangnya tiga kewajiban yang melekat pada negara atas HAM sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 8, Pasal 71, dan Pasal 72 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, yaitu menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fulfill). Dengan formulasi norma HAM seperti ini, salah satu kewajiban negara yang paling fundamental dalam konteks penguasaan cabang-cabang produksi yang menyangkut hajat hidup orang banyak adalah optimalisasi perlindungan negara terhadap pemenuhan hak warga negara atas ketersediaan minyak dan gas (migas) dengan harga yang murah, mudah, dan stabil. Apabila formulasi norma HAM dibandingkan dengan ketentuanketentuan UU Migas dalam kenyataannya, terbukti bahwa pemerintah beserta organ-organ dibawahnya khususnya BP Migas telah lalai dalam mengupayakan pemenuhan hak warga negara atas ketersediaan minyak dan gas (migas) dengan harga yang murah, mudah, dan stabil. Sehingga landasan etikal-yuridis dalam penyelenggaraan kegiatan usaha migas berupa sebesarbesar kemakmuran rakyat menjadi tidak tercapai. Dengan demikian, setiap lembaga atau organ pemerintah yang akan dibentuk harus memiliki tujuan yang sesuai dengan amanat konstitusi yakni mendorong terwujudnya sebesar-besarnya kemakmuran Rakyat Indonesia. Apabila keberadaan lembaga atau organ pemerintah tersebut dalam menjalankan tugas, fungsi, dan kewenangannya menurut aturan pembentukannya ternyata tidak memenuhi tujuan yang sesuai dengan amanat konstitusi, maka lembaga atau organ tersebut mengakibatkan kerugian konstitusional sehingga lembaga atau organ tersebut dapat dibubarkan dan aturan pembentuknya layak direvisi melalui putusan 18 diakses pada tanggal 30 Mei Keterangan Ahli Margarito Kamis sebagaimana tertuang dalam Putusan MK No. 36/PUU- X/

9 pengadilan yang menyatakan bahwa kedua-duanya bertentangan dengan konstitusi dan tidak berkekuatan hukum mengikat sejak putusan dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Hal tersebut merupakan konsekuensi dianutnya konsepsi negara hukum sebagaimana telah diamanatkan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Maka, setiap kebijakan negara yang bertentangan dengan konstitusi harus dinyatakan batal demi hukum (null and void) karena peraturan yang rendah harus tunduk kepada aturan yang lebih tinggi (lex superior derogate lex inferior). 2. Implikasi Putusan MK No. 36/PUU-X/2012 Pengujian materi UU Migas dimohonkan oleh sejumlah Ormas dan sejumlah tokoh nasional (perorangan). Ormas tersebut sebagian besar merupakan Ormas Islam. Alasan para pemohon mengajukan uji materi UU Migas kepada Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut Mahkamah Konstitusi) adalah para pemohon merasa bahwa hak-hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya Pasal 1 angka 19 dan angka 23, Pasal 3 huruf b, Pasal 4 ayat (3), Pasal 6, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 ayat (2), Pasal 13, dan Pasal 44 UU Migas. Menurut Mahkamah Konstitusi, model hubungan antara BP Migas sebagai representasi negara dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap dalam pengelolaan migas mendegradasi makna penguasaan negara atas sumber daya alam migas yang bertentangan dengan amanat Pasal 33 UUD Walaupun UU Migas, menentukan tiga syarat minimal dalam KS, yakni: a. kepemilikan sumber daya alam di tangan Pemerintah sampai pada titik penyerahan; b. pengendalian manajemen operasi berada pada BP Migas, dan c. modal dan risiko seluruhnya ditanggung Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap. Ketiga syarat minimal tersebut tidak serta merta berarti bahwa penguasaan negara dapat dilakukan dengan efektif untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Paling tidak hal itu terjadi, karena tiga hal, yaitu: pertama, Pemerintah tidak dapat secara langsung melakukan pengelolaan atau menunjuk secara langsung badan usaha milik negara untuk mengelola seluruh wilayah kerja Migas dalam kegiatan usaha hulu; kedua, setelah BP Migas menandatangani KS, maka seketika itu pula negara terikat pada seluruh isi KS, yang berarti, negara kehilangan kebebasannya untuk melakukan regulasi atau kebijakan yang bertentangan dengan isi KS; dan ketiga, tidak maksimalnya keuntungan Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, karena adanya potensi penguasaan migas keuntungan 539

10 Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan besar oleh Bentuk Hukum Tetap atau Badan Hukum Swasta yang dilakukan berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat, wajar, dan transparan. Dalam hal ini, dengan konstruksi penguasaan migas melalui BP Migas, negara kehilangan kewenangannya untuk melakukan pengelolaan atau menunjuk secara langsung Badan Usaha Milik Negara untuk mengelola sumber daya alam migas, padahal fungsi pengelolaan adalah bentuk penguasaan negara pada peringkat pertama dan paling utama untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Oleh karena konstruksi, hubungan yang demikian maka menurut Mahkamah Konstitusi keberadaan BP Migas menurut Undang-Undang a quo, bertentangan dengan konstitusi yang menghendaki penguasaan negara yang membawa manfaat sebesarbesarnya bagi rakyat, yang seharusnya mengutamakan penguasaan negara pada peringkat pertama yaitu melakukan pengelolaan terhadap sumber daya alam migas yang membawa keuntungan lebih besar bagi rakyat. Menurut Mahkamah Konstitusi, pengelolaan secara langsung oleh negara atau oleh badan usaha yang dimiliki oleh negara adalah yang dikehendaki oleh Pasal 33 UUD Hanya dalam batas-batas negara tidak memiliki kemampuan atau kekurangan kemampuan baik dalam modal, teknologi, dan manajemen untuk mengelola sumber daya alam migas, maka pengelolaan sumber daya alam dapat diserahkan kepada badan swasta. Bahwa untuk mengembalikan posisi negara dalam hubungannya dengan sumber daya alam migas, maka negara/pemerintah tidak dapat dibatasi tugas dan kewenangannya pada fungsi pengendalian dan pengawasan semata tetapi juga memunyai fungsi pengelolaan. Menurut Mahkamah Konstitusi, pemisahan antara badan yang melakukan fungsi regulasi dan pembuatan kebijakan dengan lembaga yang melakukan pengelolaan dan bisnis migas secara langsung, mengakibatkan terdegradasinya penguasaan negara atas sumber daya alam migas. Walaupun terdapat prioritas pengelolaan migas diserahkan kepada BUMN sebagaimana telah menjadi pendirian Mahkamah Konstitusi dalam putusan Nomor 002/PUU-I/2003 tanggal 21 Desember 2004, namun efektivitas penguasaan negara justru menjadi nyata apabila Pemerintah secara langsung memegang fungsi regulasi dan kebijakan (policy) tanpa ditambahi dengan birokrasi dengan pembentukan BP Migas. Dalam posisi demikian, Pemerintah memiliki keleluasaan membuat regulasi, kebijakan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan atas sumber daya alam migas. Dalam menjalankan penguasan negara atas sumber daya alam Migas, Pemerintah melakukan tindakan pengurusan atas sumber daya alam Migas dengan memberikan konsepsi kepada satu atau beberapa BUMN untuk mengelola kegiatan usaha Migas pada sektor hulu. BUMN itulah yang akan melakukan KS dengan BUMD, Koperasi, Usaha Kecil, Badan Hukum Swasta, atau 540

11 Bentuk Usaha Tetap. Dengan model seperti itu, seluruh aspek penguasaan negara yang menjadi amanat Pasal 33 UUD 1945 terlaksana dengan nyata. Mahkamah Konstitusi memertimbangkan bahwa tujuan utama dari ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 adalah pengelolaan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sehingga implementasinya ke dalam pengorganisasian negara dan pemerintahan pun harus menuju ke arah tercapainya tujuan tersebut. Oleh sebab itu, setiap pembentukan organisasi negara dan semua unitnya harus disusun berdasar rasionalitas birokrasi yang efisien dan tidak menimbulkan peluang inefisiensi dan penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena keberadaan BP Migas, sangat berpotensi untuk terjadinya inefisiensi dan diduga dalam praktiknya telah membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan, maka menurut Mahkamah Konstitusi keberadaan BP Migas tersebut tidak konstitusional, bertentangan dengan tujuan Negara tentang pengelolaan sumber daya alam dalam pengorganisasian pemerintahan. Sekiranyapun dikatakan bahwa belum ada bukti bahwa BP Migas telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, maka cukuplah alasan untuk menyatakan bahwa keberadaan BP Migas inkonstitusional. Jikalau diasumsikan kewenangan BP Migas dikembalikan ke unit pemerintahan atau kementerian yang terkait tetapi juga masih potensial terjadi inefisiensi, maka hal itu tidak mengurangi keyakinan Mahkamah Konstitusi untuk memutuskan pengembalian pengelolaan sumber daya alam ke Pemerintah karena dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi ini, justru harus menjadi momentum bagi pembentuk undang-undang untuk melakukan penataan kembali dengan mengedepankan efisiensi yang berkeadilan dan mengurangi proliferasi organisasi pemerintahan. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang demikian maka Pemerintah dapat segera memulai penataan ulang pengelolaan sumber daya alam berupa Migas dengan berpijak pada penguasaan oleh negara yang berorientasi penuh pada upaya manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dengan organisasi yang efisien dan di bawah kendali langsung Pemerintah. Atas dasar hal-hal di atas, Mahkamah Konstitusi menilai dalil para pemohon sepanjang mengenai BP Migas beralasan hukum. Mahkamah Konstitusi pada akhirnya memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan para pemohon berupa: pertama, Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41 ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, Pasal 48 ayat (1), Pasal 59 huruf a, Pasal 61, dan pasal 63 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memunyai kekuatan hukum mengikat; kedua, Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 ayat (1), frasa melalui Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat (3), frasa berdasarkan pertimbangan da ri Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat (1), frasa Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49 UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memunyai kekuatan hukum mengikat; ketiga, seluruh hal yang terkait dengan Badan Pelaksana 541

12 Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan dalam Penjelasan UU Migas bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memunyai kekuatan hukum mengikat; dan keempat, fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah, Kementerian terkait, sampai diundangkannya UU yang baru yang mengatur hal tersebut. Putusan Mahkamah Konstitusi di atas membawa implikasi berupa hilangnya eksistensi atau bubarnya BP Migas dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Migas. Sehingga, fungsi dan tugas BP Migas dalam kegiatan usaha hulu migas dialihkan ke Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM sampai diundangkannya UU yang baru yang mengatur tentang migas. Kini berdasarkan Perpres No. 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu, lembaga pengganti BP Migas ialah Satuan Kerja Khusus (SKK) Migas. Dengan adanya Putusan MK No. 36/PUU-X/2012 yang menitikbertakan pada keberadaan BP Migas yang dinyatakan inkonstitusional dan tidak lagi berkekuatan hukum mengikat. Maka, untuk menghindari kevakuman hukum dalam kegiatan usaha hulu migas, Pemerintah dapat menerbitkan peraturan yang mengatur tentang pengalihan tugas dan fungsi BP Migas kepada organ pemerintah dan pengalihan hak dan kewenangan BP Migas yang timbul dari KS kepada BUMN. Kemudian langkah jangka panjang yang dapat diambil oleh Pemerintah ialah mengajukan RUU tentang Perubahan UU Migas yang memilki landasan hukum dan sosiologis yang kuat, serta mengandung materi muatan yang sesuai dengan amanat Putusan MK No. 36/PUU-X/2012 kepada DPR-RI. Dalam RUU tentang Perubahan UU Migas sebaiknya diatur tentang penguatan kedudukan Pemerintah sebagai pemegang Kuasa Pertambangan yang berhak mengadakan kebijakan dan melakukan tindakan pengawasan. Sehingga, pemerintah berada di atas kontrak, yang mana kontrak tersebut dibuat dan ditandatangani oleh pelaku usaha, yakni BUMN dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap (Kontraktor KS). Oleh karena itu, pola hubungan yang diterapkan dalam kegiatan usaha migas ialah B to B. Dengan pola hubungan demikian, maka Pemerintah dapat berperan lebih maksimal lagi dalam mendayagunakan fungsi penguasaan atas kekayaan sumber daya alam demi terwujudnya Rakyat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera. C. Penutup 1. Kesimpulan Kedudukan Badan BP Migas sebelum Putusan Mahakamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/ merupakan organ pemerintah yang khusus, berbentuk Badan Hukum Milik Negara (BHMN) memiliki posisi strategis bertindak atas nama Pemerintah melakukan fungsi penguasaan negara atas migas khususnya kegiatan hulu, yaitu fungsi pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan KS Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber 542

13 daya alam migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi penguasaan negara yang dijalankan oleh BP Migas berdasarkan ketentuan UU Migas telah mereduksi makna penguasaan Negara yang terdiri dari kebijakan, pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan. Hal ini terlihat dari Pemerintah dalam menjalankan kewajiban konstitusionalnya dikendalikan melalui KS yang ditandatangani sendiri oleh BP Migas sebagai wakil kuasa pertambangan. Seharusnya perwujudan kewajiban konstitusional pemerintah itu harus berlandaskan pada prinsip-prinsip konstitusi dan asas-asas pemerintahan yang baik yang berlaku di Indonesia, bukan berlandaskan kontrak. Sehingga, frasa untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari tata kelola kekayaan migas, yang harus dikuasai negara, saat ini tidak tercapai. Dengan demikian, sistem tata kelola yang dibangun dalam UU Migas membuat Negara Pemerintah telah gagal memenuhi hak warga negara atas ketersediaan migas dengan harga yang murah, mudah, dan stabil, serta menggerogoti kedaulatan negara. Implikasi Putusan MK No. 36/PUU-X/2012 terhadap Kedudukan BP Migas ialah segala hal yang menyangkut BP Migas baik dalam pasal-pasal maupun dalam penjelasan UU Migas inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum tetap, sehingga eksistensi BP Migas menjadi hilang atau bubar. MK juga memutuskan bahwa fungsi dan tugas BP Migas dilaksanakan oleh Pemerintah, Kementerian terkait, sampai diundangkannya UU yang baru yang mengatur hal tersebut. Secara kelembagaan, Putusan MK No. 36/PUU- X/2012 membawa implikasi berupa terbentuknya organisasi baru pengganti BP Migas berupa SK Migas berdasarkan Peraturan Presiden No. 9 Tahun Namun, kewenangan yang dimiliki SK Migas sama dengan yang dimiliki oleh BP Migas sebelum adanya Putusan MK. Hanya saja, SK Migas ini dilengkapi dengan Komisi Pengawas. Secara pengaturan, Putusan MK ini berimplikasi berupa amanat kepada Pemerintah dan DPR untuk segera membentuk UU Perubahan terhadap UU Migas yang berlandaskan pada Konstitusi, kepentingan masyarakat luas, dan mengakomodir Pertimbangan Hukum dan Putusan MK tersebut. 2. Saran Dengan adanya Putusan MK di atas, maka penulis menyarankan Pemerintah dan DPR untuk segera merevisi UU Migas agar kedaulatan negara dalam menjalankan fungsi penguasaan atas kekayaan sumber daya alam terjamin demi tercapainya kemakmuran rakyat. 543

14 Tinjauan Yuridis Terhadap Kedudukan Badan Pelaksana Kegiatan A. Buku Daftar Pustaka Fatmawati, Hak Menguji (Toetsingsrecht) yang Dimiliki Hakim dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Manan, Bagir, dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, edisi revisi, Bandung: Alumni. M.D, Moh Mahfud, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, Jakarta: Rajawali Press. Notonagoro, Politik Hukum dan Pembangunan Agraria, Jakarta: Bina Aksara. Salim, Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Syeirazi, M. Kholid, Di Bawah Bendera Asing; Liberalisasi Industri Migas di Indonesia, Cetakan pertama, Jakarta: Pustaka LP3S Indonesia. Thaib, Dahan, dkk., Teori dan Hukum Konstitusi, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Wiratno, R., dkk., Ahli-Ahli Pikir Besar tentang Negara dan Hukum, Jakarta: Pembangunan. Yuliandri., Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Jakarta: Rajawali Pers. B. Jurnal Hukum Asmaul Husna TR, Cut Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Konstitusi terhadap Regulasi Production Sharing Contract. Jurnal Konstitusi. Kepaniteraan dan Sekretariat Jenderal Mahkamah Konstitusi Konstitusi Republik Indonesia. Jakarta. C. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor D. Putusan Hakim Putusan Mahkamah Konstitusi Konsitusi Nomor 36/PUU-X/

15 E. Situs Internet tahun

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1

DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 DESAIN TATA KELOLA MIGAS MENURUT PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI 1 Tanto Lailam, S.H., LL.M. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta,

Lebih terperinci

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Sudah lebih dari 2 (dua) tahun tepatnya 13 November

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-X/2012 Tentang Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi Oleh Negara I. PEMOHON 1. Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB), diwakili oleh

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 4 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 4 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 PERBANDINGAN HUKUM PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA

Lebih terperinci

Pengaturan Tata Kelola Gas Bumi dalam UU Migas dan Kesesuaiannya dengan Konstitusi

Pengaturan Tata Kelola Gas Bumi dalam UU Migas dan Kesesuaiannya dengan Konstitusi Pengaturan Tata Kelola Gas Bumi dalam UU Migas dan Kesesuaiannya dengan Konstitusi Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M PSE-UGM Yogyakarta, 25 Agustus 2014 TATARAN PENGELOLAAN ENERGI TATARAN (Domain) KONSTITUSI-LEGISLASI-REGULASI

Lebih terperinci

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil

Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil Brief RUU Minyak Bumi dan Gas Bumi versi Masyarakat Sipil A. Konteks Sejak diberlakukan pada tahun 2001, Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU 22/2001) telah tiga kali dimintakan

Lebih terperinci

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite *

Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite * Pembentukan Badan Usaha Milik Negara Khusus (Bumn-K) Untuk Pengelolaan Minyak Dan Gas Bumi, Tepatkah? Oleh : Muhammad Yusuf Sihite * Naskah diterima: 8 Februari 2016; disetujui: 15 Februari 2016 A. Latar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK I. PEMOHON Yan Herimen, sebagai Pemohon I; Jhoni Boetja, sebagai Pemohon II; Edy

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s.

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s. KAJIAN NORMATIF PUTUSAN ULTRA PETITA DALAM PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA DALAM PENGUJIAN UNDANG-UNDANG (Studi Kasus Putusan Mk Nomor 36/PUU-X/2012 Tentang Bp Migas) ARTIKEL Ditulis Kepada

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN BP MIGAS

AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN BP MIGAS AKIBAT HUKUM PEMBUBARAN BP MIGAS Dian Aries Mujiburohman * Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional, Yogyakarta Jalan Tata Bumi No. 5, Yogyakarta, D.I. Yogyakarta 55293 Abstract This paper discusses the Constitutional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi mencakup kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi. Ekplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik I. PEMOHON Mohammad Sabar Musman. selanjutnya disebut Pemohon. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XIII/2015 Kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Dalam Memfasilitasi Terbentuknya PPPSRS I. PEMOHON 1. Kahar Winardi sebagai Pemohon I; 2. Wandy Gunawan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Minyak dan Gas Bumi merupakan sumber

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online ANALISA MENGENAI JALUR HAKIM NONKARIR DALAM PERKARA PENGUJIAN UNDANG-UNDANG MAHKAMAH AGUNG Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 20 Juli 2016; disetujui: 19 September 2016 Keberadaan Hakim Agung dari

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI RUU Perubahan Migas RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI Formatted: Left, Indent: Left: 0 cm, First

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA EKSEMINASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TERKAIT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Penyusun: Law Center DPD RI Satya Arinanto Makhfud Rofiqul Umam Ahmad

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana termuat dalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD RI 1945).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang). Bahan galian itu, meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi ( Migas ), batubara,

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas

I.PENDAHULUAN. Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kehidupan bersama bangsa-bangsa dewasa ini semakin tidak mengenal batas negara dan cenderung pada terbentuknya suatu sistem global sehingga mendorong semakin

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 103/PUU-XIII/2015 Penolakan Pendaftaran Calon Peserta Pemilukada I. PEMOHON 1. Imran, SH. (Pemohon I); 2. H. Muklisin, S.Pd. (Pemohon II); Secara bersama-sama disebut

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 I. PEMOHON Suta Widhya KUASA HUKUM JJ. Amstrong Sembiring, SH. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Prosedur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE PROVINSI KALIMANTAN TIMUR MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2014-2015 KOMISI VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT INDONESIA 2015 BAGIAN I PENDAHULUAN A. LATAR

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 4/PUU-XIII/2015 Penerimaan Negara Bukan Pajak (Iuran) Yang Ditetapkan Oleh Peraturan Pemerintah I. PEMOHON PT. Gresik Migas, dalam hal ini diwakili oleh Bukhari dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 16/PUU-XIV/2016 Subsidi Energi (BBM) dan Subsidi Listrik dalam UU APBN I. PEMOHON Mohamad Sabar Musman II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 47

Lebih terperinci

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 149/PUU-VII/2009 Tentang UU Ketenagalistrikan Perusahaan listrik tidak boleh memiliki usaha yang sama dalam satu wilayah I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 85/PUU-XV/2017 Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan I. PEMOHON E. Fernando M. Manullang. II. III. OBJEK PERMOHONAN Pengujian formil dan pengujian materil

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Landasan konstitusional konsepsi keadilan sosial dalam. pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Secara

BAB IV PENUTUP. Landasan konstitusional konsepsi keadilan sosial dalam. pengelolaan pertambangan adalah Pasal 33 UUD Secara BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Konsepsi keadilan mengenai penguasaan dan penggunaan kekayaan alam yang terkandung dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah keadilan sosial. Landasan konstitusional

Lebih terperinci

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom

2016, No Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nom No. 316, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Alokasi, Pemanfaatan dan Harga. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 06

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA.

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya. I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 108/PUU-XII/2014 Kontrak Karya I. PEMOHON PT. Pukuafu Indah, diwakili oleh Dr. Nunik Elizabeth Merukh, MBA. Kuasa Hukum Wisye Hendrarwati., SH., MH, dkk II. III. OBJEK

Lebih terperinci

MELIHAT 10 TAHUN PERJALANAN UU MIGAS DIKAITKAN DENGAN INISIATIF RUU MIGAS

MELIHAT 10 TAHUN PERJALANAN UU MIGAS DIKAITKAN DENGAN INISIATIF RUU MIGAS MELIHAT 10 TAHUN PERJALANAN UU MIGAS DIKAITKAN DENGAN INISIATIF RUU MIGAS IR. SATYA WIDYA YUDHA, M.SC ANGGOTA KOMISI VII F-PG DPR RI AGENDA Perjalanan UU Migas di Indonesia Landasan Pemikiran Permasalahan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI

POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI POLICY BRIEF ANALISIS DAN EVALUASI HUKUM DALAM RANGKA KEDAULATAN ENERGI A. Pendahuluan Kedaulatan energi merupakan salah satu agenda prioritas dalam mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Konstitusionalisme SDA Migas Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Karakter Konstitusi Indonesia Meninggalkan ciri usang singkat dan jelas Berisi tidak saja sistem

Lebih terperinci

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal No.480, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Mekanisme Pengembalian Biaya Investasi. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA ------- RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARAN RAKYAT,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang

BAB V PENUTUP. Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang 111 BAB V PENUTUP A.KESIMPULAN Dari penjelasan pada bab-bab sebelumnya dari analisis berbagai data dan fakta yang ada dapat disimpulkan sebagai berikut yaitu: 1. Untuk mengetahui mekanisme masukknya BBM

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo

RINGKASAN PUTUSAN. 1. Pemohon : Mohammad Yusuf Hasibuan Reiza Aribowo RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 58/PUU-VI/2008 tanggal 30 Januari 2009 atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN),

Lebih terperinci

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016

DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 18/PUU-XV/2017 Daluwarsa Hak Tagih Utang Atas Beban Negara I. PEMOHON Ir. Sri Bintang Pamungkas, MSISE., Ph.D. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Pasal 40 ayat (1)

Lebih terperinci

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und

2015, No Sumber Daya Mineral tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi; Mengingat : 1. Undang-Und No.1589, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Gas Bumi. Harga. Pemanfaatan. Penetapan Lokasi. Tata Cara. Ketentuan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 21/PUU-XIV/2016 Frasa Pemufakatan Jahat dalam Tindak Pidana Korupsi I. PEMOHON Drs. Setya Novanto. Kuasa Pemohon: Muhammad Ainul Syamsu, SH., MH., Syaefullah Hamid,

Lebih terperinci

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018

KAJIAN PENDALAMAN. Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 KAJIAN PENDALAMAN Perkara Nomor 1/PUU-XVI/2018 Tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan I. PEMOHON Nina Handayani selanjutnya disebut sebagai Pemohon; Kuasa Hukum: Dr. Youngky Fernando, S.H.,M.H,

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA

FAKULTAS HUKUM, UNIVERSITAS SRIWIJAYA PENGUASAAN DAN PENGUSAHAAN Minyak dan Gas Bumi sebagai sumber daya alam strategis tak terbarukan yang terkandung di dalam wilayah Hukum Pertambangan Indonesia merupakan kekayaan nasional yang dikuasai

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: "cabang-cabang produksi

BAB I PENDAHULUAN. menjadi prioritas sebagai sumber pemasukan negara. Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa: cabang-cabang produksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah selalu berupaya melakukan pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. 1 Bidang yang menjadi salah satu fokus pemerintah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara

KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009. Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara KEPUTUSAN KOMISI NO. 89/2009 Tentang Pengaturan Monopoli Badan Usaha Milik Negara Pedoman Pelaksanaan Ketentuan Pasal 51 tentang Pengaturan Monopoli BUMN Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive

BAB I PENDAHULUAN. (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Unsur penting dalam negara hukum adalah adanya kekuasaan kehakiman (judicial power) untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan eksekutif(executive power) dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau pun sumber daya alam. Dari aspek sumber daya alam, kekayaan yang dimiliki

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU 2/2004). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 68/PUU-XIII/2015 Implikasi Interpretasi Frasa Anjuran Mediator dan Konsiliator pada Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 I. PEMOHON Perkumpulan Hisbut Tahrir Indonesia, organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri minyak dan gas bumi (migas) di tanah air memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini dapat dilihat dari struktur perekonomian fiskal

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan

BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen ( ). Kelsen menyatakan BAB II DESKRIPSI (OBYEK PENELITIAN) 2.1 Sejarah Singkat Organisasi Keberadaan Mahkamah Konstitusi (MK) baru diperkenalkan oleh pakar hukum kenamaan asal Austria, Hans Kelsen (1881-1973). Kelsen menyatakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint I. PEMOHON Sri Royani II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil

Lebih terperinci

Shofia Maharani. Sonya Oktaviana. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstract

Shofia Maharani. Sonya Oktaviana. Departemen Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Abstract ANALISIS REORGANISASI BADAN PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (BP MIGAS) MENJADI SATUAN KERJA KHUSUS PELAKSANA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI (SKK MIGAS) Shofia Maharani Sonya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

LAPORAN. Kajian Pendalaman. Perkara Nomor 12/PUU-XVI/2018

LAPORAN. Kajian Pendalaman. Perkara Nomor 12/PUU-XVI/2018 LAPORAN Kajian Pendalaman Perkara Nomor 12/PUU-XVI/2018 Tentang Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara Privitisasi BUMN yang Menyebabkan PHK Pusat

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT I. Pendahuluan Pimpinan Komisi VI Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan pembentukan sebuah lembaga negara dibidang yudikatif selain Mahkamah Agung yakninya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2010 TENTANG TRANSPARANSI PENDAPATAN NEGARA DAN PENDAPATAN DAERAH YANG DIPEROLEH DARI INDUSTRI EKSTRAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas I. PEMOHON Ta in Komari, S.S. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK

Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Briefing October 2014 Reformasi Sistem Tata Kelola Sektor Migas: Pertimbangan untuk Pemerintah Jokowi - JK Patrick Heller dan Poppy Ismalina Universitas Gadjah Mada Memaksimalkan keuntungan dari sektor

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD)

UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa. Eksplorasi: Plan of Development (POD) UU Nomor 22 Tahun 2001 dan Peran BP Migas dalam Regulasi Industri Migas di Indonesia Oleh Morentalisa Kegiatan Hulu Migas Survey Umum Pembagian Wilayah Kerja (WK) Tanda tangan kontrak Eksplorasi: Eksploitasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 19/PUU-VIII/2010 Tentang UU Kesehatan Tafsiran zat adiktif I. PEMOHON Drs. H.M. Bambang Sukarno, yang selanjutnya disebut sebagai Para Pemohon II. KEWENANGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 86/PUU-XIV/2016 Pemidanaan Bagi Penyedia Jasa Konstruksi Jika Pekerjaan Konstruksinya Mengalami Kegagalan Bangunan I. PEMOHON Rama Ade Prasetya. II. OBJEK PERMOHONAN

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

Peran Asosiasi Bisnis dalam Mencegah Korupsi di sektor usaha Migas

Peran Asosiasi Bisnis dalam Mencegah Korupsi di sektor usaha Migas Disampaikan dalam International Business Integrity Conference 2017 Peran Asosiasi Bisnis dalam Mencegah Korupsi di sektor usaha Migas Disampaikan Oleh: Firlie Ganinduto Ketua Komite Tetap Hubungan Kelembagaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XVI/2018 Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Garam I. PEMOHON Gerakan Poros Maritim Indonesia (GEOMARITIM) dalam hal ini diwakili oleh Baharudin Farawowan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH KABUPATEN KEBUMEN DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 80/PUU-XV/2017 Pembebanan Pajak Penerangan Jalan Kepada Pengusaha I. PEMOHON Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), yang dalam hal ini diwakili oleh Ketua Umum yaitu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, FINAL DRAFT 15092011 LEMBARAN DAERAH PROVINSI JA R.AN WA BARAT TAHUN 2013 NOMO PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN BADAN USAHA MILIK DAERAH BIDANG MINYAK DAN GAS

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel

Lebih terperinci

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016

URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 URGENSI MENYEGERAKAN PEMBAHASAN RUU KITAB HUKUM PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 17 Juli 2016; disetujui: 15 September 2016 Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Hukum Pemilu (RUU Kitab

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa peralihan Indonesia menuju suatu cita demokrasi merupakan salah satu proses yang menjadi tahapan penting perkembangan Indonesia. Salah satu aspek yang menjadi bagian

Lebih terperinci

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999).

II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian materiil Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU 8/1999). RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 65/PUU-XIII/2015 Kepastian Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap Kewajiban Pelaku Usaha Atas Informasi Badan Hukum Secara Lengkap I. PEMOHON 1. Capt. Samuel Bonaparte,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon I. PEMOHON RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon Kuasa Hukum: Muhammad Ainul Syamsu, SH.,

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015

REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Jakarta, 13 Mei 2015 REKOMENDASI KEBIJAKAN Tim Reformasi Tata Kelola Migas Jakarta, 13 Mei 2015 Outline Rekomendasi 1. Rekomendasi Umum 2. Pengelolaan Penerimaan Negara Dari Sektor Minyak dan Gas Bumi 3. Format Tata Kelola

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERKELAPASAWITAN I. Pendahuluan Rancangan Undang-Undang tentang Perkelapasawitan diajukan oleh Anggota lintas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN TENTANG MINYAK DAN GAS BUMI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 31/PUU-X/2012 Tentang Kewenangan Lembaga BPKP dan BPK I. PEMOHON Ir. Eddie Widiono Sowondho,M.Sc., selanjutnya disebut Pemohon. Kuasa Hukum: Dr.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 123/PUU-XIII/2015 Hak Tersangka Untuk Diadili Dalam Persidangan I. PEMOHON Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK), diwakili oleh: 1. Victor Santoso Tandiasa, SH. MH.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 6/PUU-XVI/2018 Kewajiban Pencatatan PKWT ke Intansi yang bertanggung jawab di bidang Ketenagakerjaan I. PEMOHON Abdul Hakim, Romi Andriyan Hutagaol, Budi Oktariyan, Mardani,

Lebih terperinci