PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL (BBKS)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL (BBKS)"

Transkripsi

1 PEDOMAN PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL (BBKS) DIREKTORAT KEPAHLAWANAN, KEPERINTISAN, DAN KESETIAKAWANAN SOSIAL DIREKTORAT JENDERAL PEMBERDAYAAN SOSIAL DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN KEMENTERIAN SOSIAL RI TAHUN 2015

2 DAFTAR ISI Executive Summary 2 Kata Pengantar 4 Sambutan Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan 5 Sekapur Sirih Menteri Sosial RI 6 BAB I. PENDAHULUAN 7 A. Latar Belakang 7 B. Maksud dan Tujuan 9 C. Pengguna 10 D. Pengertian 10 BAB II. PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL 12 NASIONAL A. Hakekat 12 B. Kriteria 12 C. Nilai Dasar 12 D. Waktu dan Lokasi 13 E. Strategi 13 F. Pendekatan 13 G. Kegiatan 14 H. Mekanisme Penyelenggaraan 16 I. Langkah-langkah 16 J. Jadwal Kegiatan 17 BAB III. ACARA PUNCAK BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL 18 A. Hakekat 18 B. Nilai Dasar 18 C. Waktu dan Lokasi 18 D. Inspektur Upacara, Komandan Upacara, Peserta dan Penyelenggara.. 18 E. Mekanisme 19 F. Langkah-langkah BAB IV. KELEMBAGAAN 21 A. Penyelenggara 21 B. Peranan Pemerintah dan Pemerintah Daerah C. Koordinasi 25 D. Sarana dan Prasarana 26 BAB V. PENGENDALIAN 27 A. Monitoring 27 B. Evaluasi 27 C. Pelaporan 28 D. Pembinaan dan Pengawasan 28 E. Pembiayaan 29 BAB VI. PENUTUP 30 Lampiran 31 1

3 EXECUTIVE SUMMARY Hakekat dari penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial (BBKS) adalah segala upaya untuk "mempengaruhi" pola pikir - pola perilaku - pola hidup masyarakat, dunia usaha dan pemerintah, dengan berbasis pada internalisasi, pelembagaan dan aksi nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial, sebagai modal sosial, untuk mencapai kohesivitas, kebersamaan, dalam memperkuat kedaulatan Sosial dan memperkokoh kedaulatan Nasional. Modal sosial mempunyai andil sangat besar dalam menentukan nasib suatu bangsa. Berdasarkan survey Kompas tentang basis sosial ekonomi masyarakat menguak bagaimana modal sosial masyarakat Indonesia secara umum. Survey diselenggarakan medio Oktober 2014, menjaring responden yang tersebar di 32 provinsi. Kekerabatan, keterlibatan, kepercayaan, dan toleransi menjadi parameter penting dalam modal sosial masyarakat Indonesia. Secara umum, sikap kekerabatan menjadi landasan perilaku publik survey ini. Komunikasi dan hubungan baik menjadi andalan dalam interaksi sosial dilingkungan sekitar. Orang-orang terdekat seperti keluarga, kerabat, dan tetangga, adalah faktor efektif dalam mentransformasi informasi. Keterlibatan publik dalam kegiatan sosial dapat menjadi media komunikasi informal yang baik untuk menyemai pemahaman tentang sesuatu. Meski tak selalu mau dan mampu berpartisipasi dalam konsep, rata-rata publik bersedia memberikan sumbangan untuk kegiatan sosial dalam bentuk tenaga. Tingkat kepercayaan terhadap pihak lain juga tinggi sehingga tak enggan mencoba hal-hal baru. Faktor yang menguntungkan lainnya adalah toleransi publik terhadap keberagaman cukup baik. Tingkat resistensi terhadap hal baru tidak terlalu tinggi dan cenderung terbuka menerima sesuatu yang berbeda. Melihat tren perubahan sosial yang terjadi di desa, ke depan diperlukan upayaupaya maksimal untuk mengikat modal sosial agar tak tergerus. Beberapa indikator yang terbaca lewat survey Potensi Desa (BPS) menunjukan bahwa aktivitas gotong royong pada masyarakat desa mulai menurun, kegiatan lembaga swadaya masyarakat pun turun drastis di pedesaan. Kondisi ini memerlukan pemahaman baru atas potensi desa, diperlukan ikatanikatan sosial baru yang mampu menjembatani perbedaan dan mengubahnya menjadi modal sosial yang bermanfaat. Ikatan sosial desa tak seharusnya hanya bersandar pada kekuatan homogenitas asal usul, tetapi juga pada heterogenitas 2

4 multikulturalnya saat ini. Aksi BBKS dilakukan sebagai upaya untuk mempertahankan dan menyemai kembali modal sosial berupa nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial di tengah masyarakat, Aksi ini tidak bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus terintegrasi, komprehensif, saling mempengaruhi satu sama lain. Cara untuk mempengaruhi dilakukan melalui pendekatan pengembangan masyarakat. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial (BBKS) diselenggarakan dengan menjunjung tinggi peran dan partisipasi seluruh masyarakat baik secara individual, kelompok, keluarga, organisasi/badan/lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dan masyarakat, dunia usaha maupun kelompok warga lainnya. Strategi Bulan Bhakti ditempuh melalui : a. Promosi dan kampanye sosial b. Penataan Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu c. Penguatan koordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat d. Optimalisasi peran media e. Optimalisasi pendayagunaan gugus tugas dan kemitraan f. Optimalisasi peranserta masyarakat Langkah/ tahapan yang ditempuh dalam menetapkan lokasi BBKS meliputi : 1. Penjajagan 2. Studi kelayakan. 3. Menyusun Rencana Kerja 4. Pelaksanaan. 5. Pengendalian. Adapun contoh Best Practice dari penyelenggaran BBKS dalam bentuk Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu (KLST) adalah Kampung Bantar Liposos II Kelurahan Eka Jaya Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi, Provinsi Jambi, kawasan tersebut kini sedang berproses menjadi Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu Mandiri (terlampir). 3

5 4

6 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesetiakawanan Sosial adalah bagian dari nilai, sikap dan perilaku pro sosial yang berakar dalam konteks tata budaya nusantara dan masyarakat majemuk Indonesia berdasarkan Pancasila. Nilai dasar ini mengandung spektrum kesantunan serta kepedulian sosial yang mendasar dan kontekstual. Dilandasi pengertian, kesadaran dan tanggung jawab sosial seluruh komponen masyarakat, bangsa dan negara dalam kerangka mengekspresikan kebudayaan Pancasila. Dalam konteks itu, nilai kesetiakawanan sosial sebagai dimensi modal sosial memiliki posisi strategis untuk menumbuh kembangkan semangat kebersamaan, saling percaya dan menerima, integrasi dan ikatan sosial, yang dinyatakan melalui kerelaan, proaktif, serta kepedulian untuk berkorban bersama warga masyarakat yang membutuhkan dalam kerangka mewujudkan Indonesia Sejahtera berbudaya Pancasila. Artinya, kesetiakawanan sosial hakekatnya suatu kemauan untuk bersatu dalam solidaritas sosial, kesamaan nasib, dan keinginan menjadi makluk sosial yang saling peduli dan berbagi dalam membangun persaudaraan sejati, persaudaraan masyarakat majemuk Indonesia berbudaya Pancasila. Kepentingan pribadi diletakkan dalam kerangka kesadaran atas kewajiban sebagai makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Seiring dengan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di era reformasi dan globalisasi, maka kesetiakawanan sosial tengah mengalami pergeseran mendasar dan paradigmatik. Nilai-nilai kesetiakawanan sosial sebagai modal sosial strategis budaya Pancasila, kini mengalami proses destruksi sistematis dan kian kritis selang beberapa dekade terakhir, di era reformasi, otonomi daerah dan globalisasi dewasa ini. Kondisi faktual tersebut nampak antara lain berbentuk: a) kesetiakawanan sosial, yang sering menampakan wajah secara terbatas di ruang politik, namun dengan semangat membela kepentingan masing-masing golongan. b) menguatnya kesetiakawanan sosial berwajah kedaerahan yang mewujud dalam komunalisme dan tribalisme. c) di bidang ekonomi, nilai kesetiakawanan sosial belum sepenuhnya menjadi kesadaran nasional, baik di level struktural, institusional, maupun personal. Menguatnya kesenjangan ekonomi dan sosial merupakan indikator melemahnya kesetiakawanan sosial, yang kemudian menjadi alir deras munculnya berbagai masalah kesejahteraan sosial. d) selain itu revolusi globalisme ditengarai tengah menetrasi berbagai modal sosial lokal, ditandai dengan sejumlah gejala antara lain menguatnya semangat individualis, kian memudarnya semangat kebersamaan, mencuatnya identitas komunal dan kedaerahan, melemahnya semangat kebangsaan dan nasionalisme serta makin memudarnya modal sosial masyarakat yang dilandasi oleh saling percaya, komitmen bersama, kesepakatan bersama dan aturan main dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara. Bahkan dalam beberapa hal, terjadi kanibal sosial (social cannibalism), yaitu sifat saling menghancurkan, saling membunuh karakter dan berujung pada saling mematikan. 5

7 Destruksi kesetiawakanan sosial, nyaris melahirkan pergulatan pemaknaan di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara saat ini. Memudarnya perasaan empati, kepedulian sosial dan saling berbagi sebagai ekspresi kesetiakawanan sosial menjadi kepentingan individualis dan kelompok secara eksklusif dengan memarginalkan kepentingan sosial, telah mendongkrak sistem perilaku sosial pro-sosial dan altruistik bergeser kearah sistem perilaku prokelompok eksklusif dan individualis di lingkungan masyarakat. Kohesi sosial makin bergeser menjadi kohesi kelompok berdasarkan kepentingan dan kesadaran kelompok. Makin jauhnya nilai keadilan sosial, maraknya konflik berbasis suku, ras dan agama (SARA), kesenjangan ekonomi serta berbagai masalah sosial lainnya menunjukkan bahwa refleksi terhadap landasan kesetiakawanan sosial berbudaya Pancasila, kian menjadi isu nasional yang sangat serius, mendasar, kontekstual dan strategis. Pada sisi lain, kesenjangan sosial yang makin terstruktur dan membudaya, nampak secara jelas, jika dilihat dari angka jumlah penduduk miskin yang terus meningkat. Sebagai konsekuensi belum nampaknya penurunan signifikan angka penduduk miskin selama ini, maupun meningkatnya angka penduduk miskin sebagai dampak berbagai eskalasi dan frekuensi bencana alam dan sosial di berbagai daerah dewasa ini. Kesenjangan distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, antar daerah perkotaan dan daerah pedesaan serta tertinggal, karena ketimpangan penguasaan asset serta akses pengelolaan sumber alam dan ekonomi dalam berbagai bentuk, makin menjadikan jurang kesenjangan sosial ekonomi, kian kentara terang benderang, baik secara vertikal, maupun horisontal. Oleh sebab itu, secara strategis-konstitusional, menjadi penting kehadiran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang telah meletakkan kedudukan dan fungsi konsepsi dan nilai Kesetiakawanan Sosial sebagai kerangka dasar dan mandat konstitusional dalam pengelolaan kesejahteraan sosial di Indonesia. Nilai strategis-konstitusional Kesetiakawanan Sosial dalam konstruk budaya Pancasila itu, akan terus digali, dikembangkan dan didayagunakan berbasis pada kekayaan budaya dan kearifan lokal masyarakat majemuk Indonesia dalam mewujudkan cita-cita luhur Indonesia merdeka yang adil dan sejahtera. Sebagai mandat strategis-konstitusional kesejahteraan sosial, kesetiakawanan sosial perlu terus direvitalisasi dan direlevansikan sesuai dengan kondisi aktual masyarakat, bangsa dan negara serta diimplementasikan dalam wujud nyata melalui dinamika kehidupan masyarakat, bangsa dan negara di tengah panggilan era reformasi, otonomi daerah dan globalisasi dengan segala konsekuensinya. Belajar dari sejumlah fakta kondisi keprihatinan sosial sebagaimana diuraikan di atas, maka mewujudkan kesetiakawanan sosial sebagai modal sosial masyarakat, bangsa dan negara melalui suatu gerakan nasional, menjadi keharusan, baik sebagai mandat strategis-konstitusional maupun mandat budaya dan kearifan lokal seluruh masyarakat, bangsa, negara majemuk nusantara, tanpa kecuali. Dalam 6

8 konteks dwi-mandat konstitusional dan kultural strategis itulah, sudah sepantasnya, seluruh masyarakat, bangsa dan negara Indonesia memiliki grand national solidarity, berupa agenda nasional untuk mewujudkan solidaritas kesetiakawanan sosial nasional menuju Indonesia Sejahtera, sebagai kerangka acuan dalam rangka penyusunan grand national reality. Grand national solidarity adalah suatu upaya sengaja, terpola, sistematis, dan berkelanjutan dalam rangka pembudayaan semangat solidaritas dan kesetiakawanan sosial nasional membangun bangsa, yang didasarkan atas spirit, visi, tekad, dan komitmen yang diajarkan dan diwariskan founding fathers negara Indonesia merdeka. Sedangkan grand national reality, berkaitan dengan upaya bersama mengimplementasi Grand National Solidarity ke konteks masa kini dinamika reformasi, otonomi daerah dan globalisasi dengan segala dampak destruktifnya terhadap kesetiakawanan dan kesejahteraan sosial nasional, sehingga pilihan strategi implementasi seharusnya sensitif dan responsif terhadap dinamika kebutuhan kontekstual dan kontemporer masa kini. Pengkondisian manajemen perubahan akan ditempuh melalui tahapantahapan strategis : a) proteksi dan konsolidasi sosial, b) pemberdayaan sosial sistemik, dan c) budaya pembangunan kesetiakawanan dan kesejahteraan sosial berkelanjutan, sebagai iklim kondusif transformasi secara struktural, fungsional dan kultural yang dilakukan secara terencana, terpola, sistematis, terarah, dan berkelanjutan melalui Gerakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional. Suatu gerakan transformasi nasional kesetiakawanan dan kesejahteraan sosial mencakup wilayah pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan dan desa/kelurahan secara holistik dan integratif, dengan mengoptimalkan peran seluruh pilar modal sosial masyarakat, bangsa dan negara: jajaran Pemerintah/Pemerintah Daerah, Perguruan Tinggi, Dunia Usaha, TNI dan Polri, berbagai elemen masyarakat, dan sebagainya. Bahwa untuk mewujudkan makna kesetiakawanan sosial sebagai modal sosial nasional strategis dalam rangka mewujudkan, menegakkan dan memajukan kesejahteraan sosial, harmonisasi dan keadilan sosial nasional sebagaimana yang diharapkan, maka perlu disusun secara sistematis dalam bentuk Pedoman Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional sebagai acuan kerja nasional. Pedoman ini dimaksimalkan sebagai tuntunan, pegangan, acuan dan arahan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional. Artinya, bermanfaat dalam memudahkan dan memperlancar penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional yang dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan. B. Maksud dan Tujuan 1. Maksud Pedoman Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dimaksudkan sebagai tuntunan, panduan dan acuan bagi Pemerintah, Dunia Usaha, dan seluruh elemen masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, pembinaan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial. 7

9 2. Tujuan Tujuan Penyusunan Pedoman ini adalah : a. Menjadi gerak dasar yang memudahkan dan memperlancar penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara terkoordinasi, sinergis, terencana, terarah dan berkelanjutan. b. Terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilandasi oleh kesetiakawanan sosial c. Terciptanya kondisi sosial yang menjamin kesetiakawanan sosial mampu menjadi pilar dasar dalam mewujudkan Indonesia sejahtera. C. Pengguna Pengguna Pedoman ini adalah : 1. Pemerintah (Pemerintah Pusat dan Daerah) 2. Instansi/Badan/Lembaga/Organisasi/yayasan dan pemangku kepentingan lainnya di Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan hingga Desa/kelurahan 3. Dunia Usaha 4. Perguruan Tinggi 5. Pelaku dan Pemerhati penyelenggaraan kesejahteraan sosial terkait. 6. Para Pemangku kepentingan lainnya D. Pengertian 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial guna memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara, yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial. 2. Kesetiakawanan Sosial Nasional adalah nilai, pandangan dan sifat yang mengatur hubungan sosial antara warga satu dengan lainnya dengan menumbuhkan sikap dan tindakan saling peduli dan berbagi yang dilandasi oleh kerelaan, kesetiaan, kebersamaan, toleransi, dan tidak diskriminasi guna mewujudkan harkat, martabat dan harga diri setiap warga negara Indonesia. 3. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terarah, terencana dan berkelanjutan dari, oleh dan untuk masyarakat guna memperkokoh, memelihara, meningkatkan serta mengembangkan kesetiakawanan sosial. 4. Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional adalah Kepengurusan Nasional yang bertugas untuk mempersiapkan, melaksanakan dan mengendalikan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional. 5. Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial yang kemudian disebut sebagai Satgas Kesetiakawanan Sosial adalah warga masyarakat yang karena kepeduliannya (relawan) diberi tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh 8

10 Kepala Desa/Lurah untuk menggerakkan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/kelurahan atau di wilayah sederajat. 6. Pos Komunikasi Sosial adalah tempat yang digunakan sebagai wadah dan atau sarana pertukaran informasi, komunikasi dan edukasi dalam pembudayaan kesetiakawanan sosial berkedudukan di desa/kelurahan. 7. Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan sosial. 8. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 9. Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu atau KLST adalah wilayah konsentrasi yang menjadi keterpaduan program dan kegiatan dari berbagai lintas sektor 9

11 BAB II PENYELENGGARAAN BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL NASIONAL A. Hakekat 1. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial pada hakekatnya berperan sebagai gerakan berkelanjutan untuk menumbuhkan, memperkuat, memelihara, meningkatkan dan mengembangkan kesetiakawanan sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan saling menghormati, saling menghargai dan saling peduli tanpa membedakan garis keturunan, agama, warna kulit dan golongan. 2. Gerakan berkelanjutan yang dimaksudkan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat secara terarah, terencana dan berkelanjutan dengan tujuan agar tercipta keikhlasan kemauan, kesadaran dan kemampuan untuk peduli, saling berbagi dan toleransi antar warga menuju terwujudnya Indonesia sejahtera B. Kriteria Kelompok sasaran Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial terdiri dari sasaran populasi dan kewilayahan 1. Kriteria Kelompok sasaran populasi yang dimaksudkan adalah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) pada umumnya dan masyarakat marjinal pada khususnya. 2. Sasaran kewilayahan yang dimaksudkan adalah seluruh wilayah Republik Indonesia, dengan prioritas utama adalah wilayah rawan masalah kesejahteraan sosial, gugus pulau/pulau-pulau kecil, pulau terdepan, perbatasan antar negara dan kawasan pesisir, daerah tertinggal, daerah pedalaman/terpencil, daerah kumuh, daerah rawan konflik dan daerah rawan sosial lainnya, dengan kriteria : a. Wilayah dimaksud dalam lingkup kecamatan sebagai wilayah prioritas Pemerintah Daerah yang menjadi pusat pengembangan kawasan lingkungan sosial terpadu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. b. Wilayah tersebut benar-benar rawan baik sosial, ekonomi, politik dan budaya antara lain daerah kumuh atau kawasan marjinal (slum areas) c. Wilayah tersebut menjadi kawasan keterpaduan program yang dilakukan oleh berbagai sektor. d. Memiliki potensi dan sumber kesejahteraan sosial yang dapat dikembangkan. e. Memiliki dampak positif bagi wilayah lainnya. 10

12 C. Nilai Dasar Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan berdasarkan keswadayaan, kemandirian, inisiatif lokal, partisipasi, efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas, profesional, sinergis, terkoordinasi, terencana dan berkelanjutan. D. Waktu dan Lokasi 1. Waktu a. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan selama 1 (satu) tahun penuh mulai dari 1 Januari sampai dengan 31 Desember. b. Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional ditetapkan setiap tanggal 20 Desember di lokasi Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu (KLST) sebagai pusat penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial 2. Lokasi a. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan seluruh wilayah, dengan prioritas pada Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu b. Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial di Daerah dilakukan di Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu yang menjadi konsentrasi penyelenggaraan Bulan Bhakti. c. Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial secara nasional dilaksanakan di Jakarta. E. Strategi Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial diselenggarakan dengan menjunjung tinggi peran dan partisipasi seluruh masyarakat baik secara individual, kelompok, keluarga, organisasi/badan/lembaga yang dibentuk oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dan masyarakat, dunia usaha maupun kelompok warga lainnya. Oleh sebab itu, Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial diselenggarakan bersamasama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan Masyarakat. Untuk mewujudkan hal demikian, maka strategi Bulan Bhakti ditempuh melalui : g. Promosi dan kampanye sosial h. Penataan Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu i. Penguatan koordinasi antara Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat j. Optimalisasi peran media k. Optimalisasi pendayagunaan gugus tugas dan kemitraan l. Optimalisasi peranserta masyarakat F. Pendekatan Sejumlah pendekatan yang dilakukan dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial adalah : 1. Pendekatan kewilayahan, artinya penyelenggaraan Bulan Bhakti dilakukan 11

13 dengan penataan kawasan lingkungan sosial terpadu lingkup kecamatan yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Pendekatan ini digunakan dengan menata Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu dan pemerataan pembangunan di wilayah Kecamatan yang menjadi Unit Kerja Daerah Pembangunan. 2. Pendekatan keterpaduan, artinya penyelenggaraan Bulan Bhakti haruslah melibatkan berbagai unsur masyarakat, dunia usaha, TNI, POLRI, tokoh masyarakat, kelompok, organisasi, Instansi Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah mulai dari tingkat desa/kelurahan, kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi hingga nasional secara terkoordinasi dan terintegrasi. 3. Pendekatan lintas batas, artinya penyelenggaraan Bulan Bhakti haruslah mengandung berbagai aksi sosial lintas program dan atau lintas aksi. G. Kegiatan 1. Lingkup Nasional Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial adalah serangkaian kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang diselenggarakan dalam lingkup nasional meliputi agenda: a. Harmonisasi kebijakan nasional untuk kesetiakawanan sosial nasional b. Persemaian budaya kesetiakawanan sosial secara nasional melalui sosialisasi, diseminasi, lokakarya/workshop, seminar, diskusi publik, pendidikan, pelatihan, penataran, pemantapan dan atau sarasehan kesetiakawanan sosial c. Kerjasama regional, nasional dan internasional untuk mewujudkan kemanusiaan universal dan hak asasi manusia d. Penyelenggaraan Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional e. Pendidikan Masyarakat termasuk organisasi dan kader pembangunan secara nasional f. Operasi Kemanusiaan secara regional, nasional dan internasional, antara lain santunan/bantuan sosial, pengobatan massal, sunatan massal, pasar murah, donor darah dan lain-lain g. Pemberian penghargaan kepada desa /kelurahan peduli dan tokoh yang berjasa dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial berskala nasional h. Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial/ Lintas Batas Kesetikawanan Sosial (outreach). i. Rehabilitasi sosial/ bedah kampung terhadap daerah kumuh/ tertinggal/ pedalaman dan atau perbatasan antar negara. j. Kampanye sosial melalui media cetak, elektronik dan peragaan k. Pengembangan keswadayaan masyarakat berbasis kearifan lokal seperti gugur gunung, lumbung kesetiakawanan sosial untuk pangan dan ketahanan sosial, gerakan seribuan dan sebagainya. l. Bulan dana kesetiakawanan sosial secara nasional. m. Kegiatan lainnya sesuai kebutuhan. 12

14 2. Lingkup Provinsi, Kabupaten/Kota dan Kecamatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota dan kecamatan adalah serangkaian kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang diselenggarakan dalam lingkup Provinsi, Kabupaten/Kota dan kecamatan meliputi : a. Harmonisasi kebijakan Daerah untuk pembudayaan kesetiakawanan sosial b. Persemaian budaya kesetiakawanan sosial melalui sosialisasi, diseminasi, lokakarya/workshop, seminar, diskusi publik, pendidikan, pelatihan, penataran, pemantapan dan atau sarasehan kesetiakawanan sosial c. Penyelenggaraan Acara Puncak Hari Kesetiakawanan Sosial di Provinsi, Kabupaten, Kota dan Kecamatan d. Pendidikan Masyarakat termasuk organisasi dan kader pembangunan di daerah e. Operasi Kemanusiaan secara antara lain santunan/bantuan sosial, pengobatan massal, sunatan massal, pasar murah, dan lain-lain f. Pemberian penghargaan kepada desa /kelurahan peduli dan tokoh yang berjasa dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial berskala daerah g. Safari Bhakti Kesetiakawanan Sosial nasional di daerah/ Lintas Batas Kesetikawanan Sosial (outreach). h. Penataan Kawasan lingkungan Sosial Terpadu dalam bentuk rehabilitasi sosial/ bedah kampung, program perbaikan kampung, program kali bersih (Prokasih), penataan lingkungan permukiman dan perumahan tidak layak huni, gerakan penghijauan, pelestarian lingkungan hidup, Bhakti sosial, perbaikan jalan lingkungan, pengadaan sarana dan prasarana penerangan, MCK dan lain-lain. i. Kampanye sosial melalui media cetak, elektronik dan peragaan j. Aksi sosial masyarakat berbasis kearifan local seperti gugur gunung, lumbung kesetiakawanan sosial untuk pangan, gerakan dana sehat dan ketahanan sosial, gerakan seribuan, gerakan sejuta pohon (one person one tree) dan sebagainya. k. Bulan dana kesetiakawanan sosial. l. Kegiatan lainnya sesuai kebutuhan. 3. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/ kelurahan adalah serangkaian kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang diselenggarakan di desa/kelurahan atau wilayah sederajat yang meliputi : a. Aksi Sosial berbasis kearifan lokal, seperti gotong royong, kerja Bhakti, tolong menolong, lumbung kesetiakawanan sosial, gugur gunung, desa bersih, kali bersih, perbaikan kampung, perbaikan rumah tidak layak huni, jimpitan beras; bulan dana kesetiakawanan sosial, gerakan masyarakat peduli bencana, penghijauan, dana sehat dan lain-lain. b. Operasi kemanusiaan seperti sunatan massal, operasi bibir sumbing, pengobatan gratis, bantuan beras miskin, santunan kematian, santunan sosial dan sebagainya. c. Kampanye sosial dan penyuluhan sosial seperti sarasehan, pemasangan 13

15 spanduk/baliho, iklan layanan masyarakat, pemutaran film, pertunjukan seni tradisional, vestifal, bazar atau pasar murah, lomba-lomba dan sebagainya d. Penataan Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu seperti rehabilitasi sosial daerah kumuh/bedah kampung/perbaikan kampung/ Program kali bersih, pelestarian lingkungan hidup, penghijauan, keamanan dan sebagainya e. Memperkokoh kerukunan hidup beragama dan kemasyarakatan dengan rembug desa, forum adat, musawarah masyarakat dan sebagainya. f. Memelihara sikap toleransi tanpa membedakan latar belakang suku, agama, keturunan dan golongan dan sebagainya. g. Kegiatan lainnya sesuai kebutuhan. H. Mekanisme Penyelenggaraan 1. Bulan Bhakti kesetiakawanan Sosial Nasional dilaksanakan secara mandiri dan terintegrasi berdasarkan kemandirian. 2. Bulan Bhakti kesetiakawanan Sosial nasional mandiri dilakukan oleh perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi/lembaga/badan, Instansi atau masyarakat yang karena peduli dan tanggungjawabnya melaksanakan sejumlah aksi sosial baik secara insidentil maupun berkelanjutan. 3. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial diintegrasi dilakukan secara bersamasama, terorganisir, terpadu, terkoordinasi dan sinergis yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi/lembaga/badan, Instansi atau masyarakat yang karena peduli dan tanggungjawabnya melaksanakan aksi sosial baik secara insidentil maupun berkelanjutan. 4. Setiap daerah dapat melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara otonom sesuai kebutuhan dan kemampuannya dengan tetap memperhatikan pedoman ini. I. Langkah-langkah Sejumlah langkah yang perlu ditempuh meliputi : 1. Penjajagan yaitu serangkaian pendekatan awal yang dilakukan untuk mengidentifikasi calon lokasi, masalah, kebutuhan dan sumber-sumber yang dapat didayagunakan. Tujuannya adalah teridentifikasikannya masalah, kebutuhan dan sumber serta ketepatan calon lokasi yang dapat memenuhi kriteria Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu sebagai calon lokasi Bulan Bhakti. Sasaran lokasi adalah Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota setempat. Kegiatan ini meliputi pemetaan sosial, menemukenali masalah, menemukenali kebutuhan, menemukenali akar masalah, analisis masalah dan kebutuhan, menemukenali potensi dan sumber kesejahteraan sosial serta verifikasi Identifikasi dilakukan berdasarkan 14

16 pendekatan partisipatif. 2. Studi kelayakan. Kegiatan ini dilakukan untuk menentukan tingkat kelayakan calon lokasi sebagai pusat kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di daerah. Tujuannya adalah menetapkan tingkat kelayakan berdasarkan kriteria lokasi yang telah ditentukan. Kegiatan ini meliputi penelitian tindakan dengan tekhnik Participatory Rural Appraissal dan seminar hasil studi kelayakan. 3. Menyusun Rencana Kerja yang meliputi : a. Penyusunan Kerangka acuan b. Penetapan tujuan c. Penyusunan rencana kerja ; d. Koordinasi e. Penyusunan kegiatan dan anggaran ; f. Menetapkan Tim Kerja (working group) 4. Pelaksanaan. Pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan secara mandiri, dan atau terintegrasi. Pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial direncanakan, dikerjakan, dan dikendalikan oleh sebuah Komite yang ditetapkan oleh Pejabat berwenang. Kegiatan ini meliputi pengorganisasian, pengkoordinasian dan kegiatan aksi. Pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial harus melibatkan semua pihak yang mempunyai kepedulian dan tanggung jawab sosial. 5. Pengendalian. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memantau, mengevaluasi dan penyusunan laporan. Pengendalian dilakukan dalam bentuk supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Kegiatan ini dilakukan secara berjenjang mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi sampai di tingkat pusat. J. Jadwal Kegiatan Jadwal Kegiatan No Tahapan Kegiatan Bulan Penyiapan Bahan x x 2. Penjajagan x x 3. Studi Kelayakan x x 4. Rencana Kerja x x 5. Penciptaan Pra Kondisi x x 6. Pelaksanaan Bulan Bhakti x x x x x x 7. Acara Puncak Bulan Bhakti x 8. Pengendalian (Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan) x x x x x x x x x x x x 15

17 A. Hakekat BAB III ACARA PUNCAK BULAN BHAKTI KESETIAKAWANAN SOSIAL 1. Acara puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial pada hakekatnya serangkaian kegiatan terpadu, terarah dan terencana sebagai agenda puncak dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial 2. Acara Puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan bertepatan dengan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional. B. Nilai Dasar Acara Puncak dilaksanakan berdasarkan nilai dasar integrasi, sinkronisasi, koordinatif, terpadu lintas sektor dan mampu membangkitkan kesadaran, komitmen dan tanggung jawab sosial bersama. C. Waktu dan Lokasi Acara Puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilakukan bertepatan dengan Peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional yang ditetapkan setiap tanggal 20 Desember. Acara Puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan secara terpusat dilokasi Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu yang menjadi konsentrasi penyelenggaraan bulan Bhakti dengan tetap memperhatikan : 1. Wilayah kecamatan yang menjadi sasaran penataan kawasan lingkungan sosial terpadu ditetapkan oleh Bupati/Walikota. 2. Wilayah konsentrasi penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan sosial selama setahun 3. Memiliki dampak positif bagi wilayah lainnya. Acara Puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara berjenjang dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Acara Puncak berskala nasional dilaksanakan di Jakarta dihadiri oleh Presiden RI. 2. Acara Puncak berskala Daerah ditetapkan oleh Gubernur, Bupati/Walikota dan atau Camat kepala Wilayah Kecamatan yang bersangkutan dengan lokasi prioritas adalah Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu yang menjadi konsentrasi penyelenggaraan bulan Bhakti. Acara Puncak di Lokasi Kawasan Lingkungan Terpadu di daerah akan dihadiri oleh Menteri Sosial Ri dan atau Menteri lainnya. 3. Acara puncak di Desa/kelurahan dapat dilakukan secara sendiri atau berintegrasi di kecamatan. 16

18 D. Inspektur Upacara, Komandan Upacara, Peserta dan Penyelenggara. 1. Inspektur Upacara : Presiden RI (Nasional), Menteri Sosial atau Gubernur (Provinsi), Bupati/Walikota (untuk Kabupaten/Kota) dan Camat Kepala Wilayah (untuk wilayah kecamatan). 2. Komandan Upacara ditentukan oleh Komite yang telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan dari Pejabat yang berwewenang. 3. Peserta berasal dari unsur TNI/POLRI, Instansi/Badan/Lembaga Pemerintah, Yudikatif dan Legislatif, dunia usaha, Pramuka/OSIS/ Pelajar/mahasiswa, Lembaga Keswadayaan Masyarakat, organisasi kemasyarakatan, Lembaga Kesejahteraan Sosial, tokoh masyarakat/ tokoh agama dan sebagainya. 4. Penyelenggara Bulan Bhakti adalah Komite yang telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang secara berjenjang mulai dari Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota. E. Agenda Kegiatan Agenda acara Puncak dilaksanakan dalam bentuk : 1. Acara Pokok Agenda pada acara puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan dalam bentuk Upacara resmi, dengan susunan acara sebagai berikut : a. Pembukaan b. Lagu Hymne dan Mars Kesetiakawanan Sosial c. Laporan Ketua Panitia d. Pembacaan deklarasi e. Penandatanganan prasasti ( jika ada) f. Pemberian Penghargaan g. Sambutan Inspektur Upacara h. Atraksi ( jika diperlukan) i. Doa j. Ramah tamah dilanjutkan dengan dialog interaktif antara Inspektur Upacara dengan warga masyarakat. k. Diakhiri dengan kunjungan ke Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu yang menjadi lokasi penyelenggaraan Bulan Bhakti. 2. Kegiatan Penunjang Acara puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial didukung dengan sejumlah kegiatan antara lain : a. Persemaian budaya Kesetiakawanan Sosial melalui sosialisasi, diseminasi, lokakarya/workshop, seminar, diskusi publik, pendidikan, pelatihan, penataran, pemantapan dan atau sarasehan kesetiakawanan sosial b. Penandatanganan kerjasama dalam mewujudkan kesetiakawanan sosial c. Operasi Kemanusiaan antara lain santunan/bantuan sosial, pengobatan massal, sunatan massal, pasar murah, pameran, dan lain-lain d. Rehabilitasi sosial/ bedah kampung/ gerakan kali bersih/ gotong royong e. Peresmian proyek-proyek keswadayaan masyarakat di lokasi kawasan lingkungan sosial terpadu seperti penataan jalan lingkungan, penataan 17

19 rumah tidak layak huni, tempat ibadah, sarana dan prasarana lingkungan, swa-rumah susun bagi masyarakat marjinal dan sebagainya. f. Kegiatan lainnya sesuai kebutuhan. F. Mekanisme 1. Acara puncak dilaksanakan secara mandiri dan terintegrasi berdasarkan keswadayaan dan inisiatif daerah dengan prioritas utama di lokasi Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu yang menjadi pusat kegiatan Bulan Bhakti. Namun demikian, tidak menutup daerah lainnya sesuai kriteria yang telah ditetapkan. 2. Setiap daerah dapat melaksanakan acara puncak Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara otonom sesuai kebutuhan dan kemampuannya dengan tetap memperhatikan petunjuk tekhnis pelaksanaannya. 3. Laporan wajib dibuat dan disampaikan kepada pejabat yang berwenang selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah acara puncak dilaksanakan. a. Camat kepala wilayah menyampaikan laporan secara tertulis kepada Bupati/Walikota setempat b. Bupati/Walikota menyampaikan laporan secara tertulis kepada Gubernur c. Gubernur menyampaikan laporan secara tertulis kepada Menteri Sosial d. Menteri Sosial menyampaikan laporan secara tertulis kepada Presiden RI G. Langkah-langkah Sejumlah langkah yang perlu ditempuh meliputi : 1. Penjajagan yaitu serangkaian kegiatan tahap awal yang dilakukan untuk mengidentifikasi tahap awal tentang calon lokasi, masalah, kebutuhan dan sumber-sumber yang dapat didayagunakan pada acara puncak. Tujuannya adalah teridentifikasikannya masalah, kebutuhan dan sumber serta ketepatan lokasi untuk mendukung penyelenggaraan acara puncak bulan Bhakti. 2. Studi kelayakan. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi obyektif tentang sasaran Bulan Bhakti. Kegiatan ini meliputi penelitian tindakan dengan tekhnik perencanaan partisipatif dan seminar hasil studi kelayakan. 3. Menetapkan Rencana Kerja yang meliputi : a. Penyusunan Kerangka acuan b. Penetapan tujuan c. Penyusunan rencana kerja ; d. Koordinasi e. Penyusunan kegiatan dan anggaran ; f. Menetapkan Kepanitiaan 4. Pelaksanaan acara puncak sesuai rencana yang telah ditetapkan. Pelaksanaan bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilaksanakan secara mandiri, dan atau terintegrasi. Pelaksanaan bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial nasional direncanakan, dikerjakan, dan dikendalikan oleh sebuah Komite yang ditetapkan oleh Pejabat berwenang. Kegiatan ini meliputi pengorganisasian, pengkoordinasian dan kegiatan aksi. Pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan 18

20 sosial harus melibatkan semua pihak yang mempunyai kepedulian dan tanggung jawab sosial 5. Pengendalian. Kegiatan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memantau, mengevaluasi dan penyusunan laporan. Pengendalian dilakukan dalam bentuk supervisi, pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Kegiatan ini dilakukan secara berjenjang mulai dari Kabupaten/Kota, Provinsi sampai di tingkat Pusat. 19

21 BAB IV KELEMBAGAAN A. Penyelenggera 1. Panitia Pelaksana Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dilakukan secara terkoordinasi dan berjenjang oleh sebuah Komite yang ditetapkan berdasarkan Surat keputusan dari pejabat yang berwenang. a. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional dilaksanakan oleh Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional. b. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Provinsi dilaksanakan oleh Komite Kesetiakawanan Sosial Provinsi c. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Komite Kesetiakawanan Sosial Kabupaten/Kota d. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kecamatan dilaksanakan oleh Komite kesetiakawanan Sosial Kecamatan e. Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Desa/ Kelurahan dilaksanakan oleh Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial 2. Penetapan Komite a. Komite Pusat 1) Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional diangkat, ditetapkan dan disahkan oleh Menteri dengan Surat keputusan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali pada periode berikutnya. 2) Kepengurusan Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional terdiri a) Pembina : Presiden Republik Indonesia b) Pengarah : Seluruh Menteri c) Ketua : Tokoh Nasional d) Sekretaris : Pejabat setingkat eselon I di lingkungan Kementerian tehnis e) Anggota : seluruh Gubernur, Tokoh Nasional dan Dunia Usaha 3) Tugas Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional adalah : a) Menyampaikan masukan dan pertimbangan dalam melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional b) Mempersiapkan dan melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional c) Mengendalikan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional d) Melaporkan penyelenggaraan bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional kepada Menteri e) Melaksanakann advokasi sosial, politik dan anggaran f) Mobilisasi pembudayaan kesetiakawanan sosial secara nasional. 20

22 b. Komite Provinsi 1) Komite Kesetiakawanan Sosial Provinsi diangkat, ditetapkan dan disahkan oleh Gubernur dengan Surat keputusan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali pada periode berikutnya. 2) Kepengurusan Komite Kesetiakawanan Sosial Provinsi terdiri a) Pembina : Gubernur b) Pengarah : Seluruh Kepala Instansi Provinsi c) Ketua : Tokoh Daerah d) Sekretaris : Pejabat setingkat eselon I di lingkungan Pemerintah Provinsi e) Anggota : seluruh Bupati/Walikota, Dunia Usaha dan Tokoh Masyarakat 3) Tugas Komite Kesetiakawanan Sosial Provinsi adalah : a) Menyampaikan masukan dan pertimbangan dalam melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di provinsi b) Mempersiapkan dan melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di provinsi c) Mengendalikan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di provinsi d) Melaporkan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial kepada Gubernur e) Melaksanakan advokasi sosial, politik dan anggaran di Provinsi f) Mobilisasi pembudayaan kesetiakawanan sosial berskala Provinsi c. Komite Kabupaten/Kota 1) Komite Kesetiakawanan Sosial Kabupaten/Kota diangkat, ditetapkan dan disahkan oleh Bupati/ Walikota dengan Surat keputusan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali pada periode berikutnya. 2) Kepengurusan Komite Kesetiakawanan Sosial Kabupaten/ Kota terdiri a) Pembina : Bupati/Walikota b) Pengarah : Seluruh Kepala Instansi Kabupaten/Kota c) Ketua : Tokoh Daerah d) Sekretaris : Kepala Instansi Sosial Kabupaten/Kota e) Anggota : seluruh Camat Kepala Wilayah, Dunia Usaha dan Tokoh Masyarakat 3) Tugas Komite Kesetiakawanan Sosial Kabupaten/ Kota adalah : a) Menyampaikan masukan dan pertimbangan dalam melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kabupaten/kota b) Mempersiapkan dan melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kabupaten/Kota c) Mengendalikan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kabupaten/kota d) Melaporkan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial kepada Bupati/Walikota 21

23 e) Melaksanakann advokasi sosial, politik dan anggaran di Kabupaten/kota f) Mobilisasi pembudayaan kesetiakawanan sosial berskala Kabupaten/ Kota d. Komite Kecamatan 1) Komite Kesetiakawanan Sosial Kecamatan diangkat, ditetapkan dan disahkan oleh Bupati/ Walikota dengan Surat keputusan untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun dan dapat dipilih kembali pada periode berikutnya. 2) Kepengurusan Komite Kesetiakawanan Sosial kecamatan terdiri a) Pembina : Camat Kepala Wilayah Kecamatan b) Pengarah : Seluruh Kepala Instansi Kecamatan c) Ketua : Tokoh Daerah d) Sekretaris : Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan e) Anggota : seluruh Kepala Desa/Lurah, dunia usaha dan Tokoh Masyarakat 3) Tugas Komite Kesetiakawanan Sosial Kecamatan adalah : a) Menyampaikan masukan dan pertimbangan dalam melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kecamatan b) Mempersiapkan dan melaksanakan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kecamatan c) Mengendalikan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kecamatan d) Melaporkan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial kepada Bupati/ Walikota e) Melaksanakan advokasi sosial, politik dan anggaran di kecamatan f) Mobilisasi pembudayaan Kesetiakawanan Sosial berskala Kecamatan e. Penyelenggara di tingkat Desa/Kelurahan 1) Penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/kelurahan dilaksanakan oleh Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial yang diangkat, ditetapkan dan disahkan oleh Kepala Desa/Lurah dengan Surat Keputusan 2) Setiap desa/kelurahan wajib memiliki sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial 3) Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial bertugas : a) Menggerakkan pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/kelurahan b) Mengendalikan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/kelurahan c) Menggerakkan potensi kesejahteraan sosial untuk mendukung terlaksananya Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di desa/kelurahan 4) Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial yang dimaksud dalam ayat (2) 22

24 adalah warga masyarakat yang memenuhi kriteria a) Tokoh masyarakat b) Diutamakan mereka yang telah memperoleh sertifikasi sebagai Tenaga Penyuluh Sosial c) Usia sekurang-kurangnya 18 tahun d) Memiliki kerelaan, dedikasi dan integritas menjadi Tenaga Penyuluh Sosial Masyarakat e) Berlatar belakang pendidikan minimal SLTA f. Pos Komunikasi Sosial 1) Pos Komunikasi Sosial dapat dibentuk dan berkedudukan di Desa/kelurahan 2) Pos Komunikasi Sosial sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk,. Dari, oleh dan untuk masyarakat setempat 3) Pos Komunikasi Sosial dimaksud berfungsi sebagai : a) Sarana komunikasi, informasi, edukasi dan persuasi bagi Satgas Kesetiakawanan Sosial dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya b) Sarana pertukaran informasi dan komunikasi di desa/kota c) Media pengaduan masyarakat dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial d) Media perantara antara kepentingan Pemerintah dengan masyarakat B. Peranan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional menjadi tanggung jawab Pemerintah dan atau Pemerintah Daerah. 1. Peranan Pemerintah Pusat Pemerintah memiliki peranan yang cukup besar dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional. Dalam hal ini, Pemerintah menetapkan Menteri Sosial sebagai penanggung jawab penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial berskala nasional. Menteri memiliki kewenangan : a. Menetapkan kebijakan tehnis penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial b. Menetapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial c. Menyelenggarakan bimbingan tehnis ; d. Memfasilitasi penghargaan kepada desa/kelurahan peduli tingkat nasional dan tokoh masyarakat peduli tingkat nasional. e. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara nasional f. Koordinasi dengan lintas kementerian terkait, Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional dan instansi sosial provinsi atau kabupaten/kota dalam penyelenggaraan bulan Bhakti kesetiakawanan sosial tingkat nasional. 23

25 2. Peranan Pemerintah Provinsi Pemerintah Daerah memiliki peranan yang cukup besar dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial berskala Provinsi Dalam hal ini, Gubernur Kepala Daerah sebagai penanggung jawab penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial berskala Provinsi. Gubernur memiliki kewenangan : a. Menetapkan kebijakan Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial b. Menetapkan Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu sebagai lokasi Bulan Bhakti dan acara puncak. c. Mensosialisasikan Norma, standar, prosedur, dan kriteria penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial d. Menyelenggarakan pembinaan teknis ; e. Memfasilitasi penghargaan kepada desa /Lurah peduli dan tokoh peduli tingkat provinsi dan mengajukan kepada Menteri Sosial untuk memperoleh penghargaan secara nasional. f. Melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Provinsi g. Koordinasi dengan lintas Instansi terkait dan Komite Nasional Kesetiakawanan Sosial Provinsi atau kabupaten/kota dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial tingkat provinsi 3. Peranan Pemerintah Kabupaten/Kota Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki peranan yang cukup besar dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kabupaten/Kota. Dalam hal ini, Bupati/Walikota sebagai penanggung jawab penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial berskala Kabupaten/Kota. Bupati/Walikota memiliki kewenangan : a. Menetapkan kebijakan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial b. Mengajukan calon lokasi Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu yang menjadi pusat kegiatan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial. c. Melaksanakan Norma, Standar, Prosedur, Pedoman dan Kriteria penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial d. Menyelenggarakan pembinaan teknis di Kabupaten/Kota ; e. Memfasilitasi penghargaan kepada Desa peduli dan tokoh peduli tingkat kabupaten/kota dan mengusulkan kepada Gubernur untuk memperoleh penghargaan ke tingkat provinsi. f. Melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kabupaten/Kota g. Koordinasi dengan lintas Instansi terkait dan Komite Kesetiakawanan Sosial Kabupaten/ Kota dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di Kab/Kota. 24

26 C. Koordinasi Setiap penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial haruslah dilakukan secara terkoordinasi. 1. Kementerian Sosial secara proaktif melakukan koordinasi antara pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah. 2. Instansi Sosial Provinsi atau Kabupaten/Kota secara proaktif melakukan koordinasi antar pemangku kepentingan di Tingkat Provinsi, dan Lintas Provinsi, serta Kabupaten/ Kota dan Lintas Kabupaten/Kota. 3. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), berupa usulan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang perlu dilakukan secara terintegrasi 4. Kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang strategis dan menyangkut kepentingan nasional yang diselenggarakan oleh Daerah dikoordinasikan dengan Kementerian Sosial. D. Sarana dan Prasarana 1. Dalam rangka peningkatan kualitas dan kuantitas penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional, perlu didukung sarana dan prasarana yang meliputi: a. Sarana dan prasarana Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional; secara berjenjang b. Sarana dan prasarana Pos Komunikasi Sosial c. Sarana dan prasarana Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial 2. Penataan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat Kepala Wilayah sesuai kebutuhan dan kemampuan. 25

27 BAB V PENGENDALIAN A. Monitoring 1. Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota melakukan pemantauan untuk menjamin sinergi, kesinambungan, dan efektifitas langkah-langkah secara terpadu dalam pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial 2. Pemantauan dilakukan secara berkala melalui koordinasi dan pemantauan langsung terhadap pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Bentuk pemantauan meliputi : a. Pengukuran pencapaian tujuan jangka panjang b. Pengukuran kinerja Komite dan Pos Komunikasi Sosial c. Pembinaan kualitas kerja Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial d. Perbaikan dan pengembangan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial pada tahun berikutnya. Komponen penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang perlu dipantau dan di evaluasi adalah: 1. Administrasi & Keuangan 2. Kapasitas SDM dan proses rekruitment 3. Proses Perencanaan dan Pengambilan Keputusan 4. Pengelolaan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial 5. Ketepatan penggunaan alokasi dana masyarakat 6. Ketepatan sasaran 7. Dukungan publik B. Evaluasi 1. Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan dilakukan pada akhir tahun anggaran. 2. Hasil evaluasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk perencanaan tahun berikutnya dalam rangka perbaikan program. 3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bentuk Evaluasi meliputi : a. Pengukuran keluaran dan outcomes b. Pengukuran kemajuan capaian tugas yang dilakukan oleh Komite c. Pencapaian kualitas kerja Satuan Tugas Kesetiakawanan Sosial d. Rekomendasi yang diperoleh untuk peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional pada tahun mendatang. 26

28 Komponen penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial yang perlu dipantau dan dievaluasi adalah: 1. Administrasi & Keuangan 2. Kapasitas SDM dan proses rekruitment 3. Proses Perencanaan dan Pengambilan Keputusan 4. Pengelolaan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial 5. Ketepatan penggunaan alokasi dana masyarakat 6. Ketepatan sasaran 7. Dukungan publik 8. Tingkat keluaran 9. Tingkat capaian hasil (outcomes) 10. Tingkat manfaat 11. Dampak yang terjadi C. Pelaporan Salah satu dokumen yang sangat penting dan diperlukan dalam penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial adalah penyusunan laporan baik secara tertulis maupun lisan. Laporan berfungsi sebagai bentuk pertanggungjawaban sekaligus pendokumentasian atas proses dan hasil yang telah dicapai. Bahan laporan adalah hasil evaluasi. 1. Setiap Penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial wajib membuat laporan tertulis yang dilakukan secara berjenjang 2. Bupati/Walikota berkewajiban menyampaikan laporan tertulis mengenai Pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di wilayahnya kepada Gubernur. 3. Gubernur berkewajiban menyampaikan laporan tertulis mengenai Pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial di wilayahnya kepada Menteri 4. Menteri menyampaikan laporan secara tertulis kepada Presiden selambatlambatnya 12 (dua) minggu setelah Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional dilaksanakan. 5. Pelaporan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan setiap tahun. 6. Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. D. Pembinaan dan Pengawasan 1. Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan terhadap Komite Kesetiakawanan Sosial Nasional dan Pemerintah Provinsi. 2. Gubernur melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial dalam terhadap Komite Kesetiakawanan Sosial Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. 3. Bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan atas pelaksanaan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial terhadap Komite Kesetiakawanan Sosial di Kab/Kota, Kecamatan serta terhadap Satuan Tugas Kesetiakawanan 27

29 Sosial di Desa/kelurahan. 4. Masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap kegiatan Pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial sesuai dengan mekanisme dan ketentuan peraturan perundang-undangan. 5. Bahwa untuk menampung aspirasi masyarakat, maka Pos Komunikasi Sosial dapat dibentuk di desa/kelurahan 6. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan motivasi dan arahan teknis guna keberlanjutan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial pada tahun berikutnya. E. Pembiayaan 1. Biaya penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial bersumber dari : a. Swadaya masyarakat b. APBN; c. APBD; d. Sponsor dan e. Sumber-sumber lainnya yang sah. 2. Untuk meningkatkan kegiatan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial secara bermutu, Pemerintah Daerah dapat mengalokasikan Anggaran sekurangkurangnya 1% dari APBD. 3. Biaya penyelenggaraan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial Nasional sebagaimana dimaksud digunakan untuk : a. Administrasi Kegiatan b. Kegiatan Operasional c. Seminar, sarasehan dan workshop d. Kampanye sosial e. Operasi kemanusiaan f. Sarana dan prasarana sesuai kebutuhan g. Kegiatan lainnya yang dianggap perlu. 28

30 BAB V PENUTUP Pedoman Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial merupakan dokumen tertulis yang difungsikan sebagai penuntun, tunjuk dan pegangan bagi siapapun dalam melaksanakan kegiatan sesuai yang direncanakan. Dengan adanya Pedoman ini diharapkan setiap pihak bisa memanfaatkan tuntunan ini dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Semua pelaksanaan Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota pada saat ditetapkannya pedoman ini perlu segera menetapkan Rencana Kerja yang melibatkan Komite yang telah ditetapkan di daerah masing-masing. Dalam hal demikian, maka Komite Nasional serta perangkat pendukungnya harus dibentuk selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah pedoman ini diterbitkan. 29

31 Lampiran : Best Practice Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu (KLST) dalam rangka Bulan Bhakti Kesetiakawanan Sosial (BBKS) Tingkat Daerah Kampung Bantar Kampung Percontohan Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu DI Provinsi Jambi Kondisi Geografis Kampung Bantar merupakan suatu kawasan yang terletak di RT. 14 Liposos II Kelurahan Eka Jaya Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi dengan Luas Wilayah 5 Ha, sebagian besar kawasan pertanian, perkebunan dan perikanan. Kondisi Demografi Dilihat dari kondisi Demografi Kampung Bantar yang terletak di RT. 14 Liposos II Kelurahan Eka Jaya Kecamatan Jambi Selatan Kota Jambi dengan jumlah penduduk 792 jiwa terdiri dari laki-laki sebanyak 445 jiwa dan perempuan 347 jiwa dengan jumlah kepala keluarga 198 KK, mata pencaharian penduduk antara lain pertanian 45%, peternakan 35%, Buruh/ tukang 15% dan lainnya 5%. Masyarakat KLST Kampung Bantar adalah perpaduan dari berbagai etnis suku di Indonesia terdiri dari 70% Jawa, 20% Minang, dan 10% lainnya. Kondisi Topografi Kampung Bantar Liposos II Kel. Eka Jaya merupakan daerah dataran rendah, lahan gambut dan rawa, yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk lahan pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan meningkatkan penghasilan taraf ekonomi masyarakat secara mandiri. Pengertian Kampung Bantar Suatu kondisi Kawasan Kampung di Tingkat Kelurahan atau RT. yang mampu mengakselerasi percepatan pembangunan, memiliki kondisi kehidupan sosial ekonomi masyarakat berahklak dan berbudaya dengan senantiasa memelihara nilainilai adat istiadat dan budaya bangsa guna menuju masyarakat yang bersih aman dan pintar. Tujuan Program Kampung Bantar Merupakan upaya Pemerintah Kota Jambi untuk menjadikan suatu lingkungan perkampungan masyarakat yang berwawasan lingkungan bersih dan sehat, tercukupinya fasilitas sanitasi dan prasarana lingkungan memadai, permukiman layak huni dan tertata rapi, aman dan tertib, tingkat kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang cukup baik, serta senantiasa menjaga semangat jiwa gotongroyong, nilai-nilai 30

32 kesetiakawanan sosial, Adat istiadat dan norma-norma hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang lebih berakhlak dan berbudaya. Sejarah Kampung Bantar Pada tahun 1985/1986 kelompok tani mendapatkan kunjungan Menteri Sosial (Ibu Nani Sudarsono), dari hasil kunjungan diadakanlah temu wicara dengan anggota kelompok tani dengan menghasilkan kesediaan Ibu Menteri Sosial untuk menyantuni Kelompok Lansia non panti sebanyak 30 orang lansia berupa lauk pauk atas kesepakatan kelompok lansia dana bantuan lauk pauk di koordinir dan dikumpulkan/ di tabung, dari hasil tabungan itu dapatlah membeli lahan belukar seluas 3Ha yang sekarang disebut Liposos I (Lingkungan Pondok Sosial I) Pada tahun 1990 Ibu Menteri Sosial RI (Ibu Inten Suweno) berkenan hadir dilokasi Liposos I dari hasil kunjungan Ibu Menteri Sosial memberi arahan agar Liposos I dapat dikembangkan dan pemerintahan pusat membantu membebaskan lahan seluas 2,5Ha guna untuk pembangunan Liposos II dengan tenaga gotong royong lahan tersebut di kapling dan diperuntukan bagi orang miskin tuna wisma dan kaum marjinal pada saat itu dengan luas 150m². Kondisi Kampung Bantar Masa Kini Dengan kondisi alam yang masih ganas dan berawa, serta akses jalan setapak yang masih sulit, maka seiring berjalannya waktu masyarakat tidak pernah menyerah untuk mulai melakukan upaya-upaya perbaikan lingkungan sekedarnya melalui gotong royong, penataan demi penataan dilakukan dengan mencoba berbagai peluang untuk "survival". Dengan pola kehidupan masyarakat yang selalu bergotong royong, maka Departemen Sosial bersama pemuda setempat melakukan penataan demi penataan dengan memanfaatkan lahan yang ada dengan cara membangun saluuran-saluran primer dan pemanfaatan lahan tidak produktif menjadi lahan produktif. Masyarakat juga mendapat pendampingan dari para Potensi dan Sumber Kesejahteraan Sosial melalui bimbingan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk KUBE, UEP, UP2K, LPK, LPP dan Kelompok Tani dan sebagainya. Pada tahun 2009 salah satu warga setempat (sdr. Sarwadi) mengikuti Diklat Karya Nyata Karang Taruna di Bogor, mengembangkan pertanian dan budi daya ikan air deras, setelah kembali dari Bogor, sdr. Sarwadi dan kawan-kawan mencoba mengembangkan usaha pertanian dan perikanan tambak yang akhirnya berkembang menjadi kawasan produktif. 31

33 Masyarakat juga mendapat pendampingan dari para Potensi Sumber Kesejahteraan Sosial melalui bimbingan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk KUBE, UEP, UP2K, LPK, LPP dan Kelompok Tani dsb. Pada tahun 2009 salah satu warga setempat (sdr. Sarwadi) mengikuti diklat Karya nyata Karang Taruna di bogor, mengembangkan pertanian dan budi daya ikan air deras, setelah kembali dari Bogor sdr. Sarwadi dkk mencoba mengembangkan usaha pertanian dan perikanan tambah yang akhirnya berkembang menjadi kawasan produktif. Karena Kawasan tersebut dikelola secara gotong royong dengan menjunjung nilai-nilai Kesetiakawanan Sosial, maka lambat laun Kampung Bantar menjadi Kawasan percontohan dan mendapat Predikat I (pertama) dari Pemerintah Kota Jambi dengan sebutan Kampung Bantar (Bersih, Aman, dan Pintar), dengan telah melalui proses hasil penilaian dari seluruh instansi terkait yang merupakan murni dari potret kehidupan masyarakat sehari-hari yang sudah mandiri dan melekat pada kehidupan mereka, tidak diberi bantuan apapun hanya pembinaan dan penghargaan sehingga dapat menjadi suatu Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu (KLST) dan dikembangkan lebih lanjut menjadi Kawasan Produktif. Kondisi Kampung Bantar yang diharapkan diwaktu mendatang menjadi Kawasan Lingkungan Sosial Terpadu (KLST) Sebagai suatu Kawasan yang memiliki Potensi dan prospek kedepan, maka harapan masyarakat Kampung Bantar dapat menjadi lebih maju lagi, oleh karena itu sebagai wujud nyata perhatian dari Pemerintah Pusat/ Lembaga terkait lainnya melalui Kementerian Sosial RI, Pemerintah Provinsi Jambi, Pemerintah Kota Jambi dan para stake holder lainnya memberikan apresiasi, motivasi, dukungan, arahan, bimbingan dan pembinaan kepada masyarakat kampung bantar yang telah mampu bangkit sebagai ujung tombak dalam mengaplikasikan nilai-nilai semangat kegotongroyongan, kesetiakawanan, dan kemandirian sehingga dapat menjadi masyarakat yang berakhlak, berbudaya dan bermartabat menuju kehidupan yang lebih layak. Harapan masyarakat di Kampung Bantar agar seluruh stake holder dapat mensinergikan setiap program kegiatan ke kawasan Lingkungan Sosial Terpadu (KLST) dalam upaya mengentaskan kemiskinan dengan berbagai macam bantuan yang dibutuhkan masyarakat sehingga Kampung ini dapat menjadi Sentra Industri Rumah Tangga, Kerajinan, Perdagangan, Produksi, Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan dan lainnya dangan semangat "Satu langkah kecil untuk perubahan yang besar". 32

34 33

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 033 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 77 / HUK / 2010 TENTANG PEDOMAN DASAR KARANG TARUNA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Karang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PEMBAURAN KEBANGSAAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1170, 2015 BNPP. Garda Batas RI. Pembinaan. Pedoman. BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT - 1 - SALINAN BUPATI LABUHANBATU UTARA PROVINSI SUMATERA UTARA PERATURAN BUPATI LABUHANBATU UTARA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LABUHANBATU

Lebih terperinci

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da No.124, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyuluhan Pertanian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/SM.200/1/2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sejak

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DI KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN BUPATI BERAU NOMOR 29 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KPM) DI KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEPARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pemberdayaan masyarakat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOSOBO, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur No.104, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DIKBUD. Kebudayaan. Pemajuan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6055) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BINTAN, Menimbang:

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT LD. 6 2008 R PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GARUT, Menimbang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JENEPONTO Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 186 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le

2015, No Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Le No.1279, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Pemberdayaan. Sosial. Adat. Terpencil. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPULIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PELAKSANAAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR

Lebih terperinci

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.157, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Penanganan. Fakir Miskin. Pendekatan Wilayah. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5449) PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG Nomor : 827 Tahun : 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2011

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2011 SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN KESADARAN BELA NEGARA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENINGKATAN KESADARAN BELA NEGARA DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 73 TAHUN 2005 TENTANG KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20 No.1910, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENSOS. Restorasi Sosial. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2017 TENTANG RESTORASI SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BINTAN NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA

BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : TAHUN 2005 SERI : PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR : 30 TAHUN 2005 TENTANG : PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DAN KELURAHAN BUPATI MAJALENGKA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DI KABUPATEN PURBALINGGA DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HULU SUNGAI UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. No.369, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menteri Negara Perumahan Rakyat. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT Nomor 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN

STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN STATUTA FORUM PENGURANGAN RISIKO BENCANA JAWA BARAT PEMBUKAAN Forum Pengurangan Risiko Bencana Jawa Barat adalah sebuah wadah yang menyatukan para pihak pemangku kepentingan (multi-stakeholders) di Jawa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG KADER PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penumbuhkembangan, penggerakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa meningkatnya

Lebih terperinci

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL

GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL GUBERNUR PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENANGANAN KHUSUS TERHADAP KOMUNITAS ADAT TERPENCIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PAPUA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa meningkatnya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN 1 PEMERINTAH KABUPATEN TUBAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009

MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR : 05/PERMEN/M/2009 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERUMAHAN

Lebih terperinci

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG WALIKOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PROGRAM KEMITRAAN DAN BINA LINGKUNGAN SEBAGAI TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PELESTARIAN ADAT ISTIADAT DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA ADAT MELAYU BELITONG KABUPATEN BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 97 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAYONG UTARA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KAYONG UTARA, Menimbang : a. b.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam Pasal 22 ayat (1)

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa Tanggung Jawab

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG GERAKAN NASIONAL PERCEPATAN PERBAIKAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa meningkatnya

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KEWIRAUSAHAAN DAN KEPELOPORAN PEMUDA, SERTA PENYEDIAAN PRASARANA DAN SARANA KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PEMERINTAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA/KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI HUMBANG HASUNDUTAN,

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN GUBERNUR MALUKU NOMOR : 21 TAHUN 2009 TENTANG KOORDINASI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI MALUKU GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa percepatan penurunan angka

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 03 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENATAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PACITAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.389, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEHATAN. Penyediaan Air Minum. Sanitasi. Percepatan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185 TAHUN 2014 TENTANG PERCEPATAN PENYEDIAAN AIR MINUM

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang : bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA / KELURAHAN DALAM KABUPATEN TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG GERAKAN NASIONAL REVOLUSI MENTAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka memperbaiki dan membangun karakter bangsa Indonesia dengan melaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa kemiskinan

Lebih terperinci

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR GORONTALO, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 58 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA CIMAHI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N

PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon K I S A R A N PEMERINTAH KABUPATEN ASAHAN SEKRETARIAT DAERAH Jalan Jenderal Sudirman No.5 Telepon 41928 K I S A R A N 2 1 2 1 6 NOMOR 6 TAHUN 2013 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ASAHAN NOMOR

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 154 TAHUN 2014 TENTANG KELEMBAGAAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN Peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional Tahun 2014

PEDOMAN PELAKSANAAN Peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional Tahun 2014 KEMENTERIAN SOSIAL S. O. S S eba a Orang S t u r REPUBLIK INDONESIA PEDOMAN PELAKSANAAN Peringatan Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional Tahun 2014 Alamat Sekretariat : Pusat : Direktorat K2KS Gedung Kementerian

Lebih terperinci

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN BUPATI BARRU PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARRU, Menimbang

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA Jakarta, 28 Maret 2012 Kepada Nomor : 070 / 1082 / SJ Yth. 1. Gubernur Sifat : Penting 2. Bupati/Walikota Lampiran : Satu berkas di Hal : Pedoman Penyusunan Program

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GRESIK

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG

PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PEMERINTAH KABUPATEN GROBOGAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG PERATURAN DESA JATILOR KECAMATAN GODONG KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci