BAB III SPESIES KUTUKEBUL YANG DITEMUKAN PADA TANAMAN PERTANIAN DI JAWA BARAT DAN KUNCI IDENTIFIKASINYA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III SPESIES KUTUKEBUL YANG DITEMUKAN PADA TANAMAN PERTANIAN DI JAWA BARAT DAN KUNCI IDENTIFIKASINYA"

Transkripsi

1 13 BAB III SPESIES KUTUKEBUL YANG DITEMUKAN PADA TANAMAN PERTANIAN DI JAWA BARAT DAN KUNCI IDENTIFIKASINYA Abstrak Kutukebul merupakan salah satu serangga hama yang penting karena dapat menyebabkan kerusakan langsung dan tidak langsung pada tanaman. Serangan kutukebul dapat mengganggu fotosintesis dan respirasi tanaman, estetika tanaman hias, serta menularkan penyakit tanaman. Sebanyak 37 spesies kutukebul telah dilaporkan keberadaannya di Indonesia dan kemungkinan masih banyak spesies kutukebul yang belum teridentifikasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui spesiesspesies kutukebul pada tanaman pertanian di Jawa Barat dan membuat kunci identifikasi kutukebul berdasarkan karakter morfologinya. Sampel kutukebul dikoleksi dari lima daerah di Jawa Barat, yaitu Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, dan Garut. Identifikasi kutukebul berdasarkan pada nimfa instar keempat atau lebih dikenal dengan pupa. Pembuatan preparat mikroskop mengacu pada metode Watson yang dimodifikasi. Kunci identifikasi dibuat dalam format dikotomi dan digital dengan menggunakan program Lucid Phoenix Key. Sebanyak 38 spesies kutukebul ditemukan pada tanaman pertanian, 10 spesies di antaranya belum teridentifikasi. Berdasarkan kisaran tanaman inangnya, empat spesies kutukebul yang bersifat generalis adalah Aleurodicus dispersus, Aleurodicus dugesii, Bemisia tabaci, dan Trialeurodes vaporariorum. Kunci identifikasi kutukebul diharapkan digunakan sebagai panduan untuk identifikasi spesiesspesies kutukebul yang dapat ditemukan pada tanaman pertanian. Kata kunci: pupa, karakter morfologi, preparat mikroskop, kunci identifikasi Pendahuluan Keberadaan kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) di Indonesia sudah diketahui sejak tahun 1900-an. Pada saat itu, famili serangga ini dikenal dengan Aleurodidae (Koningsberger 1908). Koningsberger melaporkan terdapat tiga spesies kutukebul yang menjadi hama penting pada tanaman tebu di Jawa, di antaranya Aleurodes bergi Sign, A. longicornis Zehnt, dan A. lactea Zehnt. Selanjutnya Dammerman (1929) melaporkan adanya tiga spesies kutukebul lainnya, yaitu Aleurocanthus spiniferus Quaint, Aleurodicus cocois Corb, dan Aleurodicus destructor Mask. Pada saat itu, A. destructor menjadi hama penting

2 14 yang menyerang pohon buah-buahan dan kelapa di Jawa. Pada kisaran tahun 1930-an, Kalshoven dan Vecht melaporkan 20 spesies kutukebul (Kalshoven dan Vecht 1950), termasuk spesies-spesies yang telah dilaporkan oleh Koningsberger dan Dammerman. Kemudian berdasarkan penelitian Bintoro dan Hidayat (2008) di Bogor, Jawa Barat diperoleh 17 spesies kutukebul yang belum pernah dilaporkan sebelumnya, sehingga sudah diketahui 37 spesies yang ada di Indonesia, baik pada tanaman pertanian maupun bukan tanaman pertanian. Penelitian mengenai kutukebul di Indonesia masih terbatas pada spesies seperti Bemisia tabaci Genn dan Trialeurodes vaporariorum West. Kedua spesies tersebut berperan sebagai vektor virus penyebab penyakit tanaman. Spesies kutukebul lainnya yang menjadi hama penting di indonesia adalah Aleurodicus dispersus Russell dan A. dugesii Cockerell. A. dispersus dan A. dugesii merupakan serangga asli di kawasan Amerika Selatan dan memiliki kisaran inang yang luas. Pada tahun 1989, A. dispersus diketahui telah menyebar di sebagian wilayah Jawa dan Sumatera yang memiliki tanaman inang sebanyak 22 spesies dari 14 famili tanaman (Kajita et. al. 1991). A. dugesii pertamakali dilaporkan pada tahun 2007 di Bogor oleh Hidayat dan Watson (2008) yang menyerang pada tanaman kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis). A. dispersus dan A. dugesii merupakan spesies kutukebul yang kosmopolitan dan memiliki kisaran tanaman inang sangat luas. Hasil penelitian Murgianto menunjukkan bahwa A. dispersus memiliki tanaman inang sebanyak 111 spesies dari 53 famili tanaman, sedangkan A. dugesii sebanyak 40 spesies dari 27 famili tanaman. Sebagian besar dari tanaman inang A. dispersus dan A. dugesii merupakan kelompok tanaman dari komoditas hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias) (Murgianto 2010). Beberapa spesies kutukebul diketahui dapat menyebabkan kerusakan langsung maupun tidak langsung pada tanaman, khususnya pada kelompok tanaman budidaya yang bersifat komersial. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengetahui spesies-spesies kutukebul yang umum ditemukan pada tanaman pertanian di beberapa daerah di Jawa Barat. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai spesies-spesies kutukebul yang umum ditemukan pada tanaman pertanian, mengetahui karakteristik morfologi kutukebul,

3 dan tanaman inangnya, sehingga dapat menunjang proses identifikasi dan upaya pengendalian kutukebul khususnya di tanaman pertanian. 15 Metode Penelitian Koleksi Kutukebul di Lapangan Pengambilan sampel kutukebul dilakukan pada lima wilayah di Jawa Barat, di antaranya Bogor, Cianjur, Sukabumi, Bandung, dan Garut sejak Juni 2011 sampai dengan April Posisi geografi dan ketinggian tempat pengambilan sampel diukur dengan menggunakan aplikasi GPS (Global Positioning System) dari Pocket PC Mio P550. Sampel diambil dari berbagai jenis tanaman, di antaranya dari tanaman hortikultura (sayuran, buah-buahan, dan tanaman hias), pangan, serta beberapa jenis tanaman obat dan rempah. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode pengambilan secara langsung (purposive sampling). Daun-daun yang terinfestasi pupa atau eksuvia kutukebul diambil dan ditutupi dengan kertas tisu, lalu dimasukkan ke dalam kantung plastik bening, dan diberi label. Selanjutnya sampel dibawa ke laboratorium untuk dibuat menjadi preparat mikroskop. Pembuatan Preparat Mikroskop Kutukebul Pembuatan preparat kutukebul dilakukan dengan metode Watson (2007) yang dimodifikasi. Modifikasi dilakukan pada saat membuat preparat kutukebul yang pupanya berwarna hitam. Pupa direndam terlebih dahulu di dalam larutan KOH 10% selama 24 jam. Pada penelitian ini, pembuatan preparat mikroskop dilakukan dengan dengan metode preparat permanen untuk identifikasi dan penyimpanan dalam jangka waktu yang lama. Pada dasarnya, pembuatan preparat mikroskop kutukebul disesuaikan dengan tipe pupa atau eksuvia yang diperoleh. Terdapat dua macam spesimen yang umumnya digunakan dalam pembuatan preparat mikroskop kutukebul, yaitu pupa dan eksuvia. Pembuatan Preparat Mikroskop dari Pupa Berwarna Pucat. Pupa kutukebul diambil dengan hati-hati dari daun tanaman inang dengan

4 16 menggunakan jarum mikro. Kemudian pupa dimasukkan ke dalam alkohol 80% dan didiamkan selama 5-10 menit. Sebanyak lima ml KOH 10% dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipanaskan di atas kompor listrik. Kemudian larutan KOH tersebut dimasukkan ke dalam cawan sirakus. Pupa kutukebul secara satu persatu dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang berisi larutan KOH 10% dengan menggunakan jarum mikro, lalu didiamkan hingga pupa terlihat transparan. Di bawah mikroskop cahaya, pupa dibersihkan dari lilin-lilin yang masih menempel dengan menggunakan jarum mikro. Selain itu, isi tubuh kutukebul dikeluarkan secara perlahan-lahan hingga hanya tersisa eksuvia-nya. Selanjutnya eksuvia dibilas dengan akuades sebanyak dua kali. Lilin yang masih tersisa pada eksuvia dapat dibersihkan dengan cara merendam eksuvia tersebut di dalam larutan carbol xylene selama 10 detik. Lalu eksuvia dibilas kembali dengan akuades. Setelah itu, eksuvia direndam di dalam larutan asam alkohol 50% selama 10 menit. Kemudian eksuvia direndam di dalam campuran larutan pewarna asam fuchsin dan asam asetat glasial dengan perbandingan 1:1 selama 15 menit. Eksuvia yang telah diwarnai direndam di dalam alkohol 80% selama 1-2 menit atau hingga diperoleh warna eksuvia yang diinginkan. Lalu direndam di dalam alkohol 100% selama satu menit. Setelah itu eksuvia dimasukkan ke dalam minyak cengkeh. Gelas objek (25.4 x 76.2 cm) disiapkan untuk perentangan eksuvia kutukebul. Pada permukaan atas gelas objek di bagian tengah diberi satu tetes minyak cengkeh. Sebanyak satu eksuvia diletakkan pada minyak cengkeh tersebut. Lalu eksuvia direntang dengan posisi ventral tubuh menghadap ke atas. Kemudian minyak cengkeh yang ada di sekitar eksuvia diserap dengan menggunakan kertas tisu. Selanjutnya pada eksuvia tersebut diteteskan balsam canada. Larutan medium dioleskan ke sekeliling eksuvia hingga hampir menyamai ukuran dari gelas penutup yang akan digunakan. Posisi eksuvia diatur kembali hingga letaknya tepat di bagian tengah. Gelas penutup (18 x 18 cm) diletakkan secara perlahan-lahan di atas spesimen dengan bantuan pinset. Preparat miroskop diberi label di sisi kanan dan kiri. Pada label di bagian kanan spesimen diberi keterangan lokasi dan waktu pengambilan sampel, tanaman inang, dan kolektor. Label di bagian kiri spesimen dikosongkan yang selanjutnya akan diisi dengan keterangan taksonomi spesimen setelah dilakukan identifikasi. Preparat

5 17 mikroskop kutukebul dikeringkan di atas hotplate Fisher Scientific Slide Warmer dengan suhu 60ºC selama 6-8 minggu. Identifikasi dapat dilakukan pada saat preparat sudah dikeringkan selama satu minggu. Selanjutnya preparat diletakkan kembali di atas hotplate hingga medium pada preparat tersebut benar-benar mengering. Preparat mikroskop kutukebul yang telah selesai dikeringkan disimpan di dalam kotak preparat. Pembuatan Preparat Mikroskop dari Pupa Berwarna Hitam. Pupa kutukebul yang telah diambil dari daun dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang berisi larutan KOH 10%. Selanjutnya didiamkan selama 24 jam. Setelah itu, isi tubuh pupa kutukebul dikeluarkan sehingga hanya tertinggal eksuvia-nya. Eksuvia dibilas dengan akuades sebanyak dua kali. Sisa lilin yang masih terdapat pada eksuvia dibersihkan dengan cara merendam eksuvia di dalam larutan carbol xylene selama 10 detik, lalu dibilas kembali dengan akuades. Kemudian eksuvia direndam di dalam alkohol 80% selama 1-2 menit, lalu direndam di dalam alkohol 100% selama satu menit. Eksuvia selanjutnya dimasukkan ke dalam minyak cengkeh. Cara perentangannya sama dengan cara perentangan pada eksuvia yang telah dijelaskan sebelumnya. Pembuatan Preparat Mikroskop dari Eksuvia. Eksuvia kutukebul diambil secara hati-hati dari daun dengan menggunakan jarum mikro. Kemudian eksuvia dimasukkan ke dalam cawan sirakus yang berisi alkohol 80%, dan didiamkan selama 5-10 menit. Selanjutnya eksuvia direndam di dalam larutan asam alkohol 50% selama 10 menit. Setelah itu, eksuvia diwarnai dengan merendamnya di dalam campuran larutan asam fuchsin dengan asam asetat glasial selama 15 menit. Langkah selanjutnya sama seperti pada pembuatan preparat mikroskop dari pupa berwarna pucat yang telah dijelaskan sebelumnya. Identifikasi Kutukebul Identifikasi dilakukan berdasarkan karakter morfologi pupa kutukebul. Hal ini disebabkan pupa kutukebul memiliki karakter yang spesifik untuk masingmasing spesies (Watson 2007). Secara umum, karakter kutukebul yang menjadi ciri identifikasi di antaranya adanya compound pores (pori majemuk) di bagian

6 18 subdorsal dan bentuk vasiform orifice di bagian posterior tubuhnya. Struktur vasiform orifice terdiri dari lingula (struktur seperti lidah) yang memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi untuk masing-masing spesies. Beberapa spesies kutukebul memiliki karakter yang khusus, seperti adanya barisan duri atau seta pada bagian submargin, adanya papila dan tuberkel, keberadaan serta bentuk pori trakea (tracheal pore), dan sebagainya. Karakter morfologi umum dari kutukebul subfamili Aleurodicinae dan Aleyrodinae dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Identifikasi kutukebul dilakukan dengan menggunakan kunci identifikasi kutukebul, di antaranya Russell (1964), Martin (1985), Martin (1987), Dooley (2007), dan Dubey et al. (2009) dengan bantuan mikroskop majemuk. Berdasarkan frekuensi penemuannya di lapangan, kutukebul dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu kutukebul yang sering ditemukan (lebih dari tiga kali ditemukan) dan jarang ditemukan (kurang dari tiga kali ditemukan). Pembuatan Kunci Identifikasi Kutukebul Kunci identifikasi kutukebul dibuat dengan sistem dikotomi. Karakter dari masing-masing kutukebul dibuat ke dalam matriks karakter. Matriks karakter tersebut akan menjadi dasar bagi pembuatan kunci identifikasi dikotom. Kunci identifikasi dibuat pula dalam format digital dengan menggunakan program Lucid Phoenix (2004). Gambar yang digunakan pada kunci identifikasi berupa foto berwarna yang diambil dengan menggunakan kamera digital SONY DSC-W520 di bawah mikroskop cahaya dan mikroskop majemuk (untuk preparat mikroskop). Pengukuran spesimen dibantu oleh perangkat lunak Dino Capture (2009). Selanjutnya pada gambar yang telah diperoleh diberi keterangan, khususnya untuk karakter yang bersifat spesifik untuk masing-masing spesies kutukebul. Gambargambar tersebut juga digunakan pada kunci identifikasi dengan format digital, tetapi gambar-gambar tersebut harus dirubah dahulu dalam format resolusi rendah (sekitar 10 kilobit (kb)) agar komposisi tampilan gambar pada format digital terlihat baik.

7 19 Hasil Penelitian Hasil Identifikasi dan Karakter Morfologi Kutukebul Berdasarkan hasil pengambilan sampel, jumlah kutukebul yang diperoleh adalah 38 spesies. Kutukebul dari subfamili Aleurodicinae ditemukan sebanyak empat spesies, sedangkan Aleyrodinae 34 spesies. Dari 38 spesies kutukebul yang ditemukan, sebanyak 28 di antaranya sudah teridentifikasi, sedangkan 10 spesies lainnya belum teridentifikasi. Kesepuluh spesies kutukebul yang belum teridentifikasi tersebut termasuk ke dalam subfamili Aleyrodinae (Lampiran 3). Jika dilihat dari frekuensi penemuannya di lapangan, terdapat 14 spesies yang sering ditemukan di pertanaman, sedangkan 24 spesies lainnya jarang ditemukan. Dari 14 spesies kutukebul tersebut di atas, sebanyak 6 spesies ditemukan pada tanaman sayuran (Lampiran 4). Hasil identifikasi spesies kutukebul yang ditemukan pada tanaman pertanian adalah sebagai berikut: Subfamili Aleurodicinae: 1. Aleuroctarthrus destructor* 2. Aleurodicus dispersus** 3. Aleurodicus dugesii** 4. Paraleyrodes minei** Subfamili Aleyrodinae: 5. Aleurocanthus citriperdus** 22. Dialeurodes sp.* 6. Aleurocanthus spiniferus** 23. Dialeuropora decempuncta** 7. Aleurocanthus woglumi* 24. Lipaleyrodes sp.* 8. Aleuroclava aucubae* 25. Minutaleyrodes minuta* 9. Aleuroclava canangae* 26. Orchamoplatus mammaeferus** 10. Aleuroclava jasmini** 27. Rusostigma sp.** 11. Aleuroclava psidii* 28. Trialeurodes vaporariorum** 12. Aleurolobus marlatti* 29. Spesies 1* 13. Aleurotrachelus sp.1** 30. Spesies 2* 14. Aleurotrachelus sp.2* 31. Spesies 3* 15. Aleurotrachelus sp.3* 32. Spesies 4* 16. Asiothrixus antidesmae** 33. Spesies 5* 17. Bemisia tabaci** 34. Spesies 6* 18. Cockerelliella psidii** 35. Spesies 7* 19. Cockerelliella sp. 1* 36. Spesies 8* 20. Cockerelliella sp. 2* 37. Spesies 9* 21. Dialeurodes kirkaldyi* 38. Spesies 10* Keterangan: *jarang ditemukan, ** sering ditemukan (berdasarkan frekuensi penemuan di lapangan).

8 20 Kutukebul subfamili Aleurodicinae dan Aleyrodinae dapat dibedakan dari karakter morfologi umum berupa pori majemuk abdomen dan vasiform orifice (Gambar 3.1). Subfamili Aleurodicinae memiliki pori majemuk di bagian subdorsal abdomen tubuhnya. Selain itu, di bagian posterior tubuhnya terdapat vasiform orifice yang berbentuk setengah lingkaran dengan lingula (struktur seperti lidah) yang berukuran besar hingga melewati batas vasiform orifice. Subfamili Aleyrodinae tidak memiliki pori majemuk abdomen; bentuk vasiform orifice beragam, tergantung spesiesnya masing-masing; dan biasanya memiliki seta kauda di bagian posterior tubuh. Selain itu, bentuk dan warna eksuvianya subfamili Aleyrodinae sangat beragam, mulai dari berwarna pucat hingga gelap. Gambar 3.1 Ciri morfologi umum eksuvia kutukebul subfamili Aleurodicinae (a), dan Aleyrodinae (b) berdasarkan pori majemuk abdomen dan vasiform orifice

9 21 Kunci Identifikasi Kutukebul Karakter morfologi dari masing-masing spesies kutukebul yang ditemukan dapat dilihat pada kunci identifikasi pada Lampiran 5. Kunci identifikasi dikotom dibuat dalam format digital (Gambar 3.2). Gambar 3.2 Tampilan kunci identifikasi kutukebul dikotomi dalam format digital menggunakan program Lucid Phoenix Pembahasan Hasil pengambilan sampel menunjukkan bahwa jumlah spesies kutukebul yang ditemukan pada tanaman pertanian sebagian besar merupakan anggota dari subfamili Aleyrodinae. Menurut laporan Watson (2007), jumlah spesies dari subfamili Aleyrodinae lebih banyak daripada Aleurodicinae. Subfamili Aleurodicinae meliputi 120 spesies dari 18 genus, sedangkan subfamili Aleyrodinae meliputi 1080 spesies dari 112 genus. Kutukebul dari subfamili Aleurodicinae sangat umum ditemukan di kawasan Neotropik, sedangkan Aleyrodinae penyebarannya sangat luas. Spesies kutukebul dari subfamili Aleurodicinae umumnya memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, sedangkan spesies dari subfamili Aleyrodinae memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil daripada Aleurodicinae. Hal ini menyebabkan spesies kutukebul dari subfamili

10 22 Aleyrodinae dapat lebih aktif terbang dan lebih mudah terbawa oleh angin dalam berpindah tempat daripada spesies kutukebul dari subfamili Aleurodicinae. Selain itu, venasi sayap yang dimiliki oleh imago subfamili Aleyrodinae lebih sederhana daripada Aleurodicinae. Hal ini menunjukkan bahwa subfamili Aleyrodinae merupakan serangga yang lebih maju daripada Aleurodicinae dari segi evolusinya (Gullan dan Martin 2003). Hal ini kemungkinan yang menyebabkan beberapa spesies dari subfamili Aleyrodinae dapat berperan sebagai vektor virus penyebab penyakit tanaman dan berkembang menjadi biotipe tertentu, contohnya pada B. tabaci. Deskripsi Spesies Kutukebul a. Subfamili Aleurodicinae 1. Aleuroctarthrus destructor Martin Sinonim: Aleurodicus destructor Mackie; Aleurodes albofloccosa Froggatt Nama umum: coconut whitefly Tanaman inang: Arecaceae: kelapa (Cocos nucifera). Tempat ditemukan: Bogor. Deskripsi: A. destructor biasanya dapat ditemukan pada permukaan bawah daun pohon kelapa. Imago berwarna putih dan memiliki ukuran tubuh yang relatif besar (Gambar 3.3b). Ciri khas dari kutukebul ini dapat dilihat dari bentuk lilin yang dihasilkannya. Masing-masing pupa dapat menghasilkan lilin berwarna putih yang tebal di bagian tengah dorsal tubuhnya yang mengarah ke atas (Gambar 3.3c). Pada bagian tepi tubuhnya dihasilkan lilin putih yang lebih tipis yang jika dilihat secara keseluruhan akan membentuk jalinan-jalinan lilin yang tidak beraturan sehingga terlihat seperti gumpalan-gumpalan lilin (Gambar 3.3a). Pada eksuvia terdapat enam pasang pori majemuk abdomen yang berukuran relatif besar (Gambar 3.3d). A. destructor dapat menghasilkan embun madu yang sering menjadi medium bagi pertumbuhan cendawan jelaga sehingga bagian permukaan atas daun biasanya terlihat berwarna hitam. Keberadaan A. destructor di Indonesia telah dilaporkan sejak tahun 1915 (Kalshoven dan Vecht 1950).

11 23 Gambar 3.3 Koloni A. destructor pada permukaan bawah daun kelapa (a), imago (b), pupa (c), dan eksuvia (d) A. destructor 2. Aleurodicus dispersus Russell Nama umum: spiralling whitefly Tanaman inang: Apocynaceae: kamboja (Plumeria alba); Araceae: talas (Colocasia esculenta); Arecaceae: kelapa (Cocos nucifera); Caricaceae: pepaya (Carica papaya); Euphorbiaceae: kastuba (Euphorbia pulcherrima), singkong (Manihot esculenta); Fabaceae: kecipir (Psophocarpus tetragonolobus), buncis (Phaseolus vulgaris); Lauraceae: alpukat (Persea americana); Malvaceae: kapas (Gossypium arboretum); Musaceae: pisang (Musa paradisiaca); Myrtaceae: jambu air (Syzigium samarangense), jambu biji (Psidium guajava); Orchidaceae: anggrek tanah (Spathoglottis plicata); Rutaceae: jeruk manis (Citrus sinensis), jeruk limau (Citrus amblycarpa); Solanaceae: cabai merah besar (Capsicum annuum), tomat (Lycopersicon esculentum). Tempat ditemukan: Bogor, Cianjur, Bandung, Sukabumi, dan Garut. Deskripsi: Spesies A. dispersus merupakan kutukebul yang bersifat polifag dan kosmopolitan. Imago A. dispersus berwarna putih dengan tubuh berukuran relatif besar, tetapi relatif lebih kecil daripada A. destructor. Pada pupa A. dispersus terdapat dua struktur lilin yang ukurannya panjang di bagian posterior tubuhnya yang bentuknya menyerupai ekor (Gambar 3.4b). A.

12 24 dispersus umumnya hidup secara berkelompok. Pada populasi yang tinggi, koloni kutukebul dapat menutupi hampir seluruh permukaan bawah daun (Gambar 3.4a). Pada eksuvia terdapat empat pasang pori majemuk abdomen (Gambar 3.4c). A. dispersus dapat menghasilkan embun madu yang sering menjadi medium bagi pertumbuhan cendawan jelaga sehingga bagian permukaan atas daun biasanya terlihat berwarna hitam. Kutukebul A. dispersus dilaporkan keberadaannya di Indonesia sejak tahun 1989 (Kajita et al. 1991). Gambar 3.4 Koloni A. dispersus pada permukaan bawah daun kastuba (a), pupa (b), dan eksuvia A. dispersus 3. Aleurodicus dugesii Cockerell Sinonim: Aleurodicus poriferus Sampson & Drews Nama umum: giant whitefly Tanaman inang: Annonaceae: srikaya (Annona squamosa); Apocynaceae: kamboja (P. alba); Arecaceae: kelapa (Cocos nucifera); Asteraceae: dahlia (Dahlia pinnata); Begoniaceae: begonia (Begonia grandis, Begonia sp.); Cannaceae: kana (Canna indica); Cucurbitaceae: labu siam (Sechium edule); Euphorbiaceae: ekor kucing (Acalypha hispida), akalifa (Acalypha wilkesiana); Lauraceae: alpukat (Persea americana); Malvaceae: Kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis); Moraceae: murbei (Morus alba), nangka (Artocarpus heterophyllus); Musaceae: pisang hias (Heliconia colisiana), pisang (Musa paradisiaca); Myrtaceae: dewandaru (Eugenia uniflora);

13 25 Orchidaceae: anggrek tanah (Spathoglottis plicata); Rubiaceae: kopi (Coffea arabica); Rutaceae: jeruk nipis (Citrus aurantifolia); Solanaceae: cabai keriting, cabai merah besar (Capsicum annuum), melati kosta (Brunfelsia uniflora). Tempat ditemukan: Bandung, Bogor, Cianjur, Sukabumi, dan Garut. Deskripsi: Kutukebul A. dugesii dapat dengan mudah dikenali di lapangan dengan adanya lilin-lilin putih yang banyak dan memanjang ke bawah hingga menyerupai janggut (Gambar 3.5a). Imago A. dugesii berwarna putih dengan corak berwarna kelabu pada bagian sayap depannya (Gambar 3.5b). Nimfa berwarna kuning hingga transparan (Gambar 3.5c). Pada eksuvia terdapat enam pasang pori majemuk abdomen (dua pasang pori majemuk di bagian posterior ukurannya tereduksi) (Gambar 3.5d). A. dugesii merupakan spesies kutukebul yang bersifat polifag dan cenderung lebih banyak ditemukan di daerah dataran tinggi daripada dataran rendah dan dataran sedang. Pada populasi yang tinggi, koloni kutukebul dan lilinnya dapat menutupi seluruh permukaan bawah daun. A. dugesii dapat menghasilkan embun madu yang sering menjadi medium bagi pertumbuhan cendawan jelaga sehingga bagian permukaan atas daun biasanya terlihat berwarna hitam. Gambar 3.5 Koloni A. dugesii pada permukaan bawah daun kembang sepatu (a), imago (b), pupa (c), dan eksuvia (d) A. dugesii

14 26 4. Paraleyrodes minei Iaccarino Nama umum: nesting whitefly Tanaman inang: Lauraceae: alpukat (Persea americana); Myrtaceae: jambu air (Syzigium samarangense); Rutaceae: jeruk nipis (Citrus aurantifolia), jeruk bali (Citrus maxima). Tempat ditemukan: Bogor, Cianjur, Sukabumi. Deskripsi: Imago P. minei berwarna putih dengan ukuran tubuh yang mirip dengan A. dispersus (Gambar 3.6b). Imago betina sering meletakkan telurtelurnya secara melingkar dengan ditutupi oleh lapisan lilin sehingga menyerupai sarang burung. Kemudian imago tersebut berdiam diri di bagian tengah. Pupa P. minei berwarna kuning hingga transparan (Gambar 3.6a). Permukaan tubuhnya sering tertutupi oleh lapisan lilin yang dihasilkannya. Di sepanjang tepi tubuhnya dikelilingi oleh lilin yang berwarna putih. Pada eksuvia terdapat enam pasang pori majemuk abdomen (dua pasang pori majemuk di bagian anterior ukurannya tereduksi) (Gambar 3.6c). Kutukebul ini baru diketahui keberadaannya di Indonesia pada tahun 2011 (Nurulalia et al. 2012). Gambar 3.6 Nimfa (a), dan imago (b) P. minei pada permukaan bawah daun jeruk, serta eksuvia P. minei b. Subfamili Aleyrodinae 5. Aleurocanthus citriperdus Quaintance and Baker Sinonim: Aleurocanthus cameroni Corbett Tanaman inang: Rutaceae: jeruk nipis (Citrus aurantifolia), jeruk bali (Citrus maxima). Tempat ditemukan: Bogor, Cianjur.

15 27 Deskripsi: A. citriperdus merupakan spesies kutukebul yang umum ditemukan pada tanaman jeruk. Kutukebul ini belum pernah dilaporkan ditemukan pada tanaman selain jeruk. Kutukebul genus Aleurocanthus umumnya ditemukan hidup secara berkelompok, termasuk A. citriperdus. A. citriperdus dapat dikenali dengan warna tubuh yang hitam mengkilat dengan lilin yang berwarna putih di bagian tepi tubuhnya. Pada bagian dorsal tubuhnya terdapat duri-duri kaku yang juga berwarna hitam. Pada saat di lapangan, A. citriperdus relatif sulit dibedakan dengan kutukebul genus Aleurocanthus lainnya. Identifikasi kutukebul Aleurocathus hanya dapat dipastikan berdasarkan karakter eksuvianya, yaitu adanya duri-duri pada bagian submarginal tubuh. Spesies A. citriperdus memiliki duri-duri sebanyak 16 pasang (Gambar 3.7). Gambar 3.7 Eksuvia A. citriperdus 6. Aleurocanthus spiniferus Quaintance Sinonim: Aleurocanthus spinifera Quaintance; Aleurodes citricolus Newstead; Aleurocanthus spiniferus Quaintance & Baker; Aleurocanthus spiniferus var. intermedia Silvestri; Aleurocanthus rosae Singh Nama umum: orange spiny whitefly Tanaman inang: Arecaceae: kelapa (Cocos nucifera); Moraceae: nangka (Artocarpus heterophyllus); Myrtaceae: jambu biji (Psidium guajava); Rutacaeae: jeruk manis (Citrus sinensis). Tempat ditemukan: Bogor, Cianjur, Bandung. Deskripsi: A. spiniferus merupakan spesies kutukebul yang umum ditemukan pada tanaman jeruk, kelapa, dan nangka. Seperti halnya A. citriperdus,

16 28 kutukebul ini juga umumnya hidup secara berkelompok. Jika dilihat secara langsung pada daun, A. spiniferus sulit dibedakan dari A. citriperdus karena memiliki ciri-ciri yang hampir sama, yaitu memiliki warna tubuh yang hitam mengkilat dengan lilin yang berwarna putih di bagian tepi tubuhnya. Pada bagian dorsal tubuhnya terdapat duri-duri kaku yang juga berwarna hitam. Kadang-kadang di bagian ujung duri tersebut sering terdapat cairan yang lengket berwarna kuning yang kemungkinan merupakan cairan embun madu yang dihasilkan oleh kutukebul (Gambar 3.8). Imago memiliki tubuh berwarna jingga dengan sayap bercorak warna hitam. Seperti halnya A. citriperdus, identifikasi A. spiniferus hanya dapat dipastikan berdasarkan karakter eksuvianya, yaitu adanya duri-duri pada bagian submarginal tubuh sebanyak 11 pasang yang semua ukuran panjangnya sama. Gambar 3.8 Pupa (a) dan imago (b) A. spiniferus pada daun nangka, serta eksuvia A. spiniferus 7. Aleurocanthus woglumi (Ashby) Sinonim: Aleurocanthus punjabensis Corbett; Aleurocanthus woglumi var formisana Takahashi Nama umum: citrus blackfly Tanaman inang: Rutaceae: jeruk manis (Citrus sinensis). Tempat ditemukan: Bogor. Deskripsi: Kutukebul A. woglumi merupakan spesies kutukebul yang biasanya ditemukan pada tanaman jeruk. Seperti halnya spesies dari genus Aleurocanthus lainnya, A. woglumi juga umumnya hidup secara berkelompok. Jika dilihat secara langsung pada daun, A. woglumi sulit dibedakan dari A.

17 29 citriperdus dan A. spiniferus karena memiliki ciri-ciri yang hampir sama, yaitu memiliki warna tubuh yang hitam mengkilat dengan lilin yang berwarna putih di bagian tepi tubuhya. Pada bagian dorsal tubuhnya terdapat duri-duri kaku yang juga berwarna hitam. Perbedaan secara pasti hanya dapat dilakukan dengan cara melihat karakter spesifik yang dimiliki oleh masing-masing eksuvia. Pada eksuvia A. woglumi terdapat duri-duri pada bagian submarginal tubuh sebanyak 11 pasang. Satu pasang duri di bagian posteror tubuh ukurannya lebih panjang daripada duri-duri lainnya sehingga menyerupai ekor (Gambar 3.9). Gambar 3.9 Eksuvia A. woglumi 8. Aleuroclava aucubae (Kuwana) Sinonim: Aleyrodes aucubae Kuwana; Tetraleurodes aucubae Quaintance and Baker; Aleurotuberculatus aucubae Takahashi Nama umum: aucuba whitefly, coral whitefly Tanaman inang: Myrtaceae: jambu bol (Syzigium malaccense) Tempat ditemukan: Bogor, Sukabumi Deskripsi: Pupa A. aucubae berwarna hitam dengan bentuk menyerupai buah pir. Pada bagian dorsal pupa terdapat pola-pola (rhachis) yang permukaannya cembung yang tertutupi oleh lapisan lilin berwarna putih (Gambar 3.10).

18 30 Gambar 3.10 Pupa (a) dan eksuvia (b) A. aucubae 9. Aleuroclava canangae (Corbett) Sinonim: Martiniella canangae Corbett; Aleurotuberculatus canangae Corbett Tanaman inang: Myrtaceae: jambu biji (Psidium guajava) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Pada pupa terdapat pigmentasi berwarna cokelat pada bagian-bagian tertentu, di antaranya pada bagian mulut, anterior abdomen, dan di sekitar vasiform orifice. Ciri kutukebul A. canangae di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvia-nya. Pada eksuvia A. canangae terdapat granul yang sangat banyak yang letaknya beraturan, terdapat satu pasang seta pada bagian sefalotoraks dan tungkai ketiga yang masing-masing terdiri dari satu ruas (Gambar 3.11a), tetapi ada juga yang seta-nya tidak terlihat (Gambar 3.11b). Gambar 3.11 Eksuvia A. canangae dengan seta (a) dan tanpa seta (b) 10. Aleuroclava jasmini Takahashi Sinonim: Aleurotuberculatus jasmini Takahashi

19 31 Nama umum: jasmine whitefly Tanaman inang: Myrtaceae: salam (Syzygium polyanthum); Oleaceae: Melati (Jasminum sambac); Sapindaceae: rambutan (Nephelium lappaceum) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: A. jasmini merupakan kutukebul yang umumnya ditemukan pada tanaman melati. Ciri kutukebul A. jasmini di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvia-nya. Tepian eksuvia umumnya bergerigi, dan biasanya ada yang memiliki satu pasang seta pada bagian sefalotoraks dan tungkai ketiga yang masing-masing terdiri dari satu ruas (Gambar 3.12a), dan ada juga yang tidak memiliki seta (Gambar 3.12b). Gambar 3.12 Eksuvia A. jasmini dengan seta (a) dan tanpa seta (b) 11. Aleuroclava psidii (Singh) Sinonim: Aleurotuberculatus psidii (Singh); Aleurotuberculatus psidii Singh Nama umum: asian guava whitefly Tanaman inang: Myrtaceae: jambu biji (Psidium guajava). Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Kutukebul A. psidii merupakan kutukebul yang sering ditemukan pada tanaman jambu biji. Pupa A. psidii berwarna kuning hingga transparan. Pada bagian dorsal terdapat pola pigmentasi berwarna hitam (Gambar 3.13a). Pada eksuvia terdapat pola granul yang letaknya beraturan, selain itu di bagian margin terdapat pola yang bergerigi (Gambar 3.13b).

20 32 Gambar 3.13 Pupa (s) dan eksuvia (b) A. psidii 12. Aleurolobus marlatti Quaintance and Baker Sinonim: Aleurolobus niloticus Priesner and Hosny; Aleyrodes marlatti (Quaintance) Nama umum: marlatt whitefly Tanaman inang: Musaceae: pisang (Musa paradisiaca) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Kutukebul A. marlatti ditemukan pada pohon pisang. Kutukebul ini memiliki warna tubuh hitam. Permukaan bagian dorsal tubuh tidak rata (terdapat pola rhachis atau lekukan-lekukan). Pada bagian lekukan tersebut biasanya terdapat lapisan lilin berwarna putih. Pada bagian tepi tubuhnya terdapat struktur yang transparan yang mengelilingi tepian tubuhnya. Pada bagian anterior eksuvia terdapat pola bentuk mata yang berbentuk seperti tanda baca koma yang berwarna lebih terang daripada warna eksuvia (Gambar 3.14). Gambar 3.14 Pupa (a), dan eksuvia (b) A. marlatti

21 Aleurotrachelus sp. 1 Tanaman inang: Fabaceae: kecipir (Psophocarpus tetragonolobus). Tempat ditemukan: Bogor. Deskripsi: Ciri kutukebul Aleurotrachelus sp. 1 di lapangan berwarna hitam dengan permukaan tubuh tertutupi oleh lilin berwarna putih. Permukaan bagian dorsal tubuh tidak rata (terdapat pola rhachis atau lekukan-lekukan). Terdapat lilin-lilin yang berwarna putih yang mengelilingi bagian tepi pupa (Gambar 3.15a). Pada eksuvia di bagian abdomen terdapat pola lekukan (rhachis). Terdapat pola lipatan transversal di bagian submargin toraks hingga ke bagian anterior abdomen (Gambar 3.15b). Gambar 3.15 Pupa (a), dan eksuvia (b) Aleurotrachelus sp Aleurotrachelus sp. 2 Tanaman inang: Annonaceae: srikaya (Annona squamosa); Gnetaceae: melinjo (Gnetum gnemon). Tempat ditemukan: Bogor, Sukabumi. Deskripsi: Ciri kutukebul Aleurotrachelus sp. 2 di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvia-nya. Pada eksuvia Aleurotrachelus sp. 2 terdapat alur longitudinal di bagian submargin toraks, terdapat rhacis pada submargin abdomen, dan terdapat sepasang seta pada masing-masing ruas toraks (Gambar 3.16).

22 34 Gambar 3.16 Eksuvia Aleurotrachelus sp Aleurotrachelus sp. 3 Tanaman inang: Sapindaceae: rambutan (Nephelium lappaceum). Tempat ditemukan: Bogor. Deskripsi: Ciri kutukebul Aleurotrachelus sp. 3 di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvianya. Seperti halnya eksuvia Aleurotrachelus sp. 2, pada eksuvia Aleurotrachelus sp. 3 juga terdapat alur longitudinal di bagian submargin toraks, terdapat rhachis pada submargin abdomen, tetapi tidak dan terdapat sepasang seta pada ruas toraks (Gambar 3.17). Gambar 3.17 Eksuvia Aleurotrachelus sp Asiothrixus antidesmae (Takahashi) Sinonim: Aleurothrixus antidesmae Takahashi Tanaman inang: Gnetaceae: melinjo (Gnetum gnemon); Lauraceae: alpukat (Persea Americana); Rubiaceae: asoka (Ixora coccinea); Sapindaceae: rambutan (Nephelium lappaceum).

23 35 Tempat ditemukan: Bogor. Deskripsi: Di lapangan, pupa A. antidesmae berwarna putih hingga transparan dengan lilin berwarna di bagian median tubuhnya yang memanjang mulai dari toraks hingga ke abdomen. Pada sepanjang tepian pupa terdapat barisan lilin yang berwarna putih hingga transparan (Gambar 3.18a). Tepian eksuvia bergerigi sebanyak dua baris (Gambar 3.18b). Di bagian anterior abdomen terdapat dua pasang seta dengan ujung yang melekuk ke arah dalam. Gambar 3.18 Pupa (a) dan eksuvia (b) A. antidesmae 17. Bemisia tabaci Gennadius Sinonim: Bemisia gossypiperda Misra & Lamba; Bemisia longispina Priesner & Hosny; Bemisia nigeriensis Corbett Nama umum: Tobacco whitefly, sweet potato whitefly, cotton whitefly, cassava whitefly. B. tabaci biotipe-b dikenal dengan nama B. argentifolia atau silverleaf whitefly Tanaman inang: Cucurbitaceae: mentimun (Cucumis sativus); Euphorbiaceae: singkong (Manihot esculenta); Fabaceae: kacang panjang (Vigna unguiculata sesquivedalis), kedelai (Glycine max), kecipir (Psophocarpus tetragonolobus); Solanaceae: terung (Solanum melongena), cabai merah keriting (Capsicum annuum), tomat (Lycopersicon esculentum). Tempat ditemukan: Bogor, Cianjur, Garut. Deskripsi: Pada daun, pupa B. tabaci berwarna putih hingga kekuningan. Di bagian anterior terdapat pola mata berwarna merah. Pada bagian kiri dan kanan abdomen terdapat pola warna kuning. Jika dilihat secara keseluruhan,

24 36 pupa B. tabaci menyerupai buah pir (Gambar 3.19a). Vasiform orifice B. tabaci berbentuk segitiga. Di bagian posterior tubuhnya terdapat satu pasang seta kauda yang strukturnya kokoh (Gambar 3.19b). Gambar 3.19 Pupa (a) dan eksuvia (b) B. tabaci pada daun singkong 18. Cockerelliella psidii (Corbett) Sinonim: Dialeurodes psidii (Corbett); Dialeurodes lumpurensis Corbett Tanaman inang: Myrtaceae: jambu biji (Psidium guajava), salam (Syzygium polyanthum) Tempat ditemukan: Bogor, Bandung, Sukabumi Deskripsi: Ciri pupa kutukebul C. psidii di lapangan berwarna putih hingga transparan. Pada bagian permukaan dorsal terdapat tiga baris pola lilin yang memanjang mulai dari toraks hingga ke abdomen. Di sepanjang tepian pupa terdapat barisan lilin berwarna putih (Gambar 3.20a). Pada eksuvia terdapat sutura longitudinal dan transversal yang terlihat jelas sebagai jalan keluar imago ketika akan keluar dari pupa (Gambar 3.20b). Gambar 3.20 Koloni pupa (a) dan eksuvia (b) C. psidii

25 Cockerelliella sp. 1 Tanaman inang: Myrtaceae: salam (Syzygium polyanthum), jambu bol (Syzigium malaccense) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Ciri kutukebul Cockerelliella sp. 1 di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvia-nya. Bentuk eksuvia lebih memanjang daripada C. psidii. Pada eksuvia terdapat sutura longitudinal dan transversal yang terlihat jelas sebagai jalan keluar bagi imago ketika keluar dari pupa (Gambar 3.21). Gambar 3.21 Eksuvia Cockerelliella sp Cockerelliella sp. 2 Tanaman inang: Gnetaceae: melinjo (Gnetum gnemon); Rubiaceae: kopi (Coffea arabica); Sapotaceae: sawo (Manilkara zapota) Tempat ditemukan: Bogor, Sukabumi Deskripsi: Ciri kutukebul Cockerelliella sp. 2 di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvia-nya. Eksuvia Cockerelliella sp. 2 berbentuk bulat. Seperti halnya genus Cockerelliella lainnya, pada eksuvia Cockerelliella sp. 2 juga terdapat sutura longitudinal dan transversal sebagai jalan keluar dari imago ketika keluar dari pupa (Gambar 3.22).

26 38 Gambar 3.22 Eksuvia Cockerelliella sp Dialeurodes kirkaldyi (Kotinsky) Sinonim: Aleyrodes kirkaldyi Kotinsky Nama umum: arabian jasmine whitefly, kirkaldyi whitefly Tanaman inang: Oleaceae: Melati (Jasminum sambac) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Ciri kutukebul D. kirkaldyi di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvia-nya. Pada eksuvia D. kirkaldyi terdapat pola pigmentasi berwarna gelap yang memanjang mulai dari bagian toraks hingga ke abdomen. Vasiform orifice biasanya berbentuk setengah lingkaran (Gambar 3.23). Gambar 3.23 Eksuvia D. kirkaldyi

27 Dialeurodes sp. Cockerell Tanaman inang: Myrtaceae: jambu air (Syzigium samarangense), jambu bol (Syzigium malaccense) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Pupa Dialeurodes sp. berwarna kekuningan hingga transparan. Pada bagian tracheal fold terdapat pola warna kuning yang lebih gelap. Menjelang menjadi imago, pada pupa akan terlihat pola bentuk mata berwarna gelap (Gambar 3.24a). Vasiform orifice umumnya berbentuk setengah lingkaran dengan ukuran yang relatif kecil. Bagian tepi posterior tubuh biasanya melekuk ke arah dalam (Gambar 3.24b). Gambar 3.24 Pupa (a) dan eksuvia (b) Dialeurodes sp. 23. Dialeuropora decempuncta (Quaintance and Baker) Sinonim: Dialeurodes decempuncta Quaintance and Baker; Dialeurodes setigerus Takahashi; Dialeurodes dothioensis Dumbelton Nama umum: breadfruit whitefly Tanaman inang: Anacardiaceae: mangga (Mangifera indica); Lauraceae: alpukat (Persea americana); Moraceae: nangka (Artocarpus heterophyllus); Myrtaceae: jambu biji (Psidium guajava); Sapindaceae: rambutan (Nephelium lappaceum ) Tempat ditemukan: Bogor, Cianjur, Bandung, Garut Deskripsi: Secara langsung, D. decempuncta dapat dikenali dengan adanya lilin yang berwarna biru mengkilat di sekitar nimfa dan pupanya (Gambar 3.25c). Bentuk pupa D. decempuncta dipengaruhi oleh struktur permukaan daun tanaman inangnya. Pada daun mangga yang permukaannya halus, eksuvia D. decempuncta memiliki tepian yang bentuknya rapi dan sering

28 40 ditemukan hidup secara berkelompok (Gambar 3.25a dan b), sedangkan pada daun jambu biji biasanya ditemukan hidup soliter dengan tepian pupa agak berkerut (Gambar 3.25d). Kutukebul spesies D. decempuncta pernah dilaporkan oleh Bintoro dan Hidayat (2008). Gambar 3.25 Koloni pupa (a) dan eksuvia (b) D. decempuncta pada permukaan daun yang halus (mangga), pupa (c) dan eksuvia (d) pada permukaan daun kasar (jambu biji) 24. Lipaleyrodes sp. Takahashi Tanaman inang: Euphorbiaceae: meniran (Phyllanthus niruri), katuk (Sauropus androgynus) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Berdasarkan hasil pengambilan sampel, kutukebul Lipaleyrodes merupakan spesies kutukebul yang biasanya dapat ditemukan pada tanaman dari famili Euphoriaceae, terutama meniran dan katuk. Pupa kutukebul ini berwarna kuning hingga transparan dengan permukaan tertutupi oleh lapisan lilin berwarna putih (Gambar 3.26a). Imago memiliki tubuh berwarna kuning dengan sayap berwarna putih yang sekilas mirip dengan imago B. tabaci (Gambar 3.26b). Pada bagian submargin eksuvia terdapat pola tuberkel yang berbentuk bulat (Gambar 3.26c). Lipaleyrodes merupakan spesies kutukebul

29 41 yang biasanya dapat ditemukan pada tanaman dari famili Euphorbiaceae, terutama meniran dan katuk. Genus Lipaleyrodes Takahashi merupakan sinonim junior dari genus Bemisia Quaintance and Baker (Dubey et al. 2009). Gambar 3.26 Pupa (a), imago (b), dan eksuvia (c) Lipaleyrodes sp. 25. Minutaleyrodes minuta Singh Sinonim: Aleurotuberculatus minutus (Singh); Dialeurodes minuta Singh Tanaman inang: Myrtaceae: jambu bol (Syzigium malaccense); Rubiaceae: asoka (Ixora coccinea) Tempat ditemukan: Bogor Deskripsi: Ciri kutukebul M. minuta di lapangan tidak begitu jelas karena pada saat pengambilan sampel hanya ditemukan eksuvia-nya. Eksuvia dari genus Minutaleyrodes berukuran sangat kecil jika dibandingkan dengan eksuvia kutukebul lainnya dan memiliki ciri yang sangat unik yang sekilas mirip dengan bentuk bunga (Gambar 3.27). Gambar 3.27 Eksuvia M. minuta 26. Orchamoplatus mammaeferus (Quaintance and Baker) Sinonim: Aleuroplatus (Orchamus) mammaeferus Quaintance and Baker; Aleuroplatus (Orchamus) samoanus Liang

30 42 Nama umum: croton whitefly Tanaman inang: Euphorbiaceae: puring (Codiaeum variegatum) Tempat ditemukan: Bogor, Bandung Deskripsi: O. mammaeferus merupakan spesies kutukebul yang umum dapat ditemukan pada tanaman puring. Kutukebul ini memiliki pupa berwarna putih dan dengan sedikit lilin pada permukaan atas tubuhnya (Gambar 3.28b). Di sepanjang tepian pupa biasanya terdapat lilin transparan yang membantu untuk melekat pada permukaan daun. Ketika pupa diambil dari daun, lapisan lilin ini akan ikut terangkat. O. mammaeferus hidup secara berkelompok dibagian daun tua dari tanaman puring (Gambar 3.28a). Pada populasi yang sangat tinggi, massa dari kutukebul O. mammaeferus biasanya dapat menutupi hampir seluruh bagian permukaan bawah daun. Pada bagian submargin eksuvia terdapat satu baris pola berbentuk seperti gigi. Pada abdomen ruas pertama biasanya terdapat satu pasang seta. Memiliki pori trakea yang berbentuk seperti sisir. Kutukebul O. mammaeferus pertamakali dilaporkan di Indonesia oleh Watson (2007). Gambar 3.28 Koloni O. mammaeferus pada daun puring (a), pupa (b), dan eksuvia (c) O. mammaeferus

31 Rusostigma sp. Quaintance and Baker Tanaman inang: Anacardiaceae: mangga (Mangifera indica); Myrtaceae: jambu air (Syzigium samarangense), jambu bol (Syzigium malaccense); salam (Syzigium polyanthum) Tempat ditemukan: Bogor, Bandung, Cianjur, Sukabumi Deskripsi: Kutukebul Rusostigma sp. sering ditemukan pada tanaman dari famili Myrtaceae, seperti jambu air dan jambu bol. Imago memiliki sayap berwarna kelabu dengan ukuran tubuh realtif besar (3.29b). Ukuran pupa dan eksuvia Rusostigma sp. juga berukuran relatif besar dan umumnya berwarna kecokelatan (Gambar 3.29c). Pada eksuvia dapat terlihat adanya pola granul hampir di seluruh bagian tubuhnya yang letaknya agak berjauhan satu sama lain. Terdapat pola toraks yang biasanya terlihat berwarna lebih terang daripada bagian tubuh lainnya setelah eksuvia diwarnai dan dibuat menjadi preparat mikroskop (Gambar 3.29d). Gambar 3.29 Koloni Rusostigma sp. pada daun salam (a), imago (b), pupa (c), dan eksuvia (d) Rusostigma sp. Rusostigma sp. hidup secara berkelompok sehingga pada populasi yang tinggi biasanya pupa dapat menyebar hampir di seluruh permukaan daun. Pada populasi yang tinggi, kutukebul ini juga dapat ditemukan pada bagian permukaan atas daun (Gambar 3.29a). Tempat pupa menempel biasanya akan

32 44 membentuk cekungan sehingga jika dilihat dari bagian permukaan daun lainnya akan terlihat tonjolan-tonjolan kecil seperti puru. Kutukebul genus Rusostigma sp. pernah dilaporkan keberadaannya di Indonesia oleh Bintoro dan Hidayat (2008). 28. Trialeurodes vaporariorum (Westwood) Sinonim: Aleurodes nicotianae Maskell; Aleurodes papillifer Maskell; Aleurodes vaporariorum Westwood; Aleyrodes sonchi Kotinsky; Asterochiton lecanoides Maskell; Trialeurodes mossopi Corbett; Trialeurodes natalensis Corbett; Trialeurodes sesbaniae Corbett Nama umum: greenhouse whitefly Tanaman inang: Fabaceae: kacang panjang (Vigna unguiculata sesquivedalis); Solanaceae: terung (Solanum melongena), tomat (Lycopersicon esculentum) Tempat ditemukan: Bogor, Cianjur, Bandung, Garut Deskripsi: T. vaporariorum merupakan spesies kutukebul yang banyak ditemukan pada tanaman famili Solanaceae di daerah dataran sedang hingga tinggi. Secara sekilas, imago kutukebul ini mirip dengan B. tabaci. Namun imago T. vaporariorum memiliki sayap yang lebih melebar daripada B. tabaci ketika hinggap pada tanaman (Gambar 3.30b). Pupa T. vaporariorum berbentuk memanjang dan biasanya terdapat seta-seta di bagian tepi lateral tubuh pupa (Gambar 3.30a). Pada eksuvia T. vaporariorum biasanya terdapat barisan tuberkel kecil di bagian margin dan beberapa tuberkel berukuran besar di bagian toraks dan abdomen (Gambar 3.30c). Gambar 3.30 Pupa (a), imago (b), dan eksuvia (c) T. vaporariorum pada daun tomat

33 45 Kunci Identifikasi Kutukebul pada Tanaman Pertanian Kunci identifikasi kutukebul yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu panduan dalam identifikasi kutukebul yang dapat ditemukan pada tanaman pertanian. Selain itu, kunci identifikasi kutukebul yang dilengkapi dengan gambar berwarna dan dibuat dalam format digital juga diharapkan dapat mempermudah proses identifikasi. Kunci identifikasi juga dapat dibuat dengan sistem on-line sehingga dapat diakses oleh semua pihak yang memerlukannya selama ada akses dengan internet. Seringkali pengguna kunci identifikasi hanya memiliki pengalaman dan pengetahuan yang relatif terbatas pada taksa tertentu sehingga dapat mengalami sedikit kesulitan pada awal penggunaan kunci identifikasi. Adanya kata-kata yang bersifat ambigu dapat menuntun pada ketidakpastian terhadap arti dari karakter yang disebutkan pada suatu kaplet. Oleh karena itu, diperlukan karakter yang kontras dan tidak saling tumpang tindih. Pada kunci identifikasi yang umumnya tidak dilengkapi dengan gambar atau jika terdapat gambar, gambarnya tidak terlalu jelas. Kunci identifikasi sebaiknya dilengkapi dengan gambar yang jelas sehingga tidak menyebabkan kesalahan identifikasi. Pemakaian suatu kunci identifikasi juga tergantung pada penulisan yang jelas dan sederhana (mudah dimengerti). Kunci dikotom dirasakan merupakan bentuk kunci yang lebih baik daripada kunci polikotom yang akan membuat keputusan menjadi sulit karena terlalu banyak karakter yang digunakan. Kunci yang sudah dibuat sebaiknya diuji terlebih dahulu oleh orang lain sebelum dipublikasikan. Hal ini berguna untuk mengurangi kesalahan (error), keambiguan kalimat, dan ketidak konsistenan (Quicke 1993). Kesimpulan Sebanyak 28 spesies kutukebul pada tanaman pertanian dari lima daerah di Jawa Barat telah teridentifikasi. Sebagian besar dari spesies kutukebul yang ditemukan merupakan anggota dari subfamili Aleyrodinae. Adanya kunci identifikasi kutukebul dalam bahasa Indonesia yang mencakup kisaran wilayah yang lebih spesifik dapat memudahkan proses identifikasi dalam upaya

34 46 pengendalian kutukebul di tanaman pertanian. Kutukebul banyak ditemukan pada komoditas tanaman buah-buahan. Terdapat tiga spesies kutukebul yang memiliki kisaran tanaman inang yang sangat luas, yaitu A. dispersus, A. dugesii, dan B. tabaci. Daftar Pustaka Bintoro D, Hidayat P Keanekaragaman dan tanaman inang kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor [abstrak]. Di dalam: Buku Panduan Seminar Nasional V Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI) Cabang Bogor; 2008 Mar 18-19; Bogor (ID): PEI. Abstr O31. Dammerman KW The Agricultural Zoology of The Malay Archipelago: The Animals Injurious and Beneficial to Agriculture, Horticulture, and Forestry in The Malay Peninsula, The Dutch East Indies and The Philippines. Amsterdam (UK): JH de Bussy Ltd. Dino Capture Dino Capture Application for Digital Microscope Hsinchu (TA): AnMo Electronics Corporation. Tersedia pada Dooley J Key to the Commonly Intercepted Whitefly Pests [internet], [diunduh 2011 Mar 14]. Tersedia pada: v3/whitefly/pdf_pwp%20etc/key%20to%20commonly%20intercepted% 20pests%20embedded%20images%20.pdf. Dubey AK, Ko CC, David BV The genus Lipaleyrodes Takahashi, a junior synonym of Bemisia Quaintance and Baker (Hemiptera: Aleyrodidae): a revision based on morphology. Zoological Studies [internet], [diunduh 2012 Feb 2]; 48(4): Tersedia pada: /539.pdf. Gullan PJ, Martin JH Sternorrhyncha (Jumping Plant Lice, Whiteflies, Aphids, and Scale Insects). Resh VH, Carde RT Encyclopedia of Insect. Florida (US): Elsevier Inc. Hidayat P, Watson GW Recognition of Giant Whitefly, Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae), a Potential Pest Newly Introduced to Indonesia. Poster Seminar Nasional V Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI), Cabang Bogor: Pemberdayaan Keanekaragaman Serangga untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. LIPI Cibinong, Bogor, 2008 Mar Kajita H, Samudra IM, Naito A Discovery of the spiraling whitefly Aleurodicus dispersus Russell (Homoptera: Aleyrodidae) from Indonesia, with notes on its host plants and natural enemies. Japanese Society of Applied Entomology and Zoology [internet], [diunduh 2011 Jun 23]; 26: Tersedia pada: ART &type=pdf&lang=en&host=cinii&order_no=&ppv_type=0&lang_s w=&no= &cp=

35 Kalshoven LGE, Vecht JVD De Plagen Van De Cultuurgewassen in Indonesie [dalam bahasa Belanda]. Deel 1. Bandung (ID): NV Uitgeverij W. Van Hoeve. Lucid Key Phoenix CBIT Quensland University. Tersedia pada: Koningsberger JC Tweede Over Zicht der Schadelijke en Nuttige Insecten van Java [dalam bahasa Belanda]. Jakarta (ID): G. Kolff and Co. Martin JH The whitefly of New Guinea (Homoptera: Aleyrodidae). Bulletin of the British Museum (Natural History) Entomology [internet]. [diunduh 2012 Mar 9]; 50(3): Tersedia pada: reference/151. Martin JH An identification guide to common whitefly species of the world (Homoptera: Aleyrodidae). Tropical Pest Management 33(4): Murgianto F Kisaran inang kutukebul Aleurodicus destructor Mackie, Aleurodicus dispersus Russell, dan Aleurodicus dugesii Cockerell (Hemiptera: Aleyrodidae) di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan daerah lain di sekitarnya [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Nurulalia L, Hidayat P, Buchori D Hama baru kutukebul Paraleyrodes minei Iaccarino (Hemiptera: Aleyrodidae) di Jawa. Prosiding Seminar Nasional Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI); 2012 Jan 24-25; Bogor. Bogor (ID): PEI. hlm 110. Quicke DLJ Principles and Techniques of Contemporary Taxonomy. Glasgow (UK): Blackie Academic and Professional. Russell LM Dialeurodes kirkaldyi (Kotinsky), a whitefly new to the United States (Homoptera: Aleyrodidae). The Florida Entomologist [internet]. [diunduh 2011 Ags 8]; 47(1):1-4. Tersedia pada: flaent/issue/view/2698. Watson GW Identification of whiteflies (Hemiptera: Aleyrodidae). APEC Re-entry Workshop on Whiteflies and Mealybugs, Kuala Lumpur, Malaysia, 2007 Apr Institute of Biological Sciences, University Malaya. 47

Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae

Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae LAMPIRAN 81 82 Lampiran 1 Bagian dorsal eksuvia dan karakter morfologi yang umum digunakan pada kunci identifikasi dan deskripsi kutukebul famili Aleurodicinae (contoh spesies: Aleurodicus pulvinatus (Maskell))

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Biologi

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Biologi 3 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Sebagian besar taksonomi kutukebul adalah berdasarkan karakteristik nimfa tahap ke empat yang dikenal sebagai puparium, namun informasi mengenai fase kehidupan lainnya juga

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES KUTUKEBUL (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI TAMAN BUAH MEKARSARI KABUPATEN BOGOR NURJANAH

KEANEKARAGAMAN SPESIES KUTUKEBUL (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI TAMAN BUAH MEKARSARI KABUPATEN BOGOR NURJANAH KEANEKARAGAMAN SPESIES KUTUKEBUL (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) DI TAMAN BUAH MEKARSARI KABUPATEN BOGOR NURJANAH DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016 PERNYATAAN

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN SPESIES DAN KUNCI IDENTIFIKASI KUTUKEBUL (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN PERTANIAN DI JAWA BARAT LIA NURULALIA

KEANEKARAGAMAN SPESIES DAN KUNCI IDENTIFIKASI KUTUKEBUL (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN PERTANIAN DI JAWA BARAT LIA NURULALIA KEANEKARAGAMAN SPESIES DAN KUNCI IDENTIFIKASI KUTUKEBUL (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE) PADA TANAMAN PERTANIAN DI JAWA BARAT LIA NURULALIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya

Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya Perhimpunan Entomologi Indonesia J. Entomol. Ind., April 2006, Vol. 3, No. 1, 41-49 Identifikasi Kutukebul (Hemiptera: Aleyrodidae) dari Beberapa Tanaman Inang dan Perkembangan Populasinya YULIANI, PURNAMA

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Pengoleksian Kutu Tanaman BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan mengoleksi kutu putih dari berbagai tanaman hias di Bogor dan sekitarnya. Contoh diambil dari berbagai lokasi yaitu : Kelurahan Tanah baru

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Pengamatan Lokasi pengamatan dilaksanakan di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cipanas dan Kecamatan Cisarua. Berikut ini adalah profil kedua kecamatan: a. Kecamatan

Lebih terperinci

Kutu Kebul (Homoptera : Aleyrodidae) pada Tanaman Cabai, Tomat dan Kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi

Kutu Kebul (Homoptera : Aleyrodidae) pada Tanaman Cabai, Tomat dan Kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi Kutu Kebul (Homoptera : Aleyrodidae) pada Tanaman Cabai, Tomat dan Kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi Yuliani, SP., M.Si.* Abstrak Kutu kebul (Hemiptera : Aleyrodidae) dapat menyebabkan kerusakan langsung

Lebih terperinci

BAB IV KEANEKARAGAMAN SPESIES KUTUKEBUL PADA TANAMAN PERTANIAN DENGAN KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA DI JAWA BARAT

BAB IV KEANEKARAGAMAN SPESIES KUTUKEBUL PADA TANAMAN PERTANIAN DENGAN KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA DI JAWA BARAT BAB IV KEANEKARAGAMAN SPESIES KUTUKEBUL PADA TANAMAN PERTANIAN DENGAN KETINGGIAN TEMPAT BERBEDA DI JAWA BARAT 49 Abstrak Kutukebul sering terbawa melalui material tanaman pada kegiatan perdagangan antar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Imago Bemisia tabaci. TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi B. tabaci digolongkan ke dalam ordo Hemiptera, subordo Sternorrhyncha, superfamili Aleyrodoidea, dan termasuk kedalam famili Aleyrodidae (Boror et al. 1996). B.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Hasil identifikasi dengan menggunakan preparat mikroskop pada kantung pupa kutukebul berdasarkan kunci identifikasi Martin (1987), ditemukan ciri morfologi B. tabaci

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan 3 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah-buahan Taksonomi Tanaman Buah-buahan Tanaman buah-buahan termasuk ke dalam divisi Spermatophyta atau tumbuhan biji. Biji berasal dari bakal biji yang biasa disebut makrosporangium,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas Kutukebul Pengkoloni Pertanaman Tomat Kutukebul yang dikumpulkan dari pertanaman tomat di daerah Cisarua, Bogor diperbanyak di tanaman tomat dalam kurungan kedap serangga

Lebih terperinci

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK

BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK BAB IV PROFIL VEGETASI GUNUNG PARAKASAK A. Kehadiran dan Keragaman Jenis Tanaman Pada lokasi gunung parakasak, tidak dilakukan pembuatan plot vegetasi dan hanya dilakukan kegiatan eksplorasi. Terdapat

Lebih terperinci

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Hama penghisap daun Aphis craccivora Hama Kacang tanah Hama penghisap daun Aphis craccivora Bioekologi Kecil, lunak, hitam. Sebagian besar tdk bersayap, bila populasi meningkat, sebagian bersayap bening. Imago yg bersayap pindah ke tanaman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015

J. Agric. Sci. and Biotechnol. ISSN: Vol. 4, No. 1, Juli 2015 PENGARUH PENGGUNAAN BARIER NET BERWARNA (MERAH DAN PUTIH) TERHADAP POPULASI Bemisia tabaci PADA TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.) DI DESA KERTA Made Mika Mega Astuthi 1, I Putu Sudiarta 1 *

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Wawancara Pengamatan dan Pengambilan Contoh 21 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di enam perkebunan buah naga di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri dari tiga kabupaten. Kebun pengamatan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan),

BAB I PENDAHULUAN. Mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu tanaman yang. termasuk dalam family Cucurbitaceae (tanaman labu-labuan), BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang diharapkan dapat memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap peningkatan pendapatan petani dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan

I. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan I. TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Cabai 1.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Menurut Tarigan dan Wiryanta (2003), tanaman cabai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Divisi Subdivisi Kelas Sub kelas Ordo Famili

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pengambilan Sampel Kutukebul dan Tanaman Tomat Sumber TICV BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Kegiatan survei dan pengambilan sampel kutukebul dilakukan di sentra produksi tomat di Kecamatan Cikajang (kabupaten Garut), Kecamatan Pacet (Kabupaten Cianjur), Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Spesies Kutu Putih

HASIL DAN PEMBAHASAN Keanekaragaman Spesies Kutu Putih 11 HSIL DN PEMHSN Keanekaragaman Spesies Kutu Putih Pada penelitian ini ditemukan 20 spesies kutu putih yang menyerang 23 jenis tanaman buah-buahan (Tabel 2 ), yaitu: Dysmicoccus brevipes (Cockerell),

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood)

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Morfologi Trialeurodes vaporariorum (Westwood) Kutukebul T. vaporariorum merupakan hama utama pada berbagai tanaman hortikultura dan tanaman hias. Kutukebul ini bersifat

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN BIOPESTISIDA TERHADAP DAYA KENDALI SERANGAN HAMA KUTU PADA TANAMAN CABE RAWIT OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA)

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN BIOPESTISIDA TERHADAP DAYA KENDALI SERANGAN HAMA KUTU PADA TANAMAN CABE RAWIT OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) PENGARUH LAMA PENYIMPANAN BIOPESTISIDA TERHADAP DAYA KENDALI SERANGAN HAMA KUTU PADA TANAMAN CABE RAWIT OLEH : HENDRI YANDRI, SP (WIDYAISWARA PERTAMA) I. PENDAHULUAN Budidaya tanaman cabe merupakan kegiatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilakukan di penangkaran PT. Mega Citrindo di Desa Curug RT01/RW03, Kecamatan Gunung Sindur, Kabupaten Bogor dan Laboratorium Entomologi Fakultas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN : KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :978-979-8304-70-5 ISBN : 978-979-8304-70-5 Modul Pelatihan Budidaya Kentang Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Modul 1 : Pengendalian Hama Terpadu (PHT) pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

HASIL. lorong kembara di batang tanaman (b) Data ukuran sarang rayap yang ditemukan.

HASIL. lorong kembara di batang tanaman (b) Data ukuran sarang rayap yang ditemukan. 2 lorong kembara di batang tanaman (b) Data ukuran sarang rayap yang ditemukan. Identifikasi rayap Identifikasi rayap menggunakan rayap kasta prajurit. Rayap kasta prajurit mayor digunakan untuk mengidentifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam penelitian deskriptif dengan kegiatan secara eksploratif yaitu observasi dengan mengambil sampel secara langsung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang

TINJAUAN PUSTAKA. Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang 5 4 TINJAUAN PUSTAKA A. Kutu Kutu penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk ke dalam kulit inangnya. Bagian-bagian mulut

Lebih terperinci

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati HASIL Jumlah Imago Lebah Pekerja A. cerana Berdasarkan hasil pembuatan peta lokasi sel pupa, dapat dihitung jumlah imago lebah pekerja yang keluar dari sel pupa. Jumlah imago lebah pekerja A. cerana (yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung

Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Kutu Kebul Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) Penyebar Penyakit Virus Mosaik Kuning pada Tanaman Terung Terung merupakan tanaman asli India dan Srilanka, satu famili dengan tomat dan kentang.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b)

BAHAN DAN METODE. Gambar 2 Mikroskop video Nikon SMZ-10A (a), dan Alat perekam Sony BLV ED100 VHS (b) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dimulai dari bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika IPB (PKBT-IPB) Pasir Kuda, Desa Ciomas, Bogor, dan Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang Kehilangan hasil yang disebabkan gangguan oleh serangga hama pada usaha tani komoditas hortikultura khususnya kentang, merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April Penelitian ini 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-April 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi Fakultas MIPA. B.

Lebih terperinci

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian.

Gambar 1 Diagram alir kegiatan penelitian. BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 343 meter

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Kisaran Inang Begomovirus 5 TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Begomovirus Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus,

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang

III. METODOLOGI PENELITIAN. tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif, Desa Cipadang 23 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai, yaitu pengambilan sampel semut pada tiga tipe kebun kakao di Desa Cipadang. Secara administratif,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian dasar. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif, yaitu untuk menganalisis hubungan kekerabatan kultivar Mangifera

Lebih terperinci

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012

HERBARIUM. Purwanti widhy H 2012 HERBARIUM Purwanti widhy H 2012 Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan Salah satu pengawetan tumbuhan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian Penyediaan Koloni Lalat Puru C. connexa untuk Penelitian Lapangan BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian merupakan penelitian lapangan yang dilaksanakan pada bulan April 005 Februari 006. Penelitian biologi lapangan dilaksanakan di salah satu lahan di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. 19 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi yang diamati dalam penelitian ini adalah seluruh

Lebih terperinci

Republik Indonesia. SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP)

Republik Indonesia. SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP) RAHASIA Republik Indonesia SURVEI HARGA PEDESAAN Subsektor Tanaman Hortikultura (Metode NP) PERHATIAN 1. Tujuan pencacahan NP-2 adalah untuk mencatat/mengetahui nilai & volume produksi yang dijual petani

Lebih terperinci

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA LANDASAN TEORI Organisme yang akan digunakan sebagai materi percobaan genetika perlu memiliki beberapa sifat yang menguntungkan,

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Kisaran Inang Paracoccus marginatus Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink, termasuk dalam Filum Arthropoda, Kelas Insecta, Ordo

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

Ciri-ciri Spermatohyta

Ciri-ciri Spermatohyta Ciri-ciri Spermatohyta Memiliki biji Memiliki jaringan pengangkut (xylem dan Floem) Dibedakan atas Gymnospermae (berbiji terbuka), dan Angiospermae (Berbiji tertutup) Gymnospermae (berbiji terbuka) berbiji

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh manusia. Salah satunya adalah tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh manusia. Salah satunya adalah tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Fase Pertumbuhan Kedelai Alam semesta dan segala isinya diciptakan oleh Allah untuk dimanfaatkan oleh manusia. Salah satunya adalah tumbuh-tumbuhan yang sebagian besar dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Perbanyakan Inokulum BCMV Penanaman Tanaman Uji 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman,

Lebih terperinci

commit to users I. PENDAHULUAN

commit to users I. PENDAHULUAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan bertambahnya jumlah dan tingkat kesejahteraan penduduk, maka kebutuhan akan hasil tanaman padi ( Oryza sativa L.) yang berkualitas juga semakin banyak. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.

Lebih terperinci

(HEMIPTERA: BOGOR BUSTANUL

(HEMIPTERA: BOGOR BUSTANUL KEANEKARAGAMAN SPESIES KUTU PUTIH (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TANAMAN BUAH-BUAHAN DI BOGOR BUSTANUL ARIFIN NASUTION DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai (Capsicum annuum L.) termasuk dalam genus Capsicum yang spesiesnya telah dibudidayakan, keempat spesies lainnya yaitu Capsicum baccatum, Capsicum pubescens,

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Tanda tangan,

LAMPIRAN 1. Tanda tangan, LAMPIRAN 1 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN HUBUNGAN ASUPAN SERAT, ASUPAN CAIRAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA LANSIA VEGETARIAN DI PUSDIKLAT BUDDHIS MAITREYAWIRA Saya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk

BAB I PENDAHULUAN. keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mentimun (Cucumis sativus) merupakan salah satu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah popular di seluruh dunia, dimanfaatkan untuk kecantikan, menjaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spodoptera exigua (Lepidoptera: Noctuidae) dikenal dengan nama ulat bawang di Indonesia. Kerusakan pada tanaman bawang yaitu daun yang berlubang dan layu. Larva S. exigua

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA SEBAGAI TEMPAT PERINDUKAN ALAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH DI KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG

KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA SEBAGAI TEMPAT PERINDUKAN ALAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH DI KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG KEANEKARAGAMAN PHYTOTELMATA SEBAGAI TEMPAT PERINDUKAN ALAMI NYAMUK DEMAM BERDARAH DI KOTA METRO PROVINSI LAMPUNG Agung Prasetyo 1), Emantis Rosa 2) dan Yulianty 2) 1) Mahasiswa Jurusan Biologi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian Perbanyakan B. tabaci dan M. persicae 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan Indonesia telah disusun sedemikian ketat. Ketatnya aturan karantina tersebut melarang buah-buahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim yang berumur sekitar 4 bulan (Pudjiatmoko, 2008). Klasifikasi tanaman tomat adalah sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Lebih terperinci

Ini Dia Si Pemakan Serangga

Ini Dia Si Pemakan Serangga 1 Ini Dia Si Pemakan Serangga N. bicalcarata Alam masih menyembunyikan rahasia proses munculnya ratusan spesies tanaman pemakan serangga yang hidup sangat adaptif, dapat ditemukan di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keras (jawa: pelok) dan enak di makan. Di dalam daging buah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keras (jawa: pelok) dan enak di makan. Di dalam daging buah tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah mangga banyak dikenal dan disukai orang dimana-mana. Mangga termasuk buah tempurung, pada bagian yang paling luar terdapat kulit, kemudian di lanjutkan daging buah

Lebih terperinci

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak

Daerah Aliran Atas: Pohon: -Pinus (Pinus mercusii) Semak: -Pakis (Davillia denticula) -Kirinyu (Cromolaena odorata) -Pokak Daerah Aliran Atas: Desa Sumber Wuluh, Kecamatan Candipuro: Vegetasi tepi sungai berupa semak campuran pepohonan yang tumbuh di atas tebing curam (20 m). Agak jauh dari sungai terdapat hutan Pinus (Perhutani);

Lebih terperinci

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit Layu Bakteri pada Kentang Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah diambil dari Hutan Larangan Adat Rumbio Kabupaten Kampar. Sedangkan Enumerasi dan Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium Patologi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar

I. PENDAHULUAN. Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah (S. coarctata) Secara umum tampak bahwa perkembangan populasi kepinding tanah terutama nimfa dan imago mengalami peningkatan dengan bertambahnya

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE Penelitian I. Populasi dan Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Lahan Sayuran dan Semak 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Sampel tanah untuk penelitian ini diambil dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Serangga Vektor Kutudaun Aphis craccivora yang dipelihara dan diidentifikasi berasal dari pertanaman kacang panjang, sedangkan A. gossypii berasal dari pertanaman cabai.

Lebih terperinci

LUAS TAMBAH TANAM SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 LUAS PANEN SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015

LUAS TAMBAH TANAM SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 LUAS PANEN SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 LUAS TAMBAH TANAM SAYUR BUAH SEMUSIM (SBS) TAHUN 2015 Komoditas Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agus Sept Okt Nov Des TOTAL 1 Kacang Panjang 1 2-1 - - 1 5 2 Cabe Besar 1 2 - - - 1-4 3 Cabe Rawit - 1 1-1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dapat memasukkan kelenjar ludah kedalam kulit inangnya serta mengangkut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pinjal 1. Morfologi Pinjal Pinjal penghisap merupakan parasit penghisap darah mamalia yang memiliki bagian-bagian mulut seperti jarum (stilet) yang dapat masuk kedalam kulit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Pengamatan Pengamatan hama dan penyakit dilakukan pada pertanaman bunga matahari milik petani binaan atau pemula di Desa Bojong Jengkol, Kecamatan Ciampea, Kabupaten

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena

BAB I PENDAHULUAN. Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua ilmu pengetahuan sesungguhnya bersumber dari Al Qur an, karena di dalam Al Qur an telah dijelaskan proses penciptaan alam semesta termasuk makhluk hidup yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Paprika Tanaman paprika (Capsicum annum var. grossum L.) termasuk ke dalam kelas Dicotyledonae, ordo Solanales, famili Solanaceae dan genus Capsicum. Tanaman paprika merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV)

TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV) 4 TINJAUAN PUSTAKA Tomato infectious chlorosis virus (TICV) TICV pertama kali ditemukan di lahan tomat California tahun 1993 (Duffus et al. 1994) dan setelah itu ditemukan pula di beberapa lahan tomat

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif yaitu mengadakan kegiatan pengumpulan data, menganalisis

Lebih terperinci

PENGGOLONGAN TANAMAN. Tim Pengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2011

PENGGOLONGAN TANAMAN. Tim Pengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2011 PENGGOLONGAN TANAMAN Tim Pengajar Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran 2011 1 PENGGOLONGAN TANAMAN BERDASARKAN : (A) FAKTOR TANAMAN : 1. Umur Tanaman (Tanaman Setahun, Tahunan, Diperlakukan

Lebih terperinci

ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR

ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR ANEKA RUJAK DAN ASINAN NAN SEGAR Rujak dan asinan sangat cocok disajikan saat cuaca panas seperti sekarang ini. Jenisnya pun dapat Anda pilih sesuai selera. Dari rujak buah, asinan betawi, sampai asinan

Lebih terperinci