IV. KEADAAN PULAU GEBE

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. KEADAAN PULAU GEBE"

Transkripsi

1 IV. KEADAAN PULAU GEBE Letak Geografis Pulau Gebe merupakan salah satu pulau kecil, yang terletak di antara Pulau Halmahera dan Pulau Irian (Papua). Secara geografis Pulau ini terletak tepat di garis katulistiwa pada 0 Lintang Selatan dan 129, 30 Bujur Timur dengan batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut: sebelah Utara dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan laut Halmahera, sebelah Timur dengan Kabupaten Sorong Papua, dan sebelah Barat dengan Kecamatan Patani. Secara administratif pulau Gebe masuk dalam lingkup wilayah Kabupaten Halmahera Tengah. Sebelum menjadi kecamatan defenitif, Pulau Gebe hanya merupakan kumpulan beberapa desa yang secara administrasi pemerintahan berada dalam wilayah Kecamatan Patani, namun dengan pertimbangan untuk memperpendek rentang kendali dan meningkatkan pelayanan masyarakat serta percepatan pembangunan, maka melalui perjuangan masyarakat Pulau Gebe yang kemudian mendapat respon DPRD dan Pemerintah Kabupaten (PEMKAB), maka pada tanggal 7 April tahun 2001 status desa Gebe dinaikan menjadi Kecamatan Pulau Gebe dengan enam desa definitif. Bentuk Pulau memanjang dari arah barat laut ke tenggara dengan panjang sekitar 45 km, dan lebar bervariasi 1-7 km dengan luas`wilayah ± 153 km 2. Lokasi kegiatan penambangan nikel terletak di semenanjung Oeboelie yaitu pada sisi bagian barat daya Pulau Gebe dalam wilayah KP Eksploitasi DU 286 Maluku dengan luas hektar. Perjalanan dari Ternate ke Gebe dapat di tempuh melalui laut dan udara. Perjalan dengan menggunakan sarana udara dapat ditempuh dalam waktu 1 jam, sedangkan dengan menggunakan kapal motor niaga biasanya ditempuh dalam waktu sekitar 20 jam. Kapal laut yang melayari Ternate Gebe, yang dilakukan oleh pihak swasta dan PT PELNI frekwensi pelayarannya masing-masing dua kali dalam seminggu. Untuk penerbangan Ternate Gebe, jadwal penerbangan permanen dilakukan dengan maskapai Merpati pada hari Selasa dan Jumat.

2 53 Gambar 4. Peta Pulau Gebe Batuan dan Tanah Pulau-pulau di wilayah propinsi Maluku Utara terutama Pulau Halmahera bagian Timur, Waigeo, Gag dan Pulau-pulau di sekitarnya merupakan bagian dari The Circum Pasific Orogenic Belt (Katili, 2000). Batuan-batuan dasar dari orogenesis yang ada di kawasan ini terdiri dari lapisan mesoik atas sampai lapisan tersier bawah. Proses pelapukan dan retakan lapisan batuan dasar di sepanjang garis tektonik, sehingga terjadi intrusi nikel seperti di bukit Elfanon, Tulio Kalio, dan pulau Fau. Sebagian wilayah Pulau Gebe juga merupakan daerah plateau terdiri dari batu pasir dan batu karang (gamping muda) seperti di tanjung Safa sampai tanjung Magnonapo, dan daerah massive yang terdiri dari batuan ultra basa, basa dan laterit, terdapat di bukit Elfanon, dan Toeli Kalio.

3 54 Jenis tanah di Pulau Gebe berdasarkan hasil penelitian Lembaga Penelitian Tanah Bogor dan hasil analisis terhadap Peta jenis hutan di wilayah Maluku Utara terdiri dari jenis tanah : Latosol, Mediteran Merah Kuning, dan Renzina. Tabel 10 menunjukkan penyebaran dari jenis tanah di Pulau Gebe. Tabel 10. Jenis dan luas tanah di Pulau Gebe (Ha) Jenis tanah Luas (ha) Persentase Latosol 165 0,8 Mediteran merah kuning ,2 Renzina Jumlah Sumber : Hasil analisis peta jenis hutan Maluku Utara, 2003 Kondisi tanah fisik dan kimia tanah Pulau Gebe pada bagian yang tidak terkait langsung dengan penambangan nikel, dapat dilihat dari empat lokasi pewakil seperti Tabel 11. Tabel 11. Data sifat fisik kimia tanah di Pulau Gebe Parameter Lokasi A1 A2 A3 D Tekstur (Kelas) SiL,SiL SiL, L SiL, Sil C Bulk Density (g/cc) 1,2 0,8 0,9 0,9 Kadar Air (Pf 2.54) Kadar Air (pf 4.2) Air Tersedia (%) Pori Total Permeabilitas (cm/jam) 26 (SC) 50 (SC) 18 (AC) 6 (S) Drainase Tanah Cepat Cepat Agak Cepat Sedang Struktur Glanuler Glanuler sedang sedang Glanuler sedang Glanuler sedang Kedalaman tanah (cm) > 90 > 90 ph 6,7 (n) 7,0 (n) 7,3(n) 8,1(ab) C-Organik (%) 1,29 (R) 1,27 (R) 0,62 (SR) 1,47 (SR) KTK (me/100g) 7,2 (R) 15,7 (R) 5,9 (R) 21,9 (S) KB (%) 96,6 (ST) 100 (ST) 98,9(ST) 100 (ST) N-Total (%) 0,08 (SR) 0,14 (R) 0,03 (SR) 0,04 (SR) P 2 O 5 (ppm) 2,8 (SR) 5,7 (R) 3,7 (SR) 11,9 (S) K-Tersedia (me/100g) 0,16 (SR) 0,23 (R) 0,15 (SR) 0,54 (R) Fe (ppm) 44,6 (R) 38,28 (R) 4,04 (SR) 9,12 (SR) Co (ppm) 0,79 (S) 0,77 (S) 0,04 (SR) 0,10 (SR) Ni (ppm) 10,63 (SR) 28,16 (R) 20,41 (R) 13,22 (SR) Suhu (ºC) Curah hujan (mm) Kemiringan (%)

4 55 Tabel 11, menunjukan lahan Pulau Gebe yang bergunung (A1), berbukit bergunung (A2), berombak bergelombang (A3), dan datar berombak (D) memiliki sifat fisik dan kimia tanah sebagai berikut: tekstur tanah pada lapisan top soil dominan lempung liat berdebu (sedang). Permeabilitas tanah yang ada di Pulau Gebe berada pada kategori sedang (S) hingga sangat cepat (SC). Kondisi permeabilitas ini berkaitan dengan struktur tanah yang didominasi oleh struktur granuler. Drainase tanah umumnya sedang hingga cepat. Kondisi kimia tanah di Pulau Gebe yang tergolong baik adalah ph tanah yang netral (N), dan kejenuhan basa yang sangat tinggi (ST). KTK tanah C-organik berada pada kelas rendah (R) hingga sangat rendah (SR). Hara tersedia N, P, dan K berada dalam kondisi rendah (R) hingga sangat rendah (R). Kemiringan atau kelerengan tanah (Tabel 11) di Pulau Gebe berada pada level datar berombak sebesar 54%, berombak bergelombang 27%, berbukit bergunung 11%, dan bergunung sebesar 8%. Umumnya tanah dengan kondisi datar berombak terletak pada kawasan pemukiman, berombak-bergelombang pada lokasi pertanian tanaman semusim, perkebunan, dan peternakan dan kegiatan jasa. Berbukit bergunung umumnya terdapat pada hutan lindung dan perkebunan. Luas kedalaman efektif tanah di Pulau Gebe (Tabel 12), meliputi tanah dalam 74%, agak dangkal seluas 12 %, dangkal 8%, dan sangat dangkal 6%. Tanah dangkal umumnya berada pada lokasi pemukiman, sedangkan tanah dalam dan agak dalam umumnya terdapat pada daerah pedalamaan bagi penggunaan perkebunan dan pertanian. Penyebaran tekstur tanah di Pulau Gebe (Tabel 13) berada pada klas halus sebesar ha atau 7%, klas sedang sebesar ha atau 14%, tekstur kasar seluas ha atau 18%, dan berbatu seluas ha atau 18%. Kondisi Drainase Pulau Gebe (Tabel 15), lahan yang baik dalam mengalirkan air yaitu seluas ha atau 78 %, dan yang terhambat ha atau 22% dari total lahan.

5 Iklim Tipe iklim di Pulau Gebe diklasifikasikan menurut sistem Schmid dan Ferguson (1975) dengan mengacu pada jumlah bulan kering (BK) dan jumlah bulan basah (BB) rata-rata. Bulan kering dalam sistem ini adalah bulan dimana curah hujan < 60 mm, dan bulan basah adalah bulan dimana hujan > 100 mm. berdasarkan kriteria tersebut, diperoleh rata-rata bulan kering sebesar 2,2 bulan dan bulan basah 8,8 bulan, dengan nilai Q (Q= rata-rata BK/BB x 100 %) sebesar 21, 59. Nilai Q hasil hitungan bila di sesuaikan dengan kriteria iklim Schmid dan Ferguson (1975), masuk dalam tipe iklim B atau tipe iklim basah. Dari segi curah hujan, wilayah Pulau Gebe mulai jatuh hujan pada bulan Oktober dan mencapai puncaknya pada bulan Mei. Curah hujan bulan terendah 55,90 mm terjadi pada bulan September dan tertinggi 250,90 mm di bulan Mei, dengan jumlah curah hujan tahunan sebesar 2009,4 mm per tahun. Temperatur udara umumnya berkisar antara 26 o 30 o C, dengan temperatur udara rata-rata sebesar 28,84 o C. Temperatur udara terendah 26,46 o C terjadi pada bulan Januari dan temperatur udara tertinggi 31,05 o C terjadi pada bulan Agustus. Tabel 12. Data rata-rata komponen iklim di Pulau Gebe selama 10 tahun pencatatan ( ) Bulan Curah hujan (mm) Hari hujan Suhu ( C) Kelembaban (%) Januari 238, ,46 84 Pebruari 176, ,92 85 Maret 173, ,26 83 April 176, ,06 86 Mei 250, ,89 85 Juni 146, ,13 84 Juli 110, ,62 83 Agustus 67,4 8 31,05 78 September 55,9 6 30,97 78 Oktober 179, ,69 81 November 185, ,84 87 Desember 249, ,17 87 Jumlah 2.009, Rata-rata Tahunan - 15,25 28,84 83,42 Hari hujan rata-rata tahunan di wilayah Pulau Gebe sebesar 15, 25 hari dengan hari hujan terendah 6 hari terjadi pada bulan September dan hari hujan tertinggi 25 hari terjadi pada bulan Desember. Kelembaban udara berkisar antara % dengan kelembaban udara rata-rata 83,42 % per tahun. Kelembaban

6 57 udara terendah terjadi pada bulan Maret dan Juli dengan tingkat kelembaban sebesar 83 % dan kelembaban udara tertinggi terjadi pada bulan November dan Desember dengan tingkat kelembaban sebesar 87 %. Pola pergerakan angin di Gebe mengikuti pola perubahan musim, antara bulan Desember hingga Pebruari angin Barat bertiup sangat kencang, sehingga keadaan laut sangat membahayakan. Khusus bagian Selatan dan Utara Pulau Gebe para nelayan tidak berani menangkap ikan di wilayah ini, karena gelombang laut yang terjadi sangat besar Tata Air Kondisi tata air di Pulau Gebe termasuk kategori rendah, karena Pulau Gebe merupakan pulau kecil yang banyak di dominasi batu-batu karang, di Pulau ini tidak terdapat sungai besar, dan gunung besar/tinggi. Air untuk kebutuhan penduduk di peroleh dari air sumur, dari sumber mata air di hutan, dan di Telaga Niwisyo. Hasil pengamatan dan pengukuran, luas genangan air Telaga ±13 hektar, pada saat musim kemarau ketinggian air rata-rata bisa mencapai kurang dari 2 meter, sedangkan pada saat hujan bisa mencapai lebih dari 2,4 meter. Untuk memenuhi kebutuhan karyawan, perusahaan membangun Bendungan penampung yang sumbernya dari Telaga Niwisyo Bencana Daerah rawan bencana di wilayah Kabupaten Halmahera Tengah yang dapat diidentifikasi terdiri atas daerah rawan gempa dan gerakan tektonik. Berdasarkan peta wilayah bencana gempa bumi Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Pulau Gebe termasuk dalam zona skala IV V MMI. Peta tersebut di atas disusun berdasarkan nilai intensitas tertinggi atau tingkat kerusakan terparah yang diakibatkan oleh terjadinya gempa bumi. Besarnya intensitas atau tingginya tingkat kerusakan akibat gempa bumi sangat tergantung pada beberapa faktor, diantaranya ialah jarak tempat tersebut terhadap sumber gempa bumi dan kondisi geologi setempat. Makin dekat suatu

7 58 tempat terhadap sumber gampa bumi, makin besar intensitas gempanya dan makin tinggi tingkat kerusakannya Kondisi Lahan Kelerengan tanah adalah perubahan ketinggian permukaan tanah/lahan satuan luas tertentu. Berdasarkan klasifikasi yang digunakan dalam zonasi agroekologi, kelerengan tanah di Pulau Gebe, seperti pada Tabel 13. Tabel 13. Klasifikasi kelerengan di Pulau Gebe No Lereng (% ) Fisiografi Luas (ha) % 1 > 40 Bergunung Berbukit bergunung Berombak bergelombang < 8 Datar berombak Jumlah Sumber : Peta zona agroekologi dan komoditas utama (2005) Tabel 13, menunjukan bahwa kondisi tanah di Pulau Gebe, berada pada level datar berombak sebesar 54%, berombak bergelombang sebesar 27%, berbukit bergunung sebesar 11%, dan bergunung sebesar 8%. Umumnya tanah dengan kondisi datar berombak terletak pada kawasan pemukiman, berombakbergelombang terletak pada lokasi pertanian tanaman semusim, perkebunan, dan peternakan dan kegiatan jasa. Berbukit bergunung umumnya terdapat pada hutan lindung dan perkebunan. Kedalaman efektif tanah adalah batas kemampuan akar menembus solum tanah (lapisan tanah) sampai bahan induk dimana tanaman masih tumbuh baik dan normal. Pada umumnya kedalaman efektif tanah bervariasi dari dangkal sampai dalam dan biasanya dipengaruhi oleh jenis dan sifat tanah yang bersangkutan. Berdasarkan kedalamannya klasifikasi tanah di Pulau Gebe dapat dilihat pada Tabel 14.

8 59 Tabel 14. Luas kedalaman efektif tanah di Pulau Gebe Kedalaman efektif Luas (Ha) Persentase (%) Sangat dangkal ( 0 30 cm ) Dangkal ( cm ) Agak Dangkal ( cm ) Dalam ( >90 cm ) Jumlah Sumber : RUTR Kabupaten Halmahera Tengah (2005) Tabel 14, menunjukan luas kedalaman efektif tanah di Pulau Gebe, meliputi tanah dalam seluas 7%, agak dangkal 12 %, dangkal 8%, dan sangat dangkal 6%. Tanah dangkal umumnya berada pada lokasi pemukiman yang terletak di pesisir pantai, sedangkan tanah dalam dan agak dalam umumnya terdapat pada daerah pedalamaan bagi penggunaan perkebunan dan pertanian. Tekstur berpengaruh langsung terhadap unsur hara, drainase, dan kepekaan terhadap erosi, dan juga terhadap pengelolaan tanah dan pertumbuhan tanaman terutama dalam hal mengatur kandungan udara dalam rongga tanah, persediaan dan kecepatan peresapan air. Tekstur tanah di Pulau Gebe lebih terinci dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Penyebaran tekstur tanah di Pulau Gebe (Ha) Penyebaran tekstrur Luas (ha) Persentase (%) Halus Sedang Kasar Berbatu Jumlah Sumber : RUTR Kabupaten Halmahera Tengah (2005) Tabel 15, menunjukan penyebaran tekstur tanah di Pulau Gebe berada pada klas halus sebesar ha atau 7%, klas sedang sebesar ha atau 14%, tekstur kasar seluas ha atau 18%, dan berbatu seluas ha atau 18%. Drainase menunjukkan lamanya atau seringnya tanah jenuh air atau kecepatan air menghilang dari permukaan tanah oleh aliran permukaan dan gerakan turun ke bawah. Dengan kata lain drainase dapat dikaitkan dengan ada

9 60 tidaknya genangan air yang terdapat dipermukaan tanah, seperti hujan, irigasi atau 3rawa monoton (tergenang sepanjang musim). Drainase menggambarkan tata udara dan tata air di dalam tanah. Dengan demikian drainase berkaitan erat dengan tekstur tanah, vegetasi penutup, pengelolaan tanah, intensitas hujan, dan bentukbentuk relief permukaan. Tabel 16. Luas desa berdasarkan kondisi Drainase di Pulau Gebe (Ha) Keadaan Drainase Desa Baik Terhambat Total Ha % Ha % Umera Mamin Kacepi Kapaleo Umiyal Sanafi Jumlah S3umber : RUTR Kabupaten Halmahera Tengah (2005) Tabel 16, berdasarkan kemampuan tanah dalam mengalirkan air, tanah tanah di Pulau Gebe dikelompokkan ke dalam dua kelas yaitu tanah yang baik dalam mengalirkan air dan tanah yang terhambat dalam mengalirkan air. Lahan yang baik dalam mengalirkan air seluas ha atau 78 %, dan yang terhambat ha atau 22% dari total lahan Penggunaan Lahan Prinsip penataan ruang dalam suatu wilayah pada dasarnya merupakan pengaturan terhadap pengunaan lahan yang ada di wilayah tersebut. Selain itu penggunaan lahan yang ada dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam penata guna lahan selanjutnya. Berdasarkan kondisi eksisting guna lahan di Pulau Gebe pada tahun 2004, sebagian besar pengunaan lahan di Pulau Gebe adalah berupa hutan belukar (rumput) dan hutan bakau. Kondisi ini seperti pada Tabel 17.

10 61 Tabel 17. Luas lahan per jenis penggunaan di Pulau Gebe No Keterangan Luas Area (Ha) Proporsi (%) 1 Areal Penggunaan Lain Hutan Hutan Bakau Perkantoran 16 0,1 5 Perkebunan dan Pertanian Pertambangan ,9 Jumlah Sumber : RUTR Kabupaten Halmahera Tengah (2005) Tabel 17, menunjukan lahan untuk penggunaan (pemukiman, usaha jasa, olah raga dan rekreasi) adalah seluas ha atau sama dengan 4,8 dari total lahan Pulau Gebe. Lahan untuk penggunaan hutan dan hutan bakau adalah masing-masing 61% dan 12% dari total lahan. Lahan penggunaan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian sebesar 15%, sedangkan untuk kegiatan penambangan sebesar 7% dari total lahan Pulau Gebe. Berdasarkan peruntukan hutan dalam Tata Guna Hutan Kesepakatan Propinsi Maluku Utara tahun 2003, luas jenis pemanfaatan hutan untuk Pulau Gebe terdiri dari : Hutan produksi yang dapat di konversi ha, hutan produksi tetap ha, hutan produksi terbatas ha, dan hutan lindung seluas ha. Kondisi penggunaan lahan di Pulau Gebe dapat dilihat pada peta penggunaan lahan seperti Gambar 5. Khusus lokasi penggunaan lahan untuk setiap sebaran komoditi perkebunan, pertanian, perikanan, tambang dan industri di Pulau Gebe dapat dilihat pada Gambar 6.

11 Gambar 5 : Peta penggunaan lahan di Pulau Gebe 62

12 Gambar 6. Peta lokasi sebaran komoditi di Pulau Gebe 63

13 Evaluasi Kesesuaian Lahan Pulau Gebe Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman cengkih, kopi, kelapa, kakao, padi gogo, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, dan pisang disajikan pada Tabel 18. Tanaman perkebunan memiliki kelas kesesuaian lahan yang sama yaitu kelas Cukup sesuai (S2), dan Sesuai marginal (S3). Kelas (S2) untuk kelapa, cengkih, kopi dan kakao, dipengaruhi oleh faktor media perakaran, retensi hara, hara tersedia, sedangkan di lereng dipengaruhi erosi ringan. Kelas (S3) dipengaruhi faktor pembatas erosi tanah, dan retensi tanah, sedangkan kelas tidak sesuai saat ini (N1) untuk tanaman Kakao disebabkan oleh erosi ringan. Tabel 18.Hasil evaluasi kesesuaian lahan tanaman perkebunan dan pertanian di Pulau Gebe Kelas Lokasi Jenis tanaman Sub kelas Pembatas Kesesuaian Cengkih S3.r,e media perakaran, erosi A2 S3 S3,f.n retensi hara, hara tersedia A3, D Kopi media perakaran, retensi hara, A3 S3 S3, r.f.n hara tersedia Kelapa retensi hara, erosi A2 S3,f.e retensi hara, hara tersedia A3 S3 S3,f.n media perakaran, retensi hara, D S3,r.f.n hara tersedia Kakao S3 S3,f.n.e retensi hara, hara tersedia, erosi D Padi Ubi jalar S3 S3 S3,m S3,f S3, f.m S3,f potensi mekanisasi retensi hara retensi hara, potensi mekanisasi retensi hara Ubi kayu S3, f.m retensi hara, potensi mekanisasi A3 S3 S3,f retensi hara D Kacang tanah S3 S3,m; S3,n potensi mekanisasi; hara tersedia A3; Pisang S3 Sumber : Data primer, 2005 A3 D A3 D S3, w.n Ketersediaan air, hara tersedia A3 Kelas (S3) tanaman (padi, ubi jalar, ubi kayu, kacang tanah, dan pisang) dipengaruh oleh pembatas retensi hara, hara tersedia, potensi mekanisasi, dan ketersediaan air, dan tingkat erosi ringan. Kesesuaian lahan potensial untuk tanaman perkebunan dan pertanian tersebut setelah dilakukan perbaikan dapat mencapai kelas sangat sesuai (S1) dari aktualnya S2, kelas (S2) dari aktual S3, dan kelas (S3) dari kelas N1. Kelas kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan dan pertanian yang dievaluasi di Pulau Gebe dapat dilihat pada Gambar 7.

14 '20" '25" '30" '35" PETA KESESUAIAN LAHAN PULAU GEBE Selat Jailolo 0 1'00" N1e S3,f.n 0 1'00" N N1e Kilometer Tg. Lagiau S3,f.n Kapaleo PULAU GEBE S3,f.n Umiyal S3,r.e S3,f.n Legenda Batas Desa Sungai 0 4'05" 0 9'10" Tg. Ubulle N1e N1e S3,f.n N1e S3,f.n PULAU FAU N1e S3,f.n S3,r.e S3,f.n S3,f.n Sanafi S3,r.e Tg. Ilalkalio Mamin S3,f.n Kacepi S3,r.e N1e S3,f.n Umera Tg. Tulikalio S3,f.n S3,r.e N1e 0 4'05" 0 9'10" Jalan Kelas Kode Kelas Pembatas Sub Sesuai Marginal (S3) Tidak Sesuai saat ini (N1) S3,f.n S3,r.e N1e media perakaran, erosi retensi hara, hara tersedia Erosi tanah berat TPL A3, D A2 Luas (Ha) A Persen (%) Total S3,f.n N1e N1e MALUKU UTARA PULAU GEBE 0 14'15" Tg. Ilingeljo 0 14'15" '20" '25" '30" '35" Gambar 7. m Peta kesesuaian lahan perkebunan dan pertanian

15 66

16 67 9. Potensi Pengembangan di Pulau Gebe a. Pertanian dan Perkebunan Mengacu pada hasil evaluasi kesesuaian lahan (Tabel 18) dan kondisi tanah (Tabel 11) di Pulau Gebe, lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian, adalah: padi gogo, ubi kayu, jagung, ubi jalar, kacang hijau dan kedelei dapat di tanam pada lahan (A3, dan D), sedangkan tipe lahan (A1) tidak cocok untuk padi gogo, ubi kayu, dan jagung. Lahan yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman kacang tanah yaitu (A2), lahan (A1 dan D) dapat digunakan jika telah dilakukan pengolahan. Tanaman hortikultura dapat ditanam pada lahan (A2, dan A3), tanaman pisang pada lahan (A3), dan lahan (A1 dan D) dapat dimanfaatkan untuk tanaman pisang apabila dilakukan pengelolaan. Untuk tanaman Jeruk dapat ditanam pada lahan (A2,dan A3), sedangkan lahan (A1 dan D) masih perlu pengolahan untuk dapat dimanfaatkan. Tanaman mangga tidak sesuai saat ini untuk semua tipe lahan yang diteliti terutama pada lahan bekas tambang. Tanaman perkebunan kakao dapat dikembangkan pada lahan tipe (A3, dan D), lahan tipe (A1, dan D) dapat digunakan untuk tanaman kakao bila telah dilakukan pengolahan untuk kesesuaian potensial. Kopi robusta dan karet sesuai marginal pada lahan (A3), dan tidak sesuai saat ini pada lahan (A1, dan D). Tanaman kelapa, sesuai marginal pada (A2, dan D), tidak sesuai saat ini pada lahan (A1), sedangkan tanaman tebu sebaran kelas sesuai marginal pada (A3, dan D) dan kelas tidak sesuai saat ini pada (A1, dan A2). Perkebunan dan pertanian di Pulau Gebe, pengembangannya menyatu dengan permukiman penduduk, sehingga dapat dilakukan usaha partisipasi dari swadaya atau spontanitas petani. Areal perkebunan ini apabila mengacu pada Tata Guna Hutan Kesepakatan maka arealnya ada yang termasuk hutan konversi, hutan produksi terbatas karena itu perlu direview kembali agar memenuhi kriteria penetapan kawasan lindung dan budidaya. Pengembangan perkebunan rakyat diarahkan ke wilayah perkebunan yang telah ada, yaitu melalui rehabilitasi, peremajaan, dan perluasan areal disekitar perkebunan yang telah ada.

17 68 Dilihat dari aspek ekonomi, komoditi tanaman perkebunan (kelapa, cengkih, kopi rebusta dan kakao) dan tanaman pertanian (padi gogo, jagung, ubi kayu, ubi jalar, pisang, kacang tanah, dan kacang hijau) bagi masyarakat Pulau Gebe sudah merupakan tanaman tradisional dan, secara turun temurun telah menjadi tanaman familiar bagi petani setempat untuk mengisi kebutuhan hidup. Namun, usaha-usaha yang dilakukan masyarakat Pulau Gebe terhadap pemanfaatan komoditi tersebut hanya berskala kecil. Kondisi ini, selain karena usaha perkebunan dan pertanian bersifat subsistem, juga karena luas lahan yang dimiliki petani sangat terbatas (rata-rata 1,0 ha sampai 1,5 ha) per kepala keluarga, sehingga usaha dalam skala besar yang membutuhkan lahan dengan luasan besar tidak terpenuhi, serta tidak adanya diversifikasi kegiatan perkebunan dan pertanian yang mampu dilakukan oleh petani. Dilihat dari aspek sosial kemasyarakatan, usaha sektor perkebunan dan pertanian tanaman pangan hanya berskala kecil dan kurang berkembang, karena prilaku masyarakat yang berprinsip konsumsi hidup sehari-harinya secara mudah dapat dipenuhi melalui ketersediaan sumberdaya alam yang berasal dari pohon sagu, kelapa dan hasil laut, yang dengan mudah dapat diperoleh. Prinsip hidup ini menyebabkan kurangnya motivasi untuk meningkatkan usaha perkebunan secara modern dan berskala besar. Seiring dengan itu, kualitas pendidikan masyarakat Pulau Gebe yang rata-rata berpendidikan Sekolah lanjutan Pertama dan Atas, sehingga tidak mampu memotivasi produktifitas kerja masyarakat. Ditinjau dari aspek kelembagaan, tidak tersedianya perkumpulan petani, seperti koperasi petani, jaringan pemasaran yang pendek, serta ketidakadaan kelembagaan modal dan keuangan di tingkat desa sehingga tidak ada faktor pendorong yang dapat memotivasi masyarakat (petani) untuk meningkatkan skala produksi melalui penggunaan alat produksi ekonomi yang lebih modern dengan nilai tambah yang besar. Faktor lain yang secara tidak langsung turut mempengaruhi motivasi bekerja, adanya kelembagaan tradisional, seperti ngase dalam pengelolaan hutan sagu yang menyebabkan masyarakat cendrung mengeksploitasi sagu dalam skala kecil. Kelembagaan Babari, secara gotongroyong, yang dalam perspektif ekonomi tidak produktif, karena individu tidak terlatih bekerja secara sendiri-sendiri. Dari aspek fasilitas lokal, aksesibilitas dari sentra produksi

18 69 ke pasar cukup baik walaupun permintaan lokal rendah, namun akses antar pulau relatif masih sangat rendah. b. Perikanan Pengembangan kawasan perikanan sasarannya adalah meningkatkan produksi dalam rangka memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan dan pembinaan sumber daya hayati perikanan. Strategi dalam meningkatan produksi perikanan adalah melalui upaya ekstensifikasi melalui perikanan tangkap. Dilihat dari aspek kualitas air (Tabel 19-24) di Pulau Gebe, hasil analisis kualitas air pada dua lokasi sampel pewakil Pulau Gebe (Telaga dan Bendungan) menunjukan bahwa seluruh parameter kualitas air di Pulau Gebe tidak mengalami penyimpangan secara signifikan dari standar baku mutu fisik maupun kimia perairan, penyimpangan yang terjadi pada parameter DO dan BOD relatif kecil. Kondisi kualitas fisik dan kimia air yang baik tersebut, sangat memungkinkan dapat dikemb3angkan budidaya perikanan darat di Pulau Gebe. Kualitas air di Dermaga dan Turap pantai, relatif telah terjadi penyimpangan pada beberapa parameter, namun penyimpangan tersebut tidak berpengaruh langsung tehadap biota laut yang ada di perairan Pulau Gebe. Perikanan tangkap di Pulau Gebe, memiliki potensi besar dan dalam jarak ± 3 mil dari garis pantai sudah bisa diperoleh ikan cakalang dan tuna. Dilihat dari aspek ekonomi, budidaya perikanan darat di Pulau Gebe tidak memberikan manfaat ekonomis, karena selain ketersediaan lahan yang terbatas, juga tidak ada permintaan (pasar) lokal terhadap perikanan darat. Hal ini, berhubungan dengan pola dan prilaku konsumsi masyarakat setempat yang lebih senang pada ikan laut dibanding ikan air tawar. Kondisi ini, memberikan kesempatan pada pengembangan perikanan tangkap di laut, karena selain prilaku penduduk sebagai masyarakat pesisir, juga potensi ikan di wilayah perairan Pulau Gebe sangat besar dengan potensi lestari sebesar ton yang dapat dimanfaatkan (maksimum sustainable yield, MSY ), ratarata jumlah ikan yang dapat diusahkan nelayan Pulau Gebe adalah sebesar ton per tahun atau 7% dari potensi yang dapat dimanfaatkan, dengan demikian masih ada 93% potensi sumberdaya ikan di perairan pulau Gebe yang belum dimanfaatkan.

19 70 Dilihat dari pendekatan sosial, pelaku perikanan dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan umumnya mengutamakan cara-cara konvensional yaitu berdasarkan pengamatan fenomena alam yang diperoleh secara turun temurun (tradisional), sementara kondisi sumberdaya alam dan sumberdaya ikan serta lingkungan laut sudah berubah secara alami maupun akibat intervensi manusia. Rendahnya kualitas`manusia di tingkat lokal sangat berpengaruh pada lemahnya penguasaan tekhnologi di bidang kelautan dan perikanan. Ditinjau dari aspek kelembagaan, adanya kebijakan pemerintah propinsi dan Kabupaten Halmahera Tengah yang menempatkan Pulau Gebe sebagai pelabuhan pendaratan ikan di kawasan Tengah dan Timur propinsi Maluku Utara, Kebijakan Departemen Perikanan dan Kelautan (DKP) tentang pengembangan Pulau Gebe, sebagai sentra produksi ikan di wilayah Halmahera bagian Tengah dan Timur, serta kebijakan oleh PT. ANTAM dalam pembangunan masyarakat pasca tambang nikel di Pulau Gebe, dengan melibatkan PT Menerina sebagai pelaksana operasional dalam hal jaringan pemasaran hasil tangkap nelayan. Tindak lanjut dari kebijakan tersebut, beberapa program aksi telah dilaksanakan, seperti: (1) Melalui PEM pesisir dan pulau-pulau kecil, Dinas Perikanan dan Kelautan propinsi Maluku Utara dan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Tengah, sejak tahun 2001 sampai 2005 memberikan bantuan ( sarana dan alat tangkap kepada masyarakat nelayan Pulau Gebe; (2) Pembebasan lahan oleh PEMDA propinsi untuk lokasi pelabuhan pendaratan ikan; (3) Tahun 2002 bantuan senilai Rp ,- dari Ditjen Pesisir dan Pulau Pulau Kecil untuk mendukung program PEM Pulau Gebe, serta Rp ,- untuk kegiatan pengembangan mata pencaharian alternatif; (4). Tahun 2002 dan 2003 telah dilakukan rehabilitasi hutan mangrove dan terumbu karang di kawasan pantai yang mengalami degradasi; (5) Memberikan pendidikan dan ketrampilan masyarakat lokal yang meliputi pembekalan manajemen usaha dan administrasi keuangan, ketrampilan menangkap ikan dengan menggunakan alat non tradisional, dan ketrampilan pembenihan ikan; (6) Pengadaan dua buah kapal oleh PT Minerina Adikara, dengan maksud menampung penjualan ikan nelayan Pulau Gebe untuk selanjutnya di ekspor.

20 71 c. Peternakan Pengembangan kawasan budidaya peternakan diarahkan pada daerah pedesaan. Sasaran pengembangan sektor peternakan adalah meningkatkan produksi dalam rangka peningkatan pendapatan, lowongan kerja dan peningkatan gizi masyarakat. Komoditas peternakan yang telah dikembangkan di Pulau Gebe, yaitu : sapi, kambing, dan unggas. Kondisi suhu dan kelembaban, merupakan dua faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan usaha ternak di suatu wilayah. Ternak jenis Ruminansia seperti sapi dapat dikembangkan di Pulau Gebe, karena suhu normal yang dibutuhkan jenis Ruminense yaitu antara 27 ºC hingga 30ºC yang cocok dengan kisaran suhu yang terdapat di Pulau Gebe. Ternak kambing sangat cocok dengan suhu yang terdapat di Pulau Gebe, yaitu suhu 30ºC. Untuk jenis unggas juga dapat dikembangkan di Pulau Gebe, karena suhu yang ada masih berkisar pada kesesuaian suhu unggas yakni 27ºC hingga 28ºC. Dari faktor kelembaban Pulau Gebe yang rata-rata 83%, jenis ruminanse (sapi), kambing dan unggas (ayam) cukup sesuai untuk dapat hidup. Dilihat dari faktor pakan ternak, Pulau Gebe memiliki potensi pengembangan ternak, karena lahan seluas 328 ha (2%) merupakan lahan peruntukan sektor peternakan, sedangkan ± 77% lahan pulau Gebe mengandung hijauan (hutan, dan perkebunan/pertanian). Dilihat dari aspek ekonomi, pengembangan agribisnis ternak pada kondisi Pulau Gebe sekarang tidak memberi profit maksimal karena lesunya pasar lokal. Lokasi agro industri hulu ternak umumnya sangat jauh sehingga (Jawa dan Sulawesi) sehingga dapat menghambat pengembangan sektor ini, serta memberi implikasi pada harga dasar jual komoditi ternak. Pengelolaan usaha ternak di Pulau Gebe masih bersifat tradisional dimana dilakukan secara individu dan tidak berkelompok. Jenis ternak yang diusahakan sangat terbatas pada: sapi, kambing dan ayam, pada skala kepemilikan yang sangat terbatas, sehingga produktifitas sangat rendah. Namun usaha agribisnis ternak akan dapat memberi pendapatan maksimal melalui pemanfaatan pasar antar pulau (ke PT ANTAM di Teluk Buli, ke Ternate `dan Tidore, atau ke kota/desa pesisir Pulau Papua). Dilihat dari aspek sosial, usaha sektor peternakan yang dilakukan masyarakat Pulau Gebe lebih bersifat tradisional dengan skala usaha kecil, karena tingkat pendidikan masyarakat yang rata-rata rendah sehingga tingkat ketrampilan usaha ternak juga masih

21 72 rendah. Jenis ternak yang diusahakan terbatas pada sapi, kambing dan ayam, karena faktor agama dan keyakinan masyarakat setempat yang menganut agama Islam, sehingga tidak membolehkan ternak babi di Pulau Gebe. Dari aspek kelembagaan, minimnya penyaluran dana kredit usaha ke agribisnis peternakan, sebagai faktor pendorong yang memotivasi petani ternak untuk meningkatkan skala produksi melalui penggunaan alat produksi yang lebih modern dengan nilai tambah yang besar, tidak tersedianya kelembagaan perkumpulan petani ternak, koperasi ternak, jaringan pemasaran yang pendek. Peraturan dan Kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Daerah di bidang agribisnis ternak masih minim, disebabkan banyaknya kerancuan yang terjadi pada pelaksanaan sistem otonomi daerah saat ini. Kurangnya tenaga penyuluh/pendamping untuk pengembangan usaha agribisnis ternak, serta kurangnya fasilitas/sarana bagi pengembangan agribisnis ternak terutama setelah pasca kerusuhan Potensi Sumber Daya Tambang Pulau Gebe memiliki potensi sumber daya tambang yang cukup besar, mampu memberikan sumbangan bagi pendapatan daerah dan masyarakat. Kandungan deposit nikel yang diusahakan PT ANTAM sejak tahun 1977 dengan total cadangan lebih dari 40 juta ton bijih nikel yang terdiri dari kadar rendah dan bijih nikel kadar tinggi berlokasi di Tanjung Uboelie Pulau Gebe tersebar di atas areal seluas ha yang dibagi ke dalam 16 blok dan beberapa puluh sub blok, kegiatan penambangannya telah berakhir pada tahun Selama melakukan produksi, jumlah yang dihasilkan tiap tahun terdiri dari 45% bijih nikel saprolit dan 55% bijih nikel limonit. Dari hasil produksi tersebut, 45% bijih nikel jenis Saprolit di pasok ke Pomala, sedangkan 55% di ekspor ke Jepang. Untuk jenis bijih nikel Limonit seluruh produksi di jual ke Australia. Kontribusi produksi nikel terhadap PDRB Kabupaten Halmahera Tengah, tahun 1999 sebesar 20 %, tahun 2000 dan 2001 sebesar 32 % (Anonim, 2001), sedangkan terhadap produksi nikel nasional rata-rata 79 % per tahun. Untuk tahun 1998 produksi nikel sebesar ton dari total

22 73 produksi nasional sebesar ton, tahun 1999 sebesar ton dari produksi nasional sebesar , dan pada tahun 2000 produksi sebesar ton dari ton produksi nasional. Perkembangan produksi nikel seperti pada Tabel 19. Tabel 19. Perkembangan produksi nikel Pulau Gebe, tahun No Tahun Limonit Saprolit Total Perkembangan (ton basah) (ton basah) (ton basah) (%) Sumber : PT ANTAM (2003) Tabel 19, menunjukan, produksi nikel tahun 1997 sebesar ton basah, yang terdiri dari ton basah limonit dan ton saprolit. Tahun 1998 produksi 3nikel meningkat sebesar 6%, karena naiknya permintaan pasar global. Tahun dan tahun 2000 produksi nikel menurun dibanding dua tahun sebelumnya, karena terjadi konflik komunal di Maluku Utara yang menyebabkan kegiatan produksi tidak teratur. Tahun 2001 produksi naik sebesar 28%, selanjutnya tahun 2002 dan 2003 produksi secara riel menurun. Hal ini berkaitan dengan habisnya cadangan bijih nikel di Tanjung Uboelie. Hasil eksplorasi di Pulau Gebe telah ditemukan kandungan bijih nikel kadar rendah di daerah Smingit bagian Selatan Pulau Gebe pada areal seluas 970 ha. Hasil temuan tersebut PT ANTAM merencanakan akan melangsungkan penambangan nikel dengan pertimbangan: (1) Memperpanjang umur unit penambangan nikel Gebe (UPNG) sambil menunggu masuknya investor sehingga perekonomian masyarakat Pulau Gebe tetap berjalan ; (2) Adanya peluang atas permintaan pasar; (3) Falsafah bisnis yang dianut oleh PT ANTAM yang lebih menekankan pada asas manfaat, dan bukan hanya pada keuntungan. Untuk melangsungkan kegiatan eksploitasi di daerah Smingit analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) rencana penambangan bijih nikel di Smingit telah dilaksanakan, namun kegiatannya belum dapat dilaksanakan hingga sekarang karena

23 74 kawasan tersebut berada pada kawasan hutan lindung, serta adanya pertimbangan mengenai hasil yang diterima dari operasi yang dilaksana-kan untuk menambang bijih nikel kadar rendah. Hasil estimasi dan forecasting, jika penambangan nikel Smingit dilaksanakan maka hasil yang diperoleh pada tingkat maksimal akan tercapai Break event point (BEP). Gambar 8. Timbunan nikel low grade Gambar 9. Timbunan nikel high grade Ekosistem Terumbu karang dan Mangrove 1. Terumbu karang Terumbu karang adalah salah satu media bagi biota laut yang mempunyai nilai ekonomi tinggi bagi kehidupan masyarakat yang bermukim di pesisir pantai. Demikian juga masyarakat Gebe, sebagai masyarakat pesisir yang hidup di Pulau kecil sangat bergantung kepada beberapa jenis ikan karang yang terdapat di gugus pulau-pulau kecil di Pulau Gebe. Dari hasil pengamatan di lima lokasi terumbu karang yang terdapat di Pulau Gebe (Kapaleo, desa Kacepi, dan desa Mamin) dan penuturan responden yang telah berusia di atas 60 tahun, kondisi terumbu karang yang diamati pada saat sekarang sangat jauh berbeda dibanding dengan kondisi di tahun 1980-an. Informasi yang diperoleh, pada tahun sebelum 1980-an di pesisir desa-desa tersebut, masyarakat banyak mendapatkan ikan karang, kerang-kerang hiasan di lokasi terumbu-terumbu karang itu,

24 75 namun sekarang tidak ada lagi ikan dan kerang yang bisa diperoleh masyarakat di lokasilokasi tersebut. Sesuai hasil pengamatan menunjukan terumbu karang yang terletak di bagian selatan berdekat-an dengan lokasi penambangan, telah tertutup dengan sedimen lumpur akibat terbawa erosi dari areal penambangan. Selain itu, kerusakan terumbu karang yang terdapat di bagian Utara Pulau Gebe, di desa Kapaleo, di desa Kacepi dan di desa Mamin, lebih disebabkan karena pengambilan karang yang dilakukan oleh penduduk untuk bahan bangunan, dan kerusakan yang diakibatkan oleh adanya kegiatan pengeboman ikan. 2. Hutan Mangrove Potensi hutan mangrove di Pulau Gebe tersebar mulai dari sepanjang pantai bagian Selatan kearah bagian Barat dan Utara Pulau Gebe, beberapa pulau kecil yang terdapat dalam wilayah kecamatan ini sangat banyak ditumbuhi mangrove. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitian jenis mangrove yang banyak terdapat di daerah ini adalah jenis Rhizopora apiculata, Rhizopora stylosa, dan Bruguera Sp. Kondisi areal mangrove di tanjung Oeboelie mangrove tidak lagi tumbuh subur karena tertimbun oleh sedimen lumpur yang terbawa erosi yang berasal dari areal penambangan dan lokasi penimbunan bahan galian yang mengandung nikel, sedangkan desa Kacepi, Mamin, dan Yam, musnahnya hutan mangrove karena masyarakat mengambil kayu sebagai bahan bakar dan bahan bangunan (Kepala desa Kacepi dan Mamin, 2003). Menurut penuturan beberapa penduduk yang telah berusia di atas 60 tahun ketika PT ANTAM belum mengeksploitasi nikel di Pulau Gebe hampir seluruh pantai Pulau Gebe tumbuh pohon bakau, dan hanya bagian-bagian tertentu yang dipakai sebagai tempat berlabuh perahu. Penduduk dapat menangkap udang dan kepiting di hutan bakau dalam jumlah yang banyak.

KONDISI EKONOMI DAN LINGKUNGAN PULAU GEBE, PASCA TAMBANG NIKEL (Abd. Wahab Hasyim)

KONDISI EKONOMI DAN LINGKUNGAN PULAU GEBE, PASCA TAMBANG NIKEL (Abd. Wahab Hasyim) KONDISI EKONOMI DAN LINGKUNGAN PULAU GEBE, PASCA TAMBANG NIKEL (Abd. Wahab Hasyim) Latar Belakang Prospek pertambangan energi dan mineral di Indonesia pada 20 tahun terakhir ini mengalami kemajuan pesat,

Lebih terperinci

EVALUASI PERUBAHAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN BEKAS PENAMBANGAN NIKEL DI PULAU GEBE

EVALUASI PERUBAHAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN BEKAS PENAMBANGAN NIKEL DI PULAU GEBE JRL Vol. 4 No.1 Hal 39-46 Jakarta, Januari 2008 ISSN : 2085-3866 EVALUASI PERUBAHAN KUALITAS TANAH PADA LAHAN BEKAS PENAMBANGAN NIKEL DI PULAU GEBE Mardi Wibowo Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara

GAMBARAN UMUM. Wilayah Sulawesi Tenggara GAMBARAN UMUM Wilayah Sulawesi Tenggara Letak dan Administrasi Wilayah Sulawesi Tenggara terdiri atas Jazirah dan kepulauan terletak antara 3 o - 6 o Lintang selatan dan 12 45' bujur timur, dengan total

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya LEMBAR KERJA SISWA KELOMPOK :. Nama Anggota / No. Abs 1. ALFINA ROSYIDA (01\8.6) 2.. 3. 4. 1. Diskusikan tabel berikut dengan anggota kelompok masing-masing! Petunjuk : a. Isilah kolom dibawah ini dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Sejarah Kabupaten Lampung Selatan Sejarah terbentuknya Kabupaten Lampung Selatan erat kaitannya dengan dasar pokok Undang-Undang Dasar 1945. Dalam Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk

KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi 3.2 Geologi dan Bahan Induk 11 KEADAAN UMUM 3.1 Lokasi, Administrasi, dan Transportasi Desa Lamajang terletak di Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat. Desa ini memiliki luas wilayah 1474 ha dengan batas desa

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian. Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis

3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN. Letak Geografis 3. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Penelitian dilakukan di dua kabupaten di Provinsi Jambi yaitu Kabupaten Batanghari dan Muaro Jambi. Fokus area penelitian adalah ekosistem transisi meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung memiliki kebutuhan yang cukup penting bagi kehidupan manusia dan merupakan komoditi tanaman pangan kedua setelah padi. Akhir-akhir ini tanaman jagung semakin meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi. wilayahnya. Iklim yang ada di Kecamatan Anak Tuha secara umum adalah iklim V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Eksisting Fisiografi Wilayah Studi Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah terdiri dari 12 desa dengan luas ± 161,64 km2 dengan kemiringan kurang dari 15% di setiap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara maritim, kurang lebih 70 persen wilayah Indonesia terdiri dari laut yang pantainya kaya akan berbagai jenis sumber daya hayati dan

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA

BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA BAB III KONDISI EKSISTING DKI JAKARTA Sejalan dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk kota Jakarta, hal ini berdampak langsung terhadap meningkatnya kebutuhan air bersih. Dengan meningkatnya permintaan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Kepulauan Meranti secara geografis terletak pada koordinat antara sekitar 0 42'30" - 1 28'0" LU dan 102 12'0" - 103 10'0" BT, dan terletak

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi 70 V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Kota Kendari dengan Ibukotanya Kendari yang sekaligus Ibukota Propinsi Sulawesi Tenggara, secara geografis terletak dibagian selatan garis katulistiwa

Lebih terperinci

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Bab 4 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Kabupaten Dompu secara geografis terletak di antara 117 o 42 dan 180 o 30 Bujur Timur dan 08 o 6 sampai 09 o 05 Lintang Selatan. Kabupaten Dompu

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27 Lintang Selatan dan 110º12'34 - 110º31'08 Bujur Timur. Di IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai lima Kabupaten dan satu Kotamadya, salah satu kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bantul. Secara geografis,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian di Pulau Jawa dihadapkan pada masalah konversi lahan untuk industri atau pemukiman dan masalah pasar bagi produk pertanian. Oleh karena itu, tantangan

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 37 IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang Kawasan Hutan Produksi Terusan Sialang merupakan kawasan hutan produksi yang telah ditetapkan sejak tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara geografis terletak pada 104 0 50 sampai 109 0 30 Bujur Timur dan 0 0 50 sampai 4 0 10 Lintang

Lebih terperinci

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR

KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR KAJIAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF MASYARAKAT NELAYAN KECAMATAN KAMPUNG LAUT KABUPATEN CILACAP TUGAS AKHIR Oleh: PROJO ARIEF BUDIMAN L2D 003 368 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang

I. PENDAHULUAN. bercocok tanam. Berdasarkan luas lahan dan keragaman agroekosistem, peluang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor penting bagi perekonomian Indonesia. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan luas areal lahan pertanian yang memadai untuk bercocok tanam.

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kadar Air Tanah Air merupakan salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh tanaman baik pohon maupun tanaman semusim untuk tumbuh, berkembang dan berproduksi. Air yang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Letak dan Ciri-ciri Lintasan Sepeda Gunung Letak lintasan sepeda gunung di HPGW disajikan dalam Gambar 5. Ciricirinya disajikan dalam Tabel 9. Tabel 9 Keadaan plot penelitian

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN Geografis dan Administratif Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru terbentuk di Provinsi Sulawesi Tengah berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan hubungan dengan kelingkungan (Versatappen, 1983 dalam Suwarno 2009). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Geomorfologi Geomorfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuklahan yang menyusun permukaan bumi, baik diatas maupun dibawah permukaan air laut dan menekankan pada asal mula

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet 57 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik Lahan Kesesuaian Tanaman Karet Sektor pekebunan dan pertanian menjadi salah satu pilihan mata pencarian masyarakat yang bermukim

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT

GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN LAMPUNG BARAT 4.1 Wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan Ibukota Liwa terbentuk pada tanggal 24 September 1991 berdasarkan Undang-undang Nomor 06 tahun 1991. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB II TINJAUAN UMUM BAB II TINJAUAN UMUM 2.1 Lokasi dan Kesampaian Daerah Lokasi CV. Jayabaya Batu Persada secara administratif terletak pada koordinat 106 O 0 51,73 BT dan -6 O 45 57,74 LS di Desa Sukatani Malingping Utara

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan

V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan 68 V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Provinsi Jawa Timur Jawa Timur merupakan penghasil gula terbesar di Indonesia berdasarkan tingkat produksi gula antar daerah. Selain itu Jawa Timur memiliki jumlah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah

2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas 2.2 Kondisi Fisik Geologi dan Tanah 2 KONDISI UMUM 2.1 Letak dan Luas Taman Nasional Manupeu Tanahdaru (TNMT) secara geografi terletak di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur pada 119º27-119º55 BT dan 09º29`-09º54` LS sedangkan secara administratif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besar

Lebih terperinci

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau

dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau dampak perubahan kemampuan lahan gambut di provinsi riau ABSTRAK Sejalan dengan peningkatan kebutuhan penduduk, maka kebutuhan akan perluasan lahan pertanian dan perkebunan juga meningkat. Lahan yang dulunya

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

Ekonomi Pertanian di Indonesia

Ekonomi Pertanian di Indonesia Ekonomi Pertanian di Indonesia 1. Ciri-Ciri Pertanian di Indonesia 2.Klasifikasi Pertanian Tujuan Instruksional Khusus : Mahasiswa dapat menjelaskan ciri-ciri pertanian di Indonesia serta klasifikasi atau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG

V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 57 V. EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PERTANIAN DI HULU DAS JENEBERANG 5.1. Pendahuluan Pemenuhan kebutuhan manusia untuk kehidupannya dapat dilakukan antara lain dengan memanfaatkan lahan untuk usaha pertanian.

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis berbentuk kepulauan dengan 17.500 pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, yang merupakan kawasan tempat tumbuh hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

KONDISI UMUM PERUSAHAAN

KONDISI UMUM PERUSAHAAN KONDISI UMUM PERUSAHAAN Sejarah Kebun PT. National Sago Prima dahulu merupakan salah satu bagian dari kelompok usaha Siak Raya Group dengan nama PT. National Timber and Forest Product yang didirikan pada

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Citra Digital Interpretasi dilakukan dengan pembuatan area contoh (training set) berdasarkan pengamatan visual terhadap karakteristik objek dari citra Landsat. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian di Wilayah Distrik Sorong Timur

BAB I PENDAHULUAN. pertanian di Wilayah Distrik Sorong Timur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tersedianya data dan informasi yang memberi gambaran akurat tentang potensi wilayah sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan bagi Pemerintah kalangan pertanian

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor II. TINJAUAN PUSTAKA Lahan merupakan sumberdaya alam strategis bagi pembangunan di sektor pertanian, kehutanan, perumahan, industri, pertambangan dan transportasi.di bidang pertanian, lahan merupakan sumberdaya

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI

BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI BAB 3 POTENSI DAN KONDISI LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Boyolali 3.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Boyolali merupakan salah satu dari 35 Kabupaten/Kota di Propinsi Jawa Tengah, terletak antara 110 22'

Lebih terperinci

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 36 BAB IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografi Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Ngawi secara geografis terletak pada koordinat 7º 21 7º 31 LS dan 110º 10 111º 40 BT. Batas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan

PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring. berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi dalam pengusahaan tanah-tanah miring berlereng adalah erosi. Untuk itu dalam usaha pemanfaatan lahan-lahan bertopografi miring diperlukan kajian yang

Lebih terperinci