SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015"

Transkripsi

1 E. Laut, Pesisir dan Pantai 2.8. Kondisi Laut, Pesisir dan Pantai di Provinsi DKI Jakarta Kondisi sebagian wilayah DKI Jakarta khususnya di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu yang termasuk kawasan lindung di wilayah perairan DKI Jakarta antara lain meliputi hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa dan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu. Penyebarannya meliputi pesisir Teluk Jakarta, seperti di Muara Angke, Angke Kapuk dan Kamal Muara dan yang berada di Kepulauan Seribu, seperti P. Rambut, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Dalam kaitan tersebut maka Menteri Kehutanan melalui Keputusan Nomor 162/Kpts-II/1995 telah menetapkan wilayah Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan luas Ha yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Departemen Kehutanan dan Perkebunan, tentang Zonasi Taman Nasional Kepulauan Seribu terdiri dari : a Zona Inti, diperuntukan bagi upaya pelestarian sumber genetik dan perlindungan proses ekologis. Zona ini merupakan daerah tertutup bagi segala bentuk eksploitasi, kegiatan pariwisata dan kegiatan lain, kecuali penelitian. Zona ini terdiri dari : Zona Inti I terletak pada koordinat 5 O 24 5 O 45 LS dan 106 O O 40 BT, luas 1.356,8 Ha yang meliputi P. Gosong Rengat dan perairannya yang diperuntukan bagi perlindungan penyu sisik (Eretmochelys imbricata). Zona Inti II terletak pada koordinat 5 O 27 5 O 29 LS dan 106 O O 28 BT, luas 2.440,94 Ha yang meliputi : P. Penjaliran Barat P. Peteloran Timur P. Penjaliran Timur Perairan Gosong Penjaliran P. Peteloran Barat Zona Inti III terletak pada koordinat 5 O O 29 LS dan 106 O O 33 BT, dengan luas 613,06 Ha yang meliputi perairan P. Kayu Angin Bira dan P. Belanda yang merupakan perlindungan ekosistem terumbu karang. b Zona Perlindungan, merupakan kesatuan dengan Zona Inti I dan II yang merupakan tempat mencari makan dan berkembang biak bagi penyu sisik. Di zona ini tidak diperkenankan segala bentuk eksploitasi dan kegiatan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem, kecuali

2 kegiatan observasi, penelitian dan pendidikan. Zona ini terletak pada koordinat 5 O 26 5 O LS dan 106 O O 37 BT dan 5 O O LS dan 106 O O 33 BT, dengan luas ,11 Ha yang meliputi pulau dan perairan di sekitar : P. Jagung P. Karang Buton P. Karang Mayang P. Nyamplung P. Renggit P. Sebaru Besar P. Sebaru Kecil P. Lipan P. Kapas P. Bundar P. Hantu Barat P. Hantu Timur P. Yu Barat P. Yu Timur P. Satu P. Kelor Barat P. Kelor Timur c Zona Pemanfaatan Intensif, merupakan wilayah yang diperkenankan untuk kegiatan rekreasi alam. Sebagian besar pulau-pulau di kawasan ini telah dibangun sebagai kawasan permukiman dan pariwisata bahari. Zona ini terletak pada koordinat 5 O O LS dan 106 O O 37 BT dan 5 O O LS dan 106 O O 37 BT, dengan luas ± ,84 Ha yang meliputi: P. Gosong Laga P. Semut Besar P. Semut Kecil P. Gosong Sepa P. Sepa Barat P. Sepa Timur P. Cina P. Jukung P. Melinjo P. Melintang Barat P. Melintang Timur P. K. Angin Melintang P. Perak P. Petondan Barat P. Petondan Timur P. Panjang Besar P. Panjang Kecil P. K. Angin Barat P. Putri Barat P. Putri Timur P. Putri Gundul P. Tongkeng P. Macan Besar P. Macan Kecil P. Bira Besar P. Bira kecil P. Genteng Besar P. Genteng Kecil P. K. Angin Genteng d Zona Penyangga, diperuntukan mendukung aktifitas sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat serta perikanan tangkap tradisional. Zona ini berfungsi menyaring dampak negatif kegiatan budidaya di dalam maupun luar kawasan. Sebagian besar penduduk Kepulauan Seribu bermukim di zona ini. Aktifitas penangkapan ikan diperkenankan dengan alat tradisional, seperti pancing bubu. Zona ini terletak pada koordinat 5 O 24 5 O 42 LS dan 106 O O 40 BT dengan luas ± ,26 Ha meliputi: P. Dua Barat P. Dua Timur P. Karang Baka P. Bulat P. Harapan P. Kaliange Besar P. Kaliange Kecil P. Karang Bongkok P. Karang Pandan P. Semak Daun P. Karya P. Panggang

3 P. Pemagaran P. Rakit Tiang P. Kelapa P. Kotok Besar P. Kotok Kecil P. Karang Congkak P. Pramuka Luas Tutupan Terumbu Karang Terumbu Karang Pulau Air Kepulauan Seribu Terumbu karang terdiri dari endapan kalsium karbonat (CaCO3) hewan karang, alga berkapur dan beberapa Organisme lain. Sebagai suatu ekosistem, terumbu karang memiliki produktivitas yang tinggi dan merupakan habitat dengan biota yang beraneka ragam. Terumbu karang berfungsi sebagai tempat tinggal, penyedia makanan, tempat berlindung dan sebagai tempat asuhan biota laut. Di samping itu secara fisik berfungsi melindungi pantai dari abrasi, gelombang dan sebagai stabilisator perubahan morfologi garis pantai. Pada Tahun 2010 luas tutupan terumbu karang di wilayah DKI Jakarta mencapai 1.067,88 Ha dan kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi baik hingga sedang, pada Tahun 2012 luasan terumbu karang mencapai ,19 Ha kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi sedang, pada Tahun 2014 luasan terumbu karang di Provinsi DKI Jakarta sama dengan Tahun 2015 yaitu mencapai ,75 Ha dengan kondisi terumbu karang di Kepulauan Seribu pada umumnya dapat dikategorikan dalam kondisi sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel SD-19 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun Persentase penutupan karang hidup hanya berkisar antara 0 28,14 persen. Hal ini menunjukkan dominasi tutupan unsur-unsur abiotik seperti pasir, pecahan karang, serta karang mati telah melampaui 50 persen. Kerusakan terumbu karang sebagian diakibatkan oleh penambangan karang batu untuk bahan bangunan serta penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak dan bahan kimia. Pengamatan yang dilakukan selama kurun waktu 22 tahun mencatat jenis terumbu karang yang terdapat di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta mencakup 68 genera dan subgenera dengan 134 spesies. Pengamatan yang dilakukan terakhir dapat memperjelas kondisi terumbu karang di kawasan

4 Kepulauan Seribu. Terumbu karang yang teramati berada dalam kondisi baik sebesar 50 persen dan sedang sebesar 50 persen. Kondisi kehidupan karang yang berada dalam kategori baik hanya terdapat di beberapa lokasi seperti P. Kayu Angin Bira dan P. Melintang. Hasil studi distribusi dan kelimpahan ikan karang di 22 pulau di Kepulauan Seribu dan Teluk Jakarta yang dilakukan pada Tahun 1995 (Suharsono dkk, 1995) menyebutkan bahwa terdapat 166 spesies ikan dalam 36 famili, dari 22 pulau wilayah studi penelitian ini. Famili ikan karang yang mendominasi dari mayor spesies didominasi oleh Pomacentridae dan Labridae yang ditemukan di seluruh lokasi penelitian. Spesies indikator (Chaetodontidae) yang mendominasi dan tersebar luas adalah Chaetodon octafasciatus, diikuti oleh Chaetodon trifasciatus dan Heniochus accuminatus. Spesies target yang ditemukan sebanyak 36 jenis dalam 8 famili, dimana 13 jenis tergolong sebagai komoditi penting, yaitu satu spesies dari Kyposidae, 4 spesies dari Caesionidae, 2 spesies dari Lutjanidae, satu spesies dari Siganidae dan 5 spesies dari Serranidae. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif antara kelimpahan ikan karang dengan penutupan karang hidup. Kesimpulan lain adalah adanya hubungan positif antara kelimpahan ikan karang dengan jarak dari daratan utama, dimana semakin jauh jarak dari daratan utama, semakin tinggi kelimpahan jenis ikan karang Luas dan Kerusakan Padang Lamun Padang Lamun di Pulau Panggang Kepulauan Seribu Padang lamun adalah ekosistem khas laut dangkal diperairan dangkal dengan dasar pasir dan didominasi tumbuhan lamun, sekelompok tumbuhan anggota bangsa Alis Matales yang beradaptasi di air asin. Kawasan Kepulauan Seribu umumnya ditumbuhi oleh Thallasia, Syrongodium, Thalosodendrum dan Chimodecea, sedang P. Panggang, P. Karya dan P. Pramuka didominasi oleh Thallasia, selain berbagai algae seperti Halimeda, Sargassum, Caulerpa, Padina, Turbinaria dan Euchema.Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kepada Masyarakat ITB, 2008 bahwa kumpulan padang lamun terbanyak di Kepulauan Seribu terdapat di Utara Pulau Pari yang mempunyai

5 tekstur Pasir 94,63 persen, Debu 1,84 persen dan Liat sebesar 3,54 persen serta selatan pulau Pari yang mempunyai tekstur Pasir 96,65 persen, Debu 3,04 persen dan Liat sebesar 0,31 persen, dari hasil penelitian juga disebutkan bahwa luasan padang lamun di pulau tersebut pada Tahun 1999 adalah sebesar 2.812,50 Ha, pada Tahun 2004 luasan menjadi 2.134,20 Ha, dan pada Tahun 2014 dan pada Tahun 2015 luasan padang lamun masih tidak berubah yaitu seluas ,78 Ha, apabila dibandingakan dengan Tahun 2004 terjadi peningkatan sebesar ,58 Ha dalam kurun waktu 11 tahun, lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel SD-20 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun Luas dan Kerapatan Tutupan Mangrove Padang Mangrove Pesisir Teluk Jakarta Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti tanah, Oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara fisik, vegetasi mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi, menahan angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai perangkap zat pencemar dan limbah. Secara biologis, vegetasi mangrove berfungsi sebagai daerah asuhan post larva (yuwana), tempat bertelur, tempat memijah dan tempat mencari makan bagi ikan dan udang. Selain itu, berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil dan jenis-jenis insekta; serta sebagai penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai makanan pada ekosistem perairan. Ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapa di daerah hutan wisata Kamal, suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, kemayoran dan sekitar Cilincing Marunda (Dinas Kehutanan DKI Jakarta, 1996). Sedang di Kepulauan Seribu, ekosistem ini terbentuk di P. Rambut, P. Bokor, P. Untung Jawa, P. Lancang, P. Lancang Besar, P. Peteloran Barat, P. Penjaliran Barat dan P. Penjaliran Timur. Pengamatan yang dilakukan pada Tahun 1999 menunjukan ekosistem mangrove di pesisir Jakarta dijumpai penampilan tumbuhan mangrove yang cukup berarti di kawasan bagian Barat, kecuali sekitar Cilincing dan Marunda intensitas kehadiran tumbuhan mangrove relatif rendah.

6 Vegetasi yang tumbuh di kawasan hutan lindung Angke Kapuk, suaka margasatwa Muara Angke dan hutan wisata Kamal relatif homogen, di dominasi oleh api-api (Avicennia sp), sedangkan bakau (Rhizopora sp) hanya tumbuh di beberapa area yang sempit sehingga tumbuhan tersebut tampak sporadis. Jenis vegetasi yang ada adalah Avicennia marina, A. officinalis, A.alba, Delonix regia, Sonneratia caseolaris dan Thespesia polpulne pada tingkat pohon; sedangkan Rhizopora mucronata dan Excoecaria agallocha pada tingkat tiang. Pada tingkat sapihan yang menonjol adalah Avicennia marina, A. officinals, A. alba, Rhizopora mucronata, Acasia auriculiformis dan Delonix regia. Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta didominasi oleh burung pantai yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat di cagar alam P. Rambut dimana kawasan tersebut merupakan habitat berbagai jenis burung, khususnya sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari makan. Jenis burung yang terdapat pada ekosistem mangrove mangrove adalah Pecuk ular (Anhinga melanogaster), Kowak maling (Nycticorax nycticorak), Kuntul putih (Egretta sp), Kuntul kerbau (Bubulcus ibis), Cangak abu (Ardea cinerca), Blekok (Ardeola speciosa), Belibis (Anas gibberrifrons), Cekakak (Halycon chloris), Pecuk (Phalacrocorax sp) dan Luwak (Mycteria cineria). Satwa lain selain burung adalah Biawak (Varanus salvator), Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beberapa jenis ular. Luas dan kerapatan tutupan mangrove di DKI Jakarta pada Tahun 2014 sebanyak Ha dan kerapatannya adalah Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo persentase tutupannya adalah 71,00 apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 adalah sebesar 60,00 persen, Hutan Lindung Angke Kapuk persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah sebesar 75,00 apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 sebesar 70,00 persen, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke pada Tahun 2015 persentase tutupannya adalah sebesar 68,00 persen apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 sebesar 65,00 persen, Kebun Bibit Angke Kapuk persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah sebesar 51,00 persen apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 sebesar 40,00 persen, Cagar Alam Pulau Bokor persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah sebesar 83,00 persen apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 adalah sebesar 80,00 persen, Suaka Margasatwa Pulau Rambut persentase tutupannya pada Tahun 2015 adalah sebesar 78,00 persen apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 sebesar 75,00 persen, sedangkan luas tutupan sedangkan luas tutupan mangrove pada Tahun 2014 adalah sebesar 376,02 Ha yang tersebar di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu antara lain Kawasan Ekowisata Mangrove Tol Sedyatmo dengan persentase tutupan 71,00 persen, Hutan Lindung Angke Kapuk persentase tutupan sebesar 75,00 persen, Kawasan Taman Suaka Margasatwa Muara Angke persentase tutupan sebesar 68,00 persen, Kebun Bibit Angke Kapuk, Cagar Alam Pulau Bokor persentase tutupan sebesar 51,00 persen, Suaka Margasatwa Pulau Rambut persentase tutupan sebesar 78,00 persen, Pulau Penjaliran Timur persentase tutupan sebesar 75,00

7 persen dan Pulau Penjaliran Barat persentase tutupan sebesar 70,00 persen untuk lebih jelasnya tentang masing-masing luasan dan persentase tutupan serta kerapatannya hutan mangrove di DKI Jakarta. Untuk lebih jelasnya tentang data luas serta kerapatan tutupan mangrove dapat dilihat pada Tabel SD-21 Data SLHD Provionsi DKI Jakarta Tahun Dari hasil data tersebut diatas terlihat bahwa telah terjadi perubahan yang siknifikan apabila dibandingkan dengan Tahun 2010 tetapi upaya dalam melestarikan dan meningkatkan hutan Mangrove di wilayah Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu terus ditingkatkan diantaranya pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan penanaman dan perawatan juga adanya peran serta masyarakat baik individu, kelompok maupun perusahaan dalam melindungi dan terus melestarikan hutan Mangrove terus meningkat, hal ini dapat dilihat pada Tabel UP-2A (T) Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 tentang Para Pihak/Instansi yang Ikut Serta dalam Penanaman Pohon Penghijauan/Reboisasi di DKI Jakarta. Dalam rangka mengatasi kerusakan hutan Mangrove di Provinsi DKI Jakarta, maka pada Tahun 2015 langkah yang dilakukan Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta diantaranya : 1. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan rehabilitasi Hutan Mangrove di Kawasan Hutan Angke Kapuk Jakarta Utara, melakukan pembangunan dan penyempurnaan Ekowisata Mangrove dan penyusunan Master Plant Arboretum Mangrove. 2. Menggiatkan komunitas peduli Mangrove diantaranya Kemangteer Mangrove Jakarta yang telah rutin melakukan penanaman mangrove secara rutin di Pantai Indah Kapuk sampai Kepulauan Seribu Kualitas Air Laut Dengan kepadatan penduduk DKI Jakarta pada Tahun 2015 yang rata-rata mencapai ,90 Jiwa/Km 2 (Tabel DE-1 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015) dan jumlah penduduk di wilayah pesisir dan laut sebesar : (Tabel DE-3 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015). Penyebab lain adanya urbanisasi dan bertambahnya penduduk akibat angka kelahiran, serta banyaknya jumlah rumah tangga miskin yang mencapai KK dari seluruh Rumah Tangga di DKI Jakarta yang mencapai KK (Tabel SE-1, Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015), serta permukiman yang masuk kategori kumuh sebanyak KK dan yang menempati bantaran sungai sebanyak KK {Tabel SE-1B (T), Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015}, serta beban pencemaran dari industri skala menengah dan besar di wilayah DKI Jakarta yang menghasilkan limbah BOD ,18 Ton/Tahun, COD 1.673,14 Ton/Tahun, TSS Ton/Tahun dan lainnya 212,35 Ton/Tahun (Tabel SP-1 Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015) dan jumlah industri skala menengah dan besar sebanyak industri {Tabel SP-1B (T) Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015} serta jumlah industri skala kecil yang mencapai industri {Tabel SP-1D (T) Data SLHD

8 Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015}, maka Teluk Jakarta yang merupakan muara dari 13 sungai besar di Jakarta mulai dari muara Sungai Cisadane di bagian barat sampai muara Sungai Citarum di bagian timur menjadikan tempat pembuangan akhir limbah cair yang berasal dari berbagai tempat usaha dan permukiman. Keterangan : Dalam kaitan tersebut maka BPLHD Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2015 secara rutin telah melakukan pemantauan kualitas perairan di Teluk Jakarta sebagai informasi untuk semua pihak tentang pentingnya penanganan teluk sebagai upaya bersama dalam mengurangi pencemaran di wilayah DKI Jakarta. Identifikasi ini bertujuan untuk mengetahui kondisi pencemaran wilayah perairan di teluk Jakarta agar dapat dilakukanya mitigasi pencemaran perairan berkepanjangan. Dengan adanya kegiatan ini diharapkan kualitas perairan di Teluk Jakarta dapat terpantau dimana informasi yang diperoleh dapat digunakan sebagai landasan langkah-langkah pencegahan pencemaran dan penanggulangan pencemaran perairan di Teluk Jakarta.

9 Nilai ph SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 Pemantauan kualitas teluk di Provinsi DKI Jakarta pada Tahun 2015 dilakukan pada 45 titik di perairan dan muara teluk Jakarta, dimana terdiri dari 23 titik muara dan 22 titik air laut. Sampel yang di uji berasal dari muara dan laut lepas dengan dua jenis sampel masing-masing berupa sampel air laut dan sedimen laut. Lokasi pemantauan teluk diatas, dapat dilihat peta lokasi dari google earth seperti pada Gambar pada lampiran Buku Data SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun Pemantauan kualitas teluk dan muara untuk sampel air meliputi parameter ph, TSS (Total Suspended Solid), BOD (Biochemical Oxygen Demand), Nitrat, dan Coliform total, sedangkan untuk sampel sedimen parameter yang diukur adalah indeks keragaman, indeks dominasi, serta jumlah jenis biota sedimen didalamnya (bentos, echinodermata, crustaceae, dan bivalvia). Tentang gambaran hasil pemantauan Teluk Jakarta dapat dilihat pada narasi dibawah ini : Parameter ph GRAFIK : II.117. PARAMETER PH AIR LAUT A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6 Titik Sampel Ph Baku Mutu Baku Mutu Kualitas air laut berdasarkan parameter ph memiliki hasil yang bervariasi. Nilai ph normal berkisar diantara 6,5-8,5. Nilai ph pada hasil pengukuran tertinggi terdapat pada titik C3 dengan nilai sebesar 8,45 sedangkan titik dengan nilai ph terendah terdapat pada titik A4 dengan nilai sebesar 7,95.

10 m/gl m/gl SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun Parameter TSS GRAFIK : II.118. PARAMETER TSS AIR LAUT A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6 Titik Sampel TSS Baku Mutu Kualitas air laut berdasarkan parameter TSS memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel memenuhi baku mutu dengan nilai 80 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada titik B5 dengan konsentrasi TSS sebesar 37 mg/l sedangkan konsentrasi terendah terdapat pada titik A4 dengan konsentrasi TSS sebesar 7 mg/l Parameter BOD GRAFIK : II.119. PARAMETER BOD AIR LAUT A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6 Titik Sampel BOD 5 Baku Mutu

11 Kualitas air laut berdasarkan parameter BOD memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel memenuhi baku mutu dengan nilai dibawah 20mg/L. Nilai tertinggi terdapat pada titik pantau D5 yaitu sebesar 5 mg/l sedangkan konsentrasi terendah memiliki konsentrasi kurang dari 2 mg/l pada titik selain titik C6, D5, dan D Parameter Nitrat GRAFIK : II.120. PARAMETER NITRAT AIR LAUT m/gl 0,09 0,08 0,07 0,06 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6 Titik Sampel Nitrate, NO3-N Baku Mutu Kualitas air laut berdasarkan parameter Nitrat memiliki hasil yang bervariasi. Beberapa sampel melampaui baku mutu yaitu sebesar 0,008 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada titik C2 dengan nilai sebesar 0,385 mg/l sedangkan beberapa titik memiliki nilai Nitrat kurang dari 0,005 yaitu pada lokasi B4, A4,.A2, A1, B3, dan C3.

12 Parameter Coliform Total GRAFIK : II.121. PARAMETER COLIFORM TOTAL AIR LAUT MPN/100ml A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 D6 Titik Sampel Total Colifrom Baku Mutu Kualitas air laut berdasarkan sampel total bakteri koli memiliki hasil yang cukup baik. Ada beberapa titik yang tidak terukur jumlah bakterinya, diantaranya adalah titik C6, D6, C4, C5, B5, B5, A5, A6, A7, B7, B6, B2, A1, A4, dan B4. Nilai tertinggi total coliform terdapat pada titik C2 yaitu sebesar 41 bakteri per 100mL sedangkan nilai terendah terdapat pada titik D5 yaitu sebesar 2 per 100 ml. Baku mutu untuk total coliform adalah sebesar 1000 bakteri per 100 ml.

13 Axis Title Axis Title SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun Pemantauan Kualitas Sedimen Laut Jenis Biota GRAFIK : II.122. JENIS BIOTA SEDIMEN LAUT 8 6 Total Taxa (s) A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 Titik Sampel Total Taxa (s) Jenis biota yang terdapat dalam sedimen laut bervariasi antara 1-10 jenis per titik. Titik tertinggi dengan jenis biota terbanyak adalah titik C2. Titik D6, D5, dan C3 tidak terdapat data mengenai jumlah biota Indeks Keanekaragaman GRAFIK : II.123. INDEKS KEANEKARAGAMAN SEDIMEN LAUT Diversity Index 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 Titik Sampel Diversity Index

14 Axis Title SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015 Indeks keanekaragaman sedimen laut bervariasi antara 0-2,52 dengan indeks tertinggi terletak pada titik B7. Indeks Keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati biota yang diteliti. Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon & Wiener. Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997) Indeks Dominasi GRAFIK : II.124. INDEKS DOMINASI SEDIMEN LAUT Dominance Index 1,20 1,00 0,80 0,60 0,40 0,20 0,00 A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 C2 C3 C4 C5 C6 D4 D5 Titik Sampel Dominance Index Indeks dominasi memiliki nilai diantara 0-1 dengan nilai maksimal yaitu sebesar 1 terletak pada titik C5. Indeks dominasi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis biota yang mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988).

15 Pemantauan Kualitas Air Muara Parameter ph GRAFIK : II.125. PARAMETER PH AIR MUARA Kualitas air muara berdasarkan parameter ph memiliki hasil yang bervariasi. Hanya ada satu sampel yang menyimpang dari baku mutu, yaitu sampel Cakung Pasang dengan nilai ph 8,51, menyimpang sedikit dari range baku mutu ph yang berkisar dari 6,5-8,50 sedangkan nilai ph terendah terdapat pada Muara Angke Pasang yaitu sebesar 7, Parameter TSS GRAFIK : II.126. PARAMETER TSS AIR MUARA

16 Kualitas air muara berdasarkan parameter TSS memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel memenuhi baku mutu dengan nilai 80 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada titik pantau Cakung saat pasang dengan konsentrasi TSS sebesar 51 mg/l sedangkan konsentrasi terendah terdapat pada titik Ancol saat pasang dan teluk Jakarta dengan konsentrasi TSS sebesar 4 mg/l Parameter BOD GRAFIK : II.127. PARAMETER BOD AIR MUARA Kualitas air muara berdasarkan parameter BOD memiliki hasil yang cukup baik. Seluruh sampel memenuhi baku mutu dengan nilai dibawah 20 mg/l. Nilai tertinggi terdapat pada titik pantau Rumah Pompa Pluit Surut yaitu sebesar 8 mg/l sedangkan konsentrasi terendah memiliki konsentrasi kurang dari 2 mg/l yaitu pada titik Muuuara Kamal Surut, Rumah Pompa Puit Pasang, Teluk Jakarta, serta Gembong Surut.

17 Parameter Nitrat GRAFIK : II.128. PARAMETER NITRAT AIR MUARA Kualitas air muara berdasarkan parameter Nitrat memiliki hasil yang bervariasi. Beberapa sampel melampaui baku mutu yaitu sebesar 0,008 mg/l. Nilai konsentrasi tertinggi terdapat pada Cengkareng drain saat surut dengan nilai sebesar 0,385 mg/l sedangkan beberapa titik memiliki nilai Nitrat kurang dari 0,005 yaitu pada lokasi Marunda Surut, Teluk Jakarta, Rumah Pompa Pluit Pasang, Muara Karang Pasang, Muara Angke Pasang, Cengkareng Drain Pasang, serta Muara Kamal Pasang Parameter Coliform Total GRAFIK : II.129. PARAMETER COLIFORM TOTAL

18 Kualitas air muara berdasarkan sampel total bakteri koli memiliki hasil yang bervariasi. Ada beberapa titik yang tidak terukur jumlah bakterinya, diantaranya adalah lokasi Ancol Surut, Muara Karang Surut, Rumah Pompa Pluit Surut, Muala Kamal Pasang, Muara Karang Pasang, Rumah Pompa Pluit Pasang, Teluk Jakarta, Gembong Surut, Marunda Pasang, Cakung Pasang, serta Ancol Pasang. Nilai tertinggi total coliform terdapat pada sunter pasang yaitu sebesar >1600 bakteri per 100mL sedangkan nilai terendah terdapat pada gembong pasang yaitu sebesar 2 per 100 ml. Baku mutu untuk total coliform adalah sebesar 1000 bakteri per 100mL Pemantauan Kualitas Sedimen Muara Jenis Biota GRAFIK : II.130. JENIS BIOTA SEDIMEN MUARA Jenis biota yang terdapat dalam sedimen muara bervariasi antara 1-6 jenis per titik. Titik tertinggi dengan jenis biota terbanyak adalah titik Cengkareng Drain Pasang, sedangkan ada titik yang tidak terdapat biota, diantaranya adalah Sunter Pasang, Marunda Pasang, serta Rumah Pompa Pluit Surut Indeks Keanekaragaman GRAFIK : II.131. INDEKS KEANEKARAGAMAN SEDIMEN MUARA

19 Indeks keankaragaman sedimen muara bernilai dari 0-1,93. Titik dengan keanekaragaman tertinggi adalah pada titik Muara Angke Pasang. Indeks Keanekaragaman digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati biota yang diteliti. Pada prinsipnya, nilai indeks makin tinggi, berarti komunitas diperairan itu makin beragam dan tidak didominasi oleh satu atau lebih dari takson yang ada. Umumnya, jenis perhitungan Indeks Keanekaragaman untuk plankton digunakan rumus Simpson, dan untuk benthos adalah rumus Shannon & Wiener. Faktor utama yang mempengaruhi jumlah organisme, keragaman jenis dan dominansi antara lain adanya perusakan habitat alami seperti pengkonversian lahan, pecemaran kimia dan organik, serta perubahan iklim (Widodo, 1997) Indeks Dominasi GRAFIK : II.132. INDEKS DOMINASI SEDIMEN MUARA Indeks dominansi berkisar diantara 0,31-1 dengan nilai indeks dominansi tertinggi berada pada titik muara Karang Surut. Indeks dominansi digunakan untuk memperoleh informasi mengenai jenis biota yang mendominasi pada suatu komunitas pada tiap habitat indeks dominansi yang dikemukakan oleh Simpson yaitu (Ludwig dan Reynold, 1988). Dari identifikasi kualitas air muara dan air laut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kualitas muara berdasarkan parameter biologi, yaitu total coliform berkisar diantara bakteri per 100 ml. 2. Kualitas muara berdasarkan parameter fisik, yaitu ph dan TSS berkisar antara 7,84-8,51 untuk ph dan berkisar antara 4-51 mg/l untuk TSS. 3. Kualitas muara berdasarkan parameter kimia, yaitu nitrat dan BOD memiliki nilai berkisar antara 0,005-0,385 mg/l untuk nitrat dan 2-8 mg/l untuk BOD. 4. Jumlah biota pada sedimen muara berkisar diantara 1-6.

20 5. Indeks diversitas atau keanekaragaman sedimen muara berkisar antara 0-1,93 6. Indeks dominansi sedimen muara berkisar antara 0, Kualitas air laut berdasarkan parameter biologi yaitu total coliform berkisar antara 2-8 bakteri per 100 ml. 8. Kualitas air laut berdasarkan parameter fisik, yaitu ph dan TSS berkisar antara 7,95-8,45 untuk ph dan berkisar antara 7-37 mg/l untuk TSS. 9. Kualitas air laut berdasarkan parameter kimia, yaitu nitrat dan BOD memiliki nilai berkisar antara 0,005-0,077 mg/l untuk nitrat dan 2-20 mg/l untuk BOD. 10. Jumlah biota pada sedimen laut berkisar diantara Indeks diversitas atau keanekaragaman sedimen laut berkisar antara 0-2, Indeks dominansi sedimen laut berkisar antara 0,-1 Bila dilihat dari data tersebut diatas apabila dibandingkan dengan Tahun 2014 maka persentase index keragaman tercemar sangat ringan pada Tahun 2014 adalah 4 persen sedangkan pada Tahun 2015 sebesar 0 persen, sedangkan tercemar ringan untuk Tahun 2014 sebesar 10 persen dan Tahun 2015 sebesar 4 persen, sedang persentase tercemar sedang Tahun 2014 adalah sebesar 48 persen dan pada Tahun 2015 sebesar 36 persen, untuk tercemar berat pada Tahun 2014 adalah sebesar 39 persen dan Tahun 2015 adalah sebesar 60 persen. Dari gambaran tersebut datas apabila dibandingkan dengan Tahun 2014 kualitas air laut berdasarkan index pencemaran mengalami penurunan kualitas pada Tahun 2015, karena kondisi air laut mempunyai korelasi yang positif terhadap kondisi sungai. Dalam kaitan tersebut untuk mengurangi beban pencemaran di perairan Teluk Jakarta, dimana sumber pencemaran Teluk Jakarta selain berasal dari limbah buangan dari kapal yang berlabuh juga karena aliran dari sungai yang sudah mulai tersemar di DKI Jakarta, ataupun limbah dari industri maka program yang telah dilaksanakan diantaranya adalah : 1. Dalam rangka mengurangi jumlah sampah yang mengalir ke Teluk Jakarta, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah melakukan pemasangan perangkap sampah di semua sungai yang mengalir ke Teluk Jakarta. 2. Pemerintah Pusat dan Pemerintah DKI Jakarta telah mulai menata Sungai Ciliwung dan daerah aliran sungainya Pemerintah DKI Jakarta akan menerapkan resettlement solution framework, yaitu program relokasi warga bantaran dengan dasar studi sosiologi, lingkungan dan berbagai faktor lain, saat ini yang akan menjadi titik perhatian adalah yang tinggal di Bantaran Sungai Ciliwung, Sekitar Manggarai, Bukit Duri dan Kampung Melayu.

21 3. Dalam mendukung program pemerintah Republik Indonesia dalam menindaklanjuti penandatanganan nota kesepahamaan antara Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia dengan Kementerian Lingkungan Hidup Korea Selatan pada tanggal 3 Desember 2012, dimana Sungai Ciliwung adalah satu dari 13 Sungai yang akan dilakukan Restorasi sungai di seluruh Indonesia, maka pemerintah DKI Jakarta akan melakukan pembangunan fasilitas pengolahan limbah domestik, pembangunan pusat pendidikan dan penyediaan fasilitas ramah lingkungan. Proyek tersebut merupakan kerjasama dengan Korea Envinronmental Industry and Technology Institute (KEITI) dan The Korea International Cooperation Agency (Koici) dilakukan sebagai titik awal penyelamatan Sungai Ciliwung. 4. Pemerintah DKI Jakarta memprioritaskan 3 sungai di Jakarta untuk dilakukan normalisai yaitu Kali Pesanggrahan, Kali Angke dan Kali Sunter dimana permukiman pada sekitar sungai tersebut mulai Tahun 2013 sudah dilaksanakan pembebasan tanah untuk pelaksanaan normalisasi sungai tersebut. Dengan adanya normalisasi ketiga sungai tersebut diharapkan selain mengurangi beban pencemaran akibat adanya pembuangan limbah domestik oleh warga sekitar, diharapkan juga dapat mengurangi jumlah genangan banjir antara 8 12 titik banjir di wilayah DKI Jakarta. 5. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan perbaikan sanitasi dan pengelolaan limbah domestik oleh masyarakat atau yang biasa disebut dengan SANIMAS (Sanitasi oleh Mayarakat) yang menempati areal Asrama Karyawan Dinas Kebersihan Kota Jakarta Selatan dengan luas wilayah 3 Ha yang terdiri dari 14 barak, 194 rumah, 230 KK dan 913 jiwa, dimana wilayah tersebut terdiri dari 7 RT. Hal ini dilakukan sebagai upaya percontohan agar warga yang akan melakukan pembuangan limbah ke badan air melakukan pengolahan terlebih dahulu, hal ini sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik disebutkan bahwa bangunan instansional maupun non-instansional harus mengolah limbah domestik sebelum dibuang ke badan air atau ke sungai. 6. Pemerintah DKI Jakarta telah mengalokasikan anggaran untuk pembelian sebanyak 10 kapal pengangkut sampah, untuk pembersihan sampah di laut yang berasal dari buangan sampah kapal, maupun sampah kiriman dari Provinsi lain yang terbawa arus laut.

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 2.5. Laut, Pesisir dan Pantai Kondisi sebagian wilayah DKI Jakarta khususnya di Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu yang termasuk kawasan lindung di wilayah perairan DKI Jakarta antara lain meliputi hutan

Lebih terperinci

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta

Gambar 10. Peta Jakarta dan Teluk Jakarta IV. KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 4.1. Kondisi Geografis Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ± 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi 6 12' Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

SLHD Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014 2.2. Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman hayati menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 adalah Keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber termasuk di dalamnya daratan, lautan dan ekosistem

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Administratif dan Letak Geografis Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu yang terletak kurang lebih 46 km di bagian Utara Jakarta, ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKKAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU UTARA

PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKKAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU UTARA PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKKAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU UTARA DAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki hutan mangrove terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan mangrove di DKI Jakarta tersebar di kawasan hutan mangrove Tegal Alur-Angke Kapuk di Pantai Utara DKI Jakarta dan di sekitar Kepulauan Seribu. Berdasarkan SK Menteri

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH

GAMBARAN UMUM WILAYAH GAMBARAN UMUM WILAYAH Letak dan Luas Taman Nasinal Kepulauan Seribu (BTNKpS) adalah kawasan perlindungan alam yang berada di bagian utara wilayah Kepulauan Seribu. Kawasan ini ditetapkan melalui SK Mehut

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sebuah sistem dinamis yang kompleks dimana keberadaannya dibatasi oleh suhu, salinitas, intensitas cahaya matahari dan kecerahan suatu perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis terletak di antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai keanekaragaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 45 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta merupakan dataran rendah dan landai dengan ketinggian rata-rata 7 meter di atas permukaan laut, terletak pada posisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU, PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN

TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN LAMPIRAN V : PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI TABEL 44 INDIKASI PROGRAM PENATAAN ATAU PENGEMBANGAN KECAMATAN

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mangrove Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat mangrove seringkali ditemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang rentan terhadap dampak perubahan iklim. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang termasuk rawan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Tjardhana dan Purwanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut, terutama di pantai berlindung, laguna, dan muara sungai yang tergenang pada saat pasang

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Posisi Geografis dan Kondisi Perairan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terdiri atas dua kecamatan, yaitu Kecamatan Kepulauan Seribu Utara dan Kecamatan Kepulauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai kawasan pesisir yang cukup luas, dan sebagian besar kawasan tersebut ditumbuhi mangrove yang lebarnya dari beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan wilayah perairan yang memiliki luas sekitar 78%, sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari atas 17.508 pulau, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km. Luas laut Indonesia sekitar 3,1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove,

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam suatu wilayah pesisir terdapat beragam sistem lingkungan (ekosistem). Ekosistem pesisir tersebut dapat berupa ekosistem alami seperti hutan mangrove, terumbu karang,

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan hidup. Oleh karena adanya pengaruh laut dan daratan, dikawasan mangrove terjadi interaksi kompleks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang sangat vital, baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis, ekosistem mangrove memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang

V. KEADAAN UMUM WILAYAH. 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang V. KEADAAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Kelurahan Pulau Panggang Wilayah Kelurahan Pulau Panggang terdiri dari 12 pulau dan memiliki kondisi perairan yang sesuai untuk usaha budidaya. Kondisi wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang memiliki ciri khusus yaitu lantai hutannya selalu digenangi air, dimana air tersebut sangat dipengaruhi oleh pasang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan pasang surut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang BAB I PENDAHULUAN 1.1.LatarBelakang Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 95.181 km terdiri dari sumber daya alam laut dan pantai yang beragam. Dengan kondisi iklim dan substrat

Lebih terperinci

1. Pengantar A. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang 1. Pengantar A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang memiliki sekitar 17.500 pulau dengan panjang sekitar 81.000, sehingga Negara kita memiliki potensi sumber daya wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang kedua setelah Kanada, dua per tiga wilayah Indonesia adalah kawasan perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap makhluk hidup yang berada di suatu lingkungan akan saling berinteraksi, interaksi terjadi antara makhluk hidup dengan makhluk hidup itu sendiri maupun makhluk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai wilayah di Nusantara. Kerusakan hutan mangrove ini disebabkan oleh konversi lahan menjadi areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai panjang garis pantai lebih kurang 114 km yang membentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indramayu merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang mempunyai potensi perikanan dan kelautan yang cukup tinggi. Wilayah pesisir Indramayu mempunyai panjang

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA BAB. II TINJAUAN PUSTAKA A. Keadaan Teluk Youtefa Teluk Youtefa adalah salah satu teluk di Kota Jayapura yang merupakan perairan tertutup. Tanjung Engros dan Tanjung Hamadi serta terdapat pulau Metu Debi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove memiliki sifat khusus yang berbeda dengan ekosistem hutan lain bila dinilai dari keberadaan dan peranannya dalam ekosistem sumberdaya alam, yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu adalah kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kepulauan Seribu terletak pada 106

Lebih terperinci

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sumber daya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memegang peranan penting dalam mendukung kehidupan manusia. Pemanfaatan sumber daya ini telah dilakukan sejak lama seperti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan lautan Indonesia terkenal dengan kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alamnya, baik sumber daya yang dapat pulih (seperti perikanan, hutan mangrove

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Indonesia terkenal memiliki potensi sumberdaya kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic

Lebih terperinci

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR EDI RUDI FMIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA Ekosistem Hutan Mangrove komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan daerah peralihan antara laut dan darat. Ekosistem mangrove memiliki gradien sifat lingkungan yang tajam. Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan

Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Perpustakaan Universitas Indonesia >> UI - Tesis (Membership) Penilaian pengelolaan lingkungan pulau wisata, di kawasan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Jakarta Utara Siregar, Mara Oloan Deskripsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Lovejoy (1980). Pada awalnya istilah ini digunakan untuk menyebutkan jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai salah satu kawasan yang terletak pada daerah tropis adalah habitat bagi kebanyakan hewan dan tumbuhan untuk hidup dan berkembang biak. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii BERITA ACARA... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA

RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA Lampiran Surat Nomor: Tanggal: RENCANA AKSI KEBIJAKAN KELAUTAN INDONESIA 2016 2019 PENANGGUNGJAWAB: KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NO. SASARAN TARGET/ A. BATAS MARITIM, RUANG LAUT, DAN DIPLOMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis memiliki iklim tropis dan perairannya lumayan dangkal, sehingga menjadi tempat yang optimal bagi ekosistem terumbu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI BARAT

GUBERNUR SULAWESI BARAT GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 2TAHUN 2013 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI SULAWESI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang memiliki kekayaan jenis flora dan fauna yang sangat tinggi (Mega Biodiversity). Hal ini disebabkan karena Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 13.466 pulau dengan garis pantai sepanjang 99.023 km 2 (Kardono, P., 2013). Berdasarkan UNCLOS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut

I. PENDAHULUAN. pelestaraian mangrove dengan mengubahnya menjadi tambak-tambak. Menurut I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perencanaan pembangunan di era tahun 1980 an hingga pertengahan tahun 1990 an banyak memberikan pandangan keliru tentang pengelolaan hutan mangrove yang berorientasi pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Aktivitas kehidupan manusia yang sangat tinggi telah menimbulkan banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan pembangunan, terutama di sektor industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara laut dan daratan yang dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling berkaitan membentuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan zat yang paling banyak terdapat dalam protoplasma dan merupakan zat yang sangat esensial bagi kehidupan, karena itu dapat disebut kehidupan adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu sumberdaya pesisir yang penting adalah ekosistem mangrove, yang mempunyai fungsi ekonomi dan ekologi. Hutan mangrove dengan hamparan rawanya dapat menyaring dan

Lebih terperinci

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.33/MEN/2002 TENTANG ZONASI WILAYAH PESISIR DAN LAUT UNTUK KEGIATAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.113, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. WILAYAH. NASIONAL. Pantai. Batas Sempadan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci