INTERFERENSI BAHASA INDONESIA (BI) TERHADAP BAHASA TOBA (BT) PADA BUKU KHOTBAH IMPOLA NI JAMITA TESIS. Oleh MARTOLOP SINAMBELA \LNG
|
|
- Yandi Sudjarwadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 INTERFERENSI BAHASA INDONESIA (BI) TERHADAP BAHASA TOBA (BT) PADA BUKU KHOTBAH IMPOLA NI JAMITA TESIS Oleh MARTOLOP SINAMBELA \LNG S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
2 INTERFERENSI BAHASA INDONESIA (BI) TERHADAP BAHASA TOBA (BT) PADA BUKU KHOTBAH IMPOLA NI JAMITA TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh MARTOLOP SINAMBELA \LNG SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
3 Judul Tesis : INTERFERENSI BAHASA INDONESIA (BI) TERHADAP BAHASA TOBA (BT) PADA BUKU KHOTBAH IMPOLA NI JAMITA Nama Mahasiswa : Martolop Sinambela Nomor Pokok : Program Studi : Linguistik Menyetujui Komisi Pembimbing, (Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D Ketua (Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S) Anggota Ketua Program Studi Direktur (Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc) Tanggal Lulus: 22 Desember 2008 Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
4 Telah diuji pada Tanggal : 22 Desember 2008 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua Anggota : Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph. D : 1. Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D 2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M. S 3. Dr. Eddy Setia, M. Ed., TESP Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
5 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji interferensi Bahasa Indonesia (BI) terhadap Bahasa Toba (BT) yang terjadi pada penyampaian kotbah tertulis dalam buku Impola ni Jamita, terbitan H K B P Pearaja Tarutung. Terjadinya interferensi adalah merupakan akibat dari sifat bilingualitas yang dimiliki pemakai bahasa, dalam hal ini para penulis kotbah di dalam buku Impola ni Jamita. Kajian ini dilakukan dengan pendekatan sosiolinguistik. Kondisi masyarakat Indonesia yang pada umumnya memiliki sifat bilingualisme menjadi alasan kuat akan terjadinya interferensi B2 (BI) terhadap B1 (BT).Penelitian ini bertujuan menginventarisasi, serpihan serpihan BI yang terdapat di dalam klausa-klausa BT dalam kotbah berbahasa Toba (bbt) yang ditulis para pendeta H K B P dan diterbitkan percetakan H K B P Pearaja Tarutung; menemukan dan memilah serpihan-serpihan negatif dan positif; dan mencari solusi atas serpihan-serpihan negatif yang dapat mengacaukan BT. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dua bentuk interferensi B2 terhadap B1 dalam kotbah tulis yang ditulis para pendeta H K B P, yaitu interferensi positif dan interferensi negatif. Bentuk interferensi positif dalam hal ini ialah tidak terdapatnya representasi serpihan BI tersebut di dalam dalam BT. Hal ini menjadi unsur pemerkaya khasanah BT. Bentuk interferensi negatif dalam hal ini ialah masih terdapatnya representasi serpihan BI tersebut dalam BT. Hal ini dapat mengacaukan dan mengancam eksistensi BT itu sendiri. Kata kunci: Bilingualisme. Interferensi Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
6 ABSTRACT This research investigates the interference of Indonesian Language (BI) against Batak Language (BT) in the written preaches, written in the book Impola ni Jamita by the preachers of H K B P, published by H K B P Press in Pearaja- Tarutung. The existance of interference results from the bilingualistic feature of speakers - the preachers writing the preaches in the book Impola ni jamita. This research was accomplished with sociolinguistic approach. The condition of being bilingual of most Indonesian people becomes the main trigger of the existence of interference of Language 2 (L2), in this case Indonesian Language (BI), against Language 1 (L1) in this case Batak Language (BT).This research has listed Indonesian Language pieces existing in Batak Language clauses regarded as the interference, in the preaches written in Batak Language by the preachers of H K B P published by H K B P Press in Pearaja Tarutung; has found and sorted the pieces of language of negative and positive interferences; has tried to give the representation to the pieces of negative interference regarded as to confuse the use of L1. The research result shows that there has been two types of interference L2 against L1 in the written preaches written by the preachers of H K B P, i.e positive interference and negative interference. The type of interference is classified as positive, in this case, is when the pieces of the L2 can t be represented in L1. And, this type of interference is regarded as to enrich the existence of L1. On the contrary, the type of interference is classified as negative, in this case, is when the pieces of th L2 still can be represented in L1. And, this type of interference is regarded as to result confusion and harm the L1 itself. Keywords: Bilinguilism, Interference Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang mahakuasa atas kemurahannya memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan tesis ini, dengan judul: Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba BT dalam buku Impola ni Jamita. Penulis berharap hasil penelitian ini bermanfaat bagi penulis sendiri, mahasiswa jurusan linguistik, serta menjadi bahan masukan untuk penelitian linguistik berikutnya, khususnya penelitian BT. Penulis sangat menyadari bahwa penelitian dan tesis ini masih jauh dari yang diharapkan. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bertujuan membangun. Akhirnya, penulis berharap tulisan ini dapat berguna bagi para pembaca. Medan, Desember 2008 Penulis, Martolop Sinambela N I M Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
8 RIWAYAT HIDUP NAMA LENGKAP : MARTOLOP SINAMBELA TEMPAT/TGL. LAHIR : BAKARA / 25 JULI 1963 JENIS KELAMIN : LAKI-LAKI N I M : ALAMAT RUMAH : JLN. MESJID SYUHADA GANG SENTOSA NO. 2 PADANG BULAN MEDAN ALAMAT PEKERJAAN: POLITEKNIK NEGERI MEDAN JLN. ALMAMATER NO. 1 KAMPUS USU NO. TELEPON : / PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NAMA ISTRI NAMA ANAK : LINGISTIK : SARJANA SASTRA INGGRIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA : RIANI SIANTURI : 1. MARTRIA ALFANI UNE SINAMBELA 2. RAINA BETARIA SINAMBELA 3. AGIA DAVID TAGAMMA MARUARI SINAMBELA Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
9 DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii RIWAYAT HIDUP... vi DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x DAFTAR SINGKATAN... xi BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Penelitian Sebelumnya Bilingualisme Interferensi BAB III METODE PENELITIAN Disain Penelitian Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Pembahasan Data Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
10 BAB IV PAPARAN DAN TEMUAN PENELITIAN Temuan Penelitian Serpihan Bentuk Kata Kelas Nomina Kelas Verba Kelas Ajektiva Kelas Adverba Kelas Partikel Serpihan Bentuk Frase Frase Kelas Nomina Frase Kelas Verba Frase Kelas Ajektiva Frase Kelas Adverba Frase Kelas Partikel BAB V PEMBAHASAN TEMUAN PENELITIAN Serpihan Positif Kata Kelas Nomina Kelas Verba Kelas Ajektiva Serpihan Positif Frase Frase Kelas Nomina Frase Kelas Verba Frase Kelas Ajektiva Frase Kelas Adverba Frase Kelas Partikel Serpihan Negatif Kata Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
11 5.3.1 Kelas Nomina Kelas Verba Kelas Ajektiva Kelas Adverba Kelas Partikel Serpihan Negatif dan Representasi BT Kata Kelas Nomina Kata Kelas Verba Kata Kelas Ajektiva Kata Kelas Adverba Kata Kelas Partikel Serpihan Negatif Frase Kelas Nomina Kelas Verba Kelas Ajektiva Kelas Adverba Kelas Partikel Kuantifikasi Serpihan Positif dan Negatif Persebaran Data Kata dan Frase Persebaran Data Negatif dan Positif Persebaran Data Kata Persebaran Data Frase Persebaran Data Interferensi Negatif Kata Persebaran Data Interferensi Positif Kata Persebaran Interferensi Negatif Frase Persebaran Data Interferensi Positif Frase Persebaran Data Kata Kelas Nomina Negatif- Positif Persebaran Data Kata Kelas Verba Negatif Positif Persebaran Data Kata Kelas Ajektiva Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
12 Negatif Positif Persebaran Data Kata Kelas Adverba Negatif Positif Persebaran Data Kata Kelas Partikel Positif Negatif Persebaran Data Frase Kelas Nomina Negatif Positif Persebatan Data Frase Kelas Verba Negatif- Positif Persebaran Data Frase Kelas Ajektiva Negatif Positif Persebaran Data Frase Kelas Adverba Negatif Positif Persebaran Data Frase Kelas Partikel Negatif- Positif BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
13 DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 5.1. Grafik Persebaran Data Kata dan Frase Grafik Data Negatif dan Positif Grafik Persebaran Data Kata Grafik Persebaran Data Frase Grafik Persebaran Data Interferensi Negatif Kata Grafik Persebaran Data Interferensi Positif Kata Persebaran Interferensi Negatif Frase Grafik Persebaran Data Interferensi Positif Frase Grafik Persebaran Data Kelas Nomina Negatif Positif Grafik Persebaran Data Kelas Verba Negatif Positif Persebaran Data Kata Kelas Ajektif Negatif Positif Grafik Persebaran Data Kata Kelas Adverba Negatif Positif Grafik Persebaran Data Kata Kelas Partikel Negatif Positif Grafik Persebaran Data Frase Kelas Nomina Negatif Positif Grafik Persebaran Data Frase Kelas Verba Negatif Positif Grafik Persebaran Data Frase Kelas Ajektiva Negatif Positif Grafik Persebaran Data Frase Kelas Adverba Negatif Positif Grafik Persebaran Data Frase Kelas Partikel Negatif Positif Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1 Klausa BT Terinterferensi BI A. Serpihan Interferensi Positif Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
15 DAFTAR SINGKATAN BI BT bbt bbi BK BS BPD BAM BBT BBK BBS BBPD B1 B2 L1 L2 H K B P : Bahasa Indonesia : Bahasa Toba : Berbahasa Toba : Berbahasa Indonesia : Batak Karo : Batak Simalungun : Batak Pakpak Dairi : Batak Angkola Mandailing : Bahasa Batak Toba : Bahasa Batak Karo : Bahasa Batak Simalungun : Bahasa Batak Pakpak Dairi : Bahasa Satu (Bahasa Target) : Bahasa 2 (Bahasa Sumber) : Language One (Target Language) : Language Two (Source Language) : Huria Kristen Batak Protestan Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
16 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 : KLAUSA BT TERINTERFERENSI BI LAMPIRAN 2 : A. SERPIHAN INTERFERENSI POSITIF B. SERPIHAN INTERFERENSI NEGATIF Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Batak terdiri atas lima subsuku yaitu Batak Toba (BT), Batak Karo (BK), Batak Simalungun (BS), Batak Pakpak Dairi (BPD), dan Batak Angkola- Mandailing (BAM). Tiap subsuku ini memiliki bahasanya sendiri, yang disebut dengan Bahasa Batak Toba (BBT), Bahasa Batak Karo (BBK), Bahasa Batak Simalungun (BBS), Bahasa Batak Pakpak-Dairi (BBPD), Bahasa Batak Angkola Mandailing (BBAM). Penyebutan bahasa tiap subsuku itu sering disingkat dengan Bahasa Toba (BT), Bahasa Karo (BK), Bahasa Simalungun (BS), Bahasa Dairi (BD) dan bahasa Mandailing (BM). Pelesapan kata Batak pada penyebutan bahasa dan subsuku tersebut hanya merupakan penyederhanaan atau ekonomi bahasa (Sibarani,1997:1). Menurut Chaer dan Agustina (2004: 84) bilingualisme atau kedwibahasaan berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Menurut Mackey (1962: 12) dan Fishman (1975: 73) dalam Chaer dan Agustina (2004: 84) bahwa secara umum bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Secara sosiolinguistik, masyarakat subsuku Toba adalah masyarakat yang berdwibahasa. BT sebagai bahasa pertama dalam penelitian ini disebut sebagai bahasa sumber (B1) dan BI sebagai bahasa kedua, dalam penelitian ini disebut sebagai bahaasa sasaran (B2). Martolop Sinambela : Interferensi Bahasa Indonesia (BI) Terhadap Bahasa Toba (BT) Pada Buku Khotbah..., 2008 USU Repository 2008
18 Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) hingga saat ini merupakan lembaga yang paling konsisten dan bertanggung jawab atas keberlangsungan eksistensi BT. Hal ini dapat dibuktikan dengan masih terus diselenggarakannya kebaktian berbahasa BT (bbt) di dalam setiap pelaksanaan kebaktian utama di seluruh gereja HKBP, baik yang ada di pelosok tanah air dan kota besar di Indonesia bahkan di luar negeri; Amerika Serikat Ontario California, Colorado, New York, Seatle dan Singapura. Selain kebaktian utama dilaksanakan dalam BT, Alkitab dan buku nyanyian yang digunakan adalah juga berbahasa Toba (Bibel dan Buku Ende ). Bahkan, sekarang jumlah nyanyian dalam Buku Ende telah ditambah dalam bentuk Suplemen, juga berbahasa Toba. Alasan inilah yang melatarbelakangi penulis memilih buku khotbah Impola ni Jamita sebagai sumber data dalam penelitian ini. Mengingat kapasitasnya sebagai lembaga yang dianggap paling konsisten dan bertanggung jawab atas keberlangsungan eksistensi BT, apakah Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) menyadari masuknya serpihan-serpihan bahasa lain ke dalam BT sebagai suatu pengacauan terhadap BT? Mari kita perhatikan contoh berikut ini, yang diambil dari buku Impola ni Jamita, (1) Memang, ndang adong hatorangan taringot tu status. Sasintongna, ndang adong hatorangan taringot tu hadirion Memang, tidak ada keterangan mengenai status (30) raphon sude halak na di portibi on di tirket lokal dohot nasional, di tirket regional dohot global 8
19 raphon sude halak na di portibion di tirket lokal dohot nasional, di tirket na regional dohot global bersama semua manusia di dunia ini pada tingkat lokal dan nasional, pada tingkat regional dan global Sehubungan dengan permasalahan di atas, penelitian ini akan mencoba mengetengahkan gejala masuknya serpihan unit bahasa Indonesia (BI), dalam hal ini B2, dalam khotbah berbahasa Toba (bbt), dalam hal ini B1, pada buku khotbah yang diterbitkan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Menurut Nababan (1984, 35), satu jenis lain interferensi yang kelihatan dalam bentuk perubahan dalam satu bahasa dengan unsur-unsur, bunyi, atau struktur dari bahasa yang lain. Selanjutnya Nababan mengatakan bahwa interferensi sedemikian dapat terjadi oleh pertemuan atau persentuhan antara dua bahasa melalui interferensi perlakuan penutur-penutur yang berdwibahasa. Dalam hal ini, perubahan yang dihasilkan ialah perubahan dalam sistem bahasa. Gejala ini dikenal dengan istilah interferensi sistemik (sytemic inteference). Selanjutnya menurut Nababan, mekanisme perubahan kebahasaan dalam interferensi sistemik disebut pungutan (borrowing) yang berhubungan erat dengan pungutan kebudayaan (cultural diffusion). Weinreich (1953), yang memperkenalkan istilah interferensi, menyatakan bahwa interferensi bahasa merupakan gejala bilingualisme yang mengakibatkan adanya penyimpangan bahasa yang disebabkan oleh terjadinya kontak bahasa. 9
20 BT dalam kotbah bbt pada buku khotbah Impola ni Jamita, yang diterbitkan HKBP Dalam penelitian ini, kontak bahasa yang dimaksud adalah masuknya serpihan kosa kata BI ke dalam. Alwasilah (1985: 132) mengatakan bahwa setiap bahasa akan mengalami perubahan selama bahasa itu masih dipakai. Seringkali perubahan ini tidak kita sadari. Salah satu perubahan bahasa adalah karena pengaruh bahasa lain. Interferensi berarti adanya saling mempengaruhi antar bahasa. Pengaruh ini biasanya terlihat dalam peminjaman kosa kata dari bahasa lain. Kridalaksana (2001: 84) mengatakan bahwa interferensi adalah penggunaan unsur bahasa lain oleh bahasawan yang bilingual secara individual dalam suatu bahasa; dan interferensi berbeda-beda sesuai dengan medium, gaya, ragam, dan konteks yang dipergunakan orang yang bilingial tersebut. Selanjutnya, menurut Alwasilah, terjadinya gejala bahasa interferensi hanya bisa ditemukan pada masyarakat bilingual - menggunakan lebih dari satu bahasa. Masyarakat Indonesia pada umumnya merupakan masyarakat bilingual. Secara sosiolinguistik, menurut Alwasilah, satu ciri penting pada seorang dwibahasawan ialah apa yang dinamai interferensi. Interferensi bisa terjadi pada pengucapan, tata bahasa, kosa kata dan makna bahkan budaya, baik dalam ucapan maupun tulisan. Pada klausa (1) (sumber: Impola ni Jamita, edisi Juni-Desember 2006, terbitan HKBP, Pearaja-Tarutung) di atas jelas terlihat adanya interferensi leksikal BI (memang) dan (status) terhadap BT. Untuk representasi kata-kata tersebut, BT memiliki padanan (sasintongna) dan (hadirion). Dengan demikian, kalimat (1) di atas 10
21 seharusnya berbunyi, Sasintongna, ndang adong hatorangan taringot tu hadirion (Memang, tidak ada keterangan mengenai status). Hal ini merupakan contoh masuknya serpihan BI terhadap BT dalam bentuk kosa kata yang dinamakan inteferensi leksikal/kosa kata. Masuknya serpihan BI terhadap BT pada contoh di atas merupakan bentuk kekeliruan, sehingga hal sedemikian merupakan bentuk interferensi negatif (negative interference) (Richards 106). Berbeda dengan klausa (1) di atas, klausa (30) (sumber: Impola ni Jamita, edisi Juni-Desember 2006, terbitan HKBP, Pearaja-Tarutung) di atas, menunjukan masuknya serpihan satuan lingual BI lokal, nasional, regional, global ke dalam BT dapat berterima karena BT tidak memiliki kosa kata untuk representasi kata-kata tersebut. Interferensi demikian tidaklah merupakan penyimpangan sehingga hal sedemikian merupakan interferensi positif (positive interference) (Hudson 19:106). Dengan demikian serpihan BI dalam klausa (30) di atas, lokal, nasional, regional, global dapat merupakan kewajaran, dimana kata tersebut menjadi unsur pemerkaya BT. Dengan kata lain, gejala interferensi yang terjadi tidaklah merupakan kekeliruan, tetapi sebaliknya justru merupakan kewajaran/interferensi positif (positive interference). Dengan penemuan serpihan-serpihan BI dalam khotbah tulis bbt pada buku kotbah yang diterbitkan HKBP, Pearaja-Tarutung sebagai pusat HKBP, peneliti mencoba menganalisis masuknya serpihan-serpihan tersebut sebagai gejala kewajaran dan ketidakwajaram. Masuknya serpihan-serpihan atau ungkapan-ungkapan bahasa tersebut mengakibatkan adanya kekeliruan bahasa pada satu sisi. Pada sisi lain 11
22 penggunaan serpihan BI ke dalam BT dapat pula menjadi gejala kewajaran natural phenomenon yang lebih dikenal dengan sebutan interferensi positif positive interference. Hal inilah yang menjadi alasan sekaligus latar belakang mengapa penelitian ini dilakukan. Serpihan ungkapan BI yang ditemukan pada khotbah bbt dalam satu hal dapat dianggap sebagai kekeliruan yang dikenal dengan istilah interferensi negatif, dan dalam hal lain dapat dianggap bukan sebagai kekeliruan yang dikenal dengan istilah interferensi positif. 1.2 Rumusan Masalah Masalah pokok dalam penelitian ini adalah penelitian sistematis yang terfokus pada aspek atau gejala interferensi sistemik. Adapun yang dimaksud dengan interferensi sistemik adalah kegalauan atau kekacauan yang muncul pada satuan lingual BT oleh karena BI dalam kotbah tulis bbt pada buku kotbah Impola ni Jamita yang diterbitkan HKBP, Pearaja-Tarutung. Oleh karena itu perumusan masalah yang hendak ditelusuri dalam penelitian ini adalah : 1. Berapakah jumlah serpihan B2 yang berinterferensi ke dalam B1 secara kuantitatif di dalam kotbah bbt pada buku Impola ni Jamita? 2. Apakah serpihan BI yang masuk ke dalam BT merupakan interferensi negatif dan/atau interferensi positif dalam khotbah tulis bbt pada buku kotbah Impola ni Jamita? 3. Untuk menghindari interferensi negatif B2 (BI) terhadap B1 (BT), kata/ungkapan apakah yang seharusnya digunakan dalam B1 (BT) pada buku Impola ni Jamita?. 12
23 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin diperoleh melalui penelitian ini adalah : 1. Untuk menemukan dan menginventarisasi satuan-satuan lingual BI yang dianggap sebagai gejala interferensi pada BT pada kotbah tulis pada buku Impola ni Jamita. 2. Untuk menemukan serpihan-serpihan kosa kata yang merupakan interferensi positif dan/atau interferensi negatif dalam kotbah tulis bbt pada buku Impola ni Jamita. 3. Untuk memberikan solusi atas serpihan/ungkapan inteferensi negatif yang terdapat pada kotbah bbt pada buku kotbah Impola ni Jamita. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam upaya pemertahanan fungsi kemasayarakatan bahasa atau bahasa kelompok yang dalam hal ini adalah BT. Pemertahanan dalam hal ini dimaksudkan BT sebagai lambang identitas kelompok atau etnis sehingga penggunaan BT dapat terhindar dari kekacauan, khususnya HKBP sebagai lembaga yang menggunakan BT sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan kebaktian. Di samping itu, penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya dan bermanfaat untuk memperkaya khazanah kajian ilmu bahasa khususnya pada bidang sosiolinguistik. 13
24 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Penelitian Sebelumnya Morris (1946) dalam bukunya Signs, Language and Behaviour, menyatakan ada tiga jenis kajian bahasa yang menyangkut sistem semiotik (persyaratan) berdasarkan pada apa yang menjadi pusat perhatian. Jika yang menjadi fokus pembahasan merupakan hubungan antara isyarat-isyarat (unsur-unsur bahasa) dengan maknanya, maka kajian demikian dinamakan kajian semantik. Jika yang menjadi fokus kajian merupakan hubungan isyarat dengan isyarat, maka kajian demikian dinamakan kajian sintaksis. Jika yang menjadi fokus kajian merupakan hubungan antara isyarat dengan pemakai/penutur bahasa, maka kajian demikian dinamakan kajian pragmatik, yang sekarang disebut kajian sosiolinguistik (Nababan, 1984: 2). Setiap kajian bahasa haruslah mengacu pada suatu pendekatan. Hal ini berarti bahwa tidak ada kajian bahasa yang tidak memiliki nilai atau anggapan dasar (Halliday, 1964: 17). Dari sudut pandang sosiolinguistik bahasa merupakan perekat sosial. Hal ini berarti bahwa anggota suatu kelompok masyarakat hidup dan berusaha bersama secara berkelompok. Semua anggota kelompok masyarakat tersebut dapat hidup bersama karena adanya suatu perangkat hukum dan adat kebiasaan yang mengatur tindakan mereka, termasuk tindak tanduk berbahasa. 14
25 Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik yang sekaligus merupakan landasan teori dalam analisis data, yakni sosiolinguistik. Dalam konferensi sosiolinguistik yang berlangsung di University of California, Los Angles, pada tahun 1964, telah dirumuskan bahwa ada tujuh dimensi dalam melakukan kajian sosiolinguistik. Ketujuh dimensi tersebut merupakan persoalan pokok atau masalah dalam sosiolinguistik. Ketujuh dimensi tersebut adalah : (1) identitas sosial penutur, (2) identitas sosial pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi, (4) analisis sinkronik dan diakronik suatu dialek sosial, (5) penelian yang berbeda oleh penutur terhadap perilaku bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, (7) penerapan praktis penelitian sosiolinguistik (Dittmar, 1976: 128) dalam Chaer (2004: 6-7). Dalam penelitian ini, identitas penutur yang merujuk pada siapa penutur tersebut adalah pendeta yang menyampaikan khotbah bbt pada buku khotbah Impola ni Jamita. Identitas sosial pendengar dalam penelitian ini adalah jemaat yang membaca khotbah. Baik identitas penutur maupun pembaca akan mempengaruhi pilihan kode dalam bertutur. Analisis diakronik dan sisnkronik berupa deskripsi polapola dialek sosial baik yang berlaku pada masa tertentu maupun pada masa yang tidak terbatas. Penilaian sosial dan tingkatan variasi mencakup bentuk-bentuk perilaku ujaran dan variasi atau ragam yang mempunyai fungsi sosial yang merupakan inti permasalahan dalam penelitian ini yakni interferensi atau gejala pengacauan bahasa. 22
26 Dan akhirnya penelitian ini tentunya mempunyai arti sasaran atau tujuan penelitian sosiolinguistik. Siregar (1996) mengkaji pilihan bahasa atau language choice dalam desertasi PhD di universitas Monash, Australia. Dalam kajiannya, yang termasuk ranah sosiolinguistik, pilihan bahasa merupakan tipikal perilaku berbahasa dari masyarakat yang bilingual atau multilingual. Bagi masyarakat yang menggunakan lebih dari satu bahasa, bahasa ibu (B1) dan bahasa lain di luar bahasa ibu (B2) memungkinkan adanya variasi atau keragaman bahasa dari aspek penggunaannya. Sehingga, fungsi komunikasi bahasa dapat saling bersentuhan antara B1 dan B2 sesuai dengan situasi dan fungsi bahasa yang digunakan. Lebih jauh lagi, Siregar mengetengahkan bahwa fenomena berbahasa dari masyarakat yang bilingual melahirkan kemungkinan adanya interferensi bahasa linguistic interference yang dianggap sebagai penyimpangan bahasa sebagai akibat adanya kontak bahasa (meminjam Weinreich 1968). Istilah penyimpangan dalam kajian sosiolinguistik ini masih menjadi perdebatan karena bisa dianggap sebagai sesuatu yang wajar atau normal bagi masyarakat yang bilingual, tetapi dapat juga merupakan kesalahan dari tataran linguistik seperti sintaksis, semantis dan kosa kata atau leksikal dan bahkan fonologis. Gal (1979) dan Milroy (1980) dalam Siregar (1995:3) menginvestigasi pilihan bahasa dan ragam-ragam bahasa dalam komunitas biligual di Oberwart dan Belfast secara terpisah mengenai dasar-dasar analisis bahasa pada jaringan kerja sosial. Keduanya memperdebatkan bahwa jaringan kerja sosial dapat dianalisis melalui 23
27 penjelasan pilihan bahasa dan variasi bahasa meskipun keduanya memungkinkan untuk adanya pencampuran serpihan bahasa yang digunakan. Dengan kata lain, interferensi bahasa bisa terjadi karena adanya penggunaan bahasa yang satu dengan bahasa yang lain (B1 dan B2). Penelitian-penelitian di atas pada prinsipnya memiliki hubungan dan memberikan kontribusi dalam penelitian ini. Penelitian tentang interferensi dengan menggunakan analisis sosiolinguistik, khusunya mengenai interferensi bahasa Indonesia ke dalam bahasa Batak Toba dalam penyajian khotbah tulis pada buku Impola ni Jamita, diterbitkan HKBP Pearaja Tarutung setiap enam bulan, belum pernah dilakukan. Dari hasil penelitian sebelumnya ditemukan bahwa fenomena masyarakat tutur yang bilingual tidak dipungkiri sering memasukkan serpihan bahasa yang dikuasainya secara bergantian, yakni bahasa Inggris dan bahasa Indonesia. Penggunaan serpihan bahasa tersebut merupakan suatu penyimpangan dari kaidah bahasa yang digunakan yang dalam kajian sosiolinguistik lebih dikenal dengan sebutan interferensi. Pada sisi lain interferensi bukan merupakan suatu penyimpangan melainkan sebuah gejala normal dari pengguna bahasa yang bilingual. Kenormalan tersebut dapat berterima karena dianggap memperkaya unsur bahasa yang mengalami interferensi sekaligus merupakan penjelmaan identitas sosial. Sebagaimana peneliti merujuk pada masyarakat tutur yang menggunakan BT dalam khotbah pada buku Impola ni Jamita, ternyata ekspresi serpihan bahasa Indonesia sering masuk ke dalam BT yang pada dasarnya tidak sesuai dengan unsur BT. 24
28 Kecirian BBT bagi masyarakat tutur BT (B1) sangat terbuka dengan penggunaan bahasa Indonesia (B2) dalam ekspresi bahasa. Penelitian ini menangkap fenomena penggunaan bahasa (B2) yang terkesan dipaksakan karena leksikal atau perbendaharaan kata B2 masih ada dan dapat diungkapkan. Oleh karena itu peneliti menganalisis fenomena interferensi B2 ke dalam B1 pada masyarakat tutur BT dalam khotbah yang berbahasa BBT dari penggunaan bahasa dari sudut penuturnya yang dalam hal ini pendeta atau penulis khotbah. Kecirian tersebut diartikan dalam batasan interferensi yakni serpihan unit B2 (BI) masuk ke dalam bahasa B1 (BT) sebagai bahasa ibu masyarakat pengguna BBT. 2.2 Bilingualisme Bahasa merupakan alat yang utama dan pertama bagi manusia untuk berinteraksi. Dengan bahasa, manusia dapat berkomunikasi tidak hanya untuk mengutarakan sesuatu, tetapi juga untuk menyampaikan gagasan, keinginan, harapan, sumber pujian dan bahkan menolak serta menjelaskan penolakan. Semuanya diungkapkan melalui ungkapan bahasa yang mana menempatkan manusia terlahir dengan kemampuan untuk belajar bahasa dan berbahasa (Duranti, 2001 : 1). Yang namanya makhluk hidup tidak sekedar hidup dan bernafas. Tumbuhtumbuhan, binatang dan manusia sama-sama hidup namun terdapat ciri pembeda yang alami pada setiap mahluk hidup ciptaan Tuhan. Yang dimaksud dengan ciri pembeda manuasi dari mahluk lainnya adalah bahasa. Manusia selalu ingin berinteraksi dengan dengan dengan menggunakan bahasa yang dimiliknya. Oleh 25
29 karena itu manusia memiliki sikap yang terbuka melalui kontak bahasa yang dikuasainya. Masyarakat tutur yang tertutup, yang tidak bersentuhan atau berinteraksi dengan masyarakat tutur lainnya, baik yang disebabkan keterpencilan suatu daerah dari daerah lain maupun yang disebabkan tidak adanya keinginan untuk berinteraksi dengan masyarakat tutur lainnya, akan menjadikan masyarakat tersebut statis dan monolingual. Sebaliknya, masyarakat tutur yang terbuka, yang tinggal di daerah yang berdekatan dengan daerah lainnya dan yang mempunyai hubungan dan berinteraksi dengan masyarakat tutur lainnya, akan mengalami kontak bahasa dengan berbagai peristiwa bahasa sebagai konsekuensinya. Berbagai gejala kebahasaan yang mungkin timbul akibat terjadinya kontak dua bahasa, dalam sosiolinguistik, aadalah apa yang disebut bilingualisme, alih kode, campur kode, interferensi dan pergeseran bahasa (Chaer 2004: 111). Bangsa Indonesia merupakan salah satu contoh nyata dari masyarakat tutur yang terbuka. Dari sekian banyak etnis, masyarakat Indonesia setidaknya memiliki dua bahasa yakni: bahasa daerah dan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Pada umumnya, bahasa daerah merupakan bahasa ibu (B1) dan bahasa Indonesia menjadi (B2) atau sebaliknya dalam jumlah yang terbatas. Nababan (1984: 27) menegaskan bahwa dari pengalaman hidup di Indonesia, banyak daerah dan kota, terdapat orang-orang yang memakai bahasa-bahasa yang berlainan. Biasa juga terdapat orang-orang dapat memakai lebih dari satu bahasa, umpanya bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Suatu daerah atau masyarakat di mana 26
30 terdapat dua bahasa disebut daerah atau masyarakat yang berdwibahasa atau bilingual. Orang yang dapat menggunakan dua bahasa disebut dwibahasawan atau orang yang bilingual (berdwibahasa). Ada semacam perbedaan yang begitu halus antara bilingualisme dan bilingualitas. Lebih jauh Nababan menambahkan bahwa bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam interaksi dengan orang lain. Dengan demikian melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulannya dengan orang lain, dia atau orang tersebut berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kdwibahasaan. Sebaliknya, kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa;yaitu memakai dua bahasa disebut dengan bilingualitas. Hartmann dan Stork (1972: 27) mendefinisikan bilingualisme adalah penggunaan dua bahasa oleh seorang pembicara atau masyarakat tutur. Ada banyak tipe-tipe bilingualisme, misalnya seseorang dengan orang tua dari bahasa asli yang berbeda dalam masyarakat tutur atau seseorang yang telah belajar menguasai bahasa asing melalui lembaga formal pendidikan. Pembicara bilingual bukan berarti dengan sendirinya terlahir sebagai translator atau interpreter dengan keahlian mengalihkan kode antara bahasa-bahasa secara terpisah, karena kenyataannya orang-orang yang berdwibahasa sangat jarang memiliki kemampuan yang sama menggunakannya dalam semua situasi bahasa. Di dalam daerah yang terjadi kontak bahasa yang intensif seperti di Swiss, Belanda atau Wales, bilingualisme adalah faktor penting terjadinya perubahan linguistik ( linguistic change). 27
31 Oksaar (1972: 478) berpendapat bahwa bilingualisme bukan semata-mata milik individu, tetapi juga milik kelompok masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena penggunaan bahasa tidak terbatas pada orang per orang saja, tetapi juga alat berinteraksi antar kelompok. Berbeda dengan Oksaar, Bloomfield (1933 : 56) memberi batasan pengertian bahwa bilingualisme adalah kemampuan seseorang penutur dalam menggunakan bahasa dengan sama baiknya untuk kedua bahasa tersebut. Penguasaan bahasa B1 dan bahasa B2 tidak memiliki perbedaan. Pernyataan Bloomfield mendapatkan reaksi yang keras dikarenakan tidak adanya alat ukur yang jelas mengenai kemampuan sama baiknya antara B1 dan B2. Di samping itu, kesempatan menggunakan B1 dan B2 juga sangat tergantung pada situasi berbahasa di mana dan kapan kedua bahasa tersebut digunakan. Sebagai akibatnya kesempatan menggunakan B1 tidaklah sama dengan B2 yang menjadikan seseorang menggunakan B1 sama B2 sama baiknya tentulah sangat jarang (Chaer, 2002 : 113). Mackey (1968: ) berpendapat bahwa bilingualisme bukan gejala bahasa, melainkan sifat penggunaan bahasa yang dilakukan penutur bilingual secara bergantian. Bilingualisme merupakan ciri ekspresi atau pengungkapan seorang penutur. Penggunaan bahasa secara bergantian bukan berarti menjadikan keharusan masyarakat tutur yang bilingual. Bahasa itu milik kelompok atau milik bersama suatu masyarakat tutur, maka bilingualisme adalah milik individu-individu para penutur, sebab penggunaan bahasa secara bergantian oleh seorang penutur bilingual 28
32 mengharuskan adanya dua masyarakat tutur yang berbeda, misalnya masyarakat tutur B1 dan masyarakat tutur B2. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat tutur yang bilingual. Namun bilingualisme yang sungguh murni sangat jarang terjadi dikarenakan perbedaan peranan untuk setiap bahasa. Masyarakat tutur yang menggunakan bahasa Jawa misalnya tentu tidak pada setiap kesempatan menggunakan bahasa Jawa yang menjadi B1nya kecuali pada acara keluarga. Setidaknya bahasa Indonesia (B2) bagi masyarakat tutur yang menggunakan bahasa Jawa (B1) sebagai pilihan pada saat adanya acara resmi seperti mengikuti sidang atau ceramah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Singkatnya, bilingualisme tergantung adanya pembedaan adanya penggunaan bahasa berdasarkan fungsi dan perannya masing-masing menurut konteks sosialnya. Dari penjelasan di atas dapat disarikan bahwa interferensi atau adanya perubahan sistem suatu bahasa dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan bahasa lain hanya dapat dilakukan oleh penutur bahasa ysng bilingual. Tidak mungkin terjadi gejala bahasa yang mencampurkan serpihan bahasa yang satu dengan bahasa yang dimilikinya pada masyarakat tutur yang monolingual. 2.3 Interferensi Penelitian linguistik atau bahasa mengetengahkan banyaknya ketimpangan inequality dalam bahasa yang berdampak pada kemampuan berbahasa baik bagi tiap individu maupun masyarakat pengguna bahasa tempat bahasa tersebut digunakan. Oleh karena itu pengguna bahasa mencoba menggambarkan ketimpangan dan 29
33 kemampuan bahasa dan berbahasa sebagai ciri pembeda manusia dari makhluk hidup lainnya. Pandangan umum di kalangan peneliti bahasa mengatakan bahwa memerikan atau menggambarkan tidak lain adalah menggambarkan bahasa sebagaimana adanya yang dalam hal ini disebut linguistik deskriptif dan memiliki imbangnya yaitu linguistik preskriptif. Linguistik preskriptif tidak menggambarkan bahasa sebagaimana adanya, melainkan memerikan bahasa sebagaimana seharusnya sesuai dengan ukuran yang diperkenankan untuk peristiwa kebahasaan tertentu yang dipandang baik dan benar (Sudaryanto, 1982: 5-6). Dari penjelasan di atas dapat disarikan bahwa penelitian bahasa dapat membantu menjelaskan tidak hanya apa yang seharusnya, tetapi juga apa adanya sebagai gejala faktual atau fenomena bahasa dan berbahasa. Dengan kata lain, tidak ada kemutlakan baku yang merupakan keharusan melainkan adanya perubahan sebagai kekhususan bahasa sehingga memunculkan keragaman sebagai objek kajian bahasa. Istilah interferensi pertama kali digunakan oleh Weinreich (1968) untuk menyebut adanya perubahan sistem suatu bahasa sehubungan dengan adanya persentuhan bahasa tersebut dengan unsur-unsur bahasa lain yang digunakan oleh penutur yang bilingual (Chaer, 2004:195). Dengan demikian kemungkinan terjadinya interferensi hanya pada penutur bahasa yang bilingual atau masyarakat yang bilingual. 30
34 Interferensi hanya mungkin terjadi di dalam masyarakat yang bilingual. Etnis masyarakat Batak Toba yang menggunakan Bahasa Toba juga menggunakan Bahasa Indonesia. Oleh karena itu kemungkinan penggunaan serpihan unit lingual BI dalam BT sangat besar baik dalam pembicaraan resmi, seperti khotbah bbt, maupun tidak resmi. Permasalahan yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah polapola penggunaan BT dan BI dalam suatu lingkungan bahasa yang dipergunakan. Dari penjelasan di atas dapatlah dikatakan bahwa kecenderungan terjadinya interferensi adalah adanya kontak bahasa pada masyarakat yang bilingual. Berdasarkan suatu peristiwa bahasa dapat dinyatakan bahwa sosiolinguistik menangkap repertoir bahasa seseorang saling mempengaruhi. Repertoir bahasa yang dimaksud dalam hal ini adalah semua bahasa atau ragam bahasa yang diketahui seseorang dalam pergaulan, pekerjaan dan kegiatan lainnya baik dengan menggunakan bahasa pertama maupun dengan menggunakan bahasa kedua. Fenomena bahasa yang didapatkan pada buku kotbah Impola ni Jamita adalah adanya penggunaan unit BI yang disadari atau tidak berimplikasi pada kekeliruan atau kekacauan bahasa, dan pemaksaan penggunaan unsur kosa kata dan pola BI ke dalam BT meskipun representasi unsur kosa kata tersebut masih dimiliki BT dan pola tersebut tidak terdapat dalam BT. Sebagai contoh masyarakat penutur BT lebih sering menggunakan kata Tuhan daripada kata Debata. Mungkin hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa kata Debata erat hubungannya dengan agama Batak sebelum masuknya agama Kristen di tanah Batak. 31
35 Penutur yang bilingual adalah penutur yang menggunakan dua bahasa secara bergantian. Penutur yang dapat menggunakan banyak bahasa secara bergantian yang dikenal dengan sebutan penutur multilingual. Kenyataan berbahasa yang menggunakan lebih dari satu bahasa khususnya bilingual memungkinkan terjadinya persentuhan atau kontak bahasa. Persentuhan tersebut memicu masuknya unsur bahasa yang satu ke dalam bahasa yang satu lainnya atau sebaliknya. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemampuan setiap penutur terhadap bahasa ibu, bahasa yang pertama sekali digunakan (B1) dan bahasa yang kemudian diketahui dan dipelajari (B2) sangat bervariasi. Ada penutur yang memiliki kemampuan sama terhadap B1 dan B2. Untuk tipe penuturan yang kemampuan B1 dan B2 tidak berimbang tentu memiliki kecenderungan untuk saling berganti kode bahasa. Dalam keadaan kedwibahasaan (bilingualisme) akan sering terdapat penutur mengganti bahasa atau ragam bahasa. Pergantian ini bisa terjadi karena tuntutan berbahasa atau keperluan yang dituntut oleh situasi berbahasa tersebut. Misalnya, A sedang berbicara dengan B melalui medium bahasa x. Ketika A dan B berbicara kemudian datang C yang tidak memahami bahasa x yang masuk dalam situasi berbahasa tersebut. Untuk dapat melibatkan C dalam situasi berbahasa tersebut maka A dan B beralih menggunakan bahasa D yang dipahami oleh C. Bila situasi berbahasa yang seperti ini terjadi maka kejadian seperti ini disebut alih kode (Nababan, 1984: 31). Penekanan pemahaman terhadap alih kode adalah adanya kesadaran dari penutur untuk menggunakan penggantian bahasa. Namun, apabila penggantian 32
36 bahasa atau ragam bahasa didasarkan pada serpihan-serpihan bahasa lain dalam menggunakan suatu bahasa maka yang terjadi adalah campur kode. Penggunaan serpihan bahasa lain tersebut didasarkan pada kebutuhan situasi berbahasa sehingga tidak dianggap sebagai suatu kesalahan atau penyimpangan. Sebaliknya, bila penggunaan serpihan bahasa lain tersebut merupakan kesalahan atau mengakibatkan penyimpangan terhadap satu bahasa maka hal itu menyebabkan terjadinya peristiwa interferensi (Chaer, 2004 : 158). Dengan kata lain, campur kode yang mengakibatkan adanya penyimpangan atau kesalahan pada satuan lingual lain, hal tersebut dapat dikategorikan sebagai interferensi. Hudson (1996: 160) lebih memilih penggunaan kata peralihan bahasa language transfer daripada interferensi. Transfer atau peralihan bahasa adalah pengaruh dari satu bahasa terhadap bahasa lain. Menurutnya ada dua tipe dari peralihan bahasa yaitu peralihan negatif atau negative transfer yang dikenal sebagai interferensi dan peralihan positif atau positive transfer. Transfer negative atau interferensi adalah penggunaan pola atau aturan bahasa ibu yang menuntun pada suatu kesalahan atau bentuk yang tidak tepat terhadap bahasa sasaran. Misalnya, seorang ibu pedagang di Ajibata-Parapat ketika berkomunikasi dengan turis yang hendak membeli ulos, sebagaimana penulis mengadakan pengamatan, bisa saja menghasilkan ujaran dalam bentuk kalimat It is not price Itu tidak harga dari bentuk kalimat yang sebenarnya It s not expensive. Itu tidak mahal. Kesalahan ini terjadi karena pola transfer yang dilakukan adalah 33
37 pola kalimat bahasa Batak Ndang arga i It s not expensive, ar- ga berarti expensive - mahal, ar-ga berrati price harga. Peralihan positif atau positive transfer adalah penggunaan peralihan atau serpihan bahasa yang tidak memunculkan penyimpangan. Hal ini terjadi karena baik dari bahasa ibu dan bahasa sasaran memiliki bentuk yang sama. Misalnya, baik bahasa Batak dan bahasa Indonesia mempunyai kata rupa untuk makna yang sama bagi keduanya - bentuk. Halliday, dkk. (1964) menggunakan sebutan yang lain untuk bilingualitas sejati dengan ambilingualism atau ambilingualitas. Perlu diingat bahwa jarang orang yang betul-betul ambilingual; kalaupun ada yang banyak terdapat adalah orangorang yang sama-sama baik dalam dua bahasa tetapi umumnya dalam lapangan kebahasaan (language domain yang berbeda-beda). Ini berarti bahwa seseorang dapat berbahasa B dalam satu bidang ilmu (seperti bidang ilmu sosiologi atau hukum), dan tidak begitu baik dalam ilmu lain dan sebagainya (Nababan, 1984 : 33-34). 34
38 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Disain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dimana akan digunakan frekuensi perhitungan data yang dianalisis. Dari populasi data diambil beberapa sampel secara acak lalu dilakukan perhitungan terhadap bagian yang terdapat dalam sampel. Metode lain yang digunakan adalah metode deskripsi. Metode ini berdasar pada penggunaan data yang primer dan sekunder sehingga diperoleh hasil penelitian yang menjelaskan realita yang sebenarnya. Dengan demikian metode deskripsi mampu memberikan penjelasan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai data, sifat-sifat serta hubungan fenomena-fenomena yang diteliti dan pada akhirnya menghasilkan gambaran data yang ilmiah (Djajasudarma, 1993: 8-9). 3.2 Sumber Data Data yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah data primer yang terdapat di dalam khotbah tulis bbt pada buku Impola ni Jamita, buku khotbah yang diterbitkan secara reguler setiap enam bulan, oleh pusat HKBP di Pearaja-Tarutung. Buku kotbah ini dibagikan kepada semua pelayan pada HKBP di seluruh dunia. Untuk tujuan ini, penulis mengumpulkan beberapa buku Impola ni Jamita. Untuk dapat mengumpulkan kosa kata BI pada buku Impola ni Jamita, peneliti membaca semua kotbah yang terdapat pada buku tersebut. Dan, akhirnya penulis 35
39 menjatuhkan pilihan terhadap buku Impola ni Jamita edisi Juni Desember 2006 dengan asumsi buku tersebut memiliki banyak kosa kata BI. Terdapat 30 kotbah di dalam buku Impola ni Jamita edisi Juni Desember Kotbah-kotbah tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 25 kotbah rutin dan 5 kotbah khusus menyambu perayaan Natal Kotbah rutin tersebut masih dikelompokkan menjadi dua, yaitu 20 kotbah bbt dan 5 kotbah bbi. Kotbah yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah kotbah rutin bbt. 3.3 Teknik Pengumpulan Data Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik pemilahan terhadap klausa-klausa di dalam 20 kotbah rutin dalam buku Impola ni Jamita edisi Juni Desember Penulis mengidentifikasi semua serpihan-serpihan BI yang terdapat di dalam klausa bbt. Serpihan-serpihan BI tersebutlah yang menjadi data primer dalam penelitian ini. Metode yang dilakukan peneliti dalam membahas data ialah metode kuantitatif. Dalam hal ini peneliti menginventarisasi dan mencatat data yang telah dipilah-pilah. Pemilahan yang dilakukan dalam hal ini adalah mengelompokkan serpihan-serpihan yang dianggap merupakan bentuk interferensi berdasarkan kelas kata dan/atau kelas frase. Untuk mengelompokkan serpihan-serpihan berdasarkan kelas kata dan/atau kelas frase penulis menggunakan Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu: kelas nomina, kelas verba, kelas ajektiva, kelas adverba, dan kelas partikel 25
40 3.4 Pembahasan Data Setelah ditabulasi dan diklasifikasikan berdasarkan kelasnya, selanjutnya serpihan-serpihan tersebut dibahas dengan merujuk kamus BT yang ada untuk dapat menentukan apakah serpihan tersebut dikelompokkan ke dalam bentuk interferensi positif dan/atau interferensi negatif. Untuk membahas data interferensi negatif, peneliti menggunakan metode deskriptif. Data interfernsi negatif akan dibahas dengan memberikan pemerian. Dalam hal ini, pembahasan data yang dilakukan dengan dengan menggunakan kamus BT, penulis memberikan representasi BT yang seharusnya terhadap data BI tersebut sekaligus padanan dalam BI. Selanjutnya, data interferensi positif dan/atau interferensi negatif dikuantifikasikan untuk dapat memaparkan persentase persebarannya berdasarkan kelas kata dan/atau kelas frase. Akhirnya, setelah melakukan pembahasan, penulis akan menarik simpulan yang lebih dikenal dengan metode deskriptif. 26
41 BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN 4.1 Temuan Penelitian Buku Impola ni Jamita memuat 31 khotbah secara keseluruhan, yang terdiri dari 25 khotbah berbahasa Batak Toba dan 6 khotbah berbahasa Indonesia. Dari 25 khotbah berbahasa Batak Toba, 20 khotbah merupakan khotbah rutin sebagaimana pada buku Impola ni Jamita edisi lainnya. Sisanya (lima khotbah) merupakan khotbah khusus menyambut hari Natal. Pada kesempatan ini penulis mencoba mengambil 20 khotbah berbahasa Batak Toba (khotbah rutin) sebagai objek penelitian. Setelah membaca keduapuluh khotbah pada buku sumber data, Impola ni Jamita, penulis dapat menemukan serpihan BI dalam semua kelas kata, yaitu nomina, verba, ajektiva, adverbia, partikel Serpihan Bentuk Kata Kamus Bahasa Indonesia menyatakan bahwa kata adalah unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa. Dalam bukunya, Kamus Linguistik, Kridalaksana (2001) mengatakan kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas. Berikutnya, Kridalaksana juga mengatakan bahwa kata adalah satuan 27
42 bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem Kelas Nomina Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan, nomina adalah kelas kata yang dalam bahasa Indonesia ditandai oleh tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak, biasanya dapat berfungsi sebagai subjek atau objek dalam klausa. Kridalaksana, dalam bukunya Kamus Linguistik, mengatkan bahwa nomina adalah kelas kata yang biasanya dapat berfungsi sebagai subyek atau obyek klausa, kelas kata ini sering berpadanan dengan orang, benda, atau hal lain yang dibendakan dalam alam di luar bahasa; kelas ini dalam bahasa Indonesia ditandai dengan tidak dapatnya bergabung dengan kata tidak; dalam bahasa Inggris ditandai dengan kemungkinannya bergabung dengan sufiks plural. Pada contoh-contoh 2, 3, 4, 36 berikut, serpihan-serpihan masyarakat, patriarchal, daftar, pengadilan, universalisme adalah merupakan kelas nomina serpihan BI atau yang terdapat dalam Kamus Besar BI. NO 2 KLAUSA Songon na somal jumpang di masyarakat na patriarchal.. Songon na somal jumpang di hajolmaon na mangihuthon sundut ni amana 3 Seperti yang biasa terdapat pada masyarakat yang patriarkat Molo pinaganjang daftar ni angka.. Molo pinaganjang jojor ni angka 40
43 4 dipanjangkan daftar para anggo di pengadilan manguhumi.. anggo di paruhuman manguhumi 36. kalau di pengadilan menghakimi angkup ni i menonjol do nang universalisme angkup ni i tandi do nang universalisme selain itu universalisme juga menonjol Kelas Verba Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dikatakan bahwa verba adalah kata yang menggambarkan proses, perbuatan, atau keadaan. Kridalaksana dalam bukunya Kamus Linguistik mengatakan bahwa verba adalah kelas kata yang biasanya berfungsi sebagai predikat; dalam beberapa bahasa lain verba mempunyai ciri morfologis seperti ciri kala, aspek, persona, atau jumlah. Sebagian besar verba mewakili unsur semantis perbuatan, keadaan, atau proses; kelas ini dalam Bahasa Indonesia ditandai dengan kemungkinan untuk diawali dengan kata tidak dan tidak mungkin diawali dengan kata seperti sangat, lebih, dsb. Pada contoh-contoh 25, 27, 28, 36 berikut, serpihan-serpihan diperhadapkan, sipartahanhononta, marmutu, menonjol adalah merupakan serpihan kelas verba BI atau yang terdapat di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. 41
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan akal budi memahami hal-hal lain (KBBI,
Lebih terperinciPENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS
PENYEBAB INTERFERENSI GRAMATIS BAHASA BATAK ANGKOLA DALAM KARANGAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KELAS 5 SDN 105010 SIGAMA KECAMATAN PADANG BOLAK TAPANULI SELATAN Fitriani Lubis Fakultas Bahasa dan Seni Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang memerlukan interaksi dengan manusia lain dalam kehidupan sehari-harinya. Untuk melakukan interaksi tersebut, manusia memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan baik antarsesama. (Keraf, 1971:1), bahasa merupakan alat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa memiliki peranan penting bagi manusia. Bahasa merupakan alat komunikasi dalam lisan maupun tulisan. Tanpa bahasa, seseorang tidak dapat berinteraksi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Interferensi terjadi pada masyarakat tutur yang memiliki dua bahasa atau lebih yang disebut masyarakat bilingual (dwibahasawan). Interferensi merupakan perubahan
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian keadaan kelompok
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersifat produktif dan dinamis. Selain itu perkembangan bahasa juga dipengaruhi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa selalu mengalami perkembangan dan perubahan dalam kurun waktu tertentu. Perkembangan dan perubahan bahasa terjadi karena bahasa yang bersifat produktif dan dinamis.
Lebih terperinciBAB II BERBAGAI KAJIAN TENTANG INTERFERENSI, SIKAP BAHASA, DAN BAHASA BATAK TOBA
BAB II BERBAGAI KAJIAN TENTANG INTERFERENSI, SIKAP BAHASA, DAN BAHASA BATAK TOBA 2.1 Pengantar Kajian-kajian tentang interferensi terhadap bahasa daerah di Indonesia telah banyak dilakukan. Demikian juga
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relavan Penelitian mengenai multilingualisme telah banyak dilakukan oleh para peneliti di Indonesia. Penelitian-penelitian itu yang dilakukan oleh: Susi Yuliawati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa bahasa manusia tidak dapat saling berinteraksi baik antar individu maupun kelompok. Bahasa
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengantar Semarang merupakan pusat pemerintahan dan pusat ekonomi. Semarang telah menjadi suatu wilayah yang kompleks masyarakatnya. Keadaan ini terjadi karena sekarang semakin
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA. Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik
BAB II KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teori Konsep dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori sosiolinguistik dan teori tradisional. Teori sosiolinguistik yang digunakan adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sudah sewajarnya bahasa dimiliki oleh setiap manusia di dunia ini yang secara rutin
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah 1.1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa merupakan suatu kajian yang tidak akan pernah habis untuk dibicarakan karena bahasa telah menjadi bagian dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap individu manusia tidak akan pernah luput dari berkomunikasi antar sesama, baik dalam kehidupan sehari-hari di keluarga maupun di lingkungan masyarakat tempat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi, dan mengidentifikasi diri (Kridalaksana, 2001: 21). Sebagai alat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa (language) merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang / Masalah Penelitian Dalam kedudukannya sebagai bahasa daerah, bahasa Pakpak Dairi (selanjutnya disingkat BPD) tidak hanya berfungsi sebagai lambang kebanggaan daerah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemakaian bahasa Indonesia mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedudukan bahasa Indonesia saat ini semakin mantap sebagai wahana komunikasi, baik dalam hubungan sosial maupun dalam hubungan formal. Pemakaian bahasa Indonesia mulai
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Biau. Kabupaten Buol. Adapun penelitian sejenis yang pernah diteliti antara lain:
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian yang Relevan Sebelumnya Penelitian tentang alih kode dan campur kode, sudah banyak diteliti oleh para peneliti sebelumnya. Namun sejauh ini belum ada yang melakukan penelitian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. dilakukan. Akan tetapi penelitian tentang interferensi bahasa telah banyak dilakukan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Kajian tentang penggunaan bahasa Suwawa khususnya di lingkungan masyarakat Kecamatan Bone Raya Kabupaten Bone Bolango belum pernah dilakukan. Akan tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia pada umumnya memiliki keterampilan menggunakan dua bahasa atau lebih (multilingual), yaitu bahasa Indonesia (BI) sebagai bahasa nasional dan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa daerah bagi penuturnya telah mendarah daging karena tiap hari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa daerah bagi penuturnya telah mendarah daging karena tiap hari digunakan. Oleh karena itu tidak heran apabila bahasa daerah yang kita kenal pada saat ini
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bangsa Indonesia mengalami kontak dengan beberapa bangsa asing yang membawa bahasa dan kebudayaannya masing-masing.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi menggunakan simbol-simbol vokal
2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sarana komunikasi yang paling penting sesama masyarakat adalah bahasa. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia lain. Bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akibatnya, banyak masyarakat
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sangat penting, yaitu sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Di samping bahasa Indonesia, terdapat juga bahasa daerah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi, digunakan baik sebagai bahasa pengantar sehari-hari ataupun bahasa pengantar di lingkungan formal seperti bahasa pengantar sekolah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dominan di antara sesama manusia. Realitas ini menunjukkan betapa bahasa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Bahasa adalah salah satu faktor yang menjadi ciri pembeda antara manusia dengan makhluk lainnya. Bahasa merupakan alat dalam komunikasi dan interaksi yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan, buku-buku yang digunakan dalam pengkajian ini adalah buku-buku tentang sosiolinguistik.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Bahasa Indonesia dan bahasa daerah merupakan unsur budaya Indonesia yang hidup. Bahasa-bahasa tersebut mendapat tempat tersendiri di dalam khasanah kebudayaan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Makhluk sosial
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial, yaitu mahluk yang berkelompok dengan spesiesnya, untuk berinteraksi dengan sesamanya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dalam menyampaikan ide, gagasan, atau perasaan kepada orang lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa digunakan oleh manusia dalam bidang kehidupannya. Mempelajari bahasa dan mengkaji bahasa merupakan hal yang penting dilakukan oleh manusia karena secara langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu bagian dalam kebudayaan yang ada pada semua masyarakat di dunia. Bahasa terdiri atas bahasa lisan dan tulisan. Sebagai bagian dari kebudayaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku (etnis) yang masing-masing suku tersebut memiliki nilai budaya yang dapat membedakan ciri satu dengan yang lainya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat sebagai salah satu tempat interaksi bahasa berlangsung, secara sadar atau tidak sadar menggunakan bahasa yang hidup dalam masyarakat. Bahasa juga
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari objek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan salah satu unsur kebudayaan suatu bangsa dan peranannya sangat penting sehingga melalui bahasa dapat dilihat tinggi rendahnya kebudayaan bangsa tersebut.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa Indonesia memiliki status sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi: (a) lambang kebanggaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah salah satu identitas sebuah bangsa demikian juga halnya dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki dialek oleh karena seperti bahasa Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena interferensi bahasa sangat lumrah terjadi pada masyarakat yang menggunakan dua bahasa atau yang juga disebut dwibahasa. Fenomena tersebut dalam sosiolinguistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Linguistik adalah ilmu tentang bahasa; penyelidikan bahasa secara ilmiah (Kridalaksana, 2008:143). Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang digunakan oleh para anggota
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, yang kemudian disebut dengan komunikasi. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46). Untuk
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah ide-ide, penggambaran, hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial, yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Malo, 1985:46).
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era
BAB I PENDAHULUAN 1.6 Latar Belakang Perkembangan masyarakat dapat mempengaruhi perubahan bahasa. Era globalisasi merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya perubahan bahasa. Mudahnya informasi yang
Lebih terperinciCAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang
CAMPUR KODE TUTURAN GURU BAHASA INDONESIA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR: Studi Kasus di Kelas VII SMP Negeri 20 Padang Oleh: Murliaty 1, Erizal Gani 2, Andria Catri Tamsin 3 Program Studi Pendidikan Bahasa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang di dalamnya terdapat beranekaragam suku bangsa, yang memiliki adat-istiadat, tradisi dan kebiasaan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya metafora adalah suatu bentuk kekreatifan makna dalam menggunakan bahasa saat berkomunikasi baik bahasa lisan maupun bahasa tulisan. Di dalam berbahasa,
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu tuturan, alih kode, campur kode dan bilingualisme. 2.1.1 Tuturan Tuturan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dita Marisa, 2013
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini akan diuraikan, latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut.
Lebih terperinciPEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI
PEMAKAIAN ISTILAH-ISTILAH DALAM BAHASA JAWA DIALEK SURABAYA PADA BERITA POJOK KAMPUNG JTV YANG MELANGGAR KESOPAN-SANTUNAN BERBAHASA SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi syarat-syarat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terdiri atas berbagai macam suku. Salah satu suku di Indonesia adalah suku Batak yang terdiri atas lima etnik, yakni etnik Batak Toba, etnik Pakpak Dairi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat. pada setiap bahasa, khususnya bahasa ibu atau bahasa asal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Bahasa menjadi kunci penentu proses perubahan. Namun demikian, hal itu terkadang kurang
Lebih terperinciBAB II PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA DI SEKOLAH DASAR. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia bahasa adalah sistem lambang bunyi
BAB II PEMAKAIAN BAHASA INDONESIA SISWA DI SEKOLAH DASAR A. Pengertian Bahasa Bahasa merupakan sarana komunikasi yang bersifat sistematis dan sekaligus sistemis yang dimaksud dengan sistematis adalah bahawa
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian.
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Alih Kode Konsep dapat mendukung proses berjalannya suatu penelitian. Menurut KBBI konsep adalah rancangan dasar, ide, pengertian, dan gambaran
Lebih terperinciBAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal tersebut
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang dipergunakan akal budi untuk memahami hal-hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tradisi dan budaya yang sangat tinggi. Bahasa merupakan Sistem lambang bunyi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan ekspresi verbal yang disebut bahasa. Bahasa
Lebih terperinciPEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK.
PEMILIHAN BAHASA DALAM MASYARAKAT PEDESAAN DI KABUPATEN TEGAL DAN IMPLIKASINYA SEBAGAI ALTERATIF BAHAN AJAR MATA KULIAH SOSIOLINGUISTIK Leli Triana ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR. Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK
IDENTIFIKASI KEDWIBAHASAAN SISWA: IMPLEMENTASI STUDI KEBAHASAAN DI SEKOLAH DASAR Gio Mohamad Johan 1 ABSTRAK Studi penelitian ini berupaya mengungkap fenomena kedwibahasaan yang terjadi pada siswa sekolah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. istilah. Berikut diuraikan penjelasan yang berkaitan dengan pendahuluan.
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini diuraikan mengenai: (1) latar belakang, (2) fokus penelitian, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) penegasan istilah. Berikut diuraikan penjelasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang dipergunakan sebagai alat untuk berinteraksi dalam menyampaikan pendapat terhadap masyarakat, baik berupa pesan lisan, maupun
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. tentang pemertahanan bahasa Bali di Universitas Airlangga, dan pemertahanan
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Penelitian yang mengangkat masalah Pemertahanan Bahasa Bali belum ada yang melakukan di daerah Gorontalo, namun peneliti menemukan di internet
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat yang digunakan oleh sekelompok manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Bahasa juga merupakan ekspresi kebudayaan, karena bahasa mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari beraneka ragam suku yang masing-masing suku memiliki bahasa daerah tersendiri yang membedakan bahasa suku yang satu dengan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya. Berkomunikasi merupakan cara manusia saling berinteraksi dengan manusia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk, baik secara sosial, budaya, maupun linguistik. Berdasarkan aspek linguistik, masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
Lebih terperinciPEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT
PEMILIHAN KODE MASYARAKAT PESANTREN DI PESANTREN AL-AZIZ BANJARPATOMAN DAMPIT Oleh Abdul Hamid 1 Anang Santoso 2 Roekhan² E-mail: hiliyahhamid@gmail.com Universitas Negeri Malang Jalan Semarang Nomor 5
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apa yang akan terjadi saat seseorang pertama kali belajar bahasa asing? Apakah ia akan dengan mudah beradaptasi dengan bahasa barunya? Atau janganjangan, ia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau kelompok individu terutama kelompok minoritas atau kelompok yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seseorang dapat bertutur dengan bahasa tertentu secara tiba-tiba dalam situasi penuturan baik bersifat formal maupun yang bersifat informal. Mengganti bahasa diartikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat suku Pakpak. Masyarakat suku Pakpak merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Televisi adalah sesuatu yang sudah sangat familiar dalam beberapa dekade terakhir ini. Banyak acara dibuat untuk memenuhi kebutuhan informasi atau hanya sekedar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi dilakukan manusia untuk menyampaikan gagasan atau bertukar pikiran,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tata kalimat, dan tata makna. Ciri-ciri merupakan hakikat bahasa, antara lain:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa sebagai rangkaian bunyi yang mempunyai makna tertentu yang dikenal sebagai kata, melambangkan suatu konsep. Setiap bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan
Lebih terperincib. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang turut memperkaya kebudayaan nasional.
1.4.2 Manfaat Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pemakaian kata sapaan dalam bahasa Batak Toba. b. Untuk memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang terdiri atas beribu pulau, yang didiami oleh berbagai suku bangsa. Setiap suku bangsa mempunyai ciri khas tersendiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa pengantar dalam komunikasi sehari-hari. nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa merupakan sarana yang vital dan utama dalam hidup. Karena tanpa bahasa sulit bagi kita untuk mengerti atau memahami arti dan maksud dari perkataan orang lain.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rizqi Aji Pratama, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajaran bahasa Indonesia (BI) di SMA dan MA dilaksanakan dengan mengacu pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang di dalamnya berisi keterampilan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selain bahasa sebagai alat manusia untuk mengekspresikan pikiran dan perasaanya, bahasa juga mempengaruhi pikiran manusia itu sendiri. Ilmu Sosiolinguistik memandang
Lebih terperinciPERGESERAN KATA SAPAAN DALAM BAHASA MINANGKABAU DIALEK AGAM DI KOTA MEDAN
PERGESERAN KATA SAPAAN DALAM BAHASA MINANGKABAU DIALEK AGAM DI KOTA MEDAN TESIS Oleh: RAINA ROSANTI 097009033/LNG SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2011 PERGESERAN KATA SAPAAN DALAM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa sebagai wahana komunikasi digunakan setiap saat. Bahasa merupakan alat berkomunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi yang dihasilkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. harkat manusia sebagai ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Multietnik tersebut sekaligus menandai banyaknya bahasa daerah yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang digunakan manusia untuk menyampaikan pesan dan tujuan kepada orang lain. Bahasa dijadikan sebagai mediasi dalam
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis turutan..., Bima Anggreni, FIB UI, 2008
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat berkomunikasi menggunakan bahasa, manusia saling menyampaikan informasi yang dapat berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka adalah langkah yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka berisi beberapa hasil-hasil penelitian terdahulu yang ada kaitannya dengan penelitian yang dilakukan. Kajian pustaka
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penelitian tentang kebahasaan, terutama yang berkaitan dengan penelitian penggunaan alih kode dan campur kode sudah sering dilakukan oleh penelitipeneliti
Lebih terperinciINTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA KATINGAN TERHADAP BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 1 KATINGAN TENGAH KABUPATEN KATINGAN KALIMANTAN TENGAH
p-issn: 2088-6991 Jurnal Tarbiyah (Jurnal Ilmiah Kependidikan) e-issn: 2548-8376 Desember 2017 INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA KATINGAN TERHADAP BAHASA INDONESIA DI SMP NEGERI 1 KATINGAN TENGAH KABUPATEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Masing-masing pulau tersebut dihuni oleh beragam suku dengan bahasa yang beragam pula, bahkan tidak sedikit satu pulau didiami
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai masyarakat sosial dituntut untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Untuk keperluan ini, manusia dapat menggunakan bahasa. Bahasa merupakan alat komunikasi
Lebih terperinciALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK
ALIH KODE DAN CAMPUR KODE SERTA PENGGUNAANNYA DALAM RANAH SOSIOLINGUISTIK Sungkono Dekan FKIP Universitas Borneo Tarakan E-mail: sungkono_ubt@yahoo.com ABSTRAK: Manusia mengungkapkan maksud yang ingin
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak
9 BAB II KAJIAN TEORI Persinggungan antara dua bahasa atau lebih akan menyebabkan kontak bahasa. Chaer (2003: 65) menyatakan bahwa akibat dari kontak bahasa dapat tampak dalam kasus seperti interferensi,
Lebih terperinciSEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010
BEBERAPA PERUBAHAN BUNYI VOKAL PROTO AUSTRONESIA DALAM BAHASA MANDAILING DAN TOBA (SUATU KAJIAN LINGUISTIK HISTORIS KOMPARARIF) TESIS OLEH ERLIANA SIREGAR 087009007/LNG SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS
Lebih terperinciAbstraksi. Kata kunci: dialektologi, sikap, bahasa, minang, rantau
Kajian Dialektologi dan Sikap Bahasa Minang Pada Pedagang Rantau di Jakarta 1 Erni Hastuti, 2 Teddy Oswari 1 Fakultas Sastra dan Bahasa, Universitas Gunadarma 2 Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
Lebih terperinciINTERFERENSI LEKSIKAL, FRASIOLOGIS, DAN KLAUSAL BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA DALAM MAJALAH AULA
Interferensi Leksikal, Frasiologis, dan Klausal (Muntiqoh) 87 INTERFERENSI LEKSIKAL, FRASIOLOGIS, DAN KLAUSAL BAHASA JAWA KE DALAM BAHASA INDONESIA DALAM MAJALAH AULA Muntiqoh Alumni Pascasarjana Unisda
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Penggunaan suatu kode tergantung pada partisipan, situasi, topik, dan tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan alat komunikasi yang digunakan seseorang dalam kehidupan mereka setiap harinya. Baik untuk komunikasi antarteman, murid dengan guru, maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa selalu mengalami perubahan dan perkembangan.perkembangan dan perubahan itu terjadi karena adanya perubahan sosial, ekonomi, dan budaya.perkembangan bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat yang berupa sistem lambang bunyi yang bermakna dan dihasilkan oleh alat ucap manusia (Keraf, 2004:1), sedangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
BAB I PENDAHULUAN Di dalam pendahuluan ini akan diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. 1. Latar
Lebih terperinciALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL. oleh: Ni Made Yethi suneli
ALIH KODE DAN CAMPUR KODE DALAM PEMBELAJARAN SAINS DI SD DOREMI EXCELLENT SCHOOL oleh: Ni Made Yethi suneli Abstrak: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk menganalisis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Dalam bagian ini diuraikan (1) latar belakang, (2) masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, dan (5) struktur organisasi penulisan. Adapun uraiannya sebagai berikut. 1.1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana komunikasi yang paling penting pada manusia adalah bahasa. Oleh karena kedudukannya yang sangat penting, maka membuat bahasa tidak pernah lepas dari kehidupan
Lebih terperinciINTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN
INTERFERENSI SINTAKSIS BAHASA MINANGKABAU DALAM BAHASA INDONESIA PADA MASYARAKAT MINANG PERANTAU DI MEDAN Syamsul Bahri Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah SMP Negeri 2 Polanharjo merupakan sekolahan yang letaknya di pinggiran Kabupaten Klaten tepatnya di Jalan Raya Tegalgondo-Janti km 3, Sidowayah, Polanharjo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. satu sama lain. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat komunikasi sosial.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam komunikasi, hubungan antara bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan karena bahasa merupakan wahana bagi masyarakat untuk berinteraksi satu sama lain. Fungsi
Lebih terperinci