BAB II KONSEPSI DASAR ATAS PENGATURAN DAN IMPLIKASI CALON PERSEORANGAN TERHADAP SISTEM KEPARTAIAN DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KONSEPSI DASAR ATAS PENGATURAN DAN IMPLIKASI CALON PERSEORANGAN TERHADAP SISTEM KEPARTAIAN DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II KONSEPSI DASAR ATAS PENGATURAN DAN IMPLIKASI CALON PERSEORANGAN TERHADAP SISTEM KEPARTAIAN DI INDONESIA 2.1 Pengertian Pengaturan dan Implikasi Calon Perseorangan Terhadap Sistem Kepartaian di Indonesia Dalam mencari pengertian pengaturan dan implikasi calon perseorangan terhadap sistem kepartaian di Inonesia yang dimaksud dalan skripsi ini dapat dijelaskan dengan mencari arti kata dari pengaturan, implikasi, dan sistem secara umum, kemudian dikaitkan dengan calon perseorangan. Kata pengaturan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tatanan (petunjuk, kaidah, ketentuan) yang dibuat untuk mengatur. 1 Pengaturan juga dimaksudkan untuk memperoleh suatu tujuan, dan merupakan proses, cara yang diperintahkan dan harus dipatuhi agar tercapainya suatu tujuan. Pengaturan yang dimaksud dalam konteks skripsi ini dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan mengatur melalui pemilihan norma-norma tertentu yang memaparkan tahapan Pilkada khususnya tentang peserta calon perseorangan. Pengaturan calon perseorangan bertujuan untuk mewujudkan ketertiban dalam pelaksanakan Pilkada dan untuk menciptakan demokrasi yang ideal, dengan adanya calon perseorangan setiap warga negara berhak maju menjadi kepala daerah, hal ini tentu diperlukan pembatasan dengan aturan yang jelas dan tegas. 1 Departemen Pendidikan Nasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-4, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.99. 1

2 Menurut Jimly Asshiddiqie, norma-norma yang bersifat mengatur (regeling) dengan isi norma yang bersifat umum dan abstrak (general and abstract norm) itu dituangkan dalam bentuk tertulis yang disebut sebagai peraturan perundangundangan. Disebut peraturan karena produk hukum tersebut memang merupakan hasil dari rangkaian aktifitas pengaturan. 2 Menurut Attamimi ada dua aturan yaitu wet formal dan wet materiil, yang dimaksud dengan wet formal yaitu aturan (wet) yang terbentuk dari kewenangan atribusi dan konstitusi yang memiliki asas tujuan yang jelas, asas lembaga yang tepat, asas dapat dilaksanakan, dan asas konsensus. Sedangkan wet materiil yaitu aturan (wet) yang mengandung materi tertentu yang tunduk pada aturan dan prosedur, dengan asas sistematika yang benar, asas dapat di kenali dan asas kepastian hukum. 3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa implikasi merupakan keterlibatan, atau keadaan terlibat, yang termasuk atau tersimpul, yang disugestikan tapi tidak dinyatakan. 4 Selain itu Implikasi dapat diartikan sebagai efek yang ditimbulkan dimasa depan atau dampak yang akan dirasakan ketika melakukan sesuatu. Bisa juga implikasi diartikan sebagai akibat langsung yang terjadi karena suatu hal yang baru misalnya penemuan atau karena hasil skripsi. Kata implikasi sendiri memiliki makna yang cukup luas sehingga maknanya cukup beragam. Implikasi bisa didefinisikan sebagai suatu akibat yang terjadi karena sesuatu hal. 2 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang, Konpress, Jakarta, h.99, (Selanjutnya di singkat Jimly Asshiddiqie II) 3 Maria Farida Indrati Soeprapto, 2010, Ilmu Perundang- Undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, h Departemen Pendidikan Nasional, Op.cit. h

3 Dalam suatu penelitian implikasi dapat digunakan untuk membandingkan suatu penelitian yang lalu dengan penelitian yang terbaru. Pada skripsi ini implikasi yang dimaksud adalah efek yang ditimbulkan atau akibat yang akan terjadi, dari adanya putusan tentang calon perseorangan yang diizinkan menjadi peserta dalam pemilihan kepala daerah, yang kemudian dihadapkan dengan sistem kepartain yang diterapkan di Indonesia. Dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia khususnya dalam pemilihan Kepala Daerah sebagai badan eksekutif maupaun DPRD sebagai badan legislatif partai politik memegang peranan penting, dengan menghimpun hampir keseluruhan aspirasi masyarakat dan dituangkan pada visi misi serta program dari masing-masing calon untuk diwujudkan dalam pemerintahan, sehingga sangat menentukan keberlangsungan pemerintahan dan kehidupan masyarakat kedepannya. Konsep sistem secara umum memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu terdiri dari komponen-komponen yang saling berhubungan, saling mengalami ketergantungan dalam keutuhan organisasi yang teratur serta terintegrasi. Kaitannya dengan hukum, Subekti dalam seminar hukum nasional IV Maret 1979 di Jakarta, berpendapat bahwa suatu sistem adalah suatu susunan atau tatanan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain, tersusun menurut suatu rencana atau pola untuk mencapai suatu tujuan. 5 Dalam suatu sistem yang baik tidak boleh adanya suatu benturan atau pertentangan antara bagian-bagiannya, selain itu juga tidak boleh ada tumpang tindih 5 Abdoel Djamali, 2011, Pengantar Hukum Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h

4 diantara bagian-bagiannya dan setiap sistem mengandung suatu asas-asas yang menjadi pedoman dalam pembentukan. Dapat dikatakan bahwa suatu sistem tidak terlepas dari asas-asas yang mendukungnya, dengan demikian sifat sistem itu menyeluruh dan berstuktur, yang keseluruhan komponen-komponennya bekerja sama dalam hubungan fungsional. Sistem kepartaian yang dimaksud dalam skripsi ini adalah tatanan atau susunan kepartaian yang diterapkan di Indonesia. Dalam sebuah negara partai pasti sudah menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan demokrasi, banyak sekali sistem kepartain yang dianut atau diterapkan oleh negara-negara di Dunia, dan sistem kepartaian yang diterapkan di Indonesia adalah sistem multi-partai. Secara keseluruhan pengaturan dan implikasi calon perseorangan dalam sistem kepartaian yang dimaksud adalah mengkaji aturan-atauran yang dijadikan pedoman dalam pemilihan kepala daerah khususnya untuk calon perseorangan, dan melihat dampak atau efek yang timbul dari penerapan calon perseorangan terhadap sistem kepartaian di Indonesia. 2.2 Latar Belakang Calon Perseorangan Peningkatan perkembangan demokrasi di suatu negara, terus mengalami perkembangan begitu juga lingkungan politik yang kompetitif. Hal ini berdampak 4

5 pada peningkatan kesadaran terhadap permasalahan dalam arena penanganan keberadaan pemilu, keberadaan pemilu menjadi lebih kompeten untuk memenuhi kewajiban dasar masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu. Begitu juga pengaturan tentang pemilu yang dilaksanakan di suatu negara terus mengalami perubahan untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis. Dalam teori Hendry B. Mayo, demokrasi didasari oleh nilai-nilai yang positif dan mengandung unsur-unsur moral universal yang tercermin dari: 1) Penyelesaian perselisihan dengan damai dan melembaga. 2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah. 3) Menyelenggarakan pergantian pemimpin secara teratur. 4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum. 5) Mengakui serta menganggap wajar adanya keanekaragaman dalam masyarakat yang bercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentingan serta tingkah laku, dan 6) Menjamin tegaknya keadilan. 6 Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi di atas dibutuhkan lembagalembaga politik, yang oleh Robert A. Dahl dalam bukunya On Democracy, disebutkan ada enam lembaga yaitu: 1) Para pejabat yang di pilih. 2) Pemilihan umum yang bebas, adil, dan berkala. 3) Kebebasan berpendapat. 4) Sumber informasi alternatif 5) Otonomi asosiasional 6) Hak kewarganegaraan yang inklusif 7 Jakarta, h Taufiqurrohman Syahuri, 2011, Tafsir Konstitusi berbagai Aspek Hukum, Kencana, 7 Ibid., h

6 Dari pendapat Robert A. Dahl dapat dilihat bahwa demokrasi dalam implementasinya tidak semata-mata dilakukan oleh partai politik tapi juga dilakukan langsung oleh publik. Di Indonesia ada DPR yang anggotanya berasal dari partai politik dan DPD yang anggotanya perseorangan. Bahkan dalam masyarakat pedesaan proses pemilihan kepala desanya dilakukan secara langsung tanpa melalui partai politik. Sedangkan di Inggris selain ada perwakilan dari partai politik di parlemen juga ada utusan golongan, seperti dulu ada utusan golongan di MPR. Jadi keliru apabila demokrasi harus dijalankan oleh partai politik saja tanpa ada sarana lain. UUD NRI 1945 mengadopsi kata demokrasi dalam Pasal 18 ayat (4) yang menyebutkan gubernur, bupati, dan walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. Bertitik tolak dari Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945, peserta pemilihan kepala daerah mengalami perkembangan yaitu dengan adanya calon perseorangan. Dimana terkait calon perseorangan pada awalnya MK menyatakan, ketentuan mengenai pencalonan melalui partai politik tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945 karena merupakan wilayah kebijakan hukum, kemuadian lahirlah keputusan yang mengharuskan calon perseorangan diakomodasi dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Putusan MK yang menyatakan bahwa pembatasan pengajuan melalui calon partai politik tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945 adalah Putusan MK Nomor 006/PUU-III/2005. Ketentuan pembatasan itu merupakan pelaksanaan dari Pasal 18 6

7 ayat (4) UUD NRI 1945 dalam bentuk pengaturan mekanisme rekrutmen jabatan pemerintahan yang tidak bertentangan dengan prinsip non diskriminasi. Jadi dalam putusan MK No. 006/PUU-III/2005, dinyatakan bahwa prinsip persamaan kududukan dan kesempatan dalam pemerintahan atau tanpa diskriminasi merupakan hal yang berbeda dengan mekanisme rekrutmen dalam jabatan pemerintahan yang dilakukan secara demokratis. 8 Setiap orang berhak untuk ikut serta dalam pemerintahan hal itu sudah dilindungi oleh konstitusi sepanjang orang tersebut memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang yang berkenaan dengan hal itu. Dalam Undang- Undang No. 10 tahun 2016 disebutkan persyaratan bakal calon kepala daerah yaitu syarat usia, pendidikan, kesehatan jasmani dan rohani, tidak sedang dicabut hak pilihnya. dan syarat-syarat lainnya. Persyaratan itu berlaku sama terhadap semua orang, tanpa membeda-bedakan orang baik karena alasan agama, suku, ras, etnik, kelompok golongan, jenis kelamin maupun keyakinan politik sehingga tidak bersifat diskriminatif sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan 28D ayat (3) UUD NRI Persyaratan pengusulan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah harus melalui pengusulan partai politik, merupakan suatu proses pemilihan kepala daerah yang diterapkan di Indonesia. Pengusulan oleh partai politik dalam Pemilu tidak dipandang bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan hal ini tidak 8 Janedjri M. Gaffar, 2013, Hukum Pemilu dalam Yurisprudensi Mahkamah Konstitusi, Konsitusi pers, Jakarta, h

8 menghilangkan hak konstitusional warga negara, sepanjang memenuhi syarat-syarat yang telah diatur. Seiring dengan perkembangan pemilu, khususnya keberadaan calon perseorangan dalam putusan MK Nomor 5/PUU-V/2007, yaitu pokok permohonan pemohon yang utama adalah ketentuan pembatasan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah hanya diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik telah membatasi hak seseorang untuk ikut serta sebagai peserta calon kepala daerah. Sehingga dalam putusan ini MK megabulkan bahwa calon perseorangan dapat ikut sebagai peserta dalam Pilkada. Adapun yang juga melatar belakangi penerapan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah yaitu, terkait dengan perkembangan pengaturan pemilihan kepala daerah di Aceh, dimana berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, calon perseorangan telah diakui, sebelum putusan MK No. 5/PUU-V/2007 di tetapkan. Pada Pasal 67 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2006 menyatakan bahwa, pasangan calon gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) diajukan oleh: a. Partai politik atau gabungan partai politik b. Partai politik lokal atau gabungan partai politik local c. Gabungan partai politik dan partai politik lokal, dan/atau d. Perseorangan Dibukanya kesempatan bagi calon perseorangan melalui Pasal 67 ayat (1) huruf d UU No. 11 tahun 2006 tidak bertentangan dengan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 8

9 1945. Pemberian kesempatan kepada calon perseorangan bukan merupakan suatu perbuatan yang terpaksa untuk dilakukan, tapi lebih kepada memberikan peluang dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah agar lebih demokratis. Daerah istimewa Aceh memang memiliki sistem pilkada yang berbeda dengan daerah lain terutama pada peserta calon perseorangan. 9 Namun dengan diberikan kesempatan kepada calon perseorangan di Aceh dapat menimbulkan berlakunya dua hukum yang berbeda dalam suatu negara dan akan mengakibatkan perbedaan kedudukan antara warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Aceh dan yang bertempat tinggal di wilayah lain. Warga negara yang bertempat tinggal di provinsi lain selain Aceh akan mendapat hak yang lebih sedikit karena tidak dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah secara perseorangan. Dengan pertimbangan pemilu di Aceh MK dihadapkan pada pilihan mekanisme manakah yang harus dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat agar tidak terjadi dualisme hukum, selain itu perlunya persamaan hak warga negara sebagaimana dijamin oleh Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3) UUD NRI 1945 tidaklah dapat dilakukan dengan cara menyatakan bahwa pengajuan calon pereorangan yang ditentukan oleh Pasal 67 ayat (2) UU No. 11 Tahun 2006 bertentangan dengan UUD NRI 1945, karena calon perseorangan memang tidak melanggar konstitusi. Namun persamaan hak dapat dilakukan dengan perubahan dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 agar menyesuaikan dengan 9 Taufiqurrohman Syahuri, Op.cit, h

10 perkembangan baru yaitu dengan memberikan hak kepada perseoragan untuk dapat mencalonkan diri sebagai kepala daerah tanpa harus melalui partai politik atau gabungan partai politik. 10 Dari praktek pemilu di Aceh menggambarkan tentang berlakunya calon perseorangan telah melahirkan realitas baru dalam dinamika ketatanegaraan yang telah menimbulkan dampak kesadaran konstitusi secara nasional, dan terlihat bahwa partai politik hanya salah satu saja dari wujud partisipasi masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi. Selain pemilu di Aceh yang terpenting dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 adalah proses pemilihannya harus dilakukan demokratis. Demokratis berarti membuka peluang kepada semua termasuk didalamnya adalah publik selain partai politik dan asosiasi. Jadi ada publik ada partai, dan ada asosiasi lain yang menentukan calon pemimpin, tapi pada akhirnya publiklah yang menentukan pilihannya. Penutupan akses pada publik untuk mengantar calon pemimpin kepada pemilihan yang demokratis sama saja dengan membatasi prinsip-prinsip demokrasi. Pembatasan terhadap prinsip-prinsip demokrasi hanya dibenarkan sepanjang pembatasannya itu dilakukan secara demokratis. 11 Sebagai contoh UUD NRI 1945 telah membatasi prinsip demokrasi dalam pemilihan presiden dan wakil presiden dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI 1945, yakni pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkna oleh partai politik atau 10 Janedjri M. Gaffar, Op.cit, h Taufiqurrohman Syahuri, Op.cit, h

11 gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum. Jadi ketentuan ini merupakan pembatasan dari prinsip demokrasi yang dilakukan secara demokratis dalam bentuk konstitusi. Sementara dalam pemilihan kepala daerah tidak ada norma yang membatasi calon kepala daerah diusulkan oleh partai politik dalam UUD NRI 1945, yang ada adalah pemilihan secara demokratis. Dengan demikian selama undang-undang tidak mengatur secara tegas sebagai mana contoh Pasal 6 ayat (2) UUD NRI 1945, maka undang-undang yang ada di bawahnya tidak boleh membatasi prinsip demokrasi. Akibatnya pengaturan calon kepala daerah harus diusulkan oleh partai politik di pandang tidak demokratis. 2.3 Sejarah Kepartain di Indonesia Sejarah Kepartaian Pra Kemerdekaan. Partai politik pertama-tama lahir di negara Eropa Barat, dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikut sertakan dalam proses pemerintahan. Maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintah di pihak lain. Pada awal perkembangannya, akhir dekode 18-an di negara-negara Barat seperti Ingris dan Prancis, kegiatan politik dipusatkan pada kegiatan-kegiatan kelompok politik dalam parlemen. Kegiatan ini bersifat elastis dan aristokrasi, mempertahankan kepentingan bangsawan terhadap tuntutan-tuntutan saja, dengan meluasnya hak pilih kegiatan politik juga berkembang di luar parlemen dengan 11

12 terbentuknya panitia-panitia pemilihan yang mengatur pengumpulan suara pada pendukungnya menjelang masa pemilihan umum. Oleh karena merasa perlu memperoleh dukungan dari berbagai golongan masyarakat. Kelompok-kelompok politik di parlemen lambat laun juga berusaha mengembangkan organisasi massa. Maka pada akhir abad ke-19 lahirlah partai politik, yang pada masa selanjutnya berkembang menjadi penghubung antara rakyat dan pemerintah. 12 Dalam perkembangan selanjutnya di dunia barat timbul pula partai yang lahir di luar parlemen. Partai-partai ini biasanya bersandar pada suatu asas atau idiologi tertentu seperti Sosialisme, Fasisme, Komunisme, Kristen demokrat, dan sebagainya. Pada masa menjelang Perang Dunia I telah timbul klasifikasi partai berdasarkan idiologi dan ekonomi yaitu partai kiri dan partai kanan. Konsep kiri dan kanan telah mengundang banyak perumusan maupun tafsiran yang berbeda-beda. Akan tetapi konsep ini sudah begitu diterima oleh masyarakat. Sifat idiologi kiri yaitu, perubahan dan kemajuan, adanya kesetaraan untuk lapisan bawah dan, adanya campur tangan pemerintah dalam kegiatan sosial/ekonomi. Sedangkan idiologi kanan memiliki sifat yaitu, status quo konserfatif, condong pada lapisan atas dan, pasar bebas dalam ekonomi. 13 Menjelang perang Dunia II adanya perkembangan baru dalam konstelasi kepartaian, dengan adanya kecenderungan pada partai-partai politik di dunia Barat untuk meninggalkan tradisi membedakan antara jenis partai, hal itu disebabkan 12 Miriam Budiardjo, Op.cit., h Ibid. h

13 adanya keinginan dari partai-partai kecil untuk mejadi partai besar dan menang dalam pemilihan umum. Jadi di negara barat pada masa itu ada kecenderungan idiologi ekstrim kiri bergeser secara centripetal ke sisi tengah dan tidak lagi bersifat kiri, begitu juga pada idiologi ekstrim kanan centripetal ke tengah. Dengan demikian sekitar tahun 1960 terjadi semacam konvergensi antara kiri dan kanan. Awal keberadaan partai politik di Indonesia dapat dilihat dari zaman kolonial Belanda sebagai manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Dalam suasana itu semua organisasi baik yang bersifat sosial, agama maupun terang-terangan menganut asas politik, sangat memainkan peran dalam pergerakan nasional, pola kepartain masa itu menunjukkan keanekaragaman. Pada tahun 1918 pihak Belanda mendirikan Volksraad yang berfungsi sebagai badan perwakilan. Ada beberapa partai serta organisasi yang memanfaatkan kesempataan ini untuk bergerak, namun ada pula yang menolak untuk masuk didalam badan ini. Dalam kesadaran untuk berjuang secara nasional dan meninggalkan sifat kedaerahan, mendorong terbentuknya suatu perkumpulan yaitu Budi Utomo pada 20 Mei Perkumpulan ini dibentuk dan dipelopori oleh murid-murid sekolah dokter di Jakarta, Sutomo, Gunawan Mangunkusumo, Suwarno dan lain-lain yang kemudian terus aktif dalam kegiatan-kegiatan nasional yang dilakukan Budi Utomo sampai kemudian menjadi dokter mereka masih tetap melakukan perjuangan. Selain Budi Utomo ada pula organisasi yang terbentuk yaitu Serikat Islam (SI) pada tahun 1911 namun yang tidak secara tegas menyatakan diri sebagai organisasi politik. Kemudian 13

14 Soekarno lah yang baru menyelesaiakan pelajarannya pada sekolah Teknik Tinggi di Bandung yang pada tahun 1926 mengalihkan perjuangan keruang politik nasional Indonesia, dengan demikian bangkitlah kesadaran politik nasional di Indonsia. 14 Dalam pemerintahan Jepang antara tahun 1942 sampai 1945, semua sumber daya baik kekayaan alam maupun tenaga manusia, dikerahkan untuk menunjang perang Asia Timur Raya. Dalam rangka itu semua partai dibubarkan dan setiap kegiatan politik dilarang. Hanya golongan islam yang diperkenankan membuat suatu organisasi sosial yang dinamakan Masyumi Sejarah Kepartaian Pasca Kemerdekaan. Partai politik di Indonesia merupakan bagian dari kehidupan politik selama kurang lebih seratus tahun. Di Eropa Barat terutama di Inggris partai politik telah muncul jauh sebelumnya sebagai sarana partisipasi bagi beberapa kelompok masyarakat, yang kemudian meluas menjadi partisipasi seluruh masyarakat, saat ini partai politik hampir dapat ditemui disemua negara di Dunia. Partai politik umumnya dianggap sebagai sekelompok manusia terorganisir, yang anggota-anggotanya sedikit banyak mempunyai orentasi nilai-nilai, cita-cita yang sama, dan yang mempunyai tujuan untuk memperoleh kekuasaan politik. Di Indonesia mengenal sistem multi-partai, sekalipun gejala partai-tunggal dan dwipartai tidak asing dalam sejarah kita. Sistem yang kemudian berlaku berdasarkan sistem tiga orsospol dapat dikategorikan sebagai sistem multi-partai dengan dominasi 14 Soediman Kartohadiprodjo, 1970, Beberapa Pikiran Sekitar Pantja-Sila, Alumni Bandung, Bandung, h.2. 14

15 satu partai. Tahun 1998 mulai masa reformasi, Indonesia kembali ke sistem multipartai tanpa dominasi satu partai. Setelah masa pendudukan Jepang yaitu pada masa kemerdekaan antara tahun 1945 sampai 1949, dalam rangka demokratisasi badan pekerja mengusulkan agar dibuka kesempatan untuk mendirikan partai-partai politik, dan usul tersebut disetujui oleh pemerintah. Namun ditentukan pembatasan bahwa partai politik itu hendak memperkuat perjuangan untuk mmpertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat. Pengumuman ini selanjutnya disambut baik oleh masyarakat karena selama pendudukan Jepang semua kegiatan politik dilarang. Semangat potriotisme dan nasionalisme tidak bisa dibendung lagi, semua golongan masyarakat ingin berpartisipasi dan mendirikan bermacam-macam organisasi dan partai. Dengan adanya bermacam-macam partai, maka berakhirlah usaha mendirikan partai-partai tunggal dan berkembanglah sistem multi-partai dengan koalisi. 15 Zaman Republik Indonesia Serikat pada tahun 1949 sampai 1950, partaipartai politik pada masa ini secara aktif mendukung usaha menggabungkan negaranegara bagian kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, peran partai masih tidak banyak berubah. Kemudian pada masa pengakuan Indonesia secara de jure oleh negara-negara lain pada bulan Desember 1949, dan berlakunya Undang-undang Dasar Sementara pola kabinet koalisi berjalan terus, semua koalisi melibatkan dua partai besar yaitu 15 Miriam Budiardjo, Op.cit., h

16 Masyumi dan PNI. Koalisi partai-partai besar menyebabkan kabinet terus silih berganti. Tidak adanya partai dengan mayoritas jelas, antar Masyumi dan PNI yang sama-sama kuat, menyebabkan pemerintahan harus selalu berdasarkan koalisi antara partai besar dengan partai-partai kecil. Koalisi antar partai ini teryata tidak langgeng dan pemerintahan hanya bertahan selama kira-kira satu tahun. Di masa pemilihan umum 1955, menunjukkan bahwa jumlah partai politik bertambah dari 21 partai menjadi 28 partai, dan ternyata ada empat partai besar yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Namun dari penambahan jumlah partai tidak satupun partai politik yang memperoleh wakil secara mayoritas, dan dalam upaya untuk menyehatkan kehidupan partai melalui pemilu saat itu tidak pernah tercapai, hal itu karena kabinet berikutnya terpaksa diadakan dengan koalisi dari beberapa partai politik. 16 Pada periode 1945 sampai 1959, diperoleh kesimpulan bahwa pada periode ini dianut sistem banyak partai, hal tersebut berdampak pada kuatnya parlemen yang menjadi ajang partai politik untuk mengartikulasikan kepentingan politiknya. Pemerintah menjadi tidak stabil dan jatuh bangun dalam waktu yang relatif pendek. Sebelum dianutnya sistem demokrasi terpimpin, Soekarno sudah menyatakan ketidaksukaannya pada sistem banyak partai dan demokrasi libral Harmaili Ibrahim, 1974, Pemilihan Umum di Indonesia 1955,1971 dan 1977, C.V. AL. Hidayah, Jakarta, h Moh. Mahfud MD, 2014, Politik Hukum Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, h (selanjutnya disingkat Moh. Mahfud MD II) 16

17 Diterapkannya sistem demokrasi terpimpin pada tahun 1959 sampai 1965, yang ditandai dengan diperkuatnya kedudukan presiden yang ditetapkan seumur hidup dan adanya pengurangan peran partai politik, kecuali PKI yang malahan mendapatkan kesempatan untuk berkembang. 18 Melalui Peraturan Presiden Nomor 7/1959, mulailah adanya pengurangan jumlah partai, dan dengan Maklumat Pemerintah 3 November yang menganjurkan pembentukan partai-partai dicabut dan ditetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh partai agar diakui oleh pemerintah. Pada tahun 1965 gerakan Gestapu-PKI mengakhiri riwayat Demokrasi Terpimpin, yang telah bertahan selama kira-kira enam tahun. Pada zaman Demokrasi Pancasila antara tahun 1965 sampai 1998, dengan tindakan MPRS yaitu mencabut penetapan presiden seumur hidup, dan membubarkan PKI serta membekukan Partindo yang mana telah menjalin hubungan erat dengan PKI. Partai telah dianggap sebagai pemecah belah persatuan karena terlalu mementingkan idiologinya serta kepentingan masing-masing. Setelah PKI dibubarkan ada dua golongan besar yang diperkirakan akan menjadi rival berat bagi pemerintah yaitu PNI dan partai-partai Islam. Dimana penggarapan partai islam tampak pada proses berdirinya Permusi (Partai Muslimin Indonesia). Partai ini semula didorong oleh bekas tokoh Masyumi yang ingin menghidupkan partai itu setelah di bubarkan, 18 Ibid. h

18 namun izin untuk mendirikan Masyumi kembali tidak didapat, akhirnya pada bulan Februari 1968 Permusi berdiri. 19 Seiring menyurutnya peran partai, pada pemilihan tahun 1971 ada sembilan partai politik dan Golkar yang terlibat. Hal ini didukung dari adanya Pasal 34 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 Tentang Pemilihan Umum, yang jelas membatasi partai politik yang boleh ikut pemilihan umum, yaitu hanya partai politik yang mempunyai perwakilan di DPR dan DPRD pada saat pemilihan umum di adakan. 20 Lain halnya pada tahun 1973 barulah adanya pengolongan partai menjadi 3 golongan besar yaitu, Nahdatul Ulama, Partai Muslimin Indonesia, Partai Serikat Islam, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Selain dari itu Partai Nasional Indonesia, partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba, dan IPKI bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Dengan demikian Pemilihan umum pada tahun 1977 hanya ada tiga orsospol yaitu PPP, PDI dan Golkar, hal ini juga dapat dilihat pada Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/1973 Pasal 3, bahwa pemilihan umum pada akhir tahun 1977 diikuti dua partai politik dan satu golongan karya. Hal ini berarti menutup kemungkinan bagi partai lainnya untuk ikut pemilihan umum yang akan datang dan juga menutup kemungkinan untuk mendirikan partai politik baru. 21 Untuk menata sistem kepartain diterapkan konsep Pancasila sebagi satusatunya asas. Hal ini merupakan pelaksanaan dari gagasan yang telah dikemukakan 19 Moh. Mahfud MD II, Op.cit, h Harmaili Ibrahim, Op.cit, h Ibid. h.42 18

19 oleh presiden Soeharto, agar nantinya tidak terjadi penyimpangan atau persaingan antara partai karena tiap partai cenderung menonjolkan asas mereka masing-masing. Selanjutnya di zaman Reformasi, ada tuntutan agar masyarakat mendapatkan kesempatan untuk mendirikan partai, atas dasar itu B.J Habibie dan DPR mengeluarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik. Perubahan yang didambakan adalah adanya sistem dimana partai politik tidak mendominasi kehidupan politik secara berlebihan, akan tetapi juga tidak memberi peluang kepada eksekutif untuk menjadi terlalu kuat. Sebaliknya kekuatan eksekutif dan legislatif diharapkan menjadi setara, sebagaimana diamanatkan dalam UUD NRI Partai-partai yang tidak memperoleh suara memadai pada pemilihan umum 1999 tidak dapat ikut serta dalam pemilihan umum tahun Untuk itu partai perlu berbenah lagi, namun ada juga yang bergabung dan bermetamorfose menjadi partai baru. Intinya mereka harus menyesuaikan diri dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Selain itu partai yang sudah ada sejak pemilihan umum 1999, menjelang pemilihan umum 2004 juga bermunculan lagi partai-partai baru pada awal 2003, akibatnya jumlah patai politik menjadi bertambah, sampai 237 partai yang terdaftar di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Kemudahan untuk mendirikan partai seperti yang terjadi menjelang pemilihan umum 1999 masih berlangsung Miriam Budiardjo, Op.cit., h

20 Dalam usaha untuk mengurangi jumlah partai, ditentukan juga persyaratan yang dinamakan Electoral Threshold. Electoral Threshold ini adalah keadaan yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik yang boleh mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Electoral Threshold untuk pemilihan legislatif 3% dan jumlah kursi di DPR atau 5% dari perolehan suara sah suara nasional. Selain kuantitas mengenai jumlah partai, ada hal yang perlu untuk diperhatikan pada masa itu. hal itu mengenai konselidasi internal, dengan berbagai penyebab yang melatar belakangi, tidak jarang friksi itu kemudian berkembang menjadi perpecahan yang berujung pada munculnya pengurus tandingan atau kepengurusan ganda, dan ada pula yang memisahkan diri untuk mendirikan partai baru. Selain itu adanya kebebasan dalam hal asas, sebelumnya di tahun 1985 ditegaskan bahwa Pancasila menjadi satu-satunya asas bagi semua partai dan Golkar. Namun saat berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 Tentan partai politik, yang memberikan kebebasan kepada partai politik untuk menggunakan asas lain selain Pancasila. Oleh karena itu muncullah partai lain seperti nasionalisme dan keagamaan. 23 Pemilihan umum 2004 yang juga mengeliminasi jumlah partai dan memunculkan beberapa partai besar. Sebab beberapa partai yang tidak memperoleh kursi dan tidak memenuhi electoral threshold jelas tidak dapat mengikuti pemilihan umum Dapat dilihat sejarah keberadaan partai semenjak Penjajahan kolonial Belanda sampai saat ini terus mengalami perubahan, pada penjajahan Belanda di 23 Ibid. h

21 tahun 1908 sistem yang diterapkan adalah sistem multi-partai, kemudian pada pendudukan Jepang keberadaan partai politik dilarang, dan muncul lagi sistem multipartai ditahun 1945 sampai 1973 selanjutnya keberadaan partai-partai dibatasi dari tahun 1973 sampai 1998 dan akhirnya kembali kesistem multi-partai sampai saat ini. 21

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Asas kerakyatan mengandung arti bahwa kedaulatan ada pada rakyat. Segala hukum (recht, peraturan perundang-undangan)

Lebih terperinci

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan I. PEMOHON Sri Sudarjo, S.Pd, SH, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 72/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Mas Soeroso, SE. (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Wahyu Naga Pratala, SE. (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. dikelola salah satunya dengan mengimplementasikan nilai-nilai demokrasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Founding fathers bangsa Indonesia telah memberikan ketegasan di dalam perumusan dasar pembentukan negara dimana Indonesia harus dibangun dan dikelola salah satunya dengan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 130/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Tata cara penetapan kursi DPRD Provinsi I. PEMOHON Habel Rumbiak, S.H., Sp.N, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 42/PUU-XIII/2015 Syarat Tidak Pernah Dijatuhi Pidana Karena Melakukan Tindak Pidana Yang Diancam Dengan Pidana Penjara 5 (Lima) Tahun Atau Lebih Bagi Seseorang Yang Akan

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 40/PUU-VIII/2010 tanggal 19 Juli 2010 atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit )

LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) LATIHAN SOAL TATA NEGARA ( waktu : 36 menit ) 1. Lembaga tinggi negara yang terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD adalah a. DPR c. DPD e. MK f. MA 2. Yang bukan Tugas MPR adalah a. Melantik Presiden

Lebih terperinci

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008

PEMILIHAN UMUM. R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 PEMILIHAN UMUM R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 6 Juni 2008 Sub Pokok Bahasan Memahami Sistem Pemilu dalam Ketatanegaraan

Lebih terperinci

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2008 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4801) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan 136 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan dalam hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, maka yang menjadi kesimpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pilkada di Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 54/PUU-X/2012 Tentang Parliamentary Threshold dan Electoral Threshold I. PEMOHON Partai Nasional Indonesia (PNI) KUASA HUKUM Bambang Suroso, S.H.,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016

RechtsVinding Online. Naskah diterima: 21 Januari 2016; disetujui: 27 Januari 2016 Bagaimanakah Netralitas Pegawai Negeri Sipil Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-XIII/2015 Dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 41/PUU-XII/2014 Terkait Syarat Pencalonan Bagi Pegawai Negeri

Lebih terperinci

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP

CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan

Lebih terperinci

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA

REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA. Drs. ZAKARIA REFORMASI TENTANG UNDANG-UNDANG KEPARTAIAN DI INDONESIA Drs. ZAKARIA Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara A. Pendahuluan Kehidupan Kepartaian selama

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 70/PUU-XV/2017 Ambang Batas Pencalonan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden (Presidential Threshold) I. PEMOHON Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc dan Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. menjadi salah satu ujung tombak dalam mewujudkan demokrasi. Hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai sebuah negara hukum, hubungan fundamental antara pemerintah dan rakyatnya adalah sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Hubungan tersebut terselenggarakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 51/PUU-XIV/2016 Hak Konstitusional untuk Dipilih Menjadi Kepala Daerah di Provinsi Aceh I. PEMOHON Ir. H. Abdullah Puteh. Kuasa Hukum Supriyadi Adi, SH., dkk advokat

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 73/PUU-XIII/2015 Ketentuan Persentase Selisih Suara sebagai Syarat Pengajuan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara ke Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka I. PEMOHON Dewan Pengurus Pusat Partai Kebangkitan Bangsa (DPP PKB), dalam hal ini diwakili oleh Drs. H. Muhaimin Iskandar,

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9

RINGKASAN PUTUSAN. 2. Materi pasal yang diuji: a. Nomor 51/PUU-VI/2008: Pasal 9 RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51,52,59/PUU-VI/2009 tanggal 18 Februari 2009 atas Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dengan hormat dilaporkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 142/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Syarat menjadi Pimpinan DPRD I. PARA PEMOHON 1. H. Subhan Saputera; 2. Muhammad Fansyuri; 3. Drs. Tajuddin

Lebih terperinci

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H

I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI), diwakili oleh Fadli Nasution, S.H., M.H. 2. Irfan Soekoenay, S.H., M.H RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 73/PUU-XIII/2015 Syarat Jumlah Perbedaan Suara dalam Mengajukan Permohonan Pembatalan Penetapan Hasil Penghitungan Perolehan Suara I. PEMOHON 1. Perhimpunan Magister

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD

BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD 68 BAB IV ANALISIS TENTANG KONSEP SYURA DALAM ISLAM ATAS PELAKSANAAN DEMOKRASI KONSTITUSIONAL DI INDONESIA MENURUT MAHFUD MD A. Analisis tentang Konsep Syura dalam Islam atas Pelaksanaan Demokrasi Konstitusional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap

BAB I PENDAHULUAN. dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam negara demokrasi, Pemilu dianggap lambang, sekaligus tolak ukur, dari demokrasi. Hasil Pemilu yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB V PENUTUP. penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian dan menguraikan tiga permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Putusan-putusan Mahkamah Konstitusi dalam

Lebih terperinci

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya)

PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) PENGUATAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA MELALUI INSTITUSIONALISASI PARTAI POLITIK Oleh: Muchamad Ali Safa at (Dosen Fakultas Hukum Universitas Brawijaya) Apakah Sistem Demokrasi Pancasila Itu? Tatkala konsep

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 53/PUU-XV/2017 Verifikasi Partai Peserta Pemilu serta Syarat Pengusulan Presiden dan Wakil Presiden I. PEMOHON Partai Islam Damai Aman (Partai IDAMAN) Ramdansyah diwakili

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.59, 2008 OTONOMI. Pemerintah. Pemilihan. Kepala Daerah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia

BAB II PEMBAHASAN. A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia BAB II PEMBAHASAN A. Pengaturan Mengenai Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia Indonesia sebagai negara yang berdasarkan atas kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4801 LEMBAGA NEGARA. POLITIK. Pemilu. DPR / DPRD. Warga Negara. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014.

KUASA HUKUM Muhammad Sholeh, S.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Oktober 2014. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad

Lebih terperinci

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016

POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 POTENSI CALON PERSEORANGAN DALAM PERUBAHAN KEDUA UU NO. 1 TAHUN 2015 Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 23 Maret 2016; disetujui: 4 April 2016 Rencana Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009.

BAB VII PENUTUP. Universitas Indonesia. Pembubaran partai..., Muchamad Ali Safa at, FH UI., 2009. BAB VII PENUTUP 7.1. KESIMPULAN 1. Pembubaran partai politik pada setiap periode diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali pada masa Orde Baru yang tidak mengenal pembubaran partai politik.

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 135/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XI/2013 Parlementary Threshold, Presidential Threshold, Hak dan Kewenangan Partai Politik, serta Keberadaan Lembaga Fraksi di DPR I. PEMOHON Saurip Kadi II. III.

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at

SEJARAH PEMILU DI INDONESIA. Muchamad Ali Safa at SEJARAH PEMILU DI INDONESIA Muchamad Ali Safa at Awal Kemerdekaan Anggota KNIP 200 orang berdasarkan PP Nomor 2 Tahun 1946 tentang Pembaharuan KNIP (100 orang wakil daerah, 60 orang wakil organisasi politik,

Lebih terperinci

Demokrasi di Indonesia

Demokrasi di Indonesia Demokrasi Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan rakyat (kekuasaan warganegara) atas negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara

Lebih terperinci

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis

Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Mewujudkan Pemilu 2014 Sebagai Pemilu Demokratis Budiyono Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung Email : budiyono.1974@fh.unila.ac.id Abstrak Pemilu dalam negara demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik.

I. PENDAHULUAN. Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedaulatan rakyat menjadi landasan berkembangnya demokrasi dan negara republik. Rakyat, hakikatnya memiliki kekuasaan tertinggi dengan pemerintahan dari, oleh, dan untuk

Lebih terperinci

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA

2015 PERKEMBANGAN SISTEM POLITIK MASA REFORMASI DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang didasarkan oleh suatu prinsip yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Demokrasi merupakan salah satu sistem

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUUXIII/2015 Ketentuan Tidak Memiliki Konflik Kepentingan Dengan Petahana dan Keharusan Memberitahukan Pencalonannya Kepada Pimpinan Dewan Bagi Anggota DPR, DPD,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUU-XII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 129/PUUXII/2014 Syarat Pengajuan Calon Kepala Daerah oleh Partai Politik dan Kedudukan Wakil Kepala Daerah I. PEMOHON Moch Syaiful, S.H. KUASA HUKUM Muhammad Sholeh,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu

BAB I PENDAHULUAN. perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hasil amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 telah membawa perubahan besar pada sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satu perubahan itu terkait dengan pengisian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 51/PUU-XIII/2015 Pembentukan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015, Pengusungan Pasangan Calon oleh Partai Politik, Sanksi Pidana Penyalahgunaan Jabatan dalam Penyelenggaraan

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi Kuasa Hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 60/PUU-XIII/2015 Persyaratan Menjadi Calon Kepala Daerah Melalui Jalur Independen I. PARA PEMOHON 1. M. Fadjroel Rachman, Pemohon I 2. Saut Mangatas Sinaga, Pemohon II

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015

Kuasa Hukum Dwi Istiawan, S.H., dan Muhammad Umar, S.H., berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 29 Juli 2015 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 105/PUU-XIII/2015 Persyaratan Pendaftaran Calon Kepala Daerah dan Penyelesaian Perselisihan Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Daerah I. PEMOHON Doni Istyanto Hari Mahdi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XIII/2015 Penyalahgunaan Wewenang oleh Pejabat I. PEMOHON 1. Rahadi Puguh Raharjo, SE. (Pemohon I); 2. Ma mun Murod, SH. (Pemohon II); 3. Mutaqin (Pemohon

Lebih terperinci

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA

DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA DAFTAR PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG PENGUJIAN UU PEMILU DAN PILKADA NO NO. PUTUSAN TANGGAL ISI PUTUSAN 1 011-017/PUU-I/2003 LARANGAN MENJADI ANGGOTA DPR, DPD, DPRD PROVINSI, DAN DPRD KABUPATEN/KOTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 8/PUU-VI/2008

PUTUSAN Nomor 8/PUU-VI/2008 PUTUSAN Nomor 8/PUU-VI/2008 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA A. Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilukada di Mahkamah Agung 1. Tugas dan Kewenangan Mahkamah

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA F PUTUSAN Nomor 130/PUU-VII/2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama

Lebih terperinci

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT Title? Author Riendra Primadina Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov 2010 14:10:06 GMT Author Comment Hafizhan Lutfan Ali Comments Jawaban nya...

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH,

Lebih terperinci

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 131/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilu Anggota DPR, DPD & DPRD Ketidakpastian hukum norma-norma UU Pemilu Legislatif I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira;

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN.

RINGKASAN PUTUSAN. RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 tanggal 23 Desember 2008 atas Pengujian Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum

Lebih terperinci

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN. Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 024/PUU-IV/2006 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara konstitusi pada tingkat pertama dan

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1 FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Sunarto 1 sunarto@mail.unnes.ac.id Abstrak: Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh DPR adalah fungsi legislasi, di samping fungsi lainnya yaitu fungsi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 51/PUU-VIII/2010 Tentang Pengujian UU No. 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji I. PEMOHON 1. M. Farhat Abbas, S.H., M.H.; 2. Windu Wijaya, selanjutnya

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 44/PUU-XV/2017 Persentase Presidential Threshold Pada Pemilihan Umum I. PEMOHON Habiburokhman, SH., MH. Kuasa Hukum: Kris Ibnu T Wahyudi, SH., Hisar Tambunan, SH., MH.,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 140/PUU-XIII/2015 Hak Konstitusional Untuk Dipilih Dalam Hal Pasangan Calon Berhalangan Tetap I. PEMOHON Erwin Arifin, SH., MH. Kuasa Hukum Sirra Prayuna, SH., Badrul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULA DA SARA

BAB V KESIMPULA DA SARA 152 BAB V KESIMPULA DA SARA 5.1 Kesimpulan Bertitik tolak dari uraian dalam bab III dan IV yang merupakan analisa terhadap beberapa putusan Mahkamah Konstitusi tentang pengujian UU No. 10 tahun 2008 dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 140/PUU-VII/2009 tanggal 19 April 2010 atas Undang- Undang Nomor 1/PNPS/Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah]

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah] RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 22/PUU-VII/2009 tentang UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah [Syarat masa jabatan bagi calon kepala daerah] I. PEMOHON Prof. Dr. drg. I Gede Winasa (Bupati Jembrana,

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di KETERANGAN PENGUSUL ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses panjang sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami suatu pergeseran atau transformasi yang lebih demokratis ditandai dengan perkembangan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal)

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XIII/2015 Penundaan Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Calon Tunggal) I. PEMOHON 1. Whisnu Sakti Buana, S.T. -------------------------------------- sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara terhadap Undang-Undang Dasar 1945. RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 8/PUU-XIII/2015 Syarat Pengunduran Diri Bagi Calon Anggota Legislatif dan Calon Kepala Daerah Yang Berasal Dari Pegawai Negeri Sipil I. PEMOHON 1. Fathul Hadie Utsman,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I);

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017. I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 71/PUU-XV/2017 Presidential Threshold 20% I. PEMOHON 1. Hadar Nafis Gumay (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Yuda Kusumaningsih (selanjutnya disebut sebagai

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 124/PUU-VII/2009 Tentang UU MPR, DPR, DPD & DPRD Hilangnya hak menjadi caleg DPRD akibat berlakunya UU baru I. PARA PEMOHON 1. H. Moh. Robert Usman, S.E.;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Partai politik merupakan fenomena modern bagi negara-negara di dunia. Istilah tersebut baru muncul pada abad 19 Masehi, seiring dengan berkembangnya lembaga-lembaga

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) 29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D) A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara

Lebih terperinci

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah)

PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) PILPRES & PILKADA (Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah) R. Herlambang Perdana Wiratraman, SH., MA. Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 21 Mei 2008 Pokok

Lebih terperinci

KEWARGANEGARAAN DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM

KEWARGANEGARAAN DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA. Nurohma, S.IP, M.Si. Modul ke: Fakultas FASILKOM KEWARGANEGARAAN Modul ke: DEMOKRASI : ANTARA TEORI DAN PELAKSANAANNYA DI INDONESIA Fakultas FASILKOM Nurohma, S.IP, M.Si Program Studi Teknik Informatika www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Abstract : Menjelaskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan

BAB I PENDAHULUAN. 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (2) menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Lebih terperinci

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**)

MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) MEMBANGUN KUALITAS PRODUK LEGISLASI NASIONAL DAN DAERAH * ) Oleh : Prof. Dr. H. Dahlan Thaib, S.H, M.Si**) I Pembahasan tentang dan sekitar membangun kualitas produk legislasi perlu terlebih dahulu dipahami

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 9/PUU-XV/2017 Mekanisme Pengangkatan Wakil Kepala Daerah yang Berhenti Karena Naiknya Wakil Kepala Daerah Menggantikan Kepala Daerah I. PEMOHON Dr. Ahars Sulaiman, S.H.,

Lebih terperinci