KATA PENGANTAR. Surakarta, 01 Juli 2015 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Surakarta, 01 Juli 2015 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua. Dra. Agnes Sri Harti, M.Si."

Transkripsi

1 KATA PENGANTAR Dengan mengaucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa maka Jurnal Kesehatan Kusuma Husada (Jurnal KesMaDaSka) STIKes Kusuma Husada Surakarta yang memuat publikasi ilmiah ilmu-ilmu kesehatan khususnya bidang Keperawatan dan Kebidanan telah selesai dicetak. Perkembangan ilmu pengetahuan di lingkup kesehatan meliputi keperawatan, kebidanan maupun bidang kesehatan lainnya berupa informasi ilmiah melalui kajian kepustakaan maupun ulasan ilmiah berdasarkan hasil penelitian sangat diperlukan. Berdasarkan hal tersebut maka STIKes Kusuma Husada Surakarta melalui Jurnal KesMaDaSka memberikan wadah bagi para Dosen ataupun Peneliti sesuai bidang kompetensinya untuk mempublikasikan artikel ilmiahnya. Penerbitan Jurnal Ilmiah KesMaDaSka ini, diharapkan mampu menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang kesehatan khususnya bidang keperawatan dan kebidanan serta kesehatan lainnya serta meningkatkan motivasi bagi para Dosen ataupun Peneliti. Atas nama civitas akademika STIKes Kusuma Husada Surakarta, saya mengucapkan selamat atas terbitnya Jurnal Ilmiah Kesehatan Kusuma Husada Surakarta. Semoga Jurnal ini bermanfaat bagi kita semua. Surakarta, 01 Juli 2015 STIKes Kusuma Husada Surakarta Ketua Dra. Agnes Sri Harti, M.Si.

2 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii KETERKAITAN KEAKTIFAN MAHASISWA DALAM ORGANISASI DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT III PRODI D-IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Sunarto 67 PENGARUH SUDUT POSISI TIDUR TERHADAP KUALITAS TIDUR DAN STATUS KARDIOVASKULER PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Dwi Sulistyowati 74 PENGHAMBATAN PRODUKSI EKSOPROTEASE DAN BIOFILM PADA Pseudomonas aeruginosa OLEH EKSTRAK Apium graveolens L Didik Wahyudi, Yusianti Silviani 81 METODE REDUKSI TAHU BERFORMALIN MENGGUNAKAN VARIASI KONSENTRASI AIR GARAM YANG DITAMBAHKAN DENGAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum L.) Tri Harningsih 1), Indah Tri Susilowati 89 PENAMBAHAN BAWANG PUTIH (Allium sativum) TERHADAP KUALITAS VIRGIN COCONUT OIL (VCO) SEBAGAI MINYAK GORENG Indah Tri Susilowati; Tri Harningsih 96 PERBANDINGAN EFEKTIVITAS LENDIR BEKICOT(Achatina fulica) DENGAN KITOSAN TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA S.Dwi Sulisetyowati; Meri Oktariani 104 PENGARUH RELAKSASI PROGRESIF TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI STAGE 1 DI PUSKESMAS GONDANGREJO KARANGANYAR Alfyana Nadya Rachmawati, Diyah Ekarini 111 PENGARUH PENGGUNAAN ALAT PENGIKAT TALI PUSAT BAYI BARU LAHIR TERHADAP LAMA PELEPASAN TALI PUSAT Anis Nurhidayati, Ernawati 115 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRESS KERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP RSUD SUKOHARJO Atiek Murharyati, Joko Kismanto 119 STUDI EKSPLORASI PENGALAMAN MAHASISWA KEPERAWATAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN SEVEN JUMP DI PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA Anissa Cindy Nurul Afni, Dyah Ekarini 124

3 HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN KERJA DAN KESADARAN INDIVIDU DENGAN PENERAPAN PATIENT SAFETY DI RSUD KABUPATEN SUKOHARJO Meri Oktariani, Atiek Murharyati 132 PEDOMAN PENULISAN NASKAH 137 -oo0oo- iii

4

5 KETERKAITAN KEAKTIFAN MAHASISWA DALAM ORGANISASI DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT III PRODI D-IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Sunarto 1) 1 Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta sunarto_sst@yahoo.com ABSTRAK Keseimbangan dari beberapa komponen yang dimiliki mahasiwa baik IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional Quotient), AQ ( Adversity Quotient ), SQ ( Spiritual Quotient ) berperanan sangat penting dalam sesuatu kesuksesan dalam belajar karena hal tersebut berkaitan dengan motivasi setiap individu. Pembentukan karakter mahasiswa salah satunya melalui berorganisasi. Dalam suatu organisasi diharapkan mahasiswa mampu bersosialisasi, saling membantu, dan bertukar pendapat sebagai poin penting yang dapat memotivasi mahasiswa untuk belajar. Tujuan penelitian untuk mengetahui keterkaitan keaktifan mahasiswa dalam organisasi dan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar mahasiswa tingkat III Prodi D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode corelasional dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 54 mahasiswa Prodi D-IV Keperawatan tingkat III Jurusan Keperawatan Poltekkes Surakarta. Penentuan responden penelitian berdasarkan simple random sampling. Uji statistik menggunakan uji linier ganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya kontribusi dari variabel keaktifan mahasiswa dalam organisasi dengan motivasi belajar sebesar 0,5% dengan tanda parameter positif pada angka 0,500. Hasil t-hitung variabel keaktifan mahasiswa dalam organisasi sebesar 6,387 > nilai t tabel dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu 4,303 artinya ada kontribusi positif dan signifikan keaktifan mahasiswa dalam organisasi terhadap motivasi belajar. Perhitungan regresi variabel kecerdasan emosional yaitu 0,500%. Hasil t-hitung variabel kecerdasan emosional sebesar 6,984 > nilai t tabel dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu 4,303 sehingga ada kontribusi positif dan signifikan kecerdasan emosional terhadap motivasi belajar. Simpulan penelitian adalah secara simultan variabel keaktifan mahasiswa dalam organisasi dan kecerdasan emosional berkaitan dengan motivasi belajar pada mahasiswa tingkat III Prodi D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. Kata kunci: keaktifan mahasiswa berorganisasi, kecerdasan emosional, motivasi belajar ABSTRACT The balance of several components held good students IQ (Intelligent Quotient), EQ (Emotional Quotient), AQ (Adversity Quotient), SQ (Spiritual Quotient) very important role in the success in learning something because it is related to the motivation of each individual. Character formation of students one of them through the organization. In an organization, students are expected to be able to socialize, help each other, and exchanged opinions as important points that can motivate students to learn. The aim of research to determine the activity of students in the organization s relevance and emotional intelligence in students motivation at third level Diploma IV Study program of Nursing Health Polytechnic Surakarta. This research is a quantitative research methods corelasional with 67

6 cross sectional approach. The sample was 54 students Diploma IV Study program of Nursing Health Polytechnic Surakarta. Determination of survey respondents on the terms of simple random sampling. Statistical test using multiple linear test. The results showed the contribution of variable activeness of students in the organization with motivation to learn by 0.5% with positive parameters in the figures mark of T-test results of students in the organization of the activity variables of 6.387> t table value with a confidence level of 95% as 4.303; there are positive and significant contribution in the organization of the activity of student motivation to learn. Calculation of regression variables emotional intelligence that is 0.5%. Results of t-test of emotional intelligence variable 6.984> t table value with a confidence level of 95% which is so that there is a significant and positive contribution of emotional intelligence to motivate learning. The conclusions of the study is simultaneously variable student liveliness and emotional intelligence in organizations related to student motivation to learn at third level students Diploma IV Study program of Nursing Health Polytechnic Surakarta Keywords: liveliness student organization, emotional intelligence, motivation to learn 1. PENDAHULUAN Mahasiswa adalah sebagian kecil dari generasi muda Indonesia yang mendapat kesempatan untuk mengasah kemampuannya di Perguruan Tinggi. Tentunya sangat diharapkan mendapat manfaat yang sebesar - besarnya dalam pendidikan agar kelak mampu menyumbangkan kemampuannya untuk memperbaiki kualitas hidup bangsa Indonesia yang saat ini belum pulih sepenuhnya dari krisis yang dialami pada akhir abad ke 20 (Salim dan Sukadji, 2006). Kedewasaan berpikir mahasiswa akan semakin tumbuh seiring aktifnya berorganisasi di kampus. Pengalaman berorganisasi di kampus akan sedikit banyak membantu mahasiswa dalam menghadapi dunia kerja setelah lulus nanti (Maulawiyah, 2011). Goleman menyatakan bahwa kecerdasan emosional bertumpu pada keterkaitan antara perasan, watak, dan naluri moral. Kecerdasan emosional merupakan kesanggupan untuk mengendalikan dorongan emosi, membaca perasan terdalam orang lain, memelihara keterkaitan dengan sebaik-baiknya. Kecerdasan emosional berperan besar dalam suatu tindakan termasuk dalam pengambilan keputusan secara rasional (Syahraini, 2007). Namun dalam kenyataannya keaktifan mahasiswa dalam berorganisasi dan kecerdasan emosioanal tidak selau beriringan dengan motivasi belajar mahasiswa. Hal ini sering dapat diamati ketika mahasiswa sedang melakukan pembelajaran di kelas maupun di klinik, yang bisa ditandai dengan perilaku kelesuan dan ketidakberdayaan yaitu penghindaran atau pelarian diri; pertentangan dan kompensasi (Syaodih dalam Ridwan, 2006). Tujuan penelitian untuk mengetahui keterkaitan keaktifan mahasiswa dalam organisasi dan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar mahasiswa tingkat III D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. 2. PELAKSANAAN a. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta pada bulan Juli sampai dengan bulan Oktober b. Populasi dan sampel penelitian Populasi pada penelitian ini yaitu mahasiswa program studi Keperawatan tingkat III D-IV Keperawatan yang mengikuti organisasi di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Korps Suka Rela (KSR) dan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) di Politeknik Kesehatan Surakarta. Sedangkan teknik pengambilan subyek dalam penelitian ini dengan menggunakan simple random sampling. Jumlah sampel 54 orang. 3. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode corelasional dengan pendekatan cross sectional. 68

7 Analisis Data Uji dimulai dengan uji regresi linier sederhana dan dilanjutkan dengan uji linier ganda. Pada uji regresi linier sederhana hanya ada satu variabel independen dihubungkan dengan satu variabel dependen. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran umum responden didapatkan data bahwa mayoritas responden adalah perempuan yaitu sejumlah 39 orang (72.2%), Sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki adalah 15 orang (27.8%) sebagaimana tercantum dalam tabel 1. Pada tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki kecerdasan emosional dalam kategori tinggi sejumlah 44 orang (81,5%). Responden dengan kategori kecerdasan emosional sedang sejumlah 10 orang (18,5%). Tidak terdapat responden kecerdasan emosional kategori rendah. Mayoritas responden berumur 21 tahun yaitu sejumlah 40 orang (74.1%). Responden umur 22 tahun sejumlah 8 orang (14.8%). Sedangkan responden umur 20 tahun sejumlah 6 orang (11.1%) sebagaimana tercantum dalam tabel 2. Pada tabel 5 menunjukkan bahwa responden dengan motivasi belajar kategori tinggi sejumlah 45 orang (83,3%). Responden dengan kategori sedang dalam motivasi belajar sejumlah 9 orang (16.7%). Tidak terdapat responden dengan kategori rendah Pada tabel 3 menunjukkan keaktifan mahasiswa dalam organisasi dengan kategori tinggi yaitu sejumlah 46 orang (85,2%). Keaktifan kategori sedang sejumlah 8 orang (14,8%). Tidak terdapat responden dengan keaktifan kategori rendah. Penelitian ini mengukur keterkaitan kedua variabel bebas (independen) yaitu keaktifan mahasiswa (X ) dan kecerdasan emosional (X ) 1 2 dengan motivasi belajar (Y). Hasil perhitungan regresi menunjukkan adanya kontribusi dari variabel keaktifan mahasiswa dengan motivasi belajar yaitu sebesar 0,5 %. Tanda parameter positif pada angka 0,5 dapat dimaknakan bahwa ada kontribusi positif variabel keaktifan mahasiswa dengan motivasi belajar. Variabel kecerdasan emosional juga berkontribusi positif dengan motivasi belajar. Hal ini ditunjukkan dengan perhitungan regresi yaitu 0,500%. Pada tabel 6 menunjukkan hasil analisis regresi. Keaktifan mahasiswa yang kurang dapat memberikan gambaran yang tersirat akan suatu keadaan seseorang, dalam hal ini adalah motivasi belajar. Proses yang terjadi di dalam organisasi 69

8 mendukung perkembangan kecerdasan emosi seseorang. Dalam organisasi, mahasiswa dapat belajar berkomunikasi dengan orang lain dengan baik. Proses inilah yang mendukung terbentuknya suatu empati dari tiap mahasiswa, sehingga empati terhadap apa yang dirasakan orang lain meningkat. Kepekaan terhadap emosi orang lain ini yang mendorong seseorang untuk mengasihi sepenuh hati dan berusaha menolongnya (Craig, 2004). Hasil perhitungan regresi pada tabel di atas menunjukkan adanya kontribusi dari variabel keaktifan mahasiswa dengan motivasi belajar yaitu sebesar 0,5 %. Tanda parameter positif pada angka 0,500 dapat dimaknakan bahwa ada kontribusi positif variabel keaktifan mahasiswa dengan motivasi belajar. Hasil t-hitung variabel keaktifan mahasiswa sebesar 6,387 > nilai t tabel dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu 4,303 sehingga dapat diartikan bahwa ada kontribusi positif dan signifikan keaktifan mahasiswa terhadap motivasi belajar. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubin, dkk, (2002), partisipasi mahasiswa dalam kegiatan organisasi atau ektrakurikuler akan mempunyai kemampuan intrapersonal yang lebih tinggi dibandingkan mahasiswa yang tidak terlibat dalam kegiatan organisasi. Penelitian lain yang mendukung adalah dilakukan oleh Ali, dkk (2009) menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan yang positif antara aktif dalam organisasi dengan pencapaian prestasi belajar. Dengan kecerdasan emosional, individu mampu mengetahui dan menanggapi perasaan mereka sendiri dengan baik dan mampu mem- baca dan menghadapi perasaan-perasaan orang lain dengan efektif. Individu dengan keterampilan emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan besar ia akan berhasil dalam kehidupan dan memiliki motivasi untuk berprestasi dengan meningkatnya motivasi belajar. Sedangkan individu yang tidak dapat menahan kendali atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang merusak kemampuannya untuk memusatkan perhatian pada tugas-tugasnya dan memiliki pikiran yang jernih. Individu yang memiliki tingkat kecerdasan emosional yang lebih baik, dapat menjadi lebih terampil dalam menenangkan dirinya dengan cepat, jarang tertular penyakit, lebih terampil dalam memusatkan perhatian, lebih baik dalam keterkaitan dengan orang lain, lebih cakap dalam memahami orang lain dan untuk kerja akademis di sekolah lebih baik (Gottman, 2001). Keterampilan dasar emosional tidak dapat dimiliki secara tiba-tiba, tetapi membutuhkan proses dalam mempelajarinya dan lingkungan yang membentuk kecerdasan emosional tersebut besar pengaruhnya. Hal positif akan diperoleh bila anak diajarkan keterampilan dasar kecerdasan emosional, secara emosional akan lebih cerdas, penuh pengertian, mudah menerima perasaan dan lebih banyak pengalaman dalam memecahkan permasalahannya sendiri, sehingga pada saat remaja akan lebih banyak sukses di sekolah dan dalam keterkaitan dengan rekan-rekan sebaya serta akan terlindung dari resiko-resiko seperti obat-obat terlarang, kenakalan, kekerasan serta seks yang tidak aman (Gottman, 2001). Orang yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi akan mampu memotivasi dirinya untuk mencapai tujuan dan sanggup menunda kenikmatan. Di dalam organisasi, mahasiswa belajar untuk mengevaluasi diri agar dapat termotivasi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan (Craig, 2004). Pengambilan keputusan yang tepat saat rapat organisasi sangat memerlukan kesadaran diri yang baik. Keputusan yang diambil tidak hanya membutuhkan rasionalitas saja, tetapi membutuhkan suara hati serta kebijaksanaan emosional yang terangkum dari pengalamanpengalaman masa lampau (Goleman, 2007). 70

9 Hasil t-hitung variabel keaktifan mahasiswa sebesar 6,387 > nilai t tabel dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu 4,303 sehingga dapat diartikan bahwa ada kontribusi positif dan signifikan keaktifan mahasiswa terhadap motivasi belajar. Hasil t-hitung variabel kecerdasan emosional sebesar 6,984 > nilai t tabel dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu 4,303 sehingga dapat diartikan bahwa ada kontribusi positif dan signifikan kecerdasan emosional terhadap motivasi belajar. Hasil regresi total (variabel keaktifan mahasiswa dan kecerdasan emosional) menunjukkan nilai R2 sebesar 0,933 artinya sebesar 93,3% variabel keaktifan mahasiswa dan kecerdasan emosional berkaitan dengan motivasi belajar. Sisanya sebesar 0,067 atau 6,7% diterangkan oleh variabel lain di luar model yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kecerdasan emosional juga berkontribusi positif dengan motivasi belajar. Hal ini ditunjukkan dengan perhitungan regresi yaitu 0,500%. Hasil t-hitung variabel kecerdasan emosional sebesar 6,984 > nilai t tabel dengan tingkat kepercayaan 95% yaitu 4,303 sehingga dapat diartikan bahwa ada kontribusi positif dan signifikan kecerdasan emosional terhadap motivasi belajar. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Amalia (2004) yang menemukan bahwa terdapat keterkaitan kecerdasan emosional dengan prestasi belajar. Selain itu, hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Anggun (2010) yang menemukan adanya pengaruh kecerdasan emosional terhadap pemahaman akutansi. Keaktifan mahasiswa dalam organisasi yang tinggi didukung dengan kecerdasan emosional yang tinggi akan mempunyai dampak yang positif terhadap situasi belajar, khususnya motivasi ini terbukti pada penelitian ini. Pengujian secara simultan dilakukan oleh uji F-statistik. Pengujian ini menunjukkan angka sebesar 357,00 lebih besar dari batas kritis (F tabel) yang mensyaratkan batas kritis F tabel sebesar 19,00. Jika dibandingkan maka F hitung > F tabel. Hasil penelitian sejalan dengan hasil penelitian Helmi Barliansyach (2010) bahwa keaktifan berorganisasi dalam Organisasi Kemahasiswaan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar mahasiswa. Dengan demikian secara simultan variabel keaktifan mahasiswa dan kecerdasan emosional berkaitan dengan motivasi belajar pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. 5. KESIMPULAN Dari hasil penelitian terhadap 54 responden maka a. Ada keterkaitan antara keaktifan mahasiswa dengan motivasi belajar pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta b. Ada keterkaitan antara kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta c. Ada keterkaitan antara keaktifan mahasiswa dan kecerdasan emosional dengan motivasi belajar pada mahasiswa jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. SARAN Jurusan Keperawatan dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk memperhatikan motivasi belajar mahasiswa dengan memperhatikan keaktifan mahasiswa dalam organisasi dan kecerdasan emosional 6. REFERENSI Abraham, Charles & Eamon Shanley Alih bahasa Leony Sally M. Editor: Robert Prihajo & Yasmin Asih. Psikologi Sosial untuk Perawat. Jakarta: EGC Amy.2010.Organisasi Kemahasiswaan. amy student. umm. ac.id/. Diakses tanggal 28 Juli Anand Emotional Intelligence and Its Relationship with Leadership Practices. International Journal of Bussines and Management Vol.5 No.2.http: // journal. ccsenet. Org /index. Php / ijbm /article /download / 4359/4190. Diakses tanggal: 28 Juli 2013 Asrori, A Keterkaitan Kecerdasan Emosi dan Interaksi Teman Sebaya dengan Penyesuaian Sosial pada Siswa Kelas VII Program Akselerasi di SMP Negeri 9 Surakarta. Skripsi. Fakultas Kedokteran UNS. 71

10 Aziz, Sunyoto, dan Widodo Korelasi antara Keaktifan dalam Organisasi Kemahasiswaan dengan Prestasi Belajar. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin Vol. 8 No. 1. journal.unnes.ac.id/index.php/ JPTM article/ view/1168. Diakses tanggal: 28 Juli Azwar, S Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Barliansyach, Helmi Pengaruh Keaktifan Berorganisasi dalam Organisasi Ekstrakurikuler Kemahasiswaan dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan Periode 2009/2010. Universitas Negeri Malang. Skripsi Chamidah, N Pengaruh Keaktifan Siswa dalam Organisasi (Ekstrakuri-kuler) Sekolah dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas II di SMAN I Pulokulon Purwodadi Grobogan Tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi. UNS: FKIP Cooper dan Sawaf Kecerdasan Emosi dalam Kepemimpinan dan Organisasi. Jakarta: Gramedia Putra. Craig, J.A Bukan Seberapa Cerdas Diri Anda tetapi Bagaimana Anda Cerdas. (Terjemahan: Arvin Saputra). Batam: Interaksara. Daulay, M.S Pedoman Praktis Manajemen Organisasi Kemahasiswaan. Yogyakarta: STMIK AMIKOM. Dukarno, R. Jati Diri Baru Mahasiswa. ndarusih.blogspot.com. Diakses tanggal 28 Juli Gibson, Ivancevich, dan Donnelly Organisasi jilid 1. Jakarta: Erlangga. Goleman Kecerdasan Emosional, Mengapa EI Lebih Penting daripada IQ. (Terjemahan: T. Hermaya). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hasibuan, M Organisasi dan Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara. Kumalasari, Meilina Fitri Perbedaan Prestasi Belajar Mahasiswa D4 Kebidanan Tingkat III, DIV Kebidanan UNS Berdasar- kan Tingkat Aktivitas dalam Organisasi Ekstrakurikuler. FK UNS. Karya Tulis Ilmiah Marantika, Inun Pengaruh Keaktifan Organisasi Ekstrakurikuler dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Martin, A.D Emotional Quality Management. Jakarta: Arga. Maulawiyah Organisasi Sebagai Wadah Aktualisasi Pendidikan Mahasiswa Masa Kini. blogspot. com/2011/12/organisasi-sebagai-wadah-aktualisasi.html. Diakses tanggal: 28 Juli Nurdiana, Dewi Keterkaitan antara Pengetahuan dan Motivasi Kader Posyandu dengan Keaktifan Kader Posyandu di Desa Dukuh Tengah Kecamatan Ketanggungan Kebupaten Brebes. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan UMS. Skripsi Nursalam Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika Senjana Pengaruh Partisipasi Mahasiswa dalam Organisasi Kemahasiswa-an terhadap Prestasi Belajar Mahasiswa Jurusan Pendidikan Teknik Sipil FPTK UPI. Skripsi Sinta, Ari Perbedaan Kecerdasan Emosional pada Remaja Pengurus OSIS dengan Remaja Anggota OSIS. Fakultas Psikologi USU. Skripsi Sriati, Aat Adversity Quotient (AQ). Fakultas Ilmu Keperawatan UNPAD. Skripsi. Stein, S. J. dan Book, H. E Ledakan EQ: 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung: Kaifa. Sugiono Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sugiono Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Suryabrata Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi. 72

11 Suryosubroto Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Syah, Muhibbin Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Syahraini, Karyono, dan Rohmatun. Kecerdasan Emosional dan Kecemasan Pramenopause pada Wanita di RW IV dan XI Kelurahan Gerbang Sari Semarang. Jurnal Psikologi Proyeksi.Unissula. Vol 2 no 1. Syaiful, Fuad, dan Rahman The USM Emotional Quotient Inventory (USMEQi) Manual. images/stories/staff/kkmed/ 2010 /manua l%20usmeq-i.pdf. Diakses tanggal: 11 agustus Thoha, M Perilaku Organisasi, Konsep Dasar, dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada -oo0oo- 73

12 PENGARUH SUDUT POSISI TIDUR TERHADAP KUALITAS TIDUR DAN STATUS KARDIOVASKULER PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Dwi Sulistyowati 1) 1 Jurusan Keperawatan Program D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta ABSTRAK Pasien IMA umumnya akan mengalami penurunan kualitas tidur dan status kardiovaskuler. Kualitas tidur yang buruk mengakibatkan proses perbaikan kondisi pasien akan semakin lama, sehingga akan memperpanjang masa perawatan di rumah sakit. Salah satu cara untuk mengurangi akibat yang ditimbulkan yaitu pentingnya pengaturan sudut posisi tidur yang paling efektif bagi pasien. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur dan status kardiovaskuler pasien IMA di Ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimental Design dengan rancangan Static Group Comparison. Subyek penelitian ini adalah pasien IMA yang dirawat pada hari pertama di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian ini menggunakan uji T Independen. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pasien IMA dengan nilai p = 0,023. Namun, tidak ada pengaruh antara sudut posisi tidur terhadap 3 parameter status kardiovaskuler. psistole = 0,583, p diastole 0,563, p HR = 0,895 dan nilai p RR = 0,858 (p > 0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa intervensi pengaturan sudut posisi tidur 30 dapat menghasilkan kualitas tidur yang baik, sehingga bisa dipertimbangkan sebagai salah satu intervensi untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien. Kata kunci: IMA, sudut posisi tidur, kualitas tidur, status kardiovaskuler. ABSTRACT The patient with AMI usually will experience decrease of sleep quality and cardiovascular status. Bad sleep quality result process in improvement of patient s condition longer, so that it will extend the period of hospitalization. One way to decrease the impact that is appeared is the importance of the arrangement in the sleep position angle that is the most effective for the patients. The purpose of this research is to know the effect of the sleep position angle to the sleep quality and cardiovascular status in patients with AMI in ICVCU Dr. Moewardi hospital of Surakarta. The kind of this research is a Quasi Experimental Design with Static Group Comparison. The subject of this research are patients with AMI who treated on the first day in ICVCU Dr. Moewardi hospital of Surakarta. This research uses an Independent T test. The research result showed that there was the influence of the sleep posisition angle to the sleep quality of AMI patients with the value of p = But, there was no influence of the sleep position angle to three parameters of cardiovascular status. The value of systole p = 0.583, the value of diastole p = 0.563, the value of HR p = 0.895, and the value of RR p = (p > 0.05). Based on the analysis result could be concluded that the intervention of the sleep position angle with 30 could produce the good quality sleep, so that it could be considered as one of the intervention to meet the need of patient rest and sleep. Keyword: AMI, sleep position angle, the sleep quality, status cardiovascular

13 1. PENDAHULUAN Infark Miokard Akut (IMA) mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penyebab penurunan suplai darah mungkin akibat penyempitan kritis arteri koroner karena aterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli atau thrombus. Penyakit IMA menimbulkan gejala klinis yang dirasakan pasien, beberapa diantaranya dyspnea (sesak nafas), ortopnea, pucat, keringat dingin, pusing, mual muntah dan gejala yang paling sering dijumpai adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda seperti ditusuktusuk, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri) hingga ke arah rahang dan leher. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien IMA tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan mengganggu kebutuhan dasar manusia, salah satu diantaranya adalah kebutuhan istirahat seperti adanya nyeri dada pada aktivitas, dyspnea pada istirahat dan aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Smeltzer and Bare, 2001). Berdasarkan laporan World Health Statistic 2012, tercatat 17,8 juta orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung dan diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4 juta kematian di dunia. Penyakit kardiovaskuler saat ini menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian di Indonesia. Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012, prosentase penderita IMA dengan usia di bawah 40 tahun adalah 2-8 % dari seluruh penderita dan sekitar 10 % pada penderita dengan usia di bawah 46 tahun. Sensus kesehatan nasional tahun 2010 menunjukkan bahwa kematian karena penyakit kardiovaskular termasuk IMAadalah sebesar 26,4%. Care Fatality Rate (CFR) tertinggi terjadi pada IMA (13,49%) dan kemudian diikuti gagal jantung (13,42%) dan penyakit jantung lainnya (13,37%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013).Di unit perawatan intensif, pasien IMA pada umumnya akan mengalami gangguan tidur. Penyebab gangguan tidur itu dikarenakan oleh nyeri, sesak nafas, lingkungan unit perawatan intensif, stress psikologis dan efek dari berbagai obat dan perawatan yang diberikan pada pasien kritis tersebut. Oleh karena itu aktivitas intervensi keperawatan yang dilakukan antara lain menempatkan posisi tidur yang nyaman, memonitor status oksigen sebelum dan sesudah perubahan posisi, posisikan untuk mengurangi dyspnea seperti posisi semi fowler. Di dalam standar asuhan keperawatan pasien IMA RSUD Dr. Moewardi Surakarta khususnya di Ruang ICVCU, bahwa pengaturan sudut posisi tidur belum spesifik dijelaskan.intervensi keperawatan yang tercantum, ternyata masih banyak terdapat perbedaan pendapat dalam hal memberikan intervensi sudut posisi tidur pada pasien IMA. Dimana ada yang menyatakan bahwa pasien dengan nyeri dan sesak nafas yang penting diberikan posisi tidur dengan duduk miring senyaman pasien, ada mengatakan posisi tidur yang biasa diberikan adalah posisi semifowler saja tanpa memperhatikan besaran sudut kemiringan pada tempat tidurnya. Berdasarkan pengamatan selama studi pendahuluan di Ruang ICVCU, sebagian besar pasien IMA banyak diposisikan dalam keadaan sudut posisi tidur 30 daripada sudut posisi tidur 45.Tindakan intervensi itu dilakukan tanpa mengetahui efektifitas diantara dua sudut tersebut. Keefektifan antara dua sudut itu seharusnya sangat perlu untuk diperhatikan, mengingat nyeri dan sesak nafas pada malam hari sangat mempengaruhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien serta proses penyembuhan. 3. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimental Design dengan rancangan Static Group Comparison. Quasi experiments merupakan penelitian untuk megetahui hubungan antara intervensi dan efeknya pada variabel dependen dan independen (Nursalam, 2008). Static Group Comparison adalah penelitian yang bertujuan untuk menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok subjek yang mendapat perlakuan berbeda (Nursalam, 2008).Penelitian ini memberikan perlakuan pada setiap kelompok intervensi yang selanjutnya dilakukan elevasi terhadap hasil intervensi. 75

14 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden a. Jenis Kelamin Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Jenis Kelamin. Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Laki-laki 20 55,6 Perempuan 16 44,4 Total Tabel 1 menggambarkan distribusi frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 20 responden (55,6%) dan perempuan 16 responden (44,4%). Berdasarkan hasil penelitian, dari 36 responden menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki lebih dominan mengalami IMA dibandingkan wanita. Dibuktikan distribusi frekuensi jumlah responden laki-laki mendominasi dengan jumlah responden sebanyak 20 responden (55,6%). Penelitian yang mendukung dari penelitian ini dilakukan oleh Melanie (2012) dengan hasil bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki dengan prosentase 56,7%. Hal ini diperkuat dengan pernyataan dari Muttaqin (2009) yang menunjukkan bahwa laki-laki memiliki resiko 2-3 kali lebih besar mengalami penyakit jantung koroner daripada wanita sebelum menopause. Laki-laki banyak menderita penyakit IMA daripada perempuan dikarenakan pengaruh gaya hidup yang tidak sehat seperti minum minuman keras, kebiasaan merokok yang mengakibatkan aterosklerosis didominasi oleh laki-laki, sehingga menjadikan nyeri dada yang hebat dan meningkatkan kebutuhan oksigen.dalam penelitian ini wanita tidak terlihat mendominasi, dibuktikan dengan hasil distribusi frekuensi hanya 16 responden (44,4%) saja yang menderita penyakit IMA. Ini sejalan dengan hasil penelitian yang disampaikan oleh Melanie (2012), memang wanita tidak mendominasi, hanya 43,3% saja wanita yang menderita penyakit jantung koroner. Hasil ini diperkuat teori Smeltzer dan Bare (2001) bahwa wanita terlindungi oleh hormon estrogen yang mencegah kerusakan pembuluh darah yang berkembang menjadi proses aterosklerosis, yang merupakan penyebab utama dari penyakit IMA. Meskipun begitu, apabila wanita sudah menginjak usia lansia dan sudah kehilangan hormon estrogen maka resiko terjadinya aterosklerosis akan menjadi sama resikonya dengan laki-laki. Selain itu, teori ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Meana & Lieberman (2009) yang menyebutkan wanita lebih peduli dibandingkan laki-laki tentang efek penyakit, program terapi dan kondisi kesehatannya. b. Umur Tabel 2 menggambarkan umur tahun sebesar 6 responden (16,7%), tahun (44,4%) dan >66 tahun sebanyak 14 responden (38,9%). Tabel 2. Distribusi Frekuensi Responden Menurut Kelompok Umur Kelompok Umur Frekuensi Persentase tahun 6 16, tahun 16 44,4 >66 tahun 14 38,9 Total Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa responden didominasi oleh kelompok umur dewasa tua dengan rentang usia tahun yang berjumlah 16 responden (44,4%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Merta (2010), yang menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang menderita penyakit IMA berumur diatas 50 tahun. Hal tersebut diperkuat dengan teori dari Muttaqin (2009) bahwa penyakit IMA 45% terjadi pada usia 45 tahun keatas dan kurang dari 10% terjadi pada usia <40 tahun. Menurut Morton (2011) penyakit ini lebih banyak terjadi pada usia diatas 50 tahun, dikarenakan pengaruh oleh gaya hidup yang tidak sehat seperti stress, obesitas, merokok dan kurangnya aktivitas fisik. Selain gaya hidup, IMA juga dapat dipengaruhi oleh hormon seks, pil pengontrol kelahiran dan asupan alkohol berlebihan. Pengaruh sudut posisi tidur terhadap kualitas tidur pada pasien Infark Miokard Akut (IMA). 76

15 Tabel 3. Karakteristik Kualitas Tidur Responden Kualitas Tidur Frekuensi Persentase Baik 24 66,7 Buruk 10 27,8 Sangat Buruk 2 5,6 Total Tabel 3 menggambarkansebagian besar responden memiliki kualitas tidur baik, dengan jumlah 24 responden (66,7%), 10 responden (27,8%) dengan kualitas tidur buruk dan 2 responden (5,6%) dengan kualitas tidur sangat buruk. Berdasarkan perhitungan statistik penelitian menunjukkan terdapat perbedaan rerata skor kualitas tidur yang bermakna antara dua intervensi posisi tidur baik pada sudut 30 dan 45. Pasien IMA dengan sudut 30 memiliki kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan sudut posisi tidur 45. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Melanie (2012) yang menunjukkan bahwa sudut posisi tidur 30 menghasilkan kualitas tidur yang baik dibandingkan sudut 45 dalam penyakit gagal jantung. Penelitian yang dilakukan oleh Julie (2008) juga membuktikan bahwa posisi tidur pasien mempengaruhi cardiac output dengan hasil bahwa posisi kepala dielevasikan dengan tempat tidur 30 derajat akan menjaga maintenance cardiac output sehingga ketidaknyamanan nyeri dada dan sesak nafas berkurang yang akhirnya akan mengoptimalkan kualitas tidur pasien. Menurut Tarwoto (2010) hal-hal yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang adalah faktor penyakit, kelelahan, stress psikologis, obat, nutrisi dan faktor lingkungan. Faktor penyakit merupakan hal terbesar yang mempengaruhi kualitas tidur seseorang. Seperti juga yang dikemukakan oleh Amir (2008) menunjukkan bahwa orang dewasa atau lanjut usia yang sudah didagnosis depresi, stroke, penyakit jantung, penyakit paru, diabetes, arthritis atau hipertensi sering melaporkan bahwa kualitas tidurnya buruk dan durasi tidurnya kurang dikarenakan gejala yang ditimbulkan seperti nyeri dan sesak nafas. Untuk mengurangi gejala nyeri dan sesak nafas maka salah satu tindakan untuk menguranginya adalah dengan menentukan posisi tidur pasien.dengan demikian diharapkan berdampak pada perbaikan kualitas tidur suatu pasien. Hal tersebut juga didukung oleh teori dari Smeltzer dan Bare (2001) yang menyatakan bahwa posisi kepala yang lebih tinggi sekitar 30 akan menguntungkan berdasarkan alasan berikut: volume tidal dapat diperbaiki karena tekanan isi perut terhadap diafragma berkurang, drainase lobus atas paru lebih baik dan aliran balik vena ke jantung berkurang, sehingga mengurangi kerja jantung. Pengaruh sudut posisi tidur terhadap status kardiovaskuler (respirasi, nadi dan tekanan darah) pada pasien Infark Miokard Akut (IMA). Tabel 4.4 Karakteristik Status Kardiovaskuler Status Kardiovaskuler Tekanan Sistolik (mmhg) Tekanan Diastolik (mmhg) Posisi Tidur ,8 121,6 76,2 78,0 Nadi (x/menit) 83,7 84,2 Respirasi (x/menit) 19,2 19,3 Tabel 4 menggambarkan pada sudut 30 menghasilkan rerata nilai sistolik 123,8 mmhg, diastolik 76,2 mmhg, nadi 83,7 x/menit dan respirasi 19,2 x/menit. Sedangkan sudut 45 menghasilkan rerata nilai sistolik 121,6 mmhg, diastolik 78,0 mmhg, nadi 84,2 x/menit dan respirasi 19,3 x/menit. Berdasarkan perhitungan statistik penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan rerata jumlah respirasi (RR) yang bermakna antara dua intervensi posisi tidur baik pada sudut 30 dan 45. Hasil penelitian Supadi (2008) yang mengungkapkan bahwa posisi semifowler dimana kepala dan tubuh dinaikkan 30 sampai 45 membuat oksigen di dalam paru-paru semakin meningkat sehingga memperingan kesukaran bernafas. Selain itu, juga diperkuat oleh penelitian Setyawati (2008) bahwa saat terjadi serangan asma biasanya klien merasa sesak dan tidak dapat tidur dengan posisi berbaring, melainkan harus dalam posisi setengah duduk untuk meredakan penyempitan jalan napas dan memenuhi O2 darah. Seperti yang dikemukakan oleh teori Smeltzer dan Bare (2001) bahwa pengaturan po- 77

16 sisi tidur dengan meninggikan punggung bahu dan kepala sekitar 30 atau 45 memungkinkan rongga dada dapat berkembang secara luas dan pengembangan paru meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan asupan oksigen membaik sehingga proses respirasi kembali normal. Selain respirasi, dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dalam posisi semifowler dengan sudut 30 dan 45 menghasilkan nadi yang baik dan tidak ada perbedaan yang signifikan diantara kedua sudut tersebut. Begitu pula dengan hasil penelitian dari Melanie (2012) yang menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan nadi yang bermakna diantara sudut 30 dan 45 pada pasien gagal jantung. Secara teori sebenarnya posisi tubuh sangat berpengaruh terhadap perubahan denyut nadi, hal ini karena efek gravitasi bumi. Pada saat duduk maupun berdiri, kerja jantung dalam memompa darah akan lebih keras karena melawan gaya gravitasi sehingga kecepatan denyut jantung meningkat. Menurut Sudoyo (2006) pada saat posisi supin dan semifowler gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena arah peredaran tersebut horizontal sehingga tidak terlalu melawan gravitasi dan tidak perlu memompa besar. Begitu juga dengan hasil tekanan darah, pada penelitian ini posisi semifowler baik dengan sudut 30 maupun 45 menghasilkan nilai tekanan darah yang baik, tanpa mempertimbangkan sudut yang dipakai. Penelitian yang mendukung penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Bredore (2004) yang menyebutkan bahwa posisi tidur semifowler menyebabkan tekanan darah sistolik berkurang secara nyata (p<0,005), demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Duward (2005) juga mengatakan bahwa posisi tidur 30 sampai 45 ditemukan penurunan tekanan arteri yang progresif, penurunan CVP (p<0,005). Pemberian posisi semifowler akan mengakibatkan peningkatan aliran darah balik ke jantung tidak terjadi secara cepat (Sudoyo, 2006). Aliran balik yang lambat menjadikan peningkatan jumlah cairan yang masuk ke paru berkurang, sehingga udara di alveoli mampu mengabsorbsi oksigen atmosfer. Disamping itu, pasien dengan curah jantung yang menurun akan merangsang mekanisme kompensasi (seperti peningkatan va- sopressin, renin, angiotensin, aldosterone) serta peningkatan aktivitas simpatik (Huddak dan Gallo, 2010). Maka dapat disimpulkan bahwa secara statisktik perubahan posisi semifowler dengan berbagai ukuran sudut baik 30 dan 45 tidak berpengaruh besar terhadap perubahan tekanan darah pasien. Analisa Bivariat Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur terhadap Kualitas Tidur. Hasil uji-t didapatkan nilai th = 2,383, tt = 1,691, dan p = 0,023 maka dapat dikatakan p < 0,05 dan th>tt, uji-t signifikan/bermakna sehingga Ho ditolak, sudut posisi tidur berpengaruh terhadap kualitas tidur pada pasien Infark Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta.Dari hasil analisis pengaruh sudut tidur terhadap kualitas tidur diperoleh hasil bahwa responden dengan sudut posisi tidur 30 memiliki skor kualitas tidur yang lebih tinggi dibandingkan dengan skor kualitas tidur responden dengan sudut posisi tidur 45. Analisis Pengaruh Sudut Posisi Tidur Terhadap Status Kardiovaskuler Hasil uji-t didapatkan nilai th sistole = 0,554, th diastole = 0,584, th HR = 0,133, th RR = 0,180 dan tt = 1,691 maka dapat dikatakan th < tt. Serta didapatkan nilai p sistole = 0,583, p diastole = 0,563, p HR = 0,895 dan p RR = 0,858 maka dapat dikatakan p > 0,05. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa uji-t tidak signifikan/ bermakna, sehingga Ho diterima, sudut posisi tidur tidak berpengaruh terhadap status kardiovaskuler pada pasien Infark Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. 5. KESIMPULAN a. Sudut posisi tidur berpengaruh terhadap kualitas tidur pasien Infark Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. b. Posisi tidur 30 dapat menghasilkan kualitas tidur yang lebih baik dibandingkan dengan posisi tidur dengan sudut

17 c. Sudut posisi tidur 30 maupun 45 tidak berpengaruh terhadap status kardiovaskuler (tekanan darah, nadi dan respirasi) pasien Infark Miokard Akut (IMA) di ruang ICVCU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. SARAN Hasil penelitian diharapkan mampu menjadikan rujukan dalam menentukan sudut posisi tidur yang paling sesuai dengan kebutuhan pasien akut miokard infark untuk meningkatkan kualitas tidur adalah dengan posisi semifowler 30. REFERENSI Amir, N. (2008). Gangguan tidur pada lanjut usia diagnosis dan penatalaksanaan. cpcardio / abstract htm, (diunduh tanggal 2 Februari 2015). Arikunto, S. (2010).Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Survei Kesehatan Nasional http.//dev3.litbang. depkes.go.id/surkesmas (diakses pada 28 Desember 2014). Bredore, V. (2004).The relationship between congetive heart failure, sleep apnea and mortality in older men. guideline.gov/ summary.aspx?vied_id, (diunduh tanggal 12 April 2015) Carpenito, L.J. (2001). Diagnosa Keperawatan: Aplikasi Praktek Klinik, Edisi 6. Jakarta: EGC. Corwin, E.J. (2001). Handbook of pathophysiology. Alih bahasa: Pendit, B.U. Jakarta: EGC. Departemen Kesehatan RI. (2011). Pharamatical Care Untuk Pasien Jantung Koroner. Jakarta: Depkes RI. Doengoes, E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3.Jakarta : EGC. Duward. (2004). The Effects of Semi- Fowler s Position on Post- Operative Recovery in Recovery Room for Patients with Laparoscopic Abdominal Surgery. Abstract. College of Nursing, Catholic University of Pusan, Korea Harkreader, H.H & Thobaben, M. (2007).Fundamental of nursing: Caring and clinical judgment. 3 rd ed. St. Louis, Missouri: Saunders Elevier. Harwoko, P. (2012). Perbedaan Perubahan Intensitas Nyeri Dada Kaitannya dengan Pemberian Posisi Fowler dan Posisi Semifowler Pada Pasien Dengan Coronary Heart Disease di Intensive Cardiovascular Care Unit Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi. Jurnal Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta. Hidayat, A.A.A. (2009). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Hudak, C.M & Gallo, B.M. (2010). Keperawatan Kritis: Pendekatan Holistik, Edisi 7, Vol. 1. Jakarta: EGC. Julie, C.H. (2008). The effect of positioning on cardiac ouput measurement. umi.com/pqdweb, (diunduh tanggal 19 Januari 2015). Kasuari.(2002). Asuhan Keperawatan Sistem Pencernaan dan Kardiovaskuler Dengan Pendekatan Patofisiology. Magelang: Poltekkes Semarang PSIK. Kozier, B. (2004). Fundamental of nursing: concepts, process and practice. 7 th ed. New Jersey: Prentice-Hall, Inc. Melanie, R. (2012). Analisis Pengaruh Sudut Tidur terhadap Kualitas Tidur dan Tanda Vital Pada Pasien Gagal Jantung di Ruang Intensif RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. (diakses pada tanggal 18 September 2014) Meana & Lieberman. (2009).Evaluation of The Effect of Group Counselling on Post Myocardial Infarction Patient: Determined by an Analysis of Quality of life.blackwell Publishing Ltd. Journal of Clinical Nursing. Merta. (2010). Impact of Anxiety ang Perceived Control on In-Hospital Complications After Acute Myicardial Infarction. By the American Psychosomatic Society: /07/

18 Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika Norman, W.M., Hayward, L.F., (2005). Sleep Neurobiology for the Clinician. 27: Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Price, S., & Wilson, L. (2006). Patofisiologi. Jakarta : EGC Potter, P.A., & Perry, AG. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC. Rekam Medis RSUD Dr. Moewardi.(2014). Angka Kejadian Miokard Infark di RSUD Dr. Moewardi. Safitri, R & Andriyani, A. (2011).Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap Penurunan Sesak Nafas pada Pasien Asma di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUD dr. Moewardi Surakarta.Jurnal Keperawatan dan Kebidanan Volume 4. Smeltzer, S.C. & B.G. Bare.(2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart.Edisi 8.Jakarta: EGC. Sudoyo, W., A., Setiyohadi, B., Alwi, I., et al. (2006).Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia. Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alfabeta Supadi, E. Nurachmah, dan Mamnuah.(2008). Hubungan Analisa Posisi Tidur Semi Fowler Dengan Kualitas Tidur Pada Klien Gagal Jantung Di RSU Banyumas Jawa Tengah. Jurnal Kebidanan dan Keperawatan Volume IV No 2 Hal Tambayong, J. (2004). Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. Tarwoto.(2010). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. -oo0oo- 80

19 PENGHAMBATAN PRODUKSI EKSOPROTEASE DAN BIOFILM PADA Pseudomonas aeruginosa OLEH EKSTRAK Apium graveolens L Didik Wahyudi 1), Yusianti Silviani 2) 1, 2 Akademi Analis Kesehatan Nasional Surakarta didikww@gmail.com yusianti.silviani@gmail.com ABSTRAK Eksoprotease merupakan enzim yang dihasilkan Pseudomonas aeruginosa, yang produksinya berhubungan dengan sistem quorum sensing, yaitu proses yang terjadi pada bakteri dalam mengekpresikan molekul sinyal untuk menjadi patogen. Perilaku bakteri yang diatur sistem quorum sensing antara lain bioluminescen, sekresi virulensi, sporulasi, konjugasi, produksi enzim ekstraseluler, pembentukan biofilm dan produksi pigmen. Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen opportunistik penyebab utama infeksi nosokomial. Penelitian bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak Apium graveolens L dalam menghambat quorum sensing Pseudomonas aeruginosa, berdasarkan besarnya penghambatan enzim eksoprotease dan produksi biofilmnya. Pseudomonas aeruginosa diisolasi dari Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta; dikarakterisasi sifat sensitivitas terhadap beberapa antibiotik; ekstraksi Apium grabeolens L menggunakan pelarut etanol; uji kemampuan ekstrak Apium graveolens L dalam penghambatan quorum sensing bakteri berdasarkan produksi enzim eksoprotease Pseudomonas aeruginosa dengan metode kemampuan menghidrolisis azocasein yang ada di dalam media dan diukur dengan spektofotometer, dilanjutkan uji pembentukan biofilm pada microtiter plate PVC, dengan metode Optical density. Semua eksperimen dilakukan ulangan tiga kali, analisis data menggunakan satu arah analisis varians (ANOVA) dengan P-nilai 0,05 menggunakan perangkat lunak statistik SPSS. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak Apium graveolens L mempunyai kemampuan menghambat produksi enzim eksoprotease Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 20% b/v, dan mampu menghambat produksi biofilm Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 15%. Kata kunci: eksoprotease, biofilm, Pseudomonas aeruginosa, Apium graveolens L. ABSTRACT Eksoprotease is an enzyme produced by Pseudomonas aeruginosa, whose production is associated with quorum sensing system, which is a process that occurs in bacteria in the express signaling molecules to become pathogenic. Behavior bacterial quorum sensing system arranged bioluminescen among other things, the secretion of virulence, sporulation, conjugation, the production of extracellular enzymes, biofilm formation and the production of pigments. Pseudomonas aeruginosa is an opportunistic pathogenic major cause of nosocomial infection. The study aims to determine the ability of Apium graveolens L extract in inhibiting Pseudomonas aeruginosa quorum sensing, based on the amount of enzyme inhibition eksoprotease and production biofilmnya. Pseudomonas aeruginosa was isolated from Hospital Dr. Moewardi Surakarta; characterized the nature of sensitivity to multiple antibiotics; Apium grabeolens L extraction using ethanol; test the ability of Apium graveolens extract L in quorum sensing inhibition of bacterial enzyme production by Pseudomonas aeruginosa eksoprotease by hydrolyzing 81

20 ability azocasein method that is in the media and are measured with a spectrophotometer, followed by a test on a microtiter plate biofilm formation of PVC, with Optical density method. All experiments were performed three times replay, analysis of data using one-way analysis of variance (ANOVA) with a P-value of 0.05 using SPSS statistical software. The results showed that the extract of Apium graveolens L has the ability to inhibit the production of enzymes eksoprotease Pseudomonas aeruginosa at a concentration of 20% w / v, and is able to inhibit the production of biofilms of Pseudomonas aeruginosa at a concentration of 15%. Keywords: eksoprotease, biofilm, Pseudomonas aeruginosa, Apium graveolens 1. PENDAHULUAN Eksoprotease merupakan enzim yang dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa yang berhubungan dengan sistem quorum sensing. Quorum sensing merupakan suatu proses yang memungkinkan bakteri dapat berkomunikasi dengan mensekresikan molekul sinyal yang disebut autoinducer atau molekul sinyal sebagai bahasa. Proses ini memungkinkan suatu populasi bakteri dapat mengatur ekspresi gen tertentu. Konsentrasi autoinducer di lingkungan sebanding dengan jumlah bakteri yang ada. Dengan mendeteksi autoinducer, suatu bakteri mampu mengetahui keberadaan bakteri lain di lingkungannya (Taga et al., 2001). Pada Pseudomonas aeruginosa autoinducer tersebut adalah golongan enzim eksoprotease (Rukayadi, 2006). Sistem quorum sensing mengontrol perilaku bakteri melalui pengubahan ekspresi gen oleh molekul sinyal. Perilaku bakteri yang diatur sistem quorum sensing antara lain: bioluminescen, sekresi faktor virulensi, sporulasi, konjugasi, pembentukan biofilm dan produksi pigmen (Taga et al., 2001). Pengunaan senyawa antibiotik secara terus menerus dapat meningkatkan frekuensi mutasi, sehingga melahirkan generasi bakteri baru yang resisten (Lewis, 2001), dengan pengetahuan mengenai sistem quorum sensing, dapat dikembangkan suatu cara pengendalian bakteri yang tidak terbatas pada pemberantasan bakteri atau antibiosis. Pengendalian infeksi dapat dilakukan dengan mencegah pengumpulan massa bakteri atau dengan merusak sistem komunikasi interseluler bakteri, bakteri tetap hidup selama perilakunya tidak destruktif (Suwanto, 2005). Pseudomonas aeruginosa merupakan patogen oportunistik, yaitu memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan inang untuk memulai suatu infeksi. Angka fatalitas kasus (case fatality rate) pasien-pasien tersebut adalah 50%, P. aeruginosa merupakan penyebab sepsis yang umum dijumpai pada pasein di unit perawatan intensif (Mayasari, 2006). Penyakit infeksi P. aeruginosa dimulai dengan penempelan dan kolonisasi bakteri ini pada jaringan inang, dengan menggunakan fili untuk penempelan sel pada permukaan inang, dapat membentuk biofilm untuk mengurangi keefektifan mekanisme sistem imun inang (Zhang et al, 1998). P. aeruginosa memiliki molekul sinyal utama yaitu komponen homoserin lakton yang berfungsi sebagai agen kemostatik untuk mengumpulkan sel-sel P. aeruginosa yang berdekatan melalui mekanisme quorum sensing dan membentuk biofilm (Madigan et al., 2006). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui kemampuan penghambatan sistem quorum sensing pada ekstrak beberapa jenis bahan alam yang lain terhadap beberapa bakteri, antara lain Fuqua et al., (1997) yang meneliti tentang sistem pengaturan ekspresi gen pada mikroorganisme melalui sistem quorum sensing. Rukayadi et al., (2006) meneliti tentang penghambatan produksi faktor virulensi P. aeruginosa oleh tanaman vanili. Magdalena dan Yogiara (2006) yang meneliti tentang kemampuan lengkuas dalam menghambat produksi biofilm pada Streptococcus mutan penyebab plaq pada gigi. Wahyudi (2011) menyebutkan bahwa Esktrak Apium graveolens L mampu menghambat sistem quorum sensing Pseudomonas aeruginosa, dan Wahyudi (2014) menyebutkan bahwa Apium graveolens mampu menghambat produksi biofilm pada Salmonella typhi. Tujuan penelitian untuk mengetahui apakah ekstrak Apium graveolens L mampu mengham- 82

21 bat produksi enzim eksoprotease dan produksi biofilm pada Pseudomonas aeruginosa dan berapakah konsentrasi ekstrak Apium graveolens L yang paling efektif dalam menghambat produksi eksoprotease dan produksi biofilm pada Pseudomonas aeruginosa? 2. METODE PENELITIAN a. Alat dan bahan Alat meliputi rotary evaporator autoclave, kuvet, shaker, inkubator, laminar air flow, waterbacth, petridish, jarum ohse, bunsen, lemari es, ph meter, spektrofotometer, sentrifuge, mikropipet, jangka sorong, timbangan elektrik, elenmeyer, bekerglass, aluminium foil,. tabung biakan kuman, rak tabung reaksi, vortek, kertas saring. Bahan yang digunakan Apium graveolens L, isolat Pseudomonas aeruginosa, medium Luria-Bertani (LB), etanol, akuades steril, crystal violet, glukosa 5%. media Brain Heart Infusion (BHI), MacConkey (MC). Media uji biokimia: Kliger Iron Agar (KIA), Sulfide Indol Motility (SIM), Urea, Citrat, Methyl Red (MR), Voges Proskauer (VP), Phenyl Alanine Deaminase (PAD). Media Gula-Gula (Glukosa, Laktosa, Manitol, Maltosa, Sukrosa); Azocasein (Sigma), trichloroacetic acid (TCA), NaOH 0,5 M, buffer fosfat ph 8. Media Trypticase soy broth 0.6% yeast extract (TSBYE), 5% glycerol, Trypticase soy agar (TSA), microtiter plate PVC,. NaCl 0,9 % steril. Reagen Erlich, Methyl Red (MR), Ferri Klorida (FeCl ) 10 %, Kalium Hidroksida (KOH) 40 3 %, Barried, Cat Gram A, B, C, dan D. disk Antibiotik Lengkap. b. Karakterisasi dan Ekstraksi Apium graveolens L Apium graveolen L (Seledri) yang digunakan dalam penelitian ini akar, batang, dan daunnya, diambil dari perkebunan di daerah Tawangmanggu Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah berumur 3 bulan, Pembuatan Fraksi Etanol 70% Seledri dibuat dengan cara sebagai berikut: Herbal Tanaman Seledri yang telah dikeringkan pada suhu 50 C selama 5 hari diambil se- banyak 2 kg. Setelah kering dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi, herbal Seledri dimasukkan ke dalam bejana, kemudian ditambahkan dengan 10 liter etanol 70% ditutup dan dibiarkan selama 5 hari. Diserkai, dan diperas ampasnya. Sari etanol yang diperoleh kemudian dilakukan pemekatan sampai dihasilkan ekstrak etanolik seledri. c. Isolasi Bakteri Uji dan Persiapan Media Bakteri P. aeruginosa diperoleh dari isolasi dari Rumah Sakit Umum Dr.Moewardi Surakarta Isolasi dilakukan dengan metode uji biokimia, uji fermentasi karbohidrat dan uji sensitivitas antibiotik dilakukan dengan metode difusi agar (Bauer, 1966). Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Luria-Bertani (LB) dilengkapi dengan 0,5% glukosa dan 2% susu skim (media LB, mengandung 2,5 mg tiamin/liter), semua strain yang diinkubasi pada 37 C. d. Pengujian Kuantitatif aktivitas enzim eksoprotease P. aeruginosa Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui aktivitas enzim eksoprotease P. aeruginosa secara kuantitatif pada perlakuan ekstrak Apium graveolens L. Prinsip pengujian aktivitas enzim eksoprotease berdasarkan metode Hanlon dan Hodges (1981) yaitu kemampuan enzim protease untuk menghidrolisis Azocasein. Residu azocasein yang tidak dapat terhidrolisis oleh enzim eksoprotease akan diendapkan oleh tricloro acetic acid (TCA). Endapan dipisahkan dengan filtrat, filtrat akan membentuk warna bila direaksikan dengan NaOH. Intensitas warna yang terbentuk diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 440 nm. Sepuluh ml suspensi bakteri yang telah diukur pertumbuhannya di sentrifuge dengan kecepatan g selama 10 menit, filtratnya diambil sebanyak 1 ml. lalu dimasukkan dalam tabung reaksi yang telah berisi 3 ml larutan buffer fosfat (ph 8). campuran ini kemudian diletakkan di atas penanggas air hingga suhunya mencapai 37 o C. Setelah itu ditambahkan 2 ml Azocasein yang sebelumnya telah dipanaskan pada penanggas 83

22 air hingga suhunya mencapai 37 o C. Selanjutnya ditambahkan 4 ml trichkloro acetic acid (TCA) 10% sehingga terbentuk endapan kuning yang dipisahkan dengan sentrifuge. Filtrat sebanyak 5 ml diambil lalu ditambahkan dengan 5 ml larutan NaOH 0,5 M, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 440nm. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan setiap 2 jam selam 24 jam sebanyak 3 kali ulangan satu unit, aktivitas enzim eksoprotease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dapat menghasilkan kenaikan pengukuran absorbansi sebesar 0,01 setiap jam pada kondisi pengukuran. Unit aktivitas enzim eksoprotease yang digunakan dalam penelitian ini dinyatakan dalam U/ml dengan rumus Hanlon dan Hodges (1981) sebagai berikut: Unit aktivitas / ml sampel (U/ml) = (absorbansi; 0,01) x 2 e. Uji Pembentukan Biofilm dengan Microtiter Plate Polivinil Klorida. (Djordjevic et al, 2002; Rukayadi dan Hwang, 2006) Pseudomonas aeruginosa pada media LB segar yang mengandung ekstrak Apium graveolens pada konsentrasi 0% (sebagai kontrol) 5%, 10%, 15%, 20% dan 25%, kemudian diinkubasi dalam 10 ml media diperkaya TSBYE, pada suhu 32 0 C semalam. Tes produksi biofilm dilakukan dengan media Luria Bertani. Kultur semalam di TSBYE dipindahkan (0,1 ml) ke 10 ml Luria Bertani dan divortex. Kemudian 100µl dialihkan ke dalam delapan pelat PVC microtiter (Becton Dickinson Labware, Franklin Lakes, NJ), sebelumnya dibilas dengan 70% etanol dan udara kering. Plate tersebut dibuat dalam rangkap dua, diinkubasi, dan ditutup pada 32 C selama 40 jam. Setiap plate termasuk delapan sumur MWB tanpa P. aeruginosa sebagai kontrol. Kekeruhan sel dipantau menggunakan pembaca piring microtiter (Bio-Rad, Richmond, Calif), dengan densitas optik 595 nm (OD595), dan dicatat pada interval waktu yang berbeda. Set plate pertama digunakan untuk pembentukan biofilm pengukuran setelah 40 jam pembentukan biofilm. OD rata-rata dari sumur kontrol itu dikurangkan dari OD dari semua tes sumur. Setelah 40 jam periode inkubasi, media telah dihilangkan dari sumuran, dan sumur microtiter plate dicuci lima kali dengan air suling steril untuk menghilangkan bakteri yang tidak terikat kuat. Plate dikeringkan udara selama 45 menit dan masing-masing dilakukuan pewarnaan dengan 150 µl dari kristal violet 1% larutan dalam air selama 45 menit. Setelah pewarnaan, plate yang dicuci dengan air suling steril lima kali. Pada kondisi ini, biofilm yang terlihat sebagai cincin ungu yang terbentuk di sisi masing-masing dengan baik. Analisis kuantitatif produksi biofilm dilakukan dengan menambahkan 200 µl dari 95% etanol ke dalam sumur. Seratus microliters dari masing-masing dipindahkan ke microtiter plate baru dan OD ungu kristal yang ada diukur pada 595 nm. Uji biofilm dengan microtiter plate dilakukan tiga kali ulangan. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi, Karakterisasi dan Uji Sensitivitas Antibiotik. Karakteristik P. aeruginosa hasil isolasi dari Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta sebagai berikut: pada media TSIA tidak memfermentasikan media glukosa, manitol, sakarosa, maltose, dan laktosa, hal ini terlihat dari media yang berwarna merah baik pada dasar maupun pada lereng permukaan media agarnya. Bakteri ini menghasilkan hasil negatif pada uji indol, Merah Metil, dan Voges-Proskauer. Bakteri tersebut mampu memproduksi katalase, oksidase, dan amonia dari arginin, dapat menggunakan sitrat sebagai sumber karbonnya. Koloni yang dibentuk halus, bulat dengan warna fluoresensi kehijauan. Strain P. aeruginosa menghasilkan pigmen yang berfluoresensi antara lain: pioverdin (warna hijau), piorubin (warna merah gelap), piomelanin (hitam). Pseudomonas aeruginosa yang berasal dari koloni yang berbeda mempunyai aktivitas biokimia, enzimatik dan kepekaan antimikroba yang berbeda pula. P. aeruginosa yang digunakan dalam penelitian ini memiliki sifat-sifat terhadap antibiotik (Tabel 1). Hasil isolasi P. aeruginosa hasil isolasi dari Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta sudah re- 84

23 sisten berbagai antibiotik, hal ini menyebabkan sulit diobati jika bakteri tersebut menimbulkan infeksi. Adanya resistensi tersebut dikarenakan beberapa hal antara lain adanya mutasi ataupun rekombinasi struktur gen yang terjadi di dalam sel bakteri. Namun mengingat P. aeruginosa adalah patogen oportunistik maka untuk menyebabkan infeksi perlu adanya faktor predisposisi, salah satunya adalah harus memenuhi jumlah tertentu terlebih dahulu ( sel), yang merupakan syarat sistem quorum sensing bisa berjalan. aktivitas enzim pada grafik mengikuti kurva pertumbuhannya (kurva sigmoid); terlihat bahwa enzim eksoprotease ini diproduksi pada fase eksponensial akhir. Tabel 2. Unit aktivitas enzim eksoprotease pada P. aenginosa yang dihambat dengan beberapa konsentrasi aviumgroviolens L Tabel 1 Hasil Uji Sensitivitas Antibiotik terhadap P. aeruginosa hasil isolasi dari RSU Dr. Moewardi Surakarta, Jawa Tengah. RESISTEN TERHADAP SENSITIF TERHADAP Nama Obat (µ gram ) Nama Obat (µ gram ) Amoxycillin Amoxycillin Clav.Acid Ceffazidime Clindamisin Ciprofloxacine Penicillin G Sulfamethaxazole Trimetrhoprim Streptomycin Nalidic Acid Amikacin Cloramphenicol Novobiocin Cephalothin Cefuroxime Kanamycin Cefoxitin Ofloxacin Cefriaxone Fosfomycin Meropenem Imipenem Gentamycin Netilmycin Cefepime Coumpounds Piperacillin Penghambatan Produksi enzim Eksoprotease P. aeruginosa oleh ekstrak Apium graveolens L. Hasil penghambatan produksi Enzim eksoprotease Pseudomonas aeruginosa oleh ekstrak Apium graveolens L di dapatkan hasil aktivitas enzim berdasarkan optical densitynya didapatkan hasil seperti pada Tabel 2. Gambar 1 menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0 15 % produksi eksoprotease Pseudomonas aeruginosa cenderung tidak berbeda, namun pada konsentrasi 20% dan 25% terlihat adanya penurunan yang cukup drastis, besarnya Ket: Huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda signifikan secara statistik pada taraf kepercayaan 5% Gambar 1. Kurva produksi enzim eksoprotease P. aeruginosa yang dihambat dengan beberapa konsentrasi Apium graveolens L Hasil penelitian diatas, sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya (Smith dan Iglewski, 2003; Hentzer et al., 2003; Rukayadi dan Hwang, 2006; Adonizio, 2008; Mustika, 2009) Hasil penelitian beberapa peneliti tersebut menyatakan bahwa sistem quorum sensing bakteri bisa dihambat oleh ekstrak tanaman obat tertentu pada konsentrasi rendah dengan indikator adalah produksi enzim protease yang terhambat, namun pada konsentrasi tersebut beberapa dari ekstrak tanaman obat tersebut belum tentu menghambat pertumbuhan selnya. 85

24 Hal tersebut juga sejalan dengan dua penelitian sebelumnya yaitu Lestari (2005) dan Aini (2006) yang meneliti tentang penghambatan eksoprotease pada Aeromonas hidrophyla dengan ekstrak rimpang temulawak dan tomat ditemukan bahwa ekstrak rimpang temulawak dan tomat tersebut menghambat produksi eksoprotease pada konsentrasi 4%, dan pada konsentrasi tersebut tidak mempengaruhi pertumbuhan selnya. Hasil Uji Pembentukan Biofilm Pseudomonas aeruginosa dengan Microtiter Plate Polivinil Klorida. Bakteri yang berada di sebuah biofilm dapat memiliki sifat sangat berbeda dari bakteri yang hidup bebas. Sebagai lingkungan yang padat dan dilindungi dalam lapisan film memungkinkan mereka untuk bekerja sama dan berinteraksi dengan berbagai cara. Apabila suatu bakteri telah membentuk biofilm dan berkolonisasi dalam suatu jaringan atau organ biasanya sudah resisten terhadap beberapa jenis antibiotik (Adonizio, 2008) hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini, yang dapat dilihat pada Tabel 3 bahwa Pseudomonas aeruginosa yang diisolasi dari sampel pasien resisten terhadap beberapa antibiotik. Tabel 3. Hasil Optical density pada Uji daya hambat Biofilm Pseudomonas aeruginosa oleh ekstrak Apium graveolens L dengan pelarut atanol dan etil asetat Pada hasil pengujian biofilm pada Pseudomonas aeruginosa terlihat bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak Apium graveolens L maka semakin besar pula penghambatan produksi biofilm pada Pseudomonas aeruginosa, Pada hasil penghambatan biofilm Pseudomonas aeruginosa terlihat bahwa pada konsentrasi ekstrak 15 % sudah terlihat berbeda nyata secara significan berdasarkan perhitungan statistiknya, pada konsentrasi 15 % dan 20% terlihat tidak ada perbedaan kemampuan penghambatan biofilm Pseudomo- nas aeruginosa oleh ekstrak Apium graveolens L, namun pada konsentrasi 25% terlihat bahwa kemampuan penghambatannya berbeda secara signifikan dengan pada konsentrai 25%. Hasil penelitian ini sejalan penelitian sebelumnya, (Wahyudi, 2011) bahwa ekstrak seledri (Alpinia galanga L) mampu menghambat produksi biofilm pada Pseudomonas aeruginosa pada konsentrasi 8%, sedangkan Salmonella typhi terhambat produksi biofilmya pada konsentrasi ekstrak Alpinia galanga 6% (Wahyudi, 2014). Gambar 2. Nilai Optical Density penghambatan biofilm Pseudomonas aeruginosa oleh ekstrak Apium graveolens L dengan pelarut Etanol Hasil beberapa penelitian tersebut menyatakan bahwa untuk penghambatan produksi biofilm bakteri, dalam hal ini Pseudomonas aeruginosa dan Salmonella typhi membutuhkan konsentrasi ekstrak bahan alam yang rendah kurang dari 20 %, namun pada konsentrasi tersebut belum mampu mengambat pertumbuhan bakteri. Sehingga untuk mencegah bakteri membentuk biofilm hanya membutuhkan sejumlah kecil bahan aktif yang ada di dalam ekstrak Apium graveolens L, hal ini disebabkan karena untuk menghambat produksi biofilm suatu bakteri, sebenarnya yang dibutuhkan adalah menghambat enzim ataupun molekul protein yang menjadi sinyal (autoindcer) unutk bakteri berkolonisasi, kemudian mengekspresikan faktor virulensi dan akhirnya membentuk biofilm yang dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap berbagai jenis antibiotik. Mekanisme penghambatan produksi biofilm ini bisa digunakan untuk acuan pembuatan bahan pengawet, salep, dan produkproduk lain yang bertujuan untuk mencegah 86

Sunarto 1) Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta

Sunarto 1) Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta KETERKAITAN KEAKTIFAN MAHASISWA DALAM ORGANISASI DAN KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN MOTIVASI BELAJAR MAHASISWA TINGKAT III PRODI D-IV KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA Sunarto 1) 1 Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

Dwi Sulistyowati 1) Jurusan Keperawatan Program D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta

Dwi Sulistyowati 1) Jurusan Keperawatan Program D-IV Keperawatan Politeknik Kesehatan Surakarta PENGARUH SUDUT POSISI TIDUR TERHADAP KUALITAS TIDUR DAN STATUS KARDIOVASKULER PADA PASIEN INFA RK MIOKARD AKUT (IMA) DI RUANG ICVCU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Dwi Sulistyowati 1) 1 Jurusan Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam waktu mendatang jumlah golongan usia lanjut akan semakin bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Bertambahnya

Lebih terperinci

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN Dinamika Kesehatan, Vol. 7 No.1 Juli 2016 Basit, e.t al., Hubungan Lama Kerja dan Pola Istirahat HUBUNGAN LAMA KERJA DAN POLA ISTIRAHAT DENGAN DERAJAT HIPERTENSI DI POLI PENYAKIT DALAM RSUD ULIN BANJARMASIN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang terjadi akibat ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen miokardium yang disebabkan

Lebih terperinci

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat

memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat 2 Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke, penyakit jantung koroner, pembuluh darah jantung dan otot jantung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lansia merupakan bagian dari anggota keluarga dan anggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Jumlah lansia meningkat

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERPRETASI ELECTROCARDIOGRAM (ECG) PERAWAT DENGAN PEMBELAJARAN PELATIHAN DAN MULTIMEDIA DI RSUD DR.

PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERPRETASI ELECTROCARDIOGRAM (ECG) PERAWAT DENGAN PEMBELAJARAN PELATIHAN DAN MULTIMEDIA DI RSUD DR. PENINGKATAN KEMAMPUAN INTERPRETASI ELECTROCARDIOGRAM (ECG) PERAWAT DENGAN PEMBELAJARAN PELATIHAN DAN MULTIMEDIA DI RSUD DR. SOERATNO SRAGEN Akhmad Rifai, Dwi Sulistyowati Kementerian Kesehatan Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular

BAB I PENDAHULUAN. di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Keberhasilan pembangunan diikuti oleh pergeseran pola penyakit yang ada di masyarakat. Pola penyakit yang semula didomiasi penyakit-penyakit menular dan infeksi

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DALAM PEMENUHAN NUTRISI DENGAN TEKANAN DARAH LANSIA DI MANCINGAN XI PARANGTRITIS KRETEK BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : VRIASTUTI 201210201214 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN HUBUNGAN POLA TIDUR TERHADAP TEKANAN DARAH PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI SEJAHTERA MARTAPURA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Fadhil Al Mahdi STIKES Cahaya Bangsa Banjarmasin *korespondensi

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh: Tresna Komalasari ABSTRAK Teknik relaksasi dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure (CHF) menjadi yang terbesar. Bahkan dimasa yang akan datang penyakit ini diprediksi akan terus bertambah

Lebih terperinci

GASTER, Vol. 8, No. 2 Austus 2011 ( )

GASTER, Vol. 8, No. 2 Austus 2011 ( ) GASTER, Vol. 8, No. 2 Austus 2011 (783-792) KEEFEKTIFAN PEMBERIAN POSISI SEMI FOWLER TERHADAP PENURUNAN SESAK NAFAS PADA PASIEN ASMA DI RUANG RAWAT INAP KELAS III RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Refi Safitri,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Penyakit jantung koroner (CHD = coronary heart desease) atau penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan ancaman kesehatan. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health

BAB I PENDAHULUAN. adalah hipertensi. Dampak ini juga diperjelas oleh pernyataan World Health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan pembangunan nasional yang berlangsung beberapa tahun terakhir telah menimbulkan pergeseran pola penyebab kematian dan masalah kesehatan. Sunaryo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung

BAB I PENDAHULUAN. banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan tipe penyakit jantung yang paling banyak terjadi pada orang dewasa, salah satu manifestasi klinis penyakit jantung koroner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler (pembuluh darah otak) yang ditandai dengan kematian jaringan otak, hal ini disebabkan oleh berhentinya suplai darah dan oksigen

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter &Perry, 2010). Sedangkan organisasi kesehatan dunia WHO 2012 dalam Nugroho (2012) menyatakan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI PENGETAHUAN PASIEN TENTANG PENYAKIT GASTRITIS DI RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI Muhammad Mudzakkir, M.Kep. Prodi DIII Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UN PGRI Kediri muhammadmudzakkir@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara individu, pada usia diatas 55 tahun terjadi proses penuaan secara alamiah. Hal ini akan menimbulkan masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologi. Perubahan

Lebih terperinci

Mahasiswa S-1 Prodi Keperawatan, STIKes CHMK, Kupang Jurusan DIII Keperawatan, Poltekes Kemenkes Kupang, Kupang c

Mahasiswa S-1 Prodi Keperawatan, STIKes CHMK, Kupang Jurusan DIII Keperawatan, Poltekes Kemenkes Kupang, Kupang c HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KINERJA PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP KELAS III (RUANG CEMPAKA DAN KELIMUTU) RSUD PROF. Dr. W. Z. JOHANNES KUPANG Yolanda B. Pamaa,c*, Elisabeth Herwantib, Maria

Lebih terperinci

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG REKAM MEDIS DAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN DENGAN KELENGKAPAN PENCATATAN DOKUMENTASI KEPERAWATAN DI RUMAH SAKIT MULIA HATI WONOGIRI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Untuk

Lebih terperinci

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat...

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat... Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat... Hubungan antara Peranan Perawat dengan Sikap Perawat pada Pemberian Informed Consent Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pasien di RS PKU

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Bina Husada, Volume 10 No. 4, Januari 2015

Jurnal Kesehatan Bina Husada, Volume 10 No. 4, Januari 2015 - HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DAN MINAT DENGAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH ASKEB IV PADA MAHASISWA SEMESTER IV PRODI DIII KEBIDANAN STIKES MITRA ADIGUNA PALEMBANG TAHUN 2014 Oleh Susmita Dosen Tetap

Lebih terperinci

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A.

Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : A. Topik : Infark Miokard Akut Penyuluh : Rizki Taufikur R Kelompok Sasaran : Lansia Tanggal/Bln/Th : 25/04/2016 W a k t u : 09.30 A. LATAR BELAKANG Dengan bertambahnya usia, wajar saja bila kondisi dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya. dan bertambah cenderung lebih cepat (Nugroho, 2000). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam pembangunan nasional, telah mewujudkan hasil yang positif di berbagai bidang, yaitu adanya kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan

Lebih terperinci

Pengaruh Pendidikan Kesehatan 1

Pengaruh Pendidikan Kesehatan 1 PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS DEMANGAN KOTA MADIUN Hariyadi,S.Kp.,M.Pd (Prodi Keperawatan) Stikes Bhakti Husada Mulia Madiun

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI TIDUR MIRING TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA PERMADI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

PENGARUH POSISI TIDUR MIRING TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA PERMADI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK PENGARUH POSISI TIDUR MIRING TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA LANSIA HIPERTENSI DI POSYANDU LANSIA PERMADI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG Wely 1), Rita Yulifah 2), Novita Dewi 3) 1) Mahasiswa Program Studi

Lebih terperinci

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn:

Tasnim 1) JIK Vol. I No.16 Mei 2014: e-issn: Efektifitas Pemberian Kompres Hangat Daerah Temporalis dengan Kompres Hangat Daerah Vena Besar Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pada Anak Demam di Ruang Perawatan Anak BPK RSUD Poso Tasnim 1) Abstrak: Kompres

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menyimpulkan bahwa :

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menyimpulkan bahwa : BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, peneliti menyimpulkan bahwa : 1. Sebelum diberikan senam kebugaran jasmani 2012 rata-rata tekanan darah

Lebih terperinci

Oleh; Wahyu Riniasih 1). Fatchulloh 2) 1) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners 2) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners

Oleh; Wahyu Riniasih 1). Fatchulloh 2) 1) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners 2) Staf Pengajar STIKES An Nur Purwodadi Prodi Ners EFEKTIFITAS PEMBERIAN INFORMED CONSENT DENGAN TINGKAT KECEMASAN BAGI KELUARGA PASIEN YANG DIRAWAT DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RUMAH SAKIT PANTI RAHAYU PURWODADI Oleh; Wahyu Riniasih 1). Fatchulloh 2)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner (PJK) telah menjadi penyebab kematian utama di Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara optimal.

Lebih terperinci

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG

HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG HUBUNGAN JARAK KELAHIRAN DAN JUMLAH BALITA DENGAN STATUS GIZI DI RW 07 WILAYAH KERJA PUSKESMAS CIJERAH KOTA BANDUNG Nunung Nurjanah * Tiara Dewi Septiani** Keperawatan Anak, Program Studi Ilmu Keperawatan,

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG

PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG PENGARUH TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG Siti Romadoni, Aryadi, Desy Rukiyati PSIK STIKes Muhammadiyah Palembang Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

seseorang. Setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk Kozier(2008) dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah:

seseorang. Setiap individu membutuhkan jumlah yang berbeda untuk Kozier(2008) dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah: 1 Naskah Publikasi Pendahuluan Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh stimulus atau sensoris yang sesuai.tidur memberikan peran yang esensial bagi kebutuhan fisiologis,

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

WIJI LESTARI J

WIJI LESTARI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN MANAJEMEN STRES PADA PENDERITA HIPERTENSI TERHADAP PENGETAHUAN MANAJEMEN STRES DI POSYANDU LANSIA AISIYAH TIPES SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 Fransisca Imelda Ice¹ Imelda Ingir Ladjar² Mahpolah³ SekolahTinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ).

BAB I PENDAHULUAN. pembunuh diam diam karena penderita hipertensi sering tidak. menampakan gejala ( Brunner dan Suddarth, 2002 ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Definisi Hipertensi adalah apabila tekanan sistoliknya diatas 140 mmhg dan tekanan diastolik diatas 90 mmhg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke,

Lebih terperinci

Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes 3

Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H. Edy Soesanto, S.Kp, M.Kes 3 PENGARUH TERAPI BERMAIN MEWARNAI GAMBAR TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN. Ibnu Sutomo 1, Ir. Rahayu Astuti, M.Kes 2, H.

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) TERHADAP KETERAMPILAN KELUARGA DALAM MELAKUKAN ROM PADA PASIEN STROKE Abdul Gafar, Hendri Budi (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

Lebih terperinci

STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN OKSIGEN DENGAN HEAD BOX TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA NEONATUS DI RUANG PERINATALOGI RSI KENDAL ABSTRAK

STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN OKSIGEN DENGAN HEAD BOX TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA NEONATUS DI RUANG PERINATALOGI RSI KENDAL ABSTRAK STUDI DESKRIPTIF PEMBERIAN OKSIGEN DENGAN HEAD BOX TERHADAP PENINGKATAN SATURASI OKSIGEN PADA NEONATUS DI RUANG PERINATALOGI RSI KENDAL 2 Ana Triwijayanti ABSTRAK Terapi oksigen merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus

BAB I PENDAHULUAN. abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari satu periode (Udjianti,

Lebih terperinci

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN

ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN ARTIKEL EFEKTIVITAS PENGGUNAAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP PENURUNAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG CEMPAKA RSUD UNGARAN OLEH : NOVANA AYU DWI PRIHWIDHIARTI 010214A102 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Dengan adanya sistem kesehatan ini tujuan pembangunan dapat tercapai efektif,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. (dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2006). Pembuluh 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kardiovaskuler merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot dan bekerja menyerupai otot polos, yaitu bekerja di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan

Lebih terperinci

KUALITAS DOKUMENTASI KEPERAWATAN DAN BEBAN KERJA OBJEKTIF PERAWAT BERDASARKAN TIME AND MOTION STUDY (TMS)

KUALITAS DOKUMENTASI KEPERAWATAN DAN BEBAN KERJA OBJEKTIF PERAWAT BERDASARKAN TIME AND MOTION STUDY (TMS) KUALITAS DOKUMENTASI KEPERAWATAN DAN BEBAN KERJA OBJEKTIF PERAWAT BERDASARKAN TIME AND MOTION STUDY (TMS) (Quality of Nursing Documentation and Nurse s Objective Workload Based on Time and Motion Study

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT

PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT PENGETAHUAN DAN MOTIVASI PERAWAT DENGAN KEAMANAN PEMBERIAN TERAPI OBAT Dewi Andriani* *Akademi Keperawatan Adi Husada, Jl. Kapasari No. 95 Surabaya. Email : andridewi64@gmail.com. ABSTRAK Pendahuluan:

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut

Lebih terperinci

KONTRIBUSI MOTIVASI INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP N 1 SAMBI TAHUN AJARAN 2015/ 2016

KONTRIBUSI MOTIVASI INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP N 1 SAMBI TAHUN AJARAN 2015/ 2016 KONTRIBUSI MOTIVASI INTRINSIK DAN MOTIVASI EKSTRINSIK TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP N 1 SAMBI TAHUN AJARAN 2015/ 2016 Artikel Publikasi Ilmiah, diajukan sebagai salah satu persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan akhir-akhir ini menjadi salah satu faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan mental/spiritual

Lebih terperinci

Evangeline Hutabarat dan Wiwin Wintarsih. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor 1 dinegaranegara

Evangeline Hutabarat dan Wiwin Wintarsih. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab kematian nomor 1 dinegaranegara GAMBARAN STRES PSIKOLOGIS SEBAGAI PENCETUS SERANGAN ULANG NYERI DADA PADA KLIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER BERDASARKAN KARAKTERISTIK DI RUANG PERAWATAN VIII RS. DUSTIRA CIMAHI Evangeline Hutabarat dan Wiwin

Lebih terperinci

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK

PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG ABSTRAK PERBEDAAN NORMALITAS TEKANAN DARAH PADA WANITA MIDDLE AGE YANG MENGIKUTI SENAM DAN TIDAK SENAM DI KELURAHAN BANDUNGREJOSARI MALANG Syifa Fauziyah 1), Tanto Hariyanto 2), Wahidyanti Rahayu S 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

Roihatul Zahroh*, Rivai Sigit Susanto**

Roihatul Zahroh*, Rivai Sigit Susanto** Volume 08, Nomor 01, Juni 2017 Hal. 37-44 EFEKTIFITAS POSISI SEMI FOWLER DAN POSISI ORTHOPNEA TERHADAP PENURUNAN SESAK NAPAS PASIEN TB PARU Effectiveness of Semi Fowler Position And Orthopnea Position

Lebih terperinci

PENGARUH NAFAS DALAM MENGGUNAKAN PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP NYERI SAAT PERAWATAN LUKA PASIEN POST OPERASI DI RUMAH SAKIT SARI ASIH SERANG

PENGARUH NAFAS DALAM MENGGUNAKAN PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP NYERI SAAT PERAWATAN LUKA PASIEN POST OPERASI DI RUMAH SAKIT SARI ASIH SERANG PENGARUH NAFAS DALAM MENGGUNAKAN PERNAFASAN DIAFRAGMA TERHADAP NYERI SAAT PERAWATAN LUKA PASIEN POST OPERASI DI RUMAH SAKIT SARI ASIH SERANG 2013 Armi STIKes Widya Dharma Husada Tangerang, Indonesia Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah seseorang adalah >140 mm Hg (tekanan sistolik) dan/ atau

Lebih terperinci

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG

PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG PENGARUH TERAPI BERCERITA TERHADAP SKALA NYERI ANAK USIA PRASEKOLAH (3-6 TAHUN) SELAMA TINDAKAN PENGAMBILAN DARAH VENA DI RSUD TUGUREJO SEMARANG Dewi Winahyu. *) Dera Alfiyanti **), Achmad Solekhan ***)

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Kartika 7

Jurnal Kesehatan Kartika 7 HUBUNGAN OBESITAS DENGAN DIABETES MELLITUS DI POLIKLINIK PENYAKIT DALAM RSU CIBABAT CIMAHI TAHUN 2010 Oleh : Hikmat Rudyana Stikes A. Yani Cimahi ABSTRAK Obesitas merupakan keadaan yang melebihi dari berat

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV KEDIRI

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV KEDIRI HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN KEMAMPUAN MOBILISASI DINI IBU POST SCDI DETASEMEN KESEHATAN RUMAH SAKIT TK IV 05.07.02 KEDIRI Mulazimah Akademi Kebidanan PGRI Kediri mulazimah@gmail.com ABSTRAK Latar

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak napas dan fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas), edema dan tanda objektif adanya

Lebih terperinci

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: Ada hubungan yang signifikan antara motivasi diri dengan kualitas hidup pasien kanker. Hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta

Program Studi Diploma IV Bidan Pendidik Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Yogyakarta ANALISIS AKTOR-AKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN HASIL BELAJAR MATA KULIAH ASUHAN PERSALINAN II PADA MAHASISWA SEMESTER IV PROGRAM STUDI DIV BIDAN PENDIDIK JALUR REGULER DI STIKES AISYIYAH YOGYAKARTA 3 NASKAH

Lebih terperinci

HUBUNGAN SUPERVISI DENGAN PENDOKUMENTASIAN BERBASIS KOMPUTER YANG DIPERSEPSIKAN PERAWAT PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD BANYUMAS JAWA TENGAH

HUBUNGAN SUPERVISI DENGAN PENDOKUMENTASIAN BERBASIS KOMPUTER YANG DIPERSEPSIKAN PERAWAT PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD BANYUMAS JAWA TENGAH 47 HUBUNGAN SUPERVISI DENGAN PENDOKUMENTASIAN BERBASIS KOMPUTER YANG DIPERSEPSIKAN PERAWAT PELAKSANA DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD BANYUMAS JAWA TENGAH Kris Linggardini Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan beban kerja pernafasan, yang menimbulkan sesak nafas, sehingga pasien mengalami penurunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah suatu akibat terjadinya penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh koroner. Penyumbatan atau penyempitan pada

Lebih terperinci

KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI KAITANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWI KEBIDANAN

KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI KAITANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWI KEBIDANAN KECERDASAN EMOSIONAL DAN MOTIVASI KAITANNYA DENGAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWI KEBIDANAN Triwik Sri Mulati, M. Ali Nasikin, Suwanti Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Kebidanan

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA PEKERJA SEKS DENGAN PERILAKU PEMERIKSAAN PAP SMEAR DI LOKALISASI SUNAN KUNING SEMARANG Nina Susanti * ) Wagiyo ** ), Elisa *** ) *) Mahasiswa Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERAWAT DENGAN SIKAP PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN RAWAT INAP DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERAWAT DENGAN SIKAP PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN RAWAT INAP DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI PERAWAT DENGAN SIKAP PERAWAT DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN SPIRITUAL PASIEN RAWAT INAP DI RSUD KRATON KABUPATEN PEKALONGAN Ayuningtyas Trisnawati,Wahyu Purnamasari,Emi Nurlaela,Rita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan penyakit yang menyerang jantung. Organ tersebut memiliki fungsi memompa darah ke seluruh tubuh. Kelainan pada organ tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMANFAATAN BUKU KIA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN BALITA PADA IBU BALITA DI POSYANDU LARAS LESTARI NOGOTIRTO SLEMAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMANFAATAN BUKU KIA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN BALITA PADA IBU BALITA DI POSYANDU LARAS LESTARI NOGOTIRTO SLEMAN HUBUNGAN PENGETAHUAN PEMANFAATAN BUKU KIA DENGAN KEMAMPUAN PERAWATAN BALITA PADA IBU BALITA DI POSYANDU LARAS LESTARI NOGOTIRTO SLEMAN NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: MUTIARA THEO THERRA AWK 080201146 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata kanker merupakan kata yang paling menakutkan di seluruh dunia. Satu dari empat kematian yang terjadi di Amerika Serikat disebabkan oleh penyakit kanker (Nevid et

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Asma telah di kenal sejak ribuan tahun lalu, para ahli mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran nafas yang memberikan gejalagejala batuk,

Lebih terperinci

PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN

PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN PENGARUH RENDAM KAKI MENGGUNAKAN AIR HANGAT TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI DESA BENDUNGAN KECAMATAN KRATON PASURUAN Intan Pratika M *) Abstrak Desain penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

Dwi Sulistyowati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan. Keywords: Knowledge, Attitudes, Behaviors, Inos, Nurse.

Dwi Sulistyowati Kementerian Kesehatan Politeknik Kesehatan Surakarta Jurusan Keperawatan. Keywords: Knowledge, Attitudes, Behaviors, Inos, Nurse. HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG INFEKSI NOSOKOMIAL (INOS) DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN INOS DI RUANG BEDAH RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA Dwi Sulistyowati Kementerian Kesehatan Politeknik

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD KUDUS ABSTRAK

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD KUDUS ABSTRAK PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN PRE OPERASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI HERNIA DI RSUD KUDUS 6 Arif Kurniawan*, Yunie Armiyati**, Rahayu Astuti*** ABSTRAK Kecemasan dapat terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar. manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang termasuk kedalam kebutuhan dasar dan juga universal karena umumnya semua individu dimanapun ia berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis. Maslow (1970) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi dengan perkembangan teknologi di berbagai bidang termasuk informasi, manusia modern semakin menemukan sebuah ketidak berjarakan yang membuat belahan

Lebih terperinci

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia.

Kata kunci : Tekanan darah, Terapi rendam kaki air hangat, Lansia. PERBEDAAN TEKANAN DARAH SEBELUM DAN SESUDAH TERAPI RENDAM KAKI AIR HANGAT PADA LANSIA DI UPT PANTI SOSIAL PENYANTUNAN LANJUT USIA BUDI AGUNG KUPANG Yasinta Asana,c*, Maria Sambriongb, dan Angela M. Gatumc

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan pada saluran pencernaan (gastrointestinal) merupakan sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan medik. Kasus pada sistem gastrointestinal

Lebih terperinci

1. Latar Belakang Penelitian

1. Latar Belakang Penelitian Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 HUBUNGAN KOMPONEN DASAR KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN PROSES ADAPTASI MAHASISWA TINGGAL DI ASRAMA STIKES SANTO BARROMEUS Elizabeth Ari Setyarini

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN HIPERTENSI DENGAN POLA HIDUP SEHAT LANSIA DI UNIT REHABILITASI SOSIAL PUCANG GADING SEMARANG 7 Anik Eka Purwanti *, Tri Nur Hidayati**,Agustin Syamsianah*** ABSTRAK Latar belakang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT MAKALAH INFARK MIOKARD AKUT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infark miokard akut mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibart suplai darah yang tidak adekuat, sehingga aliran darah koroner

Lebih terperinci

INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN :

INFOKES, VOL. 3 NO. 1 Februari 2013 ISSN : TERDAPAT PENGARUH PEMBERIAN TEKNIK RELAKSASI NAFAS DALAM TERHADAP TINGKAT NYERI PADA PASIEN POST OPERASI DENGAN ANESTESI UMUM DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA Oleh: Satriyo Agung, Annisa Andriyani, Dewi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. lansia meningkat secara konsisten dari waktu ke waktu (Dinkes, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jumlah lansia meningkat di seluruh Indonesia menjadi 15,1 juta jiwa pada tahun 2000 atau 7,2% dari seluruh penduduk dengan usia harapan hidup 64,05 tahun. Tahun 2006

Lebih terperinci

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: )

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: ) JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 4, Nomor 3, Juli 2016 (ISSN: 2356-3346) http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkm FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT KEPATUHAN TENAGA KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, jaringan arteri, vena, dan kapiler yang mengangkut darah ke seluruh tubuh. Darah membawa oksigen dan nutrisi penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infark miokard merupakan perkembangan yang cepat dari nekrosis miokard yang berkepanjangan dikarenakan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.

Lebih terperinci

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG

PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG PENGARUH BERMAIN PERAN TERHADAP KEPERCAYAAN DIRI PADA ANAK DI TK KHUSNUL KHOTIMAH SEMARANG Manuscript OLEH : Sri Utami G2A009102 PROGRAM STUDI SI KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan suatu bangsa seringkali dinilai dari umur harapan hidup penduduknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara berkembang yang memiliki umur harapan hidup penduduk yang semakin meningkat seiring dengan perbaikan kualitas hidup dan pelayanan

Lebih terperinci

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK

GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK GAMBARAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DIRUANG RAWAT INAP RSUD SULTANSYARIF MOHAMAD ALKADRIE KOTA PONTIANAK EKA FEBRIANI I32111019 NASKAH PUBLIKASI PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Lebih terperinci

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak bayi,

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak bayi, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan sejak bayi, dewasa, hingga menjadi tua. Lanjut usia (Lansia) merupakan suatu proses fisiologis yang pasti akan

Lebih terperinci

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER SERVIKS DI RSUD Dr. MOEWARDI

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER SERVIKS DI RSUD Dr. MOEWARDI HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP TINGKAT KECEMASAN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER SERVIKS DI RSUD Dr. MOEWARDI Dewi Utami, Annisa Andriyani, Siti Fatmawati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci