IMPLEMENTASI LESSON STUDY DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IMPLEMENTASI LESSON STUDY DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA"

Transkripsi

1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 IMPLEMENTASI LESSON STUDY DALAM UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MAHASISWA Siska Candra Ningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UPY Jl. PGRI I Sonosewu No. 117 Yogyakarta, siskazamri@gmail.com Abstract Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa dalam mata kuliah Metode Numerik melalui kegiatan Lesson Study. Subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa semester VI kelas A1 Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta yang mengikuti perkuliahan Metode Numerik. Objek penelitian adalah penerapan kegiatan Lesson Study dalam pembelajaran Metode Numerik dengan pendekatan kooperatif.kegiatan lesson study pada penelitian ini dilaksanakan 4 siklus. Masing-masing siklus terdiri dari 3 tahapan kegiatan yaitu tahap perencanaan (plan), pelaksanaan (do), dan refleksi (see). Dalam tahap plan, sekelompok dosen merancang pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dan mempersiapkan semua yang dibutuhkan dalam proses pembelajaran. Dalam tahap do, dosen model melaksanakan perencanaan pembelajaran yang sudah disusun sebelumnya. Tahap see dilakukan setelah proses pembelajaran selesai. Observer memberikan komentar, kritikan dan saran berkaitan kegiatan do sehingga dapat dijadikan rujukan untuk merencanakan siklus berikutnya. Hasil kegiatan lesson study menunjukkan bahwa motivasi belajar mahasiswa pada pra-siklus hanya 49.41%(kategori kurang), pada siklus I 53.31%(kategori cukup), siklus II menjadi 74.09%(kategori cukup), siklus III meningkat menjadi 82.75%(kategori tinggi) dan siklus IV meningkat lagi menjadi % (kategori tinggi). Untuk hasil belajar, pada pra-siklus nilai rata-rata kelas hanya dengan ketuntasan belajar 32.50%(kategori rendah), pada siklus I, rata-rata kelas dengan ketuntasan belajar 47.50%(kategori rendah), pada siklus III, rata-rata kelas meningkat dengan ketuntasan belajar 77.50%(kategori tinggi) dan siklus IV, rata-rata kelas telah mencapai dengan ketuntasan belajar 82.50%(kategori tinggi). Kata kunci : lesson study, motivasi, hasil belajar, pembelajaran kooperatif PENDAHULUAN Latar Belakang Metode Numerik merupakan mata kuliah yang wajib diikuti oleh mahasiswa Pendidikan Matematika. Dalam Metode Numerik, mahasiswa diajak untuk memahami berbagai metode yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan permasalahan yang sering dihadapi dalam berbagai bidang di kehidupan nyata. Pada mata kuliah ini, metode-metode yang digunakan juga dapat di aplikasikan ke dalam berbagai program komputer. Biasanya, mata kuliah yang dihubungkan dengan program komputer dapat menarik minat mahasiswa. Tetapi kenyataannya di kelas tidak sesuai dengan yang diharapkan peneliti yang juga merupakan dosen pengampu mata kuliah ini. Mahasiswa terlihat kurang bersemangat dan tidak termotivasi untuk memahami lebih lanjut materi-materi yang diajarkan dalam Metode Numerik. Sebagai akibatnya hasil belajar mahasiswa juga tidak sesuai dengan yang diharapkan. Dari hasil tes yang diadakan peneliti, nilai rata-rata yang diperoleh mahasiswa 6A1 hanya dengan persentase ketuntasan 32.50% dan termasuk kriteria rendah. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 375

2 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Kurangnya motivasi mahasiswa tersebut dapat disebabkan karena metode pembelajaran yang masih berlangsung secara konvensional. Dosen bertindak sebagai satu-satunya sumber belajar dan mahasiswa cenderung bersikap pasif atau sekedar menerima informasi dari dosen. Melihat keadaan ini, peneliti dan beberapa dosen lainnya yang serumpun melalui kegiatan Lesson Study merubah pembelajaran Metode Numerik dengan pendekatan kooperatif. Mahasiswa dituntut lebih aktif dan mencari sendiri materi yang harus dipelajari di dalam kelompok kelompok kecil. Dosen hanya berfungsi sebagai pembimbing dan memberikan masukan atau perbaikan. Dalam Lesson Study, dosen dosen yang serumpun bekerja sama dalam mempersiapkan dan melakukan proses pembelajaran agar mendapatkan hasil yang lebih baik. Oleh karena itu penelitian ini diberi judul Implementasi Lesson Study Dalam Upaya Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Metode Numerik Mahasiswa Dengan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimana upaya meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah metode numerik?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa program studi Pendidikan Matematika dalam mata kuliah Metode Numerik dengan pendekatan pembelajaran kooperatif melalui kegiatan lesson study. Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai pihak. Bagi dosen, diharapkan hasil penelitian ini dapat membantu dosen dalam mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan peningkatan motivasi dan hasil belajar mahasiswa. Bagi mahasiswa sendiri diharapkan penelitian ini dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar mereka. Dan Bagi pengambil kebijakan, diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terutama yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran. Kajian Pustaka Lesson Study merupakan kegiatan pengkajian pembelajaran yang dilakukan oleh sekelompok guru/dosen secara kolaboratif dan berkelanjutan untuk menguji dan meningkatkan keefektifan pembelajaran.lesson Study berasal dari Jepang (dari kata jugyokenkyu) yaitu suatu proses sistematik yang digunakan oleh guru guru Jepang untuk menguji keefektifan pengajarannya dalam rangka meningkatkan hasil pembelajaran (Garfield, 2006).Lesson studysebagai suatu kegiatan dimana para pendidik (guru/dosen) secara bersama-sama merencanakan, mengamati, menganalisis, dan memperbaiki pembelajaran yang dilakukannya. Kegiatan lesson study dilaksanakan melalui tiga tahapan pokok, yaitu plan (perencanaan), do (pelaksanaan), dan see (refleksi). Ketiga tahapan tersebut menjadi satu siklus penelitian. Motivasi adalah segala sesuatu yang timbul dari dalam diri individu yang mendorongnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk mencapai suatu tujuan. 376 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

3 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Djamarah (2008:152) mengemukakan motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu. Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang setelah melalui kegiatan belajar atau penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran yang biasanya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru. Nana Sudjana (1990) menyebutkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki atau dikuasai mahasiswa setelah menempuh proses belajar. Pendekatan kooperatif merupakan suatu strategi pengajaran yang melibatkan mahasiswa bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama. Di dalam kelas kooperatif mahasiswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang mahasiswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras dan setiap anggota kelompok harus saling membantu dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan (Trianto, 2007). Pada pendekatan kooperatif, mahasiswa didorong untuk mampu memiliki dan melakukan hal hal berikut : menerima orang lain, membantu orang lain, menghadapi tantangan dan bekerja dalam tim (Miftahul, 2013). METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang bersifat reflektif, partisipatif, kolaboratif, dan spiral, bertujuan untuk melakukan perbaikan perbaikan terhadap sistem, cara kerja, proses, isi, dan kompetensi atau situasi pembelajaran. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di program studi Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta pada mata kuliah Metode Numerik dan dilaksanakan pada semester genap tahun akademik 2012/2013. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa semester VI kelas A1 program studi Pendidikan Matematika, Universitas PGRI Yogyakarta yang mengikuti mata kuliah Metode Numerik. Prosedur Penelitian Metode pengembangan sistem pembelajaran yang diterapkan dalam penelitian ini adalah lesson research dengan lesson study model Lewis (2002). Pelaksanaannya dilaksanakan dalam 4 siklus yang disesuaikan dengan alokasi waktu dan pokok bahasan yang telah ditentukan. Dalam setiap siklus terdiri atas 3 tahap kegiatan, yaitu: 1) perencanaan (plan), 2) pelaksanaan dan observasi (do), 3) refleksi (see). Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 377

4 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Plan 1 Do + See 1 Plan 2 Do + See 2 Plan 3 Do + See 3 Plan 4 Do + See 4 Gambar 1 Prosedur Penelitian Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, pemberian angket, tes hasil belajar dan perekaman. Teknik observasi dan perekaman digunakan untuk merekam aktivitas pembelajaran, sedangkan teknik pemberian angket digunakan untuk mengetahui motivasi mahasiswa, dan tes untuk melihat hasil belajar mahasiswa. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: lembar observasi, angket motivasi dan tes hasil belajar mahasiswa. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui kualitas pembelajaran Metode Numerik, angket motivasi belajar digunakan untuk mengetahui motivasi belajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Metode Numerik, tes/kuis digunakan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar mahasiswa yang mengikuti pembelajaran Metode Numerik. Teknik Analisis Data Angket motivasi belajar dan lembar observasi kegiatan mahasiswa dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui peningkatan motivasi dan aktivitas belajar mahasiswa dalam pembelajaran Metode Numerik mulai dari pra-penelitian, kemudian angket setelah siklus I, siklus II, siklus III, dan siklus IV. Kualifikasi hasil persentase skor angket motivasi dan aktivitas belajar disajikan pada Tabel 1 berikut. Tabel 2. Kualifikasi Hasil Persentase Skor Angket No. Persentase Kualifikasi 1 75% < skor 100% Tinggi 2 50% < skor 75% Cukup 3 25% < skor 50% Kurang 4 0% < skor 25% Rendah (Dimodifikasi dari Sugiyono, 2010: 144) Peningkatan hasil belajar mahasiswa dilihat dari hasil tes/kuis. Untuk menentukan persentase ketuntasan mahasiswa digunakan rumus perhitungan persen (%) ketuntasan sebagai berikut : 378 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

5 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 jumlah siswa tuntas Persen ketuntasan % 100% jumlah siswa Untuk menggambarkan peningkatan persentase ketuntasan hasil belajar mahasiswa dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 2. Kualifikasi Hasil Belajar Mahasiswa No Persentase Kriteria 1. 75% < P 100% Tinggi 2. 50% < P 75% Cukup 3. 25% < P 50% Rendah 4. 0% < P 25% Sangat Rendah (Sugiyono: 2010) HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Secara keseluruhan penelitian ini berjalan dengan baik dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan peneliti. Penelitian ini dilaksanakan dalam 4 siklus, masing masing siklus terdiri dari 3 tahapan kegiatan, yaitu perencanaan (plan), pelaksanaan dan observasi (do) dan refleksi (see). Tabel 3 dan 4 berikut ini memberikan hasil angket motivasi dan hasil belajar mahasiswa pada Pra-Siklus, Siklus I, Siklus II, Siklus III dan Siklus IV. Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti melakukan pengamatan terhadap mahasiswanya dalam proses pembelajaran. Pengamatan dilakukan menyangkut motivasi mahasiswa dalam mengikuti pembelajaran dan hasil belajar yang mereka peroleh. Untuk memperkuat hasil pengamatan, mahasiswa diminta untuk mengisi angket motivasi dan dilakukan ujian pra-siklus. Dari hasil angket motivasi mahasiswa pada pra-siklus hanya memiliki rata-rata (49.41%/kriteria kurang) dengan kategori kurang 19 orang mahasiswa, kategori cukup 21 mahasiswa dan belum ada mahasiswa yang masuk ke dalam kategori tinggi. Untuk hasil belajar mahasiswa, pada pra-siklus persentase ketuntasan belajar mahasiswa hanya 32.50% (kriteria rendah) dengan nilai rata-rata kelas Mahasiswa yang telah tuntas hanya 13 orang dan sisanya yaitu 27 mahasiswa belum tuntas. Tabel 3. Hasil Angket Motivasi Belajar Mahasiswa Pada Pra-Siklus, Siklus I,Siklus II, Siklus III dan Siklus IV N o Kualifik asi Motivasi Belajar Pra-Siklus Siklus I Siklus II Siklus III Siklus IV Persenta Banyak se Mahasis wa (%) Persenta Banyak se Mahasis wa (%) Persenta Banyak se Mahasis wa (%) Persenta Banyak se Mahasis wa (%) Persenta Banyak se Mahasis wa (%) 1 Tinggi Cukup Kurang Rendah Jumlah Rata-rata perkelas Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 379

6 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Belajar Mahasiswa Pra_Siklu, Siklus I,Siklus II,Siklus III dan Siklus IV Pra-Siklus Siklus I Siklus II Siklus III Siklus IV Ketuntasan Banyak Mahasiswa Banyak Mahasiswa Banyak Mahasiswa Banyak Mahasiswa Banyak Mahasiswa Tuntas Belum Tuntas Jumlah Rata-rata Persentase Ketuntasan 32.50% 47.50% 52.50% 77.50% 82.50% Kriteria Rendah Rendah Cukup Tinggi Tinggi Siklus I di awali dengan perencanaan (plan), pada tahap ini semua dosen anggota kelompok lesson study (dosen model dan observer) mendiskusikan tentang satuan acara perkuliahan (SAP) yang berisi tata cara pelaksanaan dan penetapan materi pembelajaran. Kemudian menentukan kelompok yang akan presentasi pada tahapan do. Mempersiapkan soal soal latihan dan soal soal untuk tes/kuis serta lembar jawabannya. Selama masa perencanaan ini dosen model membimbing kelompok mahasiswa yang bertugas membuat makalah dan mempresentasikannya. Diskusi antara dosen model dan mahasiswa pada tahap perencanaan digunakan untuk menentukan kebenaran materi yang akan dipresentasikan oleh mahasiswa. Kegiatan Pelaksanaan dan Observasi (Do) pada siklus I dilaksanakan setelah tahap perencanaan selesai. Dalam tahapan pelaksanaan dan observasi ini, dosen model melaksanakan kegiatan belajar mengajar (KBM) dan observer melakukan pengamatan dengan mencatat segala hal yang diamati saat proses pembelajaran berlangsung sesuai dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada pada lembar observasi. Pada kegiatan ini, dosen model membuka pembelajaran dengan salam dan menyampaikan tujuan pembelajaran dan memberikan motivasi kepada mahasiswa. Selanjutnya mahasiswa yang kelompoknya bertugas presentasi pada hari itu membagikan makalah kepada setiap mahasiswa. Kemudian kelompok presentator mempresentasikan materi yang telah di tentukan. Mahasiswa mendengarkan presentasi dengan cukup antusias, setelah presentasi dan mahasiswa memahami materi, berikutnya mahasiswa mendiskusikan soal-soal latihan dalam kelompok masing-masing yang telah dibagi sebelumnya. Masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang. Dalam proses pembelajaran tersebut, observer mengamati dan mencatat aktivitas 380 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

7 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 mahasiswa dalam lembar observasi. Selain itu, dilakukan pula perekaman dengan menggunakan kamera. Setelah diskusi kelompok selesai dilakukan dilanjutkan dengan diskusi kelas. Beberapa kelompok ditunjuk perwakilannya untuk menyelesaikan soal di papan tulis dan hasilnya didiskusikan kembali. Di akhir perkuliahan, dosen memberikan rangkuman dan penguatan materi, serta memberikan tugas secara individu untuk berlatih di rumah. Refleksi (see)dilaksanakan setelah tahapan do. Tim lesson study yang menjadi observer pada tahap pelaksanaan (do) di kelas memberikan masukan, kritikan dan saran kepada dosen model untuk diperbaiki pada siklus lesson study selanjutnya. Di akhir pertemuan mahasiswa mengisi angket motivasi belajar dan mengerjakan kuis secara individu. Dari hasil analisis angket dapat dilihat peningkatan motivasi, keaktifan dan hasil belajar mahasiswa pada siklus I dibandingkan dengan tahapan pra-siklus. Berdasarkan angket motivasi mahasiswa pada siklus I rata-rata motivasi mahasiswa meningkat menjadi (53.31%/kriteria cukup) dengan kategori kurang 16 mahasiswa, kategori cukup 24 mahasiswa dan masih belum ada yang masuk kategori tinggi. Untuk hasil belajar mahasiswa, pada siklus I, persentase ketuntasan belajar mahasiswa meningkat menjadi % tetapi masih termasuk ke dalam kategori rendah dengan nilai ratarata kelas Mahasiswa yang telah mencapai ketuntasan belajar sebanyak 19 orang, sedangkan 21 orang mahasiswa lainnya masih belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran mahasiswa pada siklus I, berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase keterlaksanaan % (kriteria cukup). Siklus II juga di awali dengan tahap perencanaan (plan), pada tahapan ini di persiapkan segala kebutuhan untuk tahap do dengan memperhatikan semua masukan dan kritikan yang di berikan pada tahap see di siklus I. Pada tahap do, proses pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan perencanaan yang telah di persiapkan. Pada siklus II ini hasil angket motivasi dan hasil belajar mahasiswa juga telah mengalami peningkatan. Angket motivasi mahasiswa pada siklus II mengalami peningkatan rata-rata yaitu (74.09%/kriteria cukup) dengan kategori tinggi 27 orang mahasiswa, kategori kurang 13 mahasiswa dan sudah tidak ada yang masuk kedalam kategori rendah. Untuk hasil belajar mahasiswa, pada siklus II memiliki persentase ketuntasan belajar 52.50% (kriteria cukup) dengan nilai rata-rata kelas Mahasiswa yang telah tuntas hanya 23 orang dan sisanya yaitu 17 mahasiswa belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran mahasiswa pada siklus II, berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase keterlaksanaan % (kriteria tinggi). Motivasi, keaktifan dan hasil belajar mahasiswa pada siklus III meningkat dibandingkan dengan tahapan siklus II. Rata-rata motivasi mahasiswa adalah yaitu (82.75%/kriteria tinggi) dengan kategori tinggi 37 orang mahasiswa, kategori cukup 3 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 381

8 persentase Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 mahasiswa. Untuk hasil belajar mahasiswa, pada siklus III memiliki persentase ketuntasan belajar 77.50% (kriteria tinggi) dengan nilai rata-rata kelas Mahasiswa yang telah tuntas sebanyak 31 orang dan hanya 9 mahasiswa yang belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran mahasiswa pada siklus III, berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase keterlaksanaan % (kriteria tinggi). Motivasi, keaktifan dan hasil belajar mahasiswa pada siklus IV meningkat sesuai dengan yang diharapkan. Rata-rata motivasi mahasiswa adalah yaitu (83.656%/kriteria tinggi) dengan kategori tinggi 38 orang mahasiswa, kategori cukup 2 mahasiswa. Untuk hasil belajar mahasiswa, pada siklus IV memiliki persentase ketuntasan belajar 82.50% (kriteria tinggi) dengan nilai rata-rata kelas Mahasiswa yang telah tuntas sebanyak 34 orang dan hanya 6 mahasiswa yang belum tuntas. Keterlaksanaan pembelajaran mahasiswa pada siklus IV, berdasarkan pengamatan para observer memiliki persentase keterlaksanaan % (kriteria tinggi). Peningkatan motivasi dan hasil belajar mahasiswa setiap siklus dapat dilihat lebih jelas pada grafik 1 berikut ini : Grafik 1. Motivasi dan Hasil Belajar Mahasiswa Setiap Siklus PRA SIKLUS SIKLUS I SIKLUS II SIKLUS III SIKLUS IV MOTIVASI HASIL BELAJAR KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi lesson study pada pembelajaran metode numerik dengan pendekatan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika. Saran 382 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

9 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Berdasarkan kesimpulan di atas peneliti memberikan beberapa saran yang perlu di pertimbangkan, yaitu : 1. Untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa diperlukan suatu strategi dan kerjasama antara mahasiswa dengan mahasiswa, mahasiswa dengan dosen dan dosen dengan dosen. 2. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat sangat diperlukan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar mahasiswa. DAFTAR PUSTAKA Garfield, J Exploring the Impact of Lesson Study on Developing Effective Statistic Curriculum. (online) : Lewis, Chatherine C Lesson Study: A Handbook of Teacher_Led Instructional Change. Philadeiphia, PA: Research for Better School, Inc. Miftahul Huda Model Model Pengajaran dan Pembelajaran : Isu Isu Metodis dan Paradigmatis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset. Nana Sudjana Dasar Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru Algesindo. Sugiyono Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta. Syaiful Bahri Djamarah Psikologi Belajar, Edisi Revisi Jakarta: Rineka Cipta. Trianto Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 383

10 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR BERBASIS PENDEKATAN KONSTEKTUAL Heru Kurniawan 1), Suyoto 2) Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Purworejo 1) heru.kurniawan2983@yahoo.com 2) yoto.suyoto84@yahoo.com Abstract Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan multimedia pembelajaran matematika berdasarkan pendekatan konstektual pada kompetensi jarak, waktu, dan kecepatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran pada siswa kelas V Sekolah Dasar. Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model 4-D (four D model) yang terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut adalah tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (development) dan tahap penyebaran (disseminate). Pada tahap define, dilakukan penelahaan kurikulum terkait dengan kompetensi jarak, waktu, dan kecepatan. Hasil dari tahap define dijadikan sebagai acuan untuk perancangan multimedia. Tahap berikutnya adalah design, pada tahap ini dilakukan perancangan multimedia hasil penelaahan tahap define. Pada tahap ini dihasilkan draft-1. Tahap selanjutnya adalah development, pada tahap ini draft-1 dinilaikan pada validator. Secara umum, validator memberikan penilaian bahwa multimedia draft-1 sudah sesuai dengan kurikulum (SK dan KD) sehingga dapat digunakan dalam pembelajaran di kelas. Selanjutnya dilakukan revisi hasil masukan dari validator terhadap draft-1. Hasil revisi tersebut menghasilkan draft-2. Selanjutnya draft-2 diuji cobakan terbatas di SD N Dukuhrejo Kecamatan Bayan Kabupaten Purworejo. Dalam tahap tersebut dilakukan observasi mengenai penggunaan multimedia. Hasil observai menunjukkan bahwa siswa tertarik dan antusias selama proses pembelajaran dan 100% siswa suka dengan multimedia yang digunakan. Sejauh tahapan penelitian yang telah dilaksanakan, dapat dikatakan bahwa pengembangan multimedia dapat digunakan dalam proses pembelajaran dan mendapat tanggapan posistif dari siswa. Tahap penelitian selanjutnya adalah dilakukan uji coba tahap-2 dengan sampel penelitian yang lebih banyak (4 SD). Hasil dari tahap-2 tersebut akan menghasilkan produk final yang selanjutnya akan didesimenasikan (tahap dessiminate). Kata Kunci: Pengembangan, Multimedia, Pendekatan Konstektual PENDAHULUAN Pemerintah telah mengupayakan berbagai inovasi pendidikan, dari perubahan kurikulum, kegiatan pelatihan peningkatan profesionalisme guru, Buku Sekolah Elektronik, dan sebagainya. Namun beberapa inovasi di atas tampaknya belum cukup bisa dikatakan berhasil. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya prestasi Indonesia dalam bidang matematika di kancah Internasional. Hasil Trends in Mathematics and Science Study (TIMSS) yang diikuti siswa kelas VIII sebagaimana dikutip dari prestasi matematika Indonesia di tahun 2011 berada di urutan ke-38 dengan skor 386 dari 42 negara yang siswanya dites. Skor Indonesia ini turun 11 poin dari penilaian tahun Prestasi bidang sains, Indonesia berada di urutan ke-40 dengan skor 406 dari 42 negara. Skors tes sains siswa Indonesia ini turun 21 angka dibandingkan TIMSS Pembelajaran di era ini menghadapi 2 tantangan. Tantangan pertama adalah perubahan paradigma pembelajaran dan tantangan kedua adalah adanya perkembangan teknologi informasi 384 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

11 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 dan telekomunikasi yang pesat. Dengan munculnya pendekatan konstektual pada dasarnya telah menjawab tantangan pertama. Sementara itu, tantangan kedua dijawab melalui adanya kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi yang begitu pesat menawarkan berbagai kemudahankemudahan baru dalam pembelajaran. Lebih dari itu, teknologi ini ternyata turut pula memainkan peran penting dalam memperbarui konsepsi pembelajaran yang semula fokus pada pembelajaran yang semata-mata suatu penyajian berbagai pengetahuan menjadi pembelajaran sebagai suatu bimbingan agar mampu melakukan eksplorasi terhadap ilmu pengetahuan. Dalam suatu tulisan mengenai elemen dasar pembelajaran di abad 21 disebutkan They (teacher) specifically address learning and thinking skills, including: critical thinking and problem-solving skills; communication; creativity and innovation; collaboration; contextual learning; and information and media literacy. In addition, students and educators today must have ICT (Information and Communications Technology) literacy and use technology in the context of teaching and learning. Dari tulisan tersebut dapat dijelaskan bahwa guru hendaknya dapat menyajikan pembelajaran dengan penekanan untuk membangun kemampuan berpikir kritis, kemampuan memecahkan masalah, berkomunikasi, kreatif dan inovatif, berkolaborasi, belajar secara konstektual, dan mampu menggunakan ICT. Proses belajar yang terjadi pada diri individu siswa merupakan proses aktif dimana individu menerapkan pengetahuan yang dimilikinya. Proses belajar bukan semata-mata terjadi karena adanya hubungan antara stimulus dan respon, tetapi lebih merupakan hasil dari kemampuan individu dalam mengembangkan potensi dalam dirinya. Keaktifan belajar akan mendorong siswa untuk belajar secara bermakna. Gordon Dryden dan Jeannete Vos dalam Dewi S Prawiradilaga dan Evelina Siregar (2004: 67) menyatakan bahwa Ciri utama pembelajaran yang bermakna adalah di mana siswa dapat merasakan manfaat dari kompetensi pelajaran yang dipelajarinya di sekolah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, salah satu pendekatan yang dapat mewujudkan pembelajaran yang bermakna adalah pendekatan konstektual. Pada pembelajaran matematika istilah kontekstual dikenal sebagai pendekatan Contextual Teaching and Learning atau yang lebih dikenal dengan pendekatan CTL. Johnson dalam Supinah (2008: 8), menyatakan bahwa CTL merupakan suatu proses pengajaran yang bertujuan untuk membantu siswa memahami kompetensi pelajaran yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pokok kompetensi pelajaran dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Pengaitan konsep matematika dengan kehidupan sehari-hari diharapkan dapat memudahkan siswa untuk memahami konsep matematika yang sifatnya abstrak. Kelebihan pembelajaran konstektual dibandingkan dengan pembelajaran tradisional adalah pembelajaran konstektual dapat mendorong siswa untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi. Fadjar Shodiq menyebutkan dengan pendekatan konstektual diharapkan muncul perubahan-perubahan sebagai berikut. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 385

12 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret Mengingat (memorizing) atau menghafal (rote learning) ke arah berpikir (thinking) dan pemahaman (understanding) 2. Model ceramah ke pendekatan: discovery learning, inductive learning, atau inquiry learning. 3. Belajar individual ke kooperatif. 4. Positivist (behaviorist) ke konstruktivisme, yang ditandai dengan perubahan paradigma pembelajaran, dari paradigma pengetahuan dipindahkan dari otak guru ke otak siswa (knowledge transmitted) ke bentuk interaktif, investigatif, eksploratif, open ended, keterampilan proses, modeling, ataupun pemecahan masalah. 5. Subject centred ke clearer centred (terkonstruksinya pengetahuan siswa). Untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kontekstual, guru dalam pembelajarannya mengaitkan antara kompetensi yang akan diajarkannya dengan dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari Ade Cahyana dan Devi Munandar (2008) dalam Sutirman memberikan definisi teknologi multimedia sebagai perpaduan dari teknologi komputer baik perangkat keras maupun perangkat lunak dengan teknologi elektronik.dalam buku yang berjudul The Developers Handbook to Interaktive Multimedia, Rob Philip (1997: 8) dalam Sutirman menjelaskan The term multimedia is a catch-all phrase to describe the new wave of computer software that primarily deals with the provisions of information. The multimedia component is characterized by the presence of text, picture, sound, animation and video; some or all wich are organized into some coherence program. The interactive component refers to the process of empowering the user to control the environment usually by a computer. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa multimedia adalah kombinasi antara visual, audio, animasi yang diperpadukan menggunakan teknologi computer yang dapat digunakan dengan tujuan tertentu. Dengan kemampuan inilah, multimedia dapat digunakan untuk tujuan pembelajaran. Dalam piramida belajar di atas, dapat dimengerti bahwa pembelajaran dapat ditingkatkan melalui audiovisual. Perangkat multimedia yang dirancang secara interaktif 386 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

13 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 (melibatkan keaktifan siswa), maka ada waktu bagi siswa melakukan diskusi, melakukan suatu kegiatan, dan mengajarkannya pada orang lain. Dengan demikian keaktifan pembelajaran dapat dimunculkan. Dari beberapa hal yang di sampaikan di depan, maka pembelajaran harus dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan konstektual dan pemanfaatan ICT sebagai pelengkap pembelajaran. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu multimedia pembelajaran matematika yang didasarkan pada penedekatan konstektual. Proses pengembangan ini penting untuk dilakukan penelitian agar hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi guru-guru untuk selanjuntnya dapat menyajikan pembelajaran berbasis pendekatan konstektual dengan berbantuan multimedia apada kompetensi lainnya. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan. Menurut Borg and Gall dalam Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan, yang dimaksud dengan model penelitian dan pengembangan adalah a process used develop and validate educational product. Penelitian ini muncul sebagai strategi dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Selain untuk mengembangkan dan memvalidasi hasil-hasil pendidikan, Research and Development juga bertujuan untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru melalui basic research, atau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan khusus tentang masalah-masalah yang bersifat praktis melalui applied research, yang digunakan untuk meningkatkan praktik-praktik pendidikan. Penelitian pengembangan ini digunakan untuk mengembangkan multimedia pembelajaran matematika berbasis pendekatan konstektual. Sedangkan metode penelitian kuantitatif untuk melihat keterlaksanaan pembelajaran, respon siswa serta hasil ketuntasan belajar siswa terhadap multimedia yang dikembangkan. Perangkat pembelajaran yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah multimedia pembelajaran. Dari beberapa hal di atas, maka perlu adanya penyampaian pembelajaran dengan pendekatan konstektual yang disertai dengan pemanfaatan ICT. Usaha yang dapat dilakukan adalah melalui pengembangan multimedia pembelajaran yang didasarkan pada pendekatan konstektual. Pengembangan multimedia ini dipandang penting untuk dilakukan penelitian mengingat pembelajaran dewasa ini tidak akan bisa lepas dari penggunaan komputer. Di sisi yang lain, pemanfaatan multimedia ini daat mendorong anak untuk lebih aktif dalam belajar. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Kecamatan Purworejo dan Butuh Kabupaten Purworejo pada bulan Mei sampai Oktober Subjek dan Objek Penelitian Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 387

14 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Subjek penelitian ini adalah siswa kelas 5 Sekolah Dasar di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah untuk melihat efektifitas hasil pengembangan multimedia pembelajaran matematika dengan pendekatan konstektual pada kompetensi kecepatan, jarak, dan waktu. Prosedur Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada jenis pengembangan model 4-D (four D model) yang dikemukakan Thiagarajan, yang terdiri dari empat tahap. Keempat tahap tersebut adalah tahap pendefinisian (define), tahap perancangan (design), tahap pengembangan (development) dan tahap penyebaran (disseminate). Prosedur pengembangan multimedia pembelajaran model 4-D secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut. Tahap Nama Tahapan Rincian Kegiatan I Pendefinisian (define) 1. Analisisis kurikulum 2. Analisis kebutuhan siswa 3. Analisis konsep pembelajaran 4. Analisis tugas 5. Analisis tujuan pembelajaran II Perancangan (design) Perancangan multimedia dilakukan untuk mendapatkan rancangan awal multimedia hasil pendefinisian langkah sebelumnya. Hasil perancangan ini disebut Draft-1. III Pengembangan (develompment) 1. Validasi terhadap rancangan draft- 1. Hasil masukan dari validator akan dilakukan perevisian yang disebut draft Uji coba terbatas terhadap draft-2 di 1 Sekolah Dasar. Hasil uji coba terbatas akan dijadikan masukan untuk memperbaiki multimedia yang selanjutnya disebut draft Draft-3 selanjutnya di uji cobakan secara luas di 4 Sekolah Dasar untuk mendapatkan produk akhir. IV Penyebaran (deseminate) Produk akhir tersebut kemudian 388 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

15 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 disebarluaskan ke beberapa Sekolah Dasar agar guru dapat memanfaatkan dan membuat multimedia untuk kompetensi yang lain. Diagram alur pengembangan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1. Gambar. 1 Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Metode Observasi, yang digunakan untuk mengobservasi kegiatan pembelajaran dan melihat respon siswa terhadap multimedia yang digunakan. Observasi dilakukan pada uji coba terbatas; 2) Lembar validasi, yang digunakan untuk memvalidasi multimedia hasil pengembangan yang berupa validasi kompetensi, validasi bahasa, dan validasi media; 3) Tes, digunakan untuk membandingkan efektivitas penggunaan multimedia pada kelas yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan multimedia dan kelas yang dikenakan pembelajaran tanpa menggunakan multimedia. Tes digunakan pada uji coba secara luas. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan menyesuaikan dengan desain penelitiannya. Pada tahap uji coba terbatas digunakan desain one shoot case study, sehingga pelaksanaan pembelajaran langsung dilakukan pengamatan (observasi). Pada uji coba luas dilakukan perbandingan antara kelas yang dikenai pembelajaran dengan menggunakan multimedia dan kelas yang dikenakan pembelajaran tanpa menggunakan multimedia. Teknik analisis data yang digunakan adalah menggunakan uji-t dengan rumus. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 389

16 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret X 1 X 2 t v s / n1 s / n2 ; s s 1 / 2 s n s / n t obs ~ 1 n 1 n 2 2 v (Budiyono, 2003: 151) n 1 2 n HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Tahap Pendefinisian (define) Pengembangan multimedia ini diperlukan mengingat secara teoritik pembelajaran dapat berjalan secara lebih optimal dengan penggunaan semua indera yang dimiliki oleh manusia. Multimedia dapat mencakup semua aspek indera manusia. Dari hasil observasi yang dilakukan di sekolah-sekolah, kebanyakan guru belum menerapkan penggunaan multimedia secara optimal. Pembelajaran masih didominasi dengan pembelajaran ceramah, bahkan dapat pula dikatakan penggunaan media pembelajaran sama sekali tidak ada. Salah satu kompetensi matematika yang diajarkan di tingkat Sekolah Dasar adalah kompetensi waktu, jarak, dan kecepatan. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dijelaskan sebagai berikut. Standar Kompetensi : menggunakan pengukuran waktu, jarak, dan kecepatan dalam pemecahan masalah. Kompetensi Dasar : 1.2. Melakukan operasi hitung yang melibatkan satuan waktu 1.4 Mengenal satuan jarak dan kecepatan 1.5 Menyelesaikan masalah yang berkaiatan dengan waktu, jarak, dan kecepatan. Kegiatan dalam tahap ini adalah analisis awal-akhir, analisis siswa, analisis konsep, analisis tugas dan spesifikasi tujuan pembelajaran. a. Analisis Awal-Akhir Kegiatan penelitian pada tahap ini dilakukan analisis secara mendalam mengenai kompetensi waktu, jarak, dan kecepatan. Kompetensi tersebut merupakan salah satu kompetensi yang bersifat abstrak namun sangat dekat dengan keseharian siswa. Sehingga siswa dapat lebih memahami apa itu jarak, apa itu waktu, dan apa itu kecepatan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui penggunaan animasi multimedia. Mengapa multimedia menjadi pilihan? Karena dengan menggunakan animasi multimedia, siswa akan dapat melihat secara lebih detail mengenai konsep kompetensi yang dibelajarkan. Siswa akan dapat mengamati pergerakan dari setiap hal yang ditampilkan media tersebut sehingga memberikan gambaran yang lebih mudah mengenai kompetensi yang dipelajari. b. Analisis kebutuhan siswa 390 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

17 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Ketika siswa dijelaskan mengenai definisi jarak, terkadang siswa hanya mampu menghafalnya saja tanpa memahami maknanya secara utuh. Namun pengembangan multimedia ini diharapkan dapat membantu kesulitan siswa yang demikian. Dalam media yang dikembangkan, pembelajaran mengenai konsep jarak disajikan dalam gambar animasi sebagai berikut. MOBIL BERGERAK/ BERPINDAH DARI TEMPAT KEBERANGK ATAN ITULAH JARAK TEMPUH SAMPAI TEMPAT TUJUAN Gambar 1. Animasi Jarak Dalam animasi tersebut, diilustrasikan sebuah mobil yang berada pada tempat pemberangkatan kemudian bergerak menuju tempat tujuan. Rentang antara tempat keberangkatan dengan tempat tujuan dinamakan jarak tempuh. WAKTU KEBERANGKATAN WAKTU SAMPAI TUJUAN ITULAH WAKTU TEMPUH Gambar 2. Animasi waktu Dalam animasi tersebut, diilustrasikan sebuah mobil yang berangkat pada waktu tertentu dan sampai pada waktu kemudian. Rentang saat antara waktu keberangkatan dan waktu samapai tujuan dinamakan waktu tempuh. Demikian pula dalam pembelajaan untuk konsep kecepatan yang disajikan dalam gambar animasi berikut ini. TITIK KEBERANGKAT AN MANAKAH YANG PALING CEPAT SAMPAI TUJUAN? TITIK TUJUA N ITULAH YANG DISEBUT KECEPATAN Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 391

18 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Gambar 3. Animasi Kecepatan c. Analisis tugas Untuk lebih memahamkan siswa mengenai kompetensi tersebut, maka disusunlah serangkaian latihan yang dikemas dalam tingkat kesulitan yang beragam dari latihan yang mudah hingga latihan yang sulit. Gambaran tampilan multimedia yang memuat tugas dan latihan siswa adalah sebagai berikut. Gambar 4. Latihan soal dengan Wondershare Quiz Creator 2. Tahap perancangan (design) Tahap perancangan multimedia dimulai dengan menetapkan software yang akan digunakan. Dengan beberapa pertimbangan, diputuskan menggunakan Ms. PowerPoint Pemilihan program ini didasarkan dari kenyataan bahwa Microsoft Office sudah familiar dikalangan guru, hanya saja penggunaannya belum teroptimalkan dengan baik. Oleh karena itu dengan perancangan ini diharapkan guru dapat mengembangkan sendiri media sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang akan disampaikan. Di lain pihak, dengan beberapa perkembangan yang ada, Ms. powerpoint dapat diubah/ diconvert menjadi flash sehingga penampilannya bisa lebih menarik. Hasil perancangan awal disebut draft-1. Gambarannya adalah sebagai berikut. 392 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

19 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Secara umum Draft-1 masih sangat sederhana sekali. Namun draft-1 ini merupakan pondasi awal untuk mengembangkan bentuk desain lain yang lebih atraktif. 3. Tahap pengembangan (development) Tahap pengembangan bertujuan untuk menghasilkan multimedia pembelajaran hasil pengembangan dari draft-1. Hasil pengembangan ini selanjutnya disebut Draf-II. Draf-II ini disusun dari hasil revisi draft-i berdasarkan masukan yang diberikan oleh para ahli dan data yang diperoleh dari uji coba. a. Penilaian Para Ahli Validator yang dipilih adalah para guru Sekolah Dasar. Pemilihan guru SD didasarkan pada alasan bahwa guru SD lebih memahami kebutuhan siswa di kelas. Dari hasil validasi secara umum dikatakan bahwa media sudah baik untuk digunakan dalam pengajaran kompetensi waktu, jarak, dan kecepatan. Beberapa catatan yang diberikan oleh validator adalah untuk menambah kompetensi mengenai operasi jam, menambah durasi waktu media, dan memperhatikan jeda waktu antar tampilan sehingga siswa memeiliki kesempatan waktu yang cukup untuk memperhatikan secara seksama. Dari segi muatan kompetensi, telah dinilai bahwa media sudah sesuai dengan SK dan KD. Sedangkan dari segi bahasa, dikatakan telah menggunakan bahasa yang baik dan tidak membingungkan siswa. Beberapa tampilan yang berubah dari draft-1 ke draft-2 disajikan sebagai berikut. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 393

20 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Sedangkan beberapa tambahan gambar lain yang belum ada pada draft-1 adalah sebagai berikut. a. Uji Coba Terbatas Draft-II yang telah dihasilkan selanjutnya akan diuji cobakan di kelas yang menjadi subjek penelitian. Hasil uji coba ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut: 1. Siswa sangat antusias dalam mengikuti pembelajaran. 2. Perhatian siswa terfokus pada media yang ditampilkan. 3. Kondisi kelas sangat tenang. 4. Seluruh siswa menyukai media yang digunakan. Slide yang mendapat respon positif anak adalah pada bagian cara menghafalkan rumus dengan cepat. Hal ini terbukti ketika anak diminta untuk melafal ulang rumus yang diminta, siswa langsung melafalkannya dengan cepat dan tanpa kesalahan. Slide yang dimaksud adalah sebagai berikut Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

21 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Meskipun mendapat masukan yang positif dari validator dan hasil observasi pembelajaran di kelas, namun masih ada celah untuk memperbaiki tampilan multimedia ini menjadi lebih baik lagi. Misalnya adalah penambahan kompetensi, penambahan suara, penambahan video, dan penambahan latihan. Dengan demikian, multimedia ini masih dapat dikembangkanlagi. SIMPULAN DAN SARAN Dari tahapan penelitian yang telah dilakukan sejauh ini, pengembangan multimedia pembelajaran dapat dilakukan melalui pemanfaatan Ms. PowerPoint yang penggunaanya sudah dikenal secara luas oleh guru. Dengan kata lain, multimedia ini dapat digunakan sebagai media bantu proses pembelajaran matematika kompetensi menentukan jarak, waktu, dan kecepatan. Hasil masukan dari para validator dan hasil observasi menunjukkan sinyal positif bahwa media ini sudah layak untuk digunakan. Guru harus terus meningkatkan kemampuan sehingga mampu menghasilkan produk multimedia pembelajaran untuk kompetensi yang lain. Pemuatan multimedia ini harus didasarkan pada karakter konsep kompetensi yang akan diajarkan, sedapat mungkin guru harus merancang multimedianya sehingga timbul interaksi antara siswa dengan media yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Budiyono Statistika Dasar Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. Dewi Salma Prawiradilaga dan Evelina Siregar Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Pendekatan Kontekstual Contextual Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Dirjen Dikdasmen. Fadjar Shadiq Implementasi Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Diambil dari www. p4tkmatematika.org. Ester Lince Napitupulu Prestasi Sains dan Matematika IndonesiaMenurun. Diambil dari Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 395

22 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Ismaniati Pengembangan Program Pembelajaran Berbantuan Komputer. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta Supinah Pembelajaran Matematika SD Dengan Pendekatan Konstektual dalam Melaksanakan KTSP. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika Sutirman. Multimedia Pembelajaran. Diambil dari multimediapembelajaran/ Pada Minggu, 28 Mei 2012 Tim Puslitjaknov Metode Penelitian Pengembangan. Jakarta: Pusat Peneltian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departeman Pendidikan Nasional. 396 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

23 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 ANALISIS KETERAMPILAN MENGAJAR ASPEK MENJELASKAN MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA DALAM MATA KULIAH PENGAJARAN MIKRO (MICRO TEACHING) DIDASARKAN PADA TEORI METAKOGNITIF Farida Trisnayanti 1), Ponco Sujatmiko 2), Ira Kurniawati 3) 1) Mahasiswa Prodi Pendidikan Matematika, J.PMIPA, FKIP, UNS, Surakarta 2),3) Dosen Prodi Pendidikan Matematika, JPMIPA, FKIP, UNS, Surakarta * Keperluan Korespondensi: 1), 2), 3) Jl. Ir. Sutami No 36A Kentingan Surakarta, , 1) farida_trisnayanti@yahoo.com 2) ponco@uns.ac.id, 3) irakur_uns@yahoo.com Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan keterampilan menjelaskan yang diperoleh mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) jika didasarkan pada komponen-komponen pengetahuan metakognitif dan pengalaman/regulasi metakognitif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subjek mahasiswa Pendidikan Matematika semester 6 tahun 2012/2013. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan subjek mahasiswa Pendidikan Matematika semester 6 tahun 2012/2013. Metode pengumpulan data menggunakan metode angket, pra observasi pada penampilan pertama, observasi pada penampilan kedua dan ketiga mahasiswa, wawancara dan dokumentasi. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling, dengan memperhatikan data yang diperoleh melalui angket dan data pra observasi pada penampilan pertama mahasiswa. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan: (1) Kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada masalah terkait dengan penguasaan materi (Kelompok A) dan kelompok mahasiswa yamg meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa ada masalah terkait dengan penguasaan materi (kelompok B) telah menggunakan pengetahuan metakognitif sub kemampuan declarative knowledge. (2) Kelompok mahasiswa yang tidak meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya terkait dengan penguasaan materi (kelompok C) belum menggunakan pengetahuan metakognitif sub kemampuan declarative knowledge. (3) Yang membedakan antar mahasiswa dalam kelompok A, B, dan C dalam menggunakan pengetahuan dan pengalaman/regulasi metakognitifnya adalah motivasi mahasiswa tersebut ingin menjadi guru. Kata Kunci: pengajaran mikro, micro teaching, keterampilan menjelaskan, metakognitif, John Hurly Flavell. PENDAHULUAN Berbicara mengenai pendidikan di Indonesia, mungkin akan muncul beberapa permasalahan yang menyertainya. Tentunya pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan dalam dunia pendidikan. Hal pertama yang perlu dibenahi untuk mengatasi permasalahan pendidikan di Indonesia adalah meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia bagi tenaga kependidikan dalam hal ini adalah guru. Seperti yang kita ketahui, guru tidak hanya sebagai penyampai materi pelajaran, tetapi guru sebisa mungkin harus bertindak cerdas untuk menyiapkan strategi yang tepat dalam menyampaikan konsep, memilih alat peraga jika diperlukan, memilih model dan metode pelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tindakan nyata yang dilakukan pemerintah untuk menyiapkan tenaga kependidikan sejak dini adalah melalui Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Melalui LPTK, Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 397

24 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 mahasiswa calon tenaga kependidikan ini dilatih dan diberi pendidikan agar menguasai bidang yang diinginkan dan mempunyai keahlian mengajar. Mata kuliah yang diberikan pada LPTK secara spesifik berbeda dengan lembaga pendidikan yang lain. Ada beberapa mata kuliah yang bertujuan untuk mengasah keterampilan mahasiswa dalam mengajar. Salah satu diantaranya adalah pengajaran mikro (micro teaching). Berdasarkan sebaran mata kuliah Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UNS pada pedoman akademik tahun 2009/2010, mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) dilaksanakan pada semester 6. Seperti namanya, pengajaran mikro (micro teaching) artinya mengajar di kelas yang kecil. Pada mata kuliah ini, siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok. Masing-masing kelompok dibimbing oleh 1 orang dosen pembimbing. Ada kalanya mahasiswa berperan sebagai guru dan ada kalanya berperan sebagai siswa. Hal ini dilakukan secara bergiliran setiap tatap muka pengajaran mikro (micro teaching). Adapun dosen pembimbing berperan sebagai fasilitator dalam pelaksanaan pengajaran mikro (micro teaching) yang memberikan saran dan mengarahkan mahasiswa bimbingannya untuk dapat mencapai kompetensi dasar mengajar. Dengan memperhatikan Pengajaran mikro (micro teaching) merupakan mata kuliah dimana mahasiswa mulai mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang dimilikinya dari mata kuliah yang telah diperoleh sebelumnya. Seperti, mata kuliah perencanaan pembelajaran matematika, media pembelajaran matematika serta mata kuliah matematika yang lain. Melalui mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) ini, mahasiswa dilatih untuk bijaksana dalam memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki sehingga bisa memperoleh kompetensi-kompetensi menjadi guru profesional. Sebagai mahasiswa, khususnya mahasiswa Pendidikan Matematika tentunya dibutuhkan usaha yang lebih besar untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang sudah ditetapkan pada mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching). Berdasarkan wawancara yang dilakukan, sebagian besar mahasiswa yang telah mengikuti mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) pada tahun 2011/2012, merasakan dan mengeluhkan beberapa kesulitan diantaranya adalah: 1. Sulitnya menjelaskan materi kepada teman sekelompoknya yang berperan sebagai siswa, permasalahan ini terkait dengan beberapa faktor diantaranya adalah pemilihan model, metode, alat, serta media pembelajaran yang tepat. 2. Penggunaan teman sejawat sebagai siswa akan dirasakan sebagai sandiwara saja sehingga kurang total dalam menghayati perannya menjadi guru. 3. Padatnya jadwal kuliah dan ujian membuat mahasiswa kekurangan waktu untuk mempersiapkan materi utama serta materi pendukung dalam menghadapi mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching). Terkait dengan kesulitan yang dirasakan oleh mahasiswa pengajaran mikro (micro teaching) pada tahun 2011/2012, yaitu tentang kesulitan dalam menjelaskan materi yang 398 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

25 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 diinginkan. Sudah menjadi rahasia umum, matematika merupakan mata pelajaran yang membutuhkan penguasaan konsep yang benar-benar matang terlebih lagi ketika ingin menjadi guru. Selain menguasai konsep untuk dirinya sendiri tentunya guru harus berusaha membuat siswanya menguasai konsep pelajaran melalui langkah-langkah pembelajaran yang harus dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Menjadi menarik jika kemampuan menjelaskan mahasiswa Pendidikan Matematika dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada sebuah teori, misalnya teori metakognitif. John Hurley Flavell memberikan definisi metakognitif sebagai kesadaran seseorang tentang bagaimana ia belajar, kemampuan untuk menilai kesukaran suatu masalah, kemampuan untuk mengamati tingkat pemahaman dirinya, kemampuan menggunakan berbagai informasi untuk mencapai tujuan dan kemampuan menilai kemajuan belajar sendiri. Jika dikaitkan dengan pengajaran mikro (micro teaching), mahasiswa yang akan menjelaskan materi dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) ini tentu saja membutuhkan persiapan yang dilandasi dengan pemikiran-pemikiran. Dibutuhkan pemikiran-pemikiran mengenai strategi, model, metode, alat dan media pembelajaran apa yang sesuai. Selain itu, dibutuhkan juga kesadaran akan pencapaian kemampuan kognitifnya, diperlukan usaha lebih keras jika memang dirasa belum mantap dalam menguasai materi yang diinginkan. John Hurley Flavell dengan teori metakognitifnya membagi metakognitif menjadi dua komponen yaitu komponen pengetahuan metakognitif dan komponen regulasi metakognitif. Komponen pengetahuan metakognitif yang terdiri dari pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural dan pengetahuan kondisional. Sedangkan komponen regulasi matakognitif terdiri dari merencanakan, strategi pengaturan informasi, pemantauan secara menyeluruh, dan penilaian sejauh mana pencapaian tujuan. Teori yang dikemukakan oleh John Hurley Flavell tersebut bisa dijabarkan menjadi indikator-indikator deskripsi keterampilan menjelaskan mahasiswa Pendidikan Matematika dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching). Indikator-Indikator tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Komponen merencanakan sub kemampuan declarative knowledge. Pada saat latihan mengajar pada pengajaran mikro (micro teaching), mahasiswa hendaknya meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya terkait dengan bagaimana penguasaan materi. Selain itu, mahasiswa harusnya menyadari apa saja yang telah dimiliki. 2. Komponen merencanakan sub kemampuan procedural knowledge. Setelah mahasiswa mengetahui dan menyadari pengetahuan dan modal yang telah dimiliki, maka mahasiswa bisa menentukan buku referensi yang dapat digunakan untuk dapat mendukung penampilan saat mengajar, dapat menentukan apa yang harus dilakukan ketika ada materi yang belum dikuasai, dapat menentukan materi prasyarat yang sesuai dengan materi yang akan disajikan. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 399

26 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret Komponen merencanakan sub kemampuan conditional knowledge. Mahasiswa pengajaran mikro (micro teaching) dapat menentukan strategi untuk menyajikan materi, menentukan alat peraga apa yang sesuai dengan materi yang akan disajikan. 4. Komponen merencanakan sub kemampuan planning. Mahasiswa pengajaran mikro (micro teaching) harus mampu menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang lengkap mulai dari tujuan pembelajaran, indikator, metode pembelajaran, media pembelajaran, langkah pembelajaran yang tertuang di dalam RPP. Terutama, mahasiswa dapat merancang langkah pembelajaran yang runtut dan sistematis. 5. Komponen menyajikan sub kemampuan information management strategies. Mahasiswa menggunakan pengetahuan yang dimiliki untuk menjelaskan materi. Misalnya pada saat mahasiswa mengaitkan materi yang akan disajikan dengan materi prasyarat yang sesuai, saat mahasiswa menggunakan alat peraga sehingga proses penyajian materi berlangsung efektif, saat mahasiswa menjelaskan materi sesuai atau tidak dengan apa yang telah direncanakan dalam RPP, bagaimana mahasiswa dalam memberi penekananan terkait materi yang dianggap penting. 6. Komponen menyajikan sub kemampuan comprehension monitoring. Mahasiswa memantau/memonitor apakah langkah-langkah pembelajaran yang dipilih sudah tepat dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan atau belum, memantau apakah alat peraga yang dipilih sudah membantu dalam penyajian materi atau belum, memantau apakah cara yang dilakukan dalam memberi penekanan sudah sesuai apakah belum. 7. Komponen menyajikan sub komponen debugging strategies. Mahasiswa mempunyai strategi yang berbeda dalam menjelaskan ketika siswa yang dijelaskan belum dapat menerima maksud dari penjelasan yang disampaikan. 8. Komponen menyajikan sub komponen evaluation. Mahasiswa mengevaluasi secara keseluruhan penampilan saat menjelaskan materi. Apakah mahasiswa akan berpuas diri ketika sudah berhasil dalam menjelaskan materi ataukah merasa berputus asa ketika merasa gagal dalam menjelaskan materi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keterampilan menjelaskan yang diperoleh mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengetahuan metakognitif? 2. Bagaimana keterampilan menjelaskan yang diperoleh mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengalaman/regulasi metakognitif? Sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mendeskripsikan bagaimana keterampilan menjelaskan mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengetahuan metakognitif. 400 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

27 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 2. Untuk mendeskripsikan bagaimana keterampilan menjelaskan mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada pengalaman/regulasi metakognitif. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UNS, Jalan Ir. Sutami No. 36A Surakarta. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Juni Subjek Penelitian Pada penelitian ini dalam menentukan subjek penelitian tidak dipilih secara acak, tetapi pemilihan sampel bertujuan (purposive sample). Sampel bertujuan memfokuskan pada informan-informan terpilih yang dapat memberikan informasi yang mendalam terkait permasalahan yang dibahas. Selain itu, hal ini bertujuan untuk menggali informasi yang menjadi dasar dari rancangan dan teori yang muncul. Berdasarkan deskripsi data dari angket dan data dari pra observasi, maka mahasiswa dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok. Adapun kelompok-kelompok tersebut adalah kelompok meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada masalah terkait dengan penguasaan materi (Kelompok A), kelompok meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa ada masalah terkait dengan penguasaan materi (Kelompok B), dan kelompok tidak meninjau kembali ke dalam dirinya (Kelompok C). Teknik pengambilan subjek dilakukan dengan cara seluruh mahasiswa mengisi angket, akan diperoleh informasi mengenai deskripsi/gambaran bagaimana mahasiswa menerapkan teori metakognitif pada saat menjelaskan materi. Selain mengacu data pada angket, pemilihan subjek juga berdasarkan data pada pra observasi. Sehingga, data angket dan data pra observasi digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memilih subjek. Pada saat peneliti mulai mengamati pada tahapan pra observasi, banyak fakta-fakta unik yang ditemukan di lapangan. Kemudian, data yang ditemukan melalui angket dan data pra observasi dijadikan pertimbangan pemilihan subjek. Tiga subjek yang dipilih pada masing-masing kelompok dipilih berdasarkan data yang diperoleh dari pengerjaan angket dan data pra observai. Dengan mempertimbangkan data dari angket dan data pra observasi, peneliti memilih 9 subjek. Kelompok A dipilih subjek A7, A9, dan A32. Kelompok B dipilih subjek B15, B25, dan B27. Kelompok C dipilih subjek C6, C20, dan C67. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 401

28 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Prosedur Penelitian Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu: tahappersiapan, pengumpulan data, analisis data, dan penyusunan laporan penelitian.untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut: 1. Tahap Persiapan Kegiatan-kegiatan pada tahap persiapan ini meliputi : a. Menyusun proposal penelitian. b. Menyusun instrumen-instrumen pengumpulan data. c. Mengurus perijinan penelitian. 2. Tahap Pengumpulan Data Kegiatan-kegiatan pada tahap pengumpulan data ini meliputi: a. Menyampaikan pemberitahuan sekaligus permohonan ijin kepadaketua Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan Alam FKIP UNS untuk dapat mengadakan penelitian tentang keterampilan menjelaskan mahasiswa Pendidikan matematika dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching). b. Menerangkan tentang tujuan serta manfaat yang akan dihasilkan daripenelitian ini tanpa menyembunyikan maksud penelitian sehingga diharapkan penelitian akan berlangsung dengan lancar karena mendapat dukungan dari berbagai pihak. c. Menyebarkan angket kepada seluruh mahasiswa yang mengikuti mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching), kemudian dilakukan pengelompokan menurut kriteria/indikator yang diinginkan. Setelah dikelompokkan, dapat dipih subjek penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian. d. Melakukan observasi/pengamatan terhadap mahasiswa Pendidikan Matematika yang dipilih menjadi subjek penelitian saat berlatih mengajar pada mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching). e. Mengumpulkan dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kelengkapan pembelajaran yang dibutuhkan dalam penelitian, seperti Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), alat dan media pembelajaran. f. Membuat rekaman wawancara dengan subjek penelitian. g. Membuat catatan hasil observasi yang dituangkan dalam catatan hasilpengamatan. h. Melakukan pemotretan dan membuat rekaman video terhadap pelaksanaan latihan mengajar subjek penelitian terutama saat subjek menjelaskan materi sebagai bahan dokumentasi. 3. Tahap Analisis Data Kegiatan-kegiatan pada tahap analisa data ini meliputi: a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian 402 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

29 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di crosscheck kan dengan temuan di lapangan. c. Setelah didapat data yang sesuai intensitas kebutuhan maka dilakukanproses verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan denganorang yang dianggap lebih ahli. d. Membuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian. 4. Tahap Penyusunan Laporan Penelitian. Kegiatan-kegiatan pada tahap analisa data ini meliputi: a. Penyusunan laporan awal. b. Mereview laporan sementara dengan mengkonsultasikanya dengandosen pembimbing. c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil konsultasi. d. Penyusunan laporan akhir dan penggandaan laporan. Data, Instrumen, dan Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang dilakukan untuk memperoleh data dalam penelitian. Dalam penelitian ini digunakan teknikpengumpulan data sebagai berikut. 1. Metode Angket Menurut Budiyono (2003: 47) metode angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan kepada subjek penelitian, responden, atau sumber data dan jawabannya diberikan secara tertulis. Sebelum digunakan, maka dilakukan uji coba terlebih dahulu terhadap angket yang telah disusun. Seperti halnya uji validitas butir tes, uji validasi angket dalam penelitian juga dilakukan dengan uji validitas isi. Dengan melalui metode angket diharapakan diperoleh informasi awal mengenai gambaran mahasiswa dalam menjelaskan materi yang ditinjau dari teori metakognitif. Dengan mengetahui gambaran/informasi mengenai keterampilan menjelaskan yang ditinjau dari teori metakognitif, dapat dipih subjek penelitian yang dapat memberikan informasi secara mendalam. Selain itu, metode angket ini dijadikan pertimbangan dalam rangka pemilihan subjek. 2. Metode Pra Observasi Metode ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Sehingga mempermudah peneliti dalam memilih subjek dengan karakter yang unik. Metode pra observasi ini tidak terlalu kaku dengan prosedur yang ketat. Aspek yang dijadikan prioritas adalah bagaimana mahasiswa tersebut menyajikan materi. Akan banyak kemungkinan yang timbul ketika mahasiswa menjelaskan materi. Di antaranya adalah, mahasiswa kurang persiapan dalam merencanakan penampilan, mahasiswa mempunyai persiapan yang matang dalam perencanaan, mahasiswa menjelaskan materi dengan mengaitkan materi prasyarat, mahasiswa menjelaskan materi dengan tidak mengaitkan materi prasyarat, dan kemungkinan lain yang dapat terjadi. Kemungkinan-kemungkinan tersebut menjadi indikasi pengetahuan dan regulasi metakognitif mahasiswa yang beragam. 3. Metode Pengamatan/Observasi Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 403

30 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Teknik observasi atau pengamatan digunakan untuk menggali data darisumber data yang berupa peristiwa, aktivitas, perilaku, tempat, benda, sertarekaman gambar. Menurut Spradley seperti dikutip oleh Sutopo(2006: 75) pelaksanaan teknik observasi dapat dibagi menjadi : observasi takberperan sama sekali dan observasi berperan, dimana observasi berperan ini terdiridari berperan pasif, berperan aktif, dan berperan penuh. Observasi ini dilakukan untuk mendapatkaninformasi tentang peristiwa, aktivitas, perilaku, dan benda yang berkaitan dengankegiatan mahasiswa saat menjelaskan materi. Tentunya dengan mengacu pada indikator-indikator metakognitif John Hurly Flavell. Indikator yang dijadikan untuk merumuskan pernyataan pengamatan mengacu pada indikator pada angket. Indikator-indikator dari lembar pengamatan yang mengacu pada keterampilan menjelaskan yang didasarkan pada teori metakognitif sebagai berikut: a. Komponen Komponen merencanakan sub kemampuan declarative knowledge. b. merencanakan sub kemampuan procedural knowledge. c. Komponen merencanakan sub kemampuan conditional knowledge. d. Komponen merencanakan sub kemampuan planning. e. Komponen menyajikan sub kemampuan information management strategies. f. Komponen menyajikan sub kemampuan comprehension monitoring. g. Komponen menyajikan sub kemampuan debugging strategies. h. Komponen menyajikan sub kemampuan evaluation. 4. Metode Wawancara Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan idemelalui tanya jawab, sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topiktertentu. Pada penelitian kali ini, dilakukan wawancara tak terstruktur. Lexy J Moleong (2007: ) menuliskan bahwa wawancara tak terstruktur jauh berbeda dengan wawancara terstruktur terutama dalam hal waktu dan bebas iramanya. Wawancara ini digunakan untuk memperoleh informasi tentangbagaimana mahasiswa memperoleh keterampilan menjelaskan jika didasarkan pada teori metakognitif. Jadi,informasi yang diperoleh melalui wawancara tak terstruktur ini merupakan bentuk dari kroscek data yang diperoleh dari angket dan pengamatan. Pertanyaan pada wawancara mengacu pada hasil pengamatan/observasi dan angket, sehingga dari data wawancara dan data pengamatan dapat dilakukan triangulasi. Yang terpenting adalah, adanya konfirmasi dari subjek menganai data yang sudah diperoleh melalui angket dan pengamatan. Sehingga, percakapan antara subjek dan peneliti mengalir berbeda-beda satu dengan yang lain tergantung seberapa banyak informasi yang dibutuhkan. 5. Metode Dokumentasi Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mencatatdan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang berkaitandengan masalah penelitian. Metode dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah denganmempelajari 404 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

31 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 dokumen, arsip, catatan-catatan, atau hal-hal lain guna melengkapiinformasi-informasi tentang keterampilan menjelaskan mahasiswa didasarkan pada teori metakognitif.dokumen tersebut antara lain berupa kelengkapan perangkat pembelajaran seperti: a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mencakup perumusan tujuan pembelajaran, indikator pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, langkah-langkah pembelajaran. Akan muncul pertanyaan, apakah yang dilakukan mahasiswa pada saat menjelaskan sudah sesuai dengan RPP yang dirancang. b. Media pembelajaran yang dipilih untuk membantu penyampaian materi yang diinginkan. Teknik Analisis Data Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Pada penelitiankualitatif data yang muncul berupa kata-kata dan bukan rangkaian angka. Dalam penelitian ini digunakan model analisis interaktif (interaktif modelof analisis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui empat tahap,yaitu mengumpulkan data, mereduksi data, menyajikan data dan menarikkesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap,sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain danbenar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian (HB. Sutopo,2002 :35). Empat tahap tersebut adalah : 1. Pengumpulan data Pengumpulan data merupakan kegiatan mengumpulkan data dilapangan baik melalui observasi, wawancara, maupun dokumentasi. Data-datatersebut diperoleh dari sumbersumber yang telah dipilih. Data yangdikumpulkan tersebut adalah data yang berkaitan dengan Penelitian ini yaitutentang Analisis Keterampilan Mengajar Aspek Menjelaskan Mahasiswa Pendidikan Matematika Dalam Mata Kuliah Pengajaran Mikro (Micro Teaching) Ditinjau dari Teori metakognitif 2. Reduksi data Menurut Sutopo (2006: 114), reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan,dan abstraksi dari semua jenis informasi yang tertulis lengkap dalam catatanlapangan. 3. Penyajian data Penyajian data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan untukmenemukan suatu makna dari kata-kata yang diperoleh, kemudian disusunsecara sistematis dan logis dari bentuk informasi yang kompleks menjadisederhana namun selektif sehingga bisa lebih mudah dipahami. 4. Menarik kesimpulan dan verifikasi Menurut Sutopo (2006: 37), setelah memahami arti dari berbagai hal yang ditemui denganmelakukan pencatatan-pencatatan, pernyataan-pernyataan, konfigurasikonfigurasiyang mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya diperoleh Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 405

32 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 kesimpulanpenelitian. Kesimpulan yang diambil mungkin masih terasa kabur dandiragukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan verifikasi kesimpulan tersebutdengan mencari data-data lain yang dapat mendukung kesimpulan. Triangulasi data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah 1. Triangulasi metode, yaitu pencocokan informasi yang diperolehdengan menggunakan metode yang berbeda. Pada penelitian kali ini, triangulasi metode diakukan dengan membandingkan informasi yang diperoleh dari metode angket, pengamatan, wawancara, maupun dokumentasi. 2. Triangulasi waktu, yaitu pencocokan informasi yang diperoleh dengan cara membandingkan penampilan kedua dan penampilan ketiga subjek. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Data yang diperoleh melalui angket adalah sebagai berikut: mahasiswa pada kelompok A berjumlah 45 orang, pada kelompok B berjumlah 12 orang, dan pada kelompok C berjumlah 15 orang. Pada saat pra observasi diperoleh data sebagai berikut: 1. Mahasiswa mempunyai perencanaan yang matang dalam perencanaan. 2. Mahasiswa tidak mempunyai perencanaan yang matang dalam perencanaan, 3. Mahasiswa menjelaskan materi dengan mengaitkan materi prasyarat dengan materi baru. 4. Mahasiswa menjelaskan materi baru dengan tidak mengaitkan materi prasyarat. 5. Mahasiswa menjelaskan materi sesuai dengan RPP yang dibuat dengan tepat. 6. mahasiswa menjelaskan materi sesuai dengan RPP tetapi tidak tepat. Kelompok A terpilih subjek A7, A9, dan A32. Kelompok B terpilih subjek B15, B25, dan B27. Kelompok C terpilih subjek C6, C20, dan C Subjek A7 Subjek A7 ini sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Namun, subjek ini masih lemah dalam sub kemampuan-sub kemampuan selanjutnya. Pada sub kemampuan declarative knowledge ia sudah menyadari. Namun, pada sub kemampuan pengetahuan metakognitif yang selanjutnya subjek masih lemah. Pada pengalaman/regulasi metakognitif subjek belum menggunakan dengan baik. Sehingga, dalam latihan mengajar terutama aspek menjelaskan subjek belum maksimal. Tampak tidak ada kerja keras yang dilakukan subjek untuk dapat tampil lebih baik dalam latihan mengajar. Hal tersebut disebabkan karena subjek tidak ada keinginan menjadi guru. 2. Subjek A9 Subjek sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki. Subjek sudah menggunakan semua sub kemampuan metakognitif dalam latihan mengajar. Yang 406 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

33 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 ditandai dengan subjek memperhatikan evaluasi tentang kekurangan-kekurangan pada penampilan kedua, kemudian melakukan perencanaan untuk mengatasi kekurangankekurangan tersebut. Subjek tampak bekerja keras membuat perencanaan penampilan pada latihan mengajar. Sehingga pada penampilan ketiga, subjek tampil lebih baik daripada penampilan kedua. 3. Subjek A32 Subjek A32 ini sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sudah menggunakan sub kemampuan pengetahuan metakognitif. Pada regulasi metakognitif sub kemampuan comprehension monitoring, subjek juga belum menggunakan dengan baik. Secara keseluruhan, subjek tampil lebih baik daripada penampilan pertama. Setelah dikonfirmasi, subjek mempunyai keinginan untuk menjadi guru. 4. Subjek B15 Subjek B15 ini sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sadar bahwa ia masih banyak kekurangan. Kesadaran tersebut kadang dapat memacu untuk tampil lebih baik, tetapi kadang juga justru membuat subjek menjadi tidak percaya diri. Hal tersebut didukung dari penampilan kedua dan ketiga subjek. Subjek justru mengalami penurunan pada penampilan ketiga. Subjek mengaku tidak percaya diri melihat penampilan teman sekelompoknya yang bagus. 5. Subjek B25 Subjek sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sudah menggunakan pengetahuan metakognitif sub kemampuan declarative knowledge. Subjek sadar bahwa ia masih banyak kekurangan terutama dalam hal penguasaan materi. Kesadaran tersebut belum dapat dimanfaatkan oleh subjek untuk membuat perencanaan agar dapat mengatasi kekurangan yang sudah disadari tersebut. 6. Subjek B27 Subjek sudah dapat sadar bagaimana penguasaan materi yang dimiliki, ia meninjau pengetahuan yang telah dimiliki. Subjek sadar bahwa ia masih kesulitan terkait dengan penguasaan materi. Kesadaran tersebut sudah dimanfaatkan subjek untuk membuat perencanaan. Perencanaan yang dibuat subjek sudah cukup berhasil. Namun, saat tampil subjek tidak menikmati penampilannya, sehingga penampilan subjek kurang maksimal. Hal tersebut dikarenakan subjek tidak ingin menjadi guru. 7. Subjek C6 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 407

34 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Subjek tidak sadar bagaimana penguasaan materi yang akan dijelaskan. Subjek tidak menyadari bahwa penguasaan materi lah yang menjadi prioritas saat menjelaskan materi. keluar, tidak melihat terlebih dahulu ke dalam dirinya sendiri. 8. Subjek C20 Subjek tidak sadar bagaimana penguasaan materi yang akan dijelaskan. Subjek tidak menyadari bahwa penguasaan materi lah yang menjadi prioritas saat menjelaskan materi. Subjek pun tidak berusaha keras untuk menguasai dan memperdalam materi yang akan disajikan. Ketika subjek belum sadar bagaimana penguasaan materinya, ia juga akan lemah dalam membuat perencanaan dan ketika tampil. 9. Subjek C67 Subjek C67 ini tidak sadar bagaimana penguasaan materi yang akan dijelaskan. Subjek tidak menyadari bahwa penguasaan materi lah yang menjadi prioritas saat menjelaskan materi. Subjek tidak menggunakan pengetahuan metakognitif maupun regulasi metakognitif pada saat menjelaskan materi. SIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian tentang keterampilan mengajar aspek menjelaskan mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) didasarkan pada teori metakognitif, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Keterampilan menjelaskan mahasiswa pada mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) jika didasarkan pada komponen pengetahuan metakognitif menurut John Hurly Flavell adalah sebagai berikut: a. Kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada masalah terkait dengan penguasaan materi (kelompok A) dan kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa ada masalah terkait dengan penguasaan materi (kelompok B) telah menggunakan pengetahuan metakognitif sub kemampuan declarative knowledge. Yang membedakan antar mahasiswa dalam kelompok A dan kelompok B dalam menggunakan pengetahuan metakognitif untuk menjelaskan materi adalah motivasi mahasiswa tersebut ingin menjadi guru ataukan tidak. Mahasiswa yang mempunyai motivasi tinggi untuk menjadi guru akan lebih bekerja keras dalam berusaha lebih untuk menggunakan pengatahuan metakognitif dalam menjelaskan materi dalam mata kuliah pengajaran mikro. b. Kelompok mahasiswa yang tidak meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya terkait penguasaan materi (kelompok C) tidak menggunakan pengetahuan metakognitif sub kemampuan declarativeknowledge. 2. Keterampilan menjelaskan mahasiswa pada mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) jika didasarkan pada pengalaman/regulasi metakognitif adalah sebagai berikut: 408 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

35 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 a. Kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa tidak ada masalah terkait dengan penguasaan materi (A) dan kelompok mahasiswa yang meninjau kembali ke dalam dirinya dan merasa ada masalah terkait dengan penguasaan materi (B) dalam menggunakan pengalaman/regulasi metakognitif berbeda-beda. Yang membedakan antar mahasiswa dalam kelompok A dan kelompok B dalam menggunakan pengalaman/regulasi metakognitif untuk menjelaskan materi adalah seberapa besar motivasi mahasiswa tersebut ingin menjadi guru. b. Kelompok mahasiswa yang tidak meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya terkait penguasaan materi (C) tidak dapat menggunakan pengalaman/regulasi metakognitif dalam menjelaskan materi secara optimal. Berdasarkan hasil penelitian tentang keterampilan mengajar aspek menjelaskan mahasiswa pendidikan matematika dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) ditinjau dari teori metakognitif dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1. Merujuk pada kelompok mahasiswa dalam keterampilan menjelaskan materi ditinjau dari teori metakognitif yang berbeda-beda. Dosen hendaknya dapat memfasilitasi: Diskusi kelompok yang dilakukan sebelum tampil dan evaluasi pada akhir penampilan mahasiswa. Dengan adanya diskusi yang dilakukan sebelum mahasiswa tampil, mahasiswa dapat menyampaikan ide dan gagasan dalam membuat perencanaan. Yang meliputi, penguasaan materi, pemilihan alat peraga, perencanaan langkah pembelajaran maupun perencanaan yang lainnya. Apabila mahasiswa merasa ada kesulitan, dapat disampaikan dalam diskusi ini. 2. Bagi mahasiswa, diharapkan untuk: a. Meninjau terlebih dahulu ke dalam dirinya bagaimana penguasaan materi yang dimiliki agar dapat membuat perencanaan untuk menjelaskan materi dengan optimal. b. Berperan aktif dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) dan mau bekerja sama dengan teman satu kelompoknya untuk dapat meningkatkan keterampilan mengajar terutama aspek menjelaskan materi. 3. Bagi peneliti lain yang berminat dapat mencoba untuk menggali lebih lanjut mengenai keterampilan mengajar aspek menjelaskan mahasiswa yang lebih tinggi atau menggali lebih lanjut keterampilan mengajar aspek menjelaskan menurut dari ahli yang lain atau dapat melakukan penelitian pada materi yang berbeda dengan sudut pandang peninjauan yang sama atau sudut pandang peninjauan yang lain. DAFTAR PUSTAKA Budiyono Metodologi Penelitian. Surakarta: UNS Press. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 409

36 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Desmita Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hasibuan, JJ & Moedjiono Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Jonassen, D Toward a Design Theory of Problem Solving to Appear in Educational Technologi: Research and Development, diakses pada 29 Januari 2013 pukul WIB. Kosasi, Raflis Keterampilan Menjelaskan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kementerian Pendidikan Nasional UU RI Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diakses 10 Februari 2013 pukul WIB UUGD pasal 10 ayat 1 tentang Guru dan Dosen, diakses 10 Februari 2013 pukul WIB Peraturan Pemenintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, diakses 10 Februari pukul WIB. Lexy J. Moleong Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Livingstone, Jennifer A Metacognition: An Overview, diakses 10 Februari 2013 pukul WIB. Mulyasa. E Menjadi Guru Profesional: Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Slameto Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Suherman, etal Common Textbook Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: Jica UPI. Sukmadinata & As ari Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi di PT. Universitas Pendidikan Indonesia. Tidak Diterbitkan. Sutopo Metode Penelitian Kualitatif. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Suwarna, dkk Pengajaran Mikro. Jogjakarta: Tiara Wacana. Tim Penyusun Pedoman Akademik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Tahun 2009/2010. Surakarta: UNS Press. Usman, M.Uzer Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Yatiman, P Pemberdayaan Supervisor dan Praktikan dengan Variasi Model Pengajaran Mikro. Makalah. 410 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

37 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 KEMAMPUAN GURU DALAM MERANCANG PERANGKATPEMBELAJARANJUCAMAUNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA Endang Krisnawati, Nicky Dwi Puspaningtyas, Tatag Yuli Eko Siswono (Program Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang Surabaya; Bronggalan Sawah Surabaya; ; endangkrisnawati@gmail.com) Abstrak Guru memegang peranan penting untuk mendorong kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini bisa dilakukan dengan memfasilitasi siswa dalam memecahkan dan mengajukan masalah matematika seperti yang telah terdapat pada model pembelajaran JUCAMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru SD dalam merancang perangkat pembelajaran JUCAMA. Penelitian deskriptif kuantitatif ini merupakan bagian dari Penelitian Strategi Nasional yang dilakukan terhadap guru kelas III, IV, dan V SD di kabupaten Sidoarjo. Hasil penelitan menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam merancang pembelajaran JUCAMA tergolong dalam kategori baik dan juga terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa setelah diajar dengan menggunakan model pembelajaran JUCAMA. Simpulannya, guru telah mampu merancang perangkat pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif para siswanya. Kata Kunci: berpikir kreatif, perangkat pembelajaran, model pembelajaran JUCAMA Pendahuluan Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, ketrampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat dan kepribadian mereka. Aspek-aspek tersebut diperlukan oleh setiap orang untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Matematika merupakan salah satu pelajaran yang mendukung hal tersebut. KTSP 2006 (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 tentang standar isi) menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika memberikan penekanan untuk memberi bekal siswa mulai dari sekolah dasar berupa kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Salah satu dari kompetensi yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan harus dikembangkan pada kegiatan pembelajaran adalah kemampuan berpikir kreatif. Berpikir kreatif merupakan salah satu kemampuan intelektual manusia yang sangat penting, dan oleh para ahli psikologi kognitif sering dikaitkan dengan kemampuan dalam memecahkan masalah. Para ahli psikologi kognitif juga mengungkapkan bahwa kreativitas seringkali disebut sebagai berpikir kreatif. Evans (dalam Siswono, 2008) menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan hubungan-hubungan baru untuk melihat suatu Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 411

38 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 objek dari perspektif baru, dan untuk membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada dalam pikiran. Pendapat lain tentang berpikir kreatif dalam matematika juga dikemukakan oleh Sriraman (2011) sebagai kemampuan untuk melihat atau memilih penyelesaian dalam matematika. Selain itu Guilford (dalam Suharnan, 2005) menjelaskan bahwa berpikir kreatif memiliki hubungan yang erat dengan berpikir divergen. Hal tersebut dikarenakan dengan berpikir secara divergen seseorang akan dituntut untuk menemukan alternatif-alternatif solusi dari permasalahan yang dihadapi oleh seseorang. Pada pembahasan ini, berpikir kreatif didefinisikan sebagai suatu rangkaian kemampuan berpikir secara divergen untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Dalam matematika, sesuatu yang baru tersebut itulah yang menjadi sebuah tolok ukur pada berpikir kreatif, yaitu dalam memecahkan masalah dan mengajukan masalah pada khususnya. Pemecahan masalah terutama dalam matematika banyak digunakan dalam kurikulumkurikulum pada suatu negara, begitu juga Indonesia yang memuat secara tersirat dalam tujuan pembelajaran matematika. Berdasarkan pendapat Pehkonen (dalam Siswono, 2008), terdapat 4 alasan tentang pentingnya pemecahan masalah diajarkan di kelas, antara lain. 1. Pemecahan masalah mengembangkan ketrampilan kognitif secara umum 2. Pemecahan masalah mendorong kreativitas 3. Pemecahan masalah merupakan bagian dari proses aplikasi matematika 4. Pemecahan masalah memotivasi siswa untuk belajar matematika. Selain itu, pemecahan masalah juga dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mengungkap kemampuan berpikir kreatif siswa (Haylock, dalam Siswono, 2008). Adams (2010) juga menyatakan bahwa pemecahan masalah seringkali digunakan untuk mengungkap dan membiasakan seseorang untuk berpikir kreatif, khusunya masalah yang dinamis (memiliki solusi tidak tunggal). Cara lain yang dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif adalah dengan menggunakan pengajuan masalah (Dunlap, dalam Siswono, 2008). Nixon-Ponder (dalam Kilic, 2013) juga menyatakan bahwa mengembangkan dan memperkuat kemampuan berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan salah satu keuntungan menggunakan pengajuan masalah sebagai aktivitas belajar mengajar di kelas. Selain itu, keuntungan lain dari pengajuan masalah sebagai aktivitas di kelas adalah dengan pengajuan masalah guru dapat memfasilitasi siswanya untuk berpikir secara fleksibel dan melakukan penilaian terhadap hasil pengerjaan mereka sendiri (Kilic, 2013). Dengan demikian, jika dalam suatu rangkaian aktivitas pembelajaran guru menerapkan adanya pengajuan masalah dan pemecahan masalah, maka hal tersebut dapat memperbaiki kemampuan berpikir kreatif siswa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswono (2008) juga menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kemampuan berpikir kreatif oleh siswa, meskipun peningkatan tersebut tidak signifikan tapi jika pembelajaran dengan menggunakan pengajuan dan pemecahan masalah terus dilakukan secara kontinu maka kemampuan berpikir kreatif siswa juga akan meningkat secara bertahap. 412 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

39 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Guru memegang kunci penting dalam mendorong dan mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Dalam hal ini guru dituntut untuk memfasilitasi kegiatan belajar mengajar agar siswa mampu mengembangkan kemampuan berpikir kreatif mereka. Salah satu cara yang dapat dilakukan guru adalah merencanakan pembelajaran dengan model, pendekatan, atau strategi pembelajaran yang dapat memacu siswa untuk berpikir kreatif. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa pengajuan masalah dan pemecahan masalah dapat digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa, maka model pembelajaran JUCAMA dapat digunakan sebagai alternatif model pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpikir kreatif dalam matematika. JUCAMA merupakan model pembelajaran yang berdasarkan pada pengajuan masalah dan pemecahan masalah (Siswono, 2008). Model pembelajaran JUCAMA ini memiliki 2 macam tujuan, yaitu tujuan instruksional dan tujuan tidak langsung. Menurut Siswono (2008), tujuan instruksional model pembelajaran JUCAMA adalah sebagai berikut. a. Meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada pemecahan masalah yang dihubungkan dengan materi yang dibahas. b. Meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir kreatif yang diindikasikan dengan kefasihan, fleksibilitas, maupun kebaruan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah matematika. Sedangkan, untuk tujuan khususnya adalah sebagai berikut. a. Mengaitkan konsep-konsep matematika yang sudah dipelajari dengan konsep lain dan pengalaman siswa sehari-hari. b. Memusatkan perhatian dan melakukan pengulangan terhadap materi yang sudah dipelajari (mendorong untuk belajar mandiri) c. Melatih mengkomunikasikan ide secara rasional atau bernalar karena dituntut untuk menjawab masalah secara divergen. Model pembelajaran JUCAMA dapat meningkatkan berpikir kreatif siswa karena sintaks model pembelajaran ini mencakup pada langkah-langkah pemecahan dan pengajuan masalah matematika, yaitu terdiri dari 5 fase antara lain. 1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa. 2. Mengorientasikan siswa pada masalah melalui pemecahan dan pengajuan masalah serta mengorganisasikan siswa untuk belajar. 3. Membimbing penyelesaian secara individual maupun kelompok. 4. Menyajikan hasil penyelesaian pemecahan dan pengajuan masalah. 5. Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik sebagai evaluasi. Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa, guru harus membiasakan siswanya berpikir secara divergen. Dalam hal ini, salah satu model pembelajaran yang bisa Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 413

40 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 digunakan adalah model pembelajaran JUCAMA. Namun, karena model pembelajaran ini masih baru sehingga banyak guru yang belum mengetahui bagaimana cara mempersiapkan serta menerapkan model pembelajaran JUCAMA di kelas. Oleh karena itu perlu diadakan pelatihan bagi guru-guru tentang bagaimana merencanakan serta menerapkan pembelajaran JUCAMA di kelas. Sebagai tindak lanjut dari Penelitian Strategi Nasional, maka guru-guru kelas III, IV, dan V SD di kabupaten Sidoarjo yang terlibat dalam penelitian Strategi Nasional diharuskan untuk merencanakan dan menerapkan pembelajaran matematika di kelas dengan menggunakan model pembelajaran JUCAMA setelah mendapat pelatihan tentang model pembelajaran JUCAMA. Pada perencanaan pembelajaran, guru perlu untuk membuat perangkat pembelajaran JUCAMA yang terdiri dari RPP, LKS, soal pretes dan postes, serta lembar penilaian. Seperti juga halnya dengan model pembelajaran lain, pada perencanaan mengajar dengan menggunakan model pembelajaran JUCAMA juga membutuhkan adanya Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). RPP adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran (Sanjaya, 2012). Terdapat beberapa komponen yang harus dimuat di dalam RPP yaitu tujuan pembelajaran, materi/isi, strategi dan metode pembelajaran yang digunakan, media dan sumber belajar, serta evaluasi. Dalam penelitian ini, karena model pembelajaran yang akan digunakan adalah model pembelajaran JUCAMA maka strategi dan metode yang digunakan juga menggunakan pengajuan dan pemecahan masalah. Perangkat pembelajaran penting lainnya yaitu Lembar Kerja Siswa (LKS). LKS yang dibuat oleh guru juga harus mencakup pengajuan dan pemecahan masalah. Seperti halnya yang telah dijelaskan oleh Guilford (dalam Suharnan, 2005) bahwa berpikir kreatif berkaitan dengan berpikir divergen, maka LKS yang disusun oleh guru juga harus melibatkan berpikir divergen siswa. Hal ini sesuai dengan indikator-indikator kreativitas matematika dalam pemecahan masalah dan pengajuan masalah yaitu kefasihan (fluency), fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty)(silver, 1997). Kefasihan dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari jawaban benar dan beragam yang diberikan oleh siswa. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari cara-cara lain yang berbeda yang digunakan oleh siswa dalam menyelesaiakn masalah matematika yang sudah ada. Sedangkan kebaruan dalam pemecahan masalah dapat dilihat dari jawaban yang benar dan tidak biasa yang diberikan oleh siswa. Dalam pengajuan masalah, kefasihan mengacu pada kemampuan siswa dalam membuat soal sekaligus dengan penyelesaian yang beragam dan benar. Fleksibilitas dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam mengajukan masakah yang mempunyai cara penyelesaian berbeda-beda. Indikator terakhir yaitu kebaruan, dalam pengajuan masalah indikator kebaruan dilihat dari kemampuan siswa untuk mengajukan suatu masalah yang berbeda dengan soal yang diberikan gurunya. Sehingga baik LKS, soal pretes, maupun soal postes yang diberikan harus memenuhi syarat berikut. 1. Berbentuk pemecahan dan pengajuan masalah 414 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

41 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 2. Bersifat divergen dalam jawaban maupun cara penyelesaian sehingga memunculkan kriteria fleksibilitas, kebaruan, dan kefasihan 3. Berkaitan dengan lebih dari satu pengetahuan/konsep matematika siswa yang sudah dipelajari sebelumnya 4. Informasi harus mudah dimengerti dan jelas tertangkap makna atau artinya. (Siswono, 2008) Selanjutnya untuk mengetahui berpikir kreatif siswa, guru juga seharusnya membuat lembar penilaian. Lembar penilaian berpikir kreatif ini berisi tentang indikator berpikir kreatif yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. Kemudian skor berpikir kreatif siswa di kategorikan ke dalam 5 tingkat berpikir kreatif sebagai berikut. Tingkat Tingkat 4 (Sangat Kreatif) Tingkat 3 (Kreatif) Tingkat 2 (Cukup Kreatif) Tingkat 1 (Kurang Kreatif) Tingkat 0 (Tidak Kreatif) Karakteristik Siswa mampu menunjukkan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan atau kebaruan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Siswa mampu menunjukkan kefasihan dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Siswa mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Siswa mampu menunjukkan kefasihan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah. Siswa tidak mampu menunjukkan ketiga aspek indikator berpikir kreatif. Hasil wawancara dan observasi dengan guru menunjukkan bahwa sebelum mendapat pelatihan JUCAMA, hampir 100% guru menggunakan ceramah dan model pengajaran langsung dalam kegiatan belajar mengajar matematika baik di kelas III, IV, maupun V SD. Sehingga guru belum pernah membuat perangkat pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan kreativitas siswa. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan kemampuan guru dalam merencanakan perangkat pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa; dan (2) mendeskripsikan kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum diajar dengan menggunakan JUCAMA dan setelah diajar dengan menggunakan JUCAMA. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 415

42 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Metode Penelitian Penelitian deskriptif kuantitatif ini dilakukan terhadap guru-guru matematika kelas III, IV, dan V yang mengajar di delapan SD di Kabupaten Sidoarjo. Kedelapan SD ini terdiri dari enam sekolah negeri dan dua sekolah swasta. Guru yang terlibat sebanyak 21 orang dan siswa sebanyak 719 anak yang terdiri dari 114 siswa kelas III, 266 siswa kelas IV, dan 339 siswa kelas V. Karakteristik siswa untuk sasaran penelitian ini termasuk karakteristik umum siswa di sekolah-sekolah di Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian situasi dan kondisi sekolah dapat dikatakan tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan yang mempengaruhi terhadap hasil penelitian. Guru yang terlibat penelitian ini bisa dibilang belum memiliki banyak pengalaman mengajar dan merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Secara umum, mayoritas guru belum tersertifikasi, berpengalaman mengajar kurang dari 10 tahun, belum pernah mengikuti pelatihan berpikir kreatif, bahkan ada beberapa guru yang bukan merupakan sarjana pendidikan matematika. Pada saat pembelajaran dikelas, para guru ini menyampaikan materi dengan metode ceramah dan tanya jawab. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa guru masih asing dengan pembelajaran yang menggunakan model pengajuan dan pemecahan masalah (jucama). Sebelum para guru merancang perangkat pembelajaran yang akan diimplementasikan sesuai dengan sintaks jucama, penelitian ini diawali dengan dilaksanakannya workshop sebanyak 2 kali. Kegiatan workshop membahas tentang kemampuan berpikir kreatif siswa, cara peningktannya, dan cara merancang perangkat pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan bagi siswa unuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatifnya. Setelah kegiatan itu guru merancang perangkat pembelajaran jucama dan mengimplementasikan pada masingmasing sekolah. Perangkat pembelajaran terdiri dari RPP, LKS, soal pretes dan postes, serta lembar penilaian berpikir kreatif siswa. Pembelajaran dalam penelitian ini terdiri dari empat kali pertemuan dimana siswa diberikan LKS pada setiap pertemuan. Pretes dilakukan sebelum pembelajaran untuk mengetahui tingkat kemampuan awal berpikir kreatif siswa dan postes dilakukan di akhir pembelajaran untuk mengetahui tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model jucama. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:(1) Lembar Penilaian Pembuatan Perangkat Pembelajaran Guru untuk mengetahui kemampuan guru SD dalam merancang pembelajaran dengan model jucama untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa; (2) Tes Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK) untuk mengetahui kemampuan berpikir kreatif siswasd dalam mengajukan dan memecahkan masalah matematika. Soal pretes dan postes dirancang sedemikian sehingga dapat mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa. Analisis data secara deskriptif dengan membandingkan kemampuan guru dalam menyusun perangkat pembelajaran dengan peningkatan tingkat kemampuan berpikir kreatif 416 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

43 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 siswa yang terjadi.analisis data secara kuantitatif dilakukan dengan membandingkan tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa sebelum dan sesudah pembelajaran. Analisis ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh perangkat pembelajaran jucama yang disusun oleh para guru dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Indikator keberhasilan adalah guru dikatakan telah berdaya atau memiliki kemampuan merancang perangkat pebelajaran dengan baik jika : (1) Rata-rata skor pada lembar penilaian mecapai lebih dari 60,0 atau tergolong dalam katogori baik. Rata-rata tersebut dihitung berdasarkan skor perangkat yang dibuat dan dilaksanakan pada tiap pertemuan oleh 21 guru dalam penelitian ini. (2) Tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa sesudah pembelajaran dengan menggunakan perangkat permbelajaran jucama yang disusun guru meningkat. Hasil Penelitian Kemampuan Guru dalam Merancang Perangkat Pembelajaran Jucama Kemampuan merancang perangkat pembelajaran merupakan kemampuan yang esensial yang harus dimiliki oleh seorang guru. Perangkat pembelajaran yang baik akan mendukung kegiatan belajar mengajar menjadi terstruktur dan terarah. Pada penelitian ini, perangkat pembelajaran yang diamati adalah perangkat pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran jucama yang terdiri dari : (1) RPP, yang dirancang untuk 4 kali pertemuan dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa; (2) LKS, yang juga dirancang untuk 4 kali pertemuan dan memfasilitasi siswa untuk mengeksplor kemampuan berpikir kreatifnya; (3) Pretest dan Postes, yang bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa di awal dan akhir pembelajaran; (4) Lembar Penilaian Hasil Pretes dan Postest Siswa, yang dalam penilaiannya harus memenuhi ketiga indicator berpikir kreatif, yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan. berikut. Nama Samaran Kemampuan guru dalam merancang pembelajaran jucama dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Skor Guru dalam Merancang Perangkat Pembelajaran Jucama Instansi Mengajar Kelas Skor Perangkat (8 butir) Guru 1 SD Negeri Guru 2 SD Negeri Guru 3 SD Negeri Guru 4 SD Swasta Guru 5 SD Swasta Guru 6 SD Negeri Guru 7 SD Negeri Guru 8 SD Negeri Guru 9 SD Negeri Guru 10 SD Negeri Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 417

44 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Guru 11 SD Negeri Guru 12 SD Negeri Guru 13 SD Negeri Guru 14 SD Negeri Guru 15 SD Negeri Guru 16 SD Negeri Guru 17 SD Negeri Guru 18 SD Negeri Guru 19 SD Swasta Guru 20 SD Negeri Guru 21 SD Swasta Rata-rata 73.3 Bedasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam merancang perangkat pembelajaran cukup bervariasi. Terlihat bahwa rata-rata skor perangkat pembelajaran guru adalah 73,3 atau tergolong dalam kategori baik. Lebih detailnya, 4,76% guru memperoleh skor dibawah 60,0 yang artinya guru tersebut masih memiliki kemampuan yang tergolong kurang baik dalam menyusun perangkat pembelajaran jucama. 80,95% guru memenuhi kategori berkemampuan baik sedangkan 14,29% lainnya tergolong dalam kategori sangat baik. Maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru SD dalam merancang perangkat pembelajaran sudah baik. Kemampuan Awal dan Akhir Berpikir Kreatif Siswa Analisis terhadap kemampuan awal dan akhir berpikir kreatif siswa dilakukan untuk melihat apakah pembelajaran yang dirancang oleh guru sesuai dengan model jucama dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Secara keseluruhan siswa kelas III, IV, dan V menunjukkan peningkatan kemampuan berpikir kreatif di akhir pembelajaran seperti yang terlihat pada table 2 berikut. Tabel 2. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas III, IV, dan V TKBK Banyak Siswa Pretes Postes TKBK TKBK TKBK TKBK TKBK Berdasarkan data di atas, banyak siswa yang tergolong dalam TKBK 1, 2, 3 menurun cukup signifikan di akhir pembelajaran. Sementara itu, banyak siswa yang tergolong TKBK Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

45 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 dan 4 yaitu yang tergolong kreatif dan sangat kreatif meningkat sangat dramatis setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model jucama. Peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa di masing-masing jenjang kelas pun terlihat jelas. Bahkan, untuk siswa kelas III, persentase siswa yang tergolong dalam kategori sangat kreatif meningkat hingga 950%. Data selengkapnya terangkum dalam tabel 3 berikut. Tabel 3. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas III TKBK Banyak Siswa Pretes Postes TKBK TKBK TKBK TKBK TKBK Selanjutnya untuk siswa kelas IV, kemampuan awal berpikir kreatif para siswa dapat dikatakan bervariasi. Namun, setelah dilakukan pembelajaran jucama, pada hasil skor postes menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif yang sangat baik dan tegolong dalam sangat kreatif. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut. Tabel 4. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas IV TKBK Banyak Siswa Pretes Postes TKBK TKBK TKBK TKBK TKBK Peningkatan kemampuan berpikir kreatif pada siswa kelas V pun terjadi dengan signifikan. Dimana yang pada awalnya kemampuan siswa yang tergolong tidak kreatif sebanyak 58 orang, menurun 6.89% diakhir pembelajaran sehingga hanya ada 54 siswa yang tergolong berkemampuan tidak kreatif. Selain itu, banyaknya siswa yang berkemampuan sangat kreatif pun bertambah dengan drastis. Banyak siswa yang berkemampuan sangat kreatif bertambah hingga lebih dari tiga kali lipat dari banyak siswa berkemampuan sangat kreatif sebelum pembelajaran jucama. Data selengkapnya dapat dilihat dari tabel 5 berikut. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 419

46 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Tabel 5. Skor Pretes dan Postes Siswa Kelas V TKBK Banyak Siswa Pretes Postes TKBK TKBK TKBK TKBK TKBK Pembahasan Hasil Penelitian Pada penelitian ini dibahas tentang kemampuan guru dalam merancang perangkat pembelajaran JUCAMA untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Guru dikatakan mampu membuat perangkat pembelajaran JUCAMA yang baik jika skor penilaian perangkat pembelajaran JUCAMA lebih dari 60,00.Berdasarkan tabel 1, terdapat 1 orang guru yang memperoleh skor kurang dari atau sama dengan 60,00, ini berarti guru tersebut memiliki kemampuan yang kurang baik dalam menyusun perangkat pembelajaran JUCAMA. Banyak guru yang memperoleh skor adalah 17 orang, hal tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 17 orang guru telah memenuhi kategori baik dalam menyusun perangkat pembelajaran JUCAMA. Sisanya, yaitu 3 orang guru mendapat skor lebih dari 80 yang berarti bahwa kemampuan 3 guru tersebut tergolong dalam kategori sangat baik dalam menyusun perangkat pembelajaran JUCAMA. Dari hasil pretes dan postes dapat dilihat bahwa tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa meningkat setelah dilakukan pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran JUCAMA yang dikembangkan oleh para guru. Secara keseluruhan, jumlah siswa yang berada pada TKBK 0 (tidak kreatif), TKBK 1 (kurang kreatif), dan TKBK 2 (cukup kreatif) mengalami penurunan, sedangkan untuk jumlah siswa dengan TKBK 3 (kreatif) dan TKBK 4 (sangat kreatif) mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Pembelajaran JUCAMA memberikan dampak baik bagi tingkat kemampuan berpikir kreatif siswa. Hal ini juga dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam membuat perangkat pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa untuk berpikir secara divergen (Guilford, dalam Suharnan 2005). Dengan adanya fasilitas dari guru dalam bentuk LKS maupun langkah-langkah pembelajaran yang mendorong siswa untuk berpikir secara divergen, maka hal ini bisa memunculkan indikator-indikator kreativitas yaitu kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan dalam mengajukan dan memecahkan masalah (Silver, 1997). Hal ini menyebabkan tingkat kemampuan berpikir kreatif (TKBK) siswa meningkat, sehingga bisa diindikasikan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa juga meningkat setelah menggunakan pembelajaran JUCAMA. 420 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

47 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Simpulan dan Saran Berdasar pertanyaan penelitian yang diajukan, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru SD dalam merancang perangkat pembelajaran sudah baik. Kemampuan berpikir kreatif siswa dalam memecahkan dan mengajukan masalah mengalami peningkatan dari hasil pretes dan hasil postes. Banyak siswa yang tergolong dalam TKBK 1, 2, 3 menurun cukup signifikan di akhir pembelajaran. Sementara itu, banyak siswa yang tergolong TKBK 3 dan 4 yaitu yang tergolong kreatif dan sangat kreatif meningkat sangat dramatis setelah mendapatkan pembelajaran dengan menggunakan model jucama. Berdasar hasil penelitian, maka disarankan bahwa hasil pengembangan perangkat pembelajaran JUCAMA yang dihasilkan oleh guru ini dapat diterapkan untuk sekolah lain dengan menggunakan materi-materi lain karena terbukti dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Daftar Pustaka Adams, Dennis. Creativity, Inoovation, and Problem Solving USA:Rowman Publisher Kilic, Cigdem Turkish Primary School Teachers Opinion about Problem Posing Applications: Students, The Mathematics Curriculum and Mathematics Textbooks. Turkey: Mersin University Sanjaya, Wina Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Silver, Edward A. (1997). Fostering Creativity Through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Thinking in Problem Posing. ZDM Volum 29 (June 1997), No. 3, ( 11 Oktober 2011) Siswono, Tatag Yuli Eko Model pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif. Surabaya: Unesa University Press Sriraman, Bharath The Elements of Creativity and Giftedness in Mathematics. Rotterdam : Sense Publishers Suharnan Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 421

48 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 PROFIL BERPIKIR VISUAL MAHASISWA PEREMPUAN CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMAHAMI DEFINISI FORMAL PADA BARISAN BILANGAN REAL Darmadi 1) Agung Lukito 2) Ketut Budayasa 3) Ridha Rokhani 4) 1) Mahasiswa Program Pascasarjana UNESA 2) Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA 3) Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA 4) Mahasiswa IKIP PGRI Madiun Abstrak Untuk lebih memahami definisi formal pada barisan bilangan real, dapat digunakan visualisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan tidak lebih baik secara visual dari pada laki-laki. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidaklah signifikan. Lebih baik apa tidak berpikir visual perempuan, lebihdidasarkan pada hasil. Namun, bagaimana proses perempuan memahami secara visual belum diungkap. Pada makalah ini akan dibahas bagaimana profil berpikir visual mahasiswa perempuan calon guru matematika dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real. Kata kunci: berpikir visual, memahami, dan definisi formal A. Pendahuluan Analisis real merupakan suatu matakuliah wajib bagi mahasiswa program studi pendidikan matematika. Beberapa permasalahan muncul dalam pembelajaran analisis real; seperti: 1) Hasil belajar analisis real kurang memuaskan (Darmadi, 2008a), 2) Mahasiswa kesulitan belajar analisis real sulit sejak awal (Darmadi, 2008b), 3) Pemahaman mahasiswa terhadap definisi formal pada kalkulus kurang (Darmadi, 2009a); 4) Persiapan kuliah mahasiswa kurang dengan berbagai alasan seperti mendapat kurangnya waktu belajar, mengerjakan tugas dari dosen lain, sakit, hajatan, materi kurang menarik, dan kurang suka pada dosennya (Darmadi, 2009b). Beberapa metode dan model pembelajaran dengan aneka media pembelajaran yang dianggap sesuai telah dicoba; seperti: pengembangan model pembelajaran analisis real berbasis teori David Tall (Darmadi, 2009b) dan penggunaan Lesson Study dalam pembelajaran analisis real (Darmadi, 2010). Meskipun demikian, kemampuan berpikir analitis, kreatif, kritis, dan inovatif masih perlu untuk selalu ditingkatkan (Darmadi, 2011a). Salah satu contoh permasalahan yang muncul dalam pembelajaran analisis real pokok bahasan barisan bilangan real adalah memahami definisi barisan bilangan real konvergen. Barisan {a n } n 1 dikatakan konvergen (ke a) jika dan hanya jika terdapata Rsehingga untuk setiapε > 0terdapatn 0 Ndengann 0 = n 0 (ε)sehingga untukn n 0 berlaku a n a < ε. Mengapa definisinya seperti itu? Mengapa harus ada a, ε, dan n 0? Bagaimana gambaran hubungan a, ε dan n 0? Mengapa menggunakan harga mutlak? dan sebagainya. Kita akan dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan memvisualiasikan definisi formal tersebut. 422 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

49 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Barisan bilangan real adalah fungsi dari himpunan bilangan asli ke himpunan bilangan real. Materi barisan bilangan real perlu dipelajari lebih mendalam karena dapat digunakan sebagai dasar dalam memahami fungsi real. Konsep kekonvergenan dapat membantu mempelajari konsep limit fungsi. Konsep kekonvergenan, terbatas, monoton naik/turu juga sering digunakan dalam pemrograman komputer. Definisi-definisi pada barisan bilangan real, biasa disajikan dalam bentuk formal yaitu disajikan dengan simbol-simbol matematis. Selain itu, definisi barisan bilangan real diberikan untuk mahasiswa dimana menurut Piaget pada tingkat kognitif formal. Oleh karena itu, Tall dkk menyebut definisi seperti tersebut dengan definisi formal. Memahami definisi formal merupakan suatu kegiatan berpikir tingkat tinggi. Dalam memahami definisi formal terdapat proses pengolahan informasi pada pikiran. Sesuai teori penyandian-ganda, suatu informasi disandikan dalam dua cara yaitu penyandian verbal dan penyandian visual. Sebagian informasi disimpan dalam bentuk verbal dan sebagian disimpan dalam bentuk visual. Bagaimana mengolah dan memanfaatkan informasi visual untuk memahami definisi formal pada barisan bilangan real belum banyak diketahui. Pemanfaatkan pengetahuan visual dalam pembelajaran analisis real jarang digunakan. Hasil tes kemampuan memahami definisi formal dan mengsketsa grafik menunjukkan bahwa kekayaan imajeri mahasiswa masih kurang (Darmadi, 2011b). Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran sebelumnya kurang memanfaatkan gambar-gambar sebagai visualisasi dan masih terpaku pada formalitas atau menggunakan rumus-rumus saja. Berpikir dengan menggunakan informasi visual disebut berpikir visual. Bahan baku dari berpikir visual adalah bayangan mental (imajeri). Hasil berpikir visual berupa gambar/grafik. Perlu membangun pembelajaran matematika yang menyenangkan dengan visualisasi (Darmadi, 2012a). Pepatah cina kuno mengatakan bahwa gambar dapat menyatakan seribu kata. Banyak ahli matematika yang menggunakan kemampuan imajeri (berpikir visual) dalam melakukan pekerjaan mereka. Suatu alternatif untuk memahami definisi-definisi formal pada pembelajaran barisan bilangan real yaitu dengan memvisualisasikannya (Darmadi, 2012b). Pada makalah ini dibahas profil berpikir vsual mahasiswa perempuan calon guru matematika dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real. Gender dipilih perempuan karena sebagian besar mahasiswa calon guru adalah perempuan. Dengan dipilihnya mahasiswa perempuan, diharapkan dapat juga menguak mengapa pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan tidak lebih baik atau kurang dari laki-laki dalam hal berpikir visual. Atau memberi pandangan cukup bijaksanakah kita mengatakan seperti itu. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 423

50 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 B. Pembahasan Barisan bilangan real didefinisikan sebagai suatu fungsi dari himpunan bilangan asli ke himpunan bilangan real. Misalkan a n adalah nilai fungsi yang membentuk barisan bilangan real, maka barisan bilangan real tersebut disajikan dalam bentuk a n n=1 oleh Goldberg (1976), (a n ) oleh Bartle & Sherbet (1982), dan a n oleh Wasan & Prakash. Simbol untuk menyatakan barisan bilangan real tiap buku acuan dapat berbeda. Pada pembahasan ini, barisan bilangan real dinotasikan dengan{a n } n 1. Untuk mempersingkat istilah, barisan bilangan real selanjutnya disebut barisan. Berdasarkan tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real, diperoleh gambaran sebagai berikut. naik tegas monoton naik tingkat 1 (berdasarkan kedudukan antar anggota) monoton tidak monoton konstan monoton turun turun tegas Definisi formal pada barisan bilangan real tingkat 2 ada batasan terbatas di atas terbatas (berdasarkan eksistensi batas) tidak ada batasan terbatas di bawah tingkat 3 konvergen divergen ke (berdasarkan arah kecenderungannya) divergen oscillatory divergen ke - Gambar 1. Pengelompokkan definisi-definisi formal pada barisan bilangan real berdasarkan tingkat kesulitan berpikir visual untuk memahami Berdasarkan hasil analisis tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real tersebut, dilakukan pemilihan definisi untuk mendapatkan profil berpikir visual mahasiswa laki-laki calon guru matematika dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real. Untuk tingkat pertama dipilih definisi formal topik barisan monoton naik, barisan monoton turun, dan barisan konstan. Untuk tingkat kedua dipilih definisi formal topik barisan terbatas di atas, barisan terbatas di bawah, dan barisan terbatas. Untuk 424 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

51 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 tingkat ketiga dipilih definisi formal topik barisan divergen ke, barisan divergen ke -, dan barisan konvergen. Dengan buku acuan dapat diperoleh definisi yang berbeda. Untuk memperoleh kereliabilitasan data, pada msing-masing topik definisi dibuat empat tipe definisi yaitu menggunakan jika dan hanya jika, jika maka, diberikan jika maka, dan syarat perlu dan syarat cukup. Dalam beberapa buku sering digunakan tipe kedua atau ketiga yaitu jika maka atau diberikan jika maka, namun karena definisi yang benar secara logika matematika adalah definisi formal maka yang dipergunakan pertama kali adalah tipe pertama yaitu jika dan hanya jika yang identik secara logika matematika dengan tipe keempat yaitu syarat perlu dan syarat cukup. Tipe kedua dan ketiga digunakan, selain karena sering digunakan pada beberapa buku yang digunakan dalam perkulihan, definisi tersebut juga mudah diterima oleh subjek. Sesuai pendapat Poincare bahwa definisi yang baik adalah definisi yang mudah diterima oleh peserta didik. Selama dapat diterima dan diperkuat dengan adanya kesepakatan, definisi tersebut digunakan. Untuk mendapatkan data, perlu dibuat instrumen bantu yaitu lembar tugas mahasiswa sebagai tugas subjek selama wawancara. Setelah lembar tugas mahasiswa didiskusikan dan mendapat validasi, LTM digunakan untuk penelitian. Wawancara dilakukan pada subjek perempuan dengan beberapa kriteria antara lain 1) baru mengambil matakuliah analisis real, 2) mempunyai IPK di atas 2,75, 3) nilai kalkulus dan pengantar dasar matematika minimal B, 4) komunikatif, jujur, dan bersedia menjadi subjek penelitian. kriteria ini perlu dilakukan untuk menjamin mendapatkan data. Oleh karena itu dilakukan penjaringan subjek sehingga diperoleh seorang mahasisa perempuan sebagai subjek. Dalam memahami definisi formal, dimungkinkan seseorang memahami perdefinisi atau dalam kelompok definisi. Untuk itu dilakukan tiga tahap dalam pengumpulan data. Tahap pertama adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual dalam memamahami suatu definisi formal pada barisan bilangan real. Tahap kedua adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual dalam memahami sekelompok definisi formal. Tahap ketiga untuk mendapatkan profil berpikir fisuan dalam memahami sekelompok definisi formal satu tapok beda tipe. Karena dipilih sembilan topik definisi dengan masing-masing definisi dibuat empat tipe dan melalui tiga tahap untuk wawancara, maka minimal diperlukan 36 kali wawancara untuk tahap pertama, 12 kali untuk tahap kedua, dan 9 kali wawancara untuk tahap ketiga. Meskipun banyak yang harus ditanyakan, pelaksanaannya, dalam satu pertemuan dapat diberiskan beberapa pertannyaan dengan ketentuan subjek bisa mengejakan dengan baik atau tidak lelah, tidak berurutan dalam satu topik, dan diusahakan antar definisi saling independen pada pertemuan yang sama. Berikut diberikan contoh representasi berpikir visual subjek dalam memahami definisi formal pada suatu barisan bilangan real. Setelah menerima dan membaca LTM, subjek Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 425

52 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 mempunyai kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Untuk memahami sekelompok definisi formal, subjek mengenali terlebih dahulu semua definisi untuk dikelompkkan sesuai kriteria tertentu apa tidak, jika ada yang sesuai dikelompokkan dalam satu kelompok. Kegiatan mengenali yaitu kegiatan subjek menjaring informasi, memfokuskan pada informasi-informasi tertentu, dan mengolahnya untuk mendapatkan gambaran visualisasi definisi seperti berikut. Setelah mencoba mengenali, subjek akan mengingat pengetahuan sebelumnya. Kegiatan mengingat sering digunakan subjek ketika memahami sekelompok definisi dengan memanggil bayang mental yang telah diperoleh untuk diperlihatkan. Namun jika sebelumnya belum mempunyai gambaran, subjek memperlihatkan yaitu kegiatan subjek untuk menujukkan sekaligus mengevaluasi pada diri sendi atau orang lain seperti ini. Setelah memperlihatkan, subjek memperdalam. Kegiatan memperdalam yaitu kegiatan subjek untuk mencoba-coba barisan yang lain, atau menunjukkan contoh yang sesuai dan contoh yang tidak sesuai definisi seperti berikut. Contoh yang sering sesuai digunakan ketika subjek belum banyak mempunyai gambaran mental. Contoh yang tidak sesuai digunakan ketika subjek merasa sudah mempunyai banyak gambaran mental. Kegiatan memperdalam sering tidak dilakukan ketika subjek harus memahami sekelompok definisi. Selanjutnya kegiatan menyimpulkan, yaitu kegiatan subjek mengumpulkan informasi, mengolah informasi-informasi yang diperoleh, dan menyajikan dalam bentuk kata-kata atau diagram venn. 426 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

53 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Penyajian dalam bentuk diagram venn digunakan untuk menggambarkan hubungan antar konsep pada definisi. Untuk makin jelasnya perhatikan uraian berikutnya. Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami suatu definisi formal dilakukan wawancara tahap pertama dengan tiga puluh enam pertanyaan pokok. Hasil wawancara menujukkan bahwa setelah menerima dan membaca LTM, subjek memahami definisi formal yang diberikan melalui tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Kegiatan memvisualisasi dapat dikelompokkan menjadi dua sub kegiatan yaitu memperlihatkan dan memperdalam dengan menggunakan gambar/grafik.gambaran alur berpikir visual subjek perempuan dalam memahami suatu definisi formal pada barisan bilangan real dapat disajikan sebagai berikut. Mengenali Memvisualisasi Menyimpulkan Gambar 2. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami suatu definisi Kegiatan mengenali dilakukan subjek dengan membuat rangkuman definisi, menentukan kata kunci, dan menjabarkan/ mengolahnya. Kadang kata kunci tidak dijabarkan karena sudah dapat ditangkap/diterima oleh subjek. Kegiatan memperlihatkan dilakukan subjek dengan memberi contoh barisan, mendaftar anggota barisan, menggambar grafik contoh, mengevaluasi gambar, dan memberi kesimpulan. Untuk memperlihatkan, subjek memilih contoh barisan yang sesuai dengan definisi. Pemilihan contoh lebih berdasarkan kata kunci dan coba-coba sehingga kadang subjek memberikan contoh yang ternyata tidak sesuai definisi. Kegiatan memperdalam dilakukan subjek dengan memberikan contoh lain, mendaftar anggota barisan, menggambar grafik contoh, mengevaluasi gambar, dan memberi kesimpulan. Contoh yang digunakan untuk memperdalam kadang ada yang sesuai definisi, kadang ada yang tidak sesuai definisi. Subjek Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 427

54 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 memberikan contoh lain yang sesuai definisi jika merasa belum begitu memahami definisi. Subjek memberikan contoh lain yang tidak sesuai definisi jika merasa sudah memahami definisi. Kadang subjek memberikan contoh lain yang sesuai dan yang tidak sesuai definisi. Kegiatan menyimpulkan dilakukan subjek dengan memperhatikan kembali definisi dan gambargambar yang telah diperoleh, dan kemudian menulis/menarik kesimpulan sebagai pemahaman. Ketika menyimpulkan, kadang subjek lebih berdasar pada definisi saja, kadang lebih berdasar pada gambar saja, kadang berdasar pada keduanya yaitu definisi dan gambar, atau kadang juga lupa tidak menyimpulkan. Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami kelompok definisi formal, dilakukan wawancara tahap kedua dengan tugas memahami dua belas kelompok definisi. Hasil wawancara menunjukkan bahwa setelah menerima dan membaca LTM, subjek melakukan tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan seperti gambar berikut. Mengenali Semua Definisi Memvisualisasi Tiap-Tiap Definisi Menyimpulkan Hubungan Antar Definisi Gambar 3. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami sekelompok definisi Setelah mengetahui bahwa tiap definisi mempunyai syarat yang berbeda, subjek memperlihatkan gambaran tiap-tiap definisi sebelum melihat hubungan antar definisi tersebut sebagai kesimpulan. Kegiatan mengenali dilakukan subjek dengan cara membuat rangkuman definisi, menentukan kata kunci, dan menjabarkan/mengolahnya. Kegiatan memperlihatkan dilakukan subjek dengan membayangkan barisan yang sesuai definisi, membuat contoh barisan, dan kemudian menggambarkan dalam bentuk grafik untuk masing-masing definisi. Subjek tidak memberi kesimpulan setelah memperlihatkan, karena sudah mempunyai gambaran terhadap definisi formal yang diberikan. Kegiatan menyimpulkan dilakukan dengan cara memperhatikan kembali definisi-definisi dan gambar-gambar yang kemudian digunakan untuk menarik kesimpulan sebagai pemahaman. Kesimpulan yang diperoleh subjek sering disajikan dalam 428 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

55 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 bentuk tulisan dan/atau diagram venn. Subjek perempuan menarik kesimpulan lebih berdasarkan pada definisi, gambar digunakan untuk memperkuat saja. Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami kelompok definisi formal satu topik beda tipe dilakukan wawancara tahap kedua dengan tugas memahami dua belas kelompok definisi formal. Hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek memahami definisi-definisi yang diberikan dengan tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan seperti alur berikut. Mengenali Semua Definisi Memvisualisasi Perkelompok Menyimpulkan Gambar 4. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami kelompok definisi satu topik beda tipe Kegiatan mengenali dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi dan lebih mengenali kelompok definisi. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu mengingat dan memperlihatkan. Kegiatan menyimpulkan juga dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu mengumpulkan informasi dan menyajikannya. Subjek mengenali semua definisi dengan merangkum semua definisi dan mengelompokkan definisi-definisi yang sama dan yang tidak sama. Setelah terbentuk kelompok definisi, subjek lebih mengenali tiap kelompok definisi yang samatersebut dengan lebih memfokuskan dan menulis kembali syarat definisinya. Sebelum menggambarkan barisan yang dimaksud, subjek mengingat dengan mengumpulkan gambaran mental yang sudah ada dan memilihnya untuk diperlihatkan. Subjek memperlihatkan dengan mencontohkan suatu barisan yang sesuai definisi, mendaftar anggotanya, lalu menggambarkan dalam bentuk grafik. Jika tiap kelompok definisi sudah diperlihatkan, subjek mengumpulkan informasi dengan mengamati kembali definisidefinisi dan gambar-gambar yang telah dibuat atau telah ada dalam pikiran. Subjek menyajikan dengan mengolah terlebih definisi atau gambaran definisi yang diperoleh sebelum ditarik kesimpulan dan disajikan dalam bentuk kata-kata atau diagram venn. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 429

56 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 C. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat diperoleh profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami definisi formal meliputi tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Mengenali - (semua definisi) - (kelompok definisi) - tiap definisi Memvisualisasikan - (Mengingat) - Memperlihatkan - (Memperdalam) Menyimpulkan Gambar 5s. Profil berpikir visual subjek perempuan dalam memahami kelompok definisi satu topik beda tipe Kegiatan mengenali dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi dan mengenali satu definisi untuk memfokuskan. Kegiatan memvisualisasi dapat dikelompokkan dalam tiga sub kegiatan yaitu mengingat, memperlihatkan, dan memperdalam. Kegiatan menyimpulkan dapat dikelompokkan dalam dua sub kegiatan yaitu mengumpulkan informasi dan menyajikan kesimpulan. Kegiatan mengenali semua definisi dilakukan ketika subjek harus memahami sekelompok definisi dengan menuliskan rangkuman. Melihat rangkuman dari masing-masing definisi berbeda-beda, subjek memfokuskan diri pada satu persatu definisi untuk memvisualisasikan dan memperoleh hubungan antar definisi. Kegiatan mengenali satu definisi dilakukan subjek dengan menuliskan kembali syaratnya, menentukan kata kunci, dan mengolahnya. Kegiatan mengingat dilakukan subjek dengan memunculkan kembali gambaran yang pernah diperoleh dan memilihnya untuk diperlihatkan. Kegiatan memperlihatkan dilakukan subjek dengan memberikan contoh, mendaftar anggotanya, dan menggambarkan grafiknya. Kegiatan memperdalam dilakukan subjek dengan memberikan contoh lain, mendafar anggotanya, dan menggambarkan grafiknya. Kegiatan mengumpulkan informasi dilakukan dengan melihat atau menggingat definisi dan didukung dengan gambargambar yang sudah dipeleh dalam pikiran. Kegiatan menyajikan dilakukan dengan mengolah informasi-informasi yang telah diperoleh dan menuliskan atau menggambarkan dalam bentuk diagram venn atau skema. Tidak semua aktivitas muncul atau direpresentasikan karena aktivitas dan kegiatan tersebut terjadi dalam pikiran. DAFTAR PUSTAKA Bartle, R G & Sherbert D R Introduction to Real Analisis. University of Illinois: Urbana- Champaign. Illinois. John Wiley & Sons. Inc Darmadi. 2008a. Analisis Real Menurut Mahasiswa. Laporan Penelitian Tahun IKIP PGRI Madiun. Penelitian tidak dipublikasikan 430 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

57 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume b. Spektrum Hasil Belajar Analisis Real Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 5 Desember c. Pengaruh Pemanfaatan Powerpoint dalam Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Tingkat Sekolah Dasar Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sebelas Maret a. Pengembangan Model Pembelajaran Analisis Real Berbasis Teori David Tall. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNESA, Surabya, 8 Agustus b. Persiapan Mahasiswa Sebelum Kuliah. Laporan Penelitian Tahun IKIP PGRI Madiun. 2009c. Spektrum Hasil Belajar Kalkulus Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNNES, Semarang, 24 Oktober Perbaikan Kualitas Perkuliahan Analisis Real Melalui Lesson Study. Makalah disajikan pada Seminar Hasil Lesson Study FP MIPA IKIP PGRI Madiun. 2011a. Berpikir Analitis, Kreatif, Kritis, dan Inovatif dalam Pembelajaran Analisis Real Ditinjau dari Taksonomi Bloom. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNESA, Surabaya, 22 Oktober b. Imajeri Mahasiswa Dalam Pembelajaran Analisis Real (Studi Kasus Di IKIP PGRI MADIUN). Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 3 Desember a. Membangun Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan dengan Visualisasi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 24 Maret b. Visualisasi Definisi-Definisi Formal pada Barisan Bilangan Real. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNNES, Semarang, 26 Mei 2012 Goldberg, R R Methods of Real Analysis. The University of Lowa. United State of America. John Wiley & Sons, Inc Wasan S K & Prakash R. Ramjas College: Real Analysis. University of Delhi; Rajdhani College. University of Delhi. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publising Company Limited Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 431

58 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 PROFIL BERPIKIR VISUAL MAHASISWA LAKI-LAKI CALON GURU MATEMATIKA DALAM MEMAHAMI DEFINISI FORMAL PADA BARISAN BILANGAN REAL Darmadi 1) Agung Lukito 2) Ketut Budayasa 3) Muhamad Suladiono 4) 1) Mahasiswa Program Pascasarjana UNESA 2) Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA 3) Staf Pengajar Program Pascasarjana UNESA 4) Mahasiswa IKIP PGRI Madiun Abstrak Untuk lebih memahami definisi formal pada barisan bilangan real, dapat digunakan visualisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa laki-laki lebih baik dalam berpikir visual dari pada perempuan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perbedaan tersebut tidaklah signifikan. Namun disadari bahwa penilaian tersebut berdasarkan hasil dari proses berpikir yang selalu berkembang. Berikut ini diberikan profil berpikir visual mahasiswa laki-laki calon guru matematika dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real. Kata kunci: berpikir visual, memahami, dan definisi formal A. Pendahuluan Analisis real merupakan suatu matakuliah wajib bagi mahasiswa program studi pendidikan matematika. Beberapa permasalahan muncul dalam pembelajaran analisis real; seperti: 1) Hasil belajar analisis real kurang memuaskan (Darmadi, 2008a), 2) Mahasiswa kesulitan belajar analisis real sulit sejak awal (Darmadi, 2008b), 3) Pemahaman mahasiswa terhadap definisi formal pada kalkulus kurang (Darmadi, 2009a); 4) Persiapan kuliah mahasiswa kurang dengan berbagai alasan seperti mendapat kurangnya waktu belajar, mengerjakan tugas dari dosen lain, sakit, hajatan, materi kurang menarik, dan kurang suka pada dosennya (Darmadi, 2009b). Beberapa metode dan model pembelajaran dengan aneka media pembelajaran yang dianggap sesuai telah dicoba; seperti: pengembangan model pembelajaran analisis real berbasis teori David Tall (Darmadi, 2009b) dan penggunaan Lesson Study dalam pembelajaran analisis real (Darmadi, 2010). Meskipun demikian, kemampuan berpikir analitis, kreatif, kritis, dan inovatif masih perlu untuk selalu ditingkatkan (Darmadi, 2011a). Salah satu contoh permasalahan yang muncul dalam pembelajaran analisis real pokok bahasan barisan bilangan real adalah memahami definisi barisan bilangan real konvergen. Barisan {a n } n 1 dikatakan konvergen (ke a) jika dan hanya jika terdapata Rsehingga untuk setiapε > 0terdapatn 0 Ndengann 0 = n 0 (ε)sehingga untukn n 0 berlaku a n a < ε. Mengapa definisinya seperti itu? Mengapa harus ada a, ε, dan n 0? Bagaimana gambaran hubungan a, ε dan n 0? Mengapa menggunakan harga mutlak? dan sebagainya. Kita akan dapat menjawab pertanyaan tersebut dengan memvisualiasikan definisi formal tersebut. Barisan bilangan real adalah fungsi dari himpunan bilangan asli ke himpunan bilangan real. Mempelajari barisan bilangan real sebenarnya juga mempelajari fungsi real. Beberapa 432 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

59 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 konsep dalam fungsi real seperti limit yang merupakan dasar dari kekontinuan, turunan, dan integral, diperkenalkan dalam bentuk kekonvergenan barisan. Definisi-definisi pada barisan bilangan real, biasa disajikan dalam bentuk formal yaitu disajikan dengan simbol-simbol matematis. Selain itu, definisi barisan bilangan real diberikan untuk mahasiswa dimana menurut Piaget pada tingkat kognitif formal. Oleh karena itu, Tall dkk menyebut definisi seperti tersebut dengan definisi formal. Memahami definisi formal merupakan suatu kegiatan berpikir tingkat tinggi. Dalam memahami definisi formal terdapat proses pengolahan informasi pada pikiran. Ketika memahami terjadi proses asimilasi dan akomodasi. Sesuai teori penyandian-ganda, suatu informasi disandikan dalam dua cara yaitu penyandian verbal dan penyandian visual. Sebagian informasi disimpan dalam bentuk verbal dan sebagian disimpan dalam bentuk visual. Bagaimana mengolah dan memanfaatkan informasi visual untuk memahami definisi formal pada barisan bilangan real belum banyak diketahui. Pemanfaatkan pengetahuan visual dalam pembelajaran analisis real jarang digunakan. Hasil tes kemampuan memahami definisi formal dan mengsketsa grafik menunjukkan bahwa kekayaan imajeri mahasiswa masih kurang (Darmadi, 2011b). Hal ini terjadi karena dalam pembelajaran sebelumnya kurang memanfaatkan gambar-gambar sebagai visualisasi dan masih terpaku pada formalitas atau menggunakan rumus-rumus saja. Berpikir dengan menggunakan informasi visual disebut berpikir visual. Bahan baku dari berpikir visual adalah bayangan mental (imajeri). Hasil utama dari berpikir visual adalah gambar/grafik. Berdasarkan beberapa kajian menunjukkan perlunya membangun pembelajaran matematika yang menyenangkan dengan visualisasi (Darmadi, 2012a). Pepatah cina kuno mengatakan bahwa gambar dapat menyatakan seribu kata. Banyak ahli matematika yang menggunakan kemampuan imajeri (berpikir visual) dalam melakukan pekerjaan mereka. Suatu alternatif untuk memahami definisi-definisi formal pada pembelajaran barisan bilangan real yaitu dengan memvisualisasikannya (Darmadi, 2012b). Memvisualisasikan definisi formal, bukan bearti melatih menggambar, namun melihat secara lebih jelas bagaimana gambaran dari definisi yang diberikan. Pada makalah ini dibahas profil berpikir vsual mahasiswa laki-laki dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real. B. Pembahasan Barisan bilangan real didefinisikan sebagai suatu fungsi dari bilangan asli ke bilangan real. Misalkan a 1, a 2, a 3, adalah barisan bilangan real, maka barisan bilangan real tersebut disajikan dalam bentuk a n n=1 = {a 1, a 2, a 3, } oleh Goldberg (1976), a n = (a 1, a 2, a 3, ) oleh Bartle & Sherbet (1982), dan a n = a 1, a 2, a 3, oleh Wasan & Prakash. Simbol untuk menyatakan barisan bilangan real tiap buku acuan dapat berbeda. Pada Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 433

60 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 pembahasan ini, barisan bilangan real dinotasikan dengan{a n } n 1 = {a 1, a 2, a 3, }. Untuk mempersingkat istilah, barisan bilangan real selanjutnya disebut barisan. Tiap buku acuan dapat memberikan urutan definisi dan bentuk pendefinisian yang berbeda-beda pulan. Berdasarkan tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real, diperoleh gambaran sebagai berikut. naik tegas monoton naik tingkat 1 monoton tidak monoton konstan monoton turun turun tegas Barisan Bilangan Real tingkat 2 terbatas tidak terbatas terbatas di atas terbatas terbatas di bawah tingkat 3 konvergen divergen divergen ke oscillatory divergen ke - Gambar 1. Barisan bilangan real berdasarkan tingkat kesulitan berpikir visual Berdasarkan hasil analisis tingkat kesulitan berpikir visual dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real tersebut, dilakukan pemilihan definisi untuk mendapatkan profil berpikir visual mahasiswa laki-laki calon guru matematika dalam memahami definisi formal pada barisan bilangan real. Untuk tingkat pertama dipilih definisi formal topik barisan monoton naik, barisan monoton turun, dan barisan konstan. Untuk tingkat kedua dipilih definisi formal topik barisan terbatas di atas, barisan terbatas di bawah, dan barisan terbatas. Untuk tingkat ketiga dipilih definisi formal topik barisan divergen ke, barisan divergen ke -, dan barisan konvergen. Dengan buku acuan dapat diperoleh definisi yang berbeda. Untuk memperoleh kereliabilitasan data, pada msing-masing topik definisi dibuat empat tipe definisi yaitu menggunakan jika dan hanya jika, jika maka, diberikan jika maka, dan syarat perlu dan syarat cukup. Dalam beberapa buku sering digunakan tipe kedua dan ketiga yaitu jika maka dan diberikan jika maka, namun karena definisi yang dgunakan adalah definisi formal maka yang dipergunakan pertama kali adalah tipe pertama yaitu jika dan hanya jika yang identik dengan tipe keempat yaitu syarat perlu dan syarat cukup. Tipe dua dan ketiga tetap digunakan, selain karena sering digunakan pada beberapa buku yang digunakan dalam perkulihan, definisi 434 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

61 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 tersebut juga mudah diterima oleh subjek. Sesuai pendapat Poincare bahwa definisi yang baik adalah definisi yang mudah diterima oleh peserta didik. Selama diterima dan diperkuat dengan adanya kesepakan, definisi tersebut dapat digunakan. Untuk mendapatkan data perlu dibuat instrumen bantu yaitu lembar tugas mahasiswa sebagai tugas subjek selama wawancara. Setelah lembar tugas mahasiswa didiskusikan dan mendapat validasi, LTM digunakan untuk penelitian. Wawancara dilakukan pada subjek lakilaki dengan beberapa kriteria antara lain 1) baru mengambil matakuliah analisis real, 2) mempunyai IPK di atas 2,75, 3) nilai kalkulus dan pengantar dasar matematika minimal B, 4) komunikatif, jujur, dan bersedia menjadi subjek penelitian. Kriteria ini perlu dilakukan untuk menjamin mendapatkan data. Oleh karena itu dilakukan penjaringan subjek untuk mendapatkan seorang mahasiswa laki-laki sebagai subjek penelitian. Dalam memahami definisi formal, dimungkinkan seseorang memahami perdefinisi atau dalam kelompok definisi. Untuk itu dilakukan tiga tahap dalam pengumpulan data. Tahap pertama adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual dalam memamahami suatu definisi formal pada barisan bilangan real. Tahap kedua adalah untuk mendapatkan profil berpikir visual dalam memahami sekelompok definisi formal. Tahap ketiga untuk mendapatkan profil berpikir fisuan dalam memahami sekelompok definisi formal satu tapok beda tipe. Karena dipilih sembilan topik definisi dengan masing-masing definisi dibuat empat tipe dan melalui tiga tahap untuk wawancara, maka minimal diperlukan 36 kali wawancara untuk tahap pertama, 12 kali untuk tahap kedua, dan 9 kali wawancara untuk tahap ketiga. Meskipun banyak yang harus ditanyakan, dalam pelaksanaannya dalam satu pertemuan dapat dilkukan beberapa pertannyaan dengan ketentuan subjek bisa mengejakan dengan baik atau tidak lelah, tidak berurutan dalam satu topik, dan diusahakan antar definisi saling independen pada pertemuan yang sama. Berikut diberikan contoh bagaimana subjek laki-laki memahami sekelompok definisi yang diberikan. Setelah menerima dan membaca LTM, subjek mencoba mengenali semua definisi yang diberikan. Setelah mengetahui bahwa tiap definisi mempunyai syarat yang berbeda, subjek memvisualisasikan tiap-tiap definisi sebelum melihat hubungan antar definisi tersebut sebagai kesimpulan. Kegiatan mencoba mengenali semua definisi yang diberikan dilakukan dengan memodelkan barisan umum, mendaftar anggota barisan, dan membuat tabel bantu. Karena subjek melihat bahwa semua definisi mempunyai kesamaan yaitu mendefinisikan barisan bilangan real, maka apa yang telah dilakukan ini juga digunakan subjek untuk memahami tiap-tiap definisi. Subjek memahami tiap-tiap definisi formal dengan tiga kegiatan yatu memfokuskan, membayangkan, dan memperlihatkan. Subjek lebih mengenali dengan cara memfokuskan pada definisi formal barisan divergen ke, menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkannya jika perlu. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 435

62 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Subjek membayangkan dengan cara membentuk bayangan mental, menggambarkan representasi bayangan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Representasi bayangan subjek digambarkan sebagai berikut. Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci seperti berikut. Subjek lebih mengenali dengan cara memfokuskan pada definisi formal barisan divergen ke -, menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkannya jika perlu seperti berikut. Subjek membayangkan dengan cara membentuk bayangan mental, menggambarkan representasi bayangan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Representasi bayangan subjek digambarkan sebagai berikut. Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci seperti berikut. Subjek lebih mengenali dengan cara memfokuskan pada definisi formal barisan konvergen (ke a), menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkannya jika perlu, seperti berikut. 436 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

63 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 Subjek membayangkan dengan cara membentuk bayangan mental, menggambarkan representasi bayangan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Representasi bayangan subjek digambarkan sebagai berikut. Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci seperti berikut. Kegiatan menyimpulkan dilakukan dengan cara memperhatikan kembali gambaran yang telah diperoleh dan kemudian menarik kesimpulan sebagai pemahaman. Kesimpulan yang diperoleh subjek disajikan dalam bentuk skema seperti berikut. Subjek laki-laki menarik kesimpulan lebih berdasarkan pada gambaran yang telah diperoleh. Untuk mendaptkan profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok definisi formal satu topik beda tipe dilakukan wawancara tahap pertama dengan tiga puluh enam pertanyaan pokok.setelah menerima dan membaca LTM, subjek memahami definisi formal melalui tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi dan menyimpulkan. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu membayangkan dan memperlihatkan. Subjek mengenali definisi yang diberikan dengan cara memisalkan dalam bentuk barisan umum, mendaftar anggota barisan atau membuat tabel bantu, menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat kunci, dan menjabarkan syarat kunci yang diperoleh. Subjek membayangkan definisi yang diberikan dengan cara membentuk dan merepresentasikan gambaran mental tersebut serta mengevaluasinya dengan syarat kunci. Subjek memperlihatkan apa yang diketahui untuk memperjelas visualisasi yang diperoleh dengan memberikan contoh Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 437

64 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 yang sesuai. Oleh karena itu, subjek memberi contoh yang sesuai definisi, mendaftar angotanya atau membuat tabel bantunya, menggambarkan, dan mengevaluasinya kembali. Subjek menarik kesimpulan berdasarkan gambaran yang diperoleh sebagai pemahaman. Oleh karena itu, subjek memperhatikan kembali gambar-gambar yang telah diperoleh, mengeneralisasikan, dan menarik gambaran yang diperoleh sebagai pemahaman. Alur berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami suatu definisi formal pada barisan bilangan real dapat disajikan sebagai berikut. Mengenali Memvisualisasi Menyimpulkan Gambar 2. Alur berpikir subjek laki-laki dalam memahami suatu definisi formal. Beberapa aktifitas seperti mendaftar anggota barisan, menulis syarat definisi, menjabarkan syarat penting, dan menyimpulkan kadang tidak dituliskan oleh subjek. Subjek menuliskan ketika baru menerima dan tidak menuliskan ketika sudah menangkap maksud sehingga hanya dioperasikan dalam pikiran saja. Untuk mendapatkan profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok definisi formal dilakukan wawancara tahap kedua dengan dua belas pertanyaan pokok. Setelah menerima dan membaca LTM, subjek memahami sekelompok definisi melalui tiga kegiatan juga yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Kegiatan mengenali dapat dibedakan dalam dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi dan lebih mengenali satu definisi untuk memfokuskan sebelum memvisualisasi. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan dalam dua sub kegiatan yaitu membayangkan dan memperlihatkan. Setelah mengetahui bahwa tiap definisi mempunyai syarat yang berbeda, subjek memahami tiap-tiap definisi sebelum melihat hubungan antar definisi tersebut sebagai kesimpulan. Kegiatan mengenali semua definisi yang diberikan dilakukan dengan memisalkan barisan umum, mendaftar anggota barisan atau membuat tabel bantu. Karena subjek melihat bahwa semua definisi mempunyai kesamaan yaitu mendefinisikan barisan bilangan real, maka apa yang telah dilakukan ini juga digunakan subjek untuk memahami tiap-tiap definisi. Subjek memahami tiap-tiap definisi formal dengan tiga kegiatan yatu lebih mengenali, membayangkan, dan memperlihatkan. Subjek lebih mengenali dengan cara memfokuskan pada salah satu definisi, menulis syarat definisi, memfokuskan pada syarat 438 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

65 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 kunci, dan menjabarkannya jika perlu. Subjek membayangkan dengan cara membentuk dan menggambarkan gambaran mental yang diperoleh serta mengevaluasinya dengan syarat kunci. Subjek memperlihatkan dengan memberikan contoh, mendaftar anggota atau membuat tabel bantu, menggambarkan, dan mengevaluasinya dengan syarat kunci. Kegiatan menyimpulkan dilakukan dengan cara memperhatikan kembali gambaran yang telah diperoleh dan kemudian menarik kesimpulan sebagai pemahaman. Subjek laki-laki menarik kesimpulan lebih berdasarkan pada gambaran yang telah diperoleh. Alur berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok definisi formal dapat digambarkan sebagai berikut. Mengenali Semua Definisi Memvisualisasi Tiap-Tiap Definisi Menyimpulkan Hubungan Antar Definisi Melihat Syarat Yang Tidak Sama Gambar 3. Alur berpikir subjek dalam memahami kelompok definisi formal. Untuk mendaptkan profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok definisi formal satu topik beda tipe dilakukan wawancara tahap ketiga dengan sembilan pertanyaan pokok.hasil wawancara menunjukkan bahwa subjek memahami kelompok definisi terbut juga dengan tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Kegiatan mengenali dapat dibedakan dalam dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi dan memfokuskan. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan juga dalam dua sub kegiatan yaitu membayangkan dan memperlihatkan. Setelah subjek menerima dan membaca LTM, subjek mencoba mengenali semua definisi yang ada. Setelah melihat syarat yang sama, subjek memilih salah satu definisi untuk membayangkan gambaran dari definisi, memperlihatkan, dan kemudian menyimpulkan. Gambaran profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami kelompok definisi formal satu topik beda tipe dapat digambarkan sebagai berikut. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 439

66 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Mengenali Semua Definisi Memvisualisasi Satu Definisi Menyimpulkan Gambar 4. Alur Berpikir Subjek Laki-Laki Dalam Memahami Kelompok Definisi Formal Beda Tipe Satu Topik. C. Kesimpulan Berdasarkan analisis data hasil wawancara berbasis tugas yang sudah dilakukan dapat diperoleh profil berpikir visual subjek laki-laki dalam memahami definisi formal adalah sebagai berikut. Memperhatikan Memvisualisasikan - Membayangkan - Memperlihatkan Menyimpulkan (lebih berdasarkan gambar ) Gambar 5. Alur Berpikir Subjek Dalam Memahami Definisi Formal Subjek memahami definisi formal melaui tiga kegiatan yaitu mengenali, memvisualisasi, dan menyimpulkan. Kegiatan mengenali dapat dibedakan dalam dua sub kegiatan yaitu mengenali semua definisi dan mengenali satu definisi. Kegiatan memvisualisasi dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu membayngkan dan memperlihatkan. Kegiatan menyimpulkan dapat dibedakan menjadi dua sub kegiatan yaitu memperhatikan kembali dan menyajikan. Kegiatan mengenali semua dilakukan subjek ketika memahami kelompok definisi dengan beberapa aktifitas seperti memisalkan barisan umum, mendaftar anggota barisan umum, dan membuat tabel bantu. Kegiatan mengenali satu definisi dilakukan subjek ketika memahami suatu definisi dengan beberapa aktifitas seperti menuliskan syarat definisi, menentukan syarat penting, dan menjabarkan/mengolah syarat yang dianggap penting tersebut. Kegiatan membayangkan 440 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

67 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 dilakukan subjek untuk mendapatkan gambaran umum barisan dengan beberapa aktifitas seperti membentuk bayangan mental dan merepresentasikan dalam bentuk gambar/grafik umum. Kegiatan memperlihatkan dilakukan subjek untuk memperjelas gambaran yang diperoleh dengan beberapa aktivitas seperti memberi contoh, mendaftar anggota, membuat tabel bantu, dan menggambarkannya. Kegiatan memperhatikan kembali ketika menyimpulkan dilakukan subjek untuk mengumpulkan informasi dengan beberapa aktivitas seperti mengumpulkan informasi dari gambar-gambar yang telah digambar maupun yang ada dalam pikiran. Kegiatan menyajikan kesimpulan dilakukan subjek dengan aktivitas menuliskan dalam bentuk pernyataan, skema, atau diagram venn. DAFTAR PUSTAKA Bartle, R G & Sherbert D R Introduction to Real Analisis. University of Illinois: Urbana- Champaign. Illinois. John Wiley & Sons. Inc Darmadi. 2008a. Analisis Real Menurut Mahasiswa. Laporan Penelitian Tahun IKIP PGRI Madiun. Penelitian tidak dipublikasikan. 2008b. Spektrum Hasil Belajar Analisis Real Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 5 Desember c. Pengaruh Pemanfaatan Powerpoint dalam Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Matematika Tingkat Sekolah Dasar Ditinjau dari Gaya Belajar Siswa. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika, Universitas Sebelas Maret a. Pengembangan Model Pembelajaran Analisis Real Berbasis Teori David Tall. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNESA, Surabya, 8 Agustus b. Persiapan Mahasiswa Sebelum Kuliah. Laporan Penelitian Tahun IKIP PGRI Madiun. 2009c. Spektrum Hasil Belajar Kalkulus Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika IKIP PGRI Madiun Tahun Akademik 2008/2009. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNNES, Semarang, 24 Oktober Perbaikan Kualitas Perkuliahan Analisis Real Melalui Lesson Study. Makalah disajikan pada Seminar Hasil Lesson Study FP MIPA IKIP PGRI Madiun. 2011a. Berpikir Analitis, Kreatif, Kritis, dan Inovatif dalam Pembelajaran Analisis Real Ditinjau dari Taksonomi Bloom. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNESA, Surabaya, 22 Oktober b. Imajeri Mahasiswa Dalam Pembelajaran Analisis Real (Studi Kasus Di IKIP PGRI MADIUN). Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 3 Desember 2011 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 441

68 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret a. Membangun Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan dengan Visualisasi. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNY, Jogjakarta, 24 Maret b. Visualisasi Definisi-Definisi Formal pada Barisan Bilangan Real. Makalah disajikan pada Seminar Nasional UNNES, Semarang, 26 Mei 2012 Goldberg, R R Methods of Real Analysis. The University of Lowa. United State of America. John Wiley & Sons, Inc Wasan S K & Prakash R. Ramjas College: Real Analysis. University of Delhi; Rajdhani College. University of Delhi. New Delhi: Tata McGraw-Hill Publising Company Limited 442 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

69 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 MODIFIKASI PEMBELAJARAN PETA KONSEP MELALUI PENDEKATAN ANALOGI PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG SISI LENGKUNG Triyanto, Suyono, Sutopo Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNS Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan dan menerapkan model dan perangkat pembelajaran matematika Sekolah Menengah Pertama dengan modifikasi pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi,dengan harapan kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan. Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model 4-D. Sedangkan dalam penerapannya, penelitan ini menggunakan metode diskriptif kuantitatif untuk mengetahui pengaruh pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi (yang dikembangkan) terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaranmatematika materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMPN 1 Wonosari, Klaten. Sedangkan sampel dipilih secara acak 2 kelas dari 6 kelas yang ada. Dari 2 kelas terpilih, kelas IXB digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas IXC sebagai kelas kontrol. Hasil Penelitian ini adalah: 1) telah dikembangakan perangkat pembelajaran yang berupa RPP lengkap dengan LKS dan media pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi. 2) Terdapat pengaruh positif pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogiterhadap prestasi belajar siswa pada materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Peningkatan prestasi belajar tersebut lebih cenderung karena pembelajaran peta konsep dapat memberikan pandangan yang lebih mudah bagi siswa dalam memahami konsep secara utuh, serta memberikan gambaran keterkaitan antara konsep yang satu dengan yang lain. Sementara itu dengan pendekatan analogi, siswa dalam mengupas suatu konsep yang abstrak, sangat dibantu dengan perumpamaan yang sangat dikenal siswa. Kata Kunci : Peta Konsep, Analogi, Matematika, Bangun Ruang Sisi Lengkung PENDAHULUAN Matematika adalah RATU sekaligus PELAYAN dari ilmu pengetahuan. Matematika merupakan SUNGAI sekaligus JEMBATAN ilmu pengetahuan. Kuasailah matematika maka dunia ada dalam genggamanmu. Itulah sebait ungkapan dari para ilmuwan yang menunjukkan betapa besar peran matematika dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmu komputer tidak dapat berkembang seperti sekarang ini jika sebelumnya tidak diperkenalkan bilangan biner. Ahli Astronomi tidak dapat menentukan jarak antar bintang jika sebelumnya tidak diperkenalkan konsep trigonometri, dan masih banyak lagi peran matematika untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Memperhatikan begitu besar peranan matematika, tentunya sangat ironis jika melihat kondisi di Indonesia. Matematika menjadi mata pelajaran yang dianggap paling sulit bahkan menjadi momok dalam setiap kegiatan belajar mengajar. Prestasi Indonesia pada tingkat internasional dalam penguasaan matematika sangat memprihatinkan, dimana berdasarkan hasil Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 443

70 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2007 yang dikoordinir oleh The International for Evaluation of Education Achievement (IEA), menempatkan siswa Indonesia di peringkat 36 dari 48 negara yang diteliti tentang penguasaan matematika untuk siswa Sekolah Menengah Pertama. Padahal kalau kita tilik lebih dalam lagi, berdasarkan penelitian yang juga dilakukan oleh TIMMS yang di publikasikan 26 Desember 2006, jumlah jam pengajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan negara lain, misalnya Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas VIII di Indonesia ratarata mendapat 169 jam pelajaran matematika. Sementara di Malaysia hanya mendapat 120 jam dan Singapura 112 jam. Tapi kenyataannya, prestasi Indonesia berada jauh di bawah kedua negara tersebut. Artinya Waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih. Sementara itu, prestasi yang didasarkan pada standar nasional pun juga sangat memprihatinkan. Pada ujian Nasional Utama SMP/MTs/SMPT tahun 2010 untuk mata pelajaran Matematika, sebanyak siswa dari total peserta memperoleh nilai dibawah 6,00. Sedangkan untuk kabupaten Klaten (daerah yang akan digunakan untuk penelitian ini), jika diambil tiga SMP untuk masing-masing tingkatan yaitu SMPN 3 Delanggu (Kategori Tinggi), SMPN 3 Pedan (Kategori Sedang) dan SMPN 1 Wonosari (Kategori Rendah), sebanyak 135 siswa dari total 687 peserta memperoleh nilai dibawah 6,00. Hasil penelitian kami tahun ke-1 tentang Pemahaman Konsep Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Klaten, diperoleh kesimpulan yang cukup mengejutkan, dari total responden 86 siswa, hanya 22,82% siswa dapat memahami dengan baik konsep Matematika, sementara 49.42% mengalami miskonsepsi dan 27,76% tidak memahami konsep. Hasil pengamatan dalam proses belajar mengajar, ternyata terjadinya kesalahan konsep atau bahkan sampai tidak memahami konsep tidak lepas dari peran guru sebagai fasilitator dalam pembelajaran juga karakteristik dari siswa sendiri, antara lain : 1) pembelajaran yang mekanistik, sehingga siswa cenderung untuk menghafal rumus matematika, 2) Kurangnya media yang memungkinkan tumbuh kreatifitas siswa dalam memahami konsep dengan inkuiri, 3) Variasi soal yang dibeikan guru sangat standar, tanpa modifikasi yang melatih kreatifitas anak dan 4) dalam pembelajaran guru masih sangat memanjakan siswa dengan transfer of knowledge, belum mengarah ke method of inquiry. Disinilah peran guru sebagai salah satu sumber belajar sangat dibutuhkan kemampuannya dalam mengemas suatu pembelajaran yang dapat membantu siswa agar mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Dalam kaitan dengan hal tersebut, Ratna Wilis Dahar (1989), menyatakan bahwa dalam mengajar guru haruslah menekankan suatu pemahaman konsep pada diri siswa, yaitu dengan mengarahkan pembelajaran melalui apa yang dipikirkan, dilihat, didengar atau yang telah dilakukan siswa dalam menuangkan suatu gagasan atau ide yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Untuk selanjutnya, peran guru dapat dianalogikan 444 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

71 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 sebagai perantara atau konsultan yang dapat membantu merancang Jembatan Konsep yang menghubungkan gagasan yang telah ada pada diri siswa dengan konsep yang sedang dan akan dipelajari. Dalam pada itu, teknologi pembelajaran telah berkembang begitu pesat. Untuk mengatasi kesulitan siswa dalam pemahaman konsep yang bersifat abstrak, Martin (2003) dalam tulisannya menawarkan pembelajaran dengan analogi, dimana pembelajaran ini menekankan pemahaman konsep dari materi yang diajarkan melalui berbagai ilustrasi yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Pemilihan ilustrasi yang akan digunakan harus merupakan sesuatu yang sudah dikenal atau bahkan udah melekat pada diri siswa, sehingga diharapkan siswa akan lebih mudah mencerna konsep dari materi yang diajarkan.pembelajaran analogi menuntut pendidik maupun peserta didik untuk berpikir secara analogi. Kolodner, J.L. (1997) menyatakan bahwa pola berpikir analogi dibagi menjadi empat bagian, yaitu : Access, Mapping, Evaluation dan Learning. Berdasarkan fenomena dalam dunia pendidikan sebagaimana tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian untuk tahun kedua adalah : 1) Mengembangkan model dan perangkat pembelajaran matematika Sekolah Menengah Pertama dengan modifikasi pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi. 2) Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi (yang dikembangkan) terhadap pemahaman konsep matematika siswa Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Klaten. METODE PENELITIAN Sejalan dengan tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini merupakan penelitian pengembangan dengan model 4-Dyang terdiri dari empat tahap yakni define, design, develop dan dessimenete. Tahap define adalah tahap analisis masalah dan penetapan dan pendefinisian syarat pembelajaran. Penetapan tahap ini dilakukan dengan menganalisis kemampuan awal konsep matematika siswa. Tahap design adalah tahap menghasilkan model dan perangkat pembelajaran. Tahap develop adalah tahap memodifikasi model dan perangkat pembelajaran contoh melalui validasi para ahli dan serangkaian uji coba. Tahap dessimenete adalah tahap uji coba pada kelas sesungguhnya untuk memperoleh model dan perangkat pembelajaran final. Sedangkan dalam penerapannya, penelitan ini menggunakan metode diskriptif kuantitatif untuk mengetahui pengaruh pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi (yang dikembangkan) terhadap prestasi belajar siswa pada mata pelajaranmatematika materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IX SMPN 1 Wonosari, Klaten. Sedangkan sampel dipilih secara acak 2 kelas dari 6 kelas yang ada. Dari 2 kelas terpilih, kelas IXB digunakan sebagai kelas eksperimen dan kelas IXC sebagai kelas kontrol. Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 445

72 Volume 1 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Sementara itu, teknik analisis data yang digunakan untuk melihat efektifitas penggunaan model pembelajaran yang dikembangkan pada pembelajaran matematika adalah analisis statistik inferensial melalui design control group only, yaitu dengan memberikan perlakuan pada kelompok eksperimen menggunakan pembelajaran dengan metode Peta konsep dengan pendekatan analogi, sedangkan pada kelompok kontrol digunakan pembelajaran secara konvensional. Untuk keperluan ini teknik analisis statistik yang digunakan adalah analisis statistik inferensial dengan uji beda rata-rata dengan menggunakan uji-t. Asumsi penggunaan uji-t adalah sampel yang digunakan berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan dua kelompok yang dibandingkan adalah homogen. Sehingga sebelum digunakan uji-t terlebih dahulu dilaksanakan serangkaian uji asumsi yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Perangkat Pembelajaran Perangkat Pembelajaran yang dikembangakan dalam penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) lengkap dengan Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan media pembelajaran yang mengacu pada pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi. Pada pengembangan perangkat pembelajaran digunakan model 4-D (four D model) yang terdiri dari empat tahap yakni define, design, develop dan dessimenete. Hasil dari setiap tahap adalah sebagai berikut : 1. Tahap Define Pada tahap ini dilakukan penentuan karakter dari materi ajar beserta instrument yang mendukungnya. Berdasarkan hasil penelitian tahap 1 diperoleh masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi atau bahkan tidak memahami konsep matematika, khususnya pada materi geometri. Untuk itulah pada tahap ini pemgembangan model difokuskan pada materi geometri untuk pokok bahasan bangun ruang sisi lengkung, yang diberikan pada siswa kelas IX semester ganjil. Secara garis besar, topik-topik yang diberikan untuk bangun ruang sisi lengkung adalah : unsur-unsur, luas permukaan dan volum dari tabung kerucut dan bola. Untuk dapat megikuti pokok bahasan ini, siswa harus sudah pernah mendapatkan materi bangun datar dan bangun ruang sisi datar. Pertimbangan penentuan persyaratan tersebut antara lain karena untuk menentukan luas permukaan dan volum dari bangun ruang sisi lengkung diperlukan konsep luas bangun datar maupun luas permukaan dan volum bangun ruang sisi datar. 2. Tahap Design Pada tahap ini disusun prototipe perangkat pembelajaran dengan memperhatikan hasil pada tahap define serta memperhatikan pembelajaran peta konsep melalui pendekatan analogi. Untuk perangkat pembelajaran yang berupa bahan ajar kuliah, didasarkan pada pola pikir pembelajaran peta konsep dan analogi. Pada awal materi dalam bahan ajar disajikan diagram 446 Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5

73 Prosiding SNMPM Universitas Sebelas Maret 2013 Volume 1 alur yang mengkaitkan antara suatu konsep dengan konsep yang lain. Dengan pola ini, siswa seakan-akan dibimbing untuk melewati jembatan konsep, sehingga diharapkan akn lebih terarah. Sebagai contoh untuk memahami konsep menentukan volum bola, siswa harus singgah dahulu ke volum kerucut, sedangkan untuk menentukan volum kerucut, siswa harus singgah dahulu ke volum tabung yang sebelumnya harus mengetahui volum prisma. Secara garis besar peta konsep tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : Sementara untuk memahami masing-masing konsep yang alurnya sudah jelas tersebut dengan pendekatan analogi, dimana dalam proses pembelajaran mempertimbangkan empat tahap berpikir analogi, yaitu : Access, Mapping, Evaluating dan Learning. Sebagai contoh dalam menjelaskan pengertian luas permukaan kerucut, tentunya siswa masih awam tentang materi yang diajarkan karena memang merupakan hal yang baru. Untuk itu perlu kiranya diberikan suatu sumber analogi baik dengan gambar maupun cerita yang sudah sangat dikenal siswa atau mungkin siswa justru pernah mengalami sendiri (access), Makalah Pendamping: Pendidikan Matematika 5 447

PENDAHULUAN Negara Indonesia telah mengupayakan berbagai inovasi pendidikan, dari perubahan kurikulum, kegiatan pelatihan peningkatan profesionalisme

PENDAHULUAN Negara Indonesia telah mengupayakan berbagai inovasi pendidikan, dari perubahan kurikulum, kegiatan pelatihan peningkatan profesionalisme PENDAHULUAN Negara Indonesia telah mengupayakan berbagai inovasi pendidikan, dari perubahan kurikulum, kegiatan pelatihan peningkatan profesionalisme guru, Buku Sekolah Elektronik, dan sebagainya. Namun

Lebih terperinci

Suyoto & Mita Hapsari Jannah Universitas Muhammadiyah Purworejo

Suyoto & Mita Hapsari Jannah Universitas Muhammadiyah Purworejo PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH DASAR BERBASIS MULTIPLE INTELLIGENCES Suyoto & Mita Hapsari Jannah Universitas Muhammadiyah Purworejo Email: yoto.suyoto84@yahoo.com, nunudapuff@gmail.com

Lebih terperinci

P - 68 UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PADA MATA KULIAH METODE NUMERIK DENGAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING

P - 68 UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PADA MATA KULIAH METODE NUMERIK DENGAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING P - 68 UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MAHASISWA PADA MATA KULIAH METODE NUMERIK DENGAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING Siska Candra Ningsih Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas

Lebih terperinci

Siska Candra Ningsih. FKIP Universitas PGRI Yogyakarta Abstrak

Siska Candra Ningsih. FKIP Universitas PGRI Yogyakarta   Abstrak Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa Pendidikan Matematika UPY Melalui Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Pada Mata Kuliah Teori Bilangan Siska Candra Ningsih FKIP Universitas

Lebih terperinci

Eko Sri Wahyuni Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia

Eko Sri Wahyuni Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia IMPLEMENTASI LESSON STUDY PADA MATA KULIAH ANATOMI FISIOLOGI HEWAN MAHASISWA SEMESTER III PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNIVERSITAS TANJUNGPURA Eko Sri Wahyuni Dosen Program Studi Pendidikan Biologi

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati

IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR MENJAGA KEUTUHAN NKRI. Tri Purwati Dinamika: Jurnal Praktik Penelitian Tindakan Kelas Pendidikan Dasar & Menengah Vol. 7, No. 2, April 2017 ISSN 0854-2172 IMPLEMENTASI MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE PADA MATERI AJAR SD Negeri Purbasana

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN :

PROSIDING ISBN : P 40 UPAYA PENINGKATAN EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) PADA SISWA KELAS V SD NEGERI SIDOMULYO TAHUN PELAJARAN 2011/2012

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SETTING KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SETTING KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL SETTING KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY SUB POKOK BAHASAN PERSEGI PANJANG DAN PERSEGI KELAS VII SMP Ahmad Rif an F 33, Dinawati.

Lebih terperinci

Kata Kunci: model STAD, pembelajaran, IPA

Kata Kunci: model STAD, pembelajaran, IPA PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MULTIMEDIA DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA TENTANG ADAPTASI HEWAN DAN TUMBUHAN BAGI SISWA KELAS V SD NEGERI KEBONSARI TAHUN AJARAN 2016/2017

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) SISWA KELAS VIIIC SMP MUHAMMADIYAH 1 MINGGIR Dian Safitri Universitas

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA Susilawati Program Studi Pendidikan Fisika, IKIP PGRI Semarang Jln. Lontar No. 1 Semarang susilawatiyogi@yahoo.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN MODEL THINK-PAIR-SHARE. Erly Pujianingsih Didaktikum: Jurnal Penelitian Tindakan Kelas Vol. 17, No. 2, Mei 2016 (Edisi Khusus) ISSN 2087-3557 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENDESKRIPSIKAN NKRI MELALUI PENERAPAN SD Negeri 02 Kebonsari, Karangdadap, Kabupaten

Lebih terperinci

Pengembangan LKM Dengan Pendekatan Quantum Learning untuk Meningkatkan Kompetensi Profesional Calon Guru

Pengembangan LKM Dengan Pendekatan Quantum Learning untuk Meningkatkan Kompetensi Profesional Calon Guru SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2016 PM - 25 Pengembangan LKM Dengan Pendekatan Quantum Learning untuk Meningkatkan Kompetensi Profesional Calon Guru Tri Andari Prodi Pendidikan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL OPEN ENDED LEARNING

PENGGUNAAN MODEL OPEN ENDED LEARNING PENGGUNAAN MODEL OPEN ENDED LEARNING DENGAN MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN PEMBELAJARAN BANGUN RUANG SISWA KELAS V SD NEGERI 3 PANJER TAHUN AJARAN 2015/2016 Tasirah 1, Wahyudi 2, Imam Suyanto 3 PGSD FKIP

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING SETTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING SETTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA MODEL STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING SETTING CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA SUB POKOK BAHASAN PRISMA DAN LIMAS KELAS VIII SEMESTER GENAP

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bahan ajar berupa

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bahan ajar berupa BAB III METODE PENELITIAN A. DESAIN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk bahan ajar berupa pocket book IPA berpendekatan authentic inquiry learning. Berdasarkan tujuan tersebut,

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN :

PROSIDING ISBN : P 54 UPAYA MENINGKATKAN KARAKTER POSITIF SISWA DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI METODE KOOPERATIF DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA TRAVEL GAME DI SMP NEGERI 14 YOGYAKARTA Laela Sagita, M.Sc 1, Widi Asturi

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEDIA MUATAN DALAM PENINGKATAN

PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEDIA MUATAN DALAM PENINGKATAN PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) DENGAN MEDIA MUATAN DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN BILANGAN BULAT PADA SISWA KELAS IV SDN 2 GEMEKSEKTI TAHUN AJARAN 2015/2016 Siti Rokhmah 1, Wahyudi

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODUL DENGAN PENDEKATAN CTL TERHADAP KEBERHASILAN PENGAJARAN REMEDIAL KELAS VIII

EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODUL DENGAN PENDEKATAN CTL TERHADAP KEBERHASILAN PENGAJARAN REMEDIAL KELAS VIII EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MODUL DENGAN PENDEKATAN CTL TERHADAP KEBERHASILAN PENGAJARAN REMEDIAL KELAS VIII Dian Susanti, Wignyo Winarko, Nyamik Rahayu S. Universitas Kanjuruhan Malang diansanyen@gmail.com

Lebih terperinci

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menerapkan Pendekatan Kontekstual

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menerapkan Pendekatan Kontekstual PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MENERAPKAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR DAN PRESTASI BELAJAR PADA MATA PELAJARAN TEKNIK LISTRIK DI SMK NEGERI 3 BUDURAN SIDOARJO Eki Pristiyanto

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEAD TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS XI SMK N 1 KASIHAN TAHUN AJARAN 2014/2015 Efin Nur Widiastuti

Lebih terperinci

ARTIKEL. untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. oleh : Nur Aeni Ratna Dewi

ARTIKEL. untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. oleh : Nur Aeni Ratna Dewi PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENT UNTUK MENINGKATKAN PROSES DAN HASIL BELAJAR IPA SISWA KELAS 5 SEMESTER 2 SEKOLAH DASAR NEGERI KALIGENTONG 01 TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 BINAMU KAB. JENEPONTO

PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 BINAMU KAB. JENEPONTO PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI... PENGEMBANGAN PENUNTUN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI KELAS XII IPA SMA NEGERI 1 BINAMU KAB. JENEPONTO Muhammad Al Muhajir Dosen Universitas Pejuang Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Classroom Action Research (CAR). Penelitian tindakan

Lebih terperinci

Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran Vol 3. No. 1 Januari

Jurnal Dimensi Pendidikan dan Pembelajaran Vol 3. No. 1 Januari PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS VIDEO KELAS IV SEKOLAH DASAR Muhibuddin Fadhli Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo Email : themadrock@gmail.com Abstrak Penelitian ini merupakan penelitian

Lebih terperinci

Kata kunci : Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), motivasi dan prestasi belajar

Kata kunci : Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS), motivasi dan prestasi belajar UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE Think Pair Share (TPS)SISWA KELAS VII C SMP MUHAMMADIYAH 1 MINGGIR Aresti Nurul Sholiha Universitas

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PGPAUD DALAM MATA KULIAH TARI UNTUK ANAK USIA DINI

PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PGPAUD DALAM MATA KULIAH TARI UNTUK ANAK USIA DINI PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PGPAUD DALAM MATA KULIAH TARI UNTUK ANAK USIA DINI Oleh: Badruli Martati, Aris Setyawan, Endah Hendarwati, Wahono *) Prodi PGPAUD FKIP UM Surabaya ABSTRAK Kegiatan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT BERBASIS ICT

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT BERBASIS ICT 686 PENGEMBANGAN BAHAN AJAR PERSAMAAN DAN FUNGSI KUADRAT BERBASIS ICT Swaditya Rizki Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Metro E-mail: swaditya.rizki@gmail.com ABSTRACT The objective of

Lebih terperinci

Multimedia Pembelajaran SD Berbasis Konstruktivistik

Multimedia Pembelajaran SD Berbasis Konstruktivistik Multimedia Pembelajaran SD Berbasis Konstruktivistik Suyoto 1*, Mita Hapsari Jannah 2 1 PGSD/FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo 2 Pendidikan Matematika/FKIP, Universitas Muhammadiyah Purworejo *Email:

Lebih terperinci

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar.

Kata kunci: Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT), Motivasi, Hasil Belajar. UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA SISWA KELAS VII A SMP N 3 SENTOLO Estiningsih Universitas PGRI Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENILAIAN AUTENTIK GUNA MENGUKUR PENGETAHUAN DAN KREATIVITAS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA PESERTA DIDIK SMA NEGERI 6 PURWOREJO

PENGEMBANGAN PENILAIAN AUTENTIK GUNA MENGUKUR PENGETAHUAN DAN KREATIVITAS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA PESERTA DIDIK SMA NEGERI 6 PURWOREJO PENGEMBANGAN PENILAIAN AUTENTIK GUNA MENGUKUR PENGETAHUAN DAN KREATIVITAS DALAM PEMBELAJARAN FISIKA PADA PESERTA DIDIK SMA NEGERI 6 PURWOREJO Indah Nurcahyani, Eko Setyadi Kurniawan, Sriyono Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 03 Oktober sampai 02 November 2009 di MTs Safinatul Huda Kemujan Karimunjawa pada saat pembelajaran

Lebih terperinci

Keywords: Audiovisual media, writing skills, folklore

Keywords: Audiovisual media, writing skills, folklore PENINGKATAN KETERAMPILAN MENULIS KEMBALI ISI DONGENG DENGAN MEDIA AUDIOVISUAL BAGI SISWA KELAS III SDN 2 MRANTI KABUPATEN PURWOREJO SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2015/2016 Khoirum Radityawati 1, Suripto

Lebih terperinci

1. Pendahuluan Pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional didasarkan pada pandangan bahwa matematika sebagai strict body of knowledge yang

1. Pendahuluan Pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional didasarkan pada pandangan bahwa matematika sebagai strict body of knowledge yang 1. Pendahuluan Pembelajaran matematika dengan pendekatan tradisional didasarkan pada pandangan bahwa matematika sebagai strict body of knowledge yang meletakkan pondasi bahwa siswa adalah objek pasif,

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK Raifi Wulandari 37, Sunardi 38, Arika Indah K 39 Abstract. The research aims to know the process

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA (MATERI STATISTIK) DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ACTIVE LEARNING SISTEM 5 M UNTUK SISWA KELAS VII

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA (MATERI STATISTIK) DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ACTIVE LEARNING SISTEM 5 M UNTUK SISWA KELAS VII PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA (MATERI STATISTIK) DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ACTIVE LEARNING SISTEM 5 M UNTUK SISWA KELAS VII 1) Rante Hanjarwati, 2) Yoso Wiyarno Universitas PGRI Adi Buana yosowiyarno@gmail.com

Lebih terperinci

berupa LKS berbasis Creative Problem Solving (CPS) pada pokok bahasan fungsi. Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan

berupa LKS berbasis Creative Problem Solving (CPS) pada pokok bahasan fungsi. Model pengembangan perangkat pembelajaran yang digunakan BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini termasuk penelitian pengembangan yang menghasilkan produk pengembangan berupa LKS berbasis

Lebih terperinci

Ely Syafitri, S.Pd Program Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta

Ely Syafitri, S.Pd Program Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta MENINGKATKAN KETERCAPAIAN KOMPETENSI INTI KURIKULUM 2013 MELALUI PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) PADA PELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VII - B SMP N 2 DEPOK SLEMAN Ely Syafitri, S.Pd

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN TGT (Team Games Tournament) YANG DILENGKAPI DENGAN MEDIA POWER POINT DAN DESTINASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN TGT (Team Games Tournament) YANG DILENGKAPI DENGAN MEDIA POWER POINT DAN DESTINASI TERHADAP PRESTASI BELAJAR Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 1 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN TGT (Team Games Tournament)

Lebih terperinci

Kata kunci: lesson study, Aktivitas belajar, Morfologi Tumbuhan

Kata kunci: lesson study, Aktivitas belajar, Morfologi Tumbuhan LESSON STUDY DALAM PERKULIAHAN MORFOLOGI TUMBUHAN PADA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FKIP UNSYIAH Cut Nurmaliah Prodi Pendidikan Biologi FKIP Unsyiah Email; cutnurmaliah@yahoo.co.id Disampaikan pada

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MEDIA BENDA KONKRET

PENGGUNAAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MEDIA BENDA KONKRET PENGGUNAAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN MEDIA BENDA KONKRET DALAM PENINGKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA PADA SISWA KELAS V SDN 1 KARANGSARI TAHUN AJARAN 2014/2015 Masrukhin 1, Triyono 2,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, penelitian ini tergolong penelitian pengembangan modul pembelajaran pada pokok bahasan segi empat untuk

Lebih terperinci

Reny Tri Setia Ningsih. Universitas PGRI Yogyakarta.

Reny Tri Setia Ningsih. Universitas PGRI Yogyakarta. UPAYA MENINGKATKAN MINAT DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS VIII B SMP NEGERI 2 KASIHAN Reny Tri Setia Ningsih Universitas PGRI Yogyakarta

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS MACROMEDIA FLASH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MANDIRI PADA MATERI KOLOID KELAS XI IPA SMA DAN MA

PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS MACROMEDIA FLASH SEBAGAI SUMBER BELAJAR MANDIRI PADA MATERI KOLOID KELAS XI IPA SMA DAN MA Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 3 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN BERBASIS MACROMEDIA

Lebih terperinci

Siti Nurhayati 21, Didik S. Pambudi 22, Dinawati Trapsilasiwi 23

Siti Nurhayati 21, Didik S. Pambudi 22, Dinawati Trapsilasiwi 23 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN GARIS GARIS PADA SEGITIGA MELALUI PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES BERDASARKAN METODE DISCOVERY LEARNING DI KELAS VIII SMP Siti Nurhayati 21,

Lebih terperinci

Sri Uchtiawati : Tanggung Jawab dan Kemandirian

Sri Uchtiawati : Tanggung Jawab dan Kemandirian 21 guru, selain mengajar, yakni mendidik.baik dalam paparan teori yang terkait dengan landasan pendidikan, tujuan pendidikan, fungsi dan jenjang pendidikan, serta memahami hakekat dari subyek pendidikan,

Lebih terperinci

Hannaning dkk : Penerapan pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan

Hannaning dkk : Penerapan pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan 1 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA SUB POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK SISWA KELAS VIII-7 SMP NEGERI 1 KREMBUNG SIDOARJO SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pada siswa kelas VIIIC MTs Muhammadiyah Kasihan, dapat disimpulkan bahwa: 1. Untuk meningkatkan minat belajar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari penelitian tindakan kelas (PTK) pada siswa kelas VIIB SMP Negeri 3 Tempel dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

Lebih terperinci

Anna Revi Nurutami Universitas PGRI Yogyakarta

Anna Revi Nurutami Universitas PGRI Yogyakarta UPAYA MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY (TS-TS) PADA SISWA KELAS VIIIA SMP MATARAM KASIHAN Anna Revi Nurutami Universitas PGRI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan

Lebih terperinci

PENYUSUNAN MODUL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS AUTHENTIC ASSESSMENT PORTOFOLIO

PENYUSUNAN MODUL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS AUTHENTIC ASSESSMENT PORTOFOLIO ISSN: 2477-2771 Jurnal Candrasangkala E-ISSN: 2477-8214 Vol 3 No.1 Tahun 2017 PENYUSUNAN MODUL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH BERBASIS AUTHENTIC ASSESSMENT PORTOFOLIO Eva Dina Chairunisa, M.Pd eva_dinach@yahoo.com

Lebih terperinci

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika?

Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika? Bagaimana Cara Guru SD Memfasilitasi Siswanya Agar Dapat Menjadi Siswa yang Mandiri Mempelajari Matematika? Fadjar Shadiq, M.App.Sc (fadjar_p3g@yahoo.com & www.fadjarp3g.wordpress.com) Pakar Pendidikan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN CONTEXTUAL TEACHING & LEARNING SISWA KELAS VII E SMP N 1 SRANDAKAN Arrini Ditta Margarani Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

Laily Anisa Nurhidayati 38, Susanto 39, Dafik 40

Laily Anisa Nurhidayati 38, Susanto 39, Dafik 40 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERDASARKAN STRATEGI PQ4R (PREVIEW, QUESTION, READ, REFLECT, RECITE, REVIEW) DENGAN TEKNIK MIND MAPPING PADA SUB POKOK BAHASAN HIMPUNAN KELAS VII Laily Anisa

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK MATA PELAJARAN TEKNIK ANIMASI 2D KELAS XI MM DI SMKN 1 BANTUL

PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK MATA PELAJARAN TEKNIK ANIMASI 2D KELAS XI MM DI SMKN 1 BANTUL PENGEMBANGAN MODUL INTERAKTIF BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK MATA PELAJARAN TEKNIK ANIMASI 2D KELAS XI MM DI SMKN 1 BANTUL THE DEVELOPMENT OF INTERACTIVE MODULES BASED MULTIMEDIA IN SUBJECT OF 2D ANIMATION

Lebih terperinci

PENERAPAN LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN MENGELOLA ASESMEN PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA CALON GURU KIMIA

PENERAPAN LESSON STUDY UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN KEMAMPUAN MENGELOLA ASESMEN PEMBELAJARAN BAGI MAHASISWA CALON GURU KIMIA SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS INKUIRI DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN INKUIRI BERBASIS KONTEKSTUAL PADA SISWA KELAS XA SMA NEGERI PASIRIAN LUMAJANG Intan Fitriani 1, Dewi Iriana 2,

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA ( PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Colomadu Tahun 2011/2012 ) Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi dan kompetensi guru, indikator kompetensi pedagogik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan ke arah mutu internasional dengan pembelajaran bilingual

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan ke arah mutu internasional dengan pembelajaran bilingual BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era global saat ini telah meningkatkan persaingan antar bangsa di dunia dalam segala aspek kehidupan, tidak terkecuali pendidikan. Hal ini secara otomatis menuntut dan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN MEDIA POWERPOINT DALAM PENINGKATAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS SISWA KELAS V SD NEGERI 2 KASEGERAN

PENGGUNAAN MEDIA POWERPOINT DALAM PENINGKATAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS SISWA KELAS V SD NEGERI 2 KASEGERAN PENGGUNAAN MEDIA POWERPOINT DALAM PENINGKATAN KOSAKATA BAHASA INGGRIS SISWA KELAS V SD NEGERI 2 KASEGERAN Oleh: Liyana Febriani 1, Imam Suyanto 2, Joharman 3 FKIP, PGSD Universitas Sebelas Maret 1 Mahasiswa

Lebih terperinci

MENUJU GURU YANG PROFESIONAL MELALUI LESSON STUDY A. LATAR BELAKANG

MENUJU GURU YANG PROFESIONAL MELALUI LESSON STUDY A. LATAR BELAKANG A. LATAR BELAKANG Selama ini proses pembelajaran kurang mendapat perhatian dari orang tua dan pemerintah. Proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tidak ada yang tahu kecuali guru itu sendiri. Kebanyakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING PADA MATA KULIAH ALJABAR LINIER MATERI RUANG-n EUCLIDES.

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING PADA MATA KULIAH ALJABAR LINIER MATERI RUANG-n EUCLIDES. JPM IAIN Antasari Vol. 02 No. 2 Januari Juni 2015, h. 43-58 PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN QUANTUM LEARNING PADA MATA KULIAH ALJABAR LINIER MATERI RUANG-n EUCLIDES Abstrak Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk mengkaji keefektifan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang bersifat analisis kebutuhan dan untuk mengkaji keefektifan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan (Research and Development, R&D). Borg & Gall (Sugiyono 2011: 47) menyatakan bahwa research and development

Lebih terperinci

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Kata kunci : Pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) SISWA KELAS VIIID SMP NEGERI 1 MLATI Oleh: Riza Dyah Permata 11144100098 Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN A. MODEL PENGEMBANGAN Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan inovasi pembelajaran yang menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN A. MODEL PENGEMBANGAN Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan inovasi pembelajaran yang menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN A. MODEL PENGEMBANGAN Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan inovasi pembelajaran yang menggunakan metode penelitian dan pengembangan (research and development / R&D).

Lebih terperinci

Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura

Prosiding Semnasdik 2016 Prodi Pend. Matematika FKIP Universitas Madura PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN PROGRAM LINIER MENGGUNAKAN APLIKASI GEOGEBRA Sri Irawati 1, Sri Indriati Hasanah 2 1, 2 Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Madura Jalan Raya Panglegur

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: hasil belajar, model pembelajaran Think-Pair-Share

ABSTRAK. Kata kunci: hasil belajar, model pembelajaran Think-Pair-Share PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SOSIOLOGI SISWA KELAS X-8 SMA NEGERI 2 BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Linda Ismiyanti 1, MH. Sukarno 2 dan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL

MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL MENINGKATKAN KREATIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS IV SEKOLAH DASAR MELALUI METODE KONTEKSTUAL Suci Nurwati Program Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lebih terperinci

Agung Setiabudi et al., Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika...

Agung Setiabudi et al., Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika... 1 Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Saintifik pada Sub Pokok Bahasan Tabung Kelas IX SMP (Development Mathematics Learning Devices With Scientific Approach In Sub Subject

Lebih terperinci

Safrina Yulistiani 1 Prodi Pendidikan Matematika UPGRIS

Safrina Yulistiani 1 Prodi Pendidikan Matematika UPGRIS PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBANTU SOFWARE PREZI DENGAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL PADA MATERI BANGUN RUANG SISI DATAR KELAS VIII SEMESTER II Safrina Yulistiani 1 Prodi Pendidikan Matematika

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN digilib.uns.ac.id BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. SIMPULAN Dari hasil penelitian tentang keterampilan mengajar aspek menjelaskan mahasiswa dalam mata kuliah pengajaran mikro (micro teaching) ditinjau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta menghindari terjadinya verbalisme yang terus-menerus. Penyampaian materi

BAB I PENDAHULUAN. serta menghindari terjadinya verbalisme yang terus-menerus. Penyampaian materi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan proses yang kompleks dan selalu seiring dengan perkembangan manusia. Melalui pendidikan pula berbagai aspek kehidupan dikembangkan melalui proses

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION MUST: Journal of Mathematics Education, Science and Technology Vol. 1, No. 2, Desember 2016. Hal 199 208. UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION (PBI)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. berpendekatan aunthentic inquiry learning ini merupakan desain Research

BAB III METODE PENELITIAN. berpendekatan aunthentic inquiry learning ini merupakan desain Research BAB III METODE PENELITIAN A. Model Pengembangan Model pengembangan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) berpendekatan aunthentic inquiry learning ini merupakan desain Research and Development (R & D).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga. persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) juga. persaingan global yang dihadapi oleh setiap negara, khususnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kini kita telah memasuki abad 21, abad dimana berbagai informasi dapat diperoleh oleh semua orang di penjuru dunia tanpa terkecuali. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL KONTEKSTUAL MELALUI COOPERATIVE LEARNING DI KELAS VIII 1 SMP NEGERI 2 PEDAMARAN OKI

MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL KONTEKSTUAL MELALUI COOPERATIVE LEARNING DI KELAS VIII 1 SMP NEGERI 2 PEDAMARAN OKI MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN SOAL KONTEKSTUAL MELALUI COOPERATIVE LEARNING DI KELAS VIII 1 SMP NEGERI 2 PEDAMARAN OKI Fitrianty Munaka 1, Zulkardi 2, Purwoko 3 Abstrak Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

*Keperluan korespondensi, HP: ,

*Keperluan korespondensi, HP: , Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 6 No. 2 Tahun 2017 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret Hal. 128-134 ISSN 2337-9995 http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/kimia PENERAPAN MODEL

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS BERITA PADA MATA KULIAH KONSEP DASAR IPS

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS BERITA PADA MATA KULIAH KONSEP DASAR IPS PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS BERITA PADA MATA KULIAH KONSEP DASAR IPS Oleh: Iin Purnamasari 1, Djariyo 2, Riana Martin 3 Email: iinpurnamasari@ymail.com Prodi S1.PGSD FIP IKIP PGRI Semarang

Lebih terperinci

PROSIDING ISBN :

PROSIDING ISBN : P - 93 UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MATHEMATICAL COMMUNICATION MAHASISWA KELAS INTERNASIONAL PADA PERKULIAHAN ANALYTIC GEOMETRY DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED Sugiyono 1, Sugiman 2, Himmawati Puji Lestari

Lebih terperinci

Jl. Sidodadi Timur No. 24 Semarang

Jl. Sidodadi Timur No. 24 Semarang EFEKTIFITAS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DENGAN THINK-TALK-WRITE (TTW) DENGAN BERBANTU CABRI II PLUS 1.4 DAN ALAT PERAGA TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI SEGITIGA DAN SEGI EMPAT KELAS

Lebih terperinci

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016

P2M STKIP Siliwangi Jurnal Ilmiah UPT P2M STKIP Siliwangi, Vol.3, No.1, Mei 2016 IMPLEMENTASI LESSON STUDY PADA MATA KULIAH KAPITA SELEKTA MATEMATIKA SMP UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MAHASISWA Indah Puspita Sari 1, Adi Nurjaman 2 1, 2 STKIP Siliwangi 1 chiva.aulia@gmail.com, 2

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MOMENTUM DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA KARTU SOAL DAN KARTU PINTAR

PEMBELAJARAN MOMENTUM DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA KARTU SOAL DAN KARTU PINTAR PEMBELAJARAN MOMENTUM DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING BERBANTUAN MEDIA KARTU SOAL DAN KARTU PINTAR Ninik Handayani Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS JEMBER ninikhandayani27@gmail.com

Lebih terperinci

PENINGKATAN KREATIFITAS MAHASISWA DALAM MERANCANG MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA IPA BERBASIS ANIMASI MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING

PENINGKATAN KREATIFITAS MAHASISWA DALAM MERANCANG MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA IPA BERBASIS ANIMASI MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING PENINGKATAN KREATIFITAS MAHASISWA DALAM MERANCANG MEDIA PEMBELAJARAN MULTIMEDIA IPA BERBASIS ANIMASI MELALUI MODEL COOPERATIVE LEARNING Handy Darmawan Pendidikan Fisika, Fakultas MIPA dan Teknologi, IKIP-PGRI

Lebih terperinci

Kata kunci : Macromedia flash, sains teknologi masyarakat, IPA

Kata kunci : Macromedia flash, sains teknologi masyarakat, IPA PENGGUNAAN MACROMEDIA DALAM PENDEKATAN SAINS TEKNOLOGI DAN MASYARAKAT (STM) UNTUK PENINGKATAN PEMBELAJARAN IPA SISWA KELAS IV SD NEGERI PENGARINGAN PEJAGOAN Oleh: Sudi 1), Wahyudi 2), Ngatman 3) FKIP,

Lebih terperinci

Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Materi Garis dan Sudut dengan Pendekatan Inquiry Berbantuan Software Wingeom

Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Materi Garis dan Sudut dengan Pendekatan Inquiry Berbantuan Software Wingeom SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 Pengembangan Lembar Kegiatan Siswa Materi Garis dan Sudut dengan Pendekatan Inquiry Berbantuan Software Wingeom Dyah Pradipta 1, Kuswari Hernawati

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI BILANGAN BULAT

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI BILANGAN BULAT PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS PROBLEM BASED LEARNING (PBL) PADA MATERI BILANGAN BULAT RADESWANDRI Guru SMP Negeri 1 Kuantan Mudik radeswandri@gmail.com ABSTRAK Penelitian ini

Lebih terperinci

Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi

Pengembangan Modul Pembelajaran Berbasis Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi SEMINAR NASIONAL PENDIDIKAN FISIKA III 2017 "Etnosains dan Peranannya Dalam Menguatkan Karakter Bangsa" Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, UNIVERSITAS PGRI Madiun Madiun, 15 Juli 2017 102 Makalah Pendamping

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ELEKTRONIK BERBASIS MOBILE-LEARNING PADA MATA KULIAH OPTIK DI FKIP UNIVERSITAS JEMBER

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ELEKTRONIK BERBASIS MOBILE-LEARNING PADA MATA KULIAH OPTIK DI FKIP UNIVERSITAS JEMBER PENGEMBANGAN BAHAN AJAR ELEKTRONIK BERBASIS MOBILE-LEARNING PADA MATA KULIAH OPTIK DI FKIP UNIVERSITAS JEMBER Rifati Dina Handayani Pendidikan Fisika FKIP universitas Jember Koresponden: Jl. Kalimantan

Lebih terperinci

Oleh: Prijo Santoso SMK Negeri 1 Trenggalek

Oleh: Prijo Santoso SMK Negeri 1 Trenggalek JURNAL PENDIDIKAN PROFESIONAL, VOLUME 5, NO. 1, APRIL 2016 279 MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH MATERI KEBERAGAMAN BUDAYA INDONESIA DENGAN MENERAPKAN PENDEKATAN CTL PADA SISWA KELAS XI TITL 1 DI SMK

Lebih terperinci

Penerapan Metode Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Pada Mata Pelajaran IPS di SDK Despot Petunasugi Kecamatan Bolano Lambunu

Penerapan Metode Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Pada Mata Pelajaran IPS di SDK Despot Petunasugi Kecamatan Bolano Lambunu Penerapan Metode Jigsaw Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV Pada Mata Pelajaran IPS di SDK Despot Petunasugi Kecamatan Bolano Lambunu Maryati, Jamaludin, Nurvita Mahasiswa Program Guru Dalam

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER PADA MATERI JURNAL KHUSUS

PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER PADA MATERI JURNAL KHUSUS PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BERMUATAN KARAKTER PADA MATERI JURNAL KHUSUS Ike Evi Yunita Program Studi Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR MATEMATIS SISWA

EFEKTIFITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR MATEMATIS SISWA EFEKTIFITAS PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) UNTUK PENINGKATAN KEMAMPUAN BERFIKIR MATEMATIS SISWA Program Studi Pendidikan Matematika, FKIP, UPY email: sagita.laela@gmail.com

Lebih terperinci

456 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan SAINS Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember, 16 Maret 2014

456 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan SAINS Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Universitas Jember, 16 Maret 2014 456 Prosiding Seminar Nasional Pendidikan dan SAINS IMPLEMENTASI LESSON STUDY DALAM MEMBENTUK LEARNING COMMUNITY DI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI Kamalia Fikri 1) 1) Program Studi Pendidikan Biologi,

Lebih terperinci

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA

Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Penerapan Perangkat Pembelajaran Materi Kalor melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Pembelajaran Guided Discovery Kelas X SMA Linda Aprilia, Sri Mulyaningsih Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 21 MALANG PADA MATERI BANGUN RUANG

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 21 MALANG PADA MATERI BANGUN RUANG IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 21 MALANG PADA MATERI BANGUN RUANG Fathimatuzzahro Universitas Negeri Malang E-mail: fathimatuzzahro90@gmail.com

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X

UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X UPAYA MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING PADA MATA PELAJARAN EKONOMI KELAS X.7 SMA NEGERI 1 PURWOREJO Rio Chandra Elita Wati Pendidikan Ekonomi,

Lebih terperinci

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013

Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Penerapan Pendekatan Kontekstual Melalui Model Problem Based Intruction (PBI) Untuk Meningkatkan Mutu Perkuliahan Dasar-Dasar Pendidikan MIPA Pada Mahasiswa

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FAKTOR DAN KELIPATAN BILANGAN MELALUI METODE CTL

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FAKTOR DAN KELIPATAN BILANGAN MELALUI METODE CTL UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR FAKTOR DAN KELIPATAN BILANGAN MELALUI METODE CTL Muryatin SDN Pakunden 1, Jalan Bogowonto 48A Kota Blitar E-mail: muryatin2@gmail.com Abstract: Improvement Efforts of Learning

Lebih terperinci