KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT"

Transkripsi

1 KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT OLEH : IGUNG SURYA NEGARA NPM : FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR

2 KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT OLEH : IGUNG SURYA NEGARA NPM : Skripsi ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum 2 ii

3 SKRIPSI INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : MARET 2017 Pembimbing I Dr. I NYOMAN PUTU BUDIARTHA, SH.,MH. NIP : Pembimbing II NI GUSTI KETUT SRI ASTITI, SH. NIK Mengetahui Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Dekan, Dr. I NYOMAN PUTU BUDIARTHA, SH.,MH. NIP : iii

4 PERNYATAAN ORISINALITAS Saya menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara terang dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah ini dapat dibuktikan terdapat unsurunsur jiplakan, saya bersedia Skripsi ini digugurkan dan gelar akademik yang telah saya peroleh (Sarjana Hukum) dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, Maret 2017 (Igung Surya Negara) NPM iv

5 KATA PENGANTAR Puji syukur saya sembahkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena telah melimpahkan rahmatnya, sehingga saya berhasil menyusun skripsi ini yang berjudul KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT, telah terselesaikan, walaupun proses yang panjang dan melelahkan. Adapun skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa Denpasar. Oleh karena itu sudah sepatutnya pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. dr. Dewa Putu Widjana, DAP&E, Sp.ParK Rektor Universitas Warmadewa Denpasar. 2. Bapak Dr. I Nyoman Putu Budiartha, SH.,MH. Dekan Fakultas Hukum Universitas Warmadewa, sekaligus sebagai Pembimbing I, yang telah meluangkan waktunya dengan kesabaran baik di bangku kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini. 3. Ibu Ni Gusti Ketut Sri Astiti, SH. Pembimbing II, yang telah meluangkan waktunya dengan kesabaran baik di bangku kuliah maupun dalam penyusunan skripsi ini. 4. Segenap dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang telah banyak memberikan bimbingan selama di bangku kuliah. 5. Staf Fakultas Hukum Universitas Warmadewa yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini. 5 v

6 6. Orang tua dan keluarga yang memberi dukungan, serta beberapa pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberian berkat dan rahmatnya kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan kepada diri saya selama ini. Akhirnya dengan penuh kecintaan dan kesungguhan, skripsi ini dipersembahkan kepada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa. Para pembaca dan bagi mereka yang memerlukan, harapan semoga dapat memberi arti bagi sesama, betapapun kecilnya. Denpasar, Maret 2017 Penulis, Igung Surya Negara 6 vi

7 ABSTRAK Debitur pailit adalah debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan. Konstruksi fidusia berdasarkan yurisprudensi adalah penyerahan hak-hak milik kepercayaan. Dalam khasanah ilmu hukum penyerahan kebendaan ini dikenal dengan constitum possessorium, yang merupakan suatu bentuk penyerahan di mana barang yang diserahkan dibiarkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan Adapun rumusan masalah yang diangkat adalah (1) Bagaimana hak kreditur menurut hukum jaminan dan hukum kepailitan? (2) Bagaimanakah akibat hukum dari penangguhan eksekusi benda jaminan hak atas tanah bagi kreditur separatis? Permasalahan yang akan dibahas nantinya akan dikaji berdasarkan sudut pandang normatif, penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur, dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan ketentuan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Hak kreditur menurut hukum jaminan dan hukum kepailitan yaitu kewenangan kreditor separatis pemegang hak jaminan (khususnya hak tanggungan dan hak jaminan fidusia) yang telah diberikan oleh Hukum Jaminan (Pasal 15 juncto Pasal 21 Undang-Undang Hak Tanggungan dan Pasal 14 juncto Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Fidusia) yaitu dapat mengeksekusi haknya tanpa terpengaruh adanya kepailitan, sehingga dapat dipahami bahwa kewenangan kreditur separatis telah diambil secara sewenang-wenang dalam hukum kepailitan (Pasal 56 Ayat (1) dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) dan kewenangan kreditur separatis tersebut digantikan oleh kurator. Akibat hukum penangguhan eksekusi pada hukum kepailitan juga menimbulkan pemaknaan yang berbeda terhadap kedudukan dan kewenangan hak kreditur separatis, yang semula kedudukannya lebih tinggi dari kreditur lain, mempunyai hak dipisahkan dan hak didahulukan, dengan adanya penangguhan eksekusi, maka kedudukan dan kewenangan kreditur separatis menjadi setara dengan kreditur konkuren dan kewenangannya digantikan oleh kurator. Kata Kunci: Kreditur Separatis, Benda Jaminan, Debitur Pailit 7 vii

8 ABSTRACT The debtor's bankruptcy is the debtor who has been declared bankrupt by a court decision. Construction fiduciary based jurisprudence is the delivery of trust property rights. The realm of jurisprudence delivery of this material known as constitum possessorium, which is a form submission where the goods delivered are allowed to remain in the possession of the party submitting. The formulation of the issues raised are (1) how creditors rights under the law guarantees and bankruptcy law? (2) How is the legal effect of the suspension of the execution of the object guarantee land rights for the secure creditor? Issues to be discussed will be assessed from the viewpoint of normative, normative legal research is legal research that examines the written laws of the various aspects, namely the theory, history, philosophy, comparative, structure, and composition, scope and content, consistency general description and article after chapter, formality and binding provisions of a law, as well as the legal language used. The results showed, that the right of creditors under the law guarantees and bankruptcy law that authorized the secure creditor rights holders collateral (especially the security rights and the rights of fiduciary) which has been granted by the Law of Guarantees (Article 15 in conjunction with Article 21 of the Act Mortgage and Article 14 in conjunction with Clause 27 Paragraph (3) of the Law Fiduciary) that can execute their rights without being affected by the bankruptcy, so it can be understood that the authority of the creditors separatists have been taken arbitrarily in bankruptcy law (Article 56 Paragraph (1) and Article 59 of Law No. 37 of 2004 on Bankruptcy and Suspension of Payment) and the authority of the separatist creditors replaced by a curator. The legal consequences suspension of execution on bankruptcy law also raises symbolize different things to the position and authority of the creditors rights separatists, which was originally a higher position than other creditors, having rights were separated and the right of precedence, with the postponement of the execution, then the position and authority of the secure creditor to be on par with unsecured creditors and authority replaced by a curator. Keywords: Creditors Separatists, Objects Security, Debtor Bankrupt 8 viii

9 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGAJUAN... HALAMAN PERSETUJUAN... PERNYATAAN ORISINALITAS... KATA PENGANTAR... ABSTRAKSI... ABSTRACT... DAFTAR ISI... i ii iii iv v vii viii ix BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Kegunaan Penelitian Kegunaan Praktis Kegunaan Teoritis Tinjauan Pustaka Metode Penelitian Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah Sumber Bahan Hukum Metode Pengumpulan Bahan Hukum Analisis Bahan Hukum ix

10 BAB II HAK KREDITUR SEPARATIS MENURUT HUKUM JAMINAN DAN HUKUM KEPAILITAN Pengertian Kreditur Separatis Pengertian Hukum Jaminan dan Hukum Kepailitan Hak Kreditur Separatis Menurut Hukum Jaminan dan Hukum Kepailitan BAB III AKIBAT PENANGGUHAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH BAGI KREDITUR SEPARATIS Pengertian Benda Jaminan dan Hak Tanggungan Pengertian Hak Atas Tanah Akibat Penangguhan Eksekusi Benda Jaminan Hak Atas Tanah Bagi Kreditur Separatis BAB IV SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR BACAAN 10 x

11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu salah satunya adalah untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka mewujudkan tujuan nasional tersebut maka perlu adanya pembangunan yang merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa mengakibatkan pemanfaatan tanah mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Dalam melaksanakan pembangunan di sektor ekonomi, faktor permodalan sangatlah penting. Masyarakat mulai mengembangkan usaha yang selalu menambah modalnya dengan cara kredit atau melakukan pinjaman melalui lembaga perbankan. Dewasa ini, salah satu kredit yang banyak berkembang dalam masyarakat adalah kredit dengan jaminan hak tanggungan meskipun di dalam hukum jaminan dikenal jaminan lainnya seperti fidusia dan gadai. Hak Tanggungan adalah identik dengan hak jaminan, yang bilamana dibebankan atas tanah Hak Milik, tanah Hak Guna Bangunan dan/atau tanah Hak Guna Usaha memberikan kedudukan utama kepada krediturkreditur tertentu yang akan menggeser kreditur lain dalam hal si berhutang (debitur) cidera janji atau wanprestasi dalam pembayaran hutangnya, dengan perkataaan lain dapat dikatakan bahwa pemegang hak tanggungan pertama 1

12 lebih preferent terhadap kreditur-kreditur lainnya. Hak tanggungan menjadi satusatunya lembaga hak jaminan atas tanah. Kata pailit berasal dari bahasa Prancis: failite yang berarti kemacetan pembayaran. Secara tata bahasa, kepailitan berarti berarti segala hal yang berhubungan dengan pailit. Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan pemerintah. Dari sudut sejarah hukum, undang-undang kepailitan pada mulanya bertujuan untuk melindungi para kreditur dengan memberikan jalan yang jelas dan pasti untuk menyelesaikan utang yang tidak dapat dibayar. Pengertian kepailitan dapat kita lihat dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 Ayat (1) yang menyatakan bahwa : kepailitan adalah, sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurus dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur di dalam undangundang. Selanjutnya di dalam Ayat (2), dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan debitur pailit adalah, debitur yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan. Debitur Universitas Sumatera Utara pailit dalam Pasal 2 Ayat (1) lebih lanjut dikatakan sebagai debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya. 2

13 Pemberian utang atau kredit oleh kreditur dalam kedudukannya sebagai seorang perseorangan maupun badah hukum kepada debitur, sudah lazim terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Pada zaman sekarang ini jarang menemukan seorang pengusaha yang tidak menggunakan fasilitas uang (pinjaman atau kredit) dalam bentuk utang jangka pendek, jangka menengah maupun utang jangka panjang. Utang sudah merupakan faktor yang tidak dapat dipisahkan dalam dunia ekonomi, bisnis dan perdagangan. Untuk memperoleh pinjaman dari kreditur yang hanya dapat dilakukan apabila perlindungan hukum bagi para kreditur dalam hal Debitur cidera janji tidak melunasi utang tersebut pada waktunya dapat menggunakan alternative lain sebagai sumber pelunasan utang (pinjaman atau kredit). Perlindungan bagi Kreditur sebagai antisipasi apabila ternyata perusahaan debitur mengalami kesulitan dalam menjalankan usahanya sehingga tidak mampu membayar utang-utangnya, maka kreditur harus memperoleh kepastian bahwa hasil penjualan agunan atau hasil likuidasi atas harta kekayaan (aset) perusahaan debitur tersebut dengan melalui putusan pailit dari Pengadilan Negeri Niaga yang nantinya dapat digunakan sebagai sumber pelunasan alfternatif. Tentunya dari hasil penjualan agunan atau likuidasi harta kekayaan perusahaan yang dinyatakan pailit dimungkinkan juga harta kekayaan penjamin (guanrator atau borg) sebagai pihak ketiga dapat dipergunakan sebagai sumber pelunasan hutang perusahaan (Debitur). Sumber pelunasan alternatif ini dalam dunia perbankan disebut second way out. Undang-undang kepailitan dibentuk untuk memberikan perlindungan kepada kreditur apabila debitur tidak membayar utang-utangnya, kreditur 3

14 diharapkan dapat memperoleh akses terhadap harta kekayaan dari debitur yang dinyatakan pailit, hal tersebut karena debitur tidak mampu lagi membayar utangutangnya. Namun perlindungan yang diberikan undang-undang Kepailitan bagi kepentingan kreditur tidak boleh sampai merugikan kepentingan debitur yang bersangkutan. Undang-undang kepailitan yang baik haruslah berdasarkan asas pemberian perlindungan yang seimbang bagi pihak kreditur maupun bagi debitur. Perlunya diberikan perlindungan hukum bagi kreditur karena kepentingan bagi debitur maupun kreditur tidak berbeda. Apabila ditinjau keduanya sama-sama mempunyai stake bolder. Kreditur yang mempunyai piutang tidak dapat ditagih akan membuat kreditur bangkrut. Kebangkrutan kreditur secara lebih lanjut dapat menimbulkan kerugian bagi para stake bolder. Apabila stake bolder yang menderita kerugian tersebut merupakan investorinvestor penting, maka akan sangat berpengaruh bagi kelangsungan dunia perekonomian Indonesia. Perlindungan bagi Kreditur maupun Debitur yang dinyatakan pailit tersebut diatur dalam Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Hutang, sebagai hukum material yang didalamnya mengandung hukum formil. Dalam hukum jaminan telah dinyatakan bahwa kreditur mempunyai hak eksekutorial terhadap benda jaminan jika debitur dinyatakan wanprestasi. Beberapa ketentuan hukum jaminan yang mengatur tentang eksekusi benda jaminan adalah sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-benda yang berkaitan Dengan Tanah, sedangkan Pasal 7 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 56 4

15 Tahun 1960 mengatur tentang Gadai Pada Tanah Pertanian. Adapun jaminan atas benda-benda tidak bergerak selain tanah tetap diatur berdasarkan pasal 1162 BW. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak tertentu yang dilakukan tanpa menguasai bendanya. Jadi, beberapa peraturan perundangundangan tersebut merupakan perlindungan hukum terhadap kreditur selaku pemegang jaminan hak tanggungan, hak gadai, hak hipotik ataupun hak jaminan fidusia. Sebagai contoh perlindungan hukum terhadap hukum jaminan tersebut, kreditur juga dapat mengeksekusi hak-hak debitur seolah-olah tidak terjadi kepailitan jika debitur dinyatakan pailit. Konstruksi fidusia berdasarkan yurisprudensi adalah penyerahan hak-hak milik kepercayaan. Dalam khasanah ilmu hukum penyerahan kebendaan ini dikenal dengan constitutum possessorium, yang merupakan suatu bentuk penyerahan di mana barang yang diserahkan dibiarkan tetap berada dalam penguasaan pihak yang menyerahkan, jadi yang diserahkan hanya haknya saja. 1 Sedangkan di dalam Pasal 612 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinyatakan bahwa penyerahan suatu benda bergerak dilakukan dengan penyerahan yang nyata. Akan tetapi penyerahan secara constitute possessorium tetap dapat dilakukan secara sah oleh karena pada dasarnya para pihak bebas memperjanjikan yang mereka kehendaki. 2 Selanjutnya pada lembaga jaminan, selain hak untuk mengeksekusi benda jaminan apabila debitur wanprestasi, Kreditur juga mendapatlan hak 1 Oey Hoey Tiong, 1985, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal Ibid, hal

16 istimewa yang diberikan oleh undang-undang yang disebut dengan hak separatis. Hak separatis tersebut diberikan oleh hukum (undang-undang) kepada Kreditur pemegang hak jaminan tidak termasuk dalam harta pailit. Hal tersebut sebagai perwujudan dari hak Kreditur pemegang hak jaminan untuk didahulukan daripada kreditur lainnya. Hak separatis tersebut berlaku ketika debitur dinyatakan pailit berdasarkan suatu putusan pengadilan. Adanya hak jaminan dan pengakuan hak separatis dalam proses kepailitan, merupakan sendi-sendi yang penting sekali dalam sistem perkreditan disuatu negara khususnya sistem kredit perbankan 3. Pasal 55 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang (selanjutnya disebut dengan Undang-Undang kepailitan) menyebutkan bahwa seorang Kreditur pemegang hak jaminan tidak terpengaruh oleh putusan pernyataan pailit. Penundaan berarti penangguhan, apabila berbicara mengenai penangguhan eksekusi benda jaminan dalam undang-undang Kepailitan terhadap hak Kreditur separatis menurut ketentuan hukum yang menentukan terjadinya keadaan status quo bagi Kreditur dan pihak debitur yang disebut standstill atau automatic stay, biasanya diberikan oleh Undang-undang bukan setelah Debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan, tetapi justru selama berlangsungnya pemeriksaan pailit oleh pengadilan atau diberikan selama diberlakukan negosiasi antar Debitur dan para Kreditur dalam rangka restrukturasi utang. Setelah Debitur dinyatakan pailit, yang terjadi hanyalah likuidasi terhadap harta pailit, 3 M.Isnaeni, 1995, Hukum Jaminan sebagai Sarana Pendukung Ekonomi, Hukum Ekonomi, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal

17 misalnya Bankcrupty code dari Amerika 4. Bahkan menurut Sutan Remy Syahdeini, asas yang dianut oleh Undang-undang Kepailitan adalah bahwa setelah pernyataan pailit dijatuhkan oleh pengadilan, seharusnya tidak ada lagi upaya-upaya oleh perdamaian seyogyanya hanya ada sebelum pernyataan pailit diputuskan oleh pengadilan. Berbagai pendapat tentang penangguhan eksekusi dapat ditinjau dari Hukum Acara Perdata, eksekusi hukum jaminan, dan eksekusi dalam Hukum kepailitan tidak memiliki perbedaan, karena eksekusi pada dasarnya adalah pelaksanaan terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkrahcht van gewijsde), namun tidak menutup kemungkinan eksekusi dalam Hukum Acara Perdata, Eksekusi Hukum Jaminan, dan eksekusi dalam Hukum Kepailitan terdapat konsistensi atau bahkan inkonsistensi dalam pengaturannya. Konsistensi suatu peraturan hukum merupakan bagian penting dalam sistem hukum, sebab apabila timbul inkonsistensi dalam peraturan tersebut, maka akan terjadi ketidaksepastian hukum yang berakibat pada timbulnya ketidakadilan bagi para pencari keadilan. Kepailitan merupakan suatu proses dimana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayar utangnya dinyatakan pailit oleh pengadilan, dalam hal ini adalah pengadilan niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya, Harta debitur dapat dibagikan kepada para kreditur sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan-perbuatan hukum apabila dengan perbuatan hukum tersebut akan menambah harta kekayaannya. 4 Sutan Remy Syahdeini, 2002, Hukum Kepailitan, Grafiti, Jakarta, hal.9. 7

18 Apabila ternyata di kemudian hari, perbuatan hukum itu merugikan kekayaan pailit, kurator/balai Harta Peninggalan dapat mengumukakan pembatalan perbuatan hukum tersebut. Pasal 36 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan sebagai berikut: a. Dalam hal pada saat penyataan pailit diucapkan, terdapat perjanjian timbale balik yang belum atau sebagian dipenuhi, pihak yang mengadakan perjanjian dengan debitur dapat meminta kepada kurator untuk memeberikan kepastian tentang kelanjutan pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak tersebut. b. Dalam hal tidak tercapainya kesepakatan antara pihak tersebut dengan kurator mengenai jangka waktu di atas, Hakim Pengawas yang akan menetapkan jangka waktu tersebut. c. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan kurator menyatakan kesanggupannya, kurator wajib memberikan jaminan atas kesanggupannya untuk melaksanakan perjanjian tersebut. Sebaliknya, jika kurator tidak memberikan jawaban atau tidak bersedia melanjutkan pelaksanaan perjanjian, maka perjanjian tersebut dinyatakan berakhir dan pihak yang bersangkutandapat menuntut ganti rugi dan akan diberlakukan sebagai kreditur konkuren. d. Apabila dalam perjanjian sebagaimana dimaksudkan di atas, telah diperjanjikan untuk menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda dagangan yang biasa diperdagangkan dalam jangka waktu tertentu, dan pihak yang harus menyerahkan benda tersebut belum 8

19 menyerahkannya setelah putusan pailit dikeluarkan, perjanjian tersebut menjadi hapus, dan dalam hal pihak lawan (yang mengadakan perjanjian) dirugikan karena penghapusan perjanjian tersebut, yang bersangkutan dapat mengajukan diri sebagai kreditur konkuren untuk mendapatkanganti rugi. e. Dalam hal debitur telah menyewa suatu benda, baik kurator maupun pihak yang menyewakan barang/benda dapat menghentikan perjanjian sewa, dengan syarat pemberitahuan penghentian dilakukan sebelum berakhirnya perjanjian sesuai dengan adat istiadat setempat dalam jangka waktu paling singkat Sembilan puluh hari. Jika pembayaran uang sewa telah dilakukan, pemberitahuan perjanjian sewa tidak bisa dilakukan sebelum habisnya jangka waktu pembayaran sewa tersebut. Sejak diputuskannya keadaan pailit, uang sewa dinyatakan sebagai boedel pailit. f. Pekerja/buruh yang bekerja pada debitur dapat memutuskan hubungan kerja, atau kurator dapat menghentikan hubungan kerja dengan mengindahkan perjanjian kerja dan peraturan yang berlaku, dengan pengertian bahwa hubungan kerja tersebut dapat diputuskan dengan memberitahukan paling singkat 45 hari sebelumnya. Sejak tanggal putusan pailit ditetapkan, upah kerja/buruh yang terutang sebelum maupun sesudah pernyataan pailit dinyatakan sebagai utang boedel pailit. g. Warisan dan hibah yang selama kepailitan jatuh kepada debitur pailit, oleh kurator tidak dapat diterima dengan izin Hakim Pengawas, kecuali apabila menguntungkan harta pailit. h. Pembayaran suatu utang yang sudah jatuh tempo hanya dapat dibatalkan apabila dibuktikan bahwa penerima pembayaran mengetahui bahwa 9

20 permohonan pernyataan pailit debitur sudah didaftarkan, atau dalam hal pembayaran utang tersebut merupakan akibat dari persengkokolan antara debitor dengan kreditur dengan maksud menguntungkan kreditur tersebut melebihi kreditur lainnya. Jika pembayaran yang sudah diterima oleh pemegang surat pengganti atau surat atas tunjuk karena memang sudah jatuh tempo, pembayaran tersebut tidak dapat diambil kembali. Dengan demikian, apabila suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh debitur dan perbuatan hukum tersebut dapat merugikan para kreditur serta dilakukan dalam jangka waktu satu tahun sebelum pernyataan pailit ditetapkan, sedangkan perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan debitur, (kecuali dapat dibuktikan sebaliknya) debitur dan pihak dengan siapa perbuatan itu dilakukan dianggap mengetahui/sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut. Maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian atau kajian secara ilmiah dalam bentuk skripsi dengan judul Kedudukan Hukum Kreditur Separatis Atas Benda Jaminan Hak Atas Tanah Debitur Pailit 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka yang menjadi pokok permasalahan adalah : 1. Bagaimanakah hak kreditur menurut hukum jaminan dan hukum kepailitan? 10

21 2. Bagaimanakah akibat hukum dari penangguhan eksekusi benda jaminan hak atas tanah bagi kreditur separatis? 3. Tujuan Penelitian 3.1 Tujuan Umum 1) Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang penelitian. 2) Untuk memperoleh gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum. 3) Untuk pembulat studi mahasiswa dalam bidang ilmu hukum. 4) Untuk melatih diri dalam penulisan karya ilmiah. 5) Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa dalam kehidupan bermasyarakat Tujuan Khusus 1) Untuk mengetahui hak Kreditur menurut hukum jaminan dan hukum kepailitan dalam hal Debitur menyatakan pailit. 2) Untuk mengetahui akibat hukum dari penangguhan eksekusi benda jaminan hak atas tanah bagi Kreditur separatis. 4. Kegunaan Penelitian 4.1. Kegunaan Teoritis a. Bagi Mahasiswa Melalui penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa dan merupakan kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah dengan kenyataan yang ada di masyarakat. 11

22 b. Bagi Fakultas/Universitas Hasil penelitian ini merupakan salah satu cara untuk mengevaluasi kemampuan para mahasiswa dalam menganalisis serta memecahkan permasalahan secara ilmiah dalam rangka menerapkan ilmu di bangku kuliah serta sebagai bahan bacaan tambahan dalam perpustakaan Kegunaan Praktis Kegunaan praktis yaitu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah kontribusi pemikiran, masukan serta untuk memeberikan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang timbul di masyarakat khususnya di bidang ilmu hukum kreditur dan debitur. 4. Tinjauan Pustaka Pengertian kreditur separatis adalah Kreditur yang tidak terkena akibat kepailitan, artinya para kreditur separatis tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitur nya telah dinyatakan pailit. 5 Karena hak separatis adalah hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditur pemegang jaminan, bahwa barang jaminan (agunan) yang dibebani hak jaminan (agunan) adalah tidak termasuk harta pailit 6 tentunya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada kreditur manakala debitur pailit. 5 Elijana, 1998, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Kepailitan, Makalah Dalam Seminar UU Kepailitan di Jakarta. 6 Setiawan, 2002, Kepailitan: Konsep-Konsep Dasar serta Pengertiannya, Varia Peradilan Nomor 156, hal

23 Munir Fuady menyebutkan bahwa kreditur separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (Hak Jaminan), seperti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusia dan lain-lain. Kreditur dengan jaminan yang bukan jaminan kebendaan yang (seperti garansi termasuk garansi bank) bukan merupakan Kreditur separatis. 7 Pemahaman yang dimaksudkan dengan hak Kreditur separatis adalah hak yang diberikan oleh hukum pemegang hak jaminan untuk dapat tetap melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun Debitur telah dinyatakan pailit. Sedangkan menurut Sri Soedewi, Hak Kreditur separatis para pemegang gadai dan pemegang hipotik dapat melaksanakan haknya dengan cepat/mudah, tidak terpengaruh dengan adanya kepailitan. 8 Pengertian eksekusi seperti yang telah dijelaskan, Eksekusi adalah pelaksanaan putusan pengadilan dalam artian sempit, dalam artian luas adalah pelaksanaan pemenuhan hak berdasarkan title eksekutorial. Sedangkan menurut M. Yahya Harahap, eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepihak yang kalah dalam suatu perkara, merupakan suatu aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara. Oleh karena itu eksekusi tiada lain tindakan yang berkesinambungan dari keseluruhan proses hukum acara perdata 9. Pengaturan tentang eksekusi selain diatur dalam HIR dan RBG juga diatur pada Undang-undang Hak Tanggungan, Undan-undang fidusia, serta undang-undang abritase. 7 Munir Fuady, 2005, Hukum Pailit dalam Teori dan Praktek, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Liberty, Yogyakarta, Hal M. Yahya Harahap, 1989, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia Jakarta, hal

24 Pelaksanaan eksekusi berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau berdasarkan title eksekutorial dapat dilakukan penundaan dengan alasan-alasan atau prinsip-prinsip yang mengacu pada peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Penundaan eksekusi dapat dilakukan atas permintaan pihak tereksekusi ataupun pihak pemohon eksekusi. Menurut Jazuli Bacthia, atas permintaan tereksekusi maupun eksekutan kepada Ketua Pengadilan Negeri lelang dapat ditunda, disebabkan banyak hal atau karena adanya kesepakatan untuk mengadakan perdamaian antaran kedua belah pihak. Dari pihak tereksekusi mungkin karena alasan prestise atau karena penjualan karena lelang akan menghasilakn harga yang amat rendah yang akan merugikan dirinya maka pihak tereksekusi akan minta waktu untuk menjual sendiri atau bersama-sama eksekutan 10. Salah satu asas yang berlaku pada penundaan eksekusi ialah tidak ada prinsip patokan umum untuk menunda eksekusi, pengkajian penundaan eksekusi adalah bersifat kasuistis. Tidak ada alasan penundaan eksekusi yang bersifat menentukan. 11 Oleh karena itu dapat dijelaskan disini bahwa alasan-alasan penundaan eksekusi dari setiap kasus tidak dapat disamakan pada kasus yang lain karena tidak adanya patokan yang bersifat menentukan dari penundaan eksekusi dalam setiap kasus. Pengaturan tentang alasan yang jelas yang menentukan penundaan eksekusi tidak ada karena sifat kasuistis. Menurut asas umum yang berlaku sebagai berikut : 10 Djazuli Bachar, 1995, Eksekusi Putusan Perkara Perdata Segi Hukum dan Penegakan Hukum, Edisi Revisi, Akademika Pressindo, Jakarta, hal M. Yahya Harahap, 2004, Hukum Acara Perdata, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, hal

25 a. Pada setiap putusan pengadilan yang telah memperoleh ketentuan hukum yang telah melekat dengan ketentuan eksekutorial. b. Eksekusi atas putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak boleh ditunda pelaksanaanya c. Yang dapat menunda eksekusi hanya perdamaian. Demikian asas umum yang dapat yang dapat ditarik dari ketentuan Pasal 195 Ayat (1) dan Pasal 224 HIR. Berdasarkan asas umum eksekusi yang diatur dalam pasal tersebut, hanya perdamaian yang dapat menunda eksekusi. Bahkan perdamaian ini jika tercapai kesepakatan maka tidak hanya menunda eksekusi tapi dapat menghentikan eksekusi. Didalam ketentuan Pasal 195 Ayat (1) dan Pasal 224 HIR diatur lebih jelas lagi bahwa penundaan eksekusi yang dapat dikabulkan hanya perdamaian saja. Oleh karena itu, pengabulan penundaan berdasar alasan diluar alasan perdamaian yang disebut Pasal 169 Ayat (1) dan Pasal 224 HIR, adalah pengesahan penundaan yang sangat eksepsional. Karena pengesahan penundaan atas lainnya pada hakekatnya merupakan sebuah bentuk penyimpangan dari ketentuan undang-undang. Berdasarkan uraian di atas, di dalam hukum Acara Perdata prinsip umum mutlak yang dapat dilakukan dalam penundaan atau penangguhan ekesekusi hanya perdamaian saja. Sedangkan pengaturan tentang perdamaian yang dimaksud dalam peraturan perundang-undangan, diatur dalam Pasal 1851 BW yang menyatakan : 15

26 Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan sesuatu barang, mengkahiri suatu perkara yang sedang bergantung ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis Eksekusi pada dasarnya tindakan melaksanakan atau menjalankan keputusan pengadilan. Menurut Pasal 195 HIR pengertian eksekusi adalah menjalankan putusan hakim oleh pengadilan. Hak menjalankan putusan hakim sebagaimana diatur dalam hukm acara perdata merupakan keseluruhan ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang yang dapat dipergunakan untuk memaksa seseorang yang dikalahkan perkaranya untuk melakukan apa yang diwajibkan kepadanya sesuai dengan amar putusan hakim, bilamana pihak yang dikalahkan tidak melakukan secara sukarela, maka pihak yang dimenangkan dengan mengajukan dapat melaksanakan isi putusan kepada ketua pengadilan negeri dimana perkaran tersebut diajukan dengan bantuan alat-alat paksa. Dalam pengertian lain, eksekusi putusan perkara perdata berarti melaksanaan putusan dalam perkara perdata secara paksa sesuai dengan peraturan perundang-undnagan yang berlaku karena pihak tereksekusi tidak bersedia melaksanakan secara sukarela. Pada prinsipnya eksekusi merupakan realisasi kewajiban pihak yang dikalahkan dalam putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan hakim. Dengan kata lain eksekusi terhadap putusan hakim yang sudah berkekuatan hukum tetap yang merupakan proses terakhir dari proses perkara perdata maupun pidana di Pengadilan Wildan Suyuti, 2004, Sita Eksekusi Praktek Kejurusitaan Pengadilan, Tata Nusa, Jakarta, hal

27 Sudikno menyatakan bahwa pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi berarti menuangkan bagian tertentu dari harta kekayaan dari pihak yang dikalahkan atau debitur yang dengan tujuan memenuhi putusan guna kepentingan pihak yang dimenangkan atau kreditur. 13 Adapun 5 (lima) asas dalam eksekusi, antara lain : Putusan hakim yang akan dieksekusi haruslah putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap. 2. Putusan hakim yang akan dieksekusi harus bersifat menghukum. 3. Putusan tidak dijalankan secara sukarela. 4. Eksekusi atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri. 5. Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan. Eksekusi terhadap objek jaminan, selain berdasarkan pasal 224 HIR/258 RBG ada peraturan yang khususnya terhadap pelaksanaan hak-hak jaminan, Kreditur diberi hak secara khusus, yakni hak menjual atas kekuasaannya sendiri apabila debitur cidera janji, dikenal dengan nama parate executie atau eksekusi langsung. Parate executie merupakan hak Kreditur pertama untuk menjual barang-barang tertentu milik Debitur secara lelang tanpa lebih dahulu mendapatkan fiat keadilan. Pengaturan parate executie diatur secara khusus peraturan jaminan kebendaan yakni gadai diatur dalam Pasal 1155 BW. Hipotik, Hak Tanggungan diatur dalam pasal 6 UUHT, Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 29 Ayat (1) huruf b. hal Sudikno Mertokusumo, hal Wildan Suyuthi, 2006, Praktek Kejurusitaan Pengadilan, PT. Kencana, Jakarta, 17

28 Dalam eksekusi obyek jaminan, yakni eksekusi dengan cara penjualan tangan yang diatur jaminan kebendaan atas tanah yang tertuang dalam pasal 20 ayat (2) UUHT yang menyatakan atas kesepakatan pembeli dengan pemegang Hak Tanggungan. Penjual obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, bilamana dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Pelaksanaan penjualan sebagaimana yang diatur dalam pasal pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis. Oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitdikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar didaerah yang bersangkutan dan/atau media masa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. 6. Metode Penelitian 6.1. Tipe Penelitian dan Pendekatan Masalah Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah merupakan tipe penelitian hukum Normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, stuktur, dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan ketentuan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan. Sedangkan pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual yaitu menganalisis permasalahan yang akan dibahas melalui konsep-konsep hukum yang diambil 18

29 dan buku-buku dan literatur-literatur maupun dengan pendekatan kasus-kasus yang ada relevansinya dengan permasalahan Sumber Bahan Hukum Bahan hukum adalah suatu hal yang sangat penting didalam menyusun suatu karya ilmiah dalam bidang ilmu hukum yaitu digunakan untuk mrnunjang kebenaran. Dalam penulisan ini bahan hukum diperoleh : 1. Bahan hukum primer, yaitu sumber bahan hukum berasal dari Kitab Undang-Undang Perdata (BW), Kitab Hukum Acara Perdata HIR/RBG, Undang-undang kepailitan. 2. Bahan hukum sekunder, penelitian kepustakaan yaitu untuk mendapatkan bahan hukum sekunder dengan cara membaca bukubuku literatur, jurnal-jurnal hukum, karya para sarjana, surat kabar, serta Perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah kedudukan dan hak Kreditur separatis atas benda jaminan Debitur pailit. 3. Bahan hukum tersier, merupakan sumber hukum penunjang bahan hukum primer dan sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia Metode Pengumpulan Bahan Hukum Adapun metode pengumpulan bahan hukum yang dilakukan adalah dengan metode pencatatan artinya bahan hukum yang dikumpulkan diklasifikasi sesuai dengan jenis bahan hukum yang digunakan seperti : teori-teori hukum, 19

30 jurnal hukum dan pandangan-pandangan ahli hukum, demikian juga dengan perundang-undangan yang terkait Analisis Bahan Hukum Setelah bahan hukum yang dibutuhkan terkumpul, maka bahan hukum tersebut akan diolah dan dianalisis dengan menggunakan metode pengolahan bahan hukum secara sistematis yaitu argumentasi hukum berdasarkan logika deduktif dan induktif. Penyajiannya dilakukan secara deskriptif analisis yaitu suatu cara analisis bahan hukum yang dilakukan dengan menyusun secara sistematis kemudian diuraikan dalam bentuk skripsi. 20

31 BAB II HAK KREDITUR SEPARATIS MENURUT HUKUM JAMINAN DAN HUKUM KEPAILITAN 2.1. Pengertian Kreditur Separatis Hukum jaminan mengenal istilah kreditur separatis, dikatakan separatis yang berkonotasi pemisahan karena kedudukan kreditur tersebut memang dipisahkan dari kreditur lainnya, dalam arti kreditur dapat menjual sendiri dan mengambil sendiri dari hasil penjualan, yang terpisah dengan harta pailit pada umumnya. 15 Menurut hukum separatis diartikan bahwa dalam hal adanya kepailitan ada penagih yang berhak mendahului menagih piutangnya. 16 Selanjutnya menurut Setiawan, hak separatis adalah hak yang diberikah oleh hukum kepada kreditur pemegang hak jaminan, bahwa barang jaminan (agunan) yang dibebani dengan hak jaminan (hak agunan) tidak termasuk harta pailit. 17 Sedangkan menurut Elijana, kreditor separatis adalah kreditur yang tidak terkena akibat kepailitan, artinya parakreditur separatis tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debiturnya telah dinyatakan pailit. 18 Karena hak separatis adalah hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditur pemegang jaminan, bahwa barang jaminan (agunan) yang dibebani hak 15 Meuwissen, 1994, Teori Hukum, dalam Majalah Hukum Pro Justitia, Tahun XII, Nomor 2 April Yan Pramadya Puspa, 1977 Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda Indonesia-Inggris, CV. Aneka Ilmu, Semarang, hal Setiawan, 1977, Hak Tanggungan dan Masalah Eksekusinya, Varia Peradilan, Majalah Hukum Tahun XI Nomor Elijana, 1998, Makalah Dalam Seminar UU Kepailitan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal.63 21

32 jaminan (agunan) adalah tidak termasuk harta pailit, tentunya bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada kreditur manakala debitur pailit. 19 Munir Fuady menyebutkan bahwa kreditur separatis adalah kreditur yang memiliki jaminan hutang kebendaan (hak jaminan), seprti pemegang hak tanggungan, hipotik, gadai, fidusi dan lain-lain (Pasal 55 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2007 tenang Kepailitan dan Penundaan Pembayaran Utang). Kreditur dengan jaminan yang bukan jaminan kebendaan yang (seperti garansi termasuk garansi bank) bukan merupakan kreditur separatis. 20 Pemahaman yang dimaksudkan dengan hak kreditur separatis adalah hak yang diberikan oleh hukum kepada kreditur pemegang hak jaminan yang tetap dapat melaksanakan hak-hak eksekusinya meskipun debitur telah dinyatakan pailit. Sedangkan menurut Sri Soedewi, hak kreditur separatis para pemegang gadai dan pemegang hipotik dapat melaksanakan haknya dengan cepat/mudah, tidak terpengaruh dengan adanya kepailitan. 21 Selanjutnya terhadap hak kreditur separatis dalam hukum jaminan yang diikat dengan jaminan fidusia diatur pada Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, yang dinyatakan sebagai berikut: Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi. 19 Setiawan, 1998, Kepailitan : Konsep-Konsep Dasar serta Pengertiannya, Varia Peradilan Nomor 156, hal Munir Fuady, Op.Cit, hal Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Op.Cit, hal

33 2.2. Pengertian Hukum Jaminan dan Hukum Kepailitan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J. Satrio, hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. 22 Hemat Salim berpendapat bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. 23 Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas yang intinya pengertian hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur) sebagai akibat pembebanan suatu utang tertentu dengan suatu jaminan, bahwa dalam hukum jaminan tidak hanya mengatur perlindungan hukum terhadap kreditur sebagai pihak hutang saja melainkan juga mengatur perlindungan hukum terhadap debitur sebagai pihak penerima hutang atau hukum jaminan tidak hanya mengatur hak-hak kreditur yang berkaitan dengan jaminan pelunasan hutang utang tertentu namun sama-sama mengatur hak-hak kreditur dan hak-hak debitur yang berkaitan dengan jaminan pelunasan utang tertentu tersebut. Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, hukum jaminan adalah mengatur konstruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. Peraturan 22 J. Satrio, 2002, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra aditya Bakti, Bandung, hal.3 23 Hemat Salim, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 6 23

34 demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar, dengan jangka waktu lama dan bunga yang relatif rendah. Sebenarnya apa yang dikemukakan oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofwan ini merupakan suatu konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan pada masa yang akan datang. Saat ini telah dibuat berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan. Berdasarkan pengertian di atas, unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan adalah sebagai berikut : 1. Adanya kaidah hukum Kaidah hukum dalam bidang hukum jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan, traktat, yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang bertumbuh, hidup dan berkembang di dalam masyarakat. 2. Adanya pemberian jaminan dan penerima jaminan Pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Pemberian jaminan dapat juga dikatakan orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit disebut sebagai debitur. Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang 24

35 jaminan dari pemberi jaminan atau dari debitur. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit. Lembaga yang memberikan fasilitas kredit tersebut dapat berupa lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. 3. Adanya jaminan Pada dasarnya jaminan yang diserahkan kepada pihak kreditrur adalah jaminan materil yang merupakan jaminan berupa hak-hak kebendaan seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. 4. Adanya fasilitas kredit Pembebanan jaminan yang dilakukan pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau dari lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit ini merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan. Maksud dari kata berdasarkan kepercayaan disini adalah bahwa bank atau lembaga keuangan non bank percaya bahwa debitur sanggup mengembalikan pokok pinjaman dan membayar bunga serta biaya yang dikeluarkan untuk memelihara objek gadai atau benda jaminan. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan non bank dapat memberikan kredit kepadanya. 24 Menurut Rahmadi Usman unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan ada sebagai berikut: 1. Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari 24 Hemat Salim, Op.cit, hal. 7 25

36 peraturan perundang-undangan. Sedangkan ketentuan hukum jaminan tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang terpelihara di dalam masyarakat. 2. Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur). Pemberi jaminan disebut sebagai debitur yaitu pihak yang berhutang dalam suatu hubungan utang piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai jaminan kepada penerima jaminan (kreditur). Dalam hal ini yang dapat bertindak sebagai pemberi jaminan bisa orang atau badan hukum yang akan mendapatkan fasilitas kredit tertentu atau pemilik benda yang menjadi objek jaminan utang tertentu. Adapun penerima jaminan disebut sebagai kreditur yaitu pihak yang berpiutang dalam suatu utang piutang tertentu, yang menerima penyerahan suatu kebendaan tertentu sebagai jaminan dari pemberi jaminan. Dalam hal ini yang dapat menjadi penerima jaminan bisa orang perseorangan atau badan hukum. Sama halnya badan hukum yang dimaksud disini ialah bank atau lembaga keuangan non bank. 3. Adanya jaminan yang disebabkan oleh debitur kepada kreditur. Karena hutang yang dijamin itu berupa uang maka jaminan disini harus dapat dinilai dengan uang. 4. Pemberi jaminan yang dilakukan oleh penerima jaminan dimaksudkan sebagai jaminan bagi pelunasan hutang tertentu yang artinya pembebanan kebendaan jaminan dilakukan dengan maksud untuk mendapat hutang, pinjaman atau kredit yang diberikan oleh seseorang atau badan hukum kepada seseorang atau badna hukum berdasarkan kepercayaan. 26

37 Pembebanan kebendaan jaminan dimaksudkan untuk menjamin pelunasan hutang tertentu terhadap kreditur bila debitur mengalami wanprestasi. 25 Bila ditelusuri secara lebih mendasar, bahwa istilah pailit dijumpai di dalam perbendaharaan bahasa Belanda, Perancis, Latin dan Inggris, dengan istilah yang berbeda-beda. Di dalam bahasa Perancis, istilah failite artinya pemogokan atau kemacetan dalam melakukan pembayaran. Oleh karena itu orang yang mogok atau macet atau berhenti membayar utangnya di dalam bahasa Perancis disebut le failit. Untuk arti yang sama di dalam bahasa Belanda digunakan istilah failliet. Sedangkan dalam bahasa Inggris dikenal istilah failure, dan di dalam bahasa Latin dipergunakan istilah fallire. 26 Kepailitan merupakan suatu proses di mana seorang debitur yang mempunyai kesulitan keuangan untuk membayara utangnya dinyatakan pailit oleh Pengadilan, dalam hal ini Pengadilan Niaga, dikarenakan debitur tersebut tidak dapat membayar utangnya. 27 Kepailitan adalah sita umum yang mencakup seluruh kekayaan debitur untuk kepentingan semua krediturnya. Tujuan kepailitan adalah pembagian kekayaan debitur oleh kurator kepada semua kreditur dengan memperhatikan hak-hak mereka masing-masing. 28 Adapun tujuan yang terkandung dalam Undang-Undang Kepailitan secara tersirat untuk melakukan proses likuidasi yang lebih cepat terhadap harta kekayaan debitur yang akan dinyaakan pailit. Proporsi inilah yang mendasari mengapa perturan kepailitan mengalami banyak perubahan didalamnya. Hal ini 25 RahmadiUsman, Op.Cit, hal.2 26 Zainal Asikin, 1994, Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia, Edisi Revisi, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal Rudy Lontoh (Ed), 2001, Penyelesaian Utang Melalui Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Alumni, Bandung, hal Ibid, hal

38 tersurat dalam pertimbangan Perpu Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang tentang Kepailitan yang ditetapkan menjadi undangundang dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 maupun dalam Undang- Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang menyatakan bahwa untuk mengatasi gejolak moneter beserta akibatnya yang berat terhadap perekonomian saat ini, salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan pemecahan adlah penyelesaian utang piutang perusahaan dan dengan demikian adanya peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang yang dapat digunakan oleh para debitur dan kreditur secara adil, cepat, terbuka dan efektif menjadi sangat diperlukan. 29 Menurut Poerwadarminta, pailit artinya bangkrut dan bangkrut artinya menderita kerugian besar hingga jatuh (perusahaan, toko, dan sebagainya). 30 Dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Kepailitan memberikan definisi kepailitan sebagai berikut : Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Bahwa sebagai salah satu sarana hukum untuk penyelesaian hutang piutang. Undang-undang tentang kepailitan (Faillissement verordening, Staatblad 1905 : 201 juncto Staatblad 1906 : 348) sebagian besar materinya tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat dan oleh karena 29 M. Hadi Subhan, 2008, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma dan Praktek Peradilan, Kencana, Jakarta, hal WJS Poerwadarminta, 1999, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal

KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT

KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT KEDUDUKAN HUKUM KREDITUR SEPARATIS ATAS BENDA JAMINAN HAK ATAS TANAH DEBITUR PAILIT Oleh : Igung Surya Negara NPM : 1310121009 Pembimbing I : Dr. I Putu Budiartha, SH.,MH. Pembimbing II : Ni Gusti Ketut

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

HAK KREDITOR SEPARATIS DALAM MENGEKSEKUSI BENDA JAMINAN DEBITOR PAILIT. Oleh : Royke A. Taroreh 1

HAK KREDITOR SEPARATIS DALAM MENGEKSEKUSI BENDA JAMINAN DEBITOR PAILIT. Oleh : Royke A. Taroreh 1 Vol.II/No.2/Januari-Maret /2014 Edisi Khusus Taroreh R.A: Hak Kreditor Separatis... HAK KREDITOR SEPARATIS DALAM MENGEKSEKUSI BENDA JAMINAN DEBITOR PAILIT Oleh : Royke A. Taroreh 1 Komisi Pembimbing :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada

Lebih terperinci

KETENTUAN PENANGGUHAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH KREDITUR SEPARATIS AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT. Oleh :

KETENTUAN PENANGGUHAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH KREDITUR SEPARATIS AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT. Oleh : 1 KETENTUAN PENANGGUHAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN OLEH KREDITUR SEPARATIS AKIBAT ADANYA PUTUSAN PAILIT Oleh : Komang Trianna A.A. Ngurah Gede Dirksen Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK:

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 Oleh : Wulan Wiryanthari Dewi I Made Tjatrayasa Bagian Hukum

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN

TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN 1 TINJAUAN YURIDIS TENTANG HAK KREDITOR DALAM MELAKSANAKAN EKSEKUSI SELAKU PEMEGANG JAMINAN DENGAN HAK TANGGUNGAN NASKAH PUBLIKASI SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia 7 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Majunya perekonomian suatu bangsa, menyebabkan pemanfaatan tanah menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia itu sendiri. Hal ini terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian

Lebih terperinci

PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT

PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT PENGARUH UNDANG-UNDANG KEPAILITAN DAN UNDANG- UNDANG HAK TANGGUNGAN TERHADAP KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITUR PAILIT Oleh Putu Arya Aditya Pramana I Gusti Ngurah Wairocana Hukum

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk pula kebutuhan keuangan, sehingga untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Dapat diketahui bahwa hampir semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah unsur penting yang menunjang kehidupan manusia. Tanah berfungsi sebagai tempat tinggal dan beraktivitas manusia. Begitu pentingnya tanah, maka setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Hal ini dikarenakan manusia diberikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN A. Pengertian Hukum Jaminan Hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan - jaminan piutang seorang kreditur terhadap debitur. Menurut J.Satrio

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang perkembangan dan perekonomian, dalam perekonomian banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR PENERIMA FIDUSIA DAN DEBITUR PEMBERI FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Andri Zulpan Abstract Fiduciary intended for interested parties

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI

BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI BAB III UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA WANPRESTASI ATAS OBJEK FIDUSIA BERUPA BENDA PERSEDIAAN YANG DIALIHKAN DENGAN JUAL BELI 1. Ketentuan Dalam Pasal 21 UUJF Mengenai Benda Persediaan yang Dialihkan dengan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG-PIUTANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG-PIUTANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG-PIUTANG YANG DIBUAT OLEH NOTARIS DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN oleh I Wayan Ganitra Dhiksa Weda Sagung Putri ME, Purwani Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI Oleh : Anak Agung Cynthia Tungga Dewi Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA A. PENDAHULUAN Pada era globalisasi ekonomi saat ini, modal merupakan salah satu faktor yang sangat dibutuhkan untuk memulai dan mengembangkan usaha. Salah satu cara untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh : Dewa Made Sukma Diputra Gede Marhaendra Wija Atmadja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA. A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 29 BAB II KEDUDUKAN CORPORATE GUARANTOR YANG TELAH MELEPASKAN HAK ISTIMEWA A. Aspek Hukum Jaminan Perorangan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda,

Lebih terperinci

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339

3 Lihat UU No. 4 Tahun 1996 (UUHT) Pasal 20 ayat (1) 4 Sudarsono, Kamus Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2007, hal. 339 KEWENANGAN MENJUAL SENDIRI (PARATE EXECUTIE) ATAS JAMINAN KREDIT MENURUT UU NO. 4 TAHUN 1996 TENTANG HAK TANGGUNGAN 1 Oleh: Chintia Budiman 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hak Tanggungan adalah suatu istilah baru dalam Hukum Jaminan yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM KREDIT PERBANKAN

PELAKSANAAN PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM KREDIT PERBANKAN PELAKSANAAN PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM KREDIT PERBANKAN Oleh Ketut Marita Widyasari Puspita I Gusti Ayu Puspawati Marwanto Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The term of Fiduciary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 120 PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37

BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37 51 BAB III AKIBAT HUKUM PERGESERAN TUGAS DAN WEWENANG BANK INDONESIA KE OJK TERHADAP KETENTUAN PASAL 2 AYAT (3) UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 3.1 Kepailitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan

BAB I PENDAHULUAN. bisnis baik dalam bentuk perorangan ( natural person ) ataupun dalam bentuk badan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semakin berkembangnya zaman maka semakin tinggi tingkat problematika sosial yang terjadi. Di zaman yang yang semakin berkembang bukan hanya masalah hukum yang menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA

EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA DALAM PENYELESAIAN KREDIT MACET DI PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE KOTA JAYAPURA, SH.MH 1 Abstrak : Eksekusi Objek Jaminan Fidusia di PT.Adira Dinamika Multi Finance Kota Jayapura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana kepada pihak-pihak yang membutuhkan dana, dalam hal ini bank 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan memegang peranan sangat penting dalam bidang perekonomian seiring dengan fungsinya sebagai penyalur dana dari pihak yang mempunyai kelebihan dana kepada

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh Ida Ayu Kade Winda Swari A.A. Gede Ngurah Dirksen A.A. Sagung Wiratni Darmadi Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA oleh Raden Rizki Agung Firmansyah I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Principle

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA NO. URAIAN GADAI FIDUSIA 1 Pengertian Gadai adalah suatu hak yang diperoleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh debitur

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh: Mitia Intansari I Made Walesa Putra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul Kedudukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai orang perseorangan dan badan hukum 3, dibutuhkan penyediaan dana yang. mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. 13 A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014 AKIBAT HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NIAGA TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 1 Oleh : Evie Sompie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN

EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN BERDASARKAN TITLE EKSEKUTORIAL DALAM SERTIFIKAT HAK TANGGUNGAN Evie Hanavia Email : Mahasiswa S2 Program MknFH UNS Widodo Tresno Novianto Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA Oleh I Komang Indra Kurniawan Ngakan Ketut Dunia Ketut Sukranatha Hukum Perdata, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah sebagai bagian dari pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan pancasila

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, dan merupakan sarana bagi pemerintah dalam menggalakkan

Lebih terperinci

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA

AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA AKIBAT PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DAN KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT JAMINAN FIDUSIA YANG DITERBITKAN OLEH KANTOR PENDAFTARAN FIDUSIA Oleh : Ni Putu Cintya Virgyanti Ni Nengah Adi Yaryani Bagian Hukum Bisnis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT 34 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI BENDA JAMINAN YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN PADA DEBITUR PAILIT A. Tinjauan Umum Tentang Hukum Jaminan Hak Tanggungan Menurut UUHT No. 4 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan perekonomian dan perdagangan yang pesat di dunia serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha ini menimbulkan banyak pihak berlomba-lomba dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi

BAB I PENDAHULUAN. Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap debitur yang berada dalam keadaan berhenti membayar dapat dijatuhi putusan kepailitan. Debitur ini dapat berupa perorangan (badan pribadi) maupun badan hukum.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau VOLUME 5 NO. 2 Februari 2015-Juli 2015 JURNAL ILMU HUKUM PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN HAK TANGGUNGAN SUKINO Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Riau

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum, bank adalah lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan memberikan jasa pengiriman uang. Bank

Lebih terperinci

HAK KREDITUR ATAS PENJUALAN BARANG GADAI

HAK KREDITUR ATAS PENJUALAN BARANG GADAI HAK KREDITUR ATAS PENJUALAN BARANG GADAI Oleh Pande Made Ayu Dwi Lestari I Made Tjatrayasa Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title of this journal is creditur s right

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI KEDUDUKAN HAK RETENSI BENDA GADAI OLEH PT. PEGADAIAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI oleh Mauritius Gusti Pati Runtung I Gusti Ngurah Parwata Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

KEWENANGAN KREDITOR SEPARATIS TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITOR PAILIT Anton Ismoyo Aji, R.Suharto, Siti Malikhatun Badriyah Abstrak

KEWENANGAN KREDITOR SEPARATIS TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITOR PAILIT Anton Ismoyo Aji, R.Suharto, Siti Malikhatun Badriyah Abstrak KEWENANGAN KREDITOR SEPARATIS TERHADAP EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN APABILA DEBITOR PAILIT Anton Ismoyo Aji, R.Suharto, Siti Malikhatun Badriyah Abstrak Dalam hukum kepailitan, sitaan umum mencakup seluruh

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KREDITUR DALAM HAL BENDA JAMINAN BERALIH oleh Andre Purna Mahendra I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Stipulation of Article 23 paragraph

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT

AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN OBJEK JAMINAN FIDUSIA DI DALAM PERJANJIAN KREDIT Oleh I Dewa Gede Indra Eka Putra Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Lebih terperinci

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN

EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN EKSEKUSI KREDIT MACET TERHADAP HAK TANGGUNGAN Oleh: I Dewa Ayu Sri Arthayani I Gusti Agung Ayu Dike Widhiaastuti Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas Udayana ABSTRACT Scientific work is titled

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT

TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK. Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT TANGGUNG JAWAB DEBITUR TERHADAP MUSNAHNYA BENDA JAMINAN FIDUSIA DALAM PERJANJIAN KREDIT BANK Oleh: Ni Made Trisna Dewi ABSTRACT Responsibility of debtor to elimination of fidusia warrant goods in credit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan yang menggerakkan roda perekonomian, dikatakan telah melakukan usahanya dengan baik apabila dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI SUBROGASI SEBAGAI UPAYA HUKUM TERHADAP PENYELAMATAN BENDA JAMINAN MILIK PIHAK KETIGA DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh Ni Komang Nopitayuni Ni Nyoman Sukerti Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK TINJAUAN YURIDIS TERHADAP AKIBAT HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG BELUM DI DAFTARKAN TERHADAP PEMINJAMAN KREDIT PADA BANK Oleh : Ni Putu Riza Ayu Anggraini I Ketut Sudiarta Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci