DAFTAR ISI. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI..

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI. HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI.."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI SKRIPSI... HALAMAN PRASYARAT GELAR SARJANA HUKUM... LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI.. KATA PENGANTAR SURAT PERNYATAAN KEASLIAN... DAFTAR ISI. ABSTRAK.. ABSTRACT... i ii iii iv v viii ix xii xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Landasan Teoritis. 11 ix

2 1.7 Metode Penelitian. 17 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN Pengertian Kredit Unsur-Unsur Kredit Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit Pengertian Perjanjian Kredit Bentuk Perjanjian Kredit Pengertian Jaminan Kredit Fungsi Jaminan Kredit Macam-Macam Jaminan Kredit BAB III PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA BANK BPD CABANG KLUNGKUNG Syarat-Syarat Pengikatan Jaminan Fidusia pada Bank BPD Cabang Klungkung Tata Cara Pemberian Kredit dengan Jaminan Fiduisa pada Bank BPD Cabang Klungkung BAB IV HAMBATAN DALAM PENGIKATAN JAMINAN FIDUSIA DAN UPAYA MENGATASINYA. 52 x

3 4.1 Hambatan-Hambatan dalam Pengiktan Jaminan Fidusia pada Bank BPD Cabang Klungkung Upaya Bank BPD Cabang Klungkung Mengatasi Hambatan- Hambatan yang Terjadi dalam Pengikatan Jaminan Fidusia 60 BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN.. 1. DAFTAR RESPONDEN 2. PERJANJIAN FIDUSIA... xi

4 ABSTRAK Saat ini kredit menjadi salah satu alternative bagi sebagian orang, mulai dari kredit dalam hal pembelian barang hingga kredit dalam peminjaman uang. Perbankan sebagai lembaga yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat memiliki produk unggulan yakni pemberian kredit kepada masyarakat yang memerlukan dana pinjaman. Pelaksanaan pemberian kredit tentu saja tidak selalu berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada nasabah, terdapat risiko tidak kembalinya dana yang disalurkan tersebut. Salah satu cara untuk mengatasi risiko yang dialami oleh bank adalah dengan menetapkan jaminan dalam analisis pemberian kredit. Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam pemberian kredit seta hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan fidusia pada suatu bank. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian empiris dengan melakukan pendekatan undang-undang dan pendekatan fakta. Data yang dipergunakan dalam penulisan ini bersumber dari data primer dan data sekunder dengan teknik studi dokumen, wawancara serta pengolahandan analisis data. Dalam prosedur pemberian kredit dengan jaminan fisdusia pada Bank BPD Cabang Klungkung, bank mewajibkan calon debitur untuk menyerahkan jaminan. Bank melakukan pengikatan terhadap barang jaminan yang kemudian didaftarkan di kantor pendaftaran jaminan fidusia. Pengikatan jaminan fidusia tidak selalu berjalan dengan mulus, kadang terjadi hambatan-hambatan. Upaya-upaya Bank BPD Cabang klungkung dalam mengatasi hambatan-hambatan tersebut diharapkan mampu untuk memberikan pengamanan bagi pihak bank. Kata Kunci : Kredit, Jaminan, Fidusia. xii

5 ABSTRACT At this moment the credit has become one alternative for some people, ranging from loans in terms of credit purchases until the loan money. Banks as institutions that collect and distribute public funds have a superior product that is the provision of credit to the people who need a loan fund. The implementation of crediting of course does not always go smoothly as expected. The distribution of the funds in the form of credit to customers, there is no risk of the return of the funds disbursed. One of the ways to address the risks faced by the bank is to set bail in the analysis of lending. The purpose of writing this paper is to know and understand the implementation of binding fiduciary in lending seta constraints in binding fiduciary at a bank. This type of research is a kind of empirical research by approaching the law and facts approach. The data used in this paper derived from primary data and secondary data with engineering studies documents, interviews as well as processing and data analysis. In the lending procedures to guarantee fisdusia the BPD Bank branch of Klungkung, the banks require potential borrowers to apply for bail. Bank of binding against the collateral is then registered at the registration office fiduciary guarantee. Binding of fiduciary does not always go smoothly, sometimes there barriers. Efforts BPD branch of klungkung in overcoming these obstacles will be able to provide security for the bank. Keyword : Credit, Guarantee, Fiduciary. xiii

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman yang diikuti dengan perkembangan ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan kebutuhan masyarakat akan jasa keuangan turut serta mengalami peningkatan, maka dari itu peranan dari dunia perbankan sangat dibutuhkan oleh seluruh masyarakat salah satunya untuk mengembangkan dunia usaha. Dunia usaha yang dibangun oleh masyarakat tentu memerlukan dana untuk memajukan usahanya demi mencapai tujuan yang diinginkan. Untuk memperoleh dana guna membangun usaha perlu adanya dukungan dari lembaga perbankan, karena lembaga perbankan memiliki fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 (selanjutnya disingkat UU Perbankan) bahwa yang dimaksud dengan Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan adalah lembaga keuangan yang sudah menyebar luas di lingkungan masyarakat dan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap negara. Bank menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha swasta, badan- 1

7 2 badan usaha milik negara bahkan lembaga-lembaga pemerintah menyimpan danadana/harta kekayaan yang dimilikinya. Disamping sebagai tempat untuk menyimpan dana-dana/harta kekayaan yang dimiliki, bank juga berfungsi sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang, menerima segala macam bentuk pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah dan pembayaran lainnya, serta memberikan pinjaman dana (kredit) kepada masyarakat dengan tujuan untuk mensejahterakan taraf hidup masyarakat. 1 Dalam Pasal 3 Undang-Undang Perbankan, fungsi utama bank adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dari ketentuan Pasal 3 tersebut terlihat bahwa bank mempunyai fungsi utama sebagai perantara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dan memerlukan dana. Sehingga perbankan harus menyalurkan dana ke bidang-bidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Berkaitan dengan fungsi perbankan yang menghimpun dan menyalurkan dana, perbankan harus dapat menyalurkan dana tersebut ke bidangbidang yang produktif bagi pencapaian sasaran pembangunan. Oleh karenanya perbankan wajib menjaga dengan sebaik-baiknya dana yang dititipkan masyarakat tersebut. Perbankan memiliki produk-produk yang diunggulkan dan mampu menarik simpati masyarakat, yang salah satu produknya adalah pemberian kredit h Kasmir, 1999, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,

8 3 kepada masyarakat yang memerlukan dana pinjaman dari suatu bank. Sebagai lembaga keuangan bank memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan dan pembiayaan bagi semua sektor perekonomian. 2 Ketentuan Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Perbankan, yang dimaksud dengan Kredit adalah : Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Menurut asal mulanya kata kredit berasal dari kata credere yang artinya adalah kepercayaan, maksudnya adalah apabila seseorang memperoleh kredit maka berarti mereka memperoleh kepercayaan. Sedangkan bagi si pemberi kredit artinya memberikan kepercayaan kepada seseorang bahwa uang yang dipinjamkan pasti kembali. Kredit dapat diperoleh melalui beberapa tahapan, yaitu dari tahap pengajuan aplikasi kredit sampai dengan tahap penerimaan kredit. Tahapan-tahapan tersebut merupakan suatu proses baku yang berlaku bagi setiap debitur yang membutuhkan kredit bank. 2 Hermansyah, 2009, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Cet. Ke-5, Kencana, Jakarta, h.7.

9 4 Pemberian kredit yang dilakukan oleh bank dimaksudkan untuk dapat membantu pihak yang membutuhkan dana. Akan tetapi tidak semua pihak dapat memperoleh kredit dari suatu bank. Pihak yang dapat diberikan pinjaman kredit dari bank adalah hanya seorang nasabah debitur yang mendapat kepercayaan dari pihak bank. Kepercayaan yang dimaksud adalah bahwa kredit yang disalurkan oleh bank kepada penerima kredit pasti akan dipergunakan sebaik mungkin dan dikembalikan sesuai dengan perjanjian. Pemberian kredit merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sehingga dapat memperkuat permodalan yang nantinya dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat. Pemohon kredit tidak akan dapat mengambil uang, apabila tidak ada pernyataan dari bank bahwa pemohon sudah boleh mengambil pinjaman tersebut. 3 Dengan adanya fasilitas kredit yang ditawarkan oleh setiap bank, selain dapat membantu debitur dalam pemberian pinjaman dana, fasilitas kredit tersebut juga dapat menguntungkan pihak bank yang menyalurkan dana tersebut kepada debitur. Karena dengan fasilitas perkreditan, pihak bank akan memperoleh bunga dari pembayaran yang dilakukan oleh debitur setiap bulannya. Adanya hubungan pinjam meminjam tersebut diawali dengan pembuatan kesepakan antara peminjam (debitur) dan yang memberikan pinjaman/meminjamkan (kreditur) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Akan tetapi pihak bank harus tetap berhati-hati dalam memberikan kredit karena dapat saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti halnya debitur 3 Mariam Darsus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Cet. ke-3, Alumni, Bandung, h. 29.

10 5 yang wanprestasi/ cidra janji/ debitur tidak menepati janjinya untuk membayar hutang (mengembalikan kredit) tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Dalam praktek perbankan di Indonesia, pemberian kredit umumnya diikuti penyediaan jaminan oleh pemohon kredit, sehingga pemohon kredit yang tidak bisa memberikan jaminan sulit untuk memperoleh kredit dari bank. 4 Bentuk pengamanan kredit dalam praktik perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan. Jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur. 5 Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Jaminan yang sering dipergunakan oleh bank adalah jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda tertentu dari debitur, yang dapat dipertahankan pada setiap orang. 6 Salah satu jenis jaminan kebendaan yang dikenal adalah jaminan fidusia. Jaminan fidusia sebagai jaminan atas benda bergerak banyak dipergunakan oleh masyarakat luas. Lembaga jaminan fidusia ini digunakan sebagai dasar pemberian kredit atau transaksi pinjam-meminjam dengan jaminan benda bergerak selain gadai. 4 Sutarno, 2009, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Cet. Ke- 4, Alfabeta, Bandung, h Ibid, h Mgs. Edy Putra The Aman, 1986, Kredit Perbankan, Cet-1, Liberty, Yogyakarta, h. 1.

11 6 Pembebanan jaminan fidusia dilakukan dengan akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia. Kewajiban pendaftaran jaminan fidusia telah diatur dalam Pasal 11 ayat (1) Undang- Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Mengenai pembebanan jaminan fiduisa diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Jaminan Fidusia. Kewajiban pembebanan objek jaminan fidusia berikut pendaftarannya tersebut sangat diperlukan mengingat adanya kemungkinan kelalaian dari para pihak terhadap pembebanan objek jaminan fidusia berikut pendaftarannya. Salah satu akibat hukum apabila fidusia tidak didaftarkan yaitu terjadinya kesulitan dalam mengeksekusi objek jaminan fidusia apabila debitur wanprestasi atau cidera janji, karena dalam Pasal 9 Undang-Undang Jaminan Fidusia telah dijelaskan bahwa apabila pemberi fidusia atau debitur wanprestasi atau cidera janji maka benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dieksekusi dengan cara pelaksanaan eksekutorial, penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia dan penjualan di bawah tangan. Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia sangat menarik karena objek jaminan fidusia khususnya benda bergerak tidak harus diserahkan langsung dalam wujud bendanya tetapi hanya menyerahkan surat-surat kepemilikan atas benda yang dijadikan sebagai jaminan tersebut, bendanya masih dikuasai oleh debitur. Misalnya jaminan fidusia yang objeknya berupa sepeda motor atau mobil, yang dijaminkan tidak harus sepeda motor atau mobil tersebut yang diserahkan

12 7 sebagai jaminan kepada bank, melainkan surat-surat kepemilikannya atau Buku Pemilik Kendaraan Bermotornya saja (BPKB). Pelaksanaan pemberian kredit dengan jaminan fidusia tentu saja tidak selalu berjalan dengan mulus sesuai dengan yang diharapkan. Sering sekali terjadi di masyarakat bahwa debitur menggadaikan kendaraan bermotor yang digunakan sebagai jaminan kepada pihak ketiga, sehingga bank dalam pelaksanaannya haruslah menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemberian pinjaman dana kepada debitur. Bank haruslah mampu bersikap bijak dalam memberikan pinjaman atau kredit kepada masyarakat sehingga dalam hal ini pihak bank haruslah memperhatikan prinsipprinsip penyaluran atau pemberian kredit. Penyaluran dana dalam bentuk kredit kepada nasabah, terdapat risiko tidak kembalinya dana yang disalurkan tersebut sehingga ada adagium yang berbunyi: Bisnis perbankan adalah bisnis risiko dan dengan pertimbangan risiko inilah, bank-bank selalu harus melakukan analisis yang mendalam terhadap setiap permohonan kredit yang diterimanya. 7 Apabila debitur tidak memenuhi prestasi secara sukarela maka kreditur mempunyai hak untuk menuntut pemenuhan piutangnya bila hutang tersebut sudah dapat ditagih, yaitu terhadap harta kekayaan debitur yang dipakai sebagai jaminan. h H.R. Daeng Naja, 2005, Hukum Kredit dan Bank Garansi, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

13 8 Salah satu cara untuk mengatasi risiko yang dialami oleh bank adalah dengan menetapkan jaminan dalam analisis pemberian kredit. Jaminan yang diminta bank dapat berupa jaminan pokok dan jaminan tambahan. Jaminan pokok berupa barang, proyek, atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit tersebut, sedangkan jenis tambahan adalah harta kekayaan nasabah debitur. Harta kekayaan dapat berupa barang bergerak dan tidak bergerak. Benda bergerak dapat berupa kendaraan bermotor, logam mulia, stok barang, dan sebagainya. Sedangkan benda tidak bergerak seperti bangunan/rumah, tanah, mesin-mesin pabrik yang melekat dengan tanah, dan sebagainya. Salah satu pengikatan jaminan atas harta kekayaan ini adalah jaminan fidusia. Untuk dapat melaksanakan pemenuhan haknya terhadap benda-benda tertentu dari debitur yang dijaminkan tersebut yaitu dengan cara melalui eksekusi benda jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur dalam permohonan kredit, maka kreditur harus mempunyai alasan hak untuk dapat melakukan eksekusi terhadap jaminan tersebut. Sehingga dengan adanya jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada bank maka dapat mengamankan pihak bank dari tindakan debitur yang beritikad tidak baik. Bertitik tolak dari latar belakang masalah tersebut, maka diangkatlah permasalahan ini sebagai suatu karya ilmiah dengan judul Pemberian Kredit dengan Jaminan Fidusia Sebagai Upaya Pengamanan Pihak Bank pada Bank BPD Cabang Klungkung

14 9 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada Bank BPD Cabang Klungkung? 2. Apa saja hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan fidusia pada Bank BPD Cabang Klungkung? 1.3 Ruang Lingkup Masalah Untuk menghindari pembahasan yang meluas dan menyimpang dari rumusan masalah diatas, maka ruang lingkup pembahasan masalah hanya pada permasalahan yang sudah ditetapkan. Dimana dalam prakter perbankan di Indonesia, pemberian kredit umumnya diikuti dengan penyediaan jaminan oleh pemohon kredit. Maksud dari ruang lingkup maslah dalam penulisan ini merupakan bingkai penelitian yang menggabarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi area penelitian serta umumnya dipergunakan untuk mempersempit pembahasan, yaitu hanya sebatas pada permasalahan yang sudah ditetapkan. 8 8 Bambang Sunggono, 2009, Metodologi Penelitian Hukum, Cet. Ke-3, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 111.

15 Tujuan Penelitian Setiap karya tulis ilmiah pada pokoknya mempunyai suatu tujuan yang ingin dicapai, baik itu tujuan umum maupun tujuan khusus. a. Tujuan umum 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada suatu bank. 2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan fidusia pada suatu bank. b. Tujuan khusus 1. Untuk memahami pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dalam pemberian kredit pada Bank BPD Cabang Klungkung. 2. Untuk memahami hambatan-hambatan dalam pengikatan jaminan fidusia pada Bank BPD Cabang Klungkung. 1.5 Manfaat Penelitian Setiap karya ilmiah mempunyai suatu manfaat, baik dilihat dari aspek teoritis maupun praktisnya. Dalam penulisan skripsi ini manfaat penelitian dapat dilihat dari aspek teoritis dan manfaat praktis. a. Manfaat teoritis 1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah kontribusi bagi pengembangan ilmu hukum khususnya pada hukum perbankan

16 11 2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan serta refrensi bagi penelitian yang dilakukan berikutnya. b. Manfaat praktis Untuk dapat dijadikan pedoman dalam pembuatan karya-karya tulis baik itu pembuatan makalah maupun penelitian hukum lainnya dan memberikan pengalaman belajar dan melakukan penelitian bagi mahasiswa, sehingga mahasiswa mengetahui jalannya praktek hukum di masyarakat secara langsung. 1.6 Landasan Teoritis Bertitik tolak pada perumusan masalah agar dalam penelitian mempunyai landasan teoritis, maka perlu terlebih dahulu mengumpulkan teori-teori dan konsepkonsep yang pada umumnya dapat diketemukan dalam bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder. Kredit merupakan kegiatan usaha yang paling utama dalam perbankan, sebab pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari pendapatan usaha kredit yaitu berupa bunga dan provisi. Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang di Indonesiakan menjadi kredit mempunyai arti kepercayaan. Seseorang yang memperoleh kredit, berarti memperoleh kepercayaan. Dengan demikian dasar dari kredit adalah kepercayaan. 9 9 Mgs. Edy Putra The Aman, op.cit, h.1.

17 12 Dilihat dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran. Maksudnya pengembalian atas penerimaan uang dan/atau suatu barang tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang. 10 Di dalam banyak literature terdapat beberapa pendirian mengenai arti kredit, antara lain sebagai berikut : 1. H.M.A Savelberg menyatakan kredit mempunyai arti antara lain : a. sebagai dasar dari setiap perikatan (verbintenis) dimana seseorang berhak menuntut sesuatu dari yang lain b. sebagai jaminan, di mana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orag lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu (Mariam Darus Badrulzaman, 1983 : 21 ) 2. Mr, JA. Levy merumuskan arti hukum dari kredit sebagai berikut : Menyerahkan secara sukrela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh si penerima kredit. Penerima kredit berhak mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari (Mariam Darus Badrulzaman, 1983 : 21) 11 Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan Kredit adalah: 10 Mgs. Edy Putra The Aman, loc.cit. 11 Mgs. Edy Putra The Aman, loc.cit.

18 13 Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sebelum diberikannya kredit, untuk meyakinkan bank bahwa si nasabah benar-benar dapat dipercaya maka perlu diadakan analisis kredit dengan tujuan agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan kepada nasabah benar-benar aman. Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie. Zekerheid atau cautie mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. 12 Dalam KUHPerdata tidak secara tegas merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan jaminan, namun dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut. Pasal 1131 KUHPerdata merumuskan bahwa segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu. Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap hutangnya tanggung jawab yang mana merupakan 12 H. Salim HS, 2008, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 21.

19 14 penyediaan kekayaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi utang-utangnya. Dari ketentuan-ketentuan di atas tampak bahwa bank dalam memberikan kredit harus menganut prinsip kehati-hatian (prudential banking) untuk menghindari munculnya kredit macet. Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit harus lebih mengutamakan keberadaan jaminan yang dimiliki oleh debitur sebagai jaminan dalam permohonan kredit sehingga bank merasa aman dalam memberikan pinjaman dana kepada debitur. Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan kredit dengan tujuan untuk menghindarkan adanya resiko debitur tidak membayar hutangnya. Apabila debitur oleh karena sesuatu sebab tidak mampu melunasi hutangnya maka kreditur dengan bebas dapat menjual dan menutup hutang dari hasil penjualan jaminan dimaksud. Jaminan fidusia merupakan jaminan terhadap benda bergerak. Pilihan menggunakan jaminan fidusia dalam pemberian kredit ini karena mereka dapat tetap menggunakan barang yang mereka jaminkan sedangkan yang diserahkan hanyalah hak miliknya saja. Mengenai jaminan fidusia itu sendiri diatur dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Menurut ketentuan yang dimaksud dengan jaminan fidusia adalah:

20 15 Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Sedangkan yang dimaksud dengan fidusia itu sendiri juga terdapat dalam ketentuan Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, yang dimaksud dengan fidusia adalah: Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Di Indonesia, peristiwa jaminan fidusia untuk pertama kali diputus oleh Mahkamah Agung (MA) dalam perkara Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) v. Pedro Clignett tanggal 18Agustus 1932 dengan objek fidusia adalah benda bergerak (mobil). Menurut Mahadi, alasan pertimbangan yang dipakai MA adalah sama dengan pertimbngan HR di negeri Belanda tahun Hooggerechtschof dengan arrestnya tanggal 16 Februari 1933 menetapkan bahwa hak grant (grantrecht) dapat dijadikan objek jaminan fidusia Mahadi, 1989, Falsafah Hukum Suatu Pengantar, Citra Aditya Bakti, Bandung, h Sumardi Mangunkusumo, Fiducia Bangunan-Bangunan di Atas Tanah Hak Sewa, Hukum dan Keadilan No.3 Tahun Ke III, Mei/Juni 1972, (selanjutnya disebut Sumardi Mangunkusumo II), h. 8.

21 16 Jaminan kredit oleh calon debitur diharapkan dapat memperlancar proses analisis pemberian kredit dari bank, yang dengan demikian jaminan kredit atau collateral tersebut haruslah : 1. Secured, artinya jaminan kredit tersebut dapat diadakan pengikatannya secara yuridis formal, sesuai dengan hukum dan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian apabila di kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, bank telah mempunyai alat bukti sempurna dan lengkap untuk menjalankan suatu tindakan hukum. 2. Marketable, artinya apabila jaminan tersebut harus, perlu, dan dapat dieksekusi, jaminan kredit tersebut dapat dengan mudah diual atau diuangkan untuk melunasi hutang debitur. 15 Jaminan kredit bank akan memberikan jaminan kepastian hukum kepada perbankan bahwa kreditnya akan tetap kembali dengan cara mengeksekusi jaminan kredit perbankannya. 16 Untuk menjaga kualitas kredit menjadi sehat yang disebut performing loan bank sebagai pemberi kredit kepada masyarakat harus melakukan analisa yang mendalam dari berbagai aspek. Aspek yang memegang peranan penting dalam proses prekreditan adalah aspek hukum, karena pemberian kredit adalah sebuah transaksi pinjam meminjam yang merupakan perbuatan hukum antara bank dengan 15 H. R Daeng Naja, op.cit, h Thomas Suyatno, 1995, Dasar-Dasar Perkreditan, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h.88.

22 17 peminjamnya. Sehingga dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit akan dapat mengamankan pihak bank dari tindakan debitur wanprestasi. 1.7 Metode Penelitian Istilah metodelogi berasal dari kata metode yang dapat diartikan sebagai jalan. 17 Oleh karena itu kata metode dapat berarti cara kerja untuk mencapai tujuan, sehingga dalam penulisan ini metode merupakan cara kerja untuk memahami objek dari penulisian ilmiah ini. Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah : a. Jenis penelitian Terdapat dua jenis penelitian yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau sosiologis. 18 Penelitian yang dilakukan sehubungan dengan penulisan skripsi ini adalah jenis penelitian hukum empiris, dalam hal ini penulis perilu mencari data langsung ke lapangan (Bank BPD Cabang Klungkung) sehingga penulis mengadakan studi khusus untuk mendapatkan data sesuai yang sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 17 Soerjono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, h Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, h. 147.

23 18 Menurut Bahder Johan Nasution, penelitian ilmu hukum empiris mempunyai tujuan untuk mengetahui sejauh mana bekerjanya hukum di dalam masyarakat. 19 b. Jenis pendekatan Pada penelitian ini menggunakan 2 jenis pendekatan yaitu pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) dan pendekatan fakta (The Fact Approach). Pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) adalah pendekatan yang berdasarkan pada peraturan-peraturan atau norma-norma hukum yang berlaku dan pendapat pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam media massa dan buku-buku hukum sesuai dengan fakta-fakta yang diperoleh di lapangan. Pendekatan fakta (The Fact Approach) adalah pendekatan dengan melihat fakta-fakta dan penerapan hukum yang ada di lapangan terkait dengan permasalahan yang akan dikaji. c. Sifat penelitian Penelitian hukum empiris menurut sifatnya dibedakan menjadi penelitian eksploratif (penjajakan atau penjelajahan), penelitian deskriptif, penelitian eksplanatoris, dan penelitian verifikatif Bandung, h Bahder Johan Nasution, 2008, Metoda Penelitian Ilmu Hukum, CV. Mandar Maju,

24 19 Dilihat dari permasalahan, penelitian ini bersifat deskriptif yaitu penelitian ini merupakan penelitian yang menggambarkan dan memaparkan secara cermat karakteristik dari keadaan dan fakta-fakta yang sebenarnya di lapangan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengetahui secara tepat sifatsifat suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat. d. Sumber data Data yang dipergunakan dalam penulisan ini bersumber dari data primer dan data sekunder. 1. Data primer Data primer merupakan data yang diperoleh dari penelitian lapangan yang dilakukan di Bank BPD Cabang Klungkung 2. Data sekunder Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Pengumpulan data sekunder meliputi : a. Bahan hukum primer, yang berupa asas dan kaidah hukum. Perwujudan asas dan kaidah hukum ini terdiri dari : peraturan perundang-undangan diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata serta Undang-Undang No.7 Tahun1992 tentang

25 20 Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 Tahun b. Bahan hukum sekunder, dimana sumber bahan yang dipergunakan dalam penulisan ini diperoleh melalui kepustakaan, dimana bahanbahan yang diperoleh berdasarkan pemeriksaan pustaka, dalam hal ini sumber-sumber bacaan baik dari literature-literatur maupun dari penelusuran internet. e. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini mempergunakan teknik : 1. Teknik studi dokumen Terhadap data sekunder pengumpulan data dilakukan dengan cacra studi dokumen, yaitu dengan menghimpun data yang berasal dari kepustakaan yang berupa peraturan perundang-undangan, bukubuku/literatur-literatur, dan karya ilmiah seperti makalah, surat kabar, dan segala tulisan yang berkaitan dengan penelitian ini. 2. Teknik wawancara Terhadap data primer, dilakukan pengumpulan data dengan teknik wawancara kepada pihak bank (selaku pihak kreditur) pada Bank BPD Cabang Klungkung untuk memperoleh data yang relevan. Dimana teknik wawancara (interview) yaitu proses tanya jawab lisan dalam masa dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik yang

26 21 satu dapat melihat yang lain dn mendengarkan dengan telinganya sendiri. 20 f. Teknik pengolahan dan analisis data Dalam penulisan skripsi ini dilakukan pengolahansecara kualitatif, yaitu dengan memilih data yang kualitasnya dapat menjawab permasalahan yang diajukan dan untuk penyajiannya dilakukan secara deskriptif analisa yaitu suatu cara analisis data yang dilakukan dengan jalan menyusun secara sistematis sehingga diperoleh kesimpulan umum Sutrisno Hadi, 1984, Methodologi Research, Gajah Mada University, Yogyakarta, h Ronny Hanotijo, 1990, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cet. Ke-4, Ghalia Indoesia, Jakarta, h.98.

27 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN 2.1 Pengertian Kredit Definisi tentang kredit dapat dilihat dari beberapa sumber bahan hukum, seperti dari bahan hukum tersier dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa istilah kredit dipadankan dengan cara menjual barang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur. Dilihat dari sudut bahasa,kredit dapat berarti kepercayaan yaitu seseorang yang menerima kredit dari suatu bank adalah seseorang yang dipercayai oleh bank pemberi kredit. Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa Latin, credere, yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah debitor yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapat kepercayaan dari bank. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitor adalah kepercayaan Hermansyah, op.cit, h

28 23 Black s Law Dictionary memberikan pengertian bahwa kredit : The abillityof a business man to borrow money, or obtain goods on time, inconsequence of the favourable opinion held by the particular lender, as to his solvency and reliability. 23 Pengertian kredit menurut Collins Dictionary Law adalah : 1. to put money into a person s account;in contrast to debit which is the taking of money from an account. 2. A period given to someone before he has to ake payment. 3. In the law of evidence, credit is synonymous with credibility; objections that were formely sufficient to make a witness incompetent are now, in general, only available as affecting his credit or worthiness to be believed Unsur-Unsur Kredit Sebagaimana diketahui bahwa unsur esensial dari kredit bank adalah adanya kepercayaan dari bank sebagai kreditur terhadap nasabah peminjam sebagai debitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur antara lain jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain Henry Black Campbell, 1990, Black s Law Dictionary, Sixth Edition, West Publishing Co, St. Paul Minn, h W.J. Steward and Robert Burgess, 1996, Collins Dictionary Law, Harper Collins Publisher, Sidney, h Hermansyah, op.cit, h. 58.

29 24 Adapun unsur-unsur yang terkandung dalam pemberian suatu fasilitas kredit adalah sebagai berikut : 1. Kepercayaan Kepercayaan merupakan keyakinan si pemberi kredit (bank) bahwa kredit yang diberikan (baik berupa uang, barang atau jasa) akan benarbenar diterima kembali di masa datang sesuai dengan jangka waktu kredit. Kepercayaan ini diberikan oleh bank, karena sebelum dana dikucurkan, sudah dilakukan penelitian dan penyelidikan tentang nasabah. Penelitian dan penyelidikan ini dilakukan untuk mengetahui kemauan dan kemampuan penerima kredit dalam membayar kredit yang disalurkan. 2. Kesepakatan Disamping unsur kepercayaan di dalam kredit juga mengandung unsur kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang dituangkan dalam bentuk perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajibannya masing-masing. Kesepakatan penyaluran kredit dituangkan dalam akad kredit yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yaitu pihak bank dan nasabah. 3. Jangka waktu Jangka waktu merupakan batas waktu pengembalian angsuran kredit yang sudah disepakati kedua belah pihak.untuk kondisi tertentu jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai kebutuhan.

30 25 4. Resiko Faktor resiko kerugian dapat diakibatkan dua hal yaitu resiko kerugian yang diakibatkan nasabah sengaja tidak mau membayar kreditnya dan resiko yang diakibatkan karena nasabah tidak sengaja yaitu akibat terjadinya musibah seperti bencana alam. Penyebab tidak tertagih sebenarnya dikarenakan adanya suatu tenggang waktu pengembalian (jangka waktu). Semakin panjang jangka waktu suatu kredit semakin besar resikonya tidak tertagih, demikian pula sebaliknya. Resiko ini menjadi tanggungan bank, baik resiko yang disengaja maupun resiko yang tidak disengaja. 5. Balas jasa Dalam bank konvensional balas jasa kita kenal dengan nama bunga. Disamping balas jasa dalam bentuk bunga bank juga merupakan keuntungan bank. Bagi bank yang berdasarkan prinsip syari ah balas jasanya ditentukan dengan bagi hasil Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Kredit Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dikemudian hari, penilaian suatu bank untuk memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C Kasmir,2006, Manajemen Perbankan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Hermansyah, op.cit, h.63

31 26 Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Personality Dalam hal ini pihak bank mencari data lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain-lain. Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit. 2. Purpose Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan. 3. Prospect Bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya, apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek dikemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat. 4. Payment Bank harus mengetahui dengan jelas mengnai kemampuan dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang bersangkutan. Mengenai Formula 5C dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Character

32 27 Character adalah data tentang kepribadian dari calon pelanggan seperti sifat-sifat pribadi, kebiasaan-kebiasaannya, cara hidup, keadaan dan latar belakang keluarga maupun hobinya. Character ini untuk mengetahui apakah nantinya calon nasabah ini jujur berusaha untuk memenuhi kewajibannya. 2. Capacity Yang dimaksud dengan capacity adalah kemampuan calon nasabah debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya dapat berjalan dengan baik dan memberikan keuntungan yang menjamin bahwa ia mampu melunasi hutang kreditnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 3. Capital Capital adalah kondisi kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan yang dikelolanya. Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit. Penyelidikan ini tidaklah semata-mata berdasarkan pada besar kecilnya modal, akan tetapi lebih difokuskan kepada bagaimana distribusi modal ditempatkan oleh pengusaha tersebut, sehingga segala sumber yang telah ada dapat berjalan secara efektif 4. Collateral Collateral adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan sarana pengaman ( back up) atas resiko yang mungkin terjadi

33 28 atas wanprestasinya nasabah debitur dikemudian hari, misalnya terjadi kredit macet. Jaminan ini diharapkan mampu melunasi sisa hutang kredit baik hutang pokok maupun bunganya. 5. Condition of Economy Bahwa dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sector usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil resiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut. 28 Berkaitan dengan prinsip pemberian kredit diatas, pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur berpedoman kepada 2 prinsip, yaitu : 1. Prinsip kepercayaan Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama bank percaya nasabah debitur yang bersangkutan mampu melunasi hutang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan. 28 Hermansyah, op.cit, h. 64

34 29 2. Prinsip kehati-hatian Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antra lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarka itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan periundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh yang bersangkutan Pengertian Perjanjian Kredit Perjanjian diatur dalam Pasal 1313 sampai dengan Pasal 1351 Bab II Buku III KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian menurut ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata yaitu : 3. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya. Kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan puhak lainnya. Yang sesuai adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui orang lain. 4. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 29 Hermansyah, op.cit, hal. 65.

35 30 Kecakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum dalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Seseorang dapat dikatakan cakap melakukan perbuatan hukum apabila ia sudah dewasa, artinya sudah mencapai umur 21 tahun atau sudah kawin walaupun belum berumur 21 tahun. Seseorang dikatakan tidak cakap membuat perjanjian menurut pasal 1330 KUHPerdata ialah orang yang belum dewasa, orang yang dibawah pengampuan, dan wanita bersuami ( menurut hukum nasional Indonesia sekarang, wanita bersuami sudah dinyatakan cakap melakukan perbuatan hukum, jadi tidak perlu ijin suami). 5. Ada hal tertentu Yang dimaksud hal tertentu merupakan objek perjanjian yang merupakan prestasi (pokok perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban debitur dan menjadi hak kreditur. 6. Ada suatu sebab yang halal (causa) Kata causa berasal dari bahasa Latin yang berarti sebab. Sebab adalah suatu yang menyebabkan dan mendorong orang membuat perjanjian. Suatu perjanjian haruslah dibuat dengan maksud atau alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting yang menjadi dasar dalam suatu pemberian kredit, tanpa perjanjian kredit yang ditandatangani antara pihak bank dan kreditur maka tidak ada pemberian kredit tersebut.

36 31 Perjanjian kredit adalah ikatan antara bank dengan nasabah peminjam dana yang isinya menentukan dan mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak yang berhubungan dengan pemberian atau pinjaman kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui dan disepakati bersama akan melunasi utangnya tersebut dengan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. 2.5 Bentuk Perjanjian Kredit Dalam praktek perbankan ada dua bentuk perjanjian kredit, yaitu : 1. Perjanjian kredit di bawah tangan Perjanjian kredit dibawah tangan dinamakan dengan akta dibawah tangan. Menurut pasal 1874 KUHPerdata yang dimaksudkan dengan akta dibawah tangan adalah surat atau tulisan yang dibuat oleh para pihak tidak melalui perantara pejabat yang berwenang (pejabat umum) untuk dijadikan alat bukti. 2. Perjanjian dibuat oleh dan di hadapan notaries Perjanjian kredit yang dibuat oleh dan di hadapan notaris atau pengikatan yang dilakukan dihadapan notaris dinamakan dengan akta otentik atau akta notariil. Pasal 1868 KUHPerdata akta otentik adalah akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang yang dibuat atau dihadapan pegawai yang berkuasa (pegawai umum) untuk itu, ditempat dimana akta dibuatnya. Notaris merumuskan apa yang diinginkan para pihak yang bersangkunan dan dirumuskan dalam bentuk akta notariil atau akta otentik.

37 Pengertian Jaminan Kredit Istilah jaminan merupakan terjemahan dari Bahasa Belanda yaitu zekerheid atau cautie, yang secara umum merupakan cara-cara kreditur menjamin dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggungjawaban umum debitur terhadap barang-barangnya. Dalam KUHPerdata memang tidak secara tegas merumuskan tentang apa yang dimaksud dengan jaminan itu sendiri, namun dari ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUHPerdata dapat diketahui arti dari jaminan tersebut. Ketentuan pasal 1131 KUHPerdata merumuskan bahwa jaminan adalah segala kebendaan si berhutang (debitur), baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari menjadi jaminan suatu segala perikatan pribadi debitur tersebut. 30 Ketentuan Pasal 1132 KUHPerdata tersebut mengandung asas bahwa setiap orang bertanggung jawab terhadap utangnya, tanggungjawab yang mana berupa penyediaan kekayaan, baik benda bergerak maupun benda tidak bergerak, jika perlu dijual untuk melunasi hutang-hutangnya. 2.7 Fungsi Jaminan Kredit Dalam hal pemberian kredit kepada debitur pihak bank harus tetap berhati-hati karena dapat saja terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti tindak debitur yang wanprestasi/ cidra janji/ debitur tidak menepati janjinya untuk 30 Sutarno, op.cit, h. 145

38 33 membayar hutang (mengembalikan kredit) tepat pada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Jaminan kredit umumnya dipersyaratkan dalam suatu pemberian kredit. 31 Oleh karena itu dalam pemberian kredit diperlukan adanya jaminan sebagai upaya pengamanan pihak bank, karena dengan adanya jaminan bank mendapatkan keyakinan bahwa dana yang dipinjamkan akan dapat kembali. Berdasarkan hal tersebut, jaminan merupakan persyaratan dalam permohonan kredit karena jaminan memiliki fungsi sebagai berikut: 1. Jaminan kredit sebagai pengamanan pelunasan kredit Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib melakukan upaya pengamanan agar kredit tersebut dapat dilunasi oleh debitur yang bersangkutan. Kredit yang tidak dilunasi oleh debitur baik seluruhnya maupun sebagian akan merupakan kerugian bagi bank. 32 Kerugian yang menunjukkan jumlah yang relatif besar akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu, sekecil apapun nilai uang dari kredit yang telah diberikan kepada debitur harus tetap diamankan sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Secara umum pengamanan kredit dapat dilakukan melalui tahap analisis kredit dan melalui penerapan ketentuan hukum yang berlaku. Khusus mengenai 31 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Ibid, h. 103

39 34 jaminan kredit, untuk pengamanannya dapat ditemukan baik pada tahap analisis kredit maupun melalui penerapan ketentuan hukum. Keterkaitan jaminan kredit dengan pengamanan kredit dapat disimpulkan dari ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata sehingga merupakan upaya lain atau alternatif yang dapat digunakan bank untuk memperoleh pelunasan kredit pada waktu debitur inkar janji kepada bank. 33 Bila dikemudian hari debitur inkar janji, yaitu tidak melinasi hutangnya kepada bank sesuai dengan ketentuan perjanjian kredit, akan dilakukan pencairan (penjualan) atas objek jaminan kredit yang bersangkutan. Hasil pencairan jaminan kredit tersebut selanjutnya diperhitungkan oleh bank untuk pelunasan kredit debitur yang telah dinyatakan sebagai kredit macet. 34 Cara pencairan jaminan kredit tersebut wajib dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam hal ini cara pencairan jaminan kredit terkait dengan berbagai hal, antara lain kepada pengikatannya melalui lembaga jaminan atau tidak melalui lembaga jaminan, kemauan debitur untuk bekerjasama dengan bank, bentuk dan jenis jaminan kredit, kemampuan bank untuk menangani pencairan jaminan kredit, dan sebagainya. Fungsi Jaminan kredit untuk mengamankan pelunasan kredit baru akan muncul pada saat kredit dinyatakan sebagai kredit macet. Selama kredit telah dilunasi oleh debitur, tidak akan terjadi pencairan jaminan kreditnya. Dalam hal ini jaminan 33 M.Bahsan, loc.cit. 34 M.Bahsan, loc.cit.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT DAN JAMINAN 2.1 Pengertian Kredit Definisi tentang kredit dapat dilihat dari beberapa sumber bahan hukum, seperti dari bahan hukum tersier dalam Kamus Besar

Lebih terperinci

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI UPAYA PENGAMANAN PIHAK BANK PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH CABANG KLUNGKUNG

PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI UPAYA PENGAMANAN PIHAK BANK PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH CABANG KLUNGKUNG PEMBERIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA SEBAGAI UPAYA PENGAMANAN PIHAK BANK PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH CABANG KLUNGKUNG Oleh Ni Komang Novi Artasari I Ketut Markeling A.A Ketut Sukranatha Hukum Perdata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia modern seperti sekarang ini, banyak orang atau badan hukum yang memerlukan dana untuk mengembangkan usaha, bisnis, atau memenuhi kebutuhan keluarga (sandang,pangan,dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu menunjukkan arah untuk menyatukan ekonomi global, regional ataupun lokal, 1 serta dampak terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki

BAB I PENDAHULUAN. akan berkaitan dengan istri atau suami maupun anak-anak yang masih memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia penuh dengan ketidakpastian. Ketidakpastian tersebut biasanya berhubungan dengan takdir dan nasib manusia itu sendiri yang telah ditentukan oleh Tuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia harus berusaha dengan cara bekerja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali 11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT A. Pengertian Hukum Jaminan Kredit Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling, zekerheidsrechten atau security of law. Dalam Keputusan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang sedang giat dilaksanakan melalui rencana bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik materiil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank sebagai lembaga keuangan memiliki banyak kegiatan, salah satunya adalah dengan menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan yang sangat penting dan mendesak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Sebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam

BAB I PENDAHULUAN. Melihat dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa kegiatan pinjam-meminjam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan masyarakat yang telah mengenal uang sebagai alat pembayaran. Hampir semua masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring berkembangnya zaman negara Indonesia telah banyak perkembangan yang begitu pesat, salah satunya adalah dalam bidang pembangunan ekonomi yang dimana sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran bank sebagai salah satu lembaga keuangan sangat penting bagi pembangunan ekonomi bangsa Indonesia. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya jaminan dalam pemberian kredit merupakan keharusan yang tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan pada masa sekarang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mengatasi ketimpangan ekonomi guna mencapai kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri perbankan memegang peranan penting untuk menyukseskan program pembangunan nasional dalam rangka mencapai pemerataan pendapatan, menciptakan pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA DI PD BPR BANK BOYOLALI A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional,

Lebih terperinci

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem

Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tersebut, maka salah satu cara dari pihak bank untuk menyalurkan dana adalah dengan mem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang ekonomi yang semakin meningkat mengakibatkan keterkaitan yang erat antara sektor riil dan sektor moneter, di mana kebijakan-kebijakan khususnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Namun demikian perjanjian kredit ini perlu mendapat perhatian khusus dari BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pemberian Kredit kepada masyarakat dilakukan melalui suatu perjanjian kredit antara pemberi dengan penerima kredit sehingga terjadi hubungan hukum antara keduanya. Seringkali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya perekonomian di suatu Negara merupakan salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang-

BAB I PENDAHULUAN. Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan perekonomian merupakan salah satu tujuan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal ini terlihat dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Bank merupakan badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk memperlancar kegiatan perkembangan usahanya maka seorang pengusaha yang kekurangan modal akan menghubungi pihak bank atapun pihak non-bank untuk memohon fasilitas

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten)

TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) TINJAUAN YURIDIS HAK-HAK NASABAH PEGADAIAN DALAM HAL TERJADI PELELANGAN TERHADAP BARANG JAMINAN (Studi Kasus Di Perum Pegadaian Cabang Klaten) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pesatnya pembangunan berkelanjutan dewasa ini, meningkat pula kebutuhan akan pendanaan oleh masyarakat. Salah satu cara untuk mendapatkan dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperlancar roda pembangunan, dan sebagai dinamisator hukum 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum dan pembangunan merupakan dua variabel yang selalu sering mempengaruhi antara satu sama lain. Hukum berfungsi sebagai stabilisator yang mempunyai peranan menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing lagi di masyarakat dan lembaga jaminan memiliki peran penting dalam rangka pembangunan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN SEWA MENYEWA. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN SEWA MENYEWA. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KREDIT DAN SEWA MENYEWA 2.1 Kredit dan Perjanjian Kredit 2.1.1 Pengertian dan Fungsi Kredit Kredit berasal dari bahasa Yunani, Credere yang berarti kepercayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura)

TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) i TINJAUAN HUKUM PENOLAKAN PERMOHONAN KREDIT BANK TERHADAP NASABAH (Studi Kasus di Bank Rakyat Indonesia (Persero) Cabang Solo Kartasura) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK. kelemahan, kelamahan-kelemahan tersebut adalah : 7. a. Hanya menyangkut perjanjian sepihak saja BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT BANK 1. Pengaturan Perjanjian Kredit Pengertian perjanjian secara umum dapat dilihat dalam Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu suatu perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan di bidang ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT

PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT PENGIKATAN PERJANJIAN DAN AGUNAN KREDIT Rochadi Santoso rochadi.santoso@yahoo.com STIE Ekuitas Bandung Abstrak Perjanjian dan agunan kredit merupakan suatu hal yang lumrah dan sudah biasa dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan. strategis dalam kehidupan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian bank sesuai dengan Pasal 1 butir 2 Undang-undang no.10 tahun 1998 yang merupakan perubahan atas Undang-undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam menjalani kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhan yang bermacam-macam. Dengan menghadapi adanya kebutuhankebutuhan tersebut, manusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Nomor 4 Tahun 1996 angka (1). Universitas Indonesia. Perlindungan hukum..., Sendy Putri Maharani, FH UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada.

BAB I PENDAHULUAN. suatu usaha/bisnis. Tanpa dana maka seseorang tidak mampu untuk. memulai suatu usaha atau mengembangkan usaha yang sudah ada. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan dalam kehidupan dewasa ini bukanlah merupakan sesuatu yang asing lagi. Bank tidak hanya menjadi sahabat masyarakat perkotaan, tetapi juga masyarakat perdesaan.

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI

TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI TANGGUNG JAWAB PERUM PEGADAIAN TERHADAP PENJUALAN (LELANG) BARANG GADAI (Study Kasus Perum Pegadaian Cabang Cokronegaran Surakarta) Skripsi Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Sebagai Jaminan Kredit Di Bank Tika Andarasni Parwitasari 6)

Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Sebagai Jaminan Kredit Di Bank Tika Andarasni Parwitasari 6) Surat Keputusan Pengangkatan Pegawai Sebagai Jaminan Kredit Di Bank Tika Andarasni Parwitasari 6) ISSN : 1693 1173 Abstract Economic conditions and development in Indonesia can not be separated from the

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Karena setiap manusia pasti selalu berkeinginan untuk dapat hidup layak dan berkecukupan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik. disalurkan kembali kepada masyarakat melalui kredit. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peranan perbankan dalam lalu lintas bisnis dapatlah dianggap sebagai kebutuhan yang mutlak, oleh para pelaku pembangunan baik Pemerintah maupun masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal agar suatu kegiatan usaha atau bisnis tersebut dapat terwujud terlaksana. Dalam suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia adalah negara berkembang yang senantiasa melakukan pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Jadi dalam pembangunan, masing-masing masyarakat diharap dapat. Indonesia yaitu pembangunan di bidang ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu Negara tentu memerlukan suatu pembangunan untuk menjadi suatu Negara yang maju. Pembangunan yang dilaksanakan Bangsa Indonesia mengacu pada salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia kodratnya adalah zoon politicon, yang merupakan makhluk sosial. Artinya bahwa manusia dikodratkan untuk hidup bermasyarakat dan saling berinteraksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk

BAB I PENDAHULUAN. berbuat semaksimal mungkin dan mengerahkan semua kemampuannya untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang populasi manusianya berkembang sangat pesat. Pertumbuhan jumlah penduduk yang meningkat tajam pada setiap tahun akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyebutkan bahwa, Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia

BAB I PENDAHULUAN. tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk sosial yang tidak mungkin untuk dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan dari manusia lain. Hanya saja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur

BAB I PENDAHULUAN. Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan atau agunan yang diajukan atau yang diberikan oleh debitur kepada Bank berupa tanah-tanah yang masih belum bersertifikat atau belum terdaftar di Kantor Pertanahan.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa

II. TINJAUAN PUSTAKA. kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut. Pendapat lain menyatakan bahwa II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak, yang isinya adalah hak dan kewajiban, suatu hak untuk menuntut sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya pembangunan aspek ekonomi tentunya tidak lepas dari faktor pendanaan untuk membiayai suatu aktivitas ekonomi dalam suatu usaha. Dana merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya sehari-hari memiliki kebutuhankebutuhan yang harus dipenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, dan papan.dalam usaha untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali

BAB I PENDAHULUAN. meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di jaman seperti sekarang ini kebutuhan seseorang akan sesuatu terus meningkat sesuai dengan usia dan status sosialnya namun seringkali kebutuhan ini tidak dapat terpenuhi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan

I. PENDAHULUAN. Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang akan mengajukan pinjaman atau kredit kepada bank. Kredit merupakan suatu istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional yang dilaksanakan saat ini adalah pembangunan berkesinambungan secara bertahap untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam

Lebih terperinci

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA

PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA PENYELESAIAN SECARA HUKUM PERJANJIAN KREDIT PADA LEMBAGA PERBANKAN APABILA PIHAK DEBITUR MENINGGAL DUNIA Oleh : A. A. I. AG. ANDIKA ATMAJA I Wayan Wiryawan Dewa Gde Rudy Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992

PENDAHULUAN. mempengaruhi tingkat kesehatan dunia perbankan. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 7 tahun 1992 PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kondisi ekonomi nasional semakin hari kian memasuki tahap perkembangan yang berarti. Ekonomi domestik indonesia pun cukup aman dari dampak buruk yang diakibatkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang sama dan apabila diperlukan bisa dibebani dengan bunga. Karena dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan pinjam-meminjam uang atau istilah yang lebih dikenal sebagai utang-piutang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan bermasyarakat yang telah mengenal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian pengalihan..., Agnes Kusuma Putri, FH UI, Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, dinyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang bersumber pada Pancasila dan bukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu

BAB I PENDAHULUAN. Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Peran bank sangat besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Hampir semua sektor usaha sangat membutuhkan bank sebagai mitra dalam melakukan transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perekonomian sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Guna mewujudkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, bangsa Indonesia telah melakukan pembangunan untuk mewujudkan tujuan nasional, yaitu mewujudkan masyarat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. usahanya mengingat modal yang dimiliki perusahaan atau perorangan biasanya tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini kredit merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh setiap orang atau badan usaha untuk memperoleh pendanaan guna mendukung peningkatan usahanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup

BAB I PENDAHULUAN. individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk monodualistis artinya selain sebagai makhluk individu, manusia juga berperan sebagai makhluk sosial di mana manusia hidup berdampingan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi perekonomian tersebut tidak

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR *

PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR * PELAKSANAAN PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN SURAT SERTIFIKAT TANAH YANG BUKAN MILIK DEBITUR PADA PT. BPR. DEWATA CANDRADANA DI DENPASAR * Oleh Swandewi ** I Made Sarjana *** I Nyoman Darmadha **** Bagian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi yang terjadi, juga terjadi dalam dunia perekonomian, bahkan perkembangan kebutuhan masyarakat semakin tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat 9 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari keperluan akan dana guna menggerakkan roda perekonomian dirasakan semakin meningkat. Di satu sisi ada masyarakat yang kelebihan dana, tetapi

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan ekonomi dan perdagangan dewasa ini, sulit dibayangkan bahwa pelaku usaha, baik perorangan maupun badan hukum mempunyai modal usaha yang cukup untuk

Lebih terperinci

KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR

KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR KREDIT SINDIKASI SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN KREDIT DALAM SKALA BESAR A.A. Mirah Endraswari I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Lembaga keuangan Bank merupakan suatu

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA Oleh Rizki Kurniawan ABSTRAK Jaminan dalam arti luas adalah jaminan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik

Lebih terperinci

PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT RAGA JAYATAMA DI BATUBULAN GIANYAR

PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT RAGA JAYATAMA DI BATUBULAN GIANYAR PENDAFTARAN FIDUSIA DALAM PRAKTEK PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK PERKREDITAN RAKYAT RAGA JAYATAMA DI BATUBULAN GIANYAR Oleh : Ni Wayan Indah Junyanitha I Nyoman Mudana Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pemberian kredit atau penyediaan dana oleh pihak perbankan merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, dan juga sebagai aset utama sekaligus menentukan maju mundurnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nopmor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mendefinisikan: Bank sebagai badan

Lebih terperinci

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK

PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK PELAKSANAAN NOVASI SEBAGAI UPAYA PENYELESAIAN KREDIT MACET OLEH BANK (Studi kasus Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Slamet Riyadi Solo) S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi saat ini, peran perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit

BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA. A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit BAB II TINJAUAN TENTANG PERJANJIAN KREDIT PADA UMUMNYA A. Pengertian Bank, Kredit dan Perjanjian Kredit 1. Pengertian Bank Membicarakan bank, maka yang terbayang dalam benak kita adalah suatu tempat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang keseluruhan bagiannya meliputi aspek kehidupan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014 Online di WORKING CAPITAL LOANS WITH FIDUCIARY IN PT. RURAL BANK BANK SURYA YUDHA BANJARNEGARA Ibnu Jodik Prakoso*,Kashadi, Suharto ABSTRACT Working capital loans is a facilities owned by PT. Rural Bank Bank Surya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sistem Perusahaan memerlukan sistem untuk menunjang kegiatan perusahaan dengan kata lain sistem merupakan rangkaian dari prosedur yang saling berkaitan dan secara

Lebih terperinci

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri

seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri seperti yang dimaksud dalam ketentuan Undang-Undang tentang definisi dari kredit ini sendiri dapat dilihat dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI

PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI PERLINDUNGAN HUKUM PEKERJA WANITA YANG BEKERJA PADA MALAM HARI A.A. Mirah Endraswari I Ketut Sudantra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstrak Pemerintah mempunyai kewajiban membina perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi saat sekarang mengalamin peningkatan yang sangat pesat. Banyak sektor usaha berlomba-lomba untuk menarik simpati masyarakat dalam menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia

BAB I PENDAHULUAN. kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya terkadang mengalami kesulitan baik karena keterbatasan dana sehingga sudah sewajarnya manusia saling membutuhkan dalam memenuhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian Indonesia, khususnya dunia perbankan saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang sangat baik, walaupun kegiatan bisnis bank umum sempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing.

BAB I PENDAHULUAN. untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ekonomi yang terjadi di Indonesia saat ini memaksa setiap orang untuk berlomba-lomba untuk terus berusaha dalam memajukan ekonomi masingmasing. Dalam melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh partisipasi dan kerjasama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang ditandai dengan pelaksanaan pembangunan di berbagai sektor. Dengan semakin meningkatnya pembangunan, otomatis kegiatan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang

BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI. Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang BAB II PENGATURAN HAK ISTIMEWA DALAM PERJANJIAN PEMBERIAN GARANSI A. Perjanjian Pemberian Garansi/Jaminan Setiap ada perjanjian pemberian garansi/ jaminan pasti ada perjanjian yang mendahuluinya, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain sebagai makhluk sosial dimana manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, sebuah dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi, sosial dan politik, telah mendudukkan masyarakat Indonesia pada posisi yang sulit. Hanya segelintir orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sebagaimana kita ketahui bahwa pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional dapat menciptakan dan menjadikan masyarakat Indonesia menuju kearah

Lebih terperinci