PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON"

Transkripsi

1 RCF - 01 : UUJK, K3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

2 KATA PENGANTAR Laporan UNDP tentang : Human Development Index (HDI) tertuang dalam Human Development Report, 2004, mencantumkan Indeks Pengembangan SDM Indonesia pada urutan 111, satu tingkat di atas Vietnam urutan 112 dan jauh di bawah dari Negara-negara ASEAN terutama Malaysia urutan 59, Singapura urutan 25, dan Australia urutan 3, merupakan sebuah gambaran kondisi pengembangan SDM kita. Bagi para pemerhati dan khususnya bagi yang terlibat langsung dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi tersebut merupakan tantangan sekaligus sebagai modal untuk berpacu mengejar ketinggalan dan obsesi dalam meningkatkan kemampuan SDM paling tidak setara dengan Negara tetangga ASEAN, terutama menghadapi era globalisasi. Untuk mengejar ketinggalan telah banyak daya upaya yang dilakukan termasuk perangkat pengaturan melalui penetapan undang-undang antara lain : UU. No. 18 Tahun 1999, tentang : Jasa Konstruksi beserta peraturan pelaksanaannya, mengamanatkan bahwa setiap tenaga : Perencana, Pelaksana, dan Pengawas harus memiliki sertifikat, dengan pengertian sertifikat kompetensi keahlian atau ketrampilan kerja. Untuk melaksanakan kegiatan sertifikasi berdasarkan kompetensi diperlukan tersedianya Bakuan Kompetensi untuk semua tingkatan kualifikasi dalam setiap klasifikasi di bidang Jasa Konstruksi. UU. No. 13 Tahun 2003, tentang : Ketenagakerjaan, mengamanatkan (Pasal 10 Ayat (2)). Pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standard kompetensi kerja. UU. No. 20 Tahun 2003, tentang : Sistem Pendidikan Nasional, dan peraturan pelaksanaannya, mengamanatkan Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan pengembangan KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). UU. No. 7 Tahun 2004, tentang : Sumber Daya Air menetapkan pada Pasal 71 Ayat 1 dan 2 bahwa : - (1) Menteri yang membidangi sumber daya air dan menteri yang terkait dengan bidang sumber daya air menetapkan standar pendidikan khusus dalam bidang sumber daya air i

3 (2) Penyelenggaraan pendidikan bidang sumber daya air dapat dilaksanakan, baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah maupun swasta sesuai dengan standar pendidikan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Mengacu pada amanat undang-undang tersebut di atas, diimplementasikan kedalam konsep Pengembangan Sistem Pelatihan Jasa Konstruksi, yang oleh PUSBIN KPK (Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi) pelaksanaan programnya didahului dengan mengembangkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia), SLK (Standar Latih Kompetensi), dimana keduanya disusun melalui analisis struktur kompetensi sektor/sub-sektor konstruksi sampai mendetail, kemudian dituangkan dalam jabatan-jabatan kerja yang selanjutnya dimasukan ke dalam Katalog Jabatan Kerja. Modul Pelatihan adalah salah satu unsur paket pelatihan sangat penting karena menyentuh langsung dan menentukan keberhasilan peningkatan kualitas SDM untuk mencapai tingkat kompetensi yang ditetapkan, disusun dari hasil inventarisasi jabatan kerja yang kemudian dikembangkan berdasarkan SKKNI (Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia) dan SLK (Standar Latih Kompetensi) yang sudah disepakati dalam suatu Konvensi Nasional, dimana modul-modulnya maupun materi uji kompetensinya disusun oleh Tim Penyusun/tenaga professional dalam bidangnya masing-masing, merupakan suatu produk yang akan dipergunakan untuk melatih, dan meningkatkan pengetahuan dan kecakapan agar dapat mencapai tingkat kompetensi yang dipersyaratkan dalam SKKNI, sehingga dapat menyentuh langsung sasaran pembinaan dan peningkatan kualitas tenaga kerja konstruksi agar menjadi kompeten dalam melaksanakan tugas pada jabatan kerjanya. Dengan penuh harapan modul pelatihan ini dapat dimanfaatkan dengan baik, sehingga citacita peningkatan kualitas SDM khususnya di bidang jasa konstruksi dapat terwujud. Jakarta, Nopember 2006 Kepala Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi Ir. Djoko Subarkah, Dipl. HE. NIP : ii

4 PRAKATA Modul RCF-01 : UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi), Keselamatan dan Kesehatan Kerja, dan Pengendalian Dampak Lingkungan, berisi beberapa aspek utama terdiri dari : 1 : UUJK, Etika Profesi dan Etos Kerja 2 : K3, (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) 3 : Pengendalian Dampak Lingkungan. Undang-undang jasa konstruksi, menguraikan lingkup undang-undang jasa konstruksi, usaha jasa konstruksi, peran masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, serta penerapan etika profesi, etos kerja. Khusus tentang Etos Kerja menjadi Bab tersendiri karena sangat penting bagi tenaga terampil untuk membangun sikap kerja yang produktif dan disiplin serta penuh dengan tanggung jawab, karena tenaga terampil merupakan ujung tombak menghasilkan produk nyata sesuai desain/perencanaan teknik. Sedangkan K3 ( Keselamatan dan Kesehatan Kerja), menguraikan tentang lingkup dan pengertian K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), sebab akibat kecelakaan kerja, peraturan perundangan K3, Alat Pelindung Diri (APD), Tata Laksana baku penerapan K3 Konstruksi. Tentang pengendalian dampak lingkungan akan membahas dan menguraikan pengertian dasar lingkungan hidup, integrasi aspek lingkungan pada kegiatan proyek konstruksi, penanggulangan dampak lingkungan pada pekerjaan konstruksi. Dimaklumi bahwa, biarpun sudah diusahakan se-sempurna mungkin namun kemungkinan adanya kekurangan, maka tim penyusun mengharapkan koreksi dan sumbang sarannya. Jakarta, Nopember 2006 Tim Penyusun iii

5 LEMBAR TUJUAN JUDUL PELATIHAN : MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON JUDUL MODUL : UUJK, K3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Pelatihan Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta diharapkan mampu : Menyiapkan, mengkoordinir dam memeriksa pembesian, penulangan pada pekerjaan konstruksi beton bertulang. B. Tujuan Khusus Pelatihan Setelah mengikuti pelatihan peserta mampu : 1. Menerapkan UUJK, K3 dan ketentuan pengendalian lingkungan kerja 2. Menguasai rencana pembuatan pembesian/penulangan beton sesuai spesifikasi pembesian, gambar kerja, Instruksi kerja (IK), jadwal (schedule) kerja proyek 3. Membuat jadwal (schedule) kerja harian dan mingguan 4. Melakukan pekerjaan persiapan pembesian/penulangan beton 5. Mengkoordinir dan mengawasi pembuatan dan pemasangan pembesian/ penulangan beton 6. Memeriksa, mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan pembuatan dan pemasangan pembesian/penulangan beton 7. Menguasai dan melaksanakan kontrak/perjanjian kerja. SERIE/JUDUL : RCF-01 UUJK, K3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM (TPU) : Setelah modul ini selesai dipelajari pesrta mampu menerapkan sebagian ketentuan UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi) etika profesi, etos kerja dan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) serta pengendalian dampak lingkungan dalam pelaksanaan pekerjaan sesuai lingkup tanggung jawabnya. iv

6 TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) : Setelah modul ini selesai dipelajari peserta mampu : 1. Menjelaskan pengaturan, lingkup dan usaha jasa konstruksi, peran masyarakat serta menerapkan ketentuan dan norma etika profesi 2. Menerapkan norma, nilai dan kaidah serta peraturan yang mengikat sehingga terbangun etos kerja yang produktif, disiplin dan bertanggung jawab 3. Menjelaskan pengetahuan dasar dan peraturan perundang-undangan K3, sebab akibat kecelakaan dan menerapkan ketentuan peraturan perundangan, K3, penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dan Daftar Simak K3 4. Melakukan penanganan pengendalian dampak lingkungan pada pekerjaan konstruksi mengacu peraturan perundang-undangan yang berlaku. v

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... PRAKATA... LEMBAR TUJUAN... DAFTAR ISI... DESKRIPSI SINGKAT... DAFTAR MODUL... PANDUAN PEMBELAJARAN... MATERI SERAHAN... i iii iv vi viii viii x xiv BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Umum Penerapan Peraturan Perundangan RANGKUMAN LATIHAN BAB 2. UUJK, ETIKA PROFESI 2.1. Pengaturan Jasa Konstruksi Usaha Jasa Konstruksi Peran Masyarakat Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Etika Profesi RANGKUMAN LATIHAN BAB 3. ETOS KERJA 3.1. Umum Disiplin Kerja Kecenderungan Orang Tidak Disiplin Permasalahan Disiplin RANGKUMAN LATIHAN vi

8 BAB 4. K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) 4.1. Pengetahuan Dasar K Peraturan dan Perundang-Undangan K Jaminan Sosial Tenaga Kerja Sebab Akibat Terjadinya Kecelakaan Kerja Alat Pelindung Diri (APD) Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Penyakit Akibat Kerja Pemadam Kebakaran, Rambu Keselamatan Kerja dan Listrik Pembuatan Daftar Simak K3 Pembesian/Penulangan Beton RANGKUMAN LATIHAN BAB 5. PERLINDUNGAN DAMPAK LINGKUNGAN KERJA 5.1. Pengertian Dasar Lingkungan Hidup Dampak Lingkungan Akibat Pekerjaan Konstruksi RANGKUMAN LATIHAN DAFTAR PUSTAKA vii

9 DESKRIPSI SINGKAT PENGEMBANGAN MODUL PELATIHAN 1. Kompetensi kerja yang disyaratkan untuk jabatan kerja Mandor Pembesian/ Penulangan Beton dibakukan dalam SKKNI (Standar Kompetensi kerja Nasional Indonesia) yang didalamnya sudah dirumuskan uraian jabatan, unit-unit kompetensi yang harus dikuasai, elemen kompetensi lengkap dengan kriteria unjuk kerja dan batasan-batasan penilaian serta variable-variablenya. 2. SLK (Standar Latih Kompetensi) disusun dengan mengacu kepada SKKNI, dimana uraian jabatan dirumuskan sebagai Tujuan Umum Pelatihan dan unit-unit kompetensi dirumuskan sebagai Tujuan Khusus Pelatihan, kemudian elemen kompetensi dan Kriteria Unjuk Kerja (KUK) dikaji dan dianalisis unsur kompetensinya yaitu : pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja, selanjutnya kurikulum, silabus dan indikator keberhasilan pembelajaran ditetapkan sesuai level kompetensinya. 3. Untuk mendukung tercapainya tujuan pelatihan tersebut, berdasarkan rumusan kurikulum, silabus dan indikator keberhasilan pembelajaran yang ditetapkan dalam SLK, disusunlah seperangkat modul-modul sebagai bahan pembelajaran pelatihan seperti tercantum dalam DAFTAR MODUL di bawah ini. DAFTAR MODUL PELATIHAN : Mandor Pembesian / Penulangan Beton No. Kode Judul No. Representasi Unit Kompetensi 1. RCF - 01 UUJK, K3 dan Pengendalian Dampak Lingkungan 2. RCF - 02 Standar dan Rencana Kerja Pembuatan Pembesian / Penulangan Beton 1 Menerapkan Undang- Undang Jasa Konstruksi, Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ketentuan Dampak Lingkungan 2 Menguasai rencana pembuatan pembesian / penulangan beton sesuai spesifikasi pembesian / penulangan beton, gambar kerja, Instruksi Kerja (IK) dan Schedule Kerja Proyek viii

10 3. RCF - 03 Jadwal kerja harian dan mingguan 3 Membuat jadwal (schedule) kerja harian dan mingguan 4. RCF - 04 Prosedur dan teknik pembuatan dan pemasangan pembesian / penulangan beton A. Pekerjaan Persiapan 4 Melakukan Pekerjaan Persiapan Pembesian / Penulangan Beton B. Pembuatan dan Pemasangan Pekerjaan Pembesian / Penulangan Beton C. Pemeriksaan, Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan Pekerjaan Pembesian 5. RCF - 05 Perjanjian Kerja dan Manajemen Untuk Mandor 5 Mengkoordinir dan mengawasi pembuatan dan pemasangan pembesian / penulangan beton 6 Memeriksa, mengevaluasi dan melaporkan hasil pelaksanaan pembuatan dan pemasangan pembesian / penulangan beton 7 Menguasai dan melaksanakan kontrak / perjanjian kerja ix

11 PANDUAN PEMBELAJARAN x

12 PANDUAN PEMBELAJARAN A. BATASAN Seri / Judul RCF 01 : UUJK, K3 DAN PENGENDA- LIAN DAMPAK LINGKUNGAN KETERANGAN 1. Deskripsi : UUJK, K3 dan Pengendalian Dampak Lingkungan merupakan suatu salah satu modul dalam rangka membangun tenaga kerja jasa konstruksi yang profesional dan bertanggung jawab untuk mengabdi kepada keandalan pembangunan sektor konstruksi yang dilandasi etos kerja, etika profesi, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan lingkungan sebagai amanah dengan harapan apa yang dilakukan menjadi amal ibadah dan sumbangsih kepada bangsa dan negara. 2. Tempat Kegiatan Di dalam ruang kelas lengkap dengan fasilitasnya 3. Waktu Pembelajaran 4 jam pelajaran (1 jp = 45 menit) Atau sampai tercapainya minimal kompetensi yang telah ditentukan (khususnya domain kognitif). xi

13 B. PROSES PEMBELAJARAN KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 1. Ceramah : Pembukaan Menjelaskan tujuan pembelajaran TPU & TPK Merangsang motivasi peserta dengan pertanyaan atau pengalamannya dalam menerapkan sistem manajemen K3 dan pengadministrasiannya. Mengikuti penjelasan TPU dan TPK dengan tekun dan aktif Mengajukan pertanyaanpertanyaan apabila kurang jelas. OHT 1 Waktu : 5 menit 2. Ceramah : Bab 1-Pendahuluan Sebagai pengantar uraian isi modul terdiri : Umum Penerapan peraturan perundangundangan Mendiskusikan pokok bahasan. Waktu : 10 menit Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 2 3. Ceramah : Bab 2 UUJK, Etika Profesi Pengaturan dan usaha jakons Peran masyarakat Penyelenggaraan dan pengikatan pekerjaan konstruksi Etika profesi UU. No. 7 Tahun 200 (SDA) Keamanan bendungan Mendiskusikan pokok bahasan. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 3 Waktu : 45 menit. 4. Ceramah : Bab 3 Etos Kerja Umum Disiplin kerja Tidak disiplin Permasalahan disiplin Mendiskusikan pokok bahasan. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 4 Waktu : 30 menit xii

14 KEGIATAN INSTRUKTUR KEGIATAN PESERTA PENDUKUNG 5. Ceramah : Bab 4 K3 (Keselamatan dan kesehatan kerja) Pengetahuan dasar K3 Perundang-undangan K3 JAMSOSTEK Sebab akibat kecelakaan APD Daftar simak K3 Mendiskusikan pokok bahasan. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 5 Waktu : 45 menit 6. Ceramah : Bab 5 Perlindungan Dampak Lingkungan Kerja Pengertian dasar lingkungan Penanganan Dampak Lingkungan Mendiskusikan pokok bahasan. Waktu : 20 menit. Mengikuti penjelasan instruktur dengan tekun dan aktif Mencatat hal-hal yang perlu Mengajukan pertanyaan bila perlu. OHT 6 7. Rangkuman / Penutup Rangkuman Tanya jawab/diskusi/umpan balik Penutup. Waktu : 15 menit. Pserta diberikan kesempatan bertanya jawab/diskusi dan ditanya instruktur.. OHT 7 xiii

15 MATERI SERAHAN xiv

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Umum Di dalam penyelenggaraan konstruksi yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan yang mengacu kepada dokumen kontrak dipastikan ada unsurunsur yang harus dilaksanakan secara disiplin, konsisten dan mendasar sebagai suatu prinsip yang tidak boleh dilanggar, antara lain : 1. Kepastian mutu (quality assurance) produk konstruksi termasuk volume 2. Kepastian penerapan ketentuan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) dan keamanan konstruksi 3. Kepastian perlindungan dan pelestarian lingkungan. Ketiga unsur tersebut seharusnya dapat dilaksanakan secara terpadu dan simultan pada setiap kegiatan dalam setiap item pekerjaan karena sudah diamanatkan beberapa undang-undang yang menyangkut penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Untuk memadukan ketiga unsur tersebut di atas dapat dilakukan sewaktu menyusun/membuat metode pelaksanaan pekerjaan konstruksi (Construction Method = CM), melalui identifikasi unsur-unsur : Tuntutan mutu dan volume sesuai spesifikasi dan gambar kerja Potensi bahaya/kecelakaan dan penyakit akibat kerja, dan Pencemaran dan perusakan lingkungan. Didalam mendisain keterpaduan cukup tepat apabila selalu mengacu peraturan perundangan yang berlaku terutama tentang : Penyelenggaraan jasa konstruksi termasuk unsur bidang, sub-bidang konstruksi Keselamatan dan kesehatan kerja Perlindungan dan pelestarian lingkungan Penerapan Peraturan Perundangan a. Peraturan Perundangan Jasa Konstruksi Jasa konstruksi yang menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik konstruksi lainnya, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana pemacu 1-1

17 pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial dan budaya, mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai bidang pembangunan. Mengingat pentingnya peranan jasa konstruksi tersebut terutama dalam rangka mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas dan dapat diandalkan, dibutuhkan suatu pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu serta menyeluruh. Guna pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi tersebut pada 7 Mei 1999 telah diundangkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan berlaku efektif satu tahun kemudian. Kemudian telah ditindak lanjuti dengan diterbitkannya tiga peraturan pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Dengan adanya Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut dimaksudkan agar terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional, seperti : terbentuknya kepranataan usaha; dukungan pengembangan usaha; berkembangnya partisipasi masyarakat; terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; dan adanya Masyarakat Jasa Konstruksi yang terdiri dari unsur asosiasi perusahaan maupun asosiasi profesi. Lebih lanjut undang-undang jasa konstruksi Bab 5 Penyelenggaraan Konstruksi, Pasal 23, ayat 2, menetapkan bahwa : Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Dalam rangka mengimplementasikan pasal dan ayat undang-undang jasa konstruksi tersebut di atas, perlu disosialisasikan dan dimantapkan penerapan ketentuan keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja serta pengendalian dampak lingkungan kerja. 1-2

18 b. Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan Hidup Seperti halnya tentang jasa konstruksi yang sudah diatur dengan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, untuk keselamatan dan kesehatan kerja serta pengendalian dampak lingkungan juga sudah ada peraturan perundangundangan. Kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang lingkungan hidup tersebut di atas, selanjutnya dijabarkan dalam berbagai peraturan perundangan seperti : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup 2. Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian disempurnakan dengan PP. Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan 3. Berbagai Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala Bappedal tentang Pedoman Umum Pelaksanaan AMDAL, sebagai penjabaran dari PP. Nomor 51 Tahun Berbagai Keputusan Menteri-Menteri Sektoral tentang Pedoman Teknis Pelaksanaan AMDAL untuk masing-masing sektor sabagai penjabaran dari Pedoman Umum Pelaksanaan AMDAL dari Menteri Negara Lingkungan Hidup. Dalam pekerjaan konstruksi akan terdapat banyak komponen kegiatan yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap Lingkungan Hidup, sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut di atas, maka sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundangan yang berlaku, kegiatan tersebut di atas wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ya ng pelaksanaannya mengacu pada berbagai pedoman dan petujuk teknis AMDAL yang relevan, dengan memperhatikan sasaran dan ciri-ciri atau karakteristik kegiatan proyek yang bersangkutan. c. Peraturan Perundangan K3 Dalam rangka penyelenggaraan pekerjaan konstruksi mulai dari perencanaan, pelaksanaan pengawasan, pengoperasian dan pemeliharaan harus dapat diupayakan dan dijamin agar jangan terjadi kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dalam hal ini populer dengan istilah : NIHIL KECELAKAAN DAN NIHIL PENYAKIT AKIBAT KERJA (Zero Accident). 1-3

19 Untuk mewujudkan cita-cita tersebut di atas telah dilakukan pengaturan melalui penerbitan peraturan perundang-undangan tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) antara lain : a. Undang-Undang No, 1 Tahun 1970 tentang : Keselamatan Kerja b. Undang-Undang No, 3 Tahun 1992 tentang : Jaminan Sosial Tenaga Kerja c. Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 1993, tentang : Penyelenggaraan Program JAMSOSTEK d. Peraturan Menteri NAKERTRANS No. PER 05/MEN/1996, tentang SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja) e. Dan masih banyak lagi yang perlu diperhatikan. 1-4

20 RANGKUMAN 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai Negara Hukum, maka setiap gerak langkah pengaturan selalu berdasarkan peraturan peundang-undangan 2. Untuk pengaturan penyelenggaraan konstruksi telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang : Jasa Konstruksi sebagai induknya 3. Untuk pengaturan keselamatan kerja telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 1, Tahun 1970 tentang : Keselamatan Kerja 4. Sedang tentang pengaturan lingkungan hidup peraturan perundang-undangan sebagai induknya adalah : Undang-Undang Nomor 4, Tahun 1982 tentang : Lingkungan Hidup.

21 L AT I H AN 1. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah untuk pengaturan tentang Konstruksi 2. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah untuk pengaturan tentang Lingkungan Hidup 3. Sebutkan peraturan perundang-undangan yang berupa Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri untuk pengaturan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

22 BAB 2 UUJK DAN ETIKA PROFESI 2.1. Pengaturan Jasa Konstruksi Umum Jasa konstruksi yang menghasilkan produk akhir berupa bangunan atau bentuk fisik lainnya, baik dalam bentuk prasarana maupun sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya, mempunyai peranan penting dan strategis dalam berbagai bidang pembangunan. Mengingat pentingnya peranan jasa konstruksi tersebut terutama dalam rangka mewujudkan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas, dibutuhkan suatu pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi yang terencana, terarah, terpadu serta menyeluruh. Guna pengaturan penyelenggaraan jasa konstruksi tersebut, maka pada 7 Mei 1999 telah diundangkan Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan berlaku efektif satu tahun kemudian. Dan untuk peraturan pelaksanaannya kemudian telah ditindak lanjuti dengan diterbitkannya tiga peraturan pemerintah yakni Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi, serta peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Pembinaan Jasa Konstruksi. Dengan adanya Undang-undang Jasa Konstruksi tersebut dimaksudkan agar terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional, seperti : terbentuknya kepranataan usaha; dukungan pengembangan usaha; berkembangnya partisipasi masyarakat; terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan oleh pemerintah dan/atau masyarakat dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; dan adanya Masyarakat Jasa Konstruksi yang terdiri dari unsur asosiasi perusahaan maupun asosiasi profesi Pengertian Jasa konstruksi adalah layanan : 2-1

23 konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi; pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan serta pengawasan yang mencakup pekerjaan : arsitektural; sipil; mekanikal; elektrikal; dan tata lingkungan. Pengguna jasa adalah orang perseorangan atau badan sebagai pemberi tugas atau pemilik pekerjaan/proyek yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang peseorangan atau badan yang kegiatan usahanya meyediakan layanan jasa konstruksi Ruang Lingkup Pengaturan Ruang lingkup pengaturan Undang-undang Jasa Konstruksi meliputi : a. Usaha jasa konstruksi b. Pengikatan pekerjaan konstruksi c. Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi d. Kegagalan bangunan e. Peran masyarakat f. Pembinaan g. Penyelesaian sengketa h. Sanksi i. Ketentuan peralihan j. Ketentuan penutup Asas-Asas Pengaturan Jasa Konstruksi Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada : a. Asas Kejujuran dan Keadilan. Asas Kejujuran dan Keadilan mengandung pengertian kesadaran akan fungsinya dalam penyelenggaraan tertib jasa konstruksi serta bertanggung jawab memenuhi berbagai kewajiban guna memperoleh haknya. 2-2

24 b. Asas Manfaat Asas Manfaat mengandung pengertian bahwa segala kegiatan jasa konstruksi harus dilaksanakan berlandaskan prinsip-prinsip profesionalitas dalam kemampuan dan tanggung jawab, efisiensi dan efektifitas yang dapat menjamin terwujudnya nilai tambah yang optimal bagi para pihak dalam penyelenggaraan jasa konstruksi dan bagi kepentingan nasional. c. Asas Keserasian Asas Keserasian mengandung pengertian harmoni dalam interaksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang berwawasan lingkungan untuk menghasilkan produk yang berkualitas dan bermanfaat tinggi. d. Asas Keseimbangan Asas Keseimbangan mengandung pengertian bahwa penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus berlandaskan pada prinsip yang menjamin terwujudnya keseimbangan antara kemampuan penyedia jasa dan beban kerjanya. Pengguna jasa dalam menetapkan penyedia jasa wajib mematuhi asas ini, untuk menjamin terpilihnya penyedia jasa yang paling sesuai, dan di sisi lain dapat memberikan peluang pemerataan yang proposional dalam kesempatan kerja penyedia jasa. e. Asas Kemandirian Asas Kemitraan mengandung pengertian tumbuh dan berkembangnya daya saing jasa konstruksi nasional. f. Asas Keterbukaan Asas Keterbukaan mengandung pengertian ketersediaan informasi yang dapat diakses sehingga memberikan peluang bagi para pihak, terwujudnya transparansi dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang memungkinkan para pihak dapat melaksanakan kewajiban secara optimal dan kepastian akan hak dan untuk memperolehnya serta memungkinkan adanya koreksi sehingga dapat dihindari adanya berbagai kekurangan dan penyimpangan. g. Asas Kemitraan Asas Kemitraan mengandung pengertian hubungan kerja para pihak yang harmonis, terbuka, bersifat timbal balik, dan sinergis. 2-3

25 h. Asas Keamanan dan Keselamatan Asas Keamanan dan Keselamatan mengandung pengertian terpenuhinya tertib penyelenggaraan jasa konstruksi, keamanan lingkungan dan keselamatan kerja, serta pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi dengan tetap memperhatikan kepentingan umum Tujuan Pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk : a. Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas; b. Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku; c. Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi Usaha Jasa Konstruksi Iklim Usaha dan Peningkatan Kemampuan Usaha Jasa Konstruksi Dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional diperlukan iklim usaha yang kondusif, yakni : a. Terbentuknya kepranataan usaha, meliputi : 1) Persyaratan usaha yang mengatur klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi; 2) Standar klasifikasi dan kualifikasi perusahaan keahlian dan keterampilan yang mengatur bidang dan tingkat kemampuan orang perseorangan yang bekerja pada perusahaan jasa konstruksi ataupun yang melakukan usaha orang perseorangan; 3) Tanggung jawab profesional yakni penegasan atas tanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya; 4) Terwujudnya perlindungan bagi pekerja konstruksi yang meliputi : kesehatan dan keselamatan kerja, serta jaminan sosial; 5) Terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat; 6) Pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antarpihak dalam hak dan kewajiban dalam suasana hubungan 2-4

26 kerja yang bersifat terbuka, timbal balik, dan sinergis yang memungkinkan para pihak untuk mendudukkan diri pada fungsi masing-masing secara konsisten. b. Dukungan pengembangan usaha, meliputi : 1) Tersedianya permodalan termasuk pertanggungan yang sesuai dengan karakteristik usaha jasa konstruksi; 2) Terpenuhinya ketentuan tentang jaminan mutu; 3) Berfungsinya asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi dalam memenuhi kepentingan anggotanya termasuk memperjuangkan ketentuan imbal jasa yang adil; c. Berkembangnya partisipasi masyarakat, yakni : timbulnya kesadaran masyarakat akan mendorong terwujudnya tertib jasa komstruksi serta mampu umtuk mengaktualisasikan hak dan kewajibannya; d. Terselenggaranya pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat Jasa Konstruksi bagi para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi agar mampu memenuhi berbagai ketentuan yang dipersyaratkan ataupun kewajiban-kewajiban yang diperjanjikan; e. Perlunya Masyarakat Jasa Konstruksi dengan unsur asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi membentuk lembaga untuk pengembangan jasa konstruksi Cakupan Pekerjaan Konstruksi Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No. 18/1999 pekerjaan konstruksi yang merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan mencakup : a. Pekerjaan arsitektural yang mencakup antara lain : pengolahan bentuk dan masa bangunan berdasarkan fungsi serta persyaratan yang diperlukan setiap pekerjaan konstruksi; b. Pekerjaan sipil yang mencakup antara lain : pembangunan pelabuhan, bandar udara, jalan kereta api, pengamanan pantai, saluran irigasi/kanal, bendungan, terowongan, gedung, jalan dan jembatan, reklamasi rawa, 2-5

27 pekerjaan pemasangan perpipaan, pekerjaan pemboran, dan pembukaan lahan; c. Pekerjaan mekanikal yang mencakup pekerjaan antara lain : pemasangan turbin, pendirian dan pemasangan instalasi pabrik, kelengkapan instalasi bangunan, pekerjaan pemasangan perpipaan air, minyak, dan gas; d. Pekerjaan elektrikal yang mencakup antara lain : pembangunan jaringan transmisi dan distribusi kelistrikan, pemasangan instalasi kelistrikan, telekomunikasi beserta kelengkapannya; e. Pekerjaan tata lingkungan yang mencakup antara lain : pekerjaan pengolahan dan penataan akhir bangunan maupun lingkungannya; Bentuk Usaha Jasa Konstruksi Sesuai dengan ketentuan Pasal 5 UU No.18/1999 bentuk usaha jasa konstruksi dapat berupa badan usaha atau orang perseorangan. Bentuk usaha orang perorangan baik warga negara Indonesia maupun asing hanya khusus untuk pekerjaan-pekerjaan konstruksi berskala terbatas/kecil seperti : a. Pelaksanaan konstruksi yang bercirikan : risiko kecil, teknologi sederhana, dan biaya kecil. b. Perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang sesuai dengan bidang keahliannya. Pembatasan jenis pekerjaan tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan terhadap para pihak maupun masyarakat atas risiko pekerjaan konstruksi. Pada dasarnya penyelenggaraan jasa konstruksi berskala kecil melibatkan usaha orang perseorangan atau usaha kecil. Sementara itu untuk pekerjaan konstruksi yang berisiko besar dan/atau yang berteknologi tinggi dan/atau berbiaya besar harus dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau badan usaha asing yang dipersamakan. Bentuk badan usaha nasional dapat berupa badan hukum seperti : Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, ataupun bukan badan hukum seperti : CV, atau Firma. Sedangkan badan usaha asing adalah badan usaha yang didirikan menurut hukum dan berdominisili di negara asing, memiliki kantor perwakilan di Indonesia, dan dipersamakan dengan badan hukum Perseroan Terbatas (PT). 2-6

28 Persyaratan Usaha Jasa Konstruksi 1. Badan Usaha Badan usaha baik selaku perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, maupun pengawas konstruksi dipersyaratkan memenuhi perizinan usaha di bidang konstruksi, dan memiliki sertifikat klasifikasi dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. Perizinan usaha tersebut yang mempunyai fungsi publik dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dalam usaha dan/atau pekerjaan jasa konstruksi. Sedangkan penetapan klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi bertujuan untuk membentuk struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antar pelaku usaha jasa konstruksi. Klasifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan badan usaha dan usaha orang perseorangan untuk melaksanakan pekerjaan berdasarkan nilai pekerjaan, dan kualifikasi usaha jasa konstruksi dilakukan untuk mengukur kemampuan badan usaha dan usaha orang perseorangan untuk melaksanakan berbagai sub pekerjaan. Standar klasifikasi dan kualifikasi keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keahlian kerja setiap badan usaha baik nasional maupun asing yang bekerja di bidang jasa konstruksi. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian hanya badan usaha yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang jasa konstruksi. Penyelenggaraan jasa berskala kecil pada dasarnya melibatkan pengguna jasa dan penyedia jasa orang perseorangan atau usaha kecil. Untuk tertib penyelenggaraan jasa konstruksi ketentuan yang menyangkut keteknikan misalnya sertifikasi tenaga ahli harus tetap dipenuhi secara bertahap tergantung kondisi setempat. Namun penerapan ketentuan perikatan dapat disederhanakan dan permilihan penyedia jasa dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung sesuai ketentuan Pasal 17 ayat (3) UU No. 18/ Orang Perseorangan Mengenai persyaratan bagi orang perseorangan yang bekerja di bidang jasa konstruksi diatur dalam Pasal 9 UU No. 18/1999 sebagai berikut : 2-7

29 a. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keahlian. b. Pelaksana konstruksi Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja. c. Perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau pelaksana konstruksi yang bekerja di badan usaha Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana harus memiliki sertifikat keahlian. d. Tenaga kerja keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi Tenaga kerja yang melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki keterampilan kerja dan keahlian kerja. Standar klasifikasi dan kualifikasi keterampilan kerja dan keahlian kerja adalah pengakuan tingkat keterampilan kerja dan keahlian kerja di bidang jasa konstruksi ataupun yang bekerja orang perseorangan. Pengakuan tersebut diperoleh melalui ujian yang dilakukan oleh badan/lembaga yang ditugasi untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut. Proses untuk mendapatkan pengakuan tersebut dilakukan melalui kegiatan registrasi yang meliputi : klasifikasi, kualifikasi, dan sertifikasi. Dengan demikian hanya orang perseorangan yang memiliki sertifikat tersebut yang diizinkan untuk bekerja di bidang usaha jasa konstruksi. Standardisasi klasifikasi dan kualifikasi keterampilan dan keahlian kerja bertujuan untuk terwujudnya standar produktivitas kerja dan mutu hasil kerja dengan memperhatikan standar imbal jasa, serta kode etik profesi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya tanggung jawab profesional. 3. Tanggung Jawab Profesional Badan usaha maupun orang perseorangan yang melakukan pekerjaan konstruksi baik sebagai perencana, pelaksana maupun pengawas harus bertanggung jawab terhadap hasil pekerjaannya baik terhadap kasus 2-8

30 kegagalan pekerjaan konstruksi maupun terhadap kasus kegagalan bangunan. Tanggung jawab profesional tersebut dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum. Bentuk sanksi yang dikenakan dalam rangka pelaksanaan tanggung jawab tersebut dapat berupa : sanksi profesi, sanksi administratif, sanksi pidana, atau ganti rugi. Sanksi profesi tersebut berupa : peringatan tertulis, pencabutan keanggotaan asosiasi, dan pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja. Sanksi administratif tersebut berupa : peringatan tertulis, memasukkan dalam daftar pembatasan/larangan kegiatan kegiatan, atau pencabutan sertifikat keterampilan atau keahlian kerja Peran Masyarakat Hak Masyarakat Umum Masyarakat berhak untuk : a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa konstruksi baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan, maupun pemanfaatan hasil-hasilnya; b. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang dialami secara langsung sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagai akibat perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pekerjaan konstruksi. Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan baik secara orang perseorangan, kelompok orang dengan pemberian kuasa, maupun kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan. Jika diketahui bahwa masyarakat menderita sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehingga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, Pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untuk kepentingan masyarakat. 2-9

31 Kewajiban Masyarakat Umum Di samping masyarakat mempunyai hak-hak sebagaimana tersebut di atas, dengan makna bahwa setiap orang turut berperan serta dalam menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang jasa konstruksi, masyarakat juga berkewajiban : a. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan jasa konstruksi; b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum Masyarakat Jasa Konstruksi Masyarakat jasa konstruksi merupakan bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan dan/atau kegiatan yang berhubungan dengan usaha dan pekerjaan jasa konstruksi. Penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstruksi tersebut dilakukan melalui suatu forum jasa konstruksi dan khusus untuk pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri dalam hal ini dibentuk : LPJK (Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi) Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Lembaga jasa konstruksi yang melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dan bersifat independen dan mandiri tersebut beranggotakan wakil-wakil dari : a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan jasa konstruksi; dan d. instansi Pemerintah yang terkait. Lembaga jasa konstruksi tersebut bertugas : a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi; b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi; c. melakukan registrasi tenaga kerja, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja; d. melakukan registrasi badan usaha jasa konstruksi; e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli di bidang jasa konstruksi. 2-10

32 2.4. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Kegiatan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi beberapa yakni dimulai dari tahap perencanaan yang meliputi : prastudi kelayakan, studi kelayakan, perencanaan umum, dan perencanan teknik dan selanjutnya diikuti dengan tahap pelaksanaan beserta pengawasannya yang meliputi : pelaksanaan fisik, pengawasan, uji coba, dan penyerahan bangunan. Masing-masing tahap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi tersebut dilaksanakan melalui kegiatan penyiapan, pengerjaan, dan pengakhiran. a. Kegiatan penyiapan meliputi kegiatan awal penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk memenuhi berbagai persyaratan yang diperlukan dalam memulai pekerjaan perencanaan atau pelaksanaan fisik dan pengawasan. b. Kegiatan pengerjaan meliputi : 1) Dalam tahap perencanaan, merupakan serangkaian kegiatan yang menghasilkan berbagai laporan tentang tingkat kelayakan, rencana umum/induk, dan rencana teknis. 2) Dalam tahap pelaksanaan, merupakan serangkaian kegiatan pelaksanaan fisik beserta pengawasannya yang menghasilkan bangunan. c. Kegiatan pengakhiran, yang berupa kegiatan untuk menyelesaikan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi meliputi : 1) Dalam tahap perencanaan, dengan disetujuinya laporan akhir dan dilaksanakan pembayaran akhir. 2) Dalam tahap pelaksanaan dan pengawasan, dengan dilakukannya penyerahan akhir bangunan dan dilaksanakannya pembayaran akhir Ketentuan Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi penyelenggara pekerjaan konstruksi wajib memenuhi ketentuan tentang : a. Keteknikan, yang meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku; b. Keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c. Perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2-11

33 d. Tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku Kewajiban Para Pihak Dalam Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Kewajiban para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi baik dalam kegiatan penyiapan, dalam kegiatan pengerjaan, maupun dalam kegiatan pengakhiran meliputi : a. Dalam kegiatan penyiapan : 1) pengguna jasa, antara lain : a) menyerahkan dokumen lapangan untuk pelaksanaan konstruksi, dan fasilitas sebagaiman ditentukan dalam kontrak kerja konstruksi; b) membayar uang muka atas penyerahan jaminan uang muka dari penyedia jasa apabila diperjanjikan. 2) penyedia jasa, antara lain : a) menyampaikan usul rencana kerja dan penanggung jawab pekerjaan untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa; b) memberikan jaminan uang muka kepada pengguna jasa apabila diperjanjikan. c) mengusulkan calon subpenyedia jasa dan pemasok untuk mendapatkan persetujuan pengguna jasa apabila diperjanjikan. b. Dalam kegiatan pengerjaan : 1) pengguna jasa, antara lain : memenuhi tanggung jawabnya sesuai dengan kontrak kerja konstruksi dan menanggung semua risiko atas ketidakbenaran permintaan, ketetapan yang dimintanya/ditetapkannya yang tertuang dalam kontrak kerja; 2) penyedia jasa, antara lain : mempelajari, meneliti kontrak kerja, dan melaksanakan sepenuhnya semua materi kontrak kerja baik teknik dan administrasi, dan menanggung segala risiko akibat kelalaiannya. c. Dalam kegiatan pengakhiran : 1) pengguna jasa, antara lain : memenuhi tanggung jawabnya sesuai kontrak kerja kepada penyedia jasa yang telah berhasil mengakhiri dan melaksanakan serah terima akhir secara teknis dan administratif kepada pengguna jasa sesuai kontrak kerja. 2-12

34 2) penyedia jasa, antara lain : meneliti secara seksama keseluruhan pekerjaaan yang dilaksanakannya serta menyelesaikannya dengan baik sebelum mengajukan serah terima akhir kepada pengguna jasa Kegagalan Pekerjaan Konstruksi Kegagalan pekerjaan konstruksi yang merupakan kegagalan yang terjadi selama pelaksanaan pekerjaan konstruksi, adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja konstruksi baik sebagian maupun keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa. Penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri. Pemerintah berwenang untuk mengambil tindakan tertentu apabila kegagalan pekerjaan konstruksi mengakibatkan kerugian dan atau gangguan terhadap keselamatan umum antara lain : a. Menghentikan sementara pekerjaan konstruksi; b. Meneruskan pekerjaan dengan persyaratan tertentu; c. Menghentikan sebagian pekerjaan Kegagalan Bangunan Sesuai ketentuan Pasal 1 UU No.18/1999, kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang setelah diserahterimakan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa, menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian dan/atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemanfaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa, Tidak berfungsinya bangunan tersebut adalah baik dari segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan umum. Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut dapat berupa sanksi administratif, sanksi profesi, maupun pengenaan ganti rugi. 2-13

35 1. Jangka Waktu Pertanggungjawaban Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan ditentukan sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan dengan paling lama 10 tahun sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi. Pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan untuk perencana konstruksi mengikuti kaidah teknik perencanaan dengan ketentuan sebagai berikut : a. selama masa tanggungan atas kegagalan bangunan di bawah 10 (sepuluh) tahun berlaku ketentuan sanksi profesi dan ganti rugi; b. untuk kegagalan bangunan lewat dari masa tanggungan dikenakan sanksi profesi. Penetapan umur konstruksi yang direncanakan harus secara jelas dan tegas dinyatakan dalam dokumen perencanaan, serta disepakati dalam kontrak kerja konstruksi. Jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan harus dinyatakan dengan tegas dalam kontrak kerja konstruksi. 2. Penilaian Kegagalan Bangunan Penetapan kegagalan bangunan dilakukan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli yang profesional dan kompeten dalam bidangnya serta bersifat independen dan mampu memberikan penilaian secara obyektif dan profesional dengan ketentuan sebagai berikut : a. Penilai ahli harus dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak diterimanya laporan mengenai terjadinya kegagalan bangunan; b. Penilai ahli adalah penilai ahli di bidang konstruksi; c. Penilai ahli yang terdiri dari orang perseorangan atau kelompok orang atau badan usaha dipilih dan disepakati bersama oleh penyedia jasa dan pengguna jasa; d. Penilai ahli harus memiliki sertifikat keahlian dan terdaftar pada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Tugas penilai ahli adalah : a. menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan bangunan; b. menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan bangunan; c. menetapkan pihak yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan serta tingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan; 2-14

36 d. menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak atau pihak-pihqak yang melakukan kesalahan; e. menetapkan jangka waktu pembayaran karugian. Penilai ahli berwenang untuk : a. menghubungi pihak-pihak terkait untuk memeperoleh keterangan yang diperlukan; b. memperoleh data yang diperlukan; c. melakukan pengujian yang diperlukan; d. memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan. Penilai ahli berkewajiban untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada pihak yang menunjuknya dan menyampaikan kepada Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi dan instansi yang mengeluarkan izin membangun, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah melaksanakan tugasnya. 3. Kewajiban dan Tanggung Jawab Penyedia Jasa Jika terjadi kegagalan bangunan yang terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, yang disebabkan kesalahan perencana/pengawas atau pelaksana konstruksi, maka kepada perencana/pengawas atau pelaksana selain dikenakan ganti rugi wajib bertanggung jawab bidang profesi untuk perencana/pengawas atau sesuai bidang usaha untuk pelaksana. Penyedia jasa konstruksi diwajibkan menyimpan dan memelihara dokumen pelaksanaan konstruksi yang dapat dipakai sebagai alat pembuktian bilamana terjadi kegagalan bangunan selama jangka waktu pertanggungan dan selamalamanya 10 (sepuluh) tahun sejak dilakukan penyerahan akhir hasil pekerjaan konstruksi. Perencana konstruksi dibebaskan dari tanggung jawab atas kegagalan bangunan sebagai dari rencana yang diubah pengguna jasa dan atau pelaksana konstruksi tanpa persetujuan tertulis dari perencana konstruksi Subpenyedia jasa berbentuk usaha orang perseorangan dan atau badan usaha yang dinyatakan terkait dalam terjadinya kegagalan bangunan bertanggung jawab kepada penyedia jasa utama. 2-15

37 4. Kewajiban dan Tanggung Jawab Pengguna Jasa Pengguna jasa wajib melaporkan terjadinya kegagalan bangunan dan tindakan-tindakan yang diambil kepada menteri yang bertanggung jawab dalam bidang konstruksi dan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi. Pengguna jasa bertanggung jawab atas kegagalan bangunan yang disebabkan oleh kesalahan pengguna jasa termasuk karena kesalahan dalam pengelolaan. Apabila hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi. 5. Ganti Rugi Dalam Hal Kegagalan Bangunan Pelaksanaan ganti rugi dalam hal kegagalan bangunan dapat dilakukan dengan mekanisme pertanggungan pihak ketiga atau asuransi, dengan ketentuan : a. persyaratan dan jangka waktu serta nilai pertanggungan ditetapkan atas dasar kesepakatan; b. premi dibayar oleh masing-masing pihak, dan biaya premi yang menjadi bagian dari unsur biaya pekerjaan konstruksi. Dalam hal pengguna jasa tidak bersedia memasukkan biaya premi tersebut di atas, maka risiko kegagalan bangunan menjadi tanggung jawab pengguna jasa. Besarnya kerugian yang ditetapkan oleh penilai ahli bersifat final dan mengikat. Sementara itu biaya penilai ahli menjadi beban pihak-pihak yang melakukan kesalahan dan selama penilai ahli melakukan tugasnya, maka pengguna jasa menanggung pembiayaan pendahuluan Gugatan Masyarakat Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi berhak mengajukan gugatan ke pengadilan secara : a. orang perseorangan; b. kelompok orang dengan pemberian kuasa; c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui gugatan perwakilan. Yang dimaksud dengan hak mengajukan gugatan perwakilan adalah hak kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat dalam jumlah besar yang dirugikan atas dasar kesamaan permasalahan, faktor hukum dan 2-16

38 ketentuan yang ditimbulkan karena kerugian atau gangguan sebagai akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Gugatan masyarakat tersebut adalah berupa : a. tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu; b. tuntutan berupa biaya atau pengeluaran nyata; c. tuntutan lain. Biaya atau pengeluaran nyata adalah biaya yang nyata-nyata dapat dibuktikan sudah dikeluarkan oleh masyarakat dalam kaitan dengan akibat kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Khusus gugatan perwakilan yang diajukan oleh masyarakat tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain, yaitu : a. memohon kepada pengadilan agar salah satu pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan kewajibannya atau tujuan dari kontrak kerja konstruksi; b. menyatakan seseorang (salah satu pihak) telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan bersama dalam kontrak kerja konstruksi; c. memerintahkan seseorang (salah satu pihak) yang melakukan usaha/kegiatan jasa konstruksi untuk membuat atau memperbaiki atau mengadakan penyelamatan bagi para pekerja jasa konstruksi LARANGAN PERSEKONGKOLAN Dalam rangka terselenggaranya proses pengikatan yang terbuka dan adil, yang dilandasi oleh persaingan yang sehat serta terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dalam Pasal 55 PP No. 29/2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi diatur ketentuan mengenai larangan persekongkolan di antara para pihak dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan untuk : a. mengatur dan atau menentukan pemenang dalam pelelangan umum atau pelelangan terbatas sehingga mengakibatkan persaingan usaha yang tidak sehat (termasuk antar penyedia jasa); b. menaikan nilai pekerjaan (mark up) yang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan atau keuangan Negara; 2-17

39 Pelaksana konstruksi dan atau subpelaksana konstruksi dan atau pengawas konstruksi dan atau subpengawas konstruksi dilarang melakukan persekongkolan untuk : a. mengatur dan menentukan pekerjaan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat; b. mengatur dan menentukan pemasokan bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang tidak sesuai dengan kontrak kerja konstruksi yang merugikan pengguna jasa dan atau masyarakat. Atas pelanggararan ketentuan tersebut di atas, pengguna jasa dan atau penyedia jasa dan atau pemasok dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku Etika Profesi Umum Perkembangan Kegiatan Jasa Konstruksi merupakan suatu tantangan bagi pelaku-pelaku kegiatan tersebut yang harus dicermati dan diantisipasi dengan baik dan secara sungguh-sungguh, karena pada saat ini para pelaku-pelaku jasa konstruksi di Indonesia menghadapi dua sisi tantangan, tantangan dari luar (arus globalisasi) dan tantangan dari dalam yang merupakan tantangan dirinya sendiri (profesionalisme), yang kesemuanya itu harus dapat diatasi dengan tepat dan cepat. Dalam profesionalitas pelaku jasa konstruksi harus ditingkatkan kesadaran terhadap nilai, kepercayaan dan sikap yang mendukung seseorang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan jabatan kerja yang dimilikinya, dimana etika dalam berkarya termasuk pada pelaksanaan kegiatan konstruksi dilapangan; pelaku-pelaku jasa konstruksi harus tampil dengan sikap moral yang tinggi, untuk dapat menghasilkan pekerjaan yang sesuai dengan standar dan spesifikasi yang diberikan. Etika adalah berasal dari kata ethics dari bahasa Yunani yaitu Ethos yang berarti kebiasaan atau karakter. Dalam pelaksanaan konstruksi seorang tenaga kerja perlu memiliki etika atas perilaku moral dan keputusan yang menghormati lingkungan, dan mematuhi peraturan lainnya dalam kegiatan masa konstruksi, dengan kata lain seorang tenaga kerja jasa konstruksi perlu mempunyai nilai moralitas, yang berarti sikap, karakter atau tindakan apa yang benar dan salah serta apa yang harus dikerjakannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya 2-18

40 untuk hidup dilingkungan sosial mereka dalam melaksanakan kegiatan pekerjaan tersebut. Masing-masing orang misalnya Pelaksana Saluran Irigasi, Teknisi Penghitung Kuantitas, pekerja, konsultan pengawas atau direksi teknik dan masyarakat pengguna irigasi, mempunyai serangkaian nilai yang dimiliki masing-masing individu; masing-masing individu menggabungkan nilai pribadi kedalam suatu sistem sebagai suatu hasil dan sikap yang saling mempengaruhi dan saling merefleksikan pengalaman dan intelegensinya sehingga terbentuk suatu kegiatan secara sinergi Nilai-nilai Profesional Pelaksana Konstruksi, termasuk bagian dari pada itu, merupakan suatu profesi yang didasarkan pada perhatian, nilai profesional berkaitan dengan kompetensi, dimana nilai-nilai moral yang universal dikembangkan menjadi kode etik profesi yang didasarkan pada pengalaman dalam setiap pelaksanaan konstruksi di beberapa tempat/wilayah. Etika Etika menentukan sikap yang benar, mereka berkaitan dengan apa yang seharusnya atau harus dilakukan. Etika tidak seperti hukum yang harus berkaitan dengan aturan sikap yang merefleksi prinsip-prinsip dasar yang benar dan yang salah dan kode-kode moralitas. Etika didisain untuk memproteksi hak asasi manusia. Dalam seluruh pekerjaan bidang sumber daya air, etika memberi standar profesional kegiatan pelaksanaan konstruksi; standar-standar ini memberi keamanan dan jaminan bagi pelaksana konstruksi maupun pengguna prasarananya (masyarakat). Meskipun etika dan moral sering digunakan bergantian, para ahli Etika membedakannya, dimana Etika menunjuk pada keadaan umum dan serangkaian peraturan dan nilai-nilai formal, sedangkan moral merupakan nilai-nilai atau prinsip-prinsip dimana seseorang secara pribadi menjalankannya (Jameton 1984 Etika profesi). 2-19

41 RANGKUMAN 1. Maksud mempelajari UUJK (Undang-Undang Jasa Konstruksi) ialah : Agar terwujud iklim usaha yang kondusif dalam rangka peningkatan kemampuan usaha jasa konstruksi nasional. Dengan melengkapi : Terbentuknya kepranataan usaha Dukungan pengembangan usaha Berkembangnya partisipasi masyarakat Terselenggaranya pengaturan pemberdayaan dan pengawasan oleh pemerintah dan masyarakat. Adanya masyarakat jasa konstruksi (asosiasi perusahaan dan asosiasi profesi). 2. Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada asas : 1. Kejujuran dan keadilan 2. Manfaat 3. Keserasian 4. Keseimbangan 5. Kemandirian 6. Keterbukaan 7. Kemitraan 8. Keamanan dan keselamatan. 3. Peran masyarakat sesuai UUJK adalah : a. Hak masyarakat umum Melakukan pengawasan Memperoleh penggantian Yang dirugikan berhak menggugat b. Kewajiban masyarakat umum Menjaga ketertiban Mencegah terjadinya hasil pekerjaan yang membahayakan c. Masyarakat jasa konstruksi Memperluas bagian dari masyarakat yang mempunyai kepentingan. 4. Hak pengguna jasa 1. Memungut biaya pengadaan dokumen 2. Mencairkan jaminan bila penyedia jasa tidak memenuhi ketentuan

42 3. Menolak seluruh penawar bila seluruh penawar tidak tanggap. 5. Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi (PPK) 1. Kegiatan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi a. Kegiatan penyiapan - kegiatan awal pelaksanaan pekerjaan b. Kegiatan pengerjaan - serangkaian kegiatan perencanaan atau - serangkaian kegiatan pelaksanaan c. Kegiatan pengakhiran - penyerahan laporan akhir dan pembayaran akhir - penyerahan bangunan dan pembayaran akhir. 6. Tanggung jawab profesional seperti yang diamanatkan undang-undang jasa konstruksi : a. Azas - bertanggung jawab sesuai dengan kaidah keilmuan, kepatuhan dan kejujuran intelektual - dalam menjalankan profesinya dengan mengutamakan kepentingan umum b. Jenis tanggung jawab - pada tahap pelaksanaan konstruksi kegagalan pekerjaan konstruksi - setelah selesai pelaksanaan pekerjaan konstruksi kegagalan bangunan c. Sanksi - sanksi administrasi - sanksi pidana - ganti rugi pada pihak yang dirugikan.

43 L AT I H AN Isian atau Jawaban Singkat Isilah titik-titik dari lembar pertanyaan atau jawab pertanyaan secara benar, singkat dan jelas 1. Masyarakat juga berkewajiban turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan. Sebutkan undang-undang apa dan pasal berapa yang menyebutkan kewajiban masyarakat Sebagai kontraktor harus paham betul tentang kegagalan bangunan. Sebutkan undang-undang apa, bab berapa, pasal berapa saja yang mengatur tentang kegagalan bangunan Dalam pelaksanaan tugas kita semua dituntut tanggung jawab, paling tidak 2 tanggung yang sangat mendasar sesuai yang uraian dalam Bab 8, Etos Kerja modul ini. Sebutkan Jelaskan secara singkat kewajiban dan tanggung jawab penyedia jasa : Jelaskan secara singkat kewajiban dan tanggung jawab pengguna jasa :......

44 6. Antara pengguna jasa dan penyedia jasa dilarang melakukan persekongkolan. Sebutkan 2 jenis persekongkolan yang dominan dan sering terjadi : Peraturan Pemerintah nomor berapa dan pasal berapa yang melarang persekongkolan :

45 BAB 3 ETOS KERJA 3.1. Umum Menghayati makna Etos Kerja akan dapat mengungkapkan suatu persepsi, apa dan bagaimana seharusnya melaksanakan tugas pekerjaan dengan sebaikbaiknya. Agar mampu dan mau melakukan tugas pekerjaan pertama kali dituntut mempunyai kompetensi, dan apabila telah melekat wewenang, tanggung jawab,kewajiban dan hak, maka dapat disebut kompeten. Dengan demikian orang perorang atau kelompok orang dalam suatu kelembagaan yang mempunyai kompetensi dan telah melekat wewenang, tanggung jawab, kewajiban dan hak maka orang per orang atau kelompok orang dalam suatu kelembagaan dapat dikatakan sebagai yang kompeten. Dalam rangka melakukan tugas yang sebaik-baiknya, diharapkan para pelakunya menghayati bahwa tugas pekerjaan yang dibebankan di atas pundaknya sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan di dunia dan akhirat, khususnya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan manusia atau kelompok manusia yang memberikan amanah. Tanggung jawab yang dimaksud meliputi : - Tanggung jawab di dunia akan ditandai dengan : taat dan patuh pada kaidah normatif yang mengikat yang dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai : Disiplin kerja. - Tanggung jawab diakhirat ditandai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa ditandai dengan menjalankan ajaran agamanya secara khusuk, ada yang dilengkapi dengan tanggung jawab budaya suatu suku atau sekelompok masyarakat yang membentuk kepribadiannya dan ada juga terikat dengan rasa tanggung jawabnya terhadap kebesaran dan keluhuran dari nenek moyang leluhurnya. Untuk dapat mempertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dapat dilakukan antara lain, setiap individu manusia yang mendapat amanah melakukan tugas pekerjaan, seyogyanya selalu diawali niat menjalankan tugas pekerjaan semoga menjadi amal ibadah yang selalu mendapat bimbingan dan 3-1

46 ridho dari Tuhan Yang Maha Esa yang selanjutnya dapat diterima dan menjadi amal ibadah. Modal utama dapat menjalankan tugas pekerjaan yang dapat dipertanggung jawabkan dihadapan Tuhan Yang Maha Esa adalah : Iman dan Taqwa, menjalankan perintah dan meninggalkan larangan yang diajarkan agama. Prinsip ini kiranya cukup tepat untuk masyarakat bangsa Indonesia yang mempunyai filsafat hidup berbangsa dan bernegara di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yaitu : PANCASILA, dimana sila pertama mengamanatkan : Ketuhanan Yang Maha Esa Disiplin Kerja Pengertian Disiplin adalah suatu sikap yang menunjukan kesediaan untuk mematuhi, menepati dan mendukung nilai dan kaidah atau peraturan yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu (Ensiklopedi Indonesia) Dari pengertian tersebut di atas, beberapa hal yang perlu kita ketahui tentang hakekat disiplin adalah : NILAI DAN KAIDAH. a. Nilai adalah suatu konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik atau buruk, salah atau benar, adil atau tidak adil bagi suatu masyarakat. b. Sedangkan kaidah atau peraturan adalah suatu nilai yang dibakukan menjadi pedoman untuk berprilaku dan bertindak terhadap sesama manusia dan lingkungannya Wujud disiplin selain kaidah atau peraturan a. Disiplin Identik dengan kaidah atau peraturan adalah bisa berupa : fungsi lembaga-tujuan lembaga, program kerja, tugas atau uraian kerja. Karena hal tersebut juga berfungsi sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan dan bertindak seseorang dalam suatu lingkungan kerja Dengan demikian, maka dapat dikatakan bahwa menegakan disiplin pada suatu lembaga adalah tidak hanya terlihat dari sikap mematuhi, menepati dan mendukung kaidah atau peraturan yang berlaku. Namun 3-2

47 juga harus nampak pada kepatuhan, ketepatan dan dukungan terhadap: fungsi lembaga tujuan lembaga program kerja tugas atau uraian kerja yang telah direncanakan. b. Fungsi kaidah atau peraturan Adanya kaidah atau peraturan di dalam kehidupan bermasyarakat adalah sebagai sarana pengendalian sosial agar dalam kehidupan bermasyarakat tercipta suasana ketertiban dan ketentraman Secara sosiologis, menurut Soerjono Soekamto mengemukakan bahwa ketertiban itu terlihat apabila suatu masyarakat : Ada kaidah yang jelas dan tegas Ada konsistensi dalam pelaksanaan kaidah Ada keteraturan (penataan secara sistematik) dalam memproyeksikan arah kemasyarakatan Ada sistem pengendalian yang mantap Ada stabilitas yang nyata atau tidak semu Ada proses social yang kondusif Tidak adanya perubahan yang sering terjadi Tidak adanya kaidah yang tumpang tindih Tidak adanya standar ganda dalam penerapan kaidah atau peraturan Adapun Ketentraman yang dimaksud adalah keadaan batin warga masyarakat bebas dari rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri seorang menghadapi dua pilihan yang serba menyulitkan atau serba tidak mengenakan c. Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan Prasyarat menegakkan kaidah atau peraturan (disiplin) ada 4 aspek yang harus diperhatikan secara seimbang, yakni : Kaidah dan disiplin yang didukung peraturan itu sendiri harus jelas dan tegas Kesadaran warga untuk mematuhi harus ada Sarananya harus menunjang Petugas yang menegakkan kaidah dan disiplin harus arif (professional) dalam melaksanakannya. 3-3

48 Sikap a. Pengertian Sikap adalah suatu disposisi atau keadaaan mental di dalam jiwa dan diri individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya (baik lingkungan manusia, alam sekitarnya dan fisiknya) Sikap itu walaupun berada dalam diri seorang individu, biasanya juga dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya dan sering juga bersumber pada sistem nilai-budaya. Suatu sistem nilai budaya yang mempengaruhi terhadap sikap individu, terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup didalam alam pikiran sebagian besar masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup Misalnya, nilai-budaya (tradisional) dalam adat istiadat kita yang terlampau banyak berorientasi vertikal terhadap orang-orang pembesar, orang-orang berpangkat tinggi dan orang-orang tua atau senior. Akan membentuk atau mempengaruhi sikap warga masyarakat untuk patuh, menurut dan tidak berani memberikan komentar pimpinannya. Contohnya nilai-budaya yang demikian bagi suatu masyarakat tertentu dan dalam kurun waktu tertentu menganggap sebagai nilai-budaya yang baik. Namun pada masyarakat dan kurun waktu yang lain bisa beranggapan sebagai nilai-budaya yang buruk. Bagi suatu masyarakat yang memandang nilai-budaya tersebut buruk karena nilai-budaya yang demikian akan membentuk sikap. Solidaritas sapulidi, yaitu solidaritas yang hanya terkonsentrasi pada bagian atas dan solidaritas yang hanya tergantung pada tali pengikatnya, begitu tali pengikat kendor, kendor pula solidaritasnya Tak berdisiplin murni, yakni hanya berdisiplin karena takut ada pengawasan dari atas. Pada saat pengawasan itu kendor atau tidak ada maka hilanglah juga hasrat murni dalam jiwanya untuk secara ketat mentaati peraturan Tidak bertanggung jawab, dalam artian, tumbuhnya rasa tanggung jawab karena adanya ikatan batin dengan pimpinannya. Namun bila ikatan batin tersebut longgar, maka longgar pula rasa tanggung jawabnya. 3-4

49 b. Sikap yang dibutuhkan dalam menegakan disiplin Untuk memahami salah satu sikap yang dibutuhkan dalam menegakan disiplin, permasalahannya bukan terletak kepada arti mematuhi peraturan yang ada. Namun harus berorientasi pada pertanyaan Apakah sebabnya orang harus mentaati kaidah peraturan. Dengan memahami jawabannya atas pertanyaan itulah maka potensi orang untuk mematuhi peraturan akan tumbuh dan berkembang. Sebagai pelaksana Konstruksi ada panggilan dan juga amanah yang harus dilaksanakan dengan penuh integritas disertai keihlasan dalam bersikap dan bertindak karena tugas pekerjaannya menyangkut kemanusiaan demi keselamatan dan kesehatan kerja yang ujung-ujungnya menyangkut beberapa insan manusia (keluarga dan saudara -saudaranya) dibalik tenaga kerja yang harus dijamin rasa aman, selamat dan sehat dalam melaksanakan tugasnya. Panggilan dan amanah ini diharapkan sebagai landasan motivasi untuk melaksanakan tugas pekerjaan yang menghasilkan produk terbaik pada saat itu (tidak pernah merasa puas) yang dijiwai etika profesi, integritas, moral, iman dan taqwa serta peduli lingkungan Mematuhi Kaidah atau Peraturan Filsafat hukum mencoba mencari dasar kekuatan mengikat dari pada kaidah atau peraturan, yaitu apakah dipatuhinya kaidah atau peraturan itu disebabkan oleh karena peraturan itu dibentuk oleh pejabat yang berwenang atau memang masyarakatnya mengakuinya karena dinilai kaidah atau peraturan tersebut sebagai suatu kaidah atau peraturan yang hidup didalam masyarakat itu? Dalam hubungan dengan pertanyaan yang pertama terdapat beberapa teori penting yang patut diketengahkan. 1) Teori Kedaulatan Tuhan (Teokrasi) Teori kedaulatan Tuhan yang langsung berpegang kepada pendapat bahwa : Untuk segala kaidah atau peraturan adalah kehendak Tuhan. Tuhan sendirilah yang menetapkan kaidah atau peraturan dan pemerintahpemerintah duniawi adalah pesuruh-pesuruh kehendak Tuhan. 3-5

50 Kaidah atau peraturan dianggap sebagai kehendak atau kemauan Tuhan. Manusia sebagai salah satu ciptaan-nya wajib taat pada kaidah atau peraturan Tuhan ini. Teori kedaulatan Tuhan yang bersifat langsung ini hendak membenarkan perlunya peraturan yang dibuat oleh raja-raja yang menjelmakan dirinya sebagai Tuhan didunia. Harus ditaati oleh setiap penduduknya. Sebagai contoh raja Fir aun. Teori Kedaulatan Tuhan yang tidak langsung, menganggap raja-raja bukan sebagai Tuhan akan tetapi wakil Tuhan didunia. Dalam kaitan ini, dengan sendirinya juga karena bertindak sebagai wakil, semua kaidah atau peraturan yang dibuatnya wajib pula ditaati oleh segenap warganya. Pandangan ini walau berkembang hingga jaman Renaissance, namun hingga saat ini masih juga ada yang berdasarkan otoritas peraturan pada faktor Ketuhanan itu. 2) Teori Perjanjian Masyarakat Pada pokoknya teori ini berpendapat bahwa orang taat dab tunduk pada kaidah atau peraturan oleh karena berjanji untuk mentaatinya. Kaidah atau peraturan diangggap sebagia kehendak bersama, suatu hasil konsensus (perjanjian) dari segenap anggota masyarakat. Tentang perjanjian ini, terdapat perbedaan pendapat antara Thomas Hobbes, John Locke dan J.J Rousseau. Dalam bukunya De Give (1642) dan Leviathan (1651), Thomas Hobbes membentangkan pendapat yang intinya sebagai berikut : Pada mulanya manusia itu hidup dalam suasana bellum omnium contra omnes, selalu dalam keadaan perang (saling bunuh membunuh, saling sikutmenyikut). Agar tercipta suasana damai tentram. Lalu diadakan perjanjian diantara mereka (Pactum Unionis). Setelah itu disusul perjanjian antara semua dengan seseorang tertentu (pactum subjectionis) yang akan diserahi kekuasaan untuk memimpin mereka. Kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin ini adalah mutlak. Timbullah kekuasaan yang bersifat absolut. Konstruksi John Lock dalam bukunya Two Treatises on Civil Government (1690), agak berbeda karena pada waktu perjanjian itu disertakan pula syaratsyarat yang antara lain kekuasaan yang diberikan dibatasi dan dilarang 3-6

51 melanggar hak-hak azasi manusia. Teorinya menghasilkan kekuasaan raja yang dibatasi oleh konstitusi. J.J. Rousseau dalam bukunya Le Contrak Social on Principes de Droit Politique (1672), berpendapat bahwa kekuasaan yang dimiliki oleh anggota masyarakat tetap berada pada individu-individu dan tidak diserahkan pada seseorang tertentu secara mutlak atau dengan persyaratan tertentu. Konstruksi yang dihasilkannya ialah pemerintahan demokrasi langsung. Tipe pemerintahan seperti ini hanya sesuai dengan Negara dengan wilayah sempit dan penduduknya sedikit. Pemikirannya tidak dapat diterapkan untuk suatu Negara modern dengan wilayah Negara yang luas dan banyak penduduknya. 3) Teori Kedaulatan Negara Pada intinya teori ini berpendapat bahwa ditaatinya kaidah atau peraturan itu karena Negara menghendakinya Hans Kelsen misalnya dalam bukunya Hauptprobleme der Staatslehre (1811), Das Problem der Souveranitat und die Theori des Volkerects (1920), Allegemeine Staatsleher (1925) dan Reine Rechstlehre (1934), menganggap bahwa kaidah atau peraturan itu merupakan Wille des Staates orang tunduk pada kaidah atau peraturan karena merasa wajib mentaatinya karena kaidah atau peraturan itu adalah kehendak Negara 4) Teori Kedaulatan Hukum Kaidah atau peraturan mengikat bukan karena Negara menghendakinya akan tetapi karena merupakan perumusan dari kesadaran kaidah atau peraturan rakyat. Berlakunya kaidah atau peraturan karena niat bathinnya yaitu menjelma di dalam kaidah atau peraturan itu. Pendapat ini diutarakan oleh Prof. Mr. H. Krabbe dalam bukunya Die Lehre der Rechtssouveraniatat (1906). Selanjutnya beliau berpendapat bahwa kesadaran kaidah atau peraturan yang dimaksud berpangkal pada perasaan kaidah peraturan setiap individu yaitu perasaan bagaimana seharusnya peraturan itu. Terdapat banyak kritik terhadap pendapat diatas. Pertanyaan-pertanyaan berkisar pada apa yang dimaksud dengan kesadaran kaidah atau peraturan bagian terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau peraturan itu? 3-7

52 Prof. Krabbe mencoba menjawab dengan mengetengahkan perumusan baru yaitu bahwa kaidah atau peraturan itu berasal dari perasaan kaidah atau peraturan terbesar dari anggota masyarakat jadi bukan perasaan kaidah atau peraturan setiap individu. Seorang muridnya yang terkenal Prof. Mr. R. Kraneburg dalam bukunya Positief Recht an Rechbewustzij (1928) berusaha membelanya dengan teorinya yang terkenal azas keseimbangan (evnredigheidspostulat). 5). Teori Kepatuhan Dalam berkehidupan bermasyarakat, kepatuhan terhadap kaidah atau peraturan dapat dipilah-pilahkan menjadi 3 yakni : 1. Kepatuhan internal, kepatuhan yang timbul daro dalam diri seseorang 2. Kepatuhan eksternal, kepatuhan yang timbul dari pengaruh luar 3. Kepatuhan semu, yakni type kepatuhan yang pada saat ada pengawasan atau yang secara formalitas tidak dapat dibuktikan adanya penyimpangan namun yang sebenarnya tidak sedikit yang dipalsukan Kecenderungan Orang Tidak Disiplin Umum Untuk memberikan jawaban mengapa kebanyakan orang cenderung untuk tidak disiplin dapat dilihat dari beberapa sudut pandang keilmuan, yakni : 1) Pakar Anthropologi Budaya, Koentjaraningrat, mengemukakan pendapat bahwa Revolusi kita, serupa dengan semua revolusi yang terjadi dalam sejarah manusia, telah membawa akibat-akibat postrevolusi berupa kerusakan-kerusakan mental dan fisik, dalam masyarakat bangsa kita. Salah satu diantaranya, nilai-budaya yang terlampau banyak berorientasi vertikal ke arah atasan. Mengapa? Karena nilai-budaya yang terlampau berorientasi vertikal kearah atasan akan mematikan jiwa yang ingin berdiri sendiri dan berusaha sendiri. nilai yang seperti ini juga akan tumbuhnya rasa disiplin murni, karena orang hanya akan taat kalau pengawasan tadi menjadi kendor atau pergi 3-8

53 2) Dari sudut sosiologis. Soedjito, sosiolog yang tidak diragukan reputasinya, mengemukakan suatu prespektif sosiologis, sebagai berikut : Masalah sosial : (kedisiplinan) adalah merupakan resultante dari berbagai faktor di dalam masyarakat yang sedang mencari bentuk dan kepribadian, karena tidak adanya keajegan yang dapat dipegang sebagai pengarahan, bisa menimbulkan dis-organisasi sosial dan bentuk alienation. Alienation dalam bentuk frustasi bisa menimbulkan sikap asosial terhadap orang lain. Sikap asosial bisa melahirkan tata nilai moralitas yang beranggapan bahwa menjadi jago atau melanggar peraturan merupakan suatu hal yang patut dibanggakan. Dalam kondisi sosial yang demikian, akan terjadi lomba ketangkasan meningkatkan kuantitas dan kualitas kejahatan. Seperti keadaan masyarakat, bahwa kejahatan itu tidak hanya dilakukan oleh orang yang tidak mapan ekonominya saja. Namun orang yang sudah mapan ekonominyapun juga melakukan kejahatan yang lazim disebut white colar crime. Selanjutnya Soedjito mengemukakan bahwa, masyarakat yang kehilangan pegangan akan mudah menimbulkan anomi, keadaan anomi ialah keadaan di mana norma-norma sosial tidak mempunyai kekuatan untuk mengatur masyarakat. 3) Soerjono Soekamto, didalam bukunya Sosiologi Hukum, menyatakan : Bahwa timbulnya perilaku menyimpang kaidah sosial dalam masyarakat adalah dapat dipengaruhi oleh 4 aspek, yaitu : a) Kaidah sosial (hukumnya) itu sendiri harus terinci secara jelas dan tegas sehingga mampu berfungsi sebagai pengendalian sosial atau terciptanya suasana ketertiban dan ketentraman b) Sikap Penegak Hukum, juga menentukan terwujudnya fungsi sebagai pengendalian sosial. Karena dalam kehidupan masyarakat, walaupun hukumnya sudah terinci secara jelas dan tegas tapi kalau sikap atau semangat penegak Hukumnya bertindak atau berbuat yang menyimpang juga tidak mempunyai arti. 3-9

54 c) Sarana dan prasarananya juga harus menunjang d) Kesadaran hukum warga masyarakatnya juga harus ditumbuh kembangkan. Keempat aspek tersebut harus mendapatkan perhatian yang seimbang, karena bila salah satu aspek saja terabaikan tidak mungkin terwujud tegaknya hukum (disiplin) dalam suatu masyarakat Menepati Salah satu wujud seseorang itu patuh pada kaidah atau peraturan yang ada adalah menepati. Adapun terminologi menepati adalah suatu perbuatan atau tindakan yang sesuai dengan kaidah atau peraturan yang berlaku Kemudian muncul pertanyaan : mengapa kita harus menepati kaidah atau peraturan? Secara hukum, kalau suatu kaidah (atau program yang telah direncanakan) telah disepakati sebagai kehendak bersama atau sebagai konsensus, maka keseluruhan warga masyarakat (warga lembaga) tersebut telah mengikatkan diri atau telah terikat oleh hasil konsensus tersebut. Dengan demikian mereka mempunyai kewajiban moral untuk menepati hasil konsensus tersebut. Menurut Prof. Eggens yang terkenal dengan teorinya konsensualisme mengemukakan, bahwa keharusan menepati kaidah atau peraturan adalah suatu tuntutan kesusilaan merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia yang tersimpul dalam pepatah een man een man een word een word, artinya, dengan diletakkannya kepercayaan pada seseorang, maka orang tersebut telah ditingkatkan martabatnya setinggi-tingginya. Dengan landasan teori termaksud di atas, jawaban mengapa orang harus menepati kaidah atau peraturan adalah karena suatu kesusilaan dan merupakan suatu puncak peningkatan martabat manusia Mendukung Mendukung adalah sikap partisipasi aktif dalam melaksanakan nilai dan kaidah (fungsi, tugas atau uraian kerja). 3-10

55 Partisipasi aktif, merupakan suatu proses kegiatan yang hidup dan berkembang, oleh karena itu partisipasi pasif (tidak menolak program - program yang direncanakan namun tidak ada prakarsa) harus dihilangkan. Dan sebaliknya partisipasi aktif perlu dipertumbuh-kembangkan. Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka menumbuh kembangkan partisipasi adalah : 1) Identifikasi dan klasifikasi jenis-jenis partisipasi 2) mewadahi partisipasi agar kegairahan berpartisipasi tidak melayang, misalnya wadah partisipasi buah pikiran dapat membentuk : rapat mingguan, briefing, seminar dan penataran 3) Pra-syarat partisipasi, yakni : a) Adanya rasa senasib sepenanggungan atau ringan sama dijinjing dan berat sama dipikul b) Adanya rasa ketergantungan dan keterkaitan c) Adanya keterkaitan tujuan d) Adanya prakarsawan e) Adanya iklim partisipasi Iklim partisipasi perlu diciptakan, karena pada umumnya partisipasi apapun tidak akan ada dikalangan bawah apabila tidak diperhatikan. Adapun faktor-faktor yang dapat menimbulkan partisipasi adalah : a) Keberadaan dan kedaulatan bawahan dihormati b) Tugas dan wewenang bahwa yang telah dilimpahkan diakui c) Adanya komunikasi tenggang rasa dan anggota Duduk sama rendah berdiri sama tinggi d) Tertanamnya perasaan, bahwa keikutsertaan bawahan mempunyai arti relevan bagi dirinya dan lingkungannya Permasalahan Disiplin Umum Dengan bertolak pada makna disiplin terurai diatas, ruang lingkup permasalahan menegakkan disiplin dapat dipertanyakan sebagai berikut: 1. Apakah kaidah atau (fungsi lembaga yang terumuskan dalam tujuan lembaga, tujuan lembaga terjabarkan dalam program-program kerja, program-program kerja terdistribusikan pada unit-unit kerja dalam 3-11

56 bentuk uraian kerja) sudah terinci secara jelas, tegas dan mampu berfungsi sebagai pengendali dalam proses kegiatan 2. Apakah kesadaran warga lembaga dalam menjalankan tugas sudah menggunakan kaidah-kaidah yang ada sebagai pedoman sudah ada 3. Apakah sarana dan prasarana sudah mampu mendukung untuk menegakkan disiplin 4. Apakah kelompok elite di lembaga kita sudah arif (professional) dalam mengantisipasi dan mengatasi gejala-gejala yang timbul 5. Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi tegaknya disiplin di lembaga kita Langkah-Langkah Menegakkan Disiplin 1. Menata kembali peraturan, tujuan program kerja dan pendistribusiannya agar terumus secara jelas dan tegas 2. Penataan ulang butir-butir nomor 1, hasilnya harus mampu berfungsi sebagai pengendali agar proses kegiatan di lembaga kita nampak. a. Adanya keteraturan (penataan secara sistematik) dalam memproyeksikan arah lembaga b. Adanya sistem pengendalian yang mantap c. Adanya stabiitas yang nyata atau tidak semu d. Adanya iklim kerja yang kondusif e. Tidak adanya standar ganda dalam pelaksaan f. Tidak adanya rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri warga lembaga untuk memilih dua pilihan yang tidak serba enak. 3. Dalam rangka menumbuhkan kesadaran disiplin bawahan dengan melakukan pendekatan edukatif antara lain : Ing ngarso sun tulodo Ing madyo mbangun karso Tut wuri Handayani Saling asah, saling asuh, saling asih Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Agar tumbuh kesadaran melu andarbeni, melu hangrukebi dan nulat sariro hangrosowani 3-12

57 Dan menghindarkan penjatuhan sanksi yang subyektif, tanpa pembuktian terlebih dahulu dan tidak didasarkan pada kaidah yang berlaku. 4. Mengoptimalkan sarana yang ada dan melengkapi sarana yang belum ada. Dalam hal ini, harus diketahui terlebih dahulu hasil perolehan butir nomor 1, 2 dan 3 diatas. 5. Dirumuskan sistem pengendalian terlebih dahulu dan baru dibentuk unit kerja yang bidang garapannya sebagai pengendali proses kegiatan kegiatan yang ada dilembaga. 6. Nilai budaya vertikal oriented harus dibuang jauh-jauh dan sebagai gantinya adalah nilai budaya organis atau sejaring. 7. Untuk menambah wawasan dalam upaya menegakan disiplin di lembaga kita. Penulis kutipkan kesimpulan pendapat Menhankam Edi Sudrajat, sebagai berikut : a. Para petinggi Negara harus menjadi teladan dan bertanggung jawab atas disiplin nasional memerlukan suri tauladan secara hierarkis dan tidak akan ada prajurit yang disiplin apabila komandannya bertindak semaunya sendiri. Adapun keluhan terhadap tingkat nasional maka sesungguhnya keluhan tersebut pertama-tama ditunjukan kepada lapisan elite, para pimpinan dan pemuka masyarakat, karena dari mereka diharapkan suri teladannya. Golongan inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab terhadap cacat celanya kesuriteladanan, karena masuk dalam golongan elite masyarakat. b. Pembudayaan disiplin nasional tidak dapat dilaksanakan secara santai tetapi membutuhkan konsistensi, tekad yang bulat, kerja keras dan disertai dengan tindakan nyata tanpa pandang bulu terhdap pelanggarnya Lebih dari itu pembudayaan nasional memerlukan keteladanan secara hierarchies, karena itu jika ada keluhan terhadap tingkat disiplin nasional maka sesungguhnya keluhan tersebut harus ditujukan kepada elite atau pada para pimpinan c. Disiplin bukanlah hanya kewajiban kepatuhan dari bawah ke atas tetapi lebih utama lagi dari atas ke bawah, berapa disiplin dalam mempertanggung jawabkan pembinaan dan kepemimpinan 3-13

58 Hanya dengan demikian tercipta rasa aman dan terjamin keamanan dari yang berada di bawah yakni masyarakat luas d. Disiplin nasional termasuk disiplin berpikir dan dimulai dari sikap batin dan kejernihan hati nurani. Jika hati nurani sudah bersih maka akan terbentuk sikap dan prilaku yang disiplin, termasuk dalam menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. e. Disiplin, pada dasarnya adalah sikap batin yang tercermin dalam perilaku untuk senantiasa mentaati setiap norma dan ketentuan secara sadar dan dijalankan secara ikhlas tanpa adanya paksaan. Oleh karenanya sikap batin dan perilaku disiplin tidak dapat diwujudkan hanya melalui ceramah atau kuliah saja namun harus ditumbuhkembangkan melalui contoh teladan serta melalui pembiasaan dalam kehidupan secara terus menerus (Suara Karya, Kamis, 29 Juni 1995). 3-14

59 RANGKUMAN 1. Sebagai tenaga ahli perlu dikembangkan etos kerja yaitu : a. Menghayati makna etos kerja akan dapat mengungkapkan suatu persepsi, apa dan bagaimana seharusnya melaksanakan tugas pekerjaan dengan sebaikbaiknya b. Para pelakunya menghayati bahwa tugas pekerjaan yang dibebankan di atas pundaknya sebagai amanah yang harus dipertangging jawabkan di dunia dan akhirat. 2. Bentuk tangguing jawab yang dimaksud meliputi : a. Tanggung jawab di dunia akan ditandai dengan : taat dan patuh pada kaidah normatif yang mengikat yang dalam hal ini dapat dirumuskan sebagai Disiplin kerja b. Tanggung jawab di akhirat ditandai dengan rasa tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa ditandai dengan menjalankan ajaran agamanya secara khusuk, ada yang dilengkapi dengan tanggung jawab budaya suatu suku atau sekelompok masyarakat, terikat dengan rasa tanggung jawabnya terhadap kebebasan dan keluhuran dari nenek moyang leluhurnya. 3. Pengertian Disiplin Kerja, Nilai dan Kaidah serta Ketentuannya a. Disiplin kerja adalah suatu sikap yang menunjukkan kesediaan untuk mematuhi, menepati dan mendukung nilai dan kaidah atau peraturan yang berlaku dalam suatu masyarakat tertentu dalam kurun waktu tertentu. b. Nilai adalah suatu konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik atau buruk, salah atau benar, adil atau tidak adil bagi suatu masyarakat. c. Kaidah atau peraturan adalah suatu nilai yang dibakukan menjadi pedoman untuk berprilaku dan bertindak terhadap sesama manusia dan lingkungannya. d. Ketentraman adalah keadaan batin warga masyarakat bebas dari rasa kuatir, kecewa atau frustasi dan konflik dalam diri seorang menghadapi dua pilihan yang serba menyulitkan atau serba tidak mengenakan. 4. Prasayarat menegakkan kaidah atau peraturan (disiplin( ada 4 aspek yang harus diperhatikan secara seimbang yakni : Kaidah dan disiplin yang didukung peraturan itu sendiri harus jelas dan tegas Kesadaran warga untuk mematuhi harus ada

60 Sarananya harus menunjang Petugas yang menegakkan kaidah dan disiplin harus arif (professional) dalam melaksanakannya. 5. Dalam rangka mematuhi kaidah atau peraturan dapat dipandang dari beberapa teori antara lain : a. Teori kedaulatan Tuhan (Teokrasi) b. Teori perjanjian masyarakat c. Teori kedaulatan negara d. Teori kedaulatan hukum e. Teori kepatuhan. 6. Dalam teori kepatuhan ada 3 bentuk : 1. Kepatuhan internal, kepatuhan yang timbul dari dalam diri seseorang 2. Kepatuhan eksternal, kepatuhan yang timbul dari pengaruh luar 3. Kepatuhan semu, yakni tipe kepatuhan yang pada saat ada pengawasan atau yang secara formalitas tidak dapat dibuktikan adanya penyimpangan namun yang sebenarnya tidak sedikit yang dipalsukan. 7. Wujud dari kepatuhan adalah : a. Menepati yaitu : suatu perbuatan atau tindakan yang sesuai kaidah atau peraturan yang berlaku b. Mendukung, yaitu :sikap partisipasi aktif dalam melaksanakan nilai dan kaidah yang sudah dirumuskan dalam fungsi, tugas atau uraian kerja. 8. Kecenderungan orang tidak disiplin a. Nilai budaya yang terlampau berorientasi vertikal ke arah atasan akan mematikan jiwa yang ingin berdiri sendiri (mandiri) dan akan taat den gan pengawasan ketat b. Dari sudut sosial kedisiplinan adalah merupakan resultante berbagai faktor yang sedang mencari bentuk dan kepribadian, bisa menjurus asosial atau moralitas jayaan kebal hukum c. Perilaku menyimpang dapat terjadi yang dipengaruhi 4 aspek : 1. Kaidah sosial dalam masyarakat berfungsi sebagai pengendalian sosial dan terciptanya suasana ketertiban dan ketenteraman. 2. Sarana dan prasarana yang menunjang dan membentuk

61 3. Kesadaran hukum warga masyarakatnya tumbuh berkembang 4. Sikap penegak hukum cukup menentukan terwujudnya fungsi sebagai pengendali social. 9. Permasalahan disiplin Dengan bertolak pada makna disiplin terurai di atas, ruang lingkup permasalahan menegakkan disiplin dapat dipertanyakan sebagai berikut : 1. Apakah kaídah atau tujuan lembaga terjabarkan dalam program-program kerja yang terdistribusikan pada unit-unit kerja (dalam bentuk uraian kerja) 2. Apakah kesadaran warga lembaga dalam menjalankan tugas sudah menggunakan kaídah-kaidah yang ada sebagai pedoman 3. Apakah sarana dan prasarana sudah mampu mendukung untuk menegakkan disiplin 4. Apakah kelompok elite di lembaga kita sudah arif (professional) dalam mengantisipasidan mengatasi gejala-gejala yang timbul 5. Adakah faktor-faktor lain yang mempengaruhi tegaknya disiplin di lembaga kita.

62 L AT I H AN Isian atau Jawaban Singkat Isilah titik-titik dari lembar pertanyaan atau jawab pertanyaan secara benar, singkat dan jelas 1. Para pelaku kerja harus menghayati bahwa tugas pekerjaan yang dibebankan sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Jelaskan pengertiannya Uraikan pengertian disiplin kerja, nilai, kaidah dan ketenteraman Dalam rangka mematuhi kaidah atau peraturan dapat diterapkan melalui beberapa teori. Sebutkan teori-teorinya : Uraikan teori kedaulatan Tuhan : Uraikan teori kedaulatan hukum:: Uraikan teori kedaulatan negara : Sebutkan beberapa sebab-sebab terjadinya kecenderungan orang tidak disiplin :

63 BAB 4 K3 (KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA) 4.1. Pengetahuan Dasar K Umum Untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi yang optimal, maka aspek keselamatan kerja harus mendapat perhatian tersendiri. Keselamatan kerja merupakan salah satu aspek yang harus dipertimbangkan dalam melakukan suatu pekerjaan disamping dua aspek lain, yaitu pemenuhan target produksi sesuai mutu/spesifikasi dan pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Ketiga aspek tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, tetapi merupakan suatu kesatuan yang saling terkait dan masing-masing memiliki peran yang strategis serta tidak dapat terlepas satu dengan lainnya. a. Pengertian dan tujuan keselamatan dan kesehatan kerja Pengertian umum dari keselamatan kerja adalah suatu usaha untuk melaksanakan pekerjaan tanpa mengakibatkan kecelakaanatau nihil kecelakaanpenyakit akibat kerja atau zero accident. Dengan demikian setiap personil di dalam suatu lingkungan kerja harus membuat suasana kerja atau lingkungan kerja yang aman dan bebas dari segala macam bahaya untuk mencapai hasil kerja yang menguntungkan. Tujuan dari keselamatan kerja adalah untuk mengadakan pencegahan agar setiap personil atau karyawan tidak mendapatkan kecelakaan dan alat-alat produksi tidak mengalami kerusakan ketika sedang melaksanakan pekerjaan. b. Prinsip keselamatan dan kesehatan kerja Prinsip keselamatan kerja bahwa setiap pekerjaan dapat dilaksanakan dengan aman dan selamat. Suatu kecelakaan terjadi karena ada penyebabnya, antara lain manusia, peralatan, atau kedua-duanya. Penyebab kecelakaan ini harus dicegah untuk menghindari terjadinya kecelakaan. Hal-hal yang perlu diketahui agar pekerjaan dapat dilakukan dengan aman, antara lain: 1) Mengenal dan memahami pekerjaan yang akan dilakukan, 2) Mengetahui potensi-bahaya yang bisa timbul dari setiap kegiatan pada setiap item pekerjaan yang akan dilakukan 3) Melaksanakan ketentuan yang tertuang dalam Daftar Simak K3. 4-1

64 Dengan mengetahui dan melaksanakan ketiga hal tersebut di atas akan tercipta lingkungan kerja yang aman dan tidak akan terjadi kecelakaan, baik manusianya maupun peralatannya. c. Pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja Keselamatan kerja sangat penting diperhatikan dan dilaksanakan antara lain untuk: 1) Menyelamatkan karyawan dari penderitaan sakit atau cacat, kehilangan waktu, dan kehilangan pemasukan uang. 2) Menyelamatkan keluarga dari kesedihan atau kesusahan, kehilangan penerimaan uang, dan masa depan yang tidak menentu. 3) Menyelamatkan perusahaan dari kehilangan tenaga kerja, pengeluaran biaya akibat kecelakaan, melatih kembali atau mengganti karyawan, kehilangan waktu akibat kegiatan kerja terhenti, dan menurunnya produksi Pembinaan keselamatan dan kesehatan kerja Untuk mencegah terjadinya kecelakaan perlu dilakukan pembinaan keselamatan kerja terhadap karyawan agar dapat meniadakan keadaan yang berbahaya di tempat kerja. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk membina keselamatan kerja para karyawannya, baik yang bersifat di dalam ruangan ( in-door safety development) atau praktik di lapangan ( out-door safety development). Setiap perusahaan harus memiliki safety officer sebagai personil atau bagian yang bertanggung jawab terhadap pembinaan keselamatan kerja karyawan maupun tamu perusahaan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan dalam rangka pembinaan keselamatan kerja antara lain: 1) Penyuluhan singkat atau safety talk 1.a. Motivasi singkat tentang keselamatan kerja yang umumnya dilakukan setiap mulai kerja atau pada hari-hari tertentu selama 10 menit sebelum bekerja dimulai. 1.b. Pemasangan poster keselamatan kerja 1.c. Pemutaran film atau slide tentang keselamatan kerja 2) Safety committee 2.a. Mengusahakan terciptanya suasana kerja yang aman. 2.b. Menanamkan rasa kesadaran atau disiplin yang sangat tinggi tentang pentingnya keselamatan kerja 2.c. Pemberian informasi tentang teknik-teknik keselamatan kerja serta peralatan keselamatan kerja. 4-2

65 3) Pendidikan dan pelatihan 3.a. Melaksanakan kursus keselamatan kerja baik dengan cara mengirimkan karyawan ke tempat-tempat diklat keselamatan kerja atau mengundang para akhli keselamatan kerja dari luar perusahaan untuk memberikan pelatihan di dalam perusahaan. 3.b. Pelaksanaan nomor 1.a. dapat di dalam negeri atau pun di luar negeri. 3.c. Latihan penggunaan peralatan keselamatan kerja Alat-alat keselamatan kerja harus disediakan oleh perusahaan. Alat tersebut berupa alat proteksi diri yang diperlukan sesuai dengan kondisi kerja Peraturan dan Perundang-Undangan K Beberapa Peraturan Yang Berkaitan Dengan K3 Di Indonesia perlu dipahami 1. Undang-undang No.1 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Kerja Tahun 1948 No. 12. Di dalam penjelasannya dikatakan bahwa Undang-undang No. 12 tahun 1948 ini dimaksudkan sebagai undang-undang pokok (lex generalis) undang-undang kerja yang memuat aturan-aturan dasar tentang pekerjaan anak, orang muda dan orang wanita, waktu kerja, istirahat dan tempat kerja. Mengenai pekerjaan anak, ditentukan bahwa anak-anak tidak boleh menjalankan pekerjaan (pasal 2). Maksud larangan ini adalah memberikan perlindungan terhadap keselamatan, kesehatan dan pendidikan si anak. Larangan itu sifatnya mutlak, artinya di semua perusahaan, tanpa membedakan jenis perusahaan tersebut. tetapi kenyataannya masih ada anak yang bekerja dengan berbagai alasan. Yang perlu diperhatikan adalah perlindungannya serta kesempatan untuk sekolah dan mengembangkan diri. Orang muda pada dasarnya dibolehkan melakukan pekerjaan. Namun untuk menjaga keselamatan, kesehatan dan kemungkinan perkembangan jasmani dan rohani, pekerjaan itu dibatasi. Seorang wanita pada dasarnya tidak dilarang melakukan pekerjaan, tetapi hanya dibatasi berdasarkan pertimbangan bahwa wanita badannya lemah serta untuk menjaga kesehatan dan kesusilaannya. Dalam Undang-undang Keselamatan Kerja dinyatakan : a. Seorang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan pada malam hari, kecuali jika pekerjaan itu menurut sifat, tempat dan keadaan seharusnya dijalankan oleh seorang wanita. Demikian pula apabila pekerjaan itu tidak dapat dihindarkan berhubungan dengan kepentingan atau kesejahteraan umum (pasal 7). Malam hari, ialah waktu antara jam sampai

66 b. Seorang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan di dalam tambang, lubang di dalam tanah atau tempat lain untuk mengambil logam dan bahan-bahan lain dari dalam tanah (pasal 8). c. Seorang wanita tidak boleh menjalankan pekerjaan yang berbahaya bagi kesehatan atau keselamatannya, demikian pula pekerjaan yang menurut sifat, tempat dan keadaannya berbahaya bagi kesusilaannya (pasal 9). Disamping itu, pasal 13 memuat pula ketentuan yang khusus ditujukan bagi orang wanita, yaitu mengenai haid dan melahirkan Undang-Undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara No. 1 Tahun 1970 Undang-undang Keselamatan Kerja, Lembaran Negara Nomor 1 tahun 1970 adalah Undang-undang keselamatan kerja yang berlaku secara nasional di seluruh wilayah hukum Republik Indonesia dan merupakan induk dari segala peraturan keselamatan kerja yang berada di bawahnya. Meskipun judulnya disebut dengan Undang-undang Keselamatan Kerja sesuai bunyi pasal 18 namun materi yang diatur termasuk masalah kesehatan kerja. Setelah bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan, sudah barang tentu dasar filosofi pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja seperti tercermin di dalam peraturan perundangan yang lama tidak sesuai lagi dengan falsafah Negera Republik Indonesia yaitu Pancasila. Pada tahun 1970 berhasil dikeluarkan Undang-Undang No. I tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yang merupakan penggantian VR dengan beberapa perubahan mendasar, antara lain : Bersifat lebih preventif Memperluas ruang lingkup Tidak hanya menitik beratkan pengamanan terhadap alat produksi. 1. Tujuan Pada dasarnya Undang-Undang No. I tahun 1970 tidak menghendaki sikap kuratif atau korektif atas kecelakaan kerja, melainkan menentukan bahwa kecelakaan kerja itu harus dicegah jangan sampai terjadi, dan lingkungan kerja harus memenuhi syarat-syarat kesehatan. Jadi, jelaskah bahwa usaha-usaha peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja lebih diutamakan daripada penanggulangan. Secara umum, kecelakaan selalu diartikan sebagai 'kejadian yang tidak diduga sebelumnya". Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja dapat diramalkan atau diduga 4-4

67 dari semula jika perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu, kewajiban berbuat secara selamat, dan mengatur perala serta perlengkapan produksi sesuai standar yang diwajibkan oleh UU adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kecelakaan. H.W. Heinrich dalam bukunya The Accident Prevent mengungkapkan bahwa 80% kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak aman (unsafe act) dan hanya 20% oleh kondisi yang tidak aman (unsafe condition), dengan demikian dapat disimpulkan setiap karyawan diwajibkan untuk memelihara keselamatan dan kesehatan kerja secara maksimal melalui perilaku yang aman. Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh : a. Kekurangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap ; b. Keletihan atau kebosanan ; c. Cara kerja manusia tidak sepadan secara ergonomis ; d. Gangguan psikologis ; e. Pengaruh sosial-psikologis. Penyakit akibat kerja disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain : a. Faktor biologis ; b. Faktor kimia termasuk debu dan uap logam ; c. Faktor fisik termasuk kebisingan/getaran, radiasi, penerangan, suhu dan kelembaban ; d. Faktor psikologis karena tekanan mental/stress. Setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional Kutipan di atas adalah konsiderans Undang-undang No. 1/1970 yang bersumber dari pasal 27 ayat (2) UUD 1945 dan oleh sebab itu seluruh faktor penyebab kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja di tempat kerja wajib ditanggulangi oleh pengusaha sebelum membawa korban jiwa. Tujuan dan sasaran daripada Undang-undang Keselamatan seperti pada pokok-pokok pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang No. I tahun 1970, maka dapat diketahui antara lain : a. Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat. b. Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien. c. Agar proses produksi dapat berajalan secara lancar tanpa hambatan apapun. 4-5

68 Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain apabila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleb karena itu setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adalah pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional. 2. Ruang Lingkup Undang-undang Keselamatan Kerja ini berlaku untuk setiap tempat kerja yang didalamnya terdapat tiga unsur, yaitu : a. Adanya suatu usaha, baik itu usaha yang bersifat ekonomis maupun usaha sosial; b. Adanya tenaga kerja yang bekerja di dalamnya baik secara terus menerus maupun hanya sewaktu-waktu; c. Adanya sumber bahaya. Tempat Kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi sesuatu usaha, dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat itu. Tempat kerja tersebut mencakup semua tempat kegiatan usaha baik yang bersifat ekonomis maupun sosial. Tempat kerja yang bersifat sosial seperti : a. bengkel tempat untuk pelajaran praktek ; b. tempat rekreasi ; c. rumah sakit ; d. tempat ibadah ; e. tempat berbelanja ; f. pusat hiburan. Tenaga kerja yang bekerja disana, diartikan sebagai pekerja maupun tidak tetap atau yang bekerja pada waktu-waktu tertentu, misalnya : rumah pompa, gardu transformator dan sebagainya yang tenaga kerjanya memasuki ruangan tersebut hanya sementara untuk mengadakan pengendalian, mengoperasikan instalasi, menyetel, dan lain sebagainya maupun yang bekerja secara terus-menerus. Bahaya kerja adalah sumber bahaya yang ditetapkan secara terperinci dalam Bab II pasal 2 ayat (2) yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Perincian sumber bahaya dikaitkan dengan : a. keadaan perlengkapan dan peralatan ; b. lingkungan kerja ; c. sifat pekerjaan ; 4-6

69 d. cara kerja ; e. proses produksi. Materi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur dalam ruang lingkup UU No. 1 tahun 1970 adalah keselamatan dan kesehatan kerja yang bertalian dengan mesin, peralatan, landasan tempat kerja dan lingkungan kerja, serta cara mencegah terjadinya kecelakaan dan sakit akibat kerja, memberikan perlindungan kepada sumber-sumber produksi sehingga meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja diatur dalam pasal 3 dan 4 mulai dari tahap perencanaan, perbuatan dan pemakaian terhadap barang, produk teknis dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan ; d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya ; e. Memberi pertolongan pada kecelakaan ; f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja ; g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran ; h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik pisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan ; i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai ; j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik ; k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban; m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan; p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang; 4-7

70 q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya; r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi; 3. Pengawasan Direktorat Pengawasan Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah unit organisasi pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan pasal 10 UU No. 14 tahun 1969 dan pasal 5 ayat (a) UU No. 1 tahun Secara operasional dilakukan oleh Pegawai Pengawasan Ketenagakerjaan berfungsi untuk : a. Mengawasi dan memberi penerangan pelaksanaan ketentuan hukum mengenai keselamatan dan kesehatan kerja. b. Memberikan penerangan teknis serta nasehat kepada pengusaha dan tenaga kerja tentang hal-hal yang dapat menjamin pelaksanaan secara efektif dari peraturan-peraturan yang ada. c. Melaporkan kepada yang berwenang dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja tentang kekurangan-kekurangan atau penyimpangan yang disebabkan karena hal-hal yang tidak secara tegas diatur dalam peraturan perundangan atau berfungsi sebagai pendeteksi terhadap masalah-masalah keselamatan dan kesehatan kerja di lapangan. Fungsi pengawasan yang harus dijalankan oleh Direktur, para Pegawai Pengawas dan Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja harus dapat dijalankan sebaik-baiknya. Untuk itu diperlukan tenaga pengawas yang cukup besar jumlahnya dan bermutu dalam arti mempunyai keahlian dan penguasaan teoritis dalam bidang spesialisasi yang beraneka ragam dan berpengalaman di bidangnya. Untuk mendapatkan tenaga yang demikian tidaklah mudah dan sangat sulit apabila hanya mengandalkan dari Departemen Tenaga Kerja sendiri. Karena fungsi pengawasan tidak memungkinkan untuk dipenuhi oleh pegawai teknis dari Departemen Tenaga Kerja sendiri, maka Menteri Tenaga Kerja dapat mengangkat tenaga-tenaga ahli dari luar Departemen Tenaga Kerja maupun swasta sebagai ahli K3 seperti dimaksud dalam pasal 1 ayat (6) UU No. tahun Dengan sistem ini maka terdapat desentralisasi pelaksanaan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja tetapi kebijaksanaan nasional tetap berada, dan menjadi tanggung jawab Menteri Tenaga Kerja guna menjamin pelaksanaan 4-8

71 Undang-undang Keselamatan Kerja dapat berjalan secara serasi dan merata di seluruh wilayah hukum Indonesia. Dalam pasal 6 diatur tentang tata cara banding yang dapat ditempuh apabila terdapat pihak-pihak yang merasa dirugikan atau tidak dapat menerima putusan Direktur dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja. Panitia banding adalah panitia teknis yang anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan. Tata cara, susunan anggota, tugas dan lain-lain ditentukan oleh Menteri Tenaga Kerja. Untuk pengawasan yang dilakukan oleh petugas Departemen Tenaga Kerja dalam hal ini Pengawas Ketenagakerjaan maka pengusaha harus membayar retribusi seperti yang diatur dalam pasal 7. Agar setiap tenaga kerja mendapatkan jaminan terhadap kesehatannya yang mungkin dapat diakibatkan oleh pengaruh-pengaruh lingkungan kerja yang bertalian dengan jabatannya dan untuk tetap menjaga efisiensi dan produktivitas kerja, maka diwajibkan untuk dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap setiap tenaga kerja baik secara awal maupun berkala. 4. Kewajiban Pengurus K3 (termasuk pengusaha) a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya. b. Memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan disetujui oleh Direktur. c. Menunjukkan dan menjelaskan kepada setiap tenaga kerja baru tentang : 1) Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya. 2) Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya. 3) Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. 4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya. d. Hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas. e. Menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan kebakaran serta 4-9

72 peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, dan juga dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan. f. Memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya. g. Melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat Yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja, sesuai dengan tata cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan yang telah ditentukan. h. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan, kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang keselamatan kerja dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. i. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinannya, semua gambar keselamatan kerja. Yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. j. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya. Dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. 5. Kewajiban dan hak tenaga kerja a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas/Ahli K3. b. Memakai alat-alat pelindung diri. c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan. d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan. e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya. 6. S a n g s i Ancaman hukuman dari pada pelanggaran UU No. 1 Tahun 1970 merupakan ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp ,- 4-10

73 4.3. Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Undang-undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Dikeluarkannya undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan jaminan sosial kepada setiap tenaga kerja melalui mekanisme asuransi. Ruang lingkup jaminan sosial tenaga kerja dalam undang-undang ini meliputi: a. Jaminan Kecelakaan Kerja b. Jaminan Kematian c. Jaminan Hari Tua d. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Selain dari itu di dalam pasal 11 menyebutkan bahwa, daftar jenis penyakit yang timbul karena hubungan kerja serta perubahannya ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Tentang jaminan pemeliharaan kesehatan dapat dijelaskan bahwa : Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan di bidang penyembuhan (kuratif). Oleh karena upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan sosial tenaga kerja. Disamping itu pengusaha tetap berkewajiban mengadakan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja yang meliputi upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif), penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehablitatif). Dengan demikian diharapkan tercapainya derajat kesehatan tenaga kerja yang optimal sebagai potensi yang produktif bagi pembangunan. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan selain untuk tenagakerja yang bersangkutan juga untuk keluarganya. 2. Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Di dalam peraturan ini peranan dokter penguji kesehatan kerja dan dokter penasehat banyak menentukan derajat kecacatan serta dalam upaya pelayanan kesehatan kerja. 3. Keputusan Presiden No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja. Di dalam peraturan ini tercantum daftar berbagai jenis penyakit yang ada kaitannya dengan hubungan kerja. 4-11

74 4.4. Sebab Akibat Terjadinya Kecelakaan Kerja Kecelakaan Kecelakaan adalah suatu keadaan atau kejadian yang tidak direncanakan, tidak diingini, dan tidak diduga sebelumnya. Kecelakaan dapat terjadi sewaktu-waktu dan mempunyai sifat merugikan terhadap manusia (cedera) maupun peralatan atau mesin (kerusakan) yang mengakibatkan dampak negatif kecelakaan terhadap manusia, peralatan, dan produksi, yang akhirnya dapat menyebabkan kegiatan (penambangan) terhenti secara menyeluruh Penyebab kecelakaan Setiap kecelakaan selalu ada penyebabnya yang tidak diketahui atau direncana-kan sebelumnya. Hasil studi memperlihatkan grafik proporsi penyebab kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan karyawan tidak aman (88%), kondisi kerja tidak aman (10%), dan diluar kemampuan manusia (2%). Grafik tersebut diperoleh dari hasil statistik tentang kecelakaan pekerja pada perusahaan industri secara umum tidak hanya industri pertambangan. Yang patut dicermati adalah bahwa manusia ternyata sebagai penyebab terbesar kecelakaan. Uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang penyebab terjadinya kecelakaan. Adapun penyebab kecelakaan antara lain : 1) Tindakan karyawan yang tidak aman Dapat ditinjau dari pemberi pekerjaan, yaitu bisa Pengawas, Foreman, Superintendent, atau Manager; dan dari karyawannya sendiri. a. Tanggung jawab pemberi pekerjaan Instruksi tidak diberikan Instruksi diberikan tidak lengkap Alat proteksi diri tidak disediakan Pengawas kerja yang bertentangan Tidak dilakukan pemeriksaan yang teliti terhadap mesin, peralatan, dan pekerjaan b. Tindakan atau kelakukan karyawan Tergesa-gesa atau ingin cepat selesai Alat proteksi diri yang tersedia tidak dipakai Bekerja sambil bergurau Tidak mencurahkan perhatian pada pekerjaan Tidak mengindahkan peraturan dan instruksi Tidak berpengalaman 4-12

75 Posisi badan yang salah Cara kerja yang tidak benar Memakai alat yang tidak tepat dan aman Tindakan teman sekerja Tidak mengerti instruksi disebabkan kesukaran bahasa yang dipakai pemberi pekerjaan (misalnya Pengawas, Foreman, dan sebagainya) 2) Kondisi kerja yang tidak aman Dapat ditinjau dari peralatan atau mesin yang bekerja secara tidak aman dan keadaan atau situasi kerja tidak nyaman dan aman. a. Peralatan atau benda-benda yang tidak aman Mesin atau peralatan tidak dilindungi Peralatan yang sudah rusak Barang-barang yang rusak dan letaknya tidak teratur b. Keadaan tidak aman Lampu penerangan tidak cukup Ventilasi tidak cukup Kebersihan tempat kerja Lantai atau tempat kerja licin Ruang tempat kerja terbatas Bagian-bagian mesin berputar tidak dilindungi 3) Diluar kemampuan manusia (Act of God) Penyebab kecelakaan ini dikategorikan terjadinya karena kehendak Tuhan atau takdir. Prosentase kejadiannya sangat kecil, maksimal 2%, dan kadang-kadang tidak masuk akal, sehingga sulit dijelaskan secara ilmiah. Dari uraian tentang penyebab kecelakaan di atas, maka penyebab kecelakaan dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu pendorong atau pembantu terjadinya kecelakaan, dan penyebab langsung kecelakaan Kerugian akibat kecelakaan Kecelakaan akan mendatangkan berbagai kerugian terhadap karaywan, keluarga karyawan, dan perusahaan. Di bawah ini adalah jenis-jenis kerugian yang muncul akibat kecelakaan, yaitu: 1) Terhadap karyawan 1.a. Kesakitan 4-13

76 1.b. Cacat atau cidera 1.c. Waktu dan penghasilan (uang) 2) Terhadap keluarga 2.a. Kesedihan 2.b. Pemasukan penghasilan terhambat atau terputus 2.c. Masa depan suram atau tidak sempurna 3) Terhadap perusahaan 3.a. Kehilangan tenaga kerja 3.b. Mesin atau peralatan rusak 3.c. Biaya perawatan dan pengobatan 3.d. Biaya penggantian dan pelatihan karyawan baru 3.e. Biaya perbaikan kerusakan alat 3.f. Kehilangan waktu atau bekerja terhenti karena menolong yang kecelakaan 3.g. Gaji atau upah dan kompensasi harus dibayarkan Pemeriksaan kecelakaan Untuk mencegah agar tidak terulang kecelakaan yang serupa perlu dilakukan pemeriksaan atau mencari penyebab terjadinya kecelakaan tersebut. Maksud pemeriksaan suatu kecelakaan antara lain untuk menciptakan: 1) Tindakan pencegahan kecelakaan 1.a. Memperkecil bahaya, mengurangi, atau meniadakan bagian-bagian yang berbahaya 1.b. Peralatan dan perlengkapan yang perlu diberi pengaman 1.c. Bagian-bagian yang dapat mendatangkan kecelakaan perlu diberi pengaman, seperti bagian berputar dari suatu mesin, pipa panas, dan sebagainya. 1.d. Tanda-tanda peringatan pada tempat yang berbahaya, seperti peralatan listrik tegangan tinggi, lubang berbahaya, bahan peledak, lalulintas, tempat penggalian batu, pembuatan terowongan, dan sebagainya. 2) Dasar pencegahan kecelakaan 2.a. Menciptakan dan memperbaiki kondisi kerja 2.b. Membuat tindakan berdasarkan fakta yang ada 4-14

77 Pendorong terjadinya kecelakaan Hal-hal yang membantu atau mendorong terjadinya kecelakaan antara lain sebagai berikut: 1) Tuntunan mengenai keselamatan kerja (safety) Tidak cukup instruksi Peraturan dan perencanaan kurang lengkap Bagian-bagian yang berbahaya tidak dilindungi, dsb 2) Mental para karyawan Kurang koordinasi Kurang tanggap Cepat marah atau emosional atau bertemperamen tidak baik Mudah gugup atau nervous Mempunyai masalah keluarga, dsb 3) Kondisi fisik karyawan Terlalu letih Kurang istirahat Penglihatan kurang baik Pendengaran kurang baik, dsb Sebab langsung terjadinya kecelakaan Terdapat dua penyebab langsung terjadinya kecelakaan dengan beberapa rincian sebagai berikut: 1) Tindakan tidak aman Tidak memakai alat proteksi diri Cara bekerja yang membahayakan Bekerja sambil bergurau Menggunakan alat yang tidak benar 2) Kondisi tidak aman Alat yang digunakan tidak baik atau rusak Pengaturan tempat kerja tidak baik dan membahayakan Bagian-bagian mesin yang bergerak atau berputar dan dapat menimbulkan bahaya tidak dilindungi Lampu penerangan kurang memadai Ventilasi kurang baik atau bahkan tidak ada 4-15

78 3) Terjadinya kecelakaan Yang dimaksud dengan terjadinya kecelakaan adalah peristiwa yang membentuk kecelakaan tersebut, diantaranya adalah: terpukul, terbentur terjatuh, tergelincir, kaki terkilir kemasukan benda baik melalui mulut atau hidung dan keracunan gas terbakar tertimbun, tenggelam, terperosok terjepit terkena aliran listrik, dll Akibat kecelakaan Seperti telah diurakian sebelumnya bahwa kecelakaan akan menimbulkan akibat negatif baik kepada karyawan dan keluarganya maupun perusahaan. Inti dari akibat kecelakaan adalah: luka-luka atau kematian kerusakan mesin atau peralatan produksi tertunda Alat Pelindung Diri Umum Sejak dahulu kala para pengurus/ pengusaha dan pekerja sudah berusaha untuk melindungi diri mereka dari terjadinya kecelakaan yang akan menimpa mereka baik itu merupakan pakaian dan topi yang melindungi mereka dari serangan cuaca ataupun sepatu yang kokoh agar mereka bisa bekerja dengan nyaman tanpa terganggu. Seiring dengan kemajuan teknologi Alat Pelindung Diri semakin beragam bentuknya dan ini sangat membantu berkurangnya pekerja yang cedera atau meninggal disebabkan kecelakaan kerja. Dinegara berkembang seperti Indonesia ini kesadaran akan penggunaan Alat Pelindung Diri ini sangat kurang sehingga menurut data yang ada pada Jamsostek lebih dari 8000 kecelakaan terjadi di Indonesia atau hampir 30 kali setiap hari ada kecelakaan kerja terjadi, itu baru yang dilaporkan ke Jamsostek untuk memperoleh santunan, belum lagi yang didiamkan atau kecelakaan yang tidak berakibat fatal yang kadang memang sengaja ditutup-tutupi oleh kontraktor untuk menghindari masalah dengan pihak yang berwajib ( Polisi dan Depnaker ). Kerugian yang ditimbulkan oleh kecelakaan kerja ini cukup besar disamping biaya pengobatan 4-16

79 terganggunya jadwal pekerjaan, waktu kerja yang hilang dan berkurangnya aset nasional berupa tenaga kerja yang trampil. Banyak para kontraktor yang secara sengaja mengelak dalam kewajibannya untuk menyediakan Alat pelindung Diri (AP D) yang memadai dengan alas an tidak dianggarkan dalam proyek dan dalam usahanya untuk mengejar target keuntungan yang sebesar-besarnya. Padahal dengan menyediakan APD ini kontraktor justru dijaga dari pengeluaran tak terduga yang timbul dari kecelakaan kerja sehingga target keuntungan yang akan diraih takkan berkurang. Pemerintah dalam hal ini dengan Undang-Undang Keselamatan dan Kesehatan Kerja no. 1 tahun 1970 telah mewajibkan kepada pihak pengelola pekerjaan untuk menyediakan Alat Pelindung Diri dan mewajibkan kepada para pekerja untuk memakainya dan peraturan ini diperkuat lagi dengan Peraturan-peraturan dari menteri yang terkait seperti Peraturan Menaker dan Menkimpraswil / Pekerjaan Umum yang membuat Pedoman Keselamatan Kerja bagi pekerjaan Konstruksi. Penggunaan Alat pelindung Diri yang standar sangat diperlukan, karena banyak kasus dimana pekerja yang sudah memakai Alat Pelindung Diri masih bisa terkena celaka karena penggunaan Pelindung yang tidak standar. Modul ini sengaja disusun agar para pemakai mengetahui Alat Pelindung Diri yang dibutuhkan standar yang diminta dan kegunaannya Kewajiban Untuk Menyediakan Dan Memakai Alat Pelindung Diri Disamping bahwa kesadaran menyediakan dan memakai Alat pelindung Diri itu bagi Pengurus/Pengusaha dan Pekerja merupakan keuntungan kepada mereka, pemerintah dalam hal ini telah mewajibkannya dalam undang-undang.kewajiban untuk menyediakan bagi Pelaksana (Pengurus) pekerjaan menyediakan dan memakai Alat Pelindung Diri bagi para pekerja ada pada Undang-Undang Keselamatan Kerja No, 1 tahun 1970 seperti kutipan dibawah ini : 4-17

80 BAB V PEMBINAAN Pasal 9 (1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada setiap tenaga kerja baru tentang. a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul ditempat kerjanya. b. Semua pengaman dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya. c. Alat Pelindung Diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan. BAB VIII KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA Pasal 12 Dengan peraturan dan perundangan diatur hak dan kewajiban tenaga kerja untuk 1. Memakai Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan. 2. Memenuhi dan mentaati semua syarat syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 3. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan diragukan olehnya dst BAB X KEWAJIBAN PENGURUS Pasal 14 d. Menyediakan secara cuma-cuma Alat Perlindungan Diri yang diwajibkan kepada tenaga kerja yang berada dibawah pimpinannya..dst KEBIASAAN UNTUK MENGGUNAKAN PELINDUNG Peralatan pelindung diri untuk pekerja pada dasarnya mempunyai masalah tersendiri. Rendahnya motivasi dari pihak pekerja untuk menggunakan peralatan itu hendaknya diimbangi dengan kesungguhan Kontraktor menerapkan aturan penggunaan peralatan itu. Terdapat beberapa segi yang perlu perhatian dan pemecahan sekaligus : Untuk pertama kali menggunakan alat pelindung diri seperti helm, sepatu kerja dan ikat pinggang pengaman memang kurang menyenangkan pekerja. Memanjat dengan memakai sepatu bahkan akan terasa kurang aman bagi yang tidak terbiasa, mula-mula terasa memperlambat pekerjaan. Memakai sarung tangan 4-18

81 juga mula-mula akan terasa risih. Memang diperlukan waktu agar menggunakan alat pelidung diri itu menjadi kebiasaan. Tetapi yang penting pada akhirnya harus terbiasa. Diperlukan tenaga pengawas K3 Konstruksi untuk mengingatkan dan mengenakan sanksi bagi pelanggar yang tidak menggunakan alat pelindung tersebut. Untuk pembiayaan peralatan memang diperlukan dana, dan hal ini tentu sudah dianggarkan oleh Kontraktor. Karena itu hendaknya diadakan inventarisasi dan prosedur penyimpanan, perbaikan, perawatan, membersihkan dan menggantikan alat pelindung diri oleh Kontraktor Jenis Alat Pelindung Hampir semua Alat Pelindung Diri yang dipakai pada bidang Industri dan jasa lain, digunakan juga dalam dunia Konstruksi, karena dunia konstruksi bukan hanya untuk membangun fasilitas baru tetapi digunakan pula dalam pemeliharaan dan perbaikan suatu fasilitas yang masih berjalan. a. Baju Kerja baju kerja dipakai selama melakukan tugas pekerjaan dengan ukuran yang pas dengan besar dan tingginya badan, para tenaga kerja dengan badan cukup memadai sesuai jenis pekerjaan. b. Pelindung Kepala Untuk pekindung kepala selalu digunakan Helm Pengaman, yang berguna untuk menghindari risiko kejatuhan benda-benda tajam dan berbahaya. Peralatan atau bahan kecil tetapi berat bila jatuh dari ketinggian dan menimpa kepala bisa berakibat mematikan. Kecelakaan yang menimpa kepala sering terjadi sewaktu bergerak dan berdiri dalam posisi berdiri atau ketika naik ketempat yang lebih tinggi. Terutama bila ditempat yang lebih tinggi pekerjaan sedang berlangsung. Aturan yang lebih keras pada daerah seperti ini harus diberlakukan tanpa kecuali terhadap siapapun yang memasuki area tersebut. Upaya ini ditambah leflet-leflet peringatan tertulis yang jelas dan mudah terbaca. Jenis Helm yang digunakan juga harus standar. Ada standar Nasional dan ada juga standar Internasional. Juga cara pemakaiannya harus betul, tali pengikat ke dagu harus terpasang sebagaimana mestinya sehingga tidak mudah terlepas. 4-19

82 c. Pelindung Kaki Sepatu Keselamatan (Safety shoes) untuk menghindari kecelakan yang diakibatkan tersandung bahan keras seperti logam atau kayu, terinjak atau terhimpit beban berat atau mencegah luka bakar pada waktu mengelas. Sepatu boot karet bila bekerja pada pekerjaan tanah dan pengecoran beton. Pada umumnya di pekerjaan konstruksi, kecelakaan kerja terjadi karena tertusuk paku yang tidak dibengkokkan, terpasang vertical di papan sebagai bahan bangunan yang berserakan ditempat kerja. Ada beberapa jenis sepatu kerja : Memakai pelindung kaki agar aman dari kejatuhan benda. Sepatu bot yang dipakai di tanah basah atau memasuki air. Sepatu untuk memanjat. Sepatu untuk pekerjaan berat. Sepatu korosi, untuk bekerja menggunakan bahan kimia dan bahan sejenis. d. Pelindung Tangan Sarung Tangan untuk pekerjaan yang dapat menimbulkan cidera lecet atau terluka pada tangan seperti pekerjaan pembesian fabrikasi dan penyetelan, Pekerjaan las, membawa barang - barang berbahaya dan korosif seperti asam dan alkali. Banyak kecelakaan luka terjadi di tangan dan pergelangan dibanding bagian tubuh lainnya. Kecelakaan ditangan seperti bengkak, terkelupas, terpotong, memar atau terbakar bisa berakibat vatal dan tidak dapat lagi bekerja. Diperlukan pedoman penguasaan peralatan teknis dan pelindung tangan yang cocok seperti Sarung Tangan. Pekerjaan-pekerjaan yang yang memerlukan pelidung tangan misalnya adalah : o Pekerjaan yang berhubungan dengan permukaan yang kasar, tajam atau permukaan menonjol. o Pekerjaan yang berhubungan dengan benda panas, karatan atau zat- zat seperti aspal dan resin beracun. o Pekerjaan yang berhubugan dengan listrik dan cuaca. Ada berbagai sarung tangan yang dikenal a.l: Sarung Tangan Kulit Sarung Tangan Katun Sarung Tangan Karet untuk isolasi Sarung Tangan Kulit digunakan untuk pekerjaan pengelasan, pekerjaan pemindahan pipa dll. 4-20

83 Sarung Tangan Katun digunakan pada pekerjaan besi beton, pekerjaan bobokan dan batu, pelindung pada waktu harus menaiki tangga untuk pekerjaan ketinggian. Sarung Tangan Karet untuk pekerjaan listrik yang dijaga agar tidak ada yang robek agar tidak terjadi bahaya kena arus listrik. e. Pelindung Pernafasan Beberapa alat pelindung pernafasan ( masker) diberikan sebagai berikut, dengan penggunaan tergantung kondisi ataupun situasi dlapangan disesuaikan dengan tingkat kebutuhan : 1). Masker Pelindung Pengelasan yang dilengkapi kaca pengaman ( Shade of Lens ) yang disesuaikan dengan diameter batang las ( welding rod ) a). Untuk welding rod 1/16 sampai 5/32 gunakan shade no.10 b). Untuk welding rod 3/16 sampai ¼ gunakan shade no 13 2). Masker Gas dan Masker Debu adalah alat perlindungan untuk melindungi pernafasan dari gas beracun dan debu. Dalam pekerjaan di proyek banyak terdapat pekerjaan yang berhubungan dengan bahaya debu, minyak atau gas yang berasal dari : Peralatan pemecah dan batu. Kecipratan pasir. Bangunan terbuka yang mengandung debu asbes. Pekerjaan las, memotong bahan yang dibungkus atau dilapisi zinkum, nikel atau cadmium. Cat semprot. Semburan mendadak. Bila terdapat kecurigaan bahwa di udara terdapat gas beracun, pelindung pernafasan harus segera dipakai. Jenis Pelindung Pernafasan yang harus dipakai tergantung kepada bahaya dan kondisi kerja masing-masing. Juga diperlukan latihan cara menggunakan dan merawatnya. Perlu minta petunjuk pihak berwenang untuk peralatan Pelindung Pernafasan ini. Bekerja di ruang tertutup seperti gudang atau ruangan bawah tanah ada kemungkinan terdapat bahaya asap, gas berbahaya atau bahan-bahan yang rapuh wajib pula menggunakan perlindungan pernafasan. Juga terdapat alat Pelindung Pernafasan jenis setengah muka yang terdiri atas : 4-21

84 Yang memakai alat filter atau penyaring katrid. Filter ini perlu diganti secara berkala. Pelindung Pernafasan dari gas dan asap Filter kombinasi penahan gas dan asap. Disamping itu terdapat juga alat Pelindung Pernafasan penuh muka memakai filter yang bisa melindungi mata maupun muka. Pelindung Pernafasan yang lain ialah yang melindungi seluruh muka yang dilengkapi udara dalam tekanan tertentu dan merupakan jenis yang terbaik, terutama bila di tempat kerja kurang dapat oksigen. Udara dialirkan dari kompresor yang dilengkapi penyaring. Pada iklim panas alat ini terasa sejuk dan menyenangkan. Alat ini lebih mandiri tapi memerlukan pelatihan cara memakainya sesuai dengan petunjuk pabrik pembuatnya. f. Pelindung Pendengaran Pelindung Pendengaran untuk mencegah rusaknya pendengaran akibat suara bising diatas ambang aman seperti pekerjaan plat logam. (batasan nilai ambang batas akan diterangkan dalam modul kesehatan) g. Pelindung Mata Kaca Mata Pelindung (Protective goggles) untuk melindungi mata dari percikan logam cair, percikan bahan kimia, serta kaca mata pelindung untuk pekerjaan menggerinda dan pekerjaan berdebu Mata dapat luka karena radiasi atau debu yang berterbangan. Kecalakaan yang mengenai mata seringkali terjadi dalam: Memecah batu, pemotongan, pelapisan atau pemasangan batu, pembetonan dan memasang bata dengan tangan atau alat kerja tangan menggunakan tenaga listrik Pengupasan dan pelapisan cat atau permukaan berkarat. Penutupan atau penyumbatan baut. Menggerinda dengan tenaga listrik. Pengelasan dan pemotongan logam. Dalam pekerjaan konstruksi terdapat juga risiko karena tumpahan, kebocoran atau percikan bahan cair panas atau lumpur cair. Persoalan yang banyak terjadi adalah, kemalasan tukang untuk memakai pelindung, alat tidak cocok, atau memang alatnya tidak tersedia sama sekali di proyek. 4-22

85 h. Tali Pengaman & Sabuk Keselamatan (safety belt) Banyak sekali terjadi kecelakaan kerja karena jatuh dari ketinggian. Pencegahan utama ialah tersedianya jaring pengaman. Tetapi untuk keamanan individu perlu Ikat Pinggang Pengaman / Sabuk Pengaman ( Safety Belt ). Ya ng wajib digunakan untuk mencegah cidera yang lebih parah pada pekerja yang bekerja diketinggian ( > 2 M tinggi ). Contoh jenis-jenis pekerjaan yang memerlukan Tali Pengaman : Pekerjaan perawatan pada bangunan struktur seperti jembatan. Terdapat banyak jenis Ikat Pinggang Pengaman dan Tali Pengaman, diperlukan petunjuk dari pihak yang kompeten tentang tali pengaman yang paling cocok untuk suatu jenis pekerjaan. Termasuk cara penggunaan dan perawatannya. Tali Pengaman yang lengkap harus selalu dipakai bersama Ikat Pinggang Pengaman. Syarat-syarat untuk Tali Pengaman adalah : Batas jatuh pemakai tidak boleh lebih dari dua meter dengan cara meloncat. Harus cukup kuat menahan berat badan. Harus melekat di bangunan yag kuat melalui titik kait diatas tempat kerja. Demikianlah Alat Pelindung Diri yang umum dipakai dan sifatnya lebih mendasar. Karena diluar itu sangat banyak sekali ketentuan-ketentuan yang harus diingat baik bila mengerjakan sesuatu, menggunakan peralatan tertentu dan menangani bahan tertentu. Sesungguhnya bila pekerja itu dipersiapkan melalui sistim pelatihan, kecelakaan yang diakibatkan alpa menggunakan Alat Pelindung Diri seperti ini akan jauh berkurang. Sebab dalam sistim pelatihan diajarkan cara menggunakan peralatan yang betul, efektif dan tanpa membahayakan. Hampir semua pekerja tukang kita tidak pernah dibekali pengetahuan melalui sistim pelatihan. Hanya memupuk pengalaman sambil langsung bekerja. Dengan cara penjelasan ringkas kepada mereka sambil bekerja tentang pencegahan kecelakaan hasilnya akan terbatas. Akan jauh lebih berhasil bila merupakan program dalam paket pelatihan sejak berstatus calon pencari kerja atau pemula. Hal ini merupakan penyeebab angka kecelakaan kerja bidang konstruksi di Indonesia termasuk tinggi. 4-23

86 Hal hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan APD Alat Pelindung Diri akan berfungsi dengan sempurna apabila dipakai secara baik dan benar. a. Sediakanlah Alat Pelindung Diri yang sudah teruji dan telah memiliki SNI atau standar Internasional lainnya yang diakui. b. Pakailah alat pelindung diri yang sesuai dengan jenis pekerjaan walaupun pekerjaan tersebut hanya memerlukan waktu singkat. c. Alat Pelindung Diri harus dipakai dengan tepat dan benar. d. Jadikanlah memakai alat pelindung diri menjadi kebiasaan. Ketidak nyamanan dalam memakai alat pelindung diri jangan dijadikan alasan untuk menolak memakainya e. Alat Pelindung Diri tidak boleh diubah-ubah pemakaiannya kalau memang terasa tidak nyaman dipakai laporkan kepada atasan atau pemberi kewajiban pemakaian alat tersebut. f. Alat Pelindung Diri dijaga agar tetap berfungsi dengan baik. g. Semua pekerja,pengunjung dan mitra kerja ke proyek konstruksi harus memakai alat pelindung diri yang diwajibkan seperti Topi Keselamatan dll Contoh alat pelindung diri (APD) PERSONAL PROTECTIVE EQUIPMENT Safety helmet. Eye protectors for dust and flying objects. Shading eye protectors. Welding protective hoods. Earplugs,Earmuffs. Protective respirators. Gloves. Dust mask. Gas mask. Breathing equipment. Supplied-air respirator. Clothing, Safety belts. Footwear. 4-24

87 5.Shock-absorbing liner (Polystyrene foam core) Structure of safety helmets (at the time of falls) 4.Ring string 1.Outer shell Safety Belts with a shock absorber Belt 2.Hammock Buckle A shock absorber 6.Chin strap 3.Head band Hook Gambar Alat Pelindung Diri Contoh penggunaan Safety belt yang benar Harness Safety belt 4-25

88 Slide chuck Move freely up and down, when falling shock is transmitted, grasp life line. Gambar Penggunaan Safety Belt 4.6. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan Umum Suatu kecelakaan kerja dapat saja terjadi menimpa operator atau orang sekitarnya pada saat pengoperasian peralatan dan tindakan pertama adalah memberikan pertolongan sesegera mungkin sebelum penderita mendapat perawatan medis lebih lanjut dari ahlinya (rumah sakit, poliklinik). Dari sisi peraturan keselamatan kerja, hal tersebut merupakan hak setiap tenaga kerja untuk mendapatkan pertolongan pertama bila terjadi kecelakaan kerja dan oleh sebab itu pihak perusahaan diwajibkan menyediakan obat-obatan untuk pertolongan pertama tersebut dalam kotak P3K pada setiap alat. Disamping itu perlu ada suatu pelatihan khusus dalam menangani kecelakaan kerja tersebut, sehingga pada saat terjadi kecelakaan telah dapat dilakukan pertolongan pertama dengan benar dan baik. 4-26

89 4.6.2 Maksud Dan Tujuan 1. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (PPPK) diselenggarakan untuk memberikan pertolongan permulaan/awal yang diperlukan sebelum penderita dibawa ke Rumah Sakit/Poliklinik terdekat. Pertolongan pertama ini memegang peranan yang penting, karena tanpa pertolongan pertama yang baik, korban mungkin tidak akan tertolong lagi kalau harus menunggu pengangkutan ke rumah sakit. 2. Mengurangi kemungkinan terjadinya bahaya kematian, jika bahaya tersebut sudah ada, seperti pada korban yang shock, terjadi pendarahan yang luar biasa atau pada korban yang pingsan. 3. Mencegah bahaya cacat, baik cacat rohani ataupun cacat jasmani 4. Mencegah infeksi, artinya berusaha supaya infeksi tidak bertambah parah yang disebabkan perbuatan perbuatan atau pertolongan yang salah. 5. Meringankan rasa sakit. Perlu diingat bahwa pemberian pertolongan pertama tersebut harus dilaksanakan dengan cara-cara dan prosedur yang benar, karena cara atau prosedur yang tidak benar dapat mengakibatkan kondisi korban bertambah buruk. Oleh karena itu penolong harus paham benar dalam P3K, dan perlu latihan Pedoman Umum Untuk Penolong 1. Menilai situasi a. Perhatikan apa yang terjadi secara cepat tetapi tenang ; Apakah korban pingsan, henti jantung atau henti nafas. Apakah korban mengalami pendarahan atau luka. Apakah korban mengalami patah tulang. Apakah korban mengalami rasa sangat sakit yang berlebihan. Apakah korban mengalami luka bakar. b. Perhatikan apakah ada bahaya tambahan yang mengancam korban atau penolong. a. Ingat jangan terlalu berani mengambil resiko, perhatikan keselamatan diri penolong. 2. Mengamankan tempat kejadian : Lindungi korban dari bahaya. 4-27

90 Jika perlu mintalah orang lain untuk membantu atau laporkan kepada bagian terkait (misal Telpon No atau Rescue Team Perusahaan). 3. Memberi pertolongan a. Rencanakan dan lakukan pertolongan berdasarkan tujuan P3K sbb : Menciptakan lingkungan yang aman. Mencegah kondisi korban bertambah buruk. Mempercepat kesembuhan. Melindungi korban yang tidak sadar. Menenangkan korban/penderita yang terluka. Mempertahankan daya tahan tubuh korban menunggu pertolongan yang lebih tepat dapat diberikan. b. Jika pertolongan pertama telah dilakukan, maka segera angkut korban tapi jangan terburu-buru atau serahkan pertolongan selanjutnya kepada yang lebih ahli atau bagian yang bertugas menangani kecelakaan atau kirim ke Dokter atau rumah sakit terdekat Jenis Kecelakaan 1. Kecelakaan yang dapat membawa maut a. Coma (collapse) Gejala gejalanya: Keluar keringat dingin. Pucat. Denyut nadi lemah. Telinga berdengking Mual. Mata berkunang kunang. Badan lemas. Cara pertolongannya: Tidurkan penderita terlentang dengan kepala agak direndahkan. Longgarkan pakaiannya. Usahakan agar penderita dapat bernafas dengan udara segar. Kalau ada beri selimut agar badannya menjadi hangat. Selanjutnya kirimkan ke Dokter atau rumah sakit terdekat. 4-28

91 b. Shock (gugat) Hal ini disebabkan oleh suatu keadaan yang timbul karena jumlah darah yang beredar dalam pembuluh darah sangat berkurang yang dapat disebabkan oleh: 1. Pendarahan keluar atau ke dalam. 2. Luka bakar yang luas yang menyebabkan banyak cairan/serum darah yang keluar. Tanda-tandanya: Nadi berdenyut cepat, lebih 100 kali/menit kemudian melemah, lambat dan menghilang. Pernafasan dangkal dan tidak teratur. Bila keadaan tambah lanjut penderita jadi pingsan. Penderita pucat dan dingin. Penderita merasa mual, lemas, mata berkunang. Pandangan hampa dan tidak bercahaya. Pertolongan: Baringkan penderita ditempat yang udaranya segar dan kepala lebih rendah dari kaki. Bersihkan mulut dan hidungnya dari sumbatan. Hentikan pendarahan bila ada. Longgarkan pakaian penderita. Kalau ada berikan selimut agar penderita menjadi hangat. Selanjutnya kirimkan ke Dokter atau rumah sakit terdekat. Jangan memberi minum. c. Pingsan Fungsi otak terganggu sehingga penderita tidak sadar. Gejala: Penderita tidak sadar, tidak ada reaksi terhadap rangsangan. Penderita berbaring dan tidak bergerak. Pernafasan dan denyut nadi dapat diraba. Pertolongan: Baringkan penderita di tempat teduh dan segar. Apabila mukanya merah, kepalanya ditinggikan, dan apabila pucat baringkan tanpa alas kepala. Pakaiannya dilonggarkan. 4-29

92 Penderita jangan ditinggalkan seorang diri dan perlu dijaga. Tenangkan bila gelisah. Kalau ada, berikan selimut agar badannya menjadi hangat. Selanjutnya kirimkan ke Dokter atau rumah sakit terdekat. d. Mati Suri Yaitu keadaan pingsan dimana peredaran darah dan pernafasan tidak mencukupi lagi. Keadaan ini sudah merupakan keadaan yang gawat, karena penderita berada diantara pingsan dan mati. Gejala: Pernafasan tidak tampak dan nadi tidak teraba. Pupil melebar dan tidak menyempit dengan penyinaran. Muka pucat dan kebiru-biruan. Cara Pertolongan: Baringkan terlentang dan longgarkan pakaian penderita. Hilangkan semua barang yang dapat menyumbat pernafasan. Berikan pernafasan buatan. Pernafasan buatan adalah suatu usaha mencoba agar paru-paru penderita dapat bekerja kembali dengan cara mengembang dan mengempiskan paru paru itu. Selanjutnya di kirim ke Dokter atau rumah sakit terdekat Gambar Cara pernafasan buatan dari mulut ke mulut e. Pendarahan 1) Dilihat dari sudut keluarnya darah, pendarahan ada 2 macam yaitu: Pendarahan keluar. 4-30

93 Pendarahan ke dalam. 2) Dilihat dari sudut macamnya pembuluh darah yang putus, pendarahan ada 3 macam yaitu: Pendarahan pembuluh nadi (arterial). Pendarahan pembuluh balik (vena). Pendarahan pembuluh rambut (capiler) 3) Untuk memberikan pertolongan terhadap penderita yang mengalami pendarahan dapat dilakukan dengan bermacam - macam cara diantaranya: Cara pertama: Penderita didudukan atau ditidurkan tergantung dari hebatnya pendarahan. Bagian tubuh yang mengalami luka ditinggikan. Hentikan pendarahan dengan menekan anggota bagian diatas luka. Bersihkan luka dari kotoran yang ada. Letakkan diatas luka, sepotong kain kasa steril berlipat dan tekan sampai darah berhenti keluar, kemudian pasang pembalut tekan (plester). 4) Untuk pendarahan yang hebat ditangan atau kaki dapat digunakan cara torniquet (torniket, penarat darah). Torniket adalah balutan yang menjepit sehingga aliran daerah di bawahnya terhenti sama sekali. Perhatikan bila menggunakan penarat darah: Tiap 10 menit harus dikendorkan dengan memutar kayunya; Memasang penarat darah antara luka dan jantung; Penderita yang dikorniket harus segera dibawa ke rumah sakit untuk pertolongan lebih lanjut dan harus mendapat prioritas pertama; Harus dicatat jam berapa penarat darah dipasang dan dibuka; Cara torniket ini hanya dianjurkan bagi mereka yang sudah menguasai. 2. Luka-luka Luka adalah adanya jaringan kulit yang terputus atau rusak oleh suatu sebab. Menurut sebabnya dapat dikenal bermacam - macam luka yaitu sebagai berikut: 4-31

94 Luka memar kena pukul Luka gores Luka tusuk Luka potong Luka bacok Luka robek Luka tembak Luka baker. a. Memberikan pertolongan kepada penderita yang mengalami luka pada dasarnya adalah: 1). Menghentikan pendarahan 2). Mencegah infeksi 3). Mencegah kerusakan lebih lanjut 4). Menggunakan cara yang memudahkan/ mempercepat penyembuhan. b. Cara memberikan pertolongan pertama penderita yang mengalami luka adalah sebagai berikut: 1). Luka di kepala : Gambar Cara memposisikan penderita luka di kepala Tidurkan penderita terlentang tanpa alas kepala jika disertai pingsan Oleskan obat merah dengan lidi kapas Tutup dengan kasa steril dan perban Segera bawa penderita ke Dokter atau rumah sakit terdekat 2). Luka di dada terbuka tembus paru-paru Gambar Cara memposisikan penderita luka di dada Tidurkan penderita setengah duduk Rawat lukanya seperti merawat luka biasa Berilah plester atau pembalut penekan supaya udara tidak masuk Segera bawa penderita ke Dokter atau rumah sakit terdekat 4-32

95 3). Luka di perut melintang Gambar Cara memposisikan penderita luka di perut melintang Tidurkan pederita ¼ duduk Tutup lukanya dengan kasa steril Balutlah lukanya dengan kain segitiga Jangan memberi makanan/minuman kepada penderita Segera bawa penderita ke Dokter atau rumah sakit terdekat 4). Luka perut membujur Tidurkan penderita terlentang Selanjutnya lakukan seperti memberi pertolongan pada luka perut melintang Gambar Cara memposisikan penderita luka di perut membujur 5). Luka bakar Dilihat dari berat tidaknya, luka bakar dapat dibagi dalam beberapa tingkat: a. Luka bakar tingkat I (Erythema) Warna luka kemerah-merahan Yang terbakar hanya lapisan atas dari kulit ari Penderita merasakan sakit, dan luka bengkak Cara memberikan pertolongan: Hapuskan kekuatan dari bahan yang membakar Berikan obat livertran zalf atau bio-placentan/obat luka bakar Tutup luka bakar dengan menggunakan kasa steril Balut dengan cara longgar-longgar Berikan banyak minum kepada penderita Jaga agar penderita jangan sampai kedinginan b. Luka bakar tingkat II (Bullosa) Luka bakar tingkat II mempunyai tanda-tanda sebagai berikut: Kulit melepuh Pembakaran sampai kulit ari Terdapat gelembung-gelembung berisi cairan 4-33

96 Cara memberikan pertolongan: Tutup luka dengan menggunakan kasa steril Berikan banyak minum kepada penderita Jaga agar penderita tidak sampai kedinginan Bawa penderita ke rumah sakit c. Luka Bakar Tingkat III (Escarotica) : Luka Bakar tingkat III mempunyai tanda-tanda sebagai berikut: Pembakaran sampai pada kulit jangan Warna luka hitam keputih-putihan Cara memberikan pertolongan adalah seperti memberikan pertolongan pertama pada penderita luka bakar tingkat II. d. Luka Bakar tingkat IV (Carnisasio) Luka Bakar tingkat IV mempunyai tanda-tanda sebagai berikut: Pembakaran sampai pada jaringan ikat atau lebih Kulit Bakar atau kulit jangat telah terbakar Cara memberikan pertolongan kepada penderita luka bakar tingkat IV sama seperti memberikan pertolongan pada penderita luka bakar tingkat II atau tingkat III. 3. Patah tulang Pertolongan pertama pada penderita yang mengalami patah tulang adalah merupakan salah satu pertolongan yang sangat penting, karena dengan memberikan pertolongan pertama berarti berusaha untuk mencegah penderita dari kehilangan salah satu anggota badan. Dilihat dari jenisnya patah tulang terdiri dari: a. Patah tulang terbuka Artinya: tulang yang patah menonjol keluar yang langsung berhubungan dengan udara (ada luka diluar) b. Patah tulang tertutup Artinya: tulang yang patah, ujungnya masih tertutup (tidak berhubungan dengan udara luar) c. Gejala gejala patah tulang : Penderita tidak dapat menggerakan bagian badan yang patah Tempat tulang yang patah amat sakit dan akan terasa lebih sakit bila tempat yang patah tersentuh atau bila digerakkan 4-34

97 Bentuk bagian badan itu berlainan dari biasanya Disekitar tempat yang patah bengkak dan warnanya kebiru biruan Pada patah tulang terbuka, kulit dan daging robek, dan ujung tulang yang patah menjorok keluar d. Cara memberikan pertolongan pada penderita yang mengalami patah tulang: Pakaian yang menutupi patah tulang tertutup tidak perlu dibuka, sedangkan patah tulang terbuka, pakaian harus dibuka (dirobekkan) agar dapat dibalut Luka ditutup dengan kasa steril Pada patah tulang terbuka hentikan pendarahan dengan pembalut Kerjakan pembalutan yang memenuhi syarat Anggota badan yang patah ditinggikan Segera bawa ke rumah sakit e. Cara cara pembidaian : Bidai harus kedua sendi dari tulang yang patah Tidak boleh terlalu keras atau terlalu kendor ikatannya Bidai dialasi agar jangan menambah perasaan sakit Ikatan harus cukup jumlahnya dimulai dari atas dan dari bawah bagian yang patah Sediakan dulu perlengkapan secukupnya sebelum melakukan pembidaian (1) Patah tulang paha Dibutuhkan 2 buah bidai: Satu bidai yang meliputi dari tumit sampai bagian atas paha Gambar Cara pertolongan penderita patah tulang paha (2) Patah tulang betis Gambar Cara pertolongan penderita patah tulang betis Satu bidai yang lainnya sampai pinggang Ikat kedua bidai dengan menggunakan mitella. Dibutuhkan 2 buah bidai yang dapat meliputi/menutup dari tumit sampai paha Ikat kedua bidai dengan menggunakan mittela 4-35

98 (3) Patah tulang lengan atas Sediakan bidai yang dapat meliputi tulang belikat sampai jari jari Tangan digendong dengan siku pembalut (mittela) Gambar Cara pertolongan penderita patah tulang lengan atas (4) Patah lengan bawah Sediakan bidai yang meliputi sendi siku sampai jari jari Ikatkan bidai itu pada bagian atas dan bawah luka Gendong lengan dengan siku pembalut (mittela) Gambar Cara pertolongan penderita patah tulang lengan bawah (5) Patah tulang selangka Gambar 4-12 Cara pertolongan penderita patah tulang selangka Beri ransel perban dengan bagian yang diberi alas Atau ikat kedua lengannya dipunggung Atau diberi pembalut penunjang tinggi (mittela tinggi) (6) Patah tulang rusuk Gambar Cara pertolongan penderita patah tulang rusuk Beri pembalut plester menurut panjangnya rusuk Plester harus meliputi tulang dada sampai tulang punggung 4-36

99 (7) Patah tulang belakang 1. Bila ada luka Tidurkan penderita terlungkup Rawatlah luka terlebih dahulu Di bawah dada serta di bawah kaki diberi alas Bawa penderita ke rumah sakit Gambar Cara pertolongan penderita patah tulang belakang 1. Bila ada luka 2. Bila tidak luka 2. Bila tidak luka Tidurkan penderita terlentang Di bawah pinggang diberi alas atau bantal tipis Pemakaian Obat Obat PPPK 1. Mercurochroom Penggunaan : Untuk anti septik (anti infeksi) pada luka luka dalam Cara penggunaan : Untuk mengobati luka luka yang tidak dalam, lecet lecet. Luka/lecet yang kotor dibersihkan dahulu, lalu diolesi mercurochroom, jika luka lukanya tidak berair biarkan dalam keadaan terbuka saja, tidak usah dibalut. 2. Sulfanilamid powder steril Penggunaan : Sebagai anti septik (anti infeksi) untuk luka-luka dalam Cara penggunaan : Taburkan sulfanilamid powder steril pada luka luka terutama luka dalam, lalu ditutup dengan kain steril 16 x 16 dan dibalut atau diplester. 3. Larutan Rivanol Penggunaan : Sebagai anti septik (anti infeksi) Cara penggunaan : Mengobati luka luka yang kotor dengan jalan mengompres. Gunakan kasa steril 16 x 16, basahi dengan larutan rivanol dan kompreskan diatas luka, lalu dibalut. 4-37

100 4. Levetraan Zalf Penggunaan : Untuk mengobati luka bakar Cara penggunaan : Oleskan levetraan zalf diatas luka bakar, tutup dengan kain steril 16 x 16, kemudian luka dibalut atau diplester Penyakit Akibat Kerja Faktor faktor penyebab penyakit akibat kerja Penyakit kerja adalah penyakit akibat dari apa yang dikerjakan atau yang dihasilkan di pekerjaan, maupun peralatan yang dipakai untuk kerja. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penyakit akibat kerja dapat dibagi dalam beberapa golongan antara lain : a. Golongan Fisik, antara lain : 1) Suara gaduh, bising dapat mengakibatkan pekak atau tuli 2) Tekanan yang berubah-rubah dapat menyebabkan penyakit caisson, malaria, filariasis dan lain-lain 3) Bakteri, al : penyakit anthrax yang ditularkan hewan kepada manusia 4) Jamur dapat menyebabkan penyakit kulit, panu (pityriasis versicolor), Blasomycosi 5) Tumbuh-tumbuhan, getah tumbuh-tumbuhan dapat menyebabkan penyakit kulit (Demabosis) 6) Virus b. Golongan Faal 1) Sikap badan yang kurang baik maupun beban berat dapat menyebabkan keluhan-keluhan di pinggang. 2) Kesalahan-kesalahan konstruksi mesin/peralatan menimbulkan kelelahan fisik, bahkan dapat terjadi perubahan fisik tubuh 3) Kerja yang berdiri terus menerus dapat mengakibatkan varices pada tungkai bawah atau latvoet pada kaki tenaga kerja c. Golongan Mental Psikologik 1) Pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat/minat dan pendidikan 2) Beban tanggung jawab yang berat diluar batas kemampuannya (managerial illnes) 3) Tidak dapat bekerja sama dengan kawan sekerja, atasan maupun bawahan 4-38

101 Macam penyakit akibat kerja pada pengoperasian peralatan Pada operator peralatan termasuk operator mesin penggelar aspal (asphalt paver) kemungkinan terjadinya mengidap penyakit akibat kerja terutama berkaitan dengan kondisi/konstruksi alat (posisi kerja), kondisi lingkungan kerja dan kondisi lapangan yang dihadapi setiap harinya. Penyakit tersebut antara lain: a. Menimbulkan keletihan di bagian kaki b. Syndrom sciatica yaitu keluhan nyeri dan pegal pada tulang belakang dan kadang menjalar sampai ke tungkai kaki c. Menyebabkan terjadinya kerusakan kecil pada persediaan tulang belakang, hal ini dilihat dalam pemotretan sinar Rountgen (X-Ray) d. Gangguan pendengaran sampai dapat terjadi ketulian e. Pada tempat berdebu, menyebabkan gangguan pernafasan f. Heat Stroke g. Malaria, kasus penyakit ini ternyata cukup banyak pada dewasa ini terutama petugas lapangan h. Penyakit kulit akibat serangga, kupu-kupu, kumbang i. Gangguan pencernaan, mual muntah sampai terjadi peradangan (grastitis akut) Pencegahan penyakit akibat kerja Penyakit akibat kerja, disamping kecelakaan kerja, merupakan suatu hambatan pada tingkat pengamanan maupun keamanan dalam bekerja. Dalam hal ini perlu adanya pengertian serta usaha pencegahan, baik untuk keselamatan maupun kesehatan kerja. Selain perlu adanya hubungan baik antara semua tenaga kerja maupun pimpinan. Hasil penelitian di Amerika, Philipina maupun di Eropa, menunjukkan bahwa pemeriksaan kesehatan sebelum dan sesudah bekerja ternyata merupakan suatu penghematan biaya (effective cost) dibandingkan dengan biaya pengobatan dan perawatan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Upaya pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja merupakan tanggung jawab perusahaan yang dituangkan dalam peraturan perundangan berupa jaminan pemeliharaan kesehatan bagi tenaga kerja dan keluarganya yang meliputi : 1. Rawat jalan tingkat pertama 2. Rawat jalan tingkat lanjutan 4-39

102 3. Rawat inap 4. Pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan 5. Penunjang diagnostic 6. Pelayanan khusus 7. Pelayanan gawat darurat Peningkatan Kesehatan Kerja Di Tempat Kerja Perlu adanya perhatian dari perusahaan dan tenaga kerja untuk bersama-sama meningkatkan mutu kesehatan di tempat kerja antara lain : 1. Lingkungan tempat kerja a. Halaman harus selalu bersih dari kotoran, debu dan harus teratur b. Jalan dirawat sehingga tidak berdebu c. Kebutuhan air bersih terpenuhi d. Tempat penampungan tenaga kerja harus memenuhi syarat kesehatan (kamar tidur, kamar mandi dan WC) dalam keadaan terawat baik e. Ruang kerja harus cukup penerangan dan ventilasi Gambar Kebersihan Lingkungan dan Peralatan Bila diperlukan gunakan alat untuk dapat membersihkan tempat kerja dan peralatan 2. Perlengkapan/Sarana a. Tersedia perlengkapan PPPK/obat b. Tersedia perlengkapan keselamatan kerja (topi/helm, kacamata, masker, pelindung telinga, sarung tangan dan sepatu pengaman) Gambar Kotak PPPK Harus tersedia dilokasi yang mudah dilihat dan harus selalu terisi dengan obat-obatan yang untuk pertolongan pertama Tersedia alat pemadam kebakaran, diperik sa dan harus dalam keadaan baik 4-40

103 3. Pembinaan mental c. Waktu istirahat cukup (sesuai peraturan) d. Ada waktu rekreasi e. Ada acara pembinaan mental keagamaan 4. Pembinaan tenaga Pada program pelatihan secara teratur bagi semua tenaga kerja dalam hal penanggulangan kebakaran, pelaksanaan PPPK, dan tindakan penyelamatan bila terjadi kecelakaan kerja Pemadam Kebakaran, Rambu Keselamatan Kerja dan Listrik Umum Kecelakaan di tempat kerja salah satu penyebabnya adalah akibat terjadinya kebakaran di dalam lokasi pekerjaan. Dalam kondisi apapun kebakaran ini harus diatasi sesuai dengan prosedur, baik dilakukan secara perorangan dengan alat pemadam kebakaran ataupun oleh unit khusus pemadam kebakaran. Untuk mengatasi keadaan tersebut, setiap operator perlu dibekali dengan pengetahuan penanggulangan bahaya kebakaran sehingga dapat menghadapi kebakaran dengan benar sesuai prosedur, dilakukan dengan tenang (tidak panik) dan dapat melakukan pemberitahuan/pelaporan ke unit terkait secara tepat (dinas kebakaran, rumah sakit, poliklinik, dan lain sebagainya). Akan lebih baik melakukan pencegahan dari pada melakukan pemadam kebakaran Timbulnya Kebakaran 1. Penyebab Kebakaran adalah suatu bencana yang ditimbulkan oleh api, sukar dikuasai, tidak diharapkan dan sangat merugikan. b. Sebab-sebab kebakaran secara umum : 1) Kurangnya pengertian terhadap bahaya kebakaran. 2) Kelalaian (tidak disiplin dalam melaksanakan pemeriksaan alat-alat yang dipakai/ dioperasikan). 3) Tidak disiplin dalam mematuhi peraturan pencegahan kebakaran. 4) Akibat gejala alam (petir, gunung meletus dan lain-lain). 5) Penyalaan sendiri. 6) Disengaja. 4-41

104 c. Penyebab terjadinya kebakaran pada peralatan : 2) Percikan api akibat hubungan pendek/kortsluiting pada rangkaian kabel listrik. 3) Komponen overheating yang terlalu lama sehingga ada bagian yang membara/terbakar. 4) Bahan bakar/minyak pelumas yang berceceran terkena percikan api. 5) Sampah kering atau kertas di dekat sumber api (misalnya battery). 6) Puntung rokok yang masih menyala dibuang sembarangan. 7) Pekerjaan pengelasan. 8) Merokok di daerah larangan merokok (daerah rawan kebakaran). 9) Penyebab lainnya (misalnya korek api tertinggal dalam ruang operator). 2. Unsur Terjadinya Api Ada 3 (tiga) benda yang menjadi bahan pokok dari api, yaitu : A = Angin, O2 (oksigen); bisa didapat dari udara bebas P = Panas, terdapat dari sumber panas (matahari, kortsluiting listrik, kompresi, energi mekanik) I = Inti, bahan bakar; bahan ini bisa berupa gas, padat, cair yang memiliki titik bakar yang berbeda-beda Klasifikasi Kebakaran 1. Kelas A Benda padat selain logam yang mudah terbakar; yaitu kebakaran yang ditimbulkan oleh benda padat selain logam seperti : kayu, kertas, bambu dan lainlain. Alat pemadaman yang dipakai : air, pasir, lumpur. 2. Kelas B Benda cair yang mudah terbakar; yaitu kebakaran yang ditimbulkan oleh bahan bakar cair (bensin, solar, minyak tanah) dan gas (LPG, Nitrogen, dan lain-lain). Alat pemadam kebakaran yang dipakai : Air dicampur diterjen, racun api, karung basah. 3. Kelas C Yaitu kebakaran yang ditimbulkan oleh adanya sumber panas listrik (akibat kortsluiting atau hubung pendek). Alat pemadam kebakaran yang dipakai : CO2, BCF, Dry Chemical Powder. 4-42

105 4. Kelas D Yaitu kebakaran logam seperti magnesium, titanium, sodium, potassium dan lainlain. Alat pemadam kebakaran yang dipakai adalah Dry Chemical Powder Menghadapi Bahaya Kebakaran 1. Sikap Jangan panik, berpikir jernih dan tenangkan diri. Beritahukan adanya kebakaran kepada orang lain atau instansi terkait (Dinas Kebakaran). Mengarahkan yang tidak berkepentingan untuk segera meninggalkan tempat. Pergunakan alat pemadam api yang sesuai/cocok. Mintalah pertolongan orang lain untuk membantu dengan alat pemadam kebakaran. Percaya diri akan kemampuan mempergunakan alat pemadam kebakaran. Melakukan pemadaman dengan cepat dan tepat dengan memperhatikan arah angin. 2. Usaha Mencegah Kebakaran Secara Umum Jagalah kebersihan di lingkungan kerja. Simpan bahan yang mudah terbakar di tempat yang aman. Penyimpanan bahan bakar ditempat yang memenuhi syarat dan aman. Periksa alat pemadam kebakaran dalam kondisi baik. Memiliki keterampilan mempergunakan alat pemadam kebakaran. Pelajari cara penggunaan alat pemadam kebakaran tersebut pada label yang dilekatkan di tabung. 3. Usaha Pencegahan Kebakaran pada Peralatan a. Bahan bakar, minyak pelumas, aspal panas dan zat anti beku merupakan bahan yang mudah terbakar. Jauhkan korek api dan jangan merokok di dekat bahan yang mudah terbakar tersebut. b. Bila mengisi bahan bakar, matikan engine dan jangan merokok. Jangan meninggalkan lokasi pada saat mengisi bahan bakar. Kuatkan tutup tangki bahan bakar dengan baik. c. Periksa secara berkala rangkaian kabel listrik dari kemungkinan terjadinya hubungan pendek. Kabel luka/terkoyak, segera dibungkus isolasi atau diganti Sambungan/terminal yang longgar, kuatkan atau ganti baru 4-43

106 d. Selalu bersihkan/keringkan bila ada ceceran bahan bakar atau minyak pelumas di lantai atau bagian mesin lain. e. Bersihkan battery dan di sekelilingnya dari sampah kering atau kertas yang mudah terbakar. f. Bila merokok dalam ruang operator, matikan rokok dan buang puntungnya ke dalam asbak yang telah tersedia. Jangan membuang puntung sembarangan. g. Hindari pengelasan di dekat tangki bahan bakar atau pipa minyak. h. Harus yakin bahwa alat pemadam kebakaran telah berada di tempatnya dalam keadaan baik. Baca aturan penggunaannya agar dapat dipakai saat diperlukan. i. Harus mengerti apa yang harus dilakukan saat terjadi kebakaran. j. Catat semua nomor telepon penting untuk dapat dihubungi sewaktu terjadi kebakaran (ambulan, petugas pemadam kebakaran). 4. Usaha Penyelamatan Dari Kebakaran Bila dalam pengoperasian terjadi kebakaran pada distributor, usaha penyelamatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: a. Putar main switch ke posisi OFF, matikan seluruh aliran listrik. b. Segera keluar dari tempat operasi c. Bila masih sempat, gunakan alat pemadam kebakaran untuk mematikan api semampunya. Usaha tersebut sebagai langkah dasar dalam penyelamatan, dan sesuai kondisi lapangan dapat dicari upaya lainnya. Untuk itu perlu diadakan latihan penyelamatan dari kebakaran Peralatan Pemadam Kebakaran 1. Air (air sungai, air hujan, air selokan, hidran dan lain-lain) dan pasir. 2. Alat pemadam api menggunakan bahan busa/foam; terdiri dari: natrium bicarbonat, aluminium sulfat, air. 4-44

107 A. Alat ini baik dipergunakan untuk kebakaran kelas B. Cara menggunakannya : Balik/putar posisi alat pemadam, dan segera balikan lagi ke posisi asal. Buka katup/pen pengaman. Arahkan nosel/nozlle; dengan memperhatikan arah angin dan jarak dari tabung ke sumber api. Gambar Alat Pemadam Api Busa 3. Pemadam api dengan bahan pemadam CO2 (carbon dioksida) Dapat dipergunakan dengan baik bila tidak ada angin atau arus udara Cara mempergunakan : Buka pen pengaman. Tekan tangkai penekan. Arahkan corong ke sumber api, dengan memperhatikan jarak dan arah angin. Gambar Alat Pemadam Api CO2 Keterangan gambar : 1. Tangkai penekan. 2. Pen pengaman. 3. Saluran pengeluaran. 4. Slang karet tekanan tinggi. 5. Horn (corong). 4. Pemadam api dengan bahan pemadam Dry Chemical Jenis ini efektif untuk kebakaran jenis B dan C, juga dapat dipergunakan pada kebakaran kelas A. Bahan yang dipergunakan : Serbuk sodium bicarbonat/natrium sulfat. 4-45

108 Gas CO/Nitrogen. Cara mempergunakan : Buka pen pengaman. Buka timah penutup. Tekan tangkai penekan/pengatup. Arahkan corong ke sumber api, dengan memperhatikan jarak dan arah angin. Gambar Alat Pemadam Api Dry Chemical 5. Pemadam Api dengan Bahan Jenis BHF/Halon Cara mempergunakan : Buka pen pengaman. Tekan tangkai penekan/pengatup. Arahkan corong/nozlle ke sumber api, dengan memperhatikan jarak dan arah angin. Gambar Alat Pemadam Api Jenis BHF Keterangan gambar : 1. Pengaman. 2. & 3 Pengatup. 4. Bolt Valve. 5. Pipa saluran Gas. 6. Nozzle Rambu Rambu Keselamatan Kerja 1. Lingkungan Kerja. Bebas dari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit seperti: debu, gas beracun, bising dan lain-lain. Simpan bahan bakar dan pelumas di tempat yang aman. 4-46

109 Gambar Peringatan Menjauhkan Sumber Api dari Bahan Bakar Jaga Kebersihan Lingkungan. Gambar 4-22 Tidak boleh membuang kotoran dan limbah sembarangan 2. Petunjuk/Tanda Peringatan (Simbol) Dan Arti Tertulis Pada Alat Berat Danger, Warning, Caution Apabila melihat tanda atau seperti ini seperti ini, usahakan untuk lebih berhati-hati terhadap kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. DANGER WARNING Danger (bahaya) Artinya sebuah peringatan akan adanya bahaya yang mengancam (sangat dekat) dan dapat mengakibatkan cidera bahkan kematian jika petunjuk tersebut tidak dilaksanakan Warning (Peringatan) Artinya sebuah peringatan akan adanya keadaan bahaya yang potensial yang jika tidak dijauhi (dihindari) dari radius kerja, 4-47

PELATIHAN AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK

PELATIHAN AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK HDE 01 : UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PELATIHAN AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

PELATIHAN AHLI K3 KONSTRUKSI

PELATIHAN AHLI K3 KONSTRUKSI CSE 01 = UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA PELATIHAN AHLI K3 KONSTRUKSI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PELATIHAN PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN (COST CONTROLLER) PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR

PELATIHAN PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN (COST CONTROLLER) PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR CCE 01 = UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA PELATIHAN PENGENDALI BIAYA PEKERJAAN (COST CONTROLLER) PEKERJAAN SUMBER DAYA AIR DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA

Lebih terperinci

PELATIHAN TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH

PELATIHAN TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH UUJK, Etika Profesi dan Etos Kerja SBW 01 = UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA PELATIHAN TUKANG BEKISTING DAN PERANCAH DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun

KATA PENGANTAR. Jakarta, Desember Penyusun UUJKEtika Profesi dan Etos Kerja KATA PENGANTAR Usaha dibidang Jasa konstruksi merupakan salah satu bidang yang telah berkembang pesat di Indonesia, dalam bentuk usaha perorangan maupun sebagai badan usaha

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

O H T UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA

O H T UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA O H T UUJK, ETIKA PROFESI DAN ETOS KERJA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI Jl. Sapta Taruna Raya Kompleks

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

MODUL SEBC 01 : UUJK, K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN

MODUL SEBC 01 : UUJK, K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN PELATIHAN AHLI PENGAWASAN PEKERJAAN JEMBATAN PEKERJAAN (SUPERVISION ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION) MODUL SEBC 01 : UUJK, K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN 2007 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

MODUL STEBC 01 : UUJK,K3 DAN PEMANTAUAN

MODUL STEBC 01 : UUJK,K3 DAN PEMANTAUAN PELATIHAN STRUCTURE ENGINEER OF BRIDGE CONSTRUCTION PEKERJAAN (AHLI STRUKTUR PEKERJAAN JEMBATAN) MODUL STEBC 01 : UUJK,K3 DAN PEMANTAUAN LINGKUNGAN 2006 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 24 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA

PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA PELATIHAN PELAKSANA TEROWONGAN MODUL : TCE 01 UUJK, ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DAN UUSDA DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR JLN. HM. ARSYAD KM. 3 TELP. (0531) 21539 SAMPIT RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN KOTAWARINGIN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAGELANG, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 15 TAHUN 2009... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, 1 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 9 TAHUN 2013... TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GROBOGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan jasa konstruksi

Lebih terperinci

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM :

HUKUM KONSTRUKSI. Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi. Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : HUKUM KONSTRUKSI Ringkasan Hukum Konstruksi UU No 18 Tahun 1999 Jasa Konstruksi Oleh : Inggrid Permaswari C Kelas B NIM : 03115153 RINGKASAN UU NO 18 TAHUN 1998 TENTANG JASA KONSTRUKSI BAB I Ketentuan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

- 1 - PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, - 1 - Walikota Tasikmalaya PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI SALINAN WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 23 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 18

Lebih terperinci

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BALIKPAPAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

1 of 29 27/04/2008 4:14 PM

1 of 29 27/04/2008 4:14 PM 1 of 29 27/04/2008 4:14 PM Menimbang : d. Mengingat : Menetapkan : UNDANG - UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1999 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk

Lebih terperinci

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2017 PEMBANGUNAN. Konstruksi. Jasa. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6018) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

JASA KONSTRUKSI NO SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2006 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2006 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 18

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 6 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJARNEGARA,

Lebih terperinci

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI WALI KOTA BONTANG PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA BONTANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DCE 01 ETIKA PROFESI, ETOS KERJA

DCE 01 ETIKA PROFESI, ETOS KERJA 1 PELATIHAN PELAKSANA BENDUNGAN NOMOR MODUL DCE 01 JUDUL MODUL ETIKA PROFESI, ETOS KERJA DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PELATIHAN JASA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2011 NOMOR 21 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG IJIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang WALIKOTA SEMARANG, :

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 07 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang Mengingat : a. bahwa usaha jasa konstruksi

Lebih terperinci

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI

SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JADWAL SOSIALISASI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TUBAN Nomor 45 Tahun 2012 Seri E PERATURAN DAERAH KABUPATEN TUBAN NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TUBAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Izin Usaha Jasa Konstruksi; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 2 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARBARU, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUDUS, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa jasa

Lebih terperinci

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANJUNG JABUNG

Lebih terperinci

DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT DINAS PEKERJAAN UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR : TAHUN 2013 TENTANG JASA KONSTRUKSI BALAI PEMBERDAYAAN DAN PENGAWSAN JASA KONSTRUKSI DINAS

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2015 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAGELANG, Menimbang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 16 TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 16 TAHUN 2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 16 TAHUN 2014 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PADANG LAWAS UTARA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

WALIKOTA LUBUKLINGGAU

WALIKOTA LUBUKLINGGAU WALIKOTA LUBUKLINGGAU PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA LUBUKLINGGAU, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK

MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK MODUL 1 KEBIJAKAN PENYUSUNAN DOKUMEN KONTRAK (UU 2/2017 & PP 29/2000 Jo PP 54/2016) admikon2@gmail.com MODUL BIMBINGAN TEKNIS ADMINISTRASI KONTRAK KONSTRUKSI Modul 1 : Kebijakan Penyusunan Dok. Kontrak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI TAHUN 2012 NOMOR 12 PERATURAN DAERAH KOTA SUKABUMI TANGGAL : 20 JULI 2012 NOMOR : 12 TAHUN 2012 TENTANG : IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI Sekretariat Daerah Kota Sukabumi Bagian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 7 TAHUN 2002 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa perizinan usaha jasa konstruksi merupakan salah

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DAN TANDA DAFTAR USAHA PERSEORANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON

PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON RCF 05 : PERJANJIAN KERJA DAN MANAJEMEN UNTUK MANDOR PELATIHAN MANDOR PEMBESIAN / PENULANGAN BETON DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN KONSTRUKSI DAN SUMBER DAYA MANUSIA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2014 NOMOR 06 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABALONG NOMOR 06 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DI KABUPATEN TABALONG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA PERATURAN BUPATI BARITO KUALA NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa Jasa Konstruksi mempunyai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO KUALA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BARITO KUALA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Peraturan

Lebih terperinci

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI)

SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) SLK (STANDAR LATIH KOMPETENSI) Judul Pelatihan : AHLI DESAIN HIDRO MEKANIK (HYDRO MECHANICAL DESIGN ENGINEER) Kode Jabatan Kerja : INA. 5220.112.09 Kode Pelatihan :... DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA PALANGKA RAYA

WALIKOTA PALANGKA RAYA 1 WALIKOTA PALANGKA RAYA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA, Menimbang : a. bahwa usaha

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. BUPATI BANDUNG BARAT, bahwa dalam rangka mengendalikan

Lebih terperinci

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG

BUPATI MUSI RAWAS, TENTANG BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG

KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG KONSTRUKSI BANGUNAN GEDUNG I. PENDAHULUAN Pada proyek konstruksi memungkinkan adanya kasus hukum yang terjadi karena adanya penyimpangan terhadap kontrak. Kasus hukum tersebut berdampak bagi pihak yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jasa Konstruksi merupakan salah satu kegiatan bidang ekonomi yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran, guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan

Lebih terperinci

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT

WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT WALIKOTA BUKITTINGGI PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA BUKITTINGGI NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BUKITTINGGI, Menimbang :

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 06 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANGERANG, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI 1 BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLITAR, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Penjelasan Menimbang : Mengingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA DI BIDANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI

BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI BUPATI WONOGIRI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR JASA KONSTRUKSI JABATAN KERJA PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN BANGUNAN PENGAMAN PANTAI MENERAPKAN KETENTUAN UNDANG-UNDANG JASA KONSTRUKSI (UUJK), KESELAMATAN DAN

Lebih terperinci

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG WALIKOTA PAYAKUMBUH PROVINSI SUMATERA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA PAYAKUMBUH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG \IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PAYAKUMBUH, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PELATIHAN SOIL MECHANICS OF ROAD CONSTRUCTION ENGINEER

PELATIHAN SOIL MECHANICS OF ROAD CONSTRUCTION ENGINEER SMR 01 = UUJK, SMK3 DAN PENGENDALIAN LINGKUNGAN KERJA Merepresentasikan Kode / Judul Unit Kompetensi Kode : INA.5211.113.05.01.07 Judul : Menerapkan UUJK, K3 dan Pengendalian Lingkungan PELATIHAN SOIL

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG IZIN USAHA JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Pasal

Lebih terperinci