KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN LITORAL PULAU PENGUJAN KABUPATEN BINTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN LITORAL PULAU PENGUJAN KABUPATEN BINTAN"

Transkripsi

1 KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN LITORAL PULAU PENGUJAN KABUPATEN BINTAN Denny Sanjaya Putra Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Henky Irawan Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Andi Zulfikar Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, ABSTRAK Putra, D S Keanekaragaman Gastropoda di Perairan Liotral Pulau Pengujan Kabupaten Bintan. Skripsi. Tanjungpinang: Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing 1: Henky Irawan, S.Pi., MP., M.Sc. Pembimbing 2: Andi Zulfikar, S.Pi., MP. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman gastropoda yang ada di perairan litoral Pulau Pengujan Kabupaten Bintan. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode random sampling / metode acak. Jumlah titik sampling yang didapat berjumlah 38 titik sampling dengan plot sampling berukuran 1x1m 2. Setiap plot sampling meliputi pangambilan sample gastropoda, pengukuran parameter perairan dan sample sedimen. Hasil pengamatan gastropoda ditemukan 9 spesies gastropoda pada perairan litoral Pulau Pengujan. Hasil analisis menunjukkan keanekaragaman dengan nilai 1,97 yang merupakan katagori sedang berdasarkan indeks keanekaragaman, nilai keseragaman berjumlah 0,89 dengan katagori tinggi berdasarkan indeks keseragaman sedangkan untuk nilai dominansi berjumlah 0,16 dan dikatagorikan dominansi rendah berdasarkan indeks dominansi. Kata Kunci: Keanekaragaman, Keseragaman, dominansi, Gastropoda, Perairan Litoral, Pulau Pengujan. 1

2 KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN LITORAL PULAU PENGUJAN KABUPATEN BINTAN Denny Sanjaya Putra Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Henky Irawan Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Andi Zulfikar Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, ABSTRACT Putra, D S Gastropod Diversity in Waters Litoral Pengujan Island Bintan Regency. Thesis. Tanjungpinang: Marine Sciences Department, Marine Sciences and Fhiseries Faculty, University of Maritim Raja Ali Haji. Advisor: Henky Irawan, S.Pi., MP., M.Sc. Co-advisor: Andi Zulfikar S.Pi., MP. This study aimed to obtain information about the diversity of gastropods in littoral waters Pengujan Island of Bintan Regency. This study was conducted in January and February The method used in this research is the method of random sampling / random method. The number of sampling points obtained amounted to 38 plots measuring 1x1 m 2. Each plots sampling involves taking a sample of gastropods, measurement and parameters and sample the waters and sediments. The observation of 9 species of gastropods found in littoral waters Pengujan Island. The analysis showed diversity with a value of 1,97 which is the category was based in the index of diversity, uniformity value amounted to 0,89 with a high category because the value is close to 1 based index uniformity while for dominance value amounted to 0,16 and low dominance categorized as value closer 0 (zero) based on dominance index. Keywords: Diversity, Uniformity, Dominance, Gastropods, Aquatic Litoral, Pengujan Island 2

3 PENDAHULUAN Pulau Pengujan adalah salah satu Pulau yang terdapat di Kabupaten Bintan. Nama lain Pulau Pengujan yaitu Selat Bintan II sedangkan Selat Bintan I yaitu Desa Pengujan yang berbatasan langsung dengan daratan Pulau Bintan. Pulau ini memiliki pantai yang cukup menawan hati dan pantai di Pulau ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi dikarenakan masyarakat Pulau Pengujan ini banyak tergantung oleh hasil lautnya seperti Crustacea dan Gastropoda Perairan Pulau Pengujan memiliki wilayah intertidal atau litoral yang cukup luas. Perairan litoral adalah daerah yang berada diantara pasang tertinggi dan surut terendah. Daerah ini merupakan daerah yang langsung berbatasan dengan darat. Radiasi matahari, variasi temperatur dan salinitas mempunyai pengaruh yang lebih berarti untuk daerah ini dibandingkan dengan daerah laut lainnya. Daerah pantai ini merupakan daerah yang kaya akan jenis organismenya khususnya gastropoda. Dilihat dari substrat dasarnya pantai litoral terdiri atas substrat berbatu, berpasir dan berlumpur. Gastropoda adalah hewan bertubuh lunak yang berjalan menggunakan perutnya dan dapat hidup pada berbagai substrat seperti substrat berbatu, berpasir hingga substrat berlumpur. Gastropoda juga memiliki peranan yang sangat dalam rantai makanan di perairan gastropoda merupakan hewan dasar pemakan detritus dan serasah yang jatuh dan mensirkulasi zat-zat yang jatuh ke air guna untuk mendapatkan makanan. Keanekaragaman gastropoda pada perairan litoral Pulau Pengujan dapat menggambarkan bagaimana keadaan parameter perairan di Pulau Pengujan ini. Pentingnya peranan ekologis ekosistem yang ada di perairan litoral Pulau Pengujan serta biota yang berasosiasi di dalamnya khususnya gastropoda dan peranan penting gastropoda dalam rantai makanan di perairan. Keberadaan gastropoda di perairan litoral Pulau Pengujan belum mempunyai data informasi mengenai keanekaragaman 3

4 Gastropoda di perairan litoral Pulau Pengujan. Oleh karena itu data informasi komunitas gastropoda sangat penting sehingga peneliti melakukan kajian mengenai keanekaragaman gastropoda di Perairan Litoral Pulau Pengujan. METODE Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Januari Februari Tempat penelitian di perairan litoral Pulau Pengujan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Peta Pulau Pengujan di dapat dari citra SPORT tahun 2007 didigitasi untuk mendapatkan citra vektor kemudian citra vektor ini dimasukkan ke software visual sampling plan versi 7 lalu diacak menggunakan software ini agar mendapatkan titik-titik koordinatnya. Titik koordinatnya berjumlah 38 dan bisa dilihat pada lampiran 7. Menurut ahli statistik Sudjana (1992), pendekatan kepada normal ini makin baik jika ukuran sampel (n) makin besar. Biasanya untuk n 30, maka pendekatan ini sudah bisa berlaku. Apabila populasi yang disampel sudah berdistribusi normal, maka rata-rata sampel juga berdistribusi normal meskipun ukuran sampel n 30. Penentuan Metode Sampling Metode sampling yang digunakan pada penelitian ini menggunakan metode random sampling, yaitu pemilihan lokasi sampling dilakukan secara acak sederhana yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama besar untuk diambil sebagai sampel. Tujuan tersebut dilakukan pada daerah perairan litoral Pulau Pengujan sebagai lokasi pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan di daerah litoral dan pada saat kondisi 4

5 surut hal ini untuk mempermudah dalam pengamatan gastropoda. Teknik penentuan lokasi plot sampel menggunakan teknik random atau metode acak. Dimana pengacakan lokasi plot sampelnya dibantu dengan menggunakan software visual sampling plan versi 7 dengan mendigitasikan peta litoral Pulau Pengujan kemudian di masukkan dalam bentuk SHP yang selanjutnya titik koordinat sampling di acak menggunakan visual sampling plan versi 7 dan titik sampling disajikan dalam bentuk peta (gambar) dan koordinat (data). Lokasi terdiri dari 38 titik sampling ( koordinat ) yang di acak di seluruh perairan litoral Pulau Pengujan dengan ukuran plot 1x1 m 2. Titik sampling akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar wilayah litoral Pulau Pengujan akan ditampilkan dalam bentuk peta seperti pada penentuan lokasi pengamatan di atas. Pengolahan Data Kelimphan Gastropoda Kelimpahan Gastropoda merupakan gambaran banyaknya jenis Gastropoda yang ditemukan pada setiap stasiun / titk sampling. Untuk menghitung kelimpahan dilakukan perhitungan berdasarkan metode yang diajukan oleh Krebs (1985) dalam Satria (2014): Kelimpahan= Keanekaragaman Untuk mengetahui keanekaragaman jenis biota perairan menggunakan indeks Shannon- Wienner (H ) ( Fachrul, 2007 ), dengan rumus: H = - Dimana : H = Indeks keanekaragaman Shannon-wienner Pi = ni/n ni = jumlah individu jenis ke i N = jumlah total individu S = Jumlah genera/spesies 5

6 Keseragaman Keseragaman dapat dikatakan sebagai keseimbangan yaitu komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Rumus indeks keseragaman ( Fachrul, 2007 ). E = Dengan : E : Indeks Keseragaman S : Jumlah keseluruhan dari spesies H : Keanekaragaman maksimum ln S digunakan untuk hewan bentik/hewan yang bergerak lambat H max akan terjadi apabila ditemukan dalam suasana dimana semua spesies melimpah. Nilai indeks keseragaman (E), dengan kisaran antara 0 dan 1. Nilai 1 menggambarkan keadaan semua spesies melimpah ( Fachrul, 2007 ). Dimana : D = Indeks dominansi Simpson ni = Jumlah individu jenis ke i N = Jumlah total individu seluruh jenis S = jumlah jenis Nilai Indeks Dominasi berkisar antara 0-1. Semakin besar nilai indeks semakin besar kecenderungan salah satu spesies mendominasi populasi. Suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu tersusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang sama. Sebaliknya jika komunitas itu tersusun oleh sangat sedikit spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragamannya rendah ( Soegianto, 1994 ). Dominansi Menurut Odum (1997) dalam Fachrul (2007) untuk mengetahui dominansi jenis tertentu di Perairan dapat digunakan Indeks Dominansi Simpson dengan persamaan berikut : D = 2 Analisis Data Data hasil pengolahan jumlah jenis gastropoda, kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan dominansi gastropoda perairan dibandingkan dengan kriteria pada indeks keanekaragaman, indeks 6

7 keseragaman, indeks dominansi lalu dibahas. Data hasil pengolahan parameter perairan dibandingkan dengan standart baku mutu ( KEPMEN LH no 51 tahun 2004 lampiran 3 ). Hasil dari perhitungan data sedimen di input menggunakan software GRADISTAT untuk mendapatkan penggolongan tekstur butiran sedimen dan Segitiga Shepardnya. Hasil dan Pembahasan Hasil Dari hasil penelitian di perairan litoral Pulau Pengujan terdapat 38 plot dari 38 plot tersebut terdapat 2 plot yang kosong yang tidak ditemukannya biota Gastropoda diduga plot tersebut tidak mendapatkan penyebaran gastropodanya dan pendugaan lainnya yaitu gastropoda telah ditangkap oleh masyarakat. Sedangakan dari identifikasi gastropoda yang ditemukan pada lokasi penelitian terdapat 9 jenis gatropoda yang ditemui yaitu Pugilina cochlidium, Laevistrombus turturella, Gibberulus gibberulus, Neverita didyma, Mitrella alvarezi, Cymbiola nobilis, Turbo bruneus, Cerithium nodulosum, Tectus niloticus. Jenis gastropoda yang banyak ditemukan adalah Gibberulus gibberulus. Berikut tabel gastropoda yang ditemui dari 38 plot di perairan litoral Pulau Pengujan beserta jumlah individunya. Jenis Gastropoda Jumlah (ni) Leavistrombus turturella 41 Gibberulus gibberulus 64 Cymbiola nobilis 17 Neverita didyma 29 Pugilina cochlidium 56 Mitrella alvarezi 17 Turbo bruneus 10 Cerithium nodulosum 11 Tectus niloticus 9 TOTAL 254 Sumber : Data Primer Kelimpahan Gastropoda Berdasarkan hasil penelitian di perairan litoral Pulau Pengujan didapatkan data hasil perhitungan kelimpahan gastropoda yang dicantumkan dalam tabel berikut. 7

8 Juml Kelimpa Propor Jenis kelimpahan ah han si Gastropoda (ni) ind/m2 Ind/hektar % Laevistromb us turturella Gibberulus gibberulus Cymbiola nobilis Neverita didyma Pugilina cochlidium Mitrella alvarezi Turbo bruneus Cerithium nodulosum Tectus niloticus TOTAL Indeks Keanekaragaman, Indeks Keseragaman dan Indeks Dominansi Gastropoda Indeks Nilai Katagori Keanekaragaman Gastropoda 1.97 Sedang Keseragaman Gastropoda 0.89 Tinggi Dominansi Gastropoda 0.16 Rendah Keterangan : Jumlah Gastropoda 254, LN Spesies 2,20 Sumber : Data Primer Pembahasan Berdasarkan tabel hasil perhitungan kelimpahan gastropoda dapat dilihat kelimpahan dan proporsi tertinggi adalah jenis Gibberulus gibberulus dengan jumlah 64 kelimpahan /hektar dengan proporsi 25,20%, diikutri oleh Pugilina cochlidium dengan jumlah 56 kelimpahan /hektar dan proporsi 22,05%, Leavistrombus turturella dengan jumlah 41 kelimpahan /hektar dan proporsi 16,14%, Neverita didyma dengan jumlah 29 kelimpahan 7.600/hektar dan proporsi 11,42% kemudian Cymbiola nobilis dan mitrella alvarezi memiliki jumlah, kelimpahan dan proporsi yang sama yaitu dengan jumlah 17 kelimpahan 4.500/hektar dan proporsi 6,69%, Cerithium nodulosum dengan jumlah 11 kelimpahan 2.900/hektar m 2 dan proporsi 4,33%, Turbo bruneus dengan jumlah 10 kelimpahan 2.600/hektar dan proporsi 3,94 dan Tectus niloticus dengan jumlah 9 kelimpahan 2.400/hektar dan proporsi 3,54%. 8

9 Gastropoda jenis Gibberulus gibberulus memiliki nilai kelimpahan dan proporsi yang paling tinggi, hal ini dikarenakan jenis tersebut memiliki habitat yang hidup di daerah sekitaran padang lamun yang membuat jenis tersebut mendapatkan konsumsi oksigen terlarut yang baik, sehingga membuat pertumbuhan dan proses reproduksi jenis tersebut juga baik. Kelimpahan tertinggi ini juga diduga karena spesies tersebut telah mampu beradaptasi dan cocok hidup pada lingkungan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut mempunyai kisaran yang cukup luas terhadap faktor lingkungan, mampu berkembang biak dengan cepat dan disebabkan oleh cara penyebaran yang luas serta mempunyai jelajah yang digunakannya untuk mencari dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Menurut Odum ( 1993 ) jenis yang dominan sebagian besar mengendalikan arus energi dan kuat sekali mempengaruhi lingkungan. Sedangkan untuk Gastropoda jenis Tectus niloticus memiliki nilai kelimpahan dan proporsi yang paling rendah, hal ini dikarenakan jenis tersebut memiliki habitat yang hidup di daerah hamparan berbatuan, sehingga diduga jenis tersebut lebih rentan terhempas oleh ombak yang membuat terjadinya kerusakan fisik pada jenis Gastropoda tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa spesies tersebut mempunyai kisaran yang rendah terhadap faktor lingkungan, tidak mampu berkembang biak dengan cepat dan cara penyebaran atau daya jelajahnya untuk mencari dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan tidak cukup luas. Indeks keanekaragaman, indeks kesergaman, dan indeks dominansi gastropoda. Berdasarkan tabel indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi dapat dilihat nilai keanekaragaman yaitu sebesar 1,97, terkait dengan nilai kategori indeks keanekaragaman maka diperoleh nilai H 1 H 3, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai indeks keanekragaman gastropoda di perairan litoral Pulau Pengujan ini 9

10 memiliki nilai keanekaragaman dengan katagori sedang. Hal ini dikarenakan kualitas parameter perairan masih dalam keadaan normal dan baik serta mempunyai tekstur sedimen yaitu pasir berkerikil yang mendukung dan baik bagi gastropoda. Menurut Odum, (1971) dalam Wijayanti, (2007), menyatakan bahwa jenis substrat dasar merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme benthos. Nybakken (1992) menyatakan dari semua pantai pasang surut, pantai berbatu yang tersusun dari bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat mikroorganisme dan mempunyai keragaman terbesar untuk jenis hewan maupun tumbuhan. Indeks keseragaman ( E ) pada perairan litoral Pulau Pengujan memiliki nilai 0.89 atau hampir dengan 1 sehingga indeks keseragaman di perairan Litoral Pulau Pengujan ini memilki nilai katagori tinggi. Hal ini berkesusaian dengan yang dinyatakan oleh Brower et al. (1990) dalam Satria (2014) dimana apabila nilai E mendekati 1 ( > 0,6 ) berarti keseragaman populasi tinggi. Nilai keseragaman yang diperoleh tergolong tinggi dikarenakan dari 9(sembilan) jenis Gastropoda yang ditemukan terdapat 7(tujuh) jenis Gastropoda yang mempunyai nilai kelimpahan yang merata. Indeks dominansi ( D ) gastropoda di perairan litoral Pulau Pengujan memeliki nilai 0.16 yang merupakan katagori dominansi rendah. Dikarenakan indeks dominansi berkisar antara 0 1. Semakin besar nilai indeks semakin besar kecenderungan salah satu spesies mendominasi populasi. Suatu komunitas mempunyai keanekaragaman jenis tinggi jika komunitas itu tersusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang sama. Sebaliknya jika komunitas itu tersusun oleh sangat sedikit spesies, dan jika hanya sedikit saja spesies yang dominan, maka keanekaragamannya rendah ( Soegianto, 1994 ). Nilai dominansi tergolong rendah dikarenakan dari 9(jenis) Gastropoda yang ditemui hanya terdapat 2(dua) jenis Gastropoda yang memiliki nilai kelimpahan 10

11 tinggi dan berbeda jauh nilai kelimpahannya dari 7(tujuh) jenis lainnya. Parameter Perairan Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting dalam mengatur kehidupan organisme perairan. Dewiyanti (2004), menyatakan keberadaan suatu spesies dan keadaan seluruh kehidupan suatu komunitas cenderung bervariasi dengan berubahnya suhu. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai suhu berkisar 28,4 0 C 31,36 0 C. Kisaran nilai rata-rata suhu ini masih tergolong baik bagi kehidupan Gastropoda, hal ini berkaitan dengan yang dikatakan oleh Odum, (1996) dalam Satria, (2014), bahwa kisaran suhu yang layak untuk pertumbuhan dan reproduksi Gastropoda pada umumnya adalah C. Suhu juga mempunyai pengaruh terhadap keanekaragaman, keseragaman dan dominansi hewan gastropoda. Hal ini juga sesuai dengan ketentuan KEPMEN LH No.51 ( 2004 ) yang menyatakan nilai suhu yang baik untuk perairan berkisar 28 0 C C. Salinitas Fluktuasi salinitas di daerah intertidal disebabkan oleh dua hal, yaitu hujan lebat dan penguapan yang besar. Perubahan salinitas berpengaruh pada proses difusi dan osmotik. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai salinitas berkisar antara 31,13 32,56. Menurut Dharmawan (1995) dalam Satria (2014) salinitas yang optimal untuk kehidupan Gastropoda berada pada kisaran 28-34, sehingga berkaitan dengan hasil nilai salinitas yang didapat dari pengukuran dilapangan maka dapat dikatakan bahwa nilai salinitas pada pada perairan litoral Pulau Pengujan tergolong baik bagi Gastropoda. Derajat Keasaman ( ph ) ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan air. Dari hasil diperoleh nilai derajat keasaman ( ph ) berkisar antara 7,46 8,13. Hasil pengukuran ph ini terbilang baik untuk biota khususnya gastropoda. Hal ini sesuai yang dikatakan oleh Odum, (1996) dalam Satria, (2014), 11

12 bahwa Gastropoda umumnya membutuhkan ph air antara 6,5-8,5 untuk kelangsungan hidup dan reproduksi. Selain itu hal ini juga sesuai oleh KEPMEN LH No.51 (2004) yang menyatakan bahwa ph yang baik untuk biota laut adalah 7-8,5. Derajat keasaman ( ph ) perairan akan berpengaruh terhadap gastropoda bila ph rendah atau asam ( Martosudarmo dan Utaminingsih, 1989 dalam Pratikto dan Rochaddi, 2006 ). Oksigen Terlarut ( DO ) Kandungan oksigen merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam suatu ekosistem perairan. Hal ini dikarenakan oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar bagi organisme akuatik termasuk bentos untuk proses respirasi. Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh nilai oksigen terlarut ( DO ) berkisar antara 6,73 7,9 mg/l. Hasil pengukuran DO ini terbilang baik untuk biota benthos khususnya gastropoda. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Levinton, (1982) dalam Sitorus, (2008), Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen terlarut minumum sebanyak 4 mg/l, selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifan, kehadiran pencemar, temperatur air dan sebagainya. Jumlah oksigen terlarut meningkat sejalan dengan menurunya suhu dan menurun dengan naiknya salinitas. Hal ini juga sesuai dengan KEPMEN LH No.51, 2004 yang menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut yang mendukung untuk kehidupan biota perairan adalah > 5 mg/l, maka dapat dikatakan bahwa nilai oksigen terlarut di periran litoral Pulau Pengujan terbilang baik untuk biota khususnya gastropoda. Sedimen Setelah sampel sedimen yang diperoleh pada 38 plot di perairan litoral Pulau Pengujan dianalisis di laboraturium FIKP UMRAH dan di input menggunakan software Gradistat maka didapatlah jenis sedimen dengan tekstur pasir berkerikil dengan nama sedimen pasir sangat halus dan kerikil sangat halus. Tekstur jenis ini baik untuk kehidupan gastropoda. Sesuai yang dikatakan Bangen, (1994) dalam 12

13 Jenis Gastropoda Leavistromb us turturella Gibberulus gibberulus Cymbiola nobilis Neverita didyma Pugilina cochlidium Mitrella alvarezi Turbo bruneus Cerithium nodulosum Tectus niloticus Rasyid, (2001), Jenis sedimen berkaitan dengan kandungan oksigen dan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Pada jenis sedimen yang Tabel 8. Jenis Habitat Gastropoda Pada Sedimen Habitat pada Sedimen Di atas Menem pel Di dalam berpasir kandungan oksigen relatif lebih besar di bandingkan dengan sedimen yang lebih halus, karena pada sedimen berpasir terdapat pori udara yang memungkinkan terjadinya pencampuran yang lebih intensif dengan air di atasnya. Welch (1952), dalam Wijayanti (2007), menjelaskan bahwa substrat didasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan benthos. Selanjutnya Odum (1971), dalam Wijayanti (2007), menambahkan bahwa jenis substrat dasar merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme benthos. Pada masing-masing jenis Gastropoda yang ditemui memiliki habitat pada sedimen yang berbedabeda, ada yang berada diatas permukaan sedimen, dibawah atau didalam sedimen, dan ada juga yang menempel pada sedimen. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan hasil data kelimpahan total dan proporsinya yaitu kelimpahan dan proporsi tertinggi adalah jenis Gibberulus gibberulus dengan jumlah 64 kelimpahan 1,68 m 2 dengan proporsi 25,20%, dan proporsi kelimpahan terendah yaitu dengan jenis Tectus 13

14 niloticus dengan jumlah kelimpahan 0,24 m 2 dengan proporsi 3,54 %. Nilai keanekaragaman Gastropoda di Perairan Litoral Pulau Pengujan ini tergolong dalam kategori sedang dengan nilai 1,97 karena H 1 H 3. Nilai Keseragaman mencapai 0,89 atau mendekati 1 sehingga dikatagorikan keseragaman tinggi. Sedangkan nilai Dominansi mencapai 0,16 atau mendekati 0 sehingga dikatagorikan indeks dominansi rendah. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil data kelimpahan dan proporsi Gastropoda tertinggi adalah jenis Gibberulus gibberulus. Oleh karena itu peneliti memberikan saran yaitu perlu adanya penelitian lanjutan mengenai Kajian kualitas parameter perairan terhadap kelimpahan Gibberulus gibberulus yang ada di perairan litoral Pulau Pengujan. DAFTAR PUSTAKA Akdinbemperi, Laporan Biola http// Iptek Akdinbemperi. Blogspot.com/2009/06/Lapora n Biola. Html. di Unduh Dahuri, R. (2003). Keanekaragaman Hayati Laut; Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Dewiyanti, I Struktur Komunitas Molluska (Gastropoda dan Bivalvia) Serta Asosiasinya pada Ekosistem Mangrove di Kawasan Pantai Ulee-Lheue Banda Aceh. Skripsi. IPB Bogor. Effendi. H.2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan.Kanisius: Yogyakarta Fachrul, M.F, 2007, Metode Sampling Bioekologi. Jakarta Handayani, E.A. (2006), Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Pantai Randusanga Kabupaten Brebes Jawa Tengah, Skripsi, FMIP Universitas Negeri Semarang, Semarang. Odum, E. P, 1993, Dasar-Dasar Ekologi, Terjemahan Tjahjono 14

15 Samingan, Yogyakarta; Gajah Mada University Press Pratikto, I. dan Rochaddi, B Ekologi Perairan Delta Wulan Demak Jawa Tengah : Korelasi Sebaran Gastropoda dan Bahan Organik Dasar di Kawasan Mangrove, Jurnal Ilmu Kelautan Universitas Diponogoro, Semarang. Rasyid, F Sebaran dan Asosiasi Makroinfauna pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan Teluk Harun, Teluk Lampung, Lampung Selatan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor : Bogor. Riniatsih, I. dan E. W. Kushartono, 2009, Substrat Dasar dan Parameter Oseanografi sebagai Penentu Keberadaan Gastropoda dan Bivalvia di Pantai Sluke Kabupaten Rembang, Jurnal Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Romimohtarto, K dan Juwana Biologi Laut. Jakarta: Djambatan. Sari, A Analisis Struktur Komunitas Bivalvia Pada Beberapa Kondisi Kawasan Mangrove Di Kecamatan Sinjai Timur Dan Sinjai Utara Kabupaten Sinjai. Tesis. Universita Hasanuddin. Makassar. Satria, M Keanekaragaman dan Distribusi Gastropoda di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan, (skripsi). Fakultas Kelautan dan Perikanan. UMRAH. Tanjungpinang. Silalahi, J Analisis Kualitas Air dan Hubungannya dengan Keanekaragaman Vegetasi Akuatik di Perairan Balige Danau Toba. Tesis. Universitas Sumatra Utara, Medan. Sitorus, D.(2008), Keanekaragaman dan Distribusi Bivalvia Serta Kaitanny Dengan Faktor Fisika-Kimia di Perairan Pantai Labu Kabupaten Deli Serdang, Tesis, Sekolah Pascasarjana-Biologi, Universitas Sumatera Utara, Medan. 15

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN. Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, KEANEKARAGAMAN BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN PULAU PENGUJAN Herry Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Herry_IKL@yahoo.co.id Arief Pratomo Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea_a_reef@hotmail.com

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI PERAIRAN PESISIR TANJUNG UNGGAT KECAMATAN BUKIT BESTARI KOTA TANJUNGPINANG Jefri Naldi Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, jefrinaldi6571@gmail.com Arief Pratomo Jurusan Ilmu

Lebih terperinci

STUDI SEBARAN GASTROPODA DI ZONA LITORAL DAERAH PULAU PUCUNG. Alman Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

STUDI SEBARAN GASTROPODA DI ZONA LITORAL DAERAH PULAU PUCUNG. Alman Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, STUDI SEBARAN GASTROPODA DI ZONA LITORAL DAERAH PULAU PUCUNG Alman Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Almansanwar@ymail.com Henky Irawan Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, henkyirawan.umrah@gmail.com Arief

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,

TINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD

STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (GASTROPODA DAN BIVALVIA) SERTA ASOSIASINYA PADA EKOSISTEM MANGROVE DI KAWASAN PANTAI ULEE - LHEUE, BANDA ACEH, NAD Oleh : IRMA DEWIYANTI C06400033 SKRIPSI PROGRAM STUD1 ILMU

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI TERIPANG (Holothuroidea) DI PERAIRAN DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

STUDI EKOLOGI TERIPANG (Holothuroidea) DI PERAIRAN DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN STUDI EKOLOGI TERIPANG (Holothuroidea) DI PERAIRAN DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN STUDY ON ECOLOGY OF SEA CUCUMBER (Holothuroidea) AT PENGUDANG VILLAGE WATER AREA BINTAN REGENCY Dwi Junianto 1, Henky

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan

BAB V PEMBAHASAN. hari dengan batas 1 minggu yang dimulai dari tanggal Juli 2014 dan jumalah Individu 1 BAB V PEMBAHASAN A. Familia Bivalvia yang didapatkan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan bulan Agustus, di mana penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN

ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN ANALISIS SUMBERDAYA BIVALVIA PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN DAN PEMANFAATANNYA DI DESA PENGUDANG KABUPATEN BINTAN Devi Triana 1, Dr. Febrianti Lestari, S.Si 2, M.Si, Susiana, S.Pi, M.Si 3 Mahasiswa 1, Dosen

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA KEPADATAN DAN DISTRIBUSI BIVALVIA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA Nurida siregar*), Suwondo, Elya Febrita, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993).

memiliki kemampuan untuk berpindah tempat secara cepat (motil), sehingga pelecypoda sangat mudah untuk ditangkap (Mason, 1993). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelecypoda merupakan biota bentik yang digunakan sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sedentery) dengan daur hidup yang relatif lama,

Lebih terperinci

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI GASTROPODA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KECAMATAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA

KEPADATAN DAN DISTRIBUSI GASTROPODA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KECAMATAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA KEPADATAN DAN DISTRIBUSI GASTROPODA PADA MANGROVE DI PANTAI CERMIN KECAMATAN SERDANG BEDAGAI PROVINSI SUMATRA UTARA LonggonTanjung*), Suwondo, Elya Febrita, Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2010 pada 3 (tiga) lokasi di Kawasan Perairan Pulau Kampai, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat,

Lebih terperinci

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. *

STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU. * STUDI KELIMPAHAN DAN JENIS MAKROBENTHOS DI SUNGAI CANGAR DESA SUMBER BRANTAS KOTA BATU Hendra Febbyanto*, Bambang Irawan, Noer Moehammadi, Thin Soedarti Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK

IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR. Lili Kasmini 11 ABSTRAK IDENTIFIKASI POPULASI MAKROZOOBENTOS DI KAWASAN EKOSISTEM MANGROVE DESA LADONG ACEH BESAR Lili Kasmini 11 ABSTRAK Desa Ladong memiliki keanekaragaman mangrove yang masih tinggi yang berpotensi untuk tetap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

Community Structure Gastropod on Mangrove Ecosystems in the Kawal River Kabupaten Bintan

Community Structure Gastropod on Mangrove Ecosystems in the Kawal River Kabupaten Bintan Community Structure Gastropod on Mangrove Ecosystems in the Kawal River Kabupaten Bintan Seli College Student of Marine Science, FIKP UMRAH, cellnet66@gmail.com Muzahar Lecture of Marine Science, FIKP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah sekitarnya. Oleh karena

Lebih terperinci

PERBEDAAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI ZONA INTERTIDAL EKOSISTEM MANGROVE DAN PANTAI BERPASIR TANJUNG SIAMBANG PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG

PERBEDAAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI ZONA INTERTIDAL EKOSISTEM MANGROVE DAN PANTAI BERPASIR TANJUNG SIAMBANG PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG PERBEDAAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA DI ZONA INTERTIDAL EKOSISTEM MANGROVE DAN PANTAI BERPASIR TANJUNG SIAMBANG PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG Hamdani. hamdani0903@gmail.com Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROALGA DI PERAIRAN PULAU DOMPAK. Lingga Kelana Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROALGA DI PERAIRAN PULAU DOMPAK. Lingga Kelana Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, STRUKTUR KOMUNITAS MAKROALGA DI PERAIRAN PULAU DOMPAK Lingga Kelana Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, smherlingga@gmail.com Arief Pratomo Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, sea-a-reef@hotmail.com Henky

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember 2013. Lokasi penelitian dilaksanakan di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan

Lebih terperinci

Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara

Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara Kelimpahan, Keanekaragaman dan Kemerataan Gastropoda di Ekosistem Mangrove Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara 1,2 Riskawati Nento, 2 Femy Sahami dan 2 Sitti Nursinar 1 riskawati.nento@ymail.com

Lebih terperinci

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya

Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Kondisi Lingkungan (Faktor Fisika-Kimia) Sungai Lama Tuha Kecamatan Kuala Batee Kabupaten Aceh Barat Daya Amirunnas * Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. 25 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai dengan April 2014. Tempat penelitian berlokasi di Sungai Way Sekampung, Metro Kibang,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Situ Gede. Situ Gede terletak di sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor-Darmaga, Kelurahan Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan 15 PENDAHULUAN Latar Belakang Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL

KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL KEANEKARAGAMAN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTOS DI PANTAI KARTIKA JAYA KECAMATAN PATEBON KABUPATEN KENDAL Naskah Publikasi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Menempuh Derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI ZONA INTERTIDAL PULAU TOPANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU. Oleh:

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI ZONA INTERTIDAL PULAU TOPANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU. Oleh: STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI ZONA INTERTIDAL PULAU TOPANG KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU Oleh: Joromun Rumapea 1), Thamrin 2), Mubarak 3) 1) Mahasiswa Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE KAMPUNG GISI DESA TEMBELING KECAMATAN TELUK BINTAN KABUPATEN BINTAN Daliful Irfandi, Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan unsur penting bagi kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora, fauna maupun makhluk hidup yang lain. Makhluk hidup memerlukan air tidak hanya sebagai

Lebih terperinci

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau

Fisheries and Marine Science Faculty Riau University ABSTRACT. 1). Students of the Faculty of Fisheries and Marine Science, University of Riau ANALYSIS ORGANIC MATERIALS AND COMMUNITY STRUCTURE IN THE MANGROVE SWAMP OF MAKROZOOBENTHOS IN ROKAN HILIR REGENCY by Melia Azian 1 ), Irvina Nurrachmi 2 ), Syahril Nedi 3 ) Fisheries and Marine Science

Lebih terperinci

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta

Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Estimasi Populasi Gastropoda di Sungai Tambak Bayan Yogyakarta Andhika Rakhmanda 1) 10/300646/PN/12074 Manajamen Sumberdaya Perikanan INTISARI Makrozoobentos merupakan salah satu kelompok terpenting dalam

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU ABSTRAK

STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU ABSTRAK STRUKTUR KOMUNITAS ECHINODERMATA DI PADANG LAMUN PERAIRAN DESA PENGUDANG KECAMATAN TELUK SEBONG KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Jumanto 1, Arief Pratomo 2, Muzahar 2 Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas

Lebih terperinci

POLA SEBARAN BIVALVIA DI ZONA LITORAL KAMPUNG GISI KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU

POLA SEBARAN BIVALVIA DI ZONA LITORAL KAMPUNG GISI KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU POLA SEBARAN BIVALVIA DI ZONA LITORAL KAMPUNG GISI KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU Andri Ferdiansyah Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, andriferdiansyah15@gmail.com Henky Irawan Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE DAN LAMUN PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG

KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE DAN LAMUN PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG KEANEKARAGAMAN GASTROPODA PADA EKOSISTEM MANGROVE DAN LAMUN PULAU DOMPAK KOTA TANJUNGPINANG Dendi Zulheri Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH Henky Irawan, henky irawan.umrah@gmail.com Dosen Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 5 3 '15 " 5 3 '00 " 5 2 '45 " 5 2 '30 " BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2009 sampai dengan bulan April 2010, lokasi pengambilan sampel di perairan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR

IDENTIFIKASI JENIS PLANKTON DI PERAIRAN MUARA BADAK, KALIMANTAN TIMUR 3 Dhani Dianthani Posted 3 May, 3 Makalah Falsafah Sains (PPs ) Program Pasca Sarjana /S3 Institut Pertanian Bogor Mei 3 Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Dr Bambang Purwantara IDENTIFIKASI

Lebih terperinci

bentos (Anwar, dkk., 1980).

bentos (Anwar, dkk., 1980). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman jenis adalah keanekaragaman yang ditemukan di antara makhluk hidup yang berbeda jenis. Di dalam suatu daerah terdapat bermacam jenis makhluk hidup baik tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang didominasi oleh perairan, sehingga Indonesia memiliki keanekaragaman biota laut yang tinggi. Biota laut yang tinggi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

SEBARAN MEIOFAUNA SECARA VERTIKAL DARI PANTAI KE ARAH LAUT PADA ZONA LITORAL DI PERAIRAN DAERAH PULAU PUCUNG

SEBARAN MEIOFAUNA SECARA VERTIKAL DARI PANTAI KE ARAH LAUT PADA ZONA LITORAL DI PERAIRAN DAERAH PULAU PUCUNG SEBARAN MEIOFAUNA SECARA VERTIKAL DARI PANTAI KE ARAH LAUT PADA ZONA LITORAL DI PERAIRAN DAERAH PULAU PUCUNG Nelson Mandela Mahasiswa Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, oneilsonmandela@gmail.com Ita Karlina Program

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Kelimpahan dan Pola sebaran mangrove, Perairan Sungai Ladi

ABSTRAK. Kata kunci: Kelimpahan dan Pola sebaran mangrove, Perairan Sungai Ladi ABSTRAK Ichsan Yudy, 2015. Kelimpahan dan Pola Sebaran Mangrove Perairan Sungai Ladi Kelurahan Kampung Bugis Kecamatan Tanjungpinang Kota Kota Tanjungpinang, Skripsi. Tanjungpinang: Jurusan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

ABDUR RAHMAN. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

ABDUR RAHMAN. Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Kondisi Tingkat Kerusakan Pohon Mangrove di Pulau Keramut Kabupaten Anambas Provinsi Kepulauan Riau ABDUR RAHMAN Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan Perikanan, Universitas Maritim Raja

Lebih terperinci

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG

KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG KAJIAN SPASIAL FISIKA KIMIA PERAIRAN ULUJAMI KAB. PEMALANG F1 05 1), Sigit Febrianto, Nurul Latifah 1) Muhammad Zainuri 2), Jusup Suprijanto 3) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK UNDIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

STRUCTURE OF BIVALVES COMMUNITIES IN THE WATER OF THE ESTUARY OF KAWAL RIVER

STRUCTURE OF BIVALVES COMMUNITIES IN THE WATER OF THE ESTUARY OF KAWAL RIVER STRUCTURE OF BIVALVES COMMUNITIES IN THE WATER OF THE ESTUARY OF KAWAL RIVER Ali Yunus College Student of Marine Science, FIKP UMRAH, aliyunus1990@gmail.com Henky Irawan Lecture of Marine Science, FIKP

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian secara umum berada di Kabupaten Indramayu tepatnya di Desa Brondong Kecamatan Pasekan. Wilayah pesisir di sepanjang pantai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada bulan September-Oktober 2012. B.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan

BAB I PENDAHULUAN. tingkat genetika (Saptasari, 2007). Indonesia merupakan negara dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati merupakan kehadiran berbagai macam variasi bentuk penampilan, jumlah, dan sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan jenis, dan tingkat genetika

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk kedalam negara kepulauan yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia. Panjang garis pantai

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor.

DAFTAR PUSTAKA. 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut Buku Tahunan. Bogor. DAFTAR PUSTAKA 1. BAKOSURTANAL, Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut. 2006. Buku Tahunan. Bogor. 2. Dahuri, Rokhmin. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT Gramedia

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK Journal of Marine Research. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012, Halaman 19-23 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jmr STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo pada bulan Mei sampai Juli

BAB III METODE PENELITIAN. Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Gorontalo pada bulan Mei sampai Juli 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Pelaksanaan kegiatan penelitian ini dilakukan di Desa Lamu, Kecamatan Tilamuta, Kabupaten Boalemo dan Labolatorium Jurusan Teknologi Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SEDIMEN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI TANJUNG UBAN KEPULAUAN RIAU

KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SEDIMEN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI TANJUNG UBAN KEPULAUAN RIAU KANDUNGAN BAHAN ORGANIK SEDIMEN DAN KELIMPAHAN MAKROZOOBENTHOS SEBAGAI INDIKATOR PENCEMARAN PERAIRAN PANTAI TANJUNG UBAN KEPULAUAN RIAU Sediment Organic Content and Maceozoobenthic Abundance in Tanjung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara geografis Indonesia membentang 6 0 LU 11 0 LS dan 95 0-141 0 BT, sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua Australia

Lebih terperinci

POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA

POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA POLA DISTRIBUSI DAN KEPADATAN POPULASI GASTROPODA Terebralia sulcata DI PERAIRAN MUARA SUNGAI PUTRI SEMBILAN KECAMATAN RUPAT UTARA Oleh Maryanto 1) Syafruddin Nasution 2) Dessy yoswaty 2) Maryantorupat@yahoo.com

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KELIMPAHAN JENIS ZOOPLANKTON PADA BULAN PURNAMA DAN BULAN GELAP DIPERAIRAN LAUT PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN

PERBANDINGAN KELIMPAHAN JENIS ZOOPLANKTON PADA BULAN PURNAMA DAN BULAN GELAP DIPERAIRAN LAUT PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN PERBANDINGAN KELIMPAHAN JENIS ZOOPLANKTON PADA BULAN PURNAMA DAN BULAN GELAP DIPERAIRAN LAUT PULAU PUCUNG DESA MALANG RAPAT KABUPATEN BINTAN COMPARISON OF ABUNDANCE ZOOPLANKTON PURNAMA MONTHS AND MONTHS

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI

KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI KARAKTERISTIK FISIKA-KIMIA PERAIRAN DAN STRUKTUR KOMUNITAS MOLUSKA (BIVALVIA DAN GASTROPODA) DI PANTAI CERMIN SUMATERA UTARA SKRIPSI RAISSHA AMANDA SIREGAR 090302049 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN SUNGAI BINGAI KECAMATAN BINJAI BARAT KOTA BINJAI (Community Structure of Macrozoobenthos in the River Bingai at West Binjai Subdistrict of Binjai City) Navisa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi

TINJAUAN PUSTAKA. diantara zona laut yang lainnya. Zona intertidal dimulai dari pasang tertinggi 6 TINJAUAN PUSTAKA Zona Intertidal Daerah intertidal merupakan suatu daerah yang selalu terkena hempasan gelombang tiap saat. Daerah ini juga sangat terpengaruh dengan dinamika fisik lautan yakni pasang

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN MANGROVE DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TRI WULANDARI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN MANGROVE DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TRI WULANDARI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI KAWASAN MANGROVE DESA BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN BELAWAN TRI WULANDARI 120302013 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

TINGKAT KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA PADA ZONA INTERTIDAL PERAIRAN KAMPUNG SUNGAI CENOT DESA MANTANG BARU KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN

TINGKAT KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA PADA ZONA INTERTIDAL PERAIRAN KAMPUNG SUNGAI CENOT DESA MANTANG BARU KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN TINGKAT KEANEKARAGAMAN JENIS GASTROPODA PADA ZONA INTERTIDAL PERAIRAN KAMPUNG SUNGAI CENOT DESA MANTANG BARU KECAMATAN MANTANG KABUPATEN BINTAN Sapriyan Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, riyan_ryn@yahoo.com

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN INTERTIDAL BUKIT PIATU KIJANG, KABUPATEN BINTAN Lani Puspita Dosen Tetap Prodi Pendidikan Biologi UNRIKA Batam Abstrak Makroozoobenthos adalah salah satu

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016 di Muara Sungai Nipah Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo

Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo 1 Keanekaragaman dan Kelimpahan Gastropoda Ekosistem Mangrove Desa Lamu Kecamatan Tilamuta Kabupaten Boalemo Yunita Lihawa 1, Femy M. Sahami 2, Citra Panigoro 3 Email : lihawa_y@yahoo.com ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan bergantung kepada air dalam berbagai bentuk. Air merupakan zat yang sangat penting bagi kehidupan semua makhluk hidup yang ada di bumi. Hampir 71%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya

BAB I PENDAHULUAN. muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman makhluk hidup begitu banyak dalam kehidupan di muka bumi ini oleh karena itu di dalam Al-Qur an menyebutkan bukan hanya tumbuhan, hewan pun memiliki

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme

Lebih terperinci

Kata Kunci:Kampung Gisi, Gastropoda, Kerapatan mangrove

Kata Kunci:Kampung Gisi, Gastropoda, Kerapatan mangrove ABSTRAK Triyono. 2017. Pengelolaan Sumberdaya Mangrove Berbasis Pemanfaatan Gastropoda Di Kampung Gisi Kecamatan Teluk Bintan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum molusca yang memiliki cangkang tunggal, biasa tumbuh dalam bentuk spiral. Gastropoda berasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara

Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Keanekaragaman dan Kelimpahan Makrozoobentos di Sungai Naborsahan Kabupaten Toba Samosir Sumatera Utara Diversity and Abundance of Macrozoobenthos in Naborsahan River of Toba Samosir Regency, North Sumatera

Lebih terperinci

BAB 2 BAHAN DAN METODA

BAB 2 BAHAN DAN METODA BAB 2 BAHAN DAN METODA 2.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret- 20 Juli 2011 di Perairan Kuala Tanjung Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara, dan laboratorium Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. bahasa Gorontalo yaitu Atiolo yang diartikan dalam bahasa Indonesia yakni BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Pengamatan Desa Otiola merupakan pemekaran dari Desa Ponelo dimana pemekaran tersebut terjadi pada Bulan Januari tahun 2010. Nama Desa Otiola diambil

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities.

Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities. Water Quality Black Water River Pekanbaru in terms of Physics-Chemistry and Phytoplankton Communities Dedy Muharwin Lubis, Nur El Fajri 2, Eni Sumiarsih 2 Email : dedymuh_lubis@yahoo.com This study was

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perairan Indonesia Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi laut yang rumit dilihat dari topografi

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TOGEAN SULAWESI TENGAH Oleh: Livson C64102004 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA

STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA STRUKTUR KOMUNITAS LAMUN (Seagrass) DI PERAIRAN PANTAI KAMPUNG ISENEBUAI DAN YARIARI DISTRIK RUMBERPON KABUPATEN TELUK WONDAMA YUSTIN DUWIRI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

Mira Utami Mahasiswa Ilmu Kelauatan, FIKP UMRAH, Arief Pratomo Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH,

Mira Utami Mahasiswa Ilmu Kelauatan, FIKP UMRAH, Arief Pratomo Dosen Ilmu Kelautan, FIKP UMRAH, Structure Community The Organisms Macrozoobentos Infauna Based On The Form Of The Mouth Hole at The Region Water Of Teluk Dalam Malang Rapat Village Gunung Kijang District Bintan Regency Mira Utami Mahasiswa

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTHOS DI PERAIRAN KRONJO, KABUPATEN TANGERANG BANTEN DEDY FRIYANTO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci