POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL"

Transkripsi

1 POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL (The food pattern and nutritional status of under five years old in the watershed and trandas areas in the working area of Singkil health center) Misdar Aini 1, Evawany Y Aritonang 2, Fitri Ardiani 2 1 Alumni Mahasiswa Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU 2 Staf pengajar Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ABSTRACT To obtain an optimal growth, the under five years old need the adequate, nutritious and balanced amount of food. The research was to find out the food pattern and nutritional status of under five years old in the watershed and trandas areas in the working area of Singkil health center. This purpose of this descriptive study with cross-sectional design. Total population of the study is 599 under five years old and the sample are 100 under five years old. The results of this study showed that most of the food patterns of under five years old was three times a day, the main food consumed by under five years old in the watershed and trandas was rice amounted 100,0%, the side dish most frequently consumed was fish 92,5% in the watershed and 92,7% in trandas, the vegetables mostly consumed in the watershed was kale 17,5% and in trandas was spinach 15,0%, and only small numbers of the under five years old consumed fruits, namely banana 10,0% in the watershed and 13,3% in trandas. The food pattern of under five years old the medium category, the level of energy consumption was 72,5% in the watershed and 75,0% in trandas, while the level of protein consumption was 65,0% in the watershed and 80,0% in trandas. Based on the index (weight/height) most of the nutritional status of under five years old was in normal category 87,5% in the watershed and 91,7% in trandas. Keywords: food pattern, nutritional status, under five years old, in the watershed and Trandas PENDAHULUAN Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang secara nasional sebesar 17,9%, menunjukkan bahwa baik target Rencana Pembangunan Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target Millenium Development Goals pada ,5% telah tercapai. Namun masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Depkes RI 2010). Berdasarkan Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, untuk provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang menurun sebesar 2,8% yaitu dari 26,5% pada tahun 2007 menjadi 23,7% pada tahun Demikian pula halnya dengan prevalensi balita pendek yang menurun sebesar 5,7% yaitu dari 44,6% pada tahun 2007 menjadi 38,9% pada tahun 2010, dan prevalensi balita kurus menurun sebesar 4,1% yaitu dari 18,3% pada tahun 2007 menjadi 14,2% pada tahun 2010 (Depkes RI, 2010) Hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita di Posyandu seksi gizi Dinas Kesehatan Aceh Singkil tahun 2009 menunjukkan bahwa prevalensi gizi buruk 2,40% (BB/U < -3 SD Median baku WHO-NCHS) dengan jumlah balita 219 orang dan gizi kurang 12,87 % (BB/U < -2 SD Median baku WHO-NCHS) dengan jumlah balita orang. Prevalensi ini walaupun tidak melebih angka nasional, tetap harus menjadi perhatian bagi Dinas Kesehatan Aceh Singkil dalam penanggulangan masalah gizi pada balita. Di Kecamatan Singkil terdapat daerah aliran sungai dan daerah trandas, dimana di daerah ini

2 sering ditemukan balita yang mengalami pola pertumbuhan yang terganggu (bawah garis merah). Pada survei pendahuluan pada tujuh orang balita yang mengalami pola pertumbuhan yang terganggu (bawah garis merah) di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas, balita telah di berikan PMT pemulihan berupa susu dan biskuit selama 90 hari dan berat badan balita tersebut berangsur naik dan normal kembali, tetapi berat badan balita menjadi turun kembali bila PMT tidak diberikan lagi, dikarenakan asupan makanan yang sedikit kurang dari kebutuhan balita, karena harus berbagi dengan saudaranya yang lain. Balita yang mengalami pola pertumbuhan yang terganggu (bawah garis merah) mempunyai saudara kandung yang banyak dan jarak kelahiran yang terlalu rapat, di samping itu juga ibu kurang memahami makanan yang baik untuk anaknya. Ibu sering memberikan makan nasi dengan sedikit lauk dan mi instan. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pola makan dan status gizi balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola makan dan status gizi balita di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas di wilayah kerja Puskesmas Singkil. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam peningkatan pelayanan gizi dan sebagai salah satu upaya dalam mengatasi masalah gizi yang ada serta pengambilan tindakan yang tepat. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross-sectional. Penelitian ini di lakukan di wilayah kerja Puskesmas Singkil di daerah aliran sungai dan daerah trandas. Populasi penelitian ini adalah semua balita yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas yaitu sebanyak 599 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah balita umur 0-59 bulan. Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita. Sampel diperoleh dengan menggunakan tehnik simple random sampling, sehingga diperoleh sampel sebanyak 100 orang. Pengumpulan data terdiri data primer dan data sekunder, data primer meliputi data karakteristik balita terdiri dari nama, umur, jenis kelamin, berat badan dan tinggi badan balita diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, untuk data berat badan dan panjang badan atau tinggi badan balita didapat melalui pengukuran dan penimbangan secara langsung dengan menggunakan alat bantu timbangan injak (unscale), microtoice atau pengukur panjang badan. Untuk data jenis dan frekuensi makanan diperoleh dengan wawancara memakai formulir food frequency dan untuk data tingkat konsumsi diperoleh dengan wawancara memakai formulir food recall. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran geografis wilayah tempat tinggal balita daerah aliran sungai (DAS) dan daerah trandas dan data demografi yang diperoleh dari kepala desa. HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun karakteristik ibu dan balita pada penelitian ini, dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 dibawah ini : Tabel 1. Distribusi Frekuensi Ibu Menurut Karakteristik di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Daerah Trandas Tahun 2012 Karakteristik DAS Trandas 1. Umur Ibu n % n % tahun 5 12, , tahun 16 40, , tahun 18 45, ,7 - > 40 tahun 1 2,5 0 0,0 2. Pendidikan Tidak - Sekolah/Tidak Tamat SD 2 5,0 0 0,0 - SD/Sederajat 19 47, ,3 - SMP/Sederajat 13 32, ,0 - SMA/Sederajat 6 15, ,0 - D3/S1 0 0,0 4 6,7 3 Penghasilan Keluarga - < Rp , , ,0 - Rp Rp , , ,7 - > Rp ,- 1 2,5 2 3,3

3 Dari tabel 1 menunjukkan bahwa, sebagian besar ibu berumur tahun sebesar 45,0% di daerah trandas, sedangkan di daerah aliran sungai sebagian besar berumur tahun sebesar 45,0%. Tingkat pendidikan ibu sangat beragam, namun sebagian besar pendidikan terakhir ibu adalah SD sebesar 47,5% di daerah aliran sungai dan pendidikan terakhir ibu SMP sebesar 45,0% di daerah trandas. Sedangkan dilihat dari pengetahuan gizi ibu terdapat sebesar 50,0% ibu yang memiliki pengetahuan kurang di daerah aliran sungai, sedangkan daerah trandas terdapat sebesar 51,7% ibu pengetahuan gizi cukup. Untuk pendapatan keluarga, di daerah aliran sungai sebagian besar pendapatan keluarga <Rp ,- atau sebesar 57,5%, sedangkan daerah trandas pendapatan keluarga sebagian Rp Rp ,- atau sebesar 51,7%. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Balita Menurut Karakteristik di Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Daerah Trandas Tahun 2012 Karakteristik DAS Trandas 1. Umur Balita n % n % bulan 1 2,5 0 0, bulan 2 5,0 5 8, bulan 14 35, , bulan 23 57, ,0 2. Jenis Kelamin - Laki-laki 24 60, ,3 - Perempuan 16 40, ,7 Dari tabel 2 menunujukkan bahwa, sebagian besar balita berumur bulan sebesar 46,7% di daerah trandas, sedangkan di daerah aliran sungai sebagian besar berumur bulan sebesar 57,5%. Jenis kelamin balita di daerah aliran sungai sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebesar 60,0% dan sebesar 40,0% berjenis kelamin perempuan, sedangkan di daerah trandas sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebesar 53,3% dan sebesar 46,7% berjenis kelamin perempuan. Dari data yang dikumpulkan adapun pola makan balita di daerah aliran sungai dan daerah trandas menurut jenis dan frekuensi bahan makanan untuk jenis makanan pokok yang sering dikonsumsi oleh balita 3x/hari adalah nasi sebesar 100,0%, hanya sebagian kecil yang mengonsumsi seperti ubi sebesar 5,0%, sagu sebesar 7,5%, roti sebesar 11,7%, mi sebesar 17,5% dan sebesar 16,7%, biskuit sebesar 17,5% dan sebesar 18,3% makanan untuk tambahan energi, dan sebagian besar balita mengonsumsi camilan (makanan ringan) sebesar 47,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 41,0% di daerah trandas. Hal ini disebabkan karena kebiasaan yang ada di masyarakat nasi merupakan makanan utama, dengan banyak makan nasi badan menjadi bertenaga dan kuat, dan adanya pandangan di masyarakat kalau sudah ada nasi berarti sudah makan, tidak ada lauk pauk tidak terlalu masalah. Sedangkan makan sagu, ubi dan mi dianggap sebagai makanan selingan bukan makanan pokok karena sebelum makan nasi di masyarakat menganggap belum makan. Nasi, sagu, ubi dan mi merupakan jenis bahan makanan pokok sumber karbohidrat kompleks yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat gizi penghasil energi. Pangan hewani yang sering dikonsumsi balita adalah ikan dengan frekuensi 3x/hari, di daerah aliran sungai sebesar 97,5% dan di daerah trandas sebesar 92,7%, karena ikan merupakan lauk utama yang mudah didapat. Untuk konsumsi telur di daerah aliran sungai sebesar 15,0% dan di daerah trandas sebesar 25,0% dengan frekuensi 1x/minggu. Telur merupakan pangan yang bergizi lagi murah dan mudah didapat diwarung atau dipekan mingguan namun karena adanya mitos dimasyarakat kalau banyak makan telur bisa bisulan sehingga telur jarang di konsumsi. Petugas kesehatan sudah sering melakukan penyuluhan gizi pada saat posyandu, termasuk mitos kalau banyak makan telur bisa menyebabkan bisulan merupakan pandangan yang salah, telur mengandung protein sangat bagus untuk balita yang dalam masa pertumbuhan. Hal ini dikarenakan pandangan di masyarakat sudah melekat, sehingga menyebabkan ibu jarang memberikan telur pada anaknya sebagai lauk pauk. Untuk konsumsi ayam di daerah aliran sungai sebesar 7,5% dan untuk konsumsi ayam di daerah trandas sebesar 10,0%, konsumsi cumi sebesar 5,0% dan konsumsi udang sebesar 8,3%

4 dengan frekuensi 1x/bulan, hal ini sebabkan harganya yang relatif mahal, sementara sebesar 100,0% tidak pernah mengonsumsi daging. Hal ini disebabkan selain harganya yang mahal dan sangat jarang dijual di pekan mingguan dan harian. Sedangkan untuk konsumsi sumber protein nabati sebagian besar tidak pernah mengonsumsi hanya sebagian kecil balita di daerah trandas yang mengonsumsi yaitu seperti tahu sebesar 3,3% dan tempe 5,0%, ini disebabkan kebiasaan yang ada dalam keluarga menu utama adalah nasi dan lauk hewani sedangkan lauk nabati sangat jarang atau tidak pernah dikonsumsi, sehingga menyebabkan balita jarang diberikan atau dihidangkan makanan sumber protein nabati pada saat makan, dalam hal ini terlihat bahwa tidak adanya keanekaragaman konsumsi sumber protein pada balita. Pada masa pertumbuhan dan perkembangan, balita sangat membutuhan makanan sumber zat pembangun karena berguna untuk pembentukan jaringan baru, pemeliharaan/pembentuk antibodi, perubahan komposisi tubuh, pembentukan berbagai struktur organ, membantu proses metabolisme dalam tubuh dan sumber energi kedua setelah karbohidrat (Almatsier, 2004). Untuk konsumsi sumber vitamin, sayuran yang sering dikonsumsi balita di daerah aliran sungai adalah kangkung sebesar 17,5% dan di daerah trandas konsumsi balita adalah bayam sebesar 15,0% dengan frekuensi 1x/minggu, sedangkan konsumsi buah-buahan sebagian besar mengonsumsi pisang sebesar 10,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 13,3%. Hal ini diasumsikan karena pandangan yang salah dari ibu kalau buah dan sayur itu tidak terlalu penting dan sudah menjadi kebiasan kalau makan utama cukup ada nasi dan ikan, sedangkan sayur jarang dihidangkan dalam menu makanan keluarga, dalam hal ini keluarga dan balita tidak menyukai makan sayur dan sudah menjadi kebiasaan. Sayuran dan buah-buahan merupakan sumber vitamin dan mineral berfungsi sebagai zat pengatur dalam tubuh, karena penting untuk proses tumbuh kembang secara normal. Kekurangan konsumsi terlihat pada laju pertumbuhan yang lambat, mineralisasi tulang yang tidak cukup, cadangan besi yang kurang dan anemia (Almatsier dkk, 2011). Mengonsumsi buah dan sayur sangat bermanfaat untuk kesehatan karena banyak kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya, sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan untuk mengobati penyakit (Kusumo. R.A, 2010). Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi diperlukan untuk pertumbuhan dan pemiliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktifitas kerja, serta dimakan dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan. Dengan pola makan sehari-hari yang seimbang dan aman, berguna untuk mencapai dan mempertahankan status gizi dan kesehatan yang optimal (Almatsier, S. dkk. 2011). Menurut Depkes RI (2002), makanan akan mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan fisik dan mental balita, oleh karena itu makanan yang diberikan harus memenuhi kebutuhan gizi balita. Balita untuk tumbuh optimal membutuhkan asupan makanan yang baik yaitu jumlah yang cukup, bergizi dan seimbang. Adapun tingkat konsumsi energi dan tingkat konsumsi protein pada balita di daerah aliran sungai dan daerah trandas dapat dilihat pada tabel 3 dan tabel 4. Sedangkan status gizi balita menurut indeks berat badan menurut umur (BB/U), indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U), dan indeks berat badan menurut panjang badan (BB/PB) atau berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) di daerah aliran sungai dan daerah trandas, dapat dilihat pada tabel 5, tabel 6 dan tabel 7. Tabel 3. Distribusi Konsumsi Energi Pada Balita di Daerah Aliran Sungai dan Daerah Trandas Tahun 2012 Konsumsi Energi Tingkat DAS Trandas Konsumsi n % n % 1 Baik 4 10,0 8 13,3 2 Sedang 29 72, ,0 3 Kurang 6 15,0 6 10,0 4 Defisit 1 2,5 1 1,7

5 Dari tabel 3 diatas dapat dilihat bahwa untuk tingkat konsumsi energi balita di daerah aliran sungai dan daerah trandas dalam tingkat kategori sedang, untuk tingkat konsumsi energi yaitu sebesar 72,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 75,0% di daerah trandas, ada balita dengan tingkat konsumsi energi defisit yaitu sebesar 2,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 1,7% di daerah trandas. Hal ini disebabkan karena balita sering mengalami sakit dan adanya penyakit seperti hipertiroid dan penyakit kelainan jantung bawaan sejak lahir masing-masing sebanyak satu orang, hasil wawancara dengan ibu anaknya sering dan selalu tidak adanya selera makan yang pada akhirnya dapat menyebabkan asupan zat gizi berkurang. Asupan energi sangat penting bagi sel tubuh, karena energi berguna untuk proses metabolisme dalam tubuh, untuk aktivitas dan untuk membentuk struktur organ-organ tubuh dan pembelahan sel. Apabila asupan energi kurang, maka akan terganggunya pembelahan sel (Devi.N, 2012). Tabel 4. Distribusi Konsumsi Protein Pada Balita di Daerah Aliran Sungai dan Daerah Trandas Tahun 2012 Konsumsi Protein Tingkat DAS Trandas Konsumsi n % n % 1 Baik 3 7,5 4 6,7 2 Sedang 26 65, ,0 3 Kurang 10 25,0 5 8,3 4 Defisit 1 2,5 3 5,0 Dari tabel 4 diatas dapat dilihat bahwa untuk tingkat konsumsi protein balita menunjukkan bahwa sebagian besar memiliki tingkat konsumsi protein dalam kategori sedang yaitu sebesar 65,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 80,0% di daerah trandas, pada umumnya balita mengonsumsi ikan sebagai sumber protein, ikan merupakan sumber protein hewani yang sangat baik dan sebenarnya di wilayah tersebut mudah didapat dan tersedia dipasar, namun karena harga ikan yang relatif mahal mempengaruhi daya beli keluarga sehingga konsumsi protein pada balita masih kurang baik. Menurut Almatsier dkk (2011), selama pertumbuhan kadar protein tubuh meningkat karena kebutuhan protein bagi balita berguna untuk perubahan komposisi tubuh, pembentukan jaringan baru dan pemeliharaan jaringan. Apabila kekurangan protein pada waktu yang lama akan mengalami stunting yaitu tinggi badan yang pendek. Hal ini dapat dilihat sebagian balita memiliki tingkat konsumsi protein yang kurang sebesar 25,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 8,3% di daerah trandas, dan juga sebagian kecil balita memiliki tingkat konsumsi protein defisit sebesar 2,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 5,0% di daerah trandas. Sebaiknya balita diberikan asupan makanan beragam bergizi dan seimbang dengan membiasakan mengonsumsi misalnya sumber protein nabati dan protein hewani. Untuk tingkat konsumsi energi dan protein balita berdasarkan tingkat pengetahuan gizi ibu, ditemukan balita dengan konsumsi energi kurang pada pengetahuan gizi ibu kategori kurang sebesar 30,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 28,5% di daerah trandas. Sedangkan tingkat konsumsi protein kurang di daerah aliran sungai sebesar 45,0% dan di daerah trandas sebesar 23,8% pada pengetahuan gizi ibu kategori kurang. Sebagian kecil ditemukan balita dengan tingkat konsumsi protein defisit pada tingkat pengetahuan ibu kurang yaitu sebesar 5,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 14,3% di daerah trandas. Hal ini disebabkan hampir separuh ibu balita yang memiliki tingkat pendidikannya tamat SD/Sederajat sebesar 47,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 23,3% di daerah trandas dan tingkat pendidikan SMP/Sederajat sebesar 32,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 45,0% di daerah trandas, bahkan masih ada sebesar 5,0% di daerah aliran sungai ibu balita yang tidak bersekolah/tidak tamat SD. Menurut Roesli dalam Suryadi (2009), tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap dalam pemberian makanan dalam keluarga. Sehingga mempengaruhi pola pemberian makanan pada balita yang juga akan mempengaruhi status gizi anak, disamping itu juga pendidikan ibu juga sangat diperlukan bagi perkembangan fisik dan mental atau kecerdasan anak.

6 Tabel 5. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Umur Pada Balita di Daerah Aliran Sungai dan Daerah Trandas Tahun 2012 Status Gizi DAS Trandas Balita n % n % 1 Baik 30 75, ,0 2 Kurang 8 20,0 8 13,3 3 Sangat Kurang 2 5,0 1 1,7 Dari tabel 5 diatas menunjukkan bahwa status gizi balita berdasarkan indeks (BB/U), ada terdapat sebesar 20,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 13,0% di daerah trandas balita yang mengalami status gizi kurang, hal ini karena balita sering mengalami demam dan batuk yang terjadi pada anak balita tersebut yang dapat mempengaruhi selera makan dan diasumsikan ibu belum memperhatikan makanan yang adekuat untuk balita. Menurut Soekirman (2000), timbulnya gizi kurang bukan saja karena makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita gizi kurang. Sebaliknya Sehingga disini terlihat interaksi antara konsumsi makanan yang kurang dan infeksi merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Tabel 6. Distribusi Status Gizi Balita BerdasarkanPanjang Badan/ Tinggi Badan Menurut Umur Pada Balita di Daerah Aliran Sungai dan Daerah Trandas Tahun 2012 Status DAS Trandas Gizi Balita n % n % 1 rmal 29 72, ,0 2 Pendek 11 27, ,3 3 Sangat 0 0,0 1 1,7 Pendek Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa status gizi balita berdasarkan indeks (PB/U) atau (TB/U) ditemukan balita dengan kategori pendek yaitu sebesar 27,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 28,3% di daerah trandas, hal ini diasumikan bahwa balita pernah mengalami masalah gizi (kekurangan gizi) pada masa awal pertumbuhan, dimana ibu kurang memperhatikan dalam hal pemberian makanan yang bergizi pada balita dan adanya penyakit yang dapat menyebabkan kondisi kesehatan dan pertumbuhan anak terganggu. Menurut Soekirman dkk (2010), bayi sampai usia 2 tahun merupakan kelompok umur masa pertumbuhan dan perkembangan anak yang disebut dengan masa kritis atau kesempatan emas. Apabila kesempatan singkat ini terabaikan, hilanglah kesempatan untuk memperbaiki kualitas hidup generasi yang akan datang. Keadaan kekurangan gizi pada periode ini didukung oleh faktor-faktor makanan kurang dan adanya penyakit infeksi. Tabel 7. Distribusi Status Gizi Balita Berdasarkan Berat Badan Menurut Panjang Badan/ Tinggi Badan Pada Balita di Daerah Aliran Sungai Tahun 2012 Status Gizi DAS Trandas Balita n % n % 1 rmal 35 87, ,7 2 Kurus 5 12,5 4 6,6 3 Sangat Kurus 0 0,0 1 1,7 Berdasarkan tabel 7 menunjukkan bahwa berdasarkan indeks (BB/PB) atau (BB/TB) sebagian besar balita memiliki status gizi normal yaitu sebesar 87,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 91,7% di daerah trandas, hal ini disebabkan karena berat badan mempunyai hubungan linier dengan tinggi badan, dalam keadaaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan berat badan dengan percepatan tertentu. Balita yang mengalami status gizi kurang dan status gizi pendek di daerah aliran sungai merupakan anak ke lima dan anak ke enam, sedangkan di daerah trandas merupakan anak keempat, dalam hal ini disebabkan pandangan yang ada di masyarakat mempunyai anak kurang dari empat terlalu sedikit dan kalau mempunyai anak yang banyak bisa nantinya mengahasilkan keluarga yang banyak. Hal ini sesuai dengan pendapat Harper (1988) yang dikutip Nadaek (2011) keluarga

7 miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Hal ini diikuti pendapat Suhardjo (2003) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Adapun distribusi status gizi indeks (BB/U) dengan tingkat konsumsi balita yaitu status gizi kurang berdasarkan tingkat konsumsi energi kurang, di daerah aliran sungai sebesar 62,5% dan di daerah trandas sebesar 75,0%. Hal ini disebabkan karena balita sering mengalami sakit yang menyebabkan nafsu makan anak menurun. Berat badan merupakan massa tubuh yang sangat sensitif terhadap perubahan yang mendadak bila menurunnya nafsu makan dan terserang penyakit, karena berat badan parameter yang memberikan gambaran masa tubuh. Balita dengan status gizi kurang dengan tingkat konsumsi kurang, jika dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan perkembangan dan pertumbuhan balita terganggu dan dapat mengakibatkan defisiensi gizi. Menurut Depkes RI (2000), kekurangan mengonsumsi energi dalam waktu lama bisa mengakibatkan penurunan berat badan dan kekurangan zat gizi lainnya. Penurunan berat badan yang berlanjut akan menyebabkan keadaan gizi kurang yang nantinya menghambat tumbuh kembang balita. Distribusi status gizi indeks (PB/U) atau (TB/U) dengan tingkat konsumsi balita yaitu status gizi pendek berdasarkan tingkat konsumsi energi kurang, di daerah aliran sungai sebesar 45,5% dan di daerah trandas sebesar 29,4%. Hal ini diasumsikan karena pada masa kehamilan ataupun pada saat bayi diawal pertumbuhan balita mengalami asupan makanan yang kurang dan sering mengalami penyakit infeksi. Balita dengan status gizi sangat pendek dan pendek dengan tingkat konsumsi energi kurang dan defisit bila dibiarkan dalam jangka waktu lama mengakibatkan pertumbuhan balita terhambat. Menurut Harper (1988) dikutip Rosnita (2009), jika zat gizi cendrung dalam kekurangan pada saat kehidupan maka gangguan pertumbuhan fisik untuk waktu yang lama cendrung terjadi. Distribusi status gizi berdasarkan indeks (BB/PB) atau (BB/TB) dengan tingkat konsumsi balita yaitu status gizi kurus berdasarkan tingkat konsumsi energi kurang, di daerah aliran sungai sebesar 60,0% dan di daerah trandas sebesar 100,0%. Hal ini diasumsikan terjadi karena menurutnya nafsu makan pada saat ini. Menurut Lawson.M (2009), pertumbuhan dan penambahan berat badan yang lambat menandakan seorang balita tidak tumbuh baik karena kekurangan gizi dan juga dapat diakibatkan oleh penyakit coeliac (usus tidak dapat menyerap nutrisi makanan), gangguan jantung, gangguan system saraf. Distribusi status gizi indeks (BB/U) dengan tingkat konsumsi balita yaitu status gizi kurang berdasarkan tingkat konsumsi protein kurang, di daerah aliran sungai sebesar 87,5% dan di daerah trandas sebesar 37,5%. Dalam hal ini jika kekurangan protein berlangsung dalam jangka waktu yang lama, dapat menyebabkan balita mengalami gangguan pertumbuhan. Konsumsi protein sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan balita, kekurangan konsumsi protein pada masa balita dapat menyebabkan terganggunya atau terlambatnya pertumbuhan anak (Asydhad,2006). Distribusi status gizi indeks (PB/U) atau (TB/U) dengan tingkat konsumsi balita yaitu status gizi pendek berdasarkan tingkat konsumsi protein kurang, di daerah aliran sungai sebesar 72,7% dan di daerah trandas sebesar 29,4%. Menurut Waterlow dalam Supariasa (2002) kekurangan protein pada balita dalam jangka waktu lama akibat yang ditimbulkan pada balita adalah anak menjadi pendek/stunting menurut umurnya. Distribusi status gizi indeks (BB/PB) atau (BB/TB) dengan tingkat konsumsi balita yaitu status gizi kurus berdasarkan tingkat konsumsi protein kurang, di daerah aliran sungai sebesar 80,0% dan di daerah trandas sebesar 25,0%. Hal ini menunjukkan bahwa apabila balita mengalami kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama akan berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan balita, karena protein diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan. Dalam masa pertumbuhan protein merupakan bahan pembentuk dasar struktur sel tubuh (Almatsier, dkk 2011). Soehardjo (2003), yang menyatakan bahwa pendapatan yang rendah menyebabkan

8 daya beli yang rendah pula, sehingga tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang diperlukan, keadaan ini sangat berbahaya untuk kesehatan keluarga dan akhirnya dapat berakibat buruk terhadap keadaan status gizi terutama bagi balita. Dalam kaitannya dengan status gizi, pendapatan mempunyai hubungan yang erat dengan perubahan dan perbaikan konsumsi pangan, tetapi pendapatan yang tinggi belum tentu menjamin keadaan gizi yang baik. Jenis penyakit yang dialami balita dalam satu bulan terakhir adalah flu, di daerah aliran sungai sebesar 38,6% dan di daerah trandas sebesar 61,4%. Ada sebagian kecil balita menderita diare sebesar 66,7% di daerah aliran sungai dan sebesar 33,3% di daerah trandas. Hal ini terlihat bahwa penyakit ini dipengaruhi oleh faktor daya tahan tubuh dan lingkungan yang lembab dan kotor yang mengandung bibit penyakit, asap pembakaran hutan/lahan perkebunan dan cuaca ekstrim sehingga keadaaan tersebut memicu terjadinya penyakit flu. Hal ini disebabkan, di daerah aliran sungai keluarga yang tinggal didalam rumah sangat jarang membuka jendela sehingga udara didalam rumah bisa menjadi lembab karena kurangnya pencahayaan, kondisi rumah yang tidak memiliki asbes sehingga debu dari atap rumah bisa langsung terhiup, lantai rumah yang terbuat dari papan kondisi kerapatannya kurang sehingga memungkinkan udara masuk dari bawah, kondisi lingkungan rumah yang selalu lembab, dan juga hygient dan sanitasi yang kurang. Sedangkan di daerah trandas kondisi rumah juga tidak memiliki asbes sehingga debu dari atap rumah bisa langsung terhirup, lantai rumah yang terbuat dari papan kondisi kerapatannya juga kurang sehingga memungkinkan udara masuk dari bawah sehingga udara didalam rumah bisa menjadi lembab karena kondisi rumah merupakan rumah panggung dan juga bisa musim panas adanya debu dari badan jalan karena masih dalam tahap pengerasan dan terkadang adanya asap dari pembakaran hutan/lahan. Menurut Kusnoputranto, H (1986), bahwa lingkungan kotor akan mengakibatkan keleluasan agen untuk hidup dan berkembang biak, agen bias saja sewaktu-waktu menyerang pejamu bila tubuh sedang lemah akan menyebabkan penyakit. Flu, pilek, panas, batuk, demam adalah gejala infeksi pernapasan atas, yang merupakan penyakit banyak diderita balita yang disebabkan virus. Pencemaran udara dalam rumah/lingkungan, ventilasi rumah, kepadatan hunian merupakan faktor penyebab terjadinya infeksi disaluran pernapasan (Anonim, 2012). Frekuensi sakit yang dialami balita sebanyak 1 kali dalam satu bulan terakhir dengan jenis sakit flu yaitu sebesar 88,9% di daerah aliran sungai dan sebesar 92,9% di daerah trandas, hal ini diasumsikan karena kurangnya pola asuh pada balita, prilaku ibu yang kurang terhadap perawatan kesehatan balitanya, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan juga merupakan penyebab timbulnya berbagai penyakit pada balita. Lama sakit yang diderita balita 1-2 minggu dengan jenis sakit flu sebesar 100,0% di daerah aliran sungai, sedangkan di daerah trandas lama sakit <1 minggu dengan jenis sakit flu sebesar 95,2%, hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan yang lembab dan kotor mengandung bibit penyakit, hygient buruk, kondisi kelembaban didalam rumah menjadi pekembangbiakan bakteri dan jamur, bisa berpengaruh karena banyaknya barangbarang yang ada dalam satu rumah dan struktur rumah yang tidak memenuhi syarat sehingga dapat mempengaruhi lamanya sembuh penyakit. KESIMPULAN Pola makan yang baik mengandung makanan sumber energi, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur, karena semua zat gizi di perlukan untuk pertumbuhan dan pemiliharaan tubuh serta perkembangan otak dan produktivitas kerja. Balita untuk tumbuh optimal membutuhkan asupan makanan yang baik yaitu jumlah yang cukup,, bergizi dan seimbang. Pola makan balita di daerah aliran sungai dan daerah trandas menunjukkan belum beranekaragam, hal ini dapat terlihat dari jenis bahan makanan pokok yang paling sering dikonsumsi balita adalah nasi masing-masing sebesar 100,%, untuk konsumsi sumber protein adalah lauk hewani yaitu ikan sebesar 92,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 92,7% di daerah trandas dengan frekuensi 3x/hari, sedangkan untuk konsumsi protein nabati yaitu

9 tempe sebesar 5,0% dan tahu sebesar 3,3% di daerah trandas dengan frekuensi 1x/minggu. Untuk konsumsi sayur di daerah aliran sungai adalah kangkung sebesar 17,5% dan di daerah trandas konsumsi sayur adalah bayam sebesar 15,0% dan untuk konsumsi buah adalah pisang sebesar 10,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 13,3% di daerah trandas dengan frekuensi 1x/minggu. Pola makan berdasarkan tingkat konsumsi energi dan protein sebagian besar termasuk dalam tingkat kategori sedang, untuk tingkat konsumsi energi yaitu sebesar 72,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 75,0% di daerah trandas. Sedangkan untuk tingkat konsumsi protein yaitu sebesar 65,0% di daerah aliran sungai dan sebesar 80,0% di daerah trandas. Status gizi balita berdasarkan indeks (BB/PB) atau (BB/TB) sebagian besar dalam kategori normal yaitu sebesar 87,5% di daerah aliran sungai dan sebesar 91,7% di daerah trandas. SARAN Disarankan perlunya peningkatan pengetahuan ibu-ibu yang mempunyai balita melalui penyuluhan oleh petugas kesehatan khususnya tentang pentingnya gizi seimbang bagi balita dan tentang penyediaan makanan dalam rumah tangga sehingga pemberian makanan dan tingkat konsumsi balita bisa ditingkatkan lagi. DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Almatsier, S. Soetardjo, S. dan Soekantri, M Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Asydhad, L.A, dan Mardiah, Makanan Tepat Untuk Balita. PT. Kawan Pustaka, Jakarta. Anonim, Faktor Resiko ISPA Pada Balita. m/tag/batuk/ Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil, Profil Kesehatan Kabupaten Aceh Singkil. Singkil. Devi, N Gizi Anak Sekolah. Penerbit PT Kompas Media Nusantara, Jakarta. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA Pangan, Gizi, dan Pertanian. Suhardjo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Kusnoputranto, Haryoto, Kesehatan Lingkungan. Depdikbud, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Jakarta Kusumo, R.A. Sayur + Buah = Sehat ; Mengenal Kandungan dan Khasiatnya Untuk Menjaga Kesehatan Tubuh. Pioneer Media. Yogyakarta. Lawson, M Makanan Sehat Bagi Bayi dan Balita. Dian Rakyat. Jakarta Nadaek, M.H Gambaran Pola Makan Dan Status Gizi Anak BalitaBerdasarkan Karakteristik Keluarga Di Kelurahan Pekan Dolok Masihul. Skripsi FKM-USU, Medan. R.I. Departemen Kesehatan, Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2010, Jakarta Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat Bagi Balita. Dirjen Bina Gizi Masyarakat. Jakarta Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar. Badan Penelitian dan Pengembangan. Jakarta Rosnita, A Gambaran Pola Makan dan Pola Penyakit Serta Status Gizi Anak Balita Pada Keluarga Pemulung Di Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan. Skripsi FKM-USU, Medan Suhardjo Perencanaan Pangan dan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. Supariasa, I Dewa Nyoman, Bakri, B. dan Fajar, I Penilaian Status Gizi. Penerbit EGC. Jakarta. Suryadi, E.S, Kejadian Kurang Energi Protein Pada Balita Di Kelurahan Pancoran Mas Depok. Skripsi FKM- UI, Jakarta Soekirman, Ilmu Gizi dan Aplikasinya Untuk Keluarga dan Masyarakat. Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas. Jakarta. Soekirman, dkk Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Penerbit PT Gramedia. Jakarta.

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target

BAB I PENDAHULUAN. Jangka Menengah untuk pencapaian program perbaikan gizi 20%, maupun target BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Indonesia prevalensi balita gizi buruk adalah 4,9% dan gizi kurang sebesar 13,0% atau secara nasional prevalensi balita gizi buruk dan gizi kurang adalah sebesar

Lebih terperinci

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU 1 POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU Chintya Nurul Aidina¹, Zulhaida Lubis², Fitri Ardiani² ¹Mahasiswi Departemen Gizi Kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Status Gizi Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya status gizi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Status gizi adalah keseimbangan antara pemasukan zat gizi dari bahan makanan yang dimakan dengan bertambahnya pertumbuhan aktifitas dan metabolisme dalam tubuh. Status

Lebih terperinci

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2005

POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 2005 HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN POLA MAKAN DAN KERAGAMAN MENU ANAK BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI KECAMATAN MEDAN TUNTUNGAN TAHUN 25 Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat FKM USU Jl. Universitas No. 21 Kampus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Makan Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bayi dibawah lima tahun adalah kelompok yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit (Probowo, 2012). Salah satu penyakit

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh

METODE PENELITIAN. Sedep n = 93. Purbasari n = 90. Talun Santosa n = 69. Malabar n = 102. n = 87. Gambar 3 Teknik Penarikan Contoh METODE PENELITIAN Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian Desain penelitian adalah cross-sectional. Penelitian ini dilakukan di kebun Malabar PTPN VIII Desa Banjarsari, Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung

Lebih terperinci

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh

67,3 54,5 43,6 32,7 1,8 0. Kategori umur orangtua contoh. Gambar 3 Sebaran umur orangtua contoh 31 Karakteristik Sosial Ekonomi keluarga Umur orangtua Sebaran umur orangtua contoh dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu kelompok remaja (

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini

Lebih terperinci

HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA KELUARGA PETANI (Studi di Desa Jurug Kabupaten Boyolali Tahun 2017)

HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA KELUARGA PETANI (Studi di Desa Jurug Kabupaten Boyolali Tahun 2017) HUBUNGAN KETAHANAN PANGAN KELUARGA DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA KELUARGA PETANI (Studi di Desa Jurug Kabupaten Boyolali Tahun 2017) Adelia Marista Safitri, Dina Rahayuning Pangestuti, Ronny

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah suatu keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dengan kebutuhan. Jika keseimbangan tadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah kekurangan energi protein seperti merasmus, kwarsiorkor, dan stunting. Kekurangan energi protein

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAMIGALUH I

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAMIGALUH I Hubungan Pengetahuan Ibu (Aby Riestanti) 1 HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DAN POLA KONSUMSI DENGAN STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SAMIGALUH I Penulis 1 Penulis 2 : Aby Riestanti : Dr. Siti Hamidah

Lebih terperinci

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU

KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU Lampiran 1 : Kuesioner Penelitian KUESIONER POLA MAKAN, KECUKUPAN GIZI DAN STATUS GIZI BALITA PADA KELUARGA MISKIN DI PERUMNAS MANDALA, KELURAHAN KENANGAN BARU IDENTITAS Nomor Responden : Alamat Responden

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. yang apabila tidak diatasi secara dini dapat berlanjut hingga dewasa. Untuk 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam siklus hidup manusia gizi memegang peranan penting. Kekurangan gizi pada anak balita akan menimbulkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak

Lebih terperinci

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL SKRIPSI OLEH :

POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL SKRIPSI OLEH : POLA MAKAN DAN STATUS GIZI BALITA DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DAN DAERAH TRANDAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SINGKIL SKRIPSI OLEH : MISDAR AINI NIM : 101000356 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG

PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG PROFIL STATUS GIZI ANAK BATITA (DI BAWAH 3 TAHUN) DITINJAU DARI BERAT BADAN/TINGGI BADAN DI KELURAHAN PADANG BESI KOTA PADANG Dwi Novrianda Fakultas Keperawatan Universitas Andalas e-mail: dwinov_82@yahoo.co.id

Lebih terperinci

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 1-3 TAHUN DI PADUKUHAN PUCANGANOM DESA WEDOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 1-3 TAHUN DI PADUKUHAN PUCANGANOM DESA WEDOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN STATUS GIZI ANAK USIA 1-3 TAHUN DI PADUKUHAN PUCANGANOM DESA WEDOMARTANI NGEMPLAK SLEMAN YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: Desi Suciarti 201410104150 PROGRAM STUDI BIDAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. tergantung orang tua. Pengalaman-pengalaman baru di sekolah. dimasa yang akan datang (Budianto, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak SD (sekolah dasar) yaitu anak yang berada pada usia 6-12 tahun, memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan dengan balita, mempunyai sifat individual dalam banyak

Lebih terperinci

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU

GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU Al Ulum Vol.60 No.2 April 2014 halaman 33-38 33 GAMBARAN KARAKTERISTIK KELUARGA BALITA DENGAN STATUS GIZI KURANG DAN BURUK DI KELURAHAN LANDASAN ULIN TENGAH KECAMATAN LIANG ANGGANG KOTA BANJARBARU Rusmini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Gizi Kurang Zat gizi adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari,

BAB 1 : PENDAHULUAN. meningkatkan produktifitas anak sebagai penerus bangsa (1). Periode seribu hari, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan harapan penerus bangsa, sehingga tumbuh kembang anak sangat penting untuk diperhatikan. Tumbuh kembang ini sangat dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia. Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa kekurangan gizi, terutama pada usia dini akan berdampak pada

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STATUS GIZI BAIK DAN GIZI KURANG PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYO SELINCAH KOTA JAMBI TAHUN 2014 Klemens STIKes Prima Jambi Korespondensi penulis :kornelis.klemens@gmail.com

Lebih terperinci

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7

Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7 Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Tentang Gizi Dengan Status GIzi Pada Balita di Desa Papringan 7 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG GIZI DENGAN STATUS GIZI PADA BALITA DI DESA PAPRINGAN KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anemia adalah penyebab kedua terkemuka didunia dari kecacatan dan dengan demikian salah satu masalah kesehatan masyarakat paling serius global ( WHO, 2014).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan anak balita ini rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain : sehingga perhatian ibu sudah berkurang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anak Balita Anak Balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP), dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah kematian anak usia bawah lima tahun (balita). Angka kematian balita di negara-negara berkembang khususnya Indonesia

Lebih terperinci

KUESIONER PENELITIAN

KUESIONER PENELITIAN Kode : KUESIONER PENELITIAN GAMBARAN POLA MAKAN DAN STATUS GIZI ANAK BALITA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KELUARGA DI KECAMATAN DOLOK MASIHUL KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2011 Tanggal Wawancara : A. Identitas

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

B A B II TINJAUAN PUSTAKA B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. STATUS GIZI Status gizi atau tingkat konsumsi pangan adalah suatu bagian penting dari status kesehatan seseorang. Tidak hanya status gizi yang mempengaruhi status kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang sehat, cerdas, dan produktif. Pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan dan pedesaan berdasarkan kriteria klasifikasi wilayah. desa/kelurahan (Badan Pusat Statistik {BPS}, 2010). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sistem pemerintahan di Indonesia beragam dan bertingkat mulai dari daerah pedesaan hingga perkotaan. Suatu daerah digolongkan dalam daerah perkotaan dan pedesaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan rendahnya asupan energi dan protein dalam makanan sehari hari sehingga tidak memenuhi angka kecukupan

Lebih terperinci

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan

Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Adequacy Levels of Energy and Protein with Nutritional Status in Infants of Poor Households in The Subdistrict of Blambangan Umpu District of Waykanan Silaen P, Zuraidah R, Larasati TA. Medical Faculty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. usia dini sangat berdampak pada kehidupan anak di masa mendatang. Mengingat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Visi Direktorat Gizi Masyarakat adalah terwujudnya masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan. Untuk dapat mencapai masyarakat yang sehat, perlu ditanamkan pola

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status

BAB 1 : PENDAHULUAN. Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilannya dalam Millenuim Development Goals (MDGs) adalah status gizi (SDKI, 2012). Status gizi adalah ekspresi

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kurang Energi Protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. Keadaan ini banyak diderita oleh kelompok balita yang merupakan generasi penerus bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Energi dan Protein 1. Kebutuhan Energi Energi digunakan untuk pertumbuhan, sebagian kecil lain digunakan untuk aktivitas, tetapi sebagian besar dimanfaatkan untuk metabolisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Anak Balita (1 5 Tahun) Anak balita adalah anak yang berusia 1-5 tahun. Pada kelompok usia ini, pertumbuhan anak tidak sepesat masa bayi, tapi aktifitasnya lebih banyak (Azwar,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa baduta (bawah dua tahun) merupakan Window of opportunity. Pada masa ini, seorang anak memerlukan asupan zat gizi yang seimbang baik dari segi jumlah maupun proporsinya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Status Gizi Status gizi merupakan suatu keadaan tubuh akibat interaksi antara asupan energi dan protein serta zat-zat gizi esensial lainnya dengan keadaan kesehatan tubuh (Sri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan belajar yang di nyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf, maupun kalimat yang dapat

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ENERGY DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN TAMAMAUNG

HUBUNGAN ASUPAN ENERGY DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN TAMAMAUNG HUBUNGAN ASUPAN ENERGY DAN PROTEIN DENGAN STATUS GIZI BALITA DI KELURAHAN TAMAMAUNG The Association Beetween Energy and Protein Intake with Nutritional Status of Under Five Children in Tamamaung Village

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas hidup manusia. Kualitas hidup manusia terbagi atas kualitas fisik dan kualitas non

Lebih terperinci

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN :

INFOKES, VOL. 4 NO. 1 Februari 2014 ISSN : HUBUNGAN ANTARA KELUARGA SADAR GIZI (KADARZI) DAN STATUS GIZI BALITA DI DESA REPAKING KECAMATAN WONOSEGORO KABUPATEN BOYOLALI Anik Kurniawati Jurusan Kebidanan Poltekkes Surakarta E-mail: kurniawati_anik@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

Kode. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Kode Hubungan Peran Orang Tua dalam Pencegahan Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) dengan Kekambuhan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Balita

Lebih terperinci

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh.

Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga. Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh. 22 Karakteristik sosial-ekonomi keluarga: Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besarnya keluarga Ketersediaan Pangan Pengetahuan, sikap, dan praktik ibu contoh Kondisi Lingkungan Pola Asuh Tingkat kepatuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari membangun manusia seutuhnya yang diawali dengan pembinaan kesehatan anak mulai sejak dini. Pembinaan kesehatan anak sejak awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan

BAB I PENDAHULUAN. 18 tahun. Di Indonesia BPS (2008) mencatat bahwa sekitar 34,5% anak perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pernikahan anak merupakan praktik yang tersebar luas didunia. UNICEF (2010) mencatat bahwa sekitar 60% anak perempuan di dunia menikah di bawah usia 18 tahun. Di Indonesia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan, kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh keadaan gizi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesempatan Indonesia untuk memperoleh bonus demografi semakin terbuka dan bisa menjadi suatu peluang yang menguntungkan bagi Indonesia bila diikuti dengan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia yang berakibat buruk bagi penderita terutama golongan rawan gizi yaitu anak balita, anak sekolah, remaja, ibu

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Berat Badan Lahir Cukup (BBLC) a. Definisi Berat badan lahir adalah berat badan yang didapat dalam rentang waktu 1 jam setelah lahir (Kosim et al., 2014). BBLC

Lebih terperinci

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN

PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA 0-24 BULAN Media Gizi Pangan, Vol. XI, Edisi, Januari Juni PENDIDIKAN IBU, KETERATURAN PENIMBANGAN, ASUPAN GIZI DAN STATUS GIZI ANAK USIA -4 BULAN Asmarudin Pakhri ), Lydia Fanny ), St. Faridah ) ) Jurusan Gizi Politeknik

Lebih terperinci

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup

II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup 7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan dan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : mother behavior, early marriage, under five years old nutrition

ABSTRACT. Keywords : mother behavior, early marriage, under five years old nutrition GAMBARAN PERILAKU IBU YANG MENIKAH DI USIA DINI DALAM PEMENUHAN GIZI BALITA DI DESA PULAU MUNGKUR KECAMATAN GUNUNG TOAR KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU TAHUN 2012 1 Maya Kaswari, 2 Jumirah, 2

Lebih terperinci

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data

METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data 18 METODOLOGI Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Desain penelitian ini adalah cross sectional study dimana seluruh pengumpulan data dilakukan pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 1 Malangsari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Keluarga Sadar Gizi (Kadarzi) Keluarga sadar gizi (Kadarzi) adalalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kekurangan zat besi merupakan salah satu masalah gizi utama dan jika terjadi pada anak-anak akan menjadi persoalan serius bangsa. Kekurangan zat besi mempunyai pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan antropometri (berat badan, tinggi badan, atau ukuran tubuh lainnya) dari waktu ke waktu, tetapi lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak dibawah lima tahun atau balita adalah anak berada pada rentang usia nol sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang sangat

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN POLA PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DENGAN STATUS GIZI BALITA USIA 6-24 BULAN PADA SALAH SATU DESA DI WILAYAH LAMPUNG TIMUR Damayanti*, Siti Fatonah* *Alumni Jurusan Keperawatan Poltekkes

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang yang ditandai dengan indeks panjang badan dibanding

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di zaman seperti sekarang ini masih banyak dijumpai orang-orang yang mengalami

I. PENDAHULUAN. Di zaman seperti sekarang ini masih banyak dijumpai orang-orang yang mengalami I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman seperti sekarang ini masih banyak dijumpai orang-orang yang mengalami kekurangan gizi. Masalah gizi pada masyarakat umumnya terjadi karena faktor ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan Indonesia diselenggarakan dalam upaya mencapai visi Indonesia Sehat 2010. Tujuan pembangunan kesehatan 2005 2009 diarahkan untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan gizi kurang dapat ditemukan pada setiap kelompok masyarakat. Pada hakekatnya keadaan gizi kurang dapat dilihat sebagai suatu proses kurang asupan makanan ketika

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat, penyakit ini sering menyerang anak balita, namun juga dapat ditemukan pada orang dewasa,

Lebih terperinci

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah:

Adapun fungsi zat gizi bagi tubuh adalah: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gizi Gizi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita merupakan kelompok masa yang dianggap kritis sekaligus masa keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila ditinjau dari kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. pengukuran Indeks Pembangunan Manusia ( IPM ), kesehatan adalah salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Pembangunan kesehatan harus dipandang

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Erni Yuliastuti Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan Kebidanan email : yuliastutierni @ymail.com Abstrak Latar Belakang : Infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Almatsier (2002), zat gizi (nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara

Lebih terperinci

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA

HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA HUBUNGAN ASUPAN ZAT BESI DENGAN KADAR HEMOGLOBIN DAN KADAR FERRITIN PADA ANAK USIA 6 SAMPAI 24 BULAN DI PUSKESMAS KRATONAN SURAKARTA Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi,

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan satu dari empat masalah gizi yang ada di indonesia disamping tiga masalah gizi lainya yaitu kurang energi protein (KEP), masalah gangguan akibat kurangnya

Lebih terperinci

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN POLA PENYAKIT PADA USIA LANJUT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAPAKTUAN KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN

GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN POLA PENYAKIT PADA USIA LANJUT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAPAKTUAN KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN GAMBARAN POLA KONSUMSI PANGAN DAN POLA PENYAKIT PADA USIA LANJUT DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAPAKTUAN KECAMATAN TAPAKTUAN KABUPATEN ACEH SELATAN TAHUN 2012 (The description of the food consumption and

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA BONGKUDAI KECAMATAN MODAYAG BARAT Rolavensi Djola*

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA BONGKUDAI KECAMATAN MODAYAG BARAT Rolavensi Djola* HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDAPATAN KELUARGA DAN POLA ASUH DENGAN STATUS GIZI ANAK BALITA DI DESA BONGKUDAI KECAMATAN MODAYAG BARAT Rolavensi Djola* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Lebih terperinci

Henrika Hetti Gulo 1, Evawany 2, Jumirah 3. Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, ABSTRACT

Henrika Hetti Gulo 1, Evawany 2, Jumirah 3. Jl. Universitas No.21 Kampus USU Medan, ABSTRACT HUBUNGAN KARAKTERISTIK KELUARGA DENGAN KASUS BALITA GIZI BURUK PADA KELUARGA PETANI KARET DI WILAYAH BINAAN WAHANA VISI INDONESIA AREA DEVELOPMENT PROGRAM KABUPATEN NIAS TAHUN 2013 Henrika Hetti Gulo 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usia balita merupakan masa di mana proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup dalam jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak sekolah merupakan generasi penerus dan modal pembangunan. Oleh karena itu, tingkat kesehatannya perlu dibina dan ditingkatkan. Salah satu upaya kesehatan tersebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu Sejak lahir makanan pokok bayi adalah Air Susu Ibu. Air Susu Ibu merupakan makanan paling lengkap, karena mengandung zat pati, protein, lemak, vitamin dan mineral.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang

BAB I PENDAHULUAN. Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di Era Globalisasi seharusnya membawa pola pikir masyarakat kearah yang lebih modern. Dimana saat ini telah berkembang berbagai teknologi canggih yang dapat membantu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gizi memegang peranan penting dalam siklus hidup manusia. Usia 0-24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat, sehingga kerap diistilahkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak balita adalah penerus masa depan kita, anak balita juga menentukan masa depan bangsa, anak balita sehat akan menjadikan anak balita yang cerdas. Anak balita salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. trimester III sebesar 24,6% (Manuba, 2004). Maka dari hal itu diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anemia adalah suatu keadaan dimana komponen dalam darah, yakni hemoglobin (Hb) dalam darah atau jumlahnya kurang dari kadar normal. Di Indonesia prevalensi anemia pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tantangan utama dalam pembangunan suatu bangsa adalah membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk mencapainya, faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah. menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) ialah menurunkan angka kematian anak (Bappenas, 2007). Kurang gizi merupakan faktor langsung dan tidak langsung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang di makan oleh seseorang dengan tujuan tertentu pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dimaksudkan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia salah satunya di lihat dari angka kematian dan kesakitan balita. Masa balita merupakan kelompok yang rawan akan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL

PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL 71 Lampiran 1 Kuesioner Penelitian Tanggal wawancara: Kode responden PENGETAHUAN, SIKAP, PRAKTEK KONSUMSI SUSU DAN STATUS GIZI IBU HAMIL Nama Responden :... Alamat :...... No. Telepon :... Lokasi penelitian

Lebih terperinci