ISBN : Analisis Kebijakan Publik. Jakarta - LAN xxx hlm : 15 x 21 cm

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ISBN : Analisis Kebijakan Publik. Jakarta - LAN xxx hlm : 15 x 21 cm"

Transkripsi

1 MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2008 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10, Jakarta, Telp. (62 21) , Fax. (62 21) Jakarta - LAN xxx hlm : 15 x 21 cm ISBN : Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia 2008

2 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undangundang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian menegaskan bahwa dalam rangka usaha mencapai tujuan nasional, diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang berkemampuan melaksanakan tugas secara profesional. Untuk mewujudkan profesionalisme PNS ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi, khususnya kompetensi kepemimpinan bagi para pejabat dan calon pejabat Struktural Eselon III baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah. Sebagai pejabat struktural yang berada pada posisi tengah, pejabat struktural eselon III memainkan peran yang sangat strategis karena bertanggung jawab dalam menuangkan garis-garis kebijakan pimpinan instansinya ke dalam program-program aktual, sehingga berbagai sumber daya yang dimiliki baik oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta dapat bersinergi dalam mendorong dan mempercepat perwujudan tujuan-tujuan pembangunan nasional. Untuk mempercepat upaya peningkatan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan Diklat dapat lebih ditingkatkan sehingga kebutuhan akan pejabat struktural eselon III yang profesional dapat terpenuhi. Agar penyelenggaraan dan alumni tersebut menghasilkan kualitas yang sama, walaupun diselenggarakan dan diproses oleh Lembaga Diklat yang berbeda, maka LAN menerapkan kebijakan standarisasi program Diklat Kepemimpinan Tingkat III. Proses standarisasi meliputi i keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran sampai pada pengadministrasian penyelenggaraannya. Dengan proses standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni dapat lebih terjamin. Salah satu unsur penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III yang mengalami proses standarisasi adalah modul atau bahan ajar untuk para peserta (participants book). Disadari sejak modul-modul tersebut diterbitkan, lingkungan strategis khususnya kebijakan-kebijakan nasional pemerintah juga terus berkembang secara dinamis. Di samping itu, konsep dan teori yang mendasari substansi modul juga mengalami perkembangan. Kedua hal inilah yang menuntut diperlukannya penyempurnaan secara menyeluruh terhadap modul-modul Diklat Kepemimpinan Tingkat III ini. Oleh karena itu, saya menyambut baik penerbitan modul-modul yang telah mengalami penyempurnaan ini, dan mengaharapkan agar peserta Diklat Kepemimpinan Tingkat III dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali kedalaman substansinya di antara sesama peserta dan para Widyaiswara dalam berbagai kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga modul hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya. ii Jakarta, Juli 2008 KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA SUNARNO

3 DAFTAR ISI Lembar Judul.... Lembar Pengesahan... Kata Pengantar... Daftar Isi... BAB I Pendahuluan... A. Latar Belakang... B. Deskripsi Singkat... C. Hasil Belajar... D. Indikator Hasil Belajar... E. Materi Pokok... F. Manfaat... BAB II BAB III BAB IV Pengertian, Jenis-jenis Kebijakan Publik dan Macam-macam Penggunaan Istilah Kebijakan (Policy).... A. Uraian... B. Latihan.... C. Rangkuman... Sistem, Proses, dan Siklus Kebijakan Publik... A. Uraian... B. Latihan.... C. Rangkuman... Peran Informasi Dalam Pembuatan Kebijakan Publik.... A. Uraian... B. Latihan.... C. Rangkuman... i ii iv BAB V Agenda Setting... A. Uraian... B. Latihan.... C. Rangkuman... BAB VI Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi Kebijakan Puiblik.... A. Uraian... B. Latihan.... C. Rangkuman... BAB VII.... A. Uraian... B. Latihan.... C. Rangkuman... BAB VIII Perumusan Kebijakan Publik.... A. Uraian... B. Latihan.... C. Rangkuman... BAB IX Penutup.... A. Simpulan... B. Saran dan Tindak Lanjut.... Daftar Pustaka... Tim penulis iii iv

4 v vi

5 2 A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perhatian terhadap analis kebijakan publik akhir-akhir ini tumbuh dengan pesat. Dimulai di Amerika Serikat pada tahun 1960-an, dimana perkembangan Analis Kebijakan Publik didorong oleh dua hal (Nogwood and Gunn, 1988). Pertama: makin meningkatnya masalah-masalah yang dihadapi oleh pemerintah indrustri barat yang menyebabkan para pembuat kebijakan perlu bantuan untuk memecahkan masalah tersebut. Kedua: para ahli ilmu-ilmu sosial mulai mengalihkan perhatiannya pada masalah-masalah kebijakan dan berusaha menerapkan ilmuilmu mereka yang memecahkan masalah-masalah yang ada didalam masyarakat. Menurut Mustopadidjaja AR (1992), perkembangan mengenai administrasi negara, seperti terlihat dalam paradigma-paradigma administrasi Negara, adalah berakhirnya dikotomi (pemisahan) antara politik (perumusan dan pembuatan kebijakan) dan administrasi Negara (pelaksanaan/implementasi kebijakan). Fungsi administrasi negara saat ini, tidak terbatas secara tradisional dalam pelaksanaan implementasi kebijakan, tetapi juga dalam perumusan dan pembuatan kebijakan; lebih dari itu, sistem administrasi negara saat ini juga mempunyai penerangan dalam monitoring dan evaluasi pelaksanaan/implementasi kebijakan dan hasil-hasilnya. Para pejabat dari lingkungan organisasi-organisasi pemerintah (Pusat dan Daerah) dan juga para pejabat yang berada di lingkungan Lembaga tinggi dan Tertinggi Negara mempunyai peran dalam perumusan/pembuatan kebijakan. Sosok pejabat dituntut memiliki kompetensi yang mampu memahami proses Kebijakan Publik dan dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia. Untuk itu,materi pembelajaran mata Diklat ini disusun berdasarkan uraian berikut: B. Deskripsi Singkat Mata Diklat Analis Kebijakan Publik membahas pengertian, konsep pokok, dan metode analis kebijakan publik yang menyangkut system, tingkat-tingkat, proses, siklus kebijakan publik, dan peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik. Jangka waktu pembelajaran mata Diklat ini adalah 9 jam pelajaran dan dilaksanakan dengan metode ceramah dan tanya jawab. C. Hasil Belajar Setelah membaca modul ini peserta mampu menjelaskan, menerapkan konsep dan pengertian konsep pokok, metode analis kebijakan publik dan mengaplikasikanya serta peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik. D. Indikator Hasil Belajar Indikator-indikator hasil belajar adalah : 1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan Pengertian, jenisjenis, dan tingkat-tingkat kebijakan publik; 1

6 3 2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan system, proses, dan siklus kebijakan publik; 3. Peserta mampu memahami dan menjelaskan peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik; 4. Peserta mampu memahami dan menjelaskan agenda setting; 5. Peserta mampu memahami dan menjelaskan analisis kebijakan Publik; BAB II PENGERTIAN, JENIS-JENIS KEBIJAKAN PUBLIK DAN MACAM-MACAM PENGGUNAAN ISTILAH KEBIJAKAN (POLICY) E. Materi Pokok Materi Pokok yang dibahas dalam modul ini adalah : 1. Pengertian, jenis-jenis, dan tingkat-tingkat kebijakan publik; 2. Sistem, proses, dan siklus kebijakan publik; 3. Peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik; 4. Agenda setting; 5. Implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik; 6. Analisis kebijakan Publik; 7. Perumusan Kebijakan Publik. F. Manfaat Berbekal hasil belajar pada modul ini Peserta dapat lebih memahami bagaimana proses perumusan Kebijakan Publik dan dalam Sistem Administrasi Negara Indonesia tersebut guna peningkatan kinerja instansinya. Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian, jenis-jenis, dan tingkat kebijakan publik. Istilah kebijakan publik adalah terjemahan istilah bahasa Inggris Public Policy. Kata policy ada yang menerjemahkan menjadi Kebijakan (Samodra Wibawa, 1994; Muhadjir Darwin, 18) dan ada juga yang menerjemahkan menjadi kebijaksanaan (Islamy, 2001; Abdul Wahap, 1990). Meskipun belum ada kesepakatan, apakah policy diterjemahkan menjadi Kebijakan ataukah kebijaksanaan, akan tetapi tampaknya kecenderungan yang akan datang untuk policy digunakan istilah kebijakan maka dalam modul ini, untuk public policy diterjemahkan menjadi kebijakan publik. A. Uraian 1. Pengertian Kebijakan Publik. a. Thomas R. Dye Thomas R. Dye mendefinisikan kebijakan publik sebagai berikut : Public Policy is whatever the government choose to do or not to do (Kebijakan publik adalah apapun 4

7 5 6 pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu). Menurut Dye, apabila pemerintah memilih untuk melakukan sesuatu, maka tentunya ada tujuannya, karena kebijakan publik merupakan tindakan pemerintah. apabila pemerintah memilih untuk tidak melakukan sesuatu, inipun merupakan kebijakan publik, yang tentunya ada tujuannya. Sebagai contoh : becak dilarang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, ber - tujuan untuk kelancaran lalu lintas, karena becak dianggap menggangu kelancaran lalu-lintas, di samping dianggap kurang manusiawi. Akan tetapi, dengan dihapuskannya becak, kemudian muncul ojek sepeda motor. Meskipun ojek sepeda motor ini bukan termasuk kendaraan angkutan umum, tetapi Pemerintah DKI Jakarta tidak melakukan tindakan untuk melarangnya. Tidak adanya tindakan untuk melarang ojek ini, dapat dikatakan kebijakan publik, yang dapat dikategorikan sebagai tidak melakukan sesuatu. b. James E. Anderson. Anderson mengatakan : Public Policies are those policies developed by governmental bodies and official (Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah). c. David Easton. David Easton memberikan definisi kebijakan publik sebagai berikut : Public policy is the authoritative allocation of values for the whole societ. y. (kebijakan publik adalah pengalokasian nilai-nilai secara syah kepada seluruh anggota masyarakat). Kesimpulan: a. Kebijakan publik dibuat oleh pemerintah yang berupa tindakantindakan pemerintah. b. Kebijakan publik baik untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu itu mempunyai tujuan tertentu. c. Kebijakan Publik ditujukan untuk kepentingan masyarakat. 2. Jenis-Jenis Kebijakan Publik. James L. Anderson (1970) mengelompokkan jenis-jenis kebijakan publik sebagai berikut : a. Substantive and Procedural Policies. Substantive Policy. Suatu kebijakan dilihat dari substansi masalah yang dihadapi oleh pemerintah. Misalnya: kebijakan pendidikan, kebijakan ekonomi dan lainlain. Procedural Policy Suatu kebijakan dilihat dari pihak-pihak yang terlihat dalam perumusannya (Policy Stakeholders). Sebagai contoh: dalam pembuatan suatu kebijakan publik meskipun ada Instansi/Organisasi Pemerintah yang secara fungsional berwenang membuatnya, misalnya Undangundang tentang Pendidikan, yang berwenang membuat adalah Departemen Pendidikan Nasional, tetapi dalam pelaksanaan pembuatannya, banyak instansi/organisasi lain yang terlibat, baik instansi/organisasi pemerintah ataupun organisasi bukan pemerintah, yaitu antara lain DPR,

8 7 8 Departemen Hukum & HAM, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), dan Presiden yang mengesahkan Undang-undang tersebut. Instansi-instansi/organisasi-organisasi yang terlibat tersebut disebut policy Stakeholders. b. Distributive, Redistributive, and Regulatory Policies. Distributive Policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang pemberian pelayanan/ keuntungan kepada individu-individu, kelompok-kelompok, atau perusahaan-perusahaan. Contoh: kebijakan tentang Tax Holiday Redistributive Policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang pemindahan alokasi kekayaan, pemilikan, atau hak-hak. Contoh : kebijakan tentang pembebasan tanah untuk kepentingan umum. Regulatory Policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang pembatasan/ pelarangan terhadap perbuatan/tindakan. Contoh : kebijakan tentang larangan memiliki dan menggunakan senjata api. c. Material Policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang pengalokasian/ penyediaan sumber-sumber material yang nyata bagi penerimanya. Contoh : kebijakan pembuatan rumah sederhana. d. Public Goods and Private Goods Policies. Public Goods Policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barangbarang/pelayanan-pelayanan oleh pemerintah, untuk kepentingan orang banyak. Contoh: kebijakan tentang perlindungan keamanan, penyediaan jalan umum. Private Goods Policy. Suatu kebijakan yang mengatur tentang penyediaan barangbarang/pelayanan-pelayanan oleh pihak swasta, untuk kepentingan individu-individu (perorangan) di pasar bebas, dengan imbalan. Contoh : kebijakan pengadaan barang-barang /pelayanan untuk keperluan perorangan, misalnya tempat hiburan, hotel dan lain-lain. 3. Macam-macam penggunaan istilah Kebijakan (policy) Hogwood and Gunn (1988) mengelompokkan penggunaan istilah kebijakan (policy) sebagai berikut : a. Kebijakan sebagai label untuk suatu Bidang Kegiatan Tertentu. Dalam Konteks ini, kata kebijakan digunakan untuk menjelaskan bidang kegiatan dimana pemerintah terlibat didalamnya, seperti kebijakan ekonomi atau kebijakan luar negeri.

9 9 10 b. Kebijakan sebagai Ekspresi mengenai Tujuan Umum atau Keadaan Yang dikehendaki Disini kebijakan digunakan untuk menyatakan kehendak dan kondisi yang dituju. Contohnya pernyataan tentang tujuan pembangunan dibidang SDM untuk menunjukkan aparatur yang bersih. c. Kebijakan sebagai Proposal di Bidang Tertentu. Dalam konteks ini, kebijakan lebih berupa proposal, contoh: Usulan RUU (Rancangan Undang-Undang) dibidang Keamanan dan Pertahanan atau RUU tentang Kepegawaian. Didalam kebijakan tersebut dijelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. d. Kebijakan sebagai Keputusan yang dibuat oleh Pemerintah Sebagai contoh adalah keputusan untuk melaksanakan perombakan terhadap sistem administrasi negara. Keputusan tersebut masih perlu dituangkan dalam bentuk Peraturan Perundang-undangan. e. Kebijakan sebagai Pengesahan Formal (formal Authorization) Disini kebijakan tidak lagi dianggap sebagai usulan, namun keputusan yang sah. Sebagai contoh UU Nomor 22/1999 yang merupakan keputusan yang sah dalam rangka penyerahan sebagaian urusan pusat ke daerah. f. Kebijakan sebagai Program Yang dimaksud dengan kebijakan disini adalah program yang akan dilaksanakan. Sebagai contoh, program peningkatan PAN (Pendayagunaan Aparatur Negara), yang menjelaskan B. Latihan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan termasuk cara pengorganisasian, pelaksanaan, serta pembiayaannya. g. Kebijakan sebagai Output, atau apa yang dihasilkan Yang dimaksud disini adalah output yang akan dihasilkan dari suatu kegiatan. Sebagai contoh pelayanan yang murah dan cepat atau PNS yang profesional, dll. h. Kebijakan sebagai Outcome Kebijakan disini digunakan untuk menyatakan dampak yang diharapkan dari suatu kegiatan, seperti pemerintahan yang efisien. i. Kebijakan sebagai Teori atau model Kebijakan disini menggambarkan model dari suatu keadaan, dengan asumsi tentang apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan apa konsekwensi dari tindakan pemerintah tersebut. Sebagai contoh, kalau pajak dinaikkan X%, maka revenue diperkirakan naik Y%, atau kalau X dilakukan maka dampak yang timbul adalah Y. j. Kebijakan sebagai Proses atau tahapan yang perlu dilaksanakan. Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Pengertian, Jenis, dan Tingkat-tingkat Kebijakan Publik, cobalah latihan di bawah ini. 1. Menurut Thomas R. Dye, tidak melakukan sesuatu merupakan kebijakan publik. Coba jelaskan dan berikan contohnya!

10 11 2. Jelaskan tentang Substantive and Procedural Policies dan berikan masing-masing contohnya! 3. Jelaskan tentang Distributive, Redistributive and Regulatory Policies dan berikan masing-masing contohnya! 4. Jelaskan tentang Public Goods and Private Goods Policies dan berikan masing-masing contohnya! Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang Pengertian, Jenis-jenis dan Tingkat-tingkat Kebijakan Publik, terutama yang belum Ada pahami. BAB III SISTEM, PROSES, DAN SIKLUS KEBIJAKAN PUBLIK Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian, sistem, proses dan siklus kebijakan publik. C. Rangkuman Kebijakan publik adalah suatu kebijakan yang dibuat oleh pemerintah/negara yang ditujukan untuk kepentingan masyarakat. Kebijakan publik bertujuan untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat. Ada beberapa jenis kebijakan publik, yaitu Substantive and Procedural Policies, Distributive, Redistributive and Regulatory Policies, Material Policies, Public Goods and Private Goods Policies. A. U r a i a n 1. Sistem Kebijakan Publik. Yang dimaksud dengan sistem kebijakan publik, menurut Mustopadidjaja AR (Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja AR. 1988), adalah keseluruhan pola kelembagaan dalam pembuatan kebijakan publik yang melibatkan hubungan diantara 4 elemen (unsur), yaitu masalah kebijakan publik, pembuatan kebijakan publik, kebijakan publik dan dampaknya terhadap kelompok sasaran (target groups). Sebagai suatu sistem, maka dalam sistem kebijakan publik dikenal adanya unsur-unsur : Input, Process, Output. Kebijakan publik adalah merupakan produk (output) dari suatu input, yang diproses secara politis. Adapun elemen-elemen (unsur-unsur) sistem kebijakan publik adalah : 12

11 13 14 a. Input : masalah Kebijakan Publik Masalah Kebijakan Publik ini timbul karena adanya faktor lingkungan kebijakan publik yaitu suatu keadaan yang melatar belakangi atau peristiwa yang menyebabkan timbulnya masalah kebijakan publik tersebut, yang berupa tuntutantuntutan, keinginan-keinginan masyarakat atau tantangan dan peluang, yang diharapkan segera diatasi melalui suatu kebijakan publik. Masalah ini dapat juga timbul justru karena dikeluarkannya suatu kebijakan publik yang baru. Sebagai contoh : masalah kebijakan publik dapat timbul karena adanya dorongan dari masyarakat. Misalnya, timbulnya INPRES SD, INPRES Pasar, INPRES Puskesmas, karena adanya pandangan masyarakat (pada waktu itu) tentang kurangnya pemerataan pembangunan. Pembangunan dikatakan sudah berhasil, tetapi kurang merata. Masalah kebijakan juga dapat timbul, justru adanya kebijakan pemerintah. Misalnya sebagai akibat adanya kebijakan pemerintah DKI Jakarta, bahwa untuk beberapa jalan protokol, kendaraan roda empat (kecuali taksi dan Bus Kota) diwajibkan berpenumpang minimal tiga orang, yang kemudian terkenal dengan sebutan three in one Kebijakan ini mengakibatkan timbulnya masalah Jockey, yaitu orangorang yang dibayar ikut mobil yang berpenumpang kurang dari tiga orang. b. Process (proses): pembuatan Kebijakan Publik. Proses pembuatan kebijakan publik itu bersifat politis, di mana dalam proses tersebut terlibat berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda, bahkan ada yang saling bertentangan. Dalam proses ini terlibat berbagai macam policy stakeholders, yaitu mereka-mareka yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan publik. Policy Stakeholders bisa pejabat pemerintah, pejabat negara, lembaga pemerintah, dan juga dari lingkungan masyarakat (bukan pemerintah), misalnya, partai politik, kelompok-kelompok kepentingan, perusahaan dan sebagainya. c. Output : Kebijakan Publik, yang berupa serangkaian tindakan yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan tertentu seperti yang diinginkan oleh kebijakan publik. d. Impacts (dampak), yaitu dampaknya terhadap kelompok sasaran (target groups). Kelompok sasaran (target groups) adalah orang-orang, kelompok-kelompok orang, atau organisasi-organisasi, yang perilaku atau keadaannya ingin dipengaruhi atau diubah oleh kebijakan publik tersebut. 2. Proses Kebijakan Publik. Proses kebijakan publik ini meliputi tahap-tahap: a. Perumusan kebijakan publik. Tahap ini mulai dari perumusan masalah sampai dengan dipilihnya alternatif untuk direkomendasikan dan disahkan oleh pejabat yang berwenang. b. Implementasi kebijakan publik. Setelah kebijakan publik disahkan oleh pejabat yang berwenang, maka kemudian kebijakan publik tersebut diimplementasikan (dilaksanakan). Mengenai implementasi kebijakan publik, Mustopadidjaja AR (Bintoro Tjokroamidjojo dan Mustopadidjaja AR. 1988),

12 15 16 mengemukakan bahwa dilihat dari implementasinya, Ada tiga bentuk kebijakan publik, yaitu: 1) Kebijakan langsung, yaitu kebijakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah sendiri. Misalnya : INPRES SD 2) Kebijakan tidak langsung, yaitu kebijakan yang pelaksanaannya tidak dilakukan oleh pemerintah. Dengan demikian, dalam hal ini pemerintah hanya mengatur saja. Misalnya: kebijakan pemerintah tentang Investasi Asing. 3) Kebijakan campuran, yaitu kebijakan yang pelaksanaannya dilakukan oleh pemerintah dan bukan pemerintah (swasta). Misalnya kebijakan Pemerintah DKI Jakarta tentang kebersihan, di mana pelaksanaan kebersihan dapat dilakukan oleh Dinas Kebersihan atau oleh swasta. c. Monitoring kebijakan publik. Monitoring kebijakan publik adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan yaitu, untuk memperoleh informasi tentang seberapa jauh tujuan kebijakan itu tercapai. (Hogwood and Gunn, 1989). d. Evaluasi kebijakan publik. Evaluasi kebijakan publik ini bertujuan untuk menilai apakah perbedaan sebelum dan setelah kebijakan itu diimplementasikan, yaitu perbandingan antara sebelum dan sesudah diberlakukannya suatu kebijakan. 3. Siklus Kebijakan Publik. Proses kebijakan publik ini dapat digambarkan sebagai suatu siklus kebijakan publik seperti gambar dibawah ini. B. Latihan Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai sistem proses dan siklus kebijakan publik, cobalah latihan di bawah ini: 1. Jelaskan tentang elemen-elemen (unsur-unsur) dalam sistem kebijakan publik! 2. Jelaskan tentang tiga bentuk kebijakan publik dilihat dari implementasinya! 3. Jelaskan tahap-tahap dalam proses kebijakan publik! 4. Gambarkan bagan siklus kebijakan publik! Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang sistem, proses, dan siklus kebijakan publik, terutama yang belum Anda pahami.

13 17 C. Rangkuman Kebijakan publik dapat dilihat sebagai suatu sistem, yang terdiri dari elemen-elemen (unsur-unsur): input : masalah kebijakan publik, proses : pembuatan kebijakan publik, output, kebijakan publik dan dampak (impact) terhadap kelompok sasaran (target groups). Kebijakan publik dapat pula dilihat sebagai proses yang meliputi tahap-tahap: perumusan masalah, implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik. Kebijakan publik dapat digambarkan sebagai siklus. BAB IV PERAN INFORMASI DALAM PEMBUATAN KEBIJAKAN PUBLIK Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan peran informasi dalam pembuatan kebijakan publik. A. U r a i a n 1. Pengertian Data dan Informasi Seringkali orang mengartikan data dan informasi itu sama. Akan tetapi sebenarnya data dan informasi itu berbeda. Mengenai perbedaan data dan informasi, Murdick et al (Kumorotomo dan Agus Margono, 1994) mengemukakan bahwa data adalah fakta yang sedang tidak digunakan dalam proses pembuatan keputusan, biasanya dicatat dan diarsipkan dalam tanpa maksud untuk segera diambil kembali untuk pembuatan keputusan. Sebaliknya informasi terdiri dari data yang telah diambil kembali, diolah dan digunakan untuk memberi dukungan keterangan untuk pembuatan keputusan. Informasi adalah data yang telah disusun sedemikian rupa, sehingga bermakna dan bermanfaat untuk membuat keputusan. Oleh karena itu, perlu dipahami bahwa pemakaian informasi itu penting, karena informasilah yang dipakai untuk menunjang pembuatan keputusan. 18

14 19 20 Untuk membuat kebijakan diperlukan informasi yang berkualitas tinggi. Informasi yang memiliki kualitas tinggi akan menentukan sekali efektivitas kebijakan publik. Mengenai syarat-syarat informasi yang baik, Parker (Kumorotomo dan Agus Margono, 1994) mengemukakan sebagai berikut : a. Ketersediaan (availability). Syarat pokok bagi suatu informasi adalah tersedianya informasi itu sendiri. Informasi harus dapat diperoleh bagi yang hendak memanfaatkannya. b. Mudah dipahami. Informasi harus mudah dipahami oleh pembuat kebijakan. c. Relevan. lnformasi yang diperlukan harus benar-benar relevan dengan permasalahannya. d. Bermanfaat. Terkait dengan syarat relevansi, informasi harus bermanfaat bagi pembuat kebijakan. e. Tepat waktu. Informasi harus tersedia tepat waktunya, terutama apabila pembuat kebijakan ingin segera memecahkan masalah yang dihadapi oleh pemerintah. f. Keandalan (Reliability). Informasi harus diperoleh dari sumber-sumber yang dapat diandalkan kebenarannya. g. Akurat. lnformasi seyogyanya bersih dari kesalahan, harus jelas dan secara tepat mencerminkan makna yang terkandung dari data pendukungnya. h. Konsisten. Informasi tidak boleh mengandung kontradiksi dalam penyajiannya. 2. Pentingnya informasi dalam pembuatan kebijakan. William N. Dunn (1994) memberikan definisi Analisis kebijakan publik sebagai suatu disiplin llmu Sosial Terapan, yang menggunakan berbagai macam metode penelitian dan argumen untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang relevan dengan kebijakan yang digunakan dalam lingkungan politik tertentu untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan. Dari pengertian tersebut dapat dilihat bahwa untuk memecahkan masalah-masalah kebijakan diperlukan informasi. Dalam perumusan/pembuatan kebijakan, diperlukan informasi, dari data yang telah diolah. Misalnya pemerintah akan merumuskan/membuat kebijakan kependudukan, maka untuk ini diperlukan informasi tentang pertumbuhan penduduk, persebaran penduduk, kualitas dan struktur umur penduduk. Apabila pemerintah ingin merumuskan/ membuat kebijakan ekonomi, maka diperlukan informasi tentang sektor-sektor yang potensial dapat dimanfaatkan untuk meningkat kan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, misalnya: sektorsektor Industri, Perdagangan, Keuangan/Perbankan, Pertanian, dan lain-lain.

15 Informasi yang Relevan dengan Kebijakan. Tugas seorang Analis Kebijakan (Policy Analist) adalah memberikan informasi kepada pembuat kebijakan (Policy Maker) untuk membuat kebijakan. Dalam kaitannya dengan penyediaan informasi ini, William N. Dunn (1994), mengemukakan bahwa metodologi dalam analisis kebijakan dapat memberikan informasi dengan menjawab lima bentuk pertanyaan, yaitu : a. Masalah apakah yang dihadapi? Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang masalah-masalah kebijakan (policy problem). Misalnya, apabila pertanyaan ini diajukan kepada Pemerintah DKI Jakarta, maka jawabannya adalah masalah-masalah kemacetan lalu lintas, urbanisasi, meningkatnya kriminalitas, perkelahian antar pelajar, dan lain-lain. b. Kebijakan-kebijakan apa yang telah dibuat untuk memecahkan masalah-masalah tersebut, baik pada masa sekarang maupun masa lalu; dan hasil-hasil apakah yang telah dicapai? Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang hasilhasil kebijakan (policy outcomes). Misalnya, untuk mengatasi kemacetan lalu lintas, Pemerintah DKI Jakarta telah membuat kebijakan tentang Pajak Progresif, untuk pemilik mobil pribadi lebih dari satu. Makin tambah jumlah mobil yang dimiliki, makin tinggi pajaknya. Selain itu juga ada kebijakan three in one untuk beberapa jalan protokol. Hasil-hasil kebijakan tersebut di atas tampaknya belum bisa mengatasi masalah kemacetan lalu lintas. c. Bagaimana nilai (tujuan yang dinginkan) dari hasil-hasil kebijakan tersebut dalam memecahkan masalah? Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang kinerja kebijakan (policy performance). Menurut William N. Dune (1994), Policy Performance adalah suatu tingkat (derajat) sampai di mana hasil suatu kebijakan membantu pencapaian. suatu nilai (tujuan yang diinginkan). Dalam kenyataannya banyak masalah seringkali tidak dapat dipecahkan. Oleh karena itu, seringkali perlu dicari caracara pemecahan yang baru, dirumuskan kembali masalahnya, dan kemungkinan suatu masalah itu tidak dapat dipecahkan. Meskipun suatu masalah itu mungkin dapat dipecahkan atau tidak dapat dipecahkan; informasi tentang hasil-hasil kebijakan tetap diperlukan, terutama untuk meramalkan kebijakan yang akan datang. Misalnya di DKI Jakarta, meskipun telah dibuat kebijakan-kebijakan untuk memecahkan masalah kemacetan lalu lintas, tetapi tampaknya belum dapat memecahkan masalah tersebut Oleh karena itu, perlu dipikirkan adanya kebijakan untuk memecahkan kemacetan lalu-lintas. d. Alternatif-alternatif kebijakan apakah yang tersedia untuk memecahkan masalah tersebut, dan apakah kemungkinan di masa depan? Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang kebijakan di masa depan (policy futures). Misalnya untuk mengatasi kemacetan lalu-lintas di DKI Jakarta, memang ada saran-saran untuk membatasi umur kendaraan yang boleh beroperasi, membuat jalan di bawah tanah, di samping pembuatan jalan layang yang sudah ada. e. Alternatif-alternatif tindakan apakah yang perlu dilakukan untuk memecahkan masalah tersebut?

16 23 24 Jawaban pertanyaan ini memberikan informasi tentang tindakan-tindakan kebijakan (policy actions/implementation). Misalnya, sebelum ada krisis moneter, Pemerintah DKI Jakarta ada rencana untuk membuat jalan di bawah tanah antara kawasan Blok M (Kebayoran Baru) dan kawasan Kota (Glodok). Informasi ini penting, karena untuk memecahkan masalah diperlukan informasi, terutama dalam perumusan masalah-masalah kebijakan. Metodologi dalam analisis kebijakan dapat memberikan informasi dengan menjawab lima bentuk pertanyaan. Jawaban masalahmasalah kebijakan, kinerja kebijakan, kebijakan di masa depan, dan tindakan/implementasi kebijakan. B. L a t i h a n Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Peran informasi dalam pembuatan kebijakan; cobalah latihan di bawah ini. 1. Coba jelaskan perbedaan data dan informasi! 2. Coba jelaskan tentang syarat-syarat informasi yang baik! 3. Coba jelaskan pentingnya informasi dalam pembuatan kebijakan! 4. Coba jelaskan tentang metodologi analisis kebijakan yang dapat memberikan informasi untuk menjawab lima bentuk pertanyaan! Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut diatas, maka pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang Peran informasi dalam pembuatan kebijakan, terutama yang belum anda pahami. C. Rangkuman Data adalah fakta yang sedang tidak digunakan dalam proses pembuatan keputusan, sedangkan informasi adalah data yang telah diambil kembali, diolah dan digunakan untuk pembuatan keputusan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat disebut sebagai informasi yang baik, yaitu : ketersediaan, mudah dipahami, relevan, bermanfaat, tepat waktu, keandalan, akurat dan konsisten.

17 26 BAB V AGENDA SETTING Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian agenda setting. Ramesh (1995), mendefinisikan agenda setting sebagai proses di mana keinginan-keinginan dari berbagai kelompok dalam masyarakat diterjemahkan ke dalam butir-butir kegiatan agar mendapat perhatian serius dari pejabat-pejabat pemerintah. Sedangkan mengenai pengertian agenda, John Kingdon (Howlett and Ramesh, 195), mengemukakan bahwa agenda setting adalah suatu daftar subyek atau masalah di mana para pejabat pemerintah dari masyarakat diluar pemerintah yang ada kaitannya dengan pejabat tersebut, memberikan perhatian pada masalah tersebut. A. U r a i a n 1. Isu-Isu Konseptual Tahap yang paling kritis dalam proses kebijakan adalah agenda setting. Agenda setting adalah suatu tahap sebelum perumusan kebijakan dilahirkan, yaitu bagaimana isu-isu (issues) itu muncul pada agenda pemerintah yang perlu ditindaklanjuti berupa tindakan-tindakan pemerintah. Banyak isu yang masuk ke pemerintah, yang diharapkan agar pemerintah segera mengambil tindakan, ternyata pemerintah tidak bertindak sesuai dengan keinginan masyarakat. (Howlett and Ramesh, 1995). Seperti yang yang telah dibahas dalam sistem kebijakan, isu-isu atau masalah-masalah itu dapat timbul karena keinginan atau desakan dari masyarakat. Tetapi dalam kenyataannya, sebelum masalah-masalah tersebut dipertimbangkan untuk dipecahkan, harus melalui suatu proses yang kompleks. Pada dasarnya, agenda setting adalah tentang pengenalan masalah, yang dihadapi oleh instansi-instansi pemerintah. Sedangkan Cob and Ross, Seperti dikutip oleh Howlett and 2. Proses Agenda Setting. Suatu agenda pemerintah tidak harus dipandang sebagai suatu daftar formal dari perbagai masalah yang harus dibicarakan oleh pembuat kebijakan, tetapi agenda pemerintah tersebut sematamata menggambarkan masalah masalah atau isu-isu yang dihadapi oleh pembuat kebijakan. (Islamy, 2001). Cobb and Elder (Islamy 2001 Howlett and Ramesh 1995), membedakan antara Systemic Agenda dan Governmental Agenda. Systemic Agenda (agenda sistemik) terdiri atas isuisu yang dipandang secara umum oleh anggota-anggota masyarakat politik sebagai pantas mendapat perhatian dari pemerintah dan mencakup masalah-masalah yang berada dalam kewenangan sah setiap tingkat pemerintahan masing-masing. Manurut Cobb and Elder, ada tiga prasyarat agar isu (policy Issue) itu dapat masuk dalam agenda sistemik, yaitu: a. Isu itu memperoleh perhatian yang luas atau sekurangkurangnya menumbuhkan kesadaran masyarakat. 25

18 27 28 b. Adanya persepsi atau pandangan masyarakat bahwa perlu dilakukan beberapa tindakan untuk memecahkan masalah itu. c. Adanya persepsi yang sama dari masyarakat bahwa masalah itu merupakan kewajiban dan tanggungjawab yang sah dari pemerintah untuk memecahkannya. Sedangkan Governmental Agenda (Agenda Pemerintah) adalah serangkaian masalah yang secara eksplisit memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang aktif dan serius dari pembuat kebijakan yang sah. Agenda pemerintah ini mempunyai sifat yang khas dan terbatas jumlahnya. Kemudian timbul pertanyaan, mengapa beberapa masalah masyarakat dapat masuk agenda pemerintah, sedangkan beberapa masalah masyarakat lain tidak? Menurut Cobb and Elder (Howlett and Ramesh, 1995), hal-hal tersebut dapat terjadi, karena masalah-masalah dalam masyarakat begitu banyak sehingga para pembuat kebijakan akan memilih dan merencanakan masalah-masalah mana yang menurut mereka perlu mendapat prioritas utama untuk diperhatikan secara serius. Kalau sebagian besar pembuat kebijakan sepaham bahwa prioritas perlu diberikan kepada masalah-masalah tertentu, maka Policy issue tersebut segera dapat dimasukkan ke dalam agenda pemerintah. Anderson (Islamy, 2001), mengemukakan adanya beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalahan masyarakat dapat masuk ke dalam agenda pemerintah, yaitu: a. Apabila terdapat ancaman terhadap keseimbangan antar kelompok, maka kelompok-kelompok tersebut akan mengadakan reaksi dan menuntut adanya tindakan pemerintah, untuk mengatasi ketidakseimbangan tersebut. Sebagai contoh, kelompok pengusaha kecil yang merasa terdesak oleh pengusaha besar dan kuat (konglomerat). b. Para pemimpin politik dapat menjadi faktor penting dalam penyusunan agenda pemerintah. Para pemimpin politik, karena didorong adanya pertimbangan politik dan karena memperhatikan kepentingan umum, selalu memperhatikan masalah-masalah masyarakat dan mengusulkan upaya-upaya pemecahannya. Sebagai contoh, karena adanya krisis moneter (krismon), yang mengakibatkan banyak karyawan kena PHK dan pengangguran meningkat, maka para pemimpin politik mendesak pemerintah untuk segera mengurangi dampak krismon tersebut. c. Timbulnya krisis atau peristiwa luar biasa dapat menyebabkan suatu masalah masuk ke dalam agenda pemerintah. Sebagai contoh, masalah-masalah ekonomi, politik. sosial dan keamanan yang mengakibatkan bentrokan etnis dan agama, mengakibatkan pembuat kebijakan segera memasukannya ke dalam agenda pemerintah. d. Adanya gerakan-gerakan protes, termasuk tindakan kekerasan, merupakan salah satu penyebab yang dapat menarik perhatian pembuat kebijakan dan memasukannya ke dalam agenda pemerintah. Sebagai contoh, adanya protes dari kelompok kelompok tertentu, termasuk kelompok-kelompok mahasiswa terhadap penculikan para aktivis mahasiswa maka pemerintah kemudian segera memasukan masalah tersebut ke dalam agenda pemerintah.

19 29 30 Proses memasukkan masalah-masalah ke dalam agenda pemerintah bukanlah pekerjaan ringan dan merupakan kegiatan yang kompleks, karena tidak semua pembuat kebijakan menaruh perhatian yang sama terhadap masalah tersebut. Terjadi konflik kepentingan-kepentingan di antara para aktor kebijakan, mengenai dapat atau tidaknya masalahmasalah tersebut masuk kedalam agenda pemerintah. Ada dua bentuk agenda, yaitu: Systemic Agenda dan Governmental Agenda. Ada beberapa prasyarat untuk dapat masuk ke dalam Systemic Agenda. Di samping itu ada faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan masyarakat untuk dapat masuk ke dalam Governmental Agenda. B. L a t i h a n Untuk lebih memantapkan pengertian Anda mengenai Agenda Setting, cobalah latihan di bawah ini. 1. Coba jelaskan apa yang disebut dengan Agenda dan Agenda Setting! 2. Jelaskan tentang Systemic Agenda dan Governmental Agenda! 3. Mengapa isu-isu atau masalah-masalah yang ada di dalam masyarakat tidak semuanya masuk dalam agenda sistemik dan apa prasyarat agar dapat masuk ke dalam agenda Sistemik? 4. Jelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan permasalahan masyarakat dapat masuk ke dalam agenda pemerintah! Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang Agenda Setting, terutama yang belum Anda pahami. C. Rangkuman Banyak isu atau masalah yang dihadapi oleh pemerintah masuk dalam agenda pemerintah untuk kemudian dirumuskan permasalahannya.

20 32 BAB VI IMPLEMENTASI, MONITORING, DAN EVALUASI KEBIJAKAN PUBLIK Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakan publik. A. U r a i a n 1. Implementasi Kebijakan Publik Implementasi kebijakan merupakan aspek yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Udji (Abdul Wahab, 1991) mengemukakan: Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang penting, bahkan mungkin lebih penting daripada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian atau rencana yang tersimpan dalam arsip apabila tidak diimplementasikan. Meskipun implementasi kebijakan itu penting, akan tetapi baru beberapa dasa warsa terakhir ini saja para ilmuwan sosial menaruh perhatian terhadap masalah implementasi dalam proses kebijakan. Sebagai akibat kurang adanya perhatian pada implementasi kebijakan adalah adanya semacam mata rantai yang hilang antara tahap perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa kebanyakan pemerintah di 31 dunia ini baru mampu untuk mensahkan kebijakan dan belum sepenuhnya mampu untuk menjamin bahwa kebijakan yang telah disahkan itu benar-benar akan menimbulkan dampak atau perubahan yang diinginkan (Abdul Wahab, 2001). Gejala inilah yang menurut Andrew Dunsire (Abdul Wahab, 2001), diuraikan sebagai implementation gap, yaitu suatu keadaan di mana dalam suatu proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan dengan apa yang senyatanya dicapai (sebagai hasil dari implementasi kebijakan). Besar kecilnya perbedaan tersebut akan tergantung pada implementation capacity dari organisasi/aktor yang dipercaya untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut. Implementation capacity ini adalah kemampuan suatu organisasi/aktor untuk melaksanakan mengimplementasikan kebijakan agar tujuan yang telah ditetapkan tersebut dapat dicapai (Abdul Wahab, 2001). Dalam kenyataannya, kebijakan publik itu mengandung risiko untuk mengalami kegagalan. Hogwood dan Gunn (1986), mengelompokkan kegagalan implementasi kebijakan tersebut dalam dua kategori, yaitu: non implementation (tidak dapat diimplementasikan) dan unsuccessful implementation (implementasi yang kurang berhasil). Sebagai contoh suatu kebijakan yang dikategorikan sebagai kebijakan yang non implementation adalah kebijakan Menteri Keuangan yang mengenakan pajak 5% untuk penukaran rupiah ke US $, yang ternyata tiga hari kemudian kebijakan tersebut dicabut kembali. Sedangkan contoh kebijakan yang dikategorikan unsuccessful implementation adalah implementasi kebijakan pemungutan

21 33 34 retribusi pesawat TV (televisi), yang pelaksanaannya tersendat-sendat. Secara umum, tugas implementasi adalah mengembangkan suatu struktur hubungan antara tujuan kebijakan publik yang telah ditetapkan dengan tindakan-tindakan pemerintah untuk merealisasikan tujuan-tujuan tersebut yang berupa hasil kebijakan (policy outcomes). Untuk ini perlu diciptakan suatu sistem, yang diharapkan melalui sistem ini, tujuan kebijakan dapat direalisasikan, yaitu dengan cara menterjemahkan tujuan kebijakan yang luas itu ke dalam program-program kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan kebijakan. Dengan demikian, untuk mencapai tujuan kebijakan perlu diciptakan berbagai macam program. Oleh karena itu, suatu studi tentang proses implementasi kebijakan akan meliputi pengkajian dan analisis terhadap program-program kegiatan yang dirancang sebagai sarana untuk mencapai tujuantujuan kebijakan. 2. Monitoring Kebijakan Publik Seperti telah diuraikan pada Bab III, monitoring adalah proses kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan yang meliputi keterkaitan antara implementasi dan hasil-hasilnya (outcomes) (Hogwood and Gunn, 1989). Monitoring bukan sekedar pengumpulan informasi, karena monitoring memerlukan adanya keputusan-keputusan, tentang tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan, apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan dari yang telah ditentukan (Hogwood and Gunn, 1989). William N.Dunn (1994), menjelaskan bahwa monitoring mempunyai beberapa tujuan, yaitu: a. Compliance (kesesuaian/kepatuhan). Menentukan apakah implementasi kebijakan tersebut sesuai dengan standard dan prosedur yang telah ditentukan. Misalnya, dalam INPRES Desa Tertinggal (IDT), setiap desa menerima dana IDT sebesar Rp ,00 (standard). Monitoring adalah untuk mengetahui, apakah yang diserahkan benar-benar Rp ,00 per desa. b. Auditing (pemeriksaan). Menentukan apakah sumber-sumber pelayanan kepada kelompok sasaran (target groups) memang benar-benar sampai kepada mereka. Misalnya, untuk menentukan apakah dana IDT sebesar Rp ,00 itu benar-benar sampai ke kelompok sasaran, yaitu kelompok-kelompok masyarakat miskin. c. Accounting (Akuntansi). Menentukan perubahan sosial dan ekonomi apa saja yang terjadi setelah implementasi sejumlah kebijakan publik dari waktu ke waktu. Sebagai contoh, untuk menentukan apakah setelah menerima dana IDT sebesar Rp ,00 benar-benar ada perubahan kondisi sosial dan ekonomi dari kelompok sasaran, atau dengan kata lain mereka yang tadinya miskin, sekarang tidak miskin lagi. d. Explanation (Penjelasan) Menjelaskan mengapa hasil-hasil kebijakan publik berbeda dengan tujuan kebijakan publik. Sebagai contoh, misalnya menjelaskan mengapa setelah menerima dana IDT sebesar Rp ,00, masyarakat

22 35 36 miskin tidak berkurang, atau mengapa dana IDT tersebut yang mestinya digulirkan ke kelompok lainnya, ternyata tidak dapat digulirkan.. 3. Evaluasi Kebijakan Publik David Mackmias, seperti dikutip oleh Howlett and Ramesh (1995), mendefinisikan evaluasi kebijakan sebagai : suatu pengkajian secara sistematik dan empiris terhadap akibatakibat dari suatu kebijakan dan program pemerintah yang sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut. Kesulitan dalam evaluasi kebijakan, antara lain adalah tujuantujuan dalam kebijakan publik jarang di. lakukan (ditulis) secara cukup jelas, dalam arti seberapa jauh tujuan-tujuan kebijakan publik itu harus dicapai. Pengembangan ukuran-ukuran yang tepat dan dapat diterima semua pihak sangat sulit dilakukan (Howlett dan Ramesh, 1995). Selain daripada itu, evaluasi kebijakan, seperti pada tahap-tahap lainnya dalam proses kebijakan, merupakan kegiatan politis. Evaluasi kebijakan selalu melibatkan para birokrat (pejabat pemerintah), para politisi, dan juga seringkali melibatkan pihakpihak di luar pemerintah (Howlett and Ramesh, 1995). Samodera Wibawa, et al (1994), mengemukakan bahwa evaluasi kebijakan merupakan aktivitas ilmiah yang perlu dilakukan oleh para pembuat kebijakan di dalam tubuh birokrasi pemerintah. Di tangan para aktor kebijakan ini, evaluasi memiliki fungsi yang sangat penting, yaitu memberikan masukan untuk penyempurnaan suatu kebijakan. Dengan melakukan evaluasi, pemerintah dapat meningkatkan efektivitas program-program mereka, sehingga meningkatkan pula kepuasan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Seperti diuraikan di muka, evaluasi merupakan proses politik. Evaluasi kebijakan pada dasarnya harus dapat menjelaskan seberapa jauh kebijakan dan implementasinya telah dapat mencapai tujuan. Hanya saja, hal ini bukan merupakan hal yang mudah: Mengidentifikasi tujuan yang benar-benar ingin dicapai, bukanlah tugas yang mudah. Banyak kebijakan/program yang mempunyai tujuan yang sangat luas, dan oleh karenanya terasa tak mungkin tercapai. Akibatnya evaluator tidak dapat membuat indikator efektivitas kebijakan/program tersebut. Mengapa suatu kebijakan/program mempunyai tujuan yang kabur? Hal ini terjadi karena kebijakan adalah produk politik, yang mengakomodasikan beraneka ragam kepentingan. Ada banyak tujuan formal dan diumumkan kepada masyarakat, tetapi tujuan yang sesungguhnya tidak dapat diketahui (Samodera Wibawa, et al, 1994). Selain daripada itu, seringkali tidak disadari bahwa yang biasa disebut evaluasi oleh birokrasi pemerintah, sebenarnya bukan evaluasi dalam arti yang benar. Para pejabat evaluator sering tidak bersungguh-sungguh dalam menilai apakah kebijakan yang mereka evaluasi itu efektif atau tidak. Hal ini terjadi karena yang mengevaluasi adalah pejabat pemerintah. Mereka mempunyai kepentingan untuk menunjukkan bahwa kebijakan program telah berjalan dengan, baik. (Samodera. Wibawa, et al, 1994). Akibatnya, misalnya suatu instansi pemerintah melakukan evaluasi kebijakan, tetapi dalam kenyataannya hasilnya jarang dipublikasikan, sehingga masyarakat sulit mengetahui hasil evaluasi kebijakan. Howlett dan Ramesh (1995), mengemukakan tentang beberapa bentuk evaluasi kebijakan, yaitu:

23 37 38 a. Administrative Evaluation (Evaluasi Administratif). Evaluasi administratif pada umumnya dibatasi pada pengkajian tentang efisiensi penyampaian pelayanan pemerintah dan penentuan, apakah penggunaan dana oleh pemerintah sesuai dengan tujuan yang telah dicapai. Ada beberapa bentuk evaluasi administratif (Howlett and Ramesh, 1995), yaitu: 1) Effort Evaluation. Effort evaluation bertujuan untuk mengukur kuantitas inputs (masukan) program, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan. Inputs itu adalah personil, ruang kantor, komunikasi, transportasi, dan lain-lain, yang dihitung berdasarkan biaya yang digunakan. 2) Performance Evaluation. Performance evaluation mengkaji outputs program. Contoh, outputs rumah sakit : tempat tidur yang tersedia, jumlah pasien. 3) Effectiveness Evaluation. Effectiveness evaluation bertujuan untuk menilai apakah program telah dilaksanakan, kemudian diadakan perbandingan kesesuaian antara pelaksanaan program dengan tujuan kebijakan. 4) Process Evaluation. Process evaluation mengkaji peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur operasi organisasi yang digunakan dalam penyampaian program. B. Latihan b. Judicial Evaluation (Evaluasi Yudisial). Evaluasi yudisial mengadakan pengkajian apakah kebijakan yang dibuat pemerintah telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, apakah tidak melanggar HAM dan hakhak individu. c. Political Evaluation (Evaluasi Politis). Evaluasi politis masuk dalam proses kebijakan hanya pada waktu-waktu tertentu. Misalnya, pemilihan umum. Untuk lebih memantapkan pengertian Anda tentang Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi Kebijakan Publik, cobalah latihan di bawah ini. 1. Jelaskan tentang pentingnya implementasi kebijakan publik. 2. Jelaskan tentang kebijakan. 3. Jelaskan tentang implementation Gap. 4. Jelaskan tentang kebijakan yang tidak dapat diimplementasikan (non implementation) dan berikan contohnya. 5. Jelaskan tentang kebijakan yang implementasinya kurang berhasil (unsuccessful implementtation) dan berikan contohnya 6. Jelaskan pengertian monitoring kebijakan. 7. Jelaskan empat tujuan monitoring kebijakan. 8. Jelaskan pengertian evaluasi kebijakan. 9. Jelaskan kesulitan dalam evaluasi kebijakan. 10.Jelaskan, mengapa evaluasi dikatakan merupakan proses tentang bentuk-bentuk evaluasi kebijakan.

24 39 40 Apabila Anda belum mampu menjawab latihan tersebut di atas, maka pelajari kembali kegiatan pembelajaran tentang Implementasi, Monitoring, dan Evaluasi Kebijakan Publik, terutama yang belum Anda pahami. C. Rangkuman Implementasi kebijakan merupakan aspek penting dari keseluruhan proses kebijakan, akan tetapi baru beberapa dasa warsa terakhir ini mendapat perhatian dari para ilmuwan sosial. Akibat kurangnya perhatian pada implementasi kebijakan ini menimbulkan adanya implementation gap, yaitu kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang diharapkan dengan apa yang senyatanya dicapai. Kebijakan publik mengandung resiko untuk mengalami kegagalan. Kegagalan ini dikategorikan menjadi dua, yaitu non implementation dan unsuccessful implementation. Tugas implementasi adalah mengembangkan suatu struktur hubungan antara tujuan kebijakan dengan tindakan pemerintah untuk merealisasikan tujuan-tujuan kebijakan. Monitoring kebijakan merupakan kegiatan pengawasan terhadap implementasi kebijakan. Ada empat tujuan monitoring, yaitu : Compliance (kesesuaian/kepatuhan), Auditing (pemeriksaan), Accounting (akuntansi), dan Explanation (penjelasan). Evaluasi kebijakan adalah suatu pengkajian secara sistematik dan empiris terhadap akibat-akibat dari suatu kebijakan dan program pemerintah yang sedang berjalan dan kesesuaiannya dengan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan tersebut. Evaluasi kebijakan, seperti tahap-tahap lain dalam proses kebijakan, merupakan proses politik, yang melibatkan para birokrat, politisi dan fihak-fihak di luar pemerintah. Evaluasi merupakan kegiatan yang sulit, karena tujuan kebijakan itu sendiri sering dirumuskan secara luas, sehingga sulit menyusun indikator-indikatornya. Ada beberapa bentuk evaluasi kebijakan, yaitu Evaluasi Administratif, Evaluasi Yudisial dan Evaluasi Politis.

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB

KEBIJAKAN PUBLIK. Kebijakan Pangan TIP FTP UB KEBIJAKAN PUBLIK Kebijakan Pangan TIP FTP UB PENGERTIAN, JENIS-JENIS, DAN TINGKAT-TINGKAT KEBIJAKAN PUBLIK 1. Pengertian Kebijakan Publik a. Thomas R. Dye Kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah

Lebih terperinci

HUKUM & KEBIJAKAN PUBLIK

HUKUM & KEBIJAKAN PUBLIK HUKUM & KEBIJAKAN PUBLIK (Prof. Dr. JAMAL WIWOHO, SH.MHum) 6/22/2012 www.jamalwiwoho.com PENGERTIAN KEBIJAKAN PUBLIK THOMAS R. DYE: Public Policy is whatever to government choose to do or not to do JAMES

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Publik

Analisis Kebijakan Publik Analisis Publik ASROPI, SIP, MSi asropimsi@yahoo.com Pusat Kajian Manajemen Lembaga Administrasi Negara 2010 Bahan Ajar Diklat Kepemimpinan Tingkat III Pengertian Publik (policy) Policy means plan of action,

Lebih terperinci

TPU/ KOMPETENSI DASAR

TPU/ KOMPETENSI DASAR TPU/ KOMPETENSI DASAR SETELAH MENGIKUTI PEMBELAJARAN INI PESERTA MAMPU MENJELASKAN PENGERTIAN, KONSEP POKOK, METODE ANALISIS & APLIKASI KEBIJAKAN PUBLIK SERTA PERAN INFORMASI DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Monitoring dan Evaluasi (M&E) Magister Ilmu Pemerintahan Universitas MuhammadiyahYogyakarta 2012

Monitoring dan Evaluasi (M&E) Magister Ilmu Pemerintahan Universitas MuhammadiyahYogyakarta 2012 Monitoring dan Evaluasi (M&E) Magister Ilmu Pemerintahan Universitas MuhammadiyahYogyakarta 2012 Pengantar Monitoring dan evaluasi (M&E) secara luas diakui sebagai suatu elemen yang krusial dalam pengelolaan

Lebih terperinci

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR

BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR BULETIN ORGANISASI DAN APARATUR I. Pendahuluan Banyaknya kebijakan yang tidak sinkron, tumpang tindih serta overlapping masih jadi permasalahan negara ini yang entah sampai kapan bisa diatasi. Dan ketika

Lebih terperinci

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III

MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN III Drs. M. Jani Ladi Drs. Emma Rahmawiati, M.Si Drs. Wahyu Hadi KSH, MM Lembaga Administrasi Negara - Republik Indonesia 2006 Hak Cipta Pada : Lembaga

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perjalanan otonomi daerah di Indonesia merupakan isu menarik untuk diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di kalangan birokrat, politisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah

BAB I PENDAHULUAN. orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintahan didalam suatu negara merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kebijakan Publik 1. Konsep Kebijakan Publik Menurut Thomas Dye dalam Subarsono (2013: 2), kebijakan publik adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diikuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah yang sedang bergulir merupakan bagian dari adanya reformasi atas kehidupan bangsa yang telah ditetapkan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengawasan Pengawasan merupakan bagian terpenting dalam praktik pencapaian evektifitas di Indonesia. Adapun fungsi dari pengawasan adalah melakukan evaluasi dan memberikan rekomendasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEWIDYAISWARAAN SUBSTANSI DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT III LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

Lebih terperinci

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1 Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi SKPD Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah otonomi daerah

Lebih terperinci

METODE REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) UNTUK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

METODE REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) UNTUK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN METODE REGULATORY IMPACT ASSESSMENT (RIA) UNTUK IMPLEMENTASI KEBIJAKAN Nuri Andarwulan SEAFAST Center, IPB Southeast Asian Food & Agr. Sci & Tech Center Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB 23 Oktober

Lebih terperinci

Batasan dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik

Batasan dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik Kuliah 3 Batasan dan Ruang Lingkup Kebijakan Publik Marlan Hutahaean 1 Batasan Kebijakan dan Kebijakan Publik. Ragam Istilah Kebijakan - Graycar menyebutkan 4 penggunaan istilah kebijakan : 1) kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi,

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu SDM harus dibina dengan baik agar terjadi peningkatan efesiensi, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, dengan adanya perubahan yang begitu cepat, suatu organisasi atau lembaga institusi dituntut untuk mengadakan penyesuaian-penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi

BAB I. PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara administrasi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Birokrasi merupakan instrumen untuk bekerjanya suatu administrasi, dimana birokrasi bekerja berdasarkan pembagian kerja, hirarki kewenangan, impersonalitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi oleh kota-kota yang sedang berkembang. Salah satu fungsi

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi oleh kota-kota yang sedang berkembang. Salah satu fungsi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan pendudukan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi berkembangnya suatu perkotaan. Kecenderungan meningkatnya jumlah penduduk di daerah perkotaan disebabkan

Lebih terperinci

UTAMI DEWI IAN UNY 2013 Week 1

UTAMI DEWI IAN UNY 2013 Week 1 UTAMI DEWI IAN UNY 2013 Week 1 Utami.dewi@uny.ac.id A. Kebijakan sebagai Keputusan (pilihan) 1. Menurut Thomas R Dye Public policy is whatever governments choose to do or not to do Definisi ini memiliki

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEWIDYAISWARAAN SUBSTANSI DIKLAT KEPEMIMPINAN TINGKAT IV LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa :

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Anggaran Pendapatan 2.1.1.1 Pengertian Anggaran Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2004:62) menyatakan bahwa : Anggaran Publik

Lebih terperinci

Kuliah-1 KONSEP DASAR ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK. 3/7/2016 Marlan Hutahaean

Kuliah-1 KONSEP DASAR ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK. 3/7/2016 Marlan Hutahaean Kuliah-1 KONSEP DASAR ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK 1 KNOWLEDGE POLICY - ACTION SCIENTIFIC RESEARCH SCIENTIFIC INFORMATION POLICY ANALYSIS POLICY ACTION POLICY INFORMATION 2 Rational Policy Making Process

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 INDIKATOR

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 INDIKATOR MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA : LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA I PROGRAM DUKUNGAN MANAJEMEN DAN PELAKSANAAN TUGAS TEKNIS LAINNYA LAN SASARAN Meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah

I. PENDAHULUAN. kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Era reformasi saat ini telah menghantarkan bangsa Indonesia memasuki suasana kehidupan baru yang penuh harapan akan terjadinya berbagai langkah-langkah perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan telah semakin luas.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan telah semakin luas. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi saat ini begitu pesat dan telah semakin luas. Penggunaan teknologi yang tidak hanya terbatas pada bidang bisnis dan perdagangan tetapi lebih

Lebih terperinci

isu kebijakan dan dinamikanya. Kemudian pada bagian kedua kita akan Isu kebijakan publik sangat penting dibahas untuk membedakan istilah

isu kebijakan dan dinamikanya. Kemudian pada bagian kedua kita akan Isu kebijakan publik sangat penting dibahas untuk membedakan istilah 4 Isu Kebijakan Publik A. Pendahuluan Pada bagian ini, anda akan mempelajari konsep isu kebijakan publik dan dinamikanya dalam pembuatan kebijakan. Untuk itu, kita akan membagi uraian ini menjadi tiga

Lebih terperinci

POLICY & PUBLIC POLICY ( KONSEP DASAR & PENGERTIAN )

POLICY & PUBLIC POLICY ( KONSEP DASAR & PENGERTIAN ) ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN ( MIKM UNDIP ) POLICY & PUBLIC POLICY ( KONSEP DASAR & PENGERTIAN ) Dra. AYUN SRIATMI, M.Kes Ongkos transportasi naik? Pembatasan energi tertentu? Barang barang konsumsi lenyap?

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di indonesia semakin pesat dan banyak membawa perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan adanya

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012

RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 RENCANA KINERJA TAHUNAN SEKRETARIAT JENDERAL TAHUN 2012 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN 2011 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK. Mada Sutapa *) Abstract

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK. Mada Sutapa *) Abstract KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Mada Sutapa *) Abstract In the context of public goods, education is publicly owned goods and services, which the public has a right to get education

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK

KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK KEBIJAKAN PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF KEBIJAKAN PUBLIK Mada Sutapa *) Abstract In the context of public goods, education is publicly owned goods and services, which the public has a right to get education

Lebih terperinci

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN Oleh : NAMA : HASIS SARTONO, S.Kom NIP : 19782911 200312 1 010

Lebih terperinci

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA

B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA B.IV TEKNIK PENGUKURAN KINERJA DI LINGKUNGAN DEPARTEMEN AGAMA DEPARTEMEN AGAMA RI SEKRETARIAT JENDERAL BIRO ORGANISASI DAN TATALAKSANA TAHUN 2006 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. paradigma administrasi negara atas; (a) dikotomi politik administrasi, (b) paradigma

BAB 1 PENDAHULUAN. paradigma administrasi negara atas; (a) dikotomi politik administrasi, (b) paradigma 4 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan paradigma studi ilmu administrasi negara sangat cepat dan mengikuti perubahan lingkungan yang mempengaruhinya. Seperti studi yang sistematis yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. misi pembangunan Kabupaten Natuna Tahun , sebagai upaya yang BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Kabupaten Natuna Visi Kabupaten Natuna adalah Menuju Natuna yang Sejahtera, Merata dan Seimbang. Sesuai dengan visi tersebut, maka ditetapkan pula misi pembangunan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA BADAN PENDAPATAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. pencegahan (preventif) untuk meningkatkan kualitas hidup serta memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini masalah kesehatan telah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat. Dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat, maka semakin meningkat pula tuntutan masyarakat

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada hakekatnya pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil makmur materiil dan spiritual yang merata di seluruh wilayah tanah air

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG

Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Bab I Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang tepat, jelas, terukur dan akuntabel merupakan sebuah keharusan yang perlu dilaksanakan dalam usaha mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Kebijakan 2.1.1 Pengertian Analisis Bernadus Luankali dalam bukunya Analisis Kebijakan Publik dalam Proses Pengambilan Keputusan mengungkapkan bahwa analisis didefinisikan

Lebih terperinci

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik

Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Kerangka Tata Pemerintahan Yang Baik Keuangan desa adalah barang publik (public goods) yang sangat langka dan terbatas, tetapi uang sangat dibutuhkan untuk membiayai banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula..

BAB I PENDAHULUAN. di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat. kualitas sumber daya manusia yang tinggi pula.. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan di era globalisasi dan dengan kemajuan teknologi yang sangat pesat di berbagai bidang memerlukan tenaga yang berkualitas, yaitu manusia yang dapat bersaing

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016

PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA SOLOK LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH (BAPPEDA) KOTA SOLOK 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Organisasi pada dasarnya merupakan wadah atau sarana untuk bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam melaksanakan pembangunan nasional telah ditempuh berbagai upaya perbaikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional identik dengan pembangunan daerah karena pembangunan nasional pada dasarnya dilaksanakan di daerah. Sejak beberapa tahun terakhir ini, di dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BKD KABUPATEN GRESIK 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kesuksesan sebuah penyelenggaraan tugas pemerintahan, terutama pada penyelenggaraan pelayanan public kepada masyarakat sangat tergantung pada kualitas SDM Aparatur.

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL KEPUTUSAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 193/XIII/10/6/2001 TENTANG PEDOMAN UMUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN JABATAN PEGAWAI NEGERI SIPIL KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH TAHUN ANGGARAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH TAHUN ANGGARAN RENCANA KINERJA TAHUNAN PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH TAHUN ANGGARAN 2016 2016 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanggungjawaban Renstra kepada masyarakat dapat dilihat dari dua jalur utama, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan pemerintahan daerah, termasuk didalamnya pengelolaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS BAB 2 TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan Teroretis 2.1.1 Organisasi sektor publik Organisasi sering dipahami sebagai kelompok orang yang berkumpul dan bekerja sama dengan cara yang terstruktur untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Anggaran Perencanaan merupakan perumusan awal segala sesuatu yang akan dicapai. Perencanaan melibatkan evaluasi mendalam dan cermat serangkaian tindakan terpilih dan penetapan

Lebih terperinci

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance)

sehingga benar-benar dapat diwujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good governance) BAB II RENCANA STRATEGIS A. RENCANA STRATEGIS 1. VISI Tantangan birokrasi pemerintahan masa depan meliputi berbagai aspek, baik dalam negeri maupun manca negara yang bersifat alamiah maupun sosial budaya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat BAB I PENDAHULUAN I.7 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) bertujuan sebagai salah satu syarat dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak diberlakukannya otonomi daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami perubahan yaitu reformasi penganggaran.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Orde Baru yang menghendaki tegaknya supremasi hukum, demokratisasi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Orde Baru yang menghendaki tegaknya supremasi hukum, demokratisasi dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era Orde baru yang berlangsung lebih dari tiga dasawarsa telah berlalu, dan kini berada pada suatu era yang disebut era reformasi, yaitu suatu era pengganti era Orde

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks. Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks. Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Implementasi Menurut Nurdin Usman dalam bukunya yang berjudul Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan

Lebih terperinci

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG

EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG EVALUASI KEBIJAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI SMA NEGERI 1 AMPIBABO KECAMATAN AMPIBABO KABUPATEN PARIGI MOUTONG Rifka S. Akibu Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN INSPEKTORAT KABUPATEN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANYUASIN INSPEKTORAT KABUPATEN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak diundangkannya Peraturan Daerah Kabupaten Banyuasin Nomor 30 Tahun 2005 tanggal 16 Nopember 2005, maka Nomenklatur Badan Pengawas Daerah Kabupaten Banyuasin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia pada saat ini sedang berada dalam masa transisi menuju sistem pelayanan kesehatan universal. Pasal 28 H (1) dan Pasal 34 (3) Amandemen IV UUD 1945

Lebih terperinci

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH

BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH BAB V PERTANGGUNGJAWABAN LURAH Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu : Bentuk Laporan Pertanggungjawaban Kepala Desa : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan (selama 100 menit) Tujuan : Praja dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkat pesatnya kegiatan pembangunan serta laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, mendorong kebutuhan atas tanah yang terus meningkat, sementara luas tanah yang ada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi 2.1.1 Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Kebijakan Publik Sangat banyak definisi mengenai apa yang disebut dengan kebijakan publik, pada setiap definisi memiliki penekanan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN PENGADILAN NEGERI

RENCANA KERJA TAHUNAN PENGADILAN NEGERI RENCANA KERJA TAHUNAN PENGADILAN NEGERI MUARA TEWEH TAHUN ANGGARAN 2017 Jl. Yetro Sinseng No. 08 Muara Teweh Email : pnmuarataweh1@gmail.com Website : www.pn-muarateweh.go.id K A T A P E N G A N T A R

Lebih terperinci

Lembaga Administrasi Negara 2014

Lembaga Administrasi Negara 2014 Lembaga Administrasi Negara 2014 Mengapa perlu Analis kebijakan General norm Recent condition Pengertian Tujuan Langkah2 analisis Permenpan tg JF AK Frekwensi munculnya kebijakan sangat tinggi Kontroversi

Lebih terperinci

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada

BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK. hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi tergantung pada 11 BAB II KINERJA SEKTOR PUBLIK 2.1. SEKTOR PUBLIK 2.1.1. Organisasi Sektor Publik Setiap organisasi pasti mempunyai tujuan spesifik dan unik yang hendak dicapai. Tujuan tiap-tiap organisasi sangat bervariasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan

BAB I PENDAHULUAN. mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011

KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR /2033 TAHUN 2011 KEPUTUSAN KEPALA BAPPEDA KABUPATEN BLORA NOMOR 050.07/2033 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN 2010-2015 Bappeda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, melindungi kehidupan bangsa serta mampu mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, melindungi kehidupan bangsa serta mampu mencukupi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan Nasional Indonesia, seperti yang tercantum dalam GBHN bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah

I. PENDAHULUAN. Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Akuntabilitas kinerja organisasi sektor publik, khususnya organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah serta perusahaan milik pemerintah dan organisasi sektor publik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Kesimpulan Umum Proses pengembangan SDM Aparatur di dinas Provinsi Jawa Barat belum optimal, karena dari 4 fase yang harus dilakukan hanya fase mendiagnosa kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Anggaran Organisasi Sektor Publik Bahtiar, Muchlis dan Iskandar (2009) mendefinisikan anggaran adalah satu rencana kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah segenap kemampuan sumber daya dan potensi yang ada di daerah harus dimanfaatkan sebesar-besarnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia telah memasuki masa pemulihan akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan. Seluruh pihak termasuk pemerintah sendiri mencoba mengatasi hal ini dengan

Lebih terperinci

Administrasi bagi Pembangunan: Manajemen Pembangunan

Administrasi bagi Pembangunan: Manajemen Pembangunan Administrasi bagi Pembangunan: Manajemen Pembangunan Titik Djumiarti Pengantar Administrasi Pembangunan memiliki 2 sisi yaitu: q Pembangunan Administrasi (Penyempurnaan Administrasi) q Administrasi Pembangunan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Akreditasi. Pelatihan. Swasta. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Akreditasi. Pelatihan. Swasta. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan. No.34, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA. Akreditasi. Pelatihan. Swasta. Penyelenggaraan. Pedoman. Pencabutan. PERATURAN KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. (government) menjadi kepemerintahan (governance). Pergeseran tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan gagasan yang terjadi di berbagai negara, peranan negara dan pemerintah bergeser dari peran sebagai pemerintah (government) menjadi kepemerintahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Kebijakan Publik Kebijakan publik berasal dari kata kebijakan dan publik. Menurut M. Irfan Islamy, kebijakan publik (public policy) adalah Serangkaian tindakan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 35 TAHUN 2010 TENTANG PENJABARAN TUGAS DAN FUNGSI KANTOR PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BANYUMAS,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001, pemerintah daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PENYELENGGARAAN PERIZINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang

BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA. Daerah. Reformasi tersebut direalisasikan dengan ditetapkannya Undang 10 BAB II SISTEM PEMERINTAH DAERAH & PENGUKURAN KINERJA Semenjak krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia, Pemerintah Indonesia melakukan reformasi di bidang Pemerintahan Daerah dan Pengelolaan Keuangan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014, pencapaian tujuan pembangunan nasional diprioritaskan untuk terwujudnya Indonesia

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013

EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 Evaluasi Pelaksanaan Renja Tahun 2013 2.1 BAB 2 EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 2.1. EVALUASI PELAKSANAAN RENJA TAHUN 2013 DAN CAPAIAN RENSTRA SAMPAI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terselenggaranya good governance merupakan prasyarat bagi setiap pemerintahan untuk mewujudkan aspirasi masyarakat dan tuntutan masyarakat dalam rangka mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan menjaga mutu layanan yang dihasilkan oleh suatu instansi. Perkembangan teknologi juga semakin pesat, di samping

BAB I PENDAHULUAN. dan menjaga mutu layanan yang dihasilkan oleh suatu instansi. Perkembangan teknologi juga semakin pesat, di samping BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan masyarakat, taraf hidup, pengetahuan, dan teknologi telah menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam pemilihan barang dan jasa yang ditawarkan, sehingga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada saat ini perkembangan akuntansi sektor publik, khususnya di Indonesia semakin pesat dengan adanya era baru dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai

I. PENDAHULUAN. yang terdapat dalam organisasi tersebut. Keberhasilan untuk mencapai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suatu organisasi didirikan karena mempunyai tujuan yang ingin dicapai. Dalam mencapai tujuannya setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku dan sikap orangorang

Lebih terperinci