PILIHAN HUKUM PENGURUSAN/ PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PILIHAN HUKUM PENGURUSAN/ PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT"

Transkripsi

1 PILIHAN HUKUM PENGURUSAN/ PENGELOLAAN HUTAN OLEH MASYARAKAT ADAT Oleh: Rikardo Simarmata Disampaikan pada Diskusi Reguler WG-Tenure, 20 Juli 2006 Pengertian Istilah Pilihan hukum (legal option, policy option) adalah memilih berbagai peluang yang disediakan oleh hukum negara (state law). Hukum adalah peraturan perundang-undangan undangan dan peraturan kebijakan (policy rule, beleidregel) Pengurusan hutan mencakup kegiatan perencanaan hutan, pengelolaan hutan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pelatihan, penyuluhan kehutanan serta pengawasan (ps 10 ayat 2 UUK) Perencanaan hutan mencakup kegiatan: inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan (ps 12 UUK) Pengelolaan hutan mencakup kegiatan: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, dan perlindungan hutan dan konservasi alam (ps 21 UUK) 1

2 Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (1) UUK menggunakan sekaligus istilah masyarakat hukum adat dan istilah masyarakat setempat. UUK tdk membuat defenisi mengenai masyarakat setempat (tetapi ada dalam peraturan pelaksananya), sementara untuk mengukur keberadaan masyarakat hukum adat ditentukan 5 unsur. Namun, masyarakat hukum adat terkadang diartikan sebagai bagian dari masyarakat setempat (ps.. 17 ayat 2) UUK tidak merumuskan pengertian masyarakat hukum adat (tidak seperti UU No. 7/2004 ttg SD Air) Mengakui masyarakat hukum adat sebagai subyek atau pemangku hak. Juga mengakui hak perseorangan anggota masyarakat adat atas hutan. Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (2) Sebagai pemangku hak,, UUK mengakui kenyataan penguasaan hutan oleh masyarakat adat (hutan ulayat, hutan marga). Namun penguasaan ini terkena pembatasan- pembatasan dari: : (1) konsep HMN; dan (2) pencapaian tujuan UUK (makalah( MS Kaban, Juni 2005) Konsep dan pertimbangan2 di atas mempengaruhi bentuk dan substansi pengakuan UUK terhadap hak masyarakat hukum adat atas hutan. 2

3 Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (3) Bentuk dan substansi pengakuan UUK terhadap hak masyarakat hukum adat atas hutan sebenarnya meneruskan tradisi UUPA, yakni bersyarat: sepanjang masih ada, diakui keberadaanya dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional. Menurut Soemardjono (2005), bedanya UUPA dengan UUK adalah dalam hal pengakuan status hutan adat. Jika UUPA membagi tanah ke dalam tanah negara, tanah hak dan tanah ulayat, maka UUK membagi ke dalam hanya 2, yakni hutan negara dan hutan hak dengan memasukkan hutan adat ke dalam cakupan hutan negara. Masyarakat (Hukum) Adat di Mata UUK (4) Sebagai pemangku hak, di dalam kawasan hutan adat, masyarakat hukum adat memiliki sejumlah hak, yakni: memungut hasil hutan, mengelola hutan berdasarkan hukum adat dan mendapatkan pemberdayaan (ps 67 ayat 1). Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan keberadaan masyarakat hukum adat diatur dalam PP tersendiri. Sambil menunggu diberlakukannya PP tersebut saat ini ada pedoman dalam Surat Edaran Menhut No. S.75/Menhut II/2004 perihal Masalah Hukum Adat dan Tuntutan Kompensasi/Ganti Rugi oleh Masyarakat Hukum Adat. 3

4 Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan di Luar Skema Hutan Adat Jika masyarakat hukum adat bukan seperti kategori yang harus memenuhi 5 unsur dan diakui keberadaannya oleh Perda Propinsi, maka masyarakat hukum adat dapat memiliki hak atas hutan melalui skema: 1. KDTK (ps( 34 UUK) 2. Hutan Desa, HKm dan Hutan Hak (Penjelasan ps 5 ayat 1 UUK) 3. Pemberdayaan masyarakat setempat (ps 51 ayat 1 PP 34/2002) Tapi skema-skema di atas mengajukan tantangan kepada hak milik bersama (communal rights) karena justru lebih memungkinkan hak perseorangan (individual rights). Kendala Kongkrit Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan (1) Pengakuan bersyarat yg sekarang sudah dikonstitusionalkan lewat amandemen kedua UUD Hanya syarat: : sepanjang masih ada yang memiliki aturan mengenai bagaimana membuktikan pemenuhannya. Bagaimana cara mengukur syarat: tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi? Pengakuan keberadaan didelegasikan kepada pemerintah daerah. 4

5 Kendala Kongkrit Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan (2) Penegasan bahwa pengakuan keberadaan (baik hak ulayat maupun masyarakat hukum adat) telah dilakukan lewat Peraturan Pelaksana dan Peraturan Kebijakan. Misalnya SE Menhut dan Permenag No. 5/1999. Namun fakta: : (1) sampai saat ini belum adat pemda yang mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan mengajukan penetapan hutan adat berdasarkan SE Menhut; dan (2) sejak tahun 1999, hanya dalam hitungan jari jumlah Pemda yang mengakui hak ulayat (Kampar, Lebak, Nunukan). Kendala Kongkrit Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat atas Hutan (3) Mengapa demikian? Kendala kongkritnya ada pada organisasi tata laksana kedinasan dan politik anggaran. Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri tidak merumuskan tupoksi berikut anggaran pembangunan yang memberikan kejalasan dinas/badan mana yang bertanggung jawab mengurusi pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dan hak ulayat. Departemen memiliki keuntungan dengan situasi ini karena bisa berdalih menunggu pengakuan keberadaan oleh pemda (kasus Propinsi Riau dan Jambi). 5

6 Situasi Dilematis Pemda Pemda yang memiliki niat baik atau terdesak oleh tekanan, untuk mengakui hak masyarakat adat atas hutan, menghadapi kendala dari segi dukungan kebijakan nasional. Situasi umum kebijakan nasional: pada level konstitusi,, Tap MPR dan UU mengakui, namun tersumbat di level peraturan pelaksana. Kendala kongkritnya: : (1) untuk skema hutan adat belum ada PP; (2) untuk skema lain belum ada peraturan pelaksana (hutan desa) dan lambatnya proses penetapan areal; ; (3) anggaran. Situasi dilematis Pemda: mempertahankan kepastian hukum dengan resiko menghadapi tekanan dari kelompok masyarakat atau menghadirkan kemanfaatan dan keadilan dengan resiko bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi? Dua Siasat di Daerah (1) 1. Menerobos Kelajiman Contoh: a) skema hutan adat tanpa didahului pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat b) skema di luar hutan adat (Perda HKm/KHm, Perda PSDABLM di Lampung Barat dan Perda Propinsi Sultra) 6

7 Dua Siasat di Daerah (2) 2. Menggunakan atau Menggabungkan dengan Pintu Lain Contoh: 1. Pengakuan Hak Ulayat (Lebak, Kampar, Nunukan). Hak ulayat termasuk meliputi kawasan hutan, namun di atasnya: berlaku peraturan kehutanan atau hukum adat. 2. Pengakuan Wilayah Adat (Tana Toraja, Kabupaten Luwu 3. Pengakuan Sistem Pemerintahan Lokal 4. Pengakuan Lembaga Adat Skema Peluang Pengakuan Hak Masyarakat Adat atas Hutan Peraturan Kehutanan Peraturan Pertanahan Peraturan Pemda& Lembaga Adat Kombinasi Hutan Adat Hutan Desa, HKm, Hutan Hak Hak Ulayat Pemerintahan Lokal dan Kewenangan Mengelola Harta Pengakuan Hak Ulayat, Lembaga Adat& Hutan Adat 7

8 Respon Pemerintah Pusat terhadap Terobosan Kebijakan Daerah 1. Peraturan Kehutanan: a) Meminta Mencabut (Perda Kubar) b) Membatalkan (Perda Wonosobo) c) Membiarkan (Perda Propinsi TNB, Perda Sumbawa,, SK Bupati Merangi dan Bungo-Jambi Jambi) d) Membuat Kebijakan Pendukung 2. Peraturan Pertanahan Membiarkan tanpa melakukan pemantauan dan evaluasi 3. Peraturan Pemerintah Daerah Membiarkan karena sejauh ini memang belum ada yang keluar dari batasan-batasan yang dibuat oleh Depdagri Rekomendasi Diperlukan kejelasan antara unsur/kriteria masyarakat hukum adat dan hak ulayat. Diperlukan kejelasan dan singkronisasi antar skema pengakuan, baik dari jalur peraturan kehutanan, peraturan pertanahan dan peraturan pemda. Diperlukan organisasi tata laksana kedinasan beserta tupoksi dan anggarannya yang ditujukan untuk melaksanakan kegiatan pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat. Agar departemen menghapuskan pendekatan positivistik dalam menanggapi terobosan kebijakan daerah. 8

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 LANGKAH STRATEGIS PENGELOLAAN HUTAN DAN MEKANISME PENETAPAN HUTAN ADAT PASCA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 disampaikan oleh: MENTERI KEHUTANAN Jakarta, 29 Agustus 2013 1. Pemohon KERANGKA PAPARAN

Lebih terperinci

ARGUMENTASI KRITIS USULAN PERUBAHAN UU KEHUTANAN

ARGUMENTASI KRITIS USULAN PERUBAHAN UU KEHUTANAN ARGUMENTASI KRITIS USULAN PERUBAHAN UU KEHUTANAN Oleh: Perkumpulan HuMa I. PENGANTAR 1.1. Kedudukan dan Fungsi Kajian ini merupakan salah satu dokumen yang dipersiapkan dalam rangka mengusulkan perubahan

Lebih terperinci

Peluang Hukum Keberadaan dan Perlindungan/Pengakuan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber daya Alam

Peluang Hukum Keberadaan dan Perlindungan/Pengakuan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber daya Alam Peluang Hukum Keberadaan dan Perlindungan/Pengakuan Masyarakat Adat dalam Pengelolaan Sumber daya Alam Mumu Muhajir Epistema Institute Rangkasbitung, 27 Maret 2013 Hubungan Masyarakat Adat dan Negara Kehadiran

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HAK-HAK DASAR MASYARAKAT ADAT DALAM PERATURAN PER-UU-AN NASIONAL:

PERLINDUNGAN HAK-HAK DASAR MASYARAKAT ADAT DALAM PERATURAN PER-UU-AN NASIONAL: Makalah ADVANCED TRAINING Hak-hak Masyarakat Adat (Indigenous Peoples' Rights) Bagi Dosen Pengajar HAM di Indonesia Yogyakarta, 21 24 Agustus 2007 PERLINDUNGAN HAK-HAK DASAR MASYARAKAT ADAT DALAM PERATURAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bentuk Pendaftaran Hak Ulayat Masyarakat

Lebih terperinci

Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat

Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat Peluang & Tantangan RPP Hutan Adat ANDIKO Koordinator Program Pembaruan Hukum Huma Disampaikan dalam Seminar Sehari dengan tema Menemukenali Pilihan-Pilihan Hukum Bagi Pengelolaan Hutan Lestari Berbasis

Lebih terperinci

SURAT EDARAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR S.75/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG

SURAT EDARAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR S.75/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG SURAT EDARAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR S.75/MENHUT-II/2004 TAHUN 2004 TENTANG SURAT EDARAN MASALAH HUKUM ADAT DAN TUNTUTAN KOMPENSASI/GANTI RUGI OLEH MASYARAKAT HUKUM ADAT Nomor : S.75/Menhut-II/2004 Jakarta,

Lebih terperinci

LAPORAN. Penelitian Individu

LAPORAN. Penelitian Individu LAPORAN Penelitian Individu Aspek Kelembagaan dalam Penyerahan Urusan Pemerintahan Bidang Pertanahan di Daerah Otonomi Khusus Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta Oleh: Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn. PUSAT

Lebih terperinci

: 1. Pasal 18 ayat 6 dan pasal 18 A ayat 1 UUD 1945 perubahan kedua tahun 2000;

: 1. Pasal 18 ayat 6 dan pasal 18 A ayat 1 UUD 1945 perubahan kedua tahun 2000; PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 27 TAHUN 2001 T E N T A N G PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATAKERJA DINAS KEHUTANAN KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

Lebih terperinci

Mengapa Undang-Undang Kehutanan Perlu Direvisi?

Mengapa Undang-Undang Kehutanan Perlu Direvisi? Kajian ini merupakan salah satu dokumen yang dipersiapkan dalam rangka mengusulkan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan). Dari segi tahapan, kajian ini dilahirkan

Lebih terperinci

Prespektif CBFM Sebagai Salah Satu Skema Utama Penerima Manfaat Pendanaan Karbon Untuk Penurunan Kemiskinan Dan Resolosi Konflik

Prespektif CBFM Sebagai Salah Satu Skema Utama Penerima Manfaat Pendanaan Karbon Untuk Penurunan Kemiskinan Dan Resolosi Konflik Prespektif CBFM Sebagai Salah Satu Skema Utama Penerima Manfaat Pendanaan Karbon Untuk Penurunan Kemiskinan Dan Resolosi Konflik Oleh Direktur Bina Perhutanan Sosial PEMAHAMAN HIRARKI PENGUASAAN ATAS TANAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

I. PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan

Lebih terperinci

SURAT KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 522.1/K.309/2001 T E N T A N G

SURAT KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 522.1/K.309/2001 T E N T A N G SURAT KEPUTUSAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR: 522.1/K.309/2001 T E N T A N G PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG KEHUTANAN KABUPATEN KUTAI BARAT BUPATI KUTAI BARAT Menimbang : a. Bahwa

Lebih terperinci

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN

DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN DATA DAN INFORMASI KEHUTANAN Pangkal Pinang 16-17 April 2014 BAGIAN DATA DAN INFORMASI BIRO PERENCANAAN KEMENHUT email: datin_rocan@dephut.go.id PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir. H. Isran

Lebih terperinci

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Disampaikan pada acara : Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Jakarta, 22

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.64/Menhut-II/2006 TENTANG PERUBAHAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang:

Lebih terperinci

Eksistensi Hutan Adat Dalam Pembangunan Kehutanan di Indonesia. Paska Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

Eksistensi Hutan Adat Dalam Pembangunan Kehutanan di Indonesia. Paska Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 Eksistensi Hutan Adat Dalam Pembangunan Kehutanan di Indonesia Paska Putusan MK No. 35/PUU-X/2012 Seminar Pembangunan Kehutanan Berkelanjutan Dalam Perspektif Tata Ruang Kupang, 2 Juli 2013 Suer Suryadi

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH

PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN PEMBANGUNAN DAN PENGELOLAAN KPH (Memperkuat KPH dalam Pengelolaan Hutan Lestari untuk Pembangunan Nasional / daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN

PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PEMERINTAH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 03 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 I. PEMOHON Yandril, S.Sos. dkk KUASA PEMOHON M. Luthfie Hakim. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 32

Lebih terperinci

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung

Peraturan Perundangan. Pasal 33 ayat 3 UUD Pasal 4 UU 41/1999 Tentang Kehutanan. Pasal 8 Keppres 32/1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung LAMPIRAN 129 130 Lampiran 1. Peraturan Perundanga Undangan Aspek Hak Kepemilikan Terhadap Kawasan HLGD Pemantapan dan Penetapan Peraturan Perundangan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 Pasal 4 UU 41/1999 Tentang

Lebih terperinci

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan

Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kementerian Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan ISSN: 2085-787X Volume 7 No. 2 Tahun 2013 Dampak Putusan MK No. 35/PUU-X/2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah pengelolaan hutan oleh masyarakat lokal Indonesia di beberapa tempat telah berlangsung sebelum legalitas hukum formal ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012

PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 PENYUSUNAN STRATEGI PERCEPATAN PENGAKUAN HUTAN ADAT PASCA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 Pusat Hukum dan Hubungan Masyarakat Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia 2013 Ketentuan yang dimohonkan Pengujian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir.

Lebih terperinci

LANGKAH STRATEGIS PASKA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 TENTANG PENGUKUHAN HUTAN ADAT

LANGKAH STRATEGIS PASKA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 TENTANG PENGUKUHAN HUTAN ADAT LANGKAH STRATEGIS PASKA TERBITNYA PUTUSAN MK NO. 35/PUU-X/2012 TENTANG PENGUKUHAN HUTAN ADAT disampaikan oleh: Kustanta Budi Prihatno DIREKTORAT PENGUKUHAN, PENATAGUNAAN DAN TENURIAL KAWASAN HUTAN Denpasar,

Lebih terperinci

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm) Oleh Agus Budhi Prasetyo Hutan Kemasyarakatan (HKm) menjadi salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan untuk menekan laju deforestasi di Indonesia dengan

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 35/PUU-X/2012 Tentang Tanah Hak ulayat Masyarakat Hukum Adat I. PEMOHON 1. IR. Abdon Nababan (Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara)........ Pemohon I.

Lebih terperinci

PENGUJIAN UU TERHADAP UUD. Riana Susmayanti, SH. MH

PENGUJIAN UU TERHADAP UUD. Riana Susmayanti, SH. MH PENGUJIAN UU TERHADAP UUD Riana Susmayanti, SH. MH PENGUJIAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Subyek yg melakukan pengujian a. Hakim (toetsingsrecht van de rechter / judicial review) b. Legislatif (legislative

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999

BAB III TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 BAB III TINJAUAN PUSTAKA A. Pengakuan Keberadaan Masyarakat Hukum Adat Menurut UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 Pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN. NOMOR : SK.421/Menhut-II/2006. Tentang FOKUS-FOKUS KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN. NOMOR : SK.421/Menhut-II/2006. Tentang FOKUS-FOKUS KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.421/Menhut-II/2006 Tentang FOKUS-FOKUS KEGIATAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN MENTERI KEHUTANAN Menimbang: 1. bahwa dalam rangka lebih

Lebih terperinci

Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Deregulasi Perizinan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Oleh : Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Hotel Aria Barito 5 November 2015 Pendahuluan: UU Nomor

Lebih terperinci

TATA GUNA TANAH TATA GUNA AGRARIA. WIDIYANTO, SP, MSi

TATA GUNA TANAH TATA GUNA AGRARIA. WIDIYANTO, SP, MSi TATA GUNA TANAH TATA GUNA AGRARIA WIDIYANTO, SP, MSi TATA GUNA TANAH VS TATA GUNA AGRARIA TATA GUNA AGRARIA TATA GUNA TANAH Tata Guna Tanah (land use planning) TATA GUNA AGRARIA Tata Guna Air (water use

Lebih terperinci

HAT hak menguasai negara

HAT hak menguasai negara HUKUM AGRARIA RH Hak atas tanah Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah diatur dalam Pasal 4 ayat 1 UUPA : Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

Perkembangan Penelitian Terpadu Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP

Perkembangan Penelitian Terpadu Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan dalam Revisi RTRWP SEJAK BERLAKUNYA UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya pasal 78, hampir semua provinsi di luar Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara mengajukan usulan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan

Lebih terperinci

Skema Gambaran Umum Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa Menurut Peraturan Menteri Beserta Perbandingan Terhadap Perubahan-Perubahannya

Skema Gambaran Umum Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa Menurut Peraturan Menteri Beserta Perbandingan Terhadap Perubahan-Perubahannya Skema Gambaran Umum Pengembangan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa Menurut Peraturan Beserta Perbandingan Terhadap Perubahan-Perubahannya Oleh Mutiono Mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas IPB

Lebih terperinci

KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT

KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT 1 KEBIJAKAN NASIONAL PENETAPAN TANAH ADAT/ULAYAT Direktur Tata Ruang dan Pertanahan BAPPENAS Disampaikan pada Lokakarya Realisasi Hak Atas Tanah dan Rumah di Daerah Tertinggal. Kerjasama Bappenas-UN Habitat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam konteks Indonesia, salah satu isu yang menarik untuk dibicarakan adalah mengenai pengakuan dan perlindungan hukum terhadap hak hak masyarakat hukum adat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal - usul, dan/atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENDATAAN, PERENCANAAN, DAN PENGELOLAAN TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IRIGASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi mempunyai peranan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka pergi. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. mereka pergi. Dalam sejarah peradaban umat manusia, tanah merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah adalah karunia dari Tuhan yang Maha Esa kepada umat manusia dimuka bumi. Tanah menjadi kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.32/Menlhk-Setjen/2015 TENTANG HUTAN HAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan

BIDANG KEHUTANAN. SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan BB. BIDANG KEHUTANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAHAN KABUPATEN OKU 1. Inventarisasi Hutan 2. Pengukuhan Produksi, Hutan Lindung, Kawasan Suaka Alam dan Penyelenggaraan inventarisasi hutan produksi

Lebih terperinci

PP Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN

PP Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN PP Nomor 24 Tahun 2010 Tentang Penggunaan Kawasan Hutan DITJEN PLANOLOGI KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN 12/07/2010 1 Ketentuan Umum Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber

Lebih terperinci

CATATAN : Peraturan daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan

CATATAN : Peraturan daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan Pengelolaan Tempat Pelelangan ikan Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 1 ABSTRAK : a. Bahwa berdasarkan PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 122/PUU-XIII/2015 Penggunaan Tanah Hak Ulayat untuk Usaha Perkebunan I. PEMOHON 1. M. Nur bin (Alm) Abdul Razak; 2. AJ. Dahlan; 3. Theresia Yes Kuasa Hukum

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL TENURIAL DALAM UNIT MANAJEMEN KPH

ANALISIS MODEL TENURIAL DALAM UNIT MANAJEMEN KPH ANALISIS MODEL TENURIAL DALAM UNIT MANAJEMEN KPH Analisa Model Tenurial Dalam Unit Manajemen KPH PUSPIJAK I. Pendahuluan II. Landasan Teori III. Kerangka Pikir Tenurial Kawasan Hutan IV. Tahapan Analisis

Lebih terperinci

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan

Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan Analisa dan Usulan Kegiatan Berdasarkan Fungsi Yang Diselenggarakan Direktorat Pemantauan dan Pembinaan Pertanahan I. Dasar Hukum a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG PENYERAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN KEPADA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG PENYERAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN KEPADA DESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG PENYERAHAN URUSAN PEMERINTAHAN KABUPATEN KEPADA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU TIMUR, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT LUNDAYEH KABUPATEN NUNUKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NUNUKAN, Menimbang : a. bahwa Masyarakat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang didapat merupakan jawaban dari pertanyaan (research question) yang

Lebih terperinci

BUPATI INDRAGIRI HILIR

BUPATI INDRAGIRI HILIR BUPATI INDRAGIRI HILIR KEPUTUSAN BUPATI INDRAGIRI HILIR NOMOR : 21/TP/II/2002 Tahun 2002 Tentang PEMBERIAN IZIN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU KEPADA PT. ASRI NUSA MANDIRI PRIMA DI KABUPATEN INDRAGIRI

Lebih terperinci

PROSES PENGAJUAN PERHUTANAN SOSIAL

PROSES PENGAJUAN PERHUTANAN SOSIAL KATEGORI PS DASAR HUKUM Hutan Adat (HA) HUTAN ADAT 1. Adanya Perda yang menyebut Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang bersangkutan atau Perda (payung) tentang pengakuan MHA; 2. Adanya peta wilayah adat (lampiran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan

Lebih terperinci

DESA 2016 PERDA KAB. KONAWE SELATAN NO. 1, LD. 2016/ NO. 1, LL 121 HLM. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TENTANG DESA

DESA 2016 PERDA KAB. KONAWE SELATAN NO. 1, LD. 2016/ NO. 1, LL 121 HLM. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TENTANG DESA DESA PERDA KAB. KONAWE SELATAN NO. 1, LD. / NO. 1, LL 121 HLM. PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN TENTANG DESA ABSTRAK : - Penyelenggaraan Pemerintahan Desa yang sudah ada wajib menyesuaikannya

Lebih terperinci

Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan)

Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan) Lembar Klarifikasi Kebijakan Daerah Untuk Pemenuhan Hak Konstitusional Perempuan (Masukan Komnas Perempuan) Nama Kebijakan: Ranperda Provinsi Gorontalo No.. Tahun tentang Perlindungan Perempuan dan Anak

Lebih terperinci

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015

Oleh : Ketua Tim GNPSDA. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pontianak, 9 September 2015 Oleh : Ketua Tim GNPSDA Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Pontianak, 9 September 2015 Data dan Informasi Kawasan Hutan 2 KAWASAN HUTAN KALIMANTAN BARAT, KALIMANTAN TENGAH, KALIMANTAN SELATAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG IZIN PEMUNGUTAN HASIL HUTAN KAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI, Menimbang : a. bahwa berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 95/PUU-XII/2014 Penunjukan Kawasan Hutan Oleh Pemerintah I. PEMOHON 1. Masyarakat Hukum Adat Nagari Guguk Malalo, sebagai Pemohon I; 2. Edi Kuswanto, sebagai Pemohon

Lebih terperinci

LUAS KAWASAN (ha)

LUAS KAWASAN (ha) 1 2 3 Berdasarkan Revisi Pola Ruang Substansi Kehutanan sesuai amanat UU No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang mengalami perubahan yang telah disetujui Menteri Kehutanan melalui Keputusan No. 936/Kpts-II/2013

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT HUKUM ADAT 1 Dr. Fajar Laksono Suroso 2

MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT HUKUM ADAT 1 Dr. Fajar Laksono Suroso 2 MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL MASYARAKAT HUKUM ADAT 1 Dr. Fajar Laksono Suroso 2 Pendahuluan Menurut Pasal 24C UUD 1945, terdapat lima kewenangan limitatif Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN

Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN Draft 0 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. /Menhut -II/2014 TENTANG PANITIA TATA BATAS KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten

BAB IV PENUTUP. Alam Nomor : SK. 32/IV-SET/2015 tentang Zonasi Taman Nasional Siberut, Kabupaten BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 1. Proses penetapan zonasi Taman Nasional Siberut yang dilaksanakan ditahun 2014 dan telah disahkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA EKSISTENSI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN UNDANGAN DI INDONESIA MATERI DISAMPAIKAN OLEH: HAKIM KONSTITUSI MARIA FARIDA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : P.14/Menhut-II/2006 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN, Menimbang: a. bahwa berdasarkan Pasal 38 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA,

PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA, PENGATURAN SUMBER DAYA ALAM DI INDONESIA, Antara yang Tersurat dan Tersirat Kajian Kritis Undang-undang Terkait Penataan Ruang Dan Sumber Daya Alam IPB International Convention center (IICC) 12 September

Lebih terperinci

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam*

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam* Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam* Oleh Prof. DR. Maria SW. Sumardjono, SH., MCL., MPA.** * Pokok-pokok pikiran disampaikan pada Semiloka Menuju Kawasan Hutan yang Berkepastian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan

I. PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan, menyebabkan permasalahan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya tanah merupakan salah satu modal dasar pembangunan. Sebagai salah satu modal dasar tanah mempunyai arti penting dalam kehidupan dan penghidupan manusia, karena

Lebih terperinci

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa

Kajian Tinjauan Kritis Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa ISSN : 2085-787X Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Badan Penelitian, Pengembangan dan Inovasi PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN SOSIAL, EKONOMI, KEBIJAKAN DAN PERUBAHAN IKLIM Jl. Gunung Batu No.

Lebih terperinci

Gambaran Pembentukan Wilayah KPH

Gambaran Pembentukan Wilayah KPH SEKILAS TENTANG KPH DAN PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN KPH. 1. Dasar Hukum Pembangunan KPH, antara lain - UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya - UU 41 tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR 677/KPTS-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

Peta Perundang-undangan tentang Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat

Peta Perundang-undangan tentang Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat Peta Perundang-undangan tentang Pengakuan Hak Masyarakat Hukum Adat Kurnia Warman 1. Pengantar Tulisan ini akan membahas mengenai peta peraturan perundang-undangan terkait dengan keberadaan dan hak-hak

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAROS Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TA 2009 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2009

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TA 2009 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 TAHUN 2009 ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TA 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 1 ABSTRAK : a. Bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Bupati telah menyempurnakan Rancangan Peraturan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan. No.44, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN KEHUTANAN. Hutan Produksi. Izin. Usaha. Perpanjangan. Tatacara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN Nomor: P. 52/Menhut-II/2008 TENTANG TATA

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN Nomor : 677/Kpts-II/1998 TENTANG HUTAN KEMASYARAKATAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN, Menimbang : a. bahwa hutan merupakan ekosistem alam karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transparan, berkelanjutan dan. bagi kemakmuran rakyat secara berkelanjutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

ANOTASI PUTUSAN MK No. 45/PUU-IX/2011 MENGENAI PENGUJIAN KONSTITUSIONALITAS KAWASAN HUTAN DALAM PASAL 1 ANGKA 3 UU No. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN

ANOTASI PUTUSAN MK No. 45/PUU-IX/2011 MENGENAI PENGUJIAN KONSTITUSIONALITAS KAWASAN HUTAN DALAM PASAL 1 ANGKA 3 UU No. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN ANOTASI PUTUSAN MK No. 45/PUU-IX/2011 MENGENAI PENGUJIAN KONSTITUSIONALITAS KAWASAN HUTAN DALAM PASAL 1 ANGKA 3 UU No. 41 TAHUN 1999 TENTANG KEHUTANAN Yance Arizona, SH., MH., Siti Rakhma Mary SH., MSi.,

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 IRIGASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 01 TAHUN 2013

ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 IRIGASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 01 TAHUN 2013 ABSTRAKSI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 IRIGASI TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 01 TAHUN 2013 Abstrak : a. Dasar Pembentukan Perda 1. Irigasi sebagai salah

Lebih terperinci

Penetapan Lokasi IUPHHK-RE di Tengah Arus Perubahan Kebijakan Perizinan. Hariadi Kartodihardjo 27 Maret 2014

Penetapan Lokasi IUPHHK-RE di Tengah Arus Perubahan Kebijakan Perizinan. Hariadi Kartodihardjo 27 Maret 2014 Penetapan Lokasi IUPHHK-RE di Tengah Arus Perubahan Kebijakan Perizinan Hariadi Kartodihardjo 27 Maret 2014 Kawasan Hutan Kws Htn Negara UU No 41/1999: Kawasan hutan = kawasan hutan tetap/ps1(3) = hutan

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 35 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN DINAS KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan

peraturan (norma) dan kondisi pelaksanaannya, termasuk peraturan pelaksanaan dan limitasi pembentukannya. 2. Peninjauan, yaitu kegiatan pemeriksaan LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PEMANTAUAN DAN PENINJAUAN TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KE PROVINSI ACEH, PROVINSI

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN PROSPEK UUPA SEBAGAI PERATURAN DASAR AGRARIA NASIONAL

EKSISTENSI DAN PROSPEK UUPA SEBAGAI PERATURAN DASAR AGRARIA NASIONAL EKSISTENSI DAN PROSPEK UUPA SEBAGAI PERATURAN DASAR AGRARIA NASIONAL Ida Nurlinda Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran 2017 Ida Nurlinda_26 September 2017 1 1960 2017 Orde Lama U U P A Orde Baru Orde

Lebih terperinci

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN

OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN OPTIMALISASI PEMANFAATAN HUTAN Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Hutan Disampaikan pada Acara Gelar Teknologi Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 12 Mei 2014

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG

Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG Disampaikan oleh: DIREKTUR PERENCANAAN KAWASAN HUTAN DALAM SEMINAR PEMBANGUNAN KEHUTANAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF TATA RUANG KUPANG, 2 Juli 2013 Hutan : suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan

Lebih terperinci

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 71 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS KEHUTANAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BALI, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya otonomi daerah (Otoda), telah memberikan peluang bagi pemerintah daerah (Pemda) untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Hal ini membawa konsekuensi logis kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2004 TENTANG PERENCANAAN KEHUTANAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan lebih lanjut ketentuan Bab IV Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG

EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG EXSPOSE PENGELOLAAN PERTAMBANGAN, KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN DI PROVINSI LAMPUNG DISAMPAIKAN PADA ACARA MONITORING DAN EVALUASI KORSUPWAS KPK DAN DITJEN MINERBA PEMDA PROVINSI DAN KAB/KOTA GUBERNUR LAMPUNG

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 11 TAHUN 2001 T E N T A N G PEMBENTUKAN, ORGANISASI DAN TATAKERJA DINAS PERTANAHAN KABUPATEN KUTAI BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan BAB V PENUTUP 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan pembahasan dan analisis yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Desa sebagai wilayah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan berdasarkan asal

Lebih terperinci

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H. Lahir : Solo, 14 Juni 1949 Alamat Rumah : Jl. Margaguna I/1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Alamat Kantor : Mahkamah Konstitusi Jl. Medan Merdeka Barat No. 6

Lebih terperinci