BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Radiasi adalah energy atau partikel yang dipancarkan oleh sumber radiasi atau zat radioaktif Jenis-Jenis Radiasi alfa (α) : Merupakan partikel yang dipancarkan oleh inti atom yang berbentuk inti atom Helium-alfa memiliki energi berkisar 1 MeV hingga 10 MeV dan mempunyai kecepatan km/detik. Akibatnya Radiasi Alfa mempunyai daya tembus yang pendek, 2 3 cm sehingga untuk perlindungan diri (proteksi radiasi) terhadap Radiasi Alfa bisa dihentikan dengan ditutup media selembar kertas. Pada kulit Radiasi Alfa dapat menembus hingga lapisan epidermis, khususnya bagian sel yang mati Radiasi beta (β): Merupakan elektron bermuatan positif atau positron dan elektron bermuatan negatif. Energi Beta berkisar antara MeV hingga 6.1 MeV dan mempunyai kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Beta mempunyai 3 jenis proses yaitu pemancaran positron, pemancaran elektron dan penangkapan elektron. Karena Beta hanya punya 1 muatan listrik maka sulit diserap bahan sehingga daya tembusnya lebih besar, selain itu karena massanya yang ringan 7

2 8 maka dalam bahan Beta akan dibelokkan. Untuk radiasi eksterna, selembar aluminium dapat digunakan untuk menghalangi jalannya Radiasi Beta Radiasi gamma (γ) dan sinar-x: Merupakan radiasi elektromagnetik, oleh karena itu daya tembusnya sangat besar. Untuk Radiasi gelombang elektromagnetik ini sebaiknya dihalangi oleh timbal (Pb) atau beton (Wardhana, 2008) Sumber Radiasi Radiasi alam Radiasi alam merupakan radiasi yang sudah ada sejak terbentuknya alam semesta ini dan akan terus ada selama alam semesta ini ada dan akan lenyap bersamaan dengan lenyapnya alam semesta ini. Akan tetapi yang pasti selama alam semesta ini ada radiasi alam juga ada. Pada dasarnya sumber radiasi alam dapat dibagi menjadi: radon yang merupakan sumber utama radiasi alam, reaksi cosmic, sumber daya alam lainnya Radiasi buatan Radiasi buatan adalah radiasi yang dibuat oleh manusia yang mulai ada sejak tahun 1895, manakala ahli fisika Jerman yang bernama Wilhelm Conraad Rontgen berhasil membuat pesawat sinar-x. Sumber radiasi buatan meliputi: reaktror nuklir, akselerator, irradiator, pesawat rontgen, radioisotop atau isotop radioaktif. Dalam bidang kedokteran, radiasi buatan digunakan sebagai alat pemeriksaan (diagnosis) maupun penyembuhan (terapi). Salah satu alat diagnosis yang paling banyak dikenal adalah pesawat rontgen (Wardhana, 2008).

3 9 2.2 Pesawat Rontgen/Pesawat Sinar-X Pesawat Rontgen atau pesawat sinar-x adalah piranti yang menghasilkan radiasi sinar-x yang intensitasnya bisa diatur sesuai kebutuhan. Sinar-X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar-x bersifat heterogen, panjang gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat (Rasad, 2006) Dosis radiasi yang terima dari rontgen merupakan dosis tunggal (sekaligus terbesar diterima dari dosis buatan manusia). Dalam sekali penyinaran sinar-x ke dada, seseorang dapat menerima dosis radiasi total sejumlah hari jumlah radiasi yang diterima dari alam. Penyinaran sinar-x untuk pemeriksaan gigi memberikan dosis total sejumlah kira-kira 3 hari jumlah radiasi yang diterima dari alam. Penyinaran radiasi untuk penyembuhan kanker nilai dosisnya kira-kira ribuan kali dari yang diterima dari alam. Panjang gelombang sinar-x pada umumnya lebih kecil dari 10-6 cm, sedangkan panjang gelombang radiasi Gamma lebih kecil lagi, sehingga pada umumnya radiasi Gamma mempunyai energi yang lebih dibandingkan dengan energi sinar-x. Alat ini sudah lama dikenal orang terutama dipakai di rumah sakitrumah sakit Proses terjadinya sinar-x Urutan proses terjadinya sinar-x adalah sebagai berikut: 1. Katoda (filamen)dipanaskan (lebih dari C) sampai menyala dengan mengalirkan listrik yang berasal dari tranformator tegangan tinggi.

4 10 2. Akibat panas, elektron-elektron dari katoda (filamen) terlepas 3. Sewaktu dihubungkan dengan tranformator teganggan tinggi, elektronelektron akan dipercepat gerakannya menuju anoda dan dipusatkan ke alat pemusat. 4. Filamen dibuat relatif negatif terhadap sasaran (target) dengan memilih potensial tinggi. 5. Awan-awan elektron mendadak dihentikan pada sasaran (target) sehingga terbentuk panas (>99%) dan sinar-x. 6. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar-x dari tabung sehingga sinar-x yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela. 7. Panas yang tinggi pada sasaran (target) akibat benturan elektron ditiadakan oleh radiator pendingin (Rasad, 2006). Salah satu keistimewaan sinar-x adalah daya penetrasinya yang sangat kuat. Bahan logam yang terkena sinar-x akan mengabsorbsinya dan akan memberikan fenomena tentang atom bahan tersebut. Dengan demikian radiasi sinar-x dapat digunakan untuk mengetahui lebih jauh tentang sifat atom dari bahan yang mengabsorbsi sinar-x. Apabila sinar-x primer yang langsung keluar dari tabung Coolidge mengenai suatu bahan, maka bahan tersebut akan mengabsorbsi sinar-x dan akan memancarkan radiasi sebagaimana tampak pada Gambar 2.1:

5 11 Sinar-X karakteristik Sinar-X terhambur Sinar-X Primer Sinar-X yang ditransmisikan Radiasi p terhambur Radiasi p karakteristik bahan Gambar 2.1 Bahan mengabsorbsi sinar-x (Wardhana, 2008). Sinar-X karakteristik, sesuai dengan namanya, akan memberikan gambaran (karakter) bahan yang mengabsorbsi sinar-x. Bahan pada umumnya mempunyai 2 macam sinar-x karakteristik, yaitu sinar-x radiasi K dan sinar-x radiasi L yang mana jenis sinar-x radiasi K memiliki energi lebih kuat daripada energi sinar-x radiasi L. Selain daripada itu, koefisien absorbsi sinar-x radiasi K jauh lebih kecil daripada koefisien absorbsi sinar-x radiasi L. Sinar-X dan radiasi Gamma mempunyai sifat yang sama, yaitu sama-sama tak bermuatan dan tak bermassa dan memiliki daya penetrasi yang kuat, tetapi radiasi Gamma lebih kuat dari pada sinar-x karena panjang gelombangnya lebih pendek. Akan tetapi pada umumnya yang banyak digunakan dalam bidang kesehatan dan bidang industri adalah sinar-x terutama untuk intensitas sedang. Hal ini disebabkan karena intensitas sinar-x dapat diatur sesuai keperluan, yaitu dengan mengatur tegangan vang diberikan pada anoda dan mengatur arus pada katoda (filamen). Akan tetapi untuk intensitas yang lebih tinggi biasanya digunakan radiasi Gamma (Wardhana, 2008).

6 Sifat-sifat sinar X Sinar - X mempunyai beberapa sifat fisik. Sifat fisik tersebut adalah: a. Daya tembus Sinar - X dapat menembus bahan dengan daya tembus sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Semakin tinggi tegangan tabung (besarnya kv) yang digunakan, sernakin besar daya tembusnya. Semakin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, semakin besar daya tembus sinarnya. b. Pertebaran Apabila berkas sinar - X melalui suatu bahan atau sumber zat, maka berkas tersebut akan bertebaran kesegala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan / zat yang dilaluinya. c. Penyerapan Sinar - X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan / zat tersebut. Semakin tinggi kepadatannya atau diproses secara kimiawi. d. Pendar fluor (Fluoresensi) Sinar - X menyebabkan bahan - bahan tertentu seperti kalsium - tungstat atau zink - sulfid memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar- X. e. Ionisasi Efek primer sinar - X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel - partikel bahan atau zat tersebut.

7 13 f. Efek Biologi Sinar - X akan menimbulkan perubahan - perubahan biologik pada jaringan. Perubahan tersebut dapat berupa aksi langsung yang akan menimbulkan kerusakan pada makromolekul biologik (DNA, RNA, protein, enzim) dan aksi tidak langsung (melalui DNA) yang berakibat pada keturunan (Rasad, 2006) Desain Ruangan Pesawat Sinar-X Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam instalasi ruangan pesawat Sinar-X diagnostik sebelum bangunan didirikan, antara lain lokasi bangunan, letak ruangan, disain ruangan dan tebal dinding maupun perisai pintu. Lokasi ruangan radiologi sebaiknya dekat dengan kamar bedah dan pelayanan darurat, mudah dicapai oleh pasien bangsal dan klinik. Mengelompokkan dua sampai empat kamar diagnostik di sekitar satu kamar gelap (sentralisasi fasilitas kamar gelap) Ruangan Sinar-X harus dibangun dengan cukup kuat untuk menahan beban perlatan yang ada di dalamnya dan dibangun sedemikian, sehingga memberikan proteksi yang cukup terhadap operator (petugas) dan orang lain yang berada di sekitar ruangan pesawat Sinar-X. Persyaratan fasilitas radiologi sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut: a. Ukuran minimum ruangan untuk sebuah pesawat Sinar-X diagnoistik adalah panjang 4 meter, lebar 3 meter, dan tinggi 2, 8 meter, tidak termasuk ruang operator dan kabin pasien dan kalau ada jendela maka tinggi jendela dari lantai adalah 2 meter.

8 14 b. Ukuran ruangan untuk sebuah Sinar-X gigi panjang 3 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 2, 8 meter. c. Tebal dinding 20 cm beton atau 25 cm bata merah dengan kerapatan jenis 2,2 gr/cm 3 atau yang setara dengan 2 mm Pb sehingga aman dari bahaya radiasi. Sarana/tempat pelayanan harus pula dilengkapi dengan kamar gelap, yang minimal memenuhi syarat : a. Berukuran panjang 3 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 2, 8 meter. b. Tersedia air bersih yang mengalir setiap saat c. Sirkulasi udara dalam ruangan baik Apabila penggunaan alat pemroses otomatis, ukuran kamar gelap dapat disesuaikan dengan besar alat tersebut. Dasar penentuan persyaratan ruangan pesawat Sinar-X diagnostik dengan mempertimbangkan potensi bahaya radiasi yang mungkin terjadi. Agar resiko bahaya yang diterima pekerja radiasi (radiation workers), staf lain (non radiation workers) dan masyarakat (public) harus dapat ditekan sekecil-kecilnya jika mungkin dapat ditiadakan. Pemahaman radiasi dari ruangan (dinding, pintu atau kaca Pb, misalnya untuk CT Scan) dapat ditentukan dengan mempertimbangkan faktor berikut antara lain, kemampuan tabung (tube rating), yaitu kv dan ma, beban kerja (work load), yaitu jumlah pasien per minggu, jarak sumber radiasi terhapdap. titik pengamatan, dan daerah pengawasan (controlled area) atau daerah tidak pengawasan (uncontrolled area). Sebagai contoh, untuk pesawat CT Scan kaca pengamatan untuk radiopfrafer dibuat dengan tebal 2 mm Pb yang dilengkapi dengan

9 15 sertifikat dari pabrik, dengan spesifikasi tegangan tabung Sinar-X hingga 150kV (BATAN, 2005). 2.3 Paparan Radiasi Paparan radiasi dalam pekerjaan dapat terjadi akibat dari berbagai aktivitas manusia, termasuk pekerjaan pengelolaan siklus bahan bakar nuklir, pemanfaatan sumber radioaktif dan pesawat sinar-x, penelitian ilmiah, pertanian dan industri serta pekerjaan lain yang berkaitan dengan penanganan bahan mineral yang mengandung radionuklida alam berkonsentrasi tinggi (BATAN, 2005). Paparan terhadap radiasi ionisasi terjadi dengan dua cara yaitu eksterna dan internal. 1. Paparan eksternal, berasal dari sumber-sumber yang terletak di luar tubuh. Efek-efek paparan eksternal tergantung pada daya tembus radiasi. Radiasi dengan daya tembus rendah akan diabsorbsi kulit luar sedangkan radiasi dengan daya tembus tinggi akan mencapai jaringan dan organ yang terletak di dalam tubuh. 2. Paparan internal, disebabkan oleh zat-zat radioaktif yang akan masuk ke dalam tubuh. Zat-zat radiokatif masuk ke dalam tubuh terutama melalui inhalasi, walaupun jalan masuk dengan penelanan dan penetrasi kulit dapat pula cukup bermakna (BATAN, 1993).

10 Pengaruh Radiasi terhadap Manusia Proses kerusakan akibat radiasi Pengaruh radiasi terhadap manusia perlu diperhatikan dengan seksama, karena susunan tubuh manusia sangat kompleks. Selain daripada itu, sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air yang sangat mudah bereaksi bila dikenai radiasi. Seperti diketahui, setiap organ tubuh manusia terdiri atas 2 atau lebih jaringan. Jaringan tubuh manusia tersusun dari sejumlah sel yang sama atau sejenis. Jaringan tubuh manusia ada 4 macam, yaitu: jaringan epithelial, jaringan connective, jaringan otot, dan jaringan urat syaraf. Masing-masing jaringan tersebut mempunyai fungsi dan tugas sendiri-sendiri. Bagian terkecil dari jaringan tubuh manusia adalah yang disebut sel. Inti sel (nucleus) dan cytoplasma merupakan bagian sel yang sangat penting sebagian besar berupa 70% air. Mengapa bagian ini sangat penting, karena secara kimiawi inti sel (nucleus) sangat aktif. Dalam keadaan normal pertumbuhan sel dikendalikan oleh inti sel. Inti juga mengontrol perbaikan sel yang rusak, tapi ada sel tertentu dari bagian tubuh manusia yang tidak bisa diperbaiki bila mengalami kerusakan yaitu sel otak dan sel ginjal. Cytoplasma adalah bagian sel yang berupa cairan tak berwarna, berfungsi mengeluarkan enzim dan sekaligus mengatur penyerapan dan mengeluaran di dalam sel. Regenerasi sel terjadi setiap saat karena sel mempunyai batas umur, dari beberapa jam sampai beberapa tahun. Untuk menjaga kesinambungan pergantian sel (regenerasi sel), supaya fungsi sel tetap berjalan baik, maka sel akan membelah dalam beberapa tingkatan. Misal, anak sel hasil pembelahan akan

11 17 menggantikan tugas sel yang lebih tua, yaitu induknya. Pada saat terjadi pembelahan sel, inti dan benang kromosom yang ada di dalam inti akan ikut membelah secara merata. Jumlah benang kromosom di dalam sel sudah tertentu jumlahnya. Benang kromosom ini sangat penting artinya karena benang kromosom merupakan pembawa sifat yang menurun. Jadi kalau benang kromosom diubah jumlahnya, sifatnya juga akan berubah sehingga berbeda dari sifat sel induknya. Sel manusia dalam keadaan normal akan mengandung 46 buah benang kromosom. Kromosom pembawa sifat ini terdiri atas molekul molekul Deoxy Ribonucleic Acid (DNA) dan molekul protein. Apabila terjadi kerusakan sel, lebih lebih lagi kalau yang rusak adalah kromosomnya, kerusakan itu akan berdampak sangat fatal bagi organ tubuh manusia secara keseluruhan. Kerusakan sel manusia dapat disebabkan oleh terpapar atau terkena senyawa kimia tertentu, terpapar oleh panas, terpapar oleh sinar tertentu, terpapar oleh radiasi nuklir, dan lain sebagainya. Akan tetapi kerusakan sel manusia karena radiasi nuklir akan berbeda dengan kerusakan yang diakibatkan oleh sebab yang lain. Hal ini dikarenakan radiasi nuklir dapat menimbulkan proses ionisasi di dalam sel. Jadi pengaruh radiasi terhadap manusia adalah melalui kerusakan sel manusia melalui 4 tahap, yaitu: kerusakan karena proses ionisasi, kerusakan karena proses kimiafisika, kerusakan karena proses biokimia, dan kerusakan karena proses biologis.

12 Tahap Kerusakan Akibat Radiasi Radiasi terhadap tubuh manusia mengakibatkan terjadinya kerusakan sel yang secara umum dapat digolongkan menjadi: tahap kerusakan efek somatik, tahap kerusakan efek tertunda, dan tahap kerusakan efek genetik. Ketiga macam tahap kerusakan tersebut merupakan kelanjutan kerusakan sel sebelumnya (Wardhana, 2008). Gangguan kesehatan dalam bentuk apapun yang merupakan akibat dari paparan radiasi bermula dari interaksi antara radiasi pengion dengan sel maupun jaringan tubuh manusia. Interaksi tersebut menyebabkan sel-sel mengalami perubahan struktur dari struktur normal semula. Interaksi antara radiasi dengan bahan biologi merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Tahapan reaksi tersebut yaitu: 1. Tahap fisik, berupa absorsi energi radiasi pengion yang menyebabkan terjadinya eksitasi dan ionisasi pada melekul atau atom penyusun bahan biologi. 2. Tahap fisikokimia, di mana atom atau melekul yang terksitasi atau terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak stabil. 3. Tahap kimia dan biologi, yang berlangsung dalam beberap detik ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan melekul organik sel serta init sel yang terdiri atas kromosom-kromosom. Reaksi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekulmolekul dalam sel. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom dan

13 19 molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruui oleh radikal bebas dan peroksida sehingga terjadi mutasi genetik. 4. Tahap biologis, ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga (Bomford, dkk, 1979). Setiap jaringan mempunyai kepekaan terhadap radiasi yang berbeda-beda. Tingkat kepekaan suatu jaringan terhadap radiasi disebut radiosensitivitas. Radiosensivitas organ tertentu pada tubuh manusia bergantung pada sifat sel penyusunya. Jaringan yang sel-selnya aktif membelah mempunyai kepekaan yang relatif tinggi terhadap radiasi. Termasuk dalam golongan ini adalah sel-sel darah putih, sel-sel pembentuk jaringan. Sedang yang termasuk golongan sel dengan radiosensitivitas rendah adalah sel-sell pembentuk jaringan otot, sel pembentuk tulang dan sel pembentuk jaringan syaraf. Di antara sel-sel penyusun tubuh manusia sel darah putih mempunyai radiosensitivitas paling tinggi, sedang sel penyusun jaringan syaraf radiosensitivitas paling rendah. 1. Efek Somatik Pengaruh efek somatik langsung tampak pada orang yang terkena paparan radiasi. Kerusakan organ tubuh karena efek somatik disebabkan sel pembentuk jaringan tidak membelah lagi. Bisa juga karena pembelahannya tertunda atau pembelahan sel-selnya tidak normal sehingga jaringan yang terkena radiasi tersebut mati, hal tersebut dipengaruhi oleh: jenis radiasi, banyaknya dosis, waktu paparan, dan distribusi dosis radiasi.

14 20 Efek somatik yang akibatnya tampak dalam waktu singkat atau relatif tidak terlalu lama, antara lain adalah: kerusakan pada sistem syaraf pusat, kerusakan pada sistem pencernaan, kerusakan pada sumsum tulang/sel-sel darah, kerusakan pada organ reproduksi, kerusakan kelenjar thyroid, kerusakan mata, kerusakan paru-paru dan ginjal (Travis, 1975). Gejala kerusakan akan tampak dalam beberapa hari dan efek somatik selengkapnya akan muncul setelah beberapa minggu setelah terkena radiasi. Kecepatan timbulnya gejala sebenarnya tergantung pada dosis radiasi yang diterima. Dosis radiasi Rad sudah pasti dapat menimbulkan kematian, karena kerusakan yang terjadi pada sumsum tulang belakang juga menyebabkan kerusakan pada darah, padahal darah mempunyai fungsi yang sangat vital. 2. Efek Tertunda/efek stokastik Efek tertunda atau sering disebut dengan efek stokastik memerlukan waktu untuk dapat diketahui akibatnya. Beberapa bentuk efek tertunda karena radiasi antara lain adalah: neoplasma, katarak, kemandulan, berkurangnya usia harapan hidup, dan hambatan pada pertumbuhan. Para ilmuwan telah menyimpulkan bahwa rentang harapan hidup manusia yang dimiliki mereka dikurangi dengan 10 hari untuk setiap rad dosis dari paparan radiasi yang diterima (Bushong, 1993). 3. Efek Genetik Radiasi memang dapat menimbulkan efek genetik dan hal ini terjadi atau tampak akibatnya setelah beberapa generasi. Efek genetic ini timbul karena kerusakan dari sel-sel reproduksi berupa kelainan kromosom, mutasi gen, sterilitas

15 21 permanen atau temporer. Secara teoritis kromosom dalam sel memang dapat berubah atau mengalami mutasi karena radiasi (Jefferies, 1994). 4. Efek Deterministik Efek deterministik dicirikan oleh hubungan sebab akibat yang bersifat antara dosis yang diterima (sebab) dengan efek yang ditimbulkannya (akibat). Kemunculan efek deterministik ditandai dengan munculnya keluhan baik umum maupun lokal namun sulit dibedakan dengan penyakit-penyakit lainnya (Rasad, 2006). Sejumlah komponen biologi akan mengalami perubahan setelah paparan radiasi sebagai akibat langsung dari kerusakan radiasi. Indikator hematopoitik yang umum digunakan sebagai indikasi paparan radiasi adalah hitung limfosit absolut, neutrofil, platelet, dan sel darah merah (Lusiyanti, dkk, 2007). Penelitian menunjukkan bahwa ternyata tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap radiasi. Bushong (1991) mengutip, Bergonie dan Tribondeu 1906 menjelaskan bahwa radioaktivitas berbanding terbalik dengan derajat deferensiasi dan berbanding lurus dengan kapasitas reproduksi. Dengan demikian jaringan yang sel-selnya aktif membelah mempunyai kepekaan yang relatif tinggi terhadap radiasi. Termasuk di dalam golongan ini adalah: sel-sel darah putih, sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang merah, sel-sel epitel kulit dan selaput lendir dan sel-sel pembentuk sperma dan telur. Radiasi dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel limfosit dan menurunnya system imunologi (Jenkis dkk, 1973 ; Kenefick, 1976).

16 22 Urutan penurunan jumlah sel darah akibat paparan radiasi berdasarkan dosis dan waktu adalah pertama penurunan lymphosyt (dosis <10 rad), kedua neutrofil (dosis rata-rata 50 rad) dan yang ketiga platelet dan RBC (dosis >50 rad). Paparan radiasi dosis rendah mengakibatkan sedikit penurunan jumlah limfosit dan akan pulih kembali dalam beberapa bulan setelah terpapar radiasi (Travis, 1975). Gambar 2.2 Variasi Penurunan Jumlah Komponen Sel Darah Akibat Paparan Dosis Rendah Dalam Tubuh (Travis, 1975). Sumsum tulang sebagai tempat pembentukan sel darah, adalah organ sasaran paparan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan secara tajam sel stem/induk pada sumsum tulang. Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel-sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun. Komponen sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan sel keping darah (trombosit). Sel lekosit dapat dibedakan atas sel

17 23 limfosit dan netrofil. Radiosensitivitas dari berbagai jenis sel darah ini bervariasi, sel yang paling sensitif adalah sel limfosit dan sel yang paling resisten adalah sel eritrosit Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca paparan radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan trombosit juga menurun tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit terjadi lebih lambat, beberapa minggu kemudian. Penurunan jumlah sel limfosit absolut/total dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat keparahan yang mungkin diderita seseorang akibat paparan radiasi akut. 2.5 Keselamatan Kerja Radiasi Keselamatan radiasi atau yang lazim disebut proteksi radiasi adalah cabang ilmun pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia atau lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi (BAPETEN, 2010). Program keselamatan radiasi ini dibuat sedemikian rupa sehingga efek non stokastik dapat dicegah dan efek stokastik bisa dikurangi (Koehler & Natarajan, 2007). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2007 tentang keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif, disebutkan keselamatan radiasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi (BAPETEN, 2010). Ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada ketentuan yang berlaku secara internasional, yaitu ketentuan yang diterbitkan oleh badan tenaga atom

18 24 internasional (International Atomic Energy Agency) dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Internasional tentang Proteksi Radiasi (International Commission On Radiological Protection) atau lebih dikenal dengan ICRP. Proteksi radiasi didasarkan pada tiga asas yaitu justifikasi, optimisasi dan limitasi. (BAPETEN, 2003). 1. Justifikasi Pemanfaatan radioaktif atau sumber radiasi boleh dilakukan apabila menghasilkan keuntungan yang lebih besar kepada seseorang yang terkena radiasi dibandingkan kerugian akibat radiasi tersebut dengan memperhatikan factor social, ekonomi dan lainnya. 2. Optimisasi Paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan social. Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Archevable). 3. Limitasi Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Penetapan dosis ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam (BATAN, 2005).

19 Batas Dosis Radiasi yang Diterima Oleh Tubuh Pengertian dosis radiasi aman bagi manusia adalah dosis maksimum yang dapat diterima oleh tubuh manusia tanpa menimbulkan pengaruh atau batas terhadap manusia. Dengan kata lain dosis radiasi aman adalah nilai batas radiasi diizinkan (Rasad, 2006). Untuk menentukan batas dosis radiasi yang boleh diterima oleh tubuh perlu diketahui hal-hal sebagai berikut: 1. Paparan radiasi yang tidak perlu hendaknya dihindari, agar dosis radiasi yang mengenai tubuh dapat sekecil mungkin. 2. Untuk paparan radiasi yang sama, masyarakat umum bukan pekerja radiasi boleh menerima dosis akumulatif yang lebih kecil dari dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi. 3. Dosis radiasi akumulatif yang boleh diterima oleh pekerja radiasi merupakan fungsi umur pekerja dan hal ini ditunjukkan oleh persamaan berikut ini: D = 5(N-18) di mana: D N = dosis radiasi akumulatif (Rem) = umur pekerja 18 = batas umur minimum untuk seseorang boleh bekerja dengan zat radioaktif. Dosis radiasi akumulatif berdasarkan persamaan tersebut di atas bukan merupakan dosis yang dapat diterima sekaligus oleh pekerja radiasi, akan tetapi dosis yang boleh diterima oleh pekerja radiasi dalam jangka waktu lama dan merupakan akumulasi dari dosis yang rendah.

20 26 Proteksi radiasi mengadopsi model linear non-threshold untuk menunjukkan respon terhadap radiasi seperti yang ditunjukkan pada gambar respon dosis dibawah ini. Pengaruh yang meningkat yang diamati pada dosis radiasi tinggi, tetapi pengaruh pada dosis rendah secara statistik tidak signifikan. Hal ini berarti beberapa resiko dari radiasi pada dosis rendah sehingga efek dari dosis tinggi diekstrapolasi kembali ke dosis nol dan respon dosis linear nonthreshold dikembangkan untuk proteksi radiasi. Gambar 2.3 Hubungan respons linear dan tidak linear Nilai batas dosis (NBD) radiasi yang boleh diterima oleh tubuh pada umumnya mengacu pada rekomendasi yang ditetapkan oleh International Commission on Radiological Protection (ICRP). Untuk Indonesia ketentuan dari ICRP juga dianut oleh instansi yang berwenang dalam bidang tenaga nuklir (atom), yaitu Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Nilai batas dosis (NBD) radiasi yang ditetapkan oleh ICRP dan oleh banyak negara, contohnya mengenai nilai batas dosis berikut ini :

21 27 1. Nilai batas dosis rata-rata tertinggi tahunan (NBRTT) = 5 Rem 2. Nilai batas dosis rata-rata tertinggi kwartalan (NBRTK) = 1,25 Rem 3. Nilai batas dosis rata-rata tertinggi mingguan (NBRTM) = 0,1Rem 4. Nilai batas dosis tertinggi tahunan (NBTT) = 10 Rem 5. Nilai batas dosis tertinggi kwartalan (NBTK) = 3 Rem 6. Nilai batas dosis tertinggi mingguan (NBTM) = 0,3 Rem Pekerja radiasi yang berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan ditugaskan sebagai pekerja radiasi atau tidak diizinkan untuk diberi yang memungkinkan ia mendapat penyinaran. Pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan mendapat tugas yang mengandung kontaminasi radioaktif yang tinggi, jika perlu dilakukan pengecekan khusus terhadap kemungkinan kontaminasi (Wardhana, 2008). Untuk dapat memahami keselamatan kerja radiasi dengan baik, maka perlu diperhatikan: sarana dan prasarana kerja, tata tertib bekerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi, dan petunjuk pelaksanaan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dosis radiasi, yaitu: a. Faktor waktu, artinya bila akan bekerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi harus memperhitungkan masalah waktu, yaitu bekerja dengan cepat dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Waktu mempengaruhi penerimaan dosis radiasi, karena dosis yang diterima = (laju dosis) x (waktu). b. Faktor jarak, artinya bila akan bekerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi harus memperhitungkan masalah jarak, yaitu bekerja tidak terlalu dekat (dan tidak kontak langsung) dengan zat radioaktif atau sumber radiasi.

22 28 Faktor jarak merupakan cara efektif pengendalian tingkat paparan radiasi karena intensitas radiasi dipengaruhi oleh hukum kuadrat terbalik (Rasad, 2005). Rumus hubungan dosis dengan jarak sebagai berikut: Ia = intensitas radiasi pada suatu jarak Ib = intensitas radiasi pada suatu jarak Gambar 2.4 Jarak kerja dengan sumber radiasi c. Faktor penggunaan pelindung radiasi Untuk penanganan sumber-sumber radiasi dengan aktivitas sangat tinggi seringkali pengaturan waktu dan jarak tidak mampu menekan penerimaan dosis oleh pekerja di bawah nilai batas dosis yang ditetapkan. Oleh sebab itu dalam penanganan sumber beraktivitas tinggi juga diperlukan pelindung radiasi. Ada dua jenis perisai yaitu: 1) Perisai primer, memberi proteksi terhadap radiasi primer, contohnya tempat tabung sinar X dan kaca timbal pada tabir fluoroskopi.

23 29 2) Perisai sekunder, memberi proteksi terhadap radiasi sekunder, contohnya tabir pada sara timbal pada tabir fluoroskopi, pakaian proteksi. Gambar 2.5 Pelidung radiasi dengan pekerja 2.7 Elemen Keselamatan Fasilitas instalasi dan sarana keselamatan Persyaratan instalasi dan sarana kesehatan a. Mempunyai izin usaha atau izin lain dari instansi yang bersangkutan b. Mempunyai fasilitas yang memenuhi persyaratan keselamatan c. Mempunyai petugas ahli yang memenuhi kualifikasi untuk penempatan tenaga nukir d. Mempunyai peralatan teknik dan peralatan keselamatan radiasi yang diperlukan untuk pemanfaatan tenaga nuklir e. Memiliki prosedur kerja yang aman bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup

24 Kalibrasi 1) Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasikan alat ukur secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali 2) Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan tahun sekali 3) Kalibrasi alat ukur radiasi dan atau peralatan radioterapi hanya dapat dilakukan instansi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh badan pengawas (Susanto, dkk, 2010). 2.8 Alat Ukur Radiasi Seperti telah kita ketahui sifat radiasi yang tidak dapat dirasakan oleh panca indera manusia, maka untuk menentukan ada tidaknya radiasi diperlukan suatu alat ukur radiasi untuk mendeteksi dan mengukur radiasi, intensitas, energy dan atau dosisnya. Nilai hasil pengukuran ini berupa parameter seperti paparan dalam Roentgen, dosis serap dalam rad/grey atau dosis ekuivalen dalam rem/sievert. Dalam penggunaannya alat ukur radiasi dibedakan berdasarkan atas kategori: 1. Monitor daerah kerja, berfungsi untuk mengukur laju paparan radiasi secara langsung di tempat kerja. 2. Monitor perorangan Personel monitor atau dosimeter personel digunakan untuk mengetahui dosis radiasi secara akumulasi sehingga pekerja tersebut dapat membandingkan

25 31 dengan nilai batas akumulasi dosis yang telah ditentukan untuk pekerja radiasi maupun masyarakat umum. Jenis Dosimeter personil yang sering digunakan adalah Dosimeter saku (Pocket Dosimeter), film badge dan thermo Luminescence Dosimeter. a. Dosimeter Saku (Pocket Dosimeter) Dosimeter saku merupakan detector isian gas yang bekerja pada daerah ionisasi dan menghasilkan tanggap secara langsung. Konstruksi dosimeter saku ini berupa tabung silinder berisi gas, di mana dinding silinder berfungsi sebagai katoda bermuatan negatif, sedangkan sumbu logam dengan jarum quartz di bagian bawahnya bermuatan positif. Mula-mula sebelum digunakan dosimeter ini diberi muatan charge jarum quartz pada sumbu detector akan menyimpang karena perbedaan potensial. Dengan mengatur nilai pada charging-nya maka penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukka angka nol. Dalam pemakaian bila ada radiasi yang memasuki detector maka radiasi tersebut akan mengionisasi gas sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan negatif yang sebanding dengan intensitas maupun energi radiasi yang memasukinya. Ion-ion akan bergerak menuju anoda dan katoda sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum dan dinding detector. Perubahan perbedaan potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.

26 32 b. Film Badge Detector yang digunakan di sini berbentuk film photografi yang berbentuk emulsi butiran-butiran perak helida, biasanya perak bromide (AgBr), yang ditujukan oleh matriks gelatin dan kemudian dilapisi bahan acetate. Energi radiasi pengion yang mengenai film akan menyebabkan beberapa butiran AgBr terisolasi. Semakin besar dosis radiasi yang terserap semakin banyak butiran AgBr yang terisolasi. Untuk proses pembacaan dari besarnya dosis yang mengenai film badge dengan cara memasukkan pencucian dengan larutan pengembang developer di mana butiran AgBr yang terisolasi akan mengikat molekul AgBr lain di sekitamya dan akan berubah menjadi perak yang berwarna hitam. Proses selanjutnya dengan fixel yang akan melarutkan molekul-molekul AgBr yang tersisa, sedangkan yang telah menjadi logam perak akan terikat kuat sebagai bayangan hitam laten. Tingkat kehitaman bayangan ini yang menunjukkan dosis radiasi yang mempengaruhi film badge. Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang cukup baik sedangkan film yang digunakan maksimum 3 bulan sehingga sebelum masa tesebut film harus segera diproses. Kerugian dari film badge ini adalah untuk mengetahui dosis yang telah mengenai harus diproses secara khusus dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca kehitaman film yaitu densitometer.

27 33 c. Termo Luminescence Dosimeter Detector yang digunakan adalah kristal an-organik thenno luminescence, salah satu contohnya adalah bahan LiF. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi mempunyai proses sintilasi. Perbedaannya, percikan cahaya akan dipancarkan setelah bahannya dipanaskan, tidak langsung seperti pada bahan sintilator. Radiasi pengion yang mengenai kristal akan menyebabkan electronelektron yang berada di pita valensi berpindah ke pita konduksi. Elektron yang tereksitasi tersebut juga hole-hole tidak langsung kembali berkombinasi karena terjebak oleh pita energi unsur pendampingnya. Bila kristal tersebut dipanaskan maka electron-elektron yang terperangkap akan mendapat cukup energi untuk kembali ke pita konduksi dan kemudian berkombinasi kembali ke pita valensi sambil memancarkan cahaya. Jumlah elektron yang tereksitasi dan kemudian terperangkap sebanding dengan dosis radiasi yang mengenai kristal. Percikan cahaya dihasilkan oleh electron yang terperangkap dan kemudian kembali ke keadaan dasarnya, sehingga dosis radiasi dapat ditentukan dengan menghitung jumlah percikan cahaya yang dihasilkan. 2.9 Pelayanan Radiologi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 780/MENKES/PER/II/2008, Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-x, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi radio frekuensi elektromagnetik (KEMENKES, 2008).

28 Pelayanan radiologi diagnostik Pelayanan radiologi diagnostik adalah pelayanan penunjang dan terapi yang menggunakan radiasi pengion dan radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik dan radiologi intervensional untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit. Ada tiga sumber paparan pada radiologi diagnostik yaitu radiografi, fluoroskopi dan pemeriksaan khusus. Radiografi disini maksudnya radiografi secara umum, CT-Scan dan mammografi, sedangkan pemeriksaan khusus meliputi kateterisasi jantung, angiografi dan prosedur intervensi (UNSCEAR, 2000) Pelayanan radioterapi Pelayanan radioterapi adalah pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan/atau radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radioterapi primer, pelayanan radioterapi sekunder, pelayanan radioterapi tertier, ditujukan pada penderita kanker atau non kanker yang memerlukan terapi. Ada tiga kategori utama kegiatan dalam radioterapi yaitu brakiterapi, pengobatan sinar eksternal dan simulasi terapi (UNSCEAR, 2000) Pelayanan kedokteran nuklir Pelayanan kedokteran nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radionuklida yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan profisiologi, metabolisme, dan terapi radiasi internal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan radiasi merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan dalam kehidupan, salah satunya dalam bidang kesehatan atau medik di bagian radiologi khususnya profesi kedokteran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi merupakan suatu bentuk energi. Ada dua tipe radiasi yaitu radiasi partikulasi dan radiasi elektromagnetik. Radiasi partikulasi adalah radiasi yang melibatkan

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi Universitas Brawijaya, Jl. Veteran 12-16 Malang 65145, Telp. 085784638866

Lebih terperinci

TEORI DASAR RADIOTERAPI

TEORI DASAR RADIOTERAPI BAB 2 TEORI DASAR RADIOTERAPI Radioterapi atau terapi radiasi merupakan aplikasi radiasi pengion yang digunakan untuk mengobati dan mengendalikan kanker dan sel-sel berbahaya. Selain operasi, radioterapi

Lebih terperinci

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia Tubuh terdiri dari berbagai macam organ seperti hati, ginjal, paru, lambung dan lainnya. Setiap organ tubuh tersusun dari jaringan yang merupakan kumpulan dari sejumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fisika berkebangsaan Jerman, pertama kali menemukan sinar-x pada tahun 1895 sewaktu melakukan eksperimen dengan sinar katoda. Saat

Lebih terperinci

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga ABSTRAK Radiografer adalah pekerja yang beresiko terkena

Lebih terperinci

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021)

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021) ALAT UKUR RADIASI Badan Pengawas Tenaga Nuklir Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta 10350 Telepon : (021) 230 1266 Radiasi Nuklir Secara umum dapat dikategorikan menjadi: Partikel bermuatan Proton Sinar alpha

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN I RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR TAHUN. TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Radiasi nuklir merupakan suatu bentuk pancaran energi. Radiasi nuklir dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan kemampuannya mengionisasi partikel pada lintasan yang dilewatinya,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan terbanyak radiasi pengion buatan manusia adalah di dunia medis. Radiasi pengion tersebut digunakan dalam penegakan diagnosis, panduan tindakan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24 Halaman 1 dari 24 LEMBAR PENGESAHAN Disiapkan oleh Nama Jabatan Tanda Tangan Tanggal Diperiksa oleh Disahkan oleh Halaman 2 dari 24 Pernyataan Kebijakan Proteksi dan Keselamatan Radiasi Setiap kegiatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.672, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Radiasi Proteksi. Keselamatan. Pemanfaatan. Nuklir. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Radiologi Wilhelm Conrad Roentgen seorang ahli fiska di Universitas Wurzburg, Jerman, pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan

Lebih terperinci

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016 PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG Novita Rosyida Pendidikan Vokasi, Universitas Brawijaya Jl. Veteran 12-16 Malang, 65145, Telp. 085784638866,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PERSYARATAN UNTUK MEMPEROLEH SURAT IZIN BEKERJA BAGI PETUGAS TERTENTU DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN SUMBER RADIASI PENGION DENGAN

Lebih terperinci

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi Telah ditetapkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan dan kesehatan terhadap pemanfaatan radiasi pengion dan Surat Keputusan Kepala BAPETEN No.01/Ka-BAPETEN/V-99

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id SINAR KATODE Penemuan sinar katode telah menginspirasi penemuan sinar-x dan radioaktivitas Sinar katode ditemukan oleh J.J Thomson

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan BAB. I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Sinar-X merupakan sepenggal spektrum gelombang elektromagnetik yang terletak di ujung energi tinggi spektrum gelombang elektromagnetik di bawah dan bersinggungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional PDL.PR.TY.PPR.00.D03.BP 1 BAB I : Pendahuluan BAB II : Prinsip dasar deteksi dan pengukuran radiasi A. Besaran Ukur Radiasi B. Penggunaan C.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu unsur yang penting untuk menjadikan sumber daya manusia yang berkualitas dan produktif. Kesehatan bukanlah semata-mata merupakan tanggung

Lebih terperinci

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T. Oleh : ADI WIJAYANTO 1 Adi Wijayanto Badan Tenaga Nuklir Nasional www.batan.go.id CAKUPAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Alat Pelindung Diri Alat Pelindung Diri (APD) adalah kelengkapan yang wajib digunakan saat bekerja sesuai bahaya dan resiko kerja untuk menjaga keselamatan pekerja itu sendiri

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION U M U M Peraturan Pemerintah ini, dimaksudkan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Aplikasi teknologi nuklir telah banyak dimanfaatkan tak hanya sebatas pembangkit listrik namun sudah merambah ke bidang medis, industri, pemrosesan makanan, pertanian,

Lebih terperinci

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id DETEKTOR RADIASI NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id nanikdn@uns.ac.id - Metode deteksi radiasi didasarkan pd hasil interaksi radiasi dg materi: proses ionisasi & proses eksitasi -

Lebih terperinci

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama.

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama. BAB.19 ATOM ATOM Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama. MODEL ATOM J.JTHOMSON ( 1910 ) ERNEST RUTHERFORD ( 1911 )

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 74, 2007 LINGKUNGAN HIDUP. Tenaga Nuklir. Keselamatan. Keamanan. Pemanfaatan. Radioaktif. Radiasi Pengion.

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah : X. ADMILNISTRASI Dalam bekerja dengan radioisotop dan sumber radiasi lainnya, kita hams selalu berhati-hati terhadap efek biologis dari radiasi. Radiasi tak terlihat dan tak terasa, hanya setelah beberapa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi nuklir kini tidak hanya di bidang energi seperti pada PLTN tetapi juga untuk berbagai bidang, salah satu yang kini telah banyak diterapkan di

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id APA ITU KIMIA INTI? Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi

Lebih terperinci

DASAR-DASAR RADIOLOGI

DASAR-DASAR RADIOLOGI DENTAL RADIOGRAFI Prinsip dan Teknik BAB 1 DASAR-DASAR RADIOLOGI 1.1. SEJARAH S inar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Roentgen, seorang professor fisika dari Universitas Wurzburg, Jerman. Saat itu ia melihat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Alat Proteksi Radiasi

Alat Proteksi Radiasi Alat Proteksi Radiasi Latar Belakang Radiasi nuklir tidak dapat dirasakan oleh manusia secara langsung, seberapapun besarnya. Agar pekerja radiasi tidak mendapat paparan radiasi yang melebihi batas yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Radiasi dapat diartikan sebagai energi yang dipancarkan dalam bentuk partikel atau gelombang. Radiasi terdiri dari beberapa jenis, ditinjau dari massanya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Radiologi dimulai dengan penemuan sinar-x oleh William Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3 tahun kemudian, penemuan

Lebih terperinci

BAB IV Alat Ukur Radiasi

BAB IV Alat Ukur Radiasi BAB IV Alat Ukur Radiasi Alat ukur radiasi mutlak diperlukan dalam masalah proteksi radiasi maupun aplikasinya. Hal ini disebabkan karena radiasi, apapun jenisnya dan berapapun kekuatan intensitasnya tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan pembangunan di semua sektor kegiatan industri dan jasa semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan tersebut ternyata tidak hanya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Kedokteran Gigi Radiografi kedokteran gigi merupakan pemeriksaan penunjang dari pemeriksaan klinis yang biasanya digunakan untuk membantu penegakan diagnosa dan rencana

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh.

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh. 1. Pendahuluan Sinar X adalah jenis gelombang elektromagnetik. Sinar x ditemukan oleh Wilhem Conrad Rontgen pada tanggal 8 November 1895, ia menemukan secara tidak sengaja sebuah gambar asing dari generator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia, bahkan bisa dikatakan tanpa kesehatan yang baik segala yang dilakukan tidak akan maksimal.

Lebih terperinci

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta Proceeding 1 st Conference on Safety Engineering and Its Application ISSN No. 581 1770 Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta M. Tekad Reza R 1, Galih Anindita,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sinar-X Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, cahaya tampak (visible light) dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang gelombang

Lebih terperinci

DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN

DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN No DOKUMEN Dokumen Administratif 1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) untuk WNI /Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) dan Paspor untuk WNA selaku pemohon

Lebih terperinci

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS 1 - Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang - " Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan

Lebih terperinci

Sinar X. (Diajukan Guna Memenuhi Tugas Fisika Modern) Oleh :

Sinar X. (Diajukan Guna Memenuhi Tugas Fisika Modern) Oleh : Sinar X (Diajukan Guna Memenuhi Tugas Fisika Modern) Oleh : Nur Izzati R. (120210102026) Nanda Nurarivikka F. (120210102029) Novida Ismiazizah (120210102090) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional Januari 2007 Pengantar Sejak tahun 2000 BATAN telah ditunjuk oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

Bab 2. Nilai Batas Dosis

Bab 2. Nilai Batas Dosis Bab 2 Nilai Batas Dosis Teknik pengawasan keselamatan radiasi dalam masyarakat umumnya selalu berdasarkan pada konsep dosis ambang. Setiap dosis betapapun kecilnya akan menyebabkan terjadinya proses kelainan,

Lebih terperinci

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton adalah campuran antara semen portland, air, agregat halus, dan agregat kasar dengan atau tanpa bahan-tambah sehingga membentuk massa padat. Dalam adukan beton, semen

Lebih terperinci

RONTGEN Rontgen sinar X

RONTGEN Rontgen sinar X RONTGEN Penemuan sinar X berawal dari penemuan Rontgen. Sewaktu bekerja dengan tabung sinar katoda pada tahun 1895, W. Rontgen menemukan bahwa sinar dari tabung dapat menembus bahan yang tak tembus cahaya

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA bahwa untuk melaksanakan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1549, 2013 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. TENORM. Keselamatan Radiasi. Proteksi. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam penggunaan teknologi nuklir disadari benar bahwa selain dapat diperoleh manfaat bagi kesejahteraan manusia juga ditemui posisi bahaya bagi keselamatan manusia.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda/filamen tabung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda/filamen tabung BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Prinsip Kerja Sinar-X Tabung yang digunakan adalah tabung vakum yang di dalamnya terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda/filamen tabung Roentgen dihubungkan ke

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan suatu penyakit dimana pembelahan sel tidak terkendali dan akan mengganggu sel sehat disekitarnya. Jika tidak dibunuh, kanker dapat menyebar ke bagian

Lebih terperinci

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi BAB II Besaran dan Satuan Radiasi A. Aktivitas Radioaktivitas atau yang lebih sering disingkat sebagai aktivitas adalah nilai yang menunjukkan laju peluruhan zat radioaktif, yaitu jumlah inti atom yang

Lebih terperinci

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si.

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si. DETEKTOR RADIASI INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Alat deteksi sinar radioaktif atau sistem pencacah radiasi dinamakan detektor radiasi. Prinsip: Mengubah radiasi menjadi

Lebih terperinci

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral) FISIKA INTI A. INTI ATOM Inti Atom = Nukleon Inti Atom terdiri dari Proton dan Neutron Lambang Unsur X X = nama unsur Z = nomor atom (menunjukkan banyaknya proton dalam inti) A = nomor massa ( menunjukkan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU YANG BEKERJA DI INSTALASI YANG MEMANFAATKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini pembuatan isotop radioaktif telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penemuan sinar-x pertama kali oleh fisikawan berkebangsaan Jerman Wilhelm C. Roentgen pada tanggal 8 November 1895 memberikan hal yang sangat berarti dalam perkembangan

Lebih terperinci

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan. No.1937, 2014 BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG SURAT IZIN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data. 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Lebih terperinci

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi yang lebih tinggi dari sinar alpha. Partikel sinar beta memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan partikel alpha. Sinar β merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012

PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012 PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012 Sudaryati, Arca Datam S. dan Nur Tri Harjanto Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir - BATAN ABSTRAK PEMANTAUAN PENERIMAAN

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu mengumpulkan data. Fungsi analisis

Lebih terperinci

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

MAKALAH PROTEKSI RADIASI MAKALAH PROTEKSI RADIASI PENGERTIAN, FALSAFAH, DAN ASAS PROTEKSI RADIASI DISUSUN OLEH : KELOMPOK 1 NAMA : 1. A MUIS MUALLIM (15001) 2. ALMIN PRABOWO ANWAR (15002) 3. ANDI MUTMAINNAH IVADA DEWATA (15003)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi pengion (X-ray) untuk melakukan diagnosis tanpa harus dilakukan pembedahan. Sinar-X akan ditembakkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan Pasal 16 Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI BAB III BESARAN DOSIS RADIASI Yang dimaksud dengan dosis radiasi adalah jumlah radiasi yang terdapat dalam medan radiasi atau jumlah energi radiasi yang diserap atau diterima oleh materi yang dilaluinya.

Lebih terperinci

Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi

Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi Latar Belakang Radiasi nuklir tidak dapat dirasakan oleh panca indera manusia oleh karena itu alat ukur radiasi mutlak diperlukan untuk mendeteksi dan mengukur radiasi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian a. Tempat Kerja Tempat kerja adalah tiap ruangan atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang

Lebih terperinci

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN PP 27/2002, PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF *39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 107) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 27 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Sinar-X Sinar-X adalah pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, cahaya tampak (visible light) dan sinar ultraviolet, tetapi dengan panjang

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 2 (50 MENIT)

PERTEMUAN KE 2 (50 MENIT) PERTEMUAN KE 2 (50 MENIT) TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS : Menjelaskan fisika radiasi sebagai dasar dalam diagnosa Roentgenografi. POKOK BAHASAN : Fisika radiasi Sub pokok bahasan : 1. Konsep dasar sinar

Lebih terperinci

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT Penyusun: Eri Hiswara BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN

Lebih terperinci

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi Fisika Radiasi Materi Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi PENDAHULUAN kecil dan berbeda, sama atom- Perkembanagn Model Atom : * Model Atom Dalton: - Semua materi tersusun dari partikel- partikel yang sangat

Lebih terperinci

PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI SINAR BETA OLEH MEDAN MAGNET

PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI SINAR BETA OLEH MEDAN MAGNET PANDUAN PENGGUNAAN KIT ATOM-INTI Oleh : Sukardiyono dan Yusman Wiyatmo Disampaikan pada Pelatihan Kepala Laboratorium Fisika SMA Kabupaten Kebumen dan Purworejo 11 Agustuas 2012 PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan penggunaan teknologi modern, pemakaian zat radioaktif atau sumber radiasi lainnya semakin meluas di Indonesia. Pemakaian zat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matahari merupakan kendali cuaca serta iklim yang sangat penting dan sebagai sumber energi utama di bumi yang menggerakkan udara dan arus laut. Energi matahari diradiasikan

Lebih terperinci

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Spektrum Gelombang Elektromagnetik Spektrum Gelombang Elektromagnetik Gelombang elektromagnetik yang dirumuskan oleh Maxwell ternyata terbentang dalam rentang frekuensi yang luas. Sebagai sebuah gejala gelombang, gelombang elektromagnetik

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR SALINAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci