BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
|
|
- Teguh Setiabudi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah (Anonim, 2004 c ). Sebagaimana yang tercantum pada pasal 34 ayat (2) UUD 1945 bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan, dan ayat (3) bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak, maka adalah suatu kewajiban pagi para penyedia kesehatan untuk memberikan pengobatan yang rasional. Hal ini juga sesuai dengan peraturan perundangan dalam UU 36/2009, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau, serta secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Pharmaceutical care adalah pelayanan kefarmasian dimana seorang apoteker memiliki tanggung jawab secara langsung dalam pelayanan ini untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satu dari peran apoteker dalam pelayanan kefarmasian adalah menjamin pasien mendapatkan pengobatan yang 1
2 2 rasional. Pengobatan yang rasional adalah pemberian obat berdasarkan diagnosa penyakit, bukan berdasarkan gejala yang dialami pasien dimana diberikan hanya jenis obat yang diperlukan untuk penyembuhan penyakit atau mengatasi masalah kesehatan secara efektif, aman dan dalam batas-batas kemampuan dana yang tersedia (Anonim, 1989 a ). Hal ini sesuai dengan yang tercantum pada UU No.8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, dimana perlindungan konsumen bertujuan untuk mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa. Menurut WHO, lebih dari 50% obat diresepkan dan dibuat dengan tidak benar, banyak obat-obatan yang diresepkan padahal tidak dibutuhkan. Penggunaan obat yang tidak rasional akan membawa risiko dan hanya membuang obat-obatan yang minim di banyak sistem pelayanan kesehatan. Pelaksanaan pengobatan yang belum rasional selama ini telah memberikan dampak negatif berupa pemborosan dana masyarakat, efek samping berupa resistensi, interaksi obat yang berbahaya yang menurunkan mutu pengobatan dan mutu pelayanan kesehatan (Anonim, 2006). Rumah sakit sebagai instansi penyedia layanan kesehatan dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai jaminan sosial untuk masyarakat Indonesia yang berlaku sejak 1 Januari 2014 memerlukan suatu pantauan dan evaluasi yang berkelanjutan untuk menjaga rasionalitas pengobatan dan kualitas pelayanan kesehatan. Salah satu cara untuk mengetahui tingkat rasionalitas pengobatan adalah dengan menggunakan indikator yang dikembangkan oleh International Network for the Rational Use of Drug (INRUD) yang kemudian ditetapkan oleh
3 3 WHO sebagai metode dasar untuk menilai penggunaan obat di unit-unit rawat jalan (Anonim, 1993 a ). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian resep untuk pasien JKN pada instalasi rawat jalan di RSUD Ungaran dengan indikator peresepan WHO 1993 dan Formularium Nasional. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi dasar untuk evaluasi dan masukan bagi rumah sakit, dokter, apoteker, serta pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dengan memberikan pengobatan yang rasional. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, bagaimana penggunaan obat pada pasien rawat jalan di RSUD Ungaran untuk pasien JKN periode Januari Juni 2014 berdasarkan indikator peresepan WHO, yaitu : 1. Berapa rata-rata jumlah obat tiap lembar resep untuk pasien rawat jalan? 2. Berapa persentase obat dengan nama generik yang diresepkan untuk pasien rawat jalan? 3. Berapa persentase lembar resep yang berisi antibiotik untuk pasien rawat jalan? 4. Berapa persentase lembar resep yang berisi sediaan injeksi untuk pasien rawat jalan? 5. Berapakah persentase obat yang sesuai dengan formularium nasional?
4 4 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah menganalisis kesesuaian resep dengan indikator peresepan pada pasien rawat jalan RSUD Ungaran kabupaten Semarang pada periode Januari Juni 2014, yang meliputi : 1. Rata rata jumlah obat tiap lembar resep untuk pasien rawat jalan. 2. Persentase lembar resep yang berisi obat dengan nama generik untuk pasien rawat jalan. 3. Persentase lembar resep yang berisi antibiotik untuk pasien rawat jalan. 4. Persentase lembar resep yang berisi sediaan injeksi untuk pasien rawat jalan. 5. Persentase obat yang sesuai dengan formularium nasional. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut : 1. Bagi rumah sakit : a. Sebagai salah satu informasi tentang peresepan obat pada pasien rawat jalan di rumah sakit tersebut. b. Sebagai masukan dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit tersebut. 2. Bagi pemerintah : a. Memperkaya data dan informasi tentang penggunaan obat di Indonesia. b. Sebagai acuan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan Indonesia pada umumnya dan peningkatan pelayanan kefarmasian pada khususnya.
5 5 3. Bagi peneliti : Meningkatkan pengetahuan akan dunia kesehatan dan farmasi sekaligus sebagai sarana untuk mengaplikasikan dan mengembangkan ilmu yang diperoleh. E. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan yang Rasional Peresepan yang rasional adalah pemberian obat berdasarkan diagnosa penyakit bukan berdasarkan symptom atau gejala dimana diberikan hanya jenis obat yang diperlukan untuk penyembuhan penyakit atau mengatasi masalah kesehaan secara efektif, aman dan dalam batas-batas kemampuan dana yang tersedia (Anonim, 1989 a ). Disebutkan dalam literatur lain bahwa penggunaan obat sesuai dengan indikasi penyakit, tersedia setiap saat dengan harga terjangkau, diberikan dengan dosis yang tepat, cara pemberian dengan interval waktu pemberian yang tepat, lama pemberian yang tepat, obat yang diberikan harus efektif, dengan mutu terjamin dan aman merupakan penggunaan obat yang rasional (Anonim, 1995). Istilah penggunaan obat yang rasional dalam konteks biomedis mencakup kriteria berikut : a. Obat yang benar, b. Indikasi yang tepat, yaitu alasan menulis resep didasarkan pada pertimbangan medis yang baik,
6 6 c. Obat yang tepat, mempertimbangkan kemanjuran, keamanan, kecocokan bagi pasien dan harga, d. Dosis pemberian dan durasi pengobatan yang tepat e. Pasien yang tepat yaitu tidak ada kontraindikasi dan kemungkinan reaksi merugikan adalah minimal, f. Dispensing yang benar, termasuk informasi yang tepat bagi pasien tentang obat yang ditulis, g. Kepatuhan pasien terhadap pengobatan (Siregar, 2006). Peresepan dikatakan rasional bila memenuhi kriteria tepat dosis, memilih obat yang terbaik dari pilihan yang tersedia, memberi resep dengan dosis dan waktu yang cukup serta berdasarkan pedoman pengobatan yang berlaku (Quick dkk., 1997). Peresepan irrasional dapat dikelompokkan menjadi (Quick dkk., 1997): a. Peresepan boros, yaitu pemberian obat baru dan mahal, padahal tersedia obat yang lebih murah dan sama efektif dan amannya, atau penggunaan obat dengan nama dagang walaupun tersedia obat generik, b. Peresepan berlebihan, yaitu yang mengandung obat yang tidak diperlukan, dosis terlalu tinggi, pengobatan terlalu lama, atau jumlah yang diberikan lebih dari yang diperlukan. Terdapat beberapa jenis obat yang diberikan kepada pasien tanpa indikasi yang jelas dan tepat, c. Peresepan salah, yaitu obat diberikan dengan dosis yang keliru, obat yang dipilih untuk suatu indikasi tertentu tidak tepat,
7 7 d. Polifarmasi, yaitu penggunaan dua atau lebih obat, padahal satu obat sudah mencukupi atau pengobatan setiap gejala secara terpisah, padahal pengobatan terhadap penyakit primernya sudah dapat mengatasi semua gejala, dan e. Peresepan kurang, yaitu tidak memberikan obat yang diperlukan, dosis tidak mencukupi, atau pengobatan terlalu singkat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pola peresepan menurut Quick dkk., (1997) adalah : a. Faktor komunikasi, yaitu informasi yang tidak bias dan pengaruh industri, b. Faktor pelaku peresepan, yaitu pengetahuan yang kurang tentang kebiasaan dan pengalaman sebelumnya, c. Faktor hubungan pelaku peresepan dengan pasien, yaitu kepercayaan, kebudayaan dan tekanan pasien, d. Faktor kelompok kerja, kebijakan prosedur dan tekanan senioritas, dan faktor tempat kerja, yaitu tugas terlalu banyak dan infrastruktur yang harus mendukung. 2. Indikator Peresepan WHO Instrumen untuk memantau gambaran penggunaan obat secara umum di suatu pelayanan kesehatan pengobatan yang rasional yang dikembangkan oleh International Network for the Rational Use of Drug (INRUD) yang kemudian ditetapkan oleh WHO (1993) sebagai metode dasar untuk menilai tingkat rasionalitas penggunaan obat di unit-unit rawat jalan. Indikator tersebut dapat digunakan untuk mengukur pelaksanaan penyediaan beberapa dimensi pokok
8 8 pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan obat yang dapat dilakukan secara retrospektif maupun prospektif (Handayani, 2007). Tujuan umum adanya indikator tersebut adalah untuk menyediakan beberapa cara pengukuran yang obyektif sehingga dapat mendeskripsikan keadaan penggunaan obat di suatu fasilitas kesehatan, negara, atau pada suatu kawasan. Adapun tujuan khususnya adalah : a. Mendapatkan gambaran keadaan saat tertentu atas pola penggunaan obat pada fasilitas pelayanan kesehatan atau dokter, b. Membandingkan pola penggunaan obat pada fasilitas pelayanan kesehatan atau dokter satu dengan yang lain, c. Penelitian berkala atas penggunaan obat spesifik, d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Penilaian tentang penggunaan obat di fasilitas kesehatan dapat dibedakan menjadi tiga indikator yaitu (Anonim, 1993 a ) : a. Indikator peresepan terdiri dari : i. Rata-rata jumlah obat per lembar resep, dengan nilai estimasi terbaik 1,8 2,2 item per lembar resep. ii. Persentase peresepan obat dengan nama generik, dengan nilai estimasi terbaik > 82,00%. iii. Persentase peresepan obat dengan antibiotik, dengan nilai estimasi terbaik < 22,70%. iv. Persentase peresepan obat dengan injeksi, dengan nilai estimasi terbaik yaitu seminimal mungkin.
9 9 v. Persentase peresepan yang sesuai dengan formularium, dengan nilai estimasi terbaik yaitu 100%. b. Indikator pelayanan pasien terdiri dari : i. Rata-rata lamanya waktu konsultasi, dengan nilai estimasi terbaik 2,3 6,3 menit. ii. Rata-rata waktu peracikan obat, dengan nilai estimasi terbaik yaitu 12,5 86,1 detik. iii. Persentase obat yang benar-benar diserahkan kepada pasien, dengan nilai estimasi terbaik adalah 100 % iv. Persentase obat-obat yang telah dilabel dengan benar, dengan nilai estimasi terbaik adalah 100%. v. Pengetahuan pasien dalam memahami cara penggunaan obat yang benar, dengan nilai estimasi terbaik adalah 100%. c. Indikator fasilitas kesehatan terdiri dari : i. Ketersediaan daftar obat-obat penting atau formularium, dengan nilai estimasi terbaik adalah tersedianya obat-obat penting atau formularium. ii. Ketersediaan obat-obat kunci (drug of choice), dengan nilai estimasi terbaik adalah 100%. 3. Resep Menurut SK Menkes.No. 922/Menkes/Per/X/1993 disebutkan bahwa resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan, kepada Apoteker Pengelola Apotek untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi
10 10 penderita sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan dan kompetensi yang dimiliki, salah satunya adalah menulis resep obat dan alat kesehatan, seperti yang tercantum dalam UU No.29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 35 ayat (1). Dalam PP 51/2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, dijelaskan bahwa penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh apoteker. Prawitosari (2007) menyatakan bahwa yang berhak menulis resep adalah dokter, dokter gigi, dan dokter hewan sedangkan yang berhak menerima resep adalah apoteker pengelola apotek yang bila berhalangan tugasnya dapat digantikan Apoteker Pendamping/Apoteker pengganti atau Asisten Apoteker di bawah pengawasan dan tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek (APA). Penulisan resep khususnya di rumah sakit berdasarkan Formularium Rumah Sakit dan formularium yang lain, selain itu juga mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah pasal 4 (1) yang mengatakan bahwa dokter yang bertugas di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah wajib menulis resep obat generik bagi semua pasien sesuai indikasi medis. 4. JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) Tujuan pemerintah menyelenggarakan semua pertanggungan sosial pada dasarnya adalah sama yaitu untuk memberikan jaminan sosial bagi masyarakat. Demikian juga hal asuransi kesehatan, tujuannya adalah membayar biaya rumah
11 11 sakit, biaya pengobatan dan mengganti kerugian tertanggung atas hilangnya pendapatan karena cedera akibat kecelakaan atau penyakit. Asuransi kesehatan mengurangi risiko masyarakat menanggung biaya kesehatan dari kantong sendiri out of pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan biaya yang sangat besar. Untuk itu diperlukan suatu jaminan dalam bentuk asuransi kesehatan karena peserta membayar premi dengan besaran tetap. Dengan demikian pembiayaan kesehatan ditanggung bersama secara gotong royong oleh keseluruhan peserta, sehingga tidak memberatkan secara orang per orang (Anonim, 2014 a ). Untuk mewujudkan komitmen pemerintah dalam memberikan jaminan kesehatan nasional, maka dirintislah beberapa bentuk jaminan sosial di bidang kesehatan, diantaranya adalah melalui PT Askes (Persero) sebagai badan pengelola asuransi kesehatan di Indonesia bertujuan untuk menjaga, memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan pegawai negeri sipil, penerima pensiun, veteran, beserta anggota keluarganya, dalam rangka upaya menciptakan aparatur negara yang sehat, kuat dan dinamis serta memiliki jiwa pengabdian terhadap nusa dan bangsa. Askes (Asuransi Kesehatan) adalah salah satu jenis produk asuransi yang secara khusus menjamin biaya kesehatan atau perawatan para anggota asuransi tersebut jika mereka jatuh sakit atau mengalami kecelakaan. Secara garis besar ada dua perawatan yang ditawarkan perusahaan-perusahaan asuransi, yaitu rawat inap (in-patient treatment) dan rawat jalan (out-patient treatment). Daftar Plafon dan Harga Obat (DPHO) merupakan daftar obat yang menjadi acuan bagi dokter untuk menuliskan resep bagi peserta Askes.
12 12 Pada perkembangannya pemerintah melalui UU No.40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dirumuskan dalam UU No.24/2011 tentang BPJS. Sehingga Askes dilebur menjadi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mulai tanggal 1 Januari Dengan demikian JKN yang dikembangkan di Indonesia merupakan bagian dari SJSN sedangkan BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang bertanggung jawab untuk mengelola dana jaminan sosial yang merupakan dana amanat milik seluruh peserta yang merupakan himpunan iuran beserta hasil pengembangannya untuk pembayaran manfaat kepada peserta dan pembiayaan operasional penyelenggaraan program Jaminan Sosial. Untuk mendukung pelaksanaan JKN, maka disusunlah daftar obat dalam bentuk Fornas. Fornas merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan harus tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan yang menjadi acuan untuk dokter dalam menuliskan resep bagi peserta JKN (Anonim, 2013). Pelaksanaan JKN yang masih baru dan merupakan langkah besar dalam pelayanan kesehatan di Indonesia mengundang banyak kontroversi dan masih memerlukan banyak pembenahan untuk mencapai tahap sempurna. Adanya JKN perlu diapresiasi sebagai bentuk langkah konkrit pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan sosial. 5. Obat Generik Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan oleh Farmakope Indonesia untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik
13 13 menggunakan tata nama obat yang mengacu pada International Nonpropietary Names (INN) dalam bahasa Inggris dan dicantumkan juga sesuai dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) (Anonim, 1989 b ). Sedangkan obat generik bermerek atau bernama dagang adalah obat generik dengan nama dagang yang menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan (Anonim, 2010). Obat generik di Indonesia dibuat sesuai dengan standar Indonesia dan dijamin mutunya oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Jika dibandingkan dengan obat paten, obat generik memiliki harga yang jauh lebih murah karena tidak terdapat biaya promosi yang setinggi obat paten. Hal ini mengakibatkan obat generik kurang dikenal oleh masyarakat, padahal memiliki efektivitas yang sama karena bahan baku dan teknologi produksi yang sama dengan obat paten. Penetapan harga obat paten biasanya mengikuti harga pokok obat paten dari pabrik penemu obat yang sama yang memperhitungkan pengembalian investasi untuk penelitian obat baru, sedangkan obat generik tidak (Pane, 1998). Sesuai dengan indikator peresepan WHO (Anonim, 1993 a ), persentase peresepan obat generik harus lebih besar daripada penggunaan obat dengan nama dagang. Hal ini juga telah sesuai dengan peraturan perundangan dalam UU 36/2009, bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
14 14 6. Antibiotik Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semi sintetik atau sintetik penuh (Setiabudy dan Gan, 1995). Antibiotik adalah senyawa kimia khas yang dihasilkan oleh organisme hidup, termasuk turunan senyawa dan struktur analognya yang dibuat secara sintetik, dan dalam kadar rendah mampu menghambat proses penting dalam kehidupan satu spesies atau lebih mikroorganisme. Pada awalnya antibiotik diisolasi dari mikroorganisme, tetapi sekarang beberapa antibiotika didapatkan dari tanaman tinggi atau binatang (Siswandono dan Soekardjo, 2000). Antibiotik yang optimal untuk pengobatan suatu infeksi adalah antibiotik yang memiliki spektrum aktivitas yang paling sempit (tentu saja harus meliputi bakteri yang pasti menjadi penyakit infeksi), paling sedikit efek samping dan paling rendah toksisitasnya (Shulman dkk., 1994). Prinsipnya penggunaan antibiotik didasarkan pada dua pertimbangan utama yaitu penyebab infeksi dan faktor pasien (Anonim, 2003). Apabila kuman yang menginfeksi tidak diketahui, maka dilakukan terapi empiris yang ditujukan terhadap patogen yang berpeluang terbesar, kemudian terapi dapat disesuaikan menurut perjalanan penyakit pasien dan pemeriksaan laboratorium (Woodley dan Whelan, 1995). Kombinasi antimikroba yang digunakan menurut indikasi yang tepat dapat memberikan manfaat klinik yang besar, namun terapi kombinasi antimikroba yang tidak terarah akan meningkatkan biaya dan efek samping, menseleksi galur
15 15 kuman yang resisten terhadap banyak antimikroba, dan tidak meningkatkan efektivitas terapi (Setiabudy dan Gan, 1995). Penggunaan antibiotik yang tidak perlu harus dihindari mengingat beberapa hal seperti efek samping, reaksi alergi, biaya, pengaruhnya terhadap flora normal endogen dan induksi resistensi antibiotik (pengaruhnya terhadap penderita maupun seluruh komunitas). Seperti obat-obat yang lain penggunaan antibiotik harus mempertimbangkan untung ruginya (Shulman dkk., 1994). Oleh karena itu, kecenderungan dalam meresepkan antibiotik perlu diperhatikan sebagai salah satu bagian dari upaya penggunaan obat yang rasional (Widyakusuma, 2010). 7. Injeksi Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Injeksi dilakukan dengan melarutkan, mengemulsikan atau mensuspensikan sejumlah obat ke dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Anief, 2000). Berdasarkan indikator peresepan WHO (Anonim, 1993 a ), jumlah pemakaian injeksi di unit-unit pelayanan kesehatan berasal dari pasien rawat inap karena obat dengan sediaan injeksi hanya dapat diberikan kepada penderita di rumah sakit atau di tempat praktik dokter, oleh dokter atau perawat yang
16 16 kompeten. Sehingga sudah seharusnya jika tidak ada sediaan injeksi yang diresepkan untuk pasien rawat jalan. 8. Profil RSUD Ungaran RSUD Ungaran adalah Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemerintah Kabupaten Semarang yang beralamat di Jalan Diponegoro No. 125 Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Rumah Sakit yang dikepalai oleh dr. Setya Pinardi, M.Kes., dan didirikan berdasarkan SK Menkes No. 51/Menkes/SK/II/79, SK Menkes RI : No. 1152/Menkes/SK/XIII/1993 dan ditetapkan sebagai rumah sakit tipe C dengan status akreditasi 12 Pokja Maret RSUD Ungaran berdiri di atas tanah dengan luas m², dan luas bangunan m², yang memiliki kapasitas 172TT + 4TT ICU. RSUD Ungaran memiliki visi menjadi pilihan utama masyarakat dalam memperoleh pelayanan rumah sakit, dan memiliki misi sebagai berikut : 1. Mewujudkan pelayanan prima. 2. Mewujudkan pelayanan rumah sakit yang komprehensif dan terjangkau serta berdaya saing. 3. Mewujudkan budaya kerja yang berlandaskan pengabdian, keikhlasan, disiplin serta profesionalisme. 4. Mewujudkan pelayanan yang bermutu dengan meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan atau kedokteran. Sedangkan tujuan RSUD Ungaran adalah :
17 17 1. Terwujudnya rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan medis bermutu dengan fasilitas yang memadai, memiliki sumber daya manusia yang profesional dengan biaya yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. 2. Terwujudnya kerja sama yang baik dan harmonis serta meningkatkan kesejahteraan seluruh staf dan karyawan. F. Kerangka Konsep Penelitian Resep yang masuk Instalasi farmasi Rawat Jalan RSUD Ungaran Peresepan untuk Pasien JKN Observasi peresepan obat pada pasien rawat jalan di RSUD Ungaran periode Januari Juni 2014 Indikator peresepan WHO Formularium Nasional Analisis data Sesuai standar Tidak sesuai standar Gambar 1. Kerangka konsep penelitian di RSUD Ungaran G. Keterangan Empiris Penelitian dilakukan untuk analisis penggunaan obat pada pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi Rawat Jalan RSUD Ungaran Kab.Semarang pada periode Januari - Juni 2014 sesuai dengan standar acuan indikator peresepan
18 18 WHO (1993), meliputi rata-rata jumlah obat per resep untuk pasien rawat jalan, persentase peresepan obat dengan nama generik, persentase peresepan obat dengan antibiotik, persentase peresepan obat dengan injeksi, dan persentase peresepan yang sesuai dengan formularium.
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Pengelolaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan
digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.02.02/MENKES/068/I/2010 TENTANG KEWAJIBAN MENGGUNAKAN OBAT GENERIK DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. konsekuensi terutama dalam proses penyembuhan penyakit atau kuratif (Isnaini,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi dituntut adanya perubahan berbagai aspek, termasuk perubahan dalam dunia kesehatan. Adanya ketimpangan kualitas di negara maju dan negara berkembang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak azasi manusia, dimana setiap orang berhak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya, termasuk didalamnya hak untuk
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat yang tidak rasional sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. WHO memperkirakan lebih dari separuh dari seluruh obat di dunia yang diresepkan, dibuat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran,
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta pemerataan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan
Lebih terperinciEVALUASI PENGGUNAAN OBAT DI POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA, KALIMANTAN TENGAH
EVALUASI PENGGUNAAN OBAT DI POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. DORIS SYLVANUS PALANGKARAYA, KALIMANTAN TENGAH REZQI HANDAYANI 1, SULANTO SALEH DANU 2, RUSTAMADJI 2, NUNUNG PRIYATNI 2 1 PascaSarjana
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Semua usaha yang dilakukan dalam upaya kesehatan tentunya akan
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Strategi pemerintah dalam pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang. Peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kepatuhan menyatakan kesesuaian perilaku dan pelaksanaan kegiatan terhadap ketentuan atau standar yang berlaku. Kepatuah dokter menulis resep dipengaruhi faktor-faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Pembangunan kesehatan pada dasarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan, pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir manajemen obat. Penggunaan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kesehatan perlu menjamin aksesibilitas obat yang aman, berkhasiat, bermutu, dan terjangkau dalam jenis dan jumlah yang cukup (Kepmenkes,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas pelayanan kesehatan menjadi penunjang penting tercapainya tingkat kesehatan yang memadai di kalangan masyarakat. Kesehatan harus dipandang sebagai suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Obat, merupakan zat atau bahan yang digunakan untuk permasalahan kesehatan masyarakat antara lain digunakan untuk menyembuhkan penyakit dan mencegah komplikasi
Lebih terperinciFAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA
KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen adalah suatu proses tahapan kegiatan yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan dengan memadukan penggunaan ilmu dan seni untuk mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pencegahan dan pengobatan penyakit (Depkes RI, 2009). yang tidak rasional bisa disebabkan beberapa kriteria sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengobatan adalah ilmu dan seni penyembuhan dalam bidang keilmuan ini mencakup berbagai praktek perawatan kesehatan yang secara kontinu terus berubah untuk mempertahankan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dan memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat
Lebih terperinciANALISIS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO SLEMAN PERIODE OKTOBER 2008
ANALISIS PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PANTI NUGROHO SLEMAN PERIODE OKTOBER 2008 ANALYSIS OF DRUG USAGE TOWARD OUT PATIENT IN PANTI NUGROHO HOSPITAL SLEMAN IN OCTOBER 2008 Charles
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menghadapi era persaingan yang ketat, hal utama yang perlu diperhatikan oleh rumah sakit adalah kepuasan pelanggan agar dapat bertahan, bersaing, mempertahankan pasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi di Rumah Sakit Dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, pembangunan dalam bidang kesehatan memiliki peran yang penting. Kesehatan merupakan
Lebih terperinciPENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI
PENGARUH PELAYANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN DAN LOYALITAS KONSUMEN DI APOTEK BUNDA SURAKARTA SKRIPSI Oleh : DIDIK SANTOSO K 100 050 243 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2010
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pertama kali dicetuskan di Inggris pada tahun 1911 (ILO, 2007) yang didasarkan pada mekanisme asuransi kesehatan sosial dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. bermutu serta pemerataan pelayanan kesehatan yang mencakup tenaga, sarana dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Sejalan dengan meningkatnya kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan dan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu serta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia penyakit infeksi menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan, sebab penyakit ini mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi menyerang masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obat Obat adalah zat yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan. Obat dalam arti luas ialah setiap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu contoh sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan optimal bagi masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI
TINJAUAN ASPEK LEGALITAS DAN KELENGKAPAN RESEP DI 5 APOTEK KABUPATEN KLATEN TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: DIAH PRAWITOSARI K 100 040 193 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009 1 BAB I PENDAHULUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hal ini memerlukan suatu variabel yang dapat digunakan untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam analisis kepuasan pasien, erat hubungannya dengan suatu kinerja, yaitu proses yang dilakukan dan hasil yang dicapai oleh suatu organisasi dalam menyediakan produk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
Lebih terperinciDRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR
DRUG USAGE DESCRIPTION FOR OUTPATIENT IN PKU MUHAMMADIYAH UNIT II OF YOGYAKARTA IN 2013 BASED ON WHO PRESCRIBING INDICATOR GAMBARAN PERESEPAN OBAT PASIEN RAWAT JALAN DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI LAY OUT LATAR BELAKANG
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat. Unsur terpenting dalam organisasi rumah sakit untuk dapat mencapai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional telah diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kejadian medication error (kesalahan pengobatan) merupakan indikasi tingkat pencapaian patient safety, khususnya terhadap tujuan tercapainya medikasi yang aman. Menurut
Lebih terperinciBAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan. Pengelolaan obat yang efisien diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi rumah sakit dan pasien
Lebih terperinciA. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Instalasi farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit, merupakan suatu unit atau bagian yang menyelenggarakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT. Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur,
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi teratur, tempat pencegahan dan penyembuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Rumah Sakit Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. sakit yang berbeda. Hasil karakteristik dapat dilihat pada tabel. Tabel 2. Nama Rumah Sakit dan Tingkatan Rumah Sakit
BAB IV PEMBAHASAN A. Karakteristik Sampel Penelitian ini bertujuan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Lombok untuk melihat gambaran Penerapan Farmasi Klinik rumah sakit sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan
Lebih terperinciThe Analysis of Jamkesmas Drug Planning Using Combination Methods ABC and VEN in Pharmacy Installation of RSUD Dr. M. M. Dunda Gorontalo 2013
Analisis Perencanaan Obat Jamkesmas dengan Metode Kombinasi ABC dan VEN di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M. M. Dunda Kabupaten Gorontalo Tahun 2013 The Analysis of Jamkesmas Drug Planning
Lebih terperinciStabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit
Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada umumnya rumah sakit atau pihak asuransi kesehatan memiliki suatu formularium atau daftar obat, tetapi pemanfaatan formularium tersebut sebagai salah satu alat untuk
Lebih terperinciKAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO
KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 1197/MENKES/ SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH WONOGIRI BULAN JUNI 2008
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit (Werner et al., 2010). Saat ini, penyakit infeksi masih menjadi masalah di
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara umum, obat terbagi menjadi dua yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat jadi dengan nama dagang yang sudah terdaftar dan hanya diproduksi oleh
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 983/MenKes/SK/XI/1992, rumah sakit merupakan suatu unit yang mempunyai organisasi
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI
TINJAUAN ASPEK KLINIS PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KOTA SURAKARTA PERIODE JANUARI-JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : HAPSARI MIFTAKHUR ROHMAH K 100 050 252 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sarana pelayanan kefarmasian oleh apoteker (Menkes, RI., 2014). tenaga teknis kefarmasian (Presiden, RI., 2009).
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia. Setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk didalamnya hak untuk mendapatkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelayanan Farmasi Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Pada penelitian sebelumnya dengan judul pengaruh keberadaan apoteker terhadap mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas wilayah Kabupaten Banyumas berdasarkan
Lebih terperinciAnalisis Penggunaan Obat di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Indikator WHO
Jurnal Farmasi Indonesia, Maret 2011, hal 43-49 Vol. 8 No. 1 ISSN: 1693-8615 Analisis Penggunaan Obat di RSUD Kota Yogyakarta Berdasarkan Indikator WHO The Analysis of Drug Uses in RSUD Kota Yogyakarta
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri, yang mempunyai efek mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap negara mengakui bahwa kesehatan menjadi modal terbesar untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kesehatan adalah suatu keadaan sejahtera yang meliputi fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit atau kecacatan. Kesehatan merupakan hak bagi setiap
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat pada umumnya semakin sadar akan pentingnya kesehatan dalam kehidupan. Kesehatan merupakan salah satu kunci utama bagi seseorang dalam melaksanakan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. dibantu oleh beberapa orang apoteker yang memenuhi persyaratan peraturan
BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Instalasi Farmasi Rumah Sakit Instalasi Farmasi Rumah Sakit adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit yang berada di bawah pimpinan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT DAN INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Menurut Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009, rumah sakit adalah Institusi pelayanan kesehatan
Lebih terperinciSURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI
SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Lebih terperincidalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.
BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,
Lebih terperinciGAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI
GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persaingan antar rumah sakit baik lokal, nasional, maupun regional. kebutuhan, tuntutan dan kepuasan pelanggan.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menghadapi era globalisasi seperti sekarang ini, banyak tantangan yang harus dihadapi oleh rumah sakit. Diantara tantangan yang ada adalah bagaimana mengubah paradigma
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta Yogyakarta melalui
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Definisi Sistem Sistem dapat diartikan dengan pendekatan prosedur dan pendekatan komponen. Melalui pendekatan prosedur, sistem dapat didefinisikan sebagai kumpulan dari prosedur-prosedur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan sehingga dapat menurunkan mutu pelayanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan
BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT 2.1. Defenisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu kebutuhan pokok hidup manusia yang bersifat mutlak adalah kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun (2009), kesehatan adalah keadaan sehat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
Lebih terperinciEksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI
Eksistensi Apoteker di Era JKN dan Program PP IAI Disampaikan dalam kegiatan Bimbingan Teknis Pengelola Obat Apotek & Rumah Sakit di Kota Yogyakarta 10 Mei 2016 Nurul Falah Eddy Pariang, Apoteker 1 PERUNDANG-UNDANGAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biaya yang diserap untuk penyediaan obat merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Di banyak negara berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap
Lebih terperinciMAKALAH FARMASI SOSIAL
MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,
Lebih terperinciTINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI
TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dan peningkatan jasa pelayanan kesehatan dalam sebuah rumah sakit sangat diperlukan oleh masyarakat, oleh karena itu diperlukan upaya kesehatan untuk mewujudkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Jaminan Kesehatan Nasional Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi
Lebih terperinci